Majalah Percik Tentang Konferensi Sanitasi Dan Air Minum Nasional KSAN 2013
Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi...
-
Upload
oswar-mungkasa -
Category
Documents
-
view
246 -
download
0
Transcript of Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi...
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
1/56
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
2/56
Dari Redaksi 1
Suara Anda 2
Laporan Utama
Air Minum Masih Jadi Impian 3
Filosofi Air Minum Dorong Perbaikan PDAM 7
Sekilas Kondisi Air Minum dan Sanitasi Indonesia 8
Menilik MDGs Air Minum 10
Peringkat Cakupan Layanan Air Minum Per Kabupaten/Kota Tahun 2002 11
Wawasan
Batam: Air Mengalir Lewat Kios 13
Air di Australia dan Pembangunan Berkelanjutan 15
Sekali Lagi tentang Privatisasi 17
Penanganan Kebocoran di PDAM Makassar 20
Strategi Peningkatan Kesadaran Masyarakat 21
TeropongThe Real Air Minum 24
Dirut PDAM Kota Bogor: Bisa Dikembangkan Lebih Luas 25
Reportase
Pedagang Air, Antara Dibutuhkan dan Disayangkan 26
Wawancara
Ketua Umum Perpamsi: Perlu Badan Pengelola Air 28
Info Buku 31
Info Situs 32
Info CD 33
Seputar WASPOLA
Perbaikan Draft Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Lembaga 34
Fasilitasi Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah 35
Seputar AMPLHari Monitoring Air Sedunia 37
Menangani Kebocoran Perlu Komitmen 38
Seminar Hari Habitat Dunia 2004 39
Lokakarya NAP Air Minum, Air Limbah, dan Persampahan 39
Pemaparan Konsep CLTS 40
Lokakarya Nasional Sumber Air Domestik 41
Diseminasi Petunjuk Teknis Pembangunan Prasarana dan Sarana Kawasan
Agropolitan dan Penyehatan Lingkungan Permukiman di Wilayah Barat 41
Konsolidasi Interim Proyek WSLIC 2 42
Sosialisai Manual Pengelolaan Sarana AMPL Tingkat Desa 43
Handwashing: Soap Saves Lives! 43
Kunjungan Monitoring WSLIC 2 ke Kab. Belitung 44
Seminar Nasional Sosialisasi UU No. 8 Tahun 2004 45SANIMAS Balong Asri, Mojokerto Terawat 46
Pertemuan Tim Koordinasi Propinsi dan Kabupaten Proyek WSLIC 2 46
Peresmian Proyek WSLIC 2 di Kab. Kediri 47
Pertemuan Perencanaan dan Evaluasi Proyek Pro Air 47
Lokakarya Penyempurnaan Proposal Program Pembangunan Sanitasi Indonesia 48
Lokakarya Penyusunan Rencana Kerja WASPOLA Tahun 2005 48
Kunjungan
WSLIC 2 Ubah Desa Pakel Jadi Desa Sehat 49
Pustaka AMPL 50
Agenda 51
Glossary 52
Media Informasi Air Minum danPenyehatan Lingkungan
Diterbitkan oleh:
Kelompok Kerja Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan
Penasihat/Pelindung:
Direktur Jenderal Tata Perkotaan dan
Perdesaan, DEPKIMPRASWIL
Penanggung Jawab:
Direktur Permukiman dan Perumahan,
BAPPENAS
Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi,
DEPKESDirektur Perkotaan dan Perdesaan
Wilayah Timur, DEPKIMPRASWIL
Direktur Bina Sumber Daya Alam dan
Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI
Direktur Penataan Ruang dan
Lingkungan Hidup, DEPDAGRI
Pemimpin Redaksi:
Oswar Mungkasa
Dewan Redaksi:
Hartoyo, Johan Susmono,
Indar Parawansa, Poedjastanto
Redaktur Pelaksana:
Maraita Listyasari, Rewang Budiyana,
Rheidda Pramudhy, Joko Wartono,
Essy Asiah, Mujiyanto
Desain/Ilustrasi:
Rudi Kosasih
Produksi:
Machrudin
Sirkulasi/Distribusi:
Anggie Rifki
Alamat Redaksi:
Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat.
Telp. (021) 31904113e-mail: [email protected]
Redaksi menerima kiriman
tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan
dengan air minum dan penyehatan
lingkungan dan belum pernah
dipublikasikan. Panjang naskah tak
dibatasi. Sertakan identitas diri.
Redaksi berhak mengeditnya.
Silahkan kirim ke alamat di atas.
foto cover: www.firstmilesolution.com
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
3/56
P
embaca, Percikkembali menya-
pa Anda. Dua bulan rasanya begi-
tu lama. Kami berharap edisi ini
akan mengobati rasa rindu Anda.
Kalau edisi sebelumnya, Percik
mengangkat isu sampah, kali ini kami
membahas air minum. Mengapa? Karena
ini masalah yang sangat penting. Air
minum adalah kebutuhan dasar manusia.
Bahkan posisinya tidak bisa digantikan
dengan yang lain. Apakah kita sudah
menyadari hal ini? Sayangnya perhatian
terhadap air minum belum seperti yang
diharapkan.
Hampir semua daerah di Indonesia
sudah memiliki Perusahaan Daerah AirMinum (PDAM), tapi hampir semua juga
tidak memberikan layanan sebagaimana
nama yang disandangnya yakni perusa-
haan yang menghasilkan air minum.
Yang terjadi, PDAM baru melayani kon-
sumennya dengan air bersih.
Tentu ini sebuah tantangan baru bagi
PDAM. Mengingat sebagian besar PDAM
masih menanggung beban utang.
Jumlahnya pun cukup besar. Sebagian
yang lain masih berkutat dengan per-
soalan inefisiensi dan mismanajemen. Di
sisi lain, tuntutan terhadap pelayananyang optimal tak bisa dibendung lagi
apalagi Indonesia telah menyepakati
komitmen yang dicanangkan oleh
pemimpin dunia pada Johannesburg
Summit 2002 sebagai manifestasi dari
Millennium Development Goals (MDGs).
Di sana dinyatakan bahwa pada tahun
2015, separuh dari penduduk dunia yang
saat ini belum mendapatkan akses ter-
hadap air minum (safe drinking water)
harus telah mendapatkan akses tersebut.
Selanjutnya pada tahun 2025, seluruh
penduduk dunia harus telah menda-
patkan akses terhadap air minum.
Tentu untuk mencapai hal itu harus
terjadi perubahan paradigma dari air
bersih menjadi air minum. Perubahan
filosofi inilah, yang menurut Direktur
Permukiman dan Perumahan Bappenas,
Basah Hernowo, akan memberikan
dampak yang signifikan tidak hanya bagi
PDAM tetapi juga kepada masyarakatpelanggan air minum.
Lalu bagaimana dengan PDAM
sendiri untuk memenuhi tuntutan itu,
Percikmengadakan wawancara dengan
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Air
Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi)
Ridwan Syahputra Musagani. Berbagai
hal menyangkut PDAM terungkap
darinya, termasuk gagasannya agar air
minum bisa memperoleh subsidi sebagai-
mana bahan bakar.
Tak kalah menariknya, pengalaman
PDAM Tirta Pakuan, Kota Bogor, yang
telah berhasil mengembangkan layanan
air minum dalam arti sebenarnya. Air
produknya telah memenuhi kualitas yang
ditetapkan untuk diminum. Hanya saja
memang masih dalam skala kecil. Ken-
dati begitu, ini adalah cikal bakal untuk
memenuhi tuntutan masyarakat yang
terus berkembang saat ini.
Pembaca, rubrik wawasan kali inimungkin tak seperti biasanya. Ada satu
tulisan yang cukup panjang mengenai
Strategi Peningkatan Kesadaran Masya-
rakat. Isinya cukup menarik berkaitan
dengan bagaimana menggerakkan kesa-
daran masyarakat dari berbagai sudut
pandang dan oleh berbagai kalangan ter-
hadap konservasi air.
Perlu kami informasikan, kegiatan
Kelompok Kerja AMPL cukup banyak dan
kami tampung di rubrik Seputar AMPL.
Informasi lainnya, lomba penulisan ten-
tang penyelenggaran air minum dan
penyehatan lingkungan telah memasuki
tahap penilaian. Pada November ini
pemenang akan diumumkan.
Akhirnya kami berharap Percikakan
terus menjadi salah satu referensi Anda
di bidang air minum dan penyehatan
lingkungan. Wassalam.
A RI RE DA KS ID
Segenap Redaksi Majalah Percik mengucapkanSelamat Idul Fitri 1425 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin
1PercikOktober 2004
KARIKATUR:RUDI KOSASIH
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
4/56
Ingin Dapat Percik
Sebelumnya saya memperkenalkan
diri, nama saya Kesit Kanigoro. Saya be-
kerja di sebuah NGO (World Vision
International) di Jakarta. Saya mengeta-
hui majalah ini dari teman yang meng-
ikuti pertemuan dengan beberapa lemba-
ga sekitar bulan September lalu. Ketika
saya membaca isinya ternyata bagus
sekali dan amat membantu saya untuk
menambah wawasan saya tentang sani-
tasi. Saya kebetulan baru mendapatkan
tugas untuk menangani hal ini, jadi saya
harus belajar banyak tentang sanitasi dan
air minum.
Untuk itu saya perlu informasi ba-
gaimana mendapatkan majalah ini. Saya
sudah mencoba akses ke internet me-mang ada dalam situs AMPL, tapi saya
kesulitan untuk men-download-nya. Di
manakah saya bisa mendapatkan cetakan
majalah ini atau CD-nya. Atas bantuan-
nya kami ucapkan terima kasih.
Kesit Kanigoro
Jakarta
Percik bisa didapatkan di kantor
Pokja AMPL atau sekretariat redaksi
Percikdi Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Ja-
karta Pusat, setiap hari kerja. Anda bisadatang langsung atau menghubungi
kami melalui telepon.(Redaksi)
Ingin Dapat CD dan Buku
Dalam rangka pengembangan Per-
pustakaan Jurusan Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Semarang untuk peningkatan wawasan
para mahasiswa bersama ini kami memo-
hon kepada bapak/ibu Ketua Kelompok
Kerja Air Minum dan Penyehatan Ling-
kungan untuk dapat mengirimkan kepa-
da kami beberapa CD dan buku sebagai
berikut:
1. Reducing Energy Cost ini Munici-
pal Water Supplay Operations
2.Water Supply and Sanitation for
Small Towns and Multivillage Schemes,
Proceeding International Conference.3. Pedoman Pengelolaan Persampah-
an Perkotaan bagi Pelaksana, Depar-
temen Permukiman dan Prasarana Wila-
yah, Direktorat Jenderal Tata Perkotaan
dan Tata Perdesaan, 2003.
4. Pedoman Pengelolaan Persam-
pahan Perkotaan bagi Eksekutif dan
Legislatif Pemerintah Kota/Kabupaten,
Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah, Direktorat Jenderal Tata Per-
kotaan dan Tata Perdesaan, 2003
5. Pedoman Penyusunan Standar Pe-
layanan Bidang Air Minum, DepartemenPermukiman dan Prasarana Wilayah,
Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan
Tata Perdesaan, 2003.
6. Pedoman Penanggulangan Limbah
Cair Domestik, Direktorat Jenderal Tata
Perkotaan dan Tata Perdesaan, 2003.
Atas bantuan, kerja sama serta perha-
tian Bapak/Ibu demi kepentingan maha-
siswa kami atas nama jurusan, kami
mengucapkan banyak terima kasih.
Ir. Syafrudin CES, MT.
NIP. 131 764 877
Jurusan Teknik Lingkungan
An. Dekan Fakultas Teknik UNDIP
Semarang
Kami akan membantu sesuai dengan
kemampuan dan ketersediaan CD atau
buku yang ada. (Redaksi)
Tema yang AktualTerima kasih kami ucapkan atas
kiriman Percik edisi Juni ke kantor kami,
sebagai media pertukaran informasi
bidang AMPL. Kami nilai isi media terse-
but sudah cukup variatif, dari laporan
utama, wawasan, reportase, dan rubrik-
rubrik lain. Untuk penyempurnaan, kami
menyarankan agar pada penerbitan-pe-
nerbitan selanjutnya, tema yang diangkat
merujuk pada isu-isu yang akan atau
sedang menjadi persoalan kita bersama
seperti kekeringan saat ini dan mungkinmasalah banjir lagi pada bulan-bulan
mendatang, dikaitkan dengan pengelo-
laan AMPL pada keadaan tersebut.
Bapeda Subang
Terima kasih atas sarannya. Kami
akan berusaha terus memperbaiki isi
majalah Percik.Berbagai masukan da-
ri para stakeholder, bagi kami sangat
berharga demi kemajuan majalah ini.
Bahkan kami amat senang jika para sta-
keholder di seantero Nusantara bisa
menuliskan hal-hal aktual yang terjadi
di wilayahnya masing-masing, terma-
suk berbagai pengalaman menyangkut
AMPL, untuk kemudian kami muat
diPercik. (Redaksi)
UARA ANDAS
PE R C IKAR T U N
2 PercikOktober 2004
KARIKATUR:RUDI KOSASIH
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
5/56
Air adalah kehidupan. Kali-
mat itu begitu dalam mak-
nanya, tapi sebagian besar
orang/pengambil keputusan (pe-
merintah) tidak menyadarinya.
Buktinya, air minum belum masuk
dalam daftar kebutuhan pokok
manusia. Yang umum disebut
sebagai kebutuhan pokok adalah
makanan, pakaian, dan perumah-
an. Lebih spesifik lagi, khalayaksering menyebut sembako (sembi-
lan bahan pokok) sebagai kebu-
tuhan dasar yang harus dipenuhi.
Terus di mana posisi air minum?
Padahal kalau kita mau ber-
pikir sejenak, betapa air mi-
num/bersih peranannya tak bisa
tergantikan. Kalau kita tak mem-
punyai beras, kita bisa makan
singkong atau jagung atau lainnya.
Tak punya minyak goreng, kita
bisa memasak tanpa minyak go-
reng. Tapi kalau tidak ada air, apayang bisa kita lakukan dengan
sembako yang ada? Jadi barang
teronggok yang tak berguna.
Memang saat ini kita bisa men-
jumpai air di mana-mana. Tapi
apakah air itu memenuhi syarat secara
kualitas untuk diminum/dimasak? Nanti
dulu. Jika kita sembarangan menggu-
nakan air, alih-alih bisa sehat, justru
sebaliknya bisa mendatangkan penyakit.
Dr. John Snow, epidemologis, pada tahun
1855 menemukan bahwa penyakit kolera
menyebar bersama air yang rusak. Ada
keterkaitan erat antara sumber air mi-
num yang tercemar dan berjangkitnya
wabah kolera di Inggris saat itu. Pada
tahun 1880-an, Louis Pasteur mengem-
bangkan teori the germ theory of disease
yang menjelaskan penularan penyakit
dari mikroba melalui media air. Studi
Bank Dunia (1992) mengungkapkan
bahwa penyakit diare yang berasal dari
air yang tidak layak minum telah menye-
babkan kemaitan lebih dari 3 juta pen-
duduk per tahun, jumlah terbesarnya
anak-anak. Ini semua menunjukkan beta-
pa pentingnya air minum bagi kesehatan
dan kehidupan. Air minum adalah kebu-
tuhan dasar manusia.
Usaha untuk memenuhi kebutuhan
air minum di Indonesia termasuk meme-
nuhi target MDGs tidak terlepas dari kip-
rah Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Bahkan untuk daerah perko-
taan, PDAM merupakan tulang punggung
pelayanan air minum. Untuk itu,
laporan utama kali ini akan ba-
nyak menyoroti kinerja PDAM.
Latar Belakang Pendirian
PDAM
Keberadaan PDAM merupa-
kan cerminan pelaksanaan pasal
5 ayat 4 UU No. 5 tahun 1962
tentang Perusahaan Daerah
yang berbunyi "Cabang-cabangproduksi yang penting bagi
daerah dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak di
daerah yang bersangkutan di-
usahakan oleh perusahaan dae-
rah yang modalnya untuk selu-
ruhnya merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan".
Jumlah PDAM
Berdasar data terakhir yang
tertera dalam dokumen Per-
pamsi Direktori 2000, makajumlah PDAM telah mencapai
290 perusahaan. Selain itu, saat
ini tercatat 6 perusahaan swasta
yang telah beroperasi, yaitu PT
Palyja dan PT. Thames Water
Jaya yang mendapatkan konsesi dari
PAM Jaya; PT. Tirta Artha Mulia di Bali
yang merupakan patungan swasta de-
ngan PDAM Kabupaten Badung mem-
berikan pelayanan di kawasan Nusa Dua
Bali; PT. Aditia Tirta Batam, perusahaan
patungan swasta Indonesia dengan
Biwater dari Inggris, mendapatkan kon-
sesi untuk melayani seluruh pulau Batam
dari PT. Otorita Batam; PT. Dream di
Ambon, merupakan perusahaan pa-
tungan antara PDAM Ambon dengan
perusahaan DRENTE dari Belanda
untuk melayani sebagian wilayah kota
Ambon.
A P O RA N UT A MA
Air Minum
Masih Jadi Impian
L
FOTO: OSWAR MUNGKASA
3PercikOktober 2004
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
6/56
Cakupan Pelayanan PDAM
Pelayanan air minum di kawasan
perkotaan umumnya ditangani oleh
PDAM, berbeda dengan kawasan perde-
saan yang lebih banyak ditangani oleh
organisasi masyarakat setempat yang
beragam bentuknya. Tak heran tingkat
pelayanan air minum PDAM di perdesaan
hanya mencapai sekitar 5 persen, semen-
tara di perkotaan telah menjangkau 51,7
persen (BPS, 2000). Jumlah penduduk
yang terlayani sebesar 56,6 juta jiwa, de-
ngan jumlah sambungan rumah sebanyak
4,748 juta unit dan hidran umum
sebanyak 85.700 unit.
Walaupun demikian, baru sekitar20,3 persen PDAM yang cakupan
pelayanannya di atas 25 persen, semen-
tara hanya 8,6 persen cakupan pelayanan
di atas 50 persen, selebihnya sekitar 79,7
persen baru melayani dibawah 25 persen.
Masalah dan Kendala
Kontribusi pelayanan air minum
PDAM tidak dapat dipungkiri cukup sig-
nifikan, walaupun sebenarnya kualitas air
yang dihasilkan masih jauh dari yang
diharapkan. Bahkan masih sering PDAM
diplesetkan sebagai Perusahaan DaerahAir Mandi.
Usaha PDAM untuk meningkatkan
kualitas air yang dihasilkan banyak ter-
kendala oleh ketersediaan sumber air
baku, baik kuantitas maupun kualitas.
Walaupun ketersediaan air Indonesia
mencakup sekitar 6 persen persediaan air
dunia atau sekitar 21 persen persediaan
air Asia Pasifik (KLH, 2003), namun dari
tahun ke tahun kelangkaan air makin
mengemuka. Secara nasional, ketersedi-
aan air masih mencukupi, tetapi jikadirinci per wilayah maka akan terlihat
bahwa wilayah Jawa-Bali dan Nusa Teng-
gara mengalami defisit ketersediaan air
terutama di musim kemarau.
Kecenderungan konsumsi air mening-
kat tajam sementara ketersediaan air ba-
ku yang memadai semakin terbatas.
Semakin langkanya air baku salah satu-
nya disebabkan oleh pengelolaan air lim-
bah yang tidak terkendali disamping
kurangnya usaha konservasi sumber air.
Berdasar data Departemen Pekerjaan
Umum, sekitar 56,15 persen KK mem-
buang langsung limbahnya ke sungai.
Sementara sungai merupakan sumber air
baku PDAM. Lebih dari 60 persen kapa-
sitas produksi mempergunakan sungai
sebagai air bakunya. Penggunaan sungaisebagai sumber air baku bahkan menca-
pai 95 persen di Kalimantan. Sumber air
tanah hanya dipergunakan oleh sekitar 35
persen PDAM kecil.
Tingkat kehilangan air secara nasional
mencapai 32,18 persen, yang sangat
bervariasi diantara PDAM yang ada.
Sebagai misal, PDAM Medan yang hanya
20 persen dibanding PAM DKI Jaya yang
mencapai 44 persen. Tingkat kehilangan
air yang masih sedemikian besar sangat
mengurangi penerimaan dari PDAM.
Akibat selanjutnya kemampuan perusa-haan untuk berkembang menjadi sema-
kin terbatas.
Tinjauan PDAM berdasar jumlah
pelanggan menunjukkan masih banyak
PDAM yang beroperasi dibawah skala
ekonomi yang memadai (sekitar 10.000
pelanggan). Hanya 14 PDAM dengan
jumlah pelanggan diatas 50.000, semen-
tara tercatat sekitar 168 PDAM dengan
A P O RA N UT A MAL
4 PercikOktober 2004
PDAM
dengan air siap minumBerdasar data terakhir,
di Indonesia paling tidakterdapat 4 PDAM yang telah
memproduksi air siap minum yaituPDAM Buleleng, PDAM Kota Malang,PDAM Medan, dan PDAM Kota Bogor.
Namun cakupan pelayanannyamasih sangat terbatas.
Air Minum (drinking water) ada-
lah air yang melalui proses peng-olahan atau tanpa proses pengolahanmemenuhi syarat kesehatan dandapat langsung diminum. (KeputusanMenkes No. 907 Tahun 2002)
Air Bersih (clean water) adalahair yang digunakan untuk keperluansehari-hari yang kualitasnya meme-nuhi syarat kesehatan dan dapatdiminum apabila telah dimasak Pe-ngertian air bersih dalam terminologiakademis adalah air yang dihasilkandari rekayasa terhadap air kotor yangberasal dari tubuh manusia dan bi-natang serta berasal dari suatu ke-giatan ekonomi agar layak disalurkankembali sebagai air permukaan.
Terminologi Air Minum
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
7/56
jumlah pelanggan masing-masing di-
bawah 10.000 pelanggan. Kondisi jumlah
pelanggan yang demikian kecilnya tidak
memungkinkan bagi PDAM yang ber-
sangkutan untuk beroperasi secara
efisien. Dapat dipastikan bahwa pemerin-
tah daerah setiap tahun harus memberi
subsidi yang besar pada PDAM tersebut.
Berdasar kondisi keuangan PDAM,
maka (i) hanya 18 persen PDAM memiliki
profitabilitas positif; (ii) 22 persen PDAM
mempunyai ekuitas negatif; (iii) 44
persen PDAM tarifnya lebih kecil dari
biaya operasi dan pemeliharaan; (iv)
hanya 10 persen PDAM dengan kondisi
keuangan sehat. Hutang PDAM sendirisecara keseluruhan telah menembus
angka paling tidak Rp. 5 Triliun, dengan
jumlah hutang pokok sebesar Rp. 3
Triliun. Hanya sekitar 89 PDAM yang
bebas dari hutang.
Prinsip yang mengedepankan air mi-
num sebagai kebutuhan dasar manusia
menjadikan PDAM dibebani tugas sosial
oleh pemerintah daerah. Akibatnya tarif
ditetapkan lebih banyak mempertim-
bangkan faktor sosial dan politik diban-
ding pertimbangan teknis dan keuangan.
Pemasukan menjadi negatif karena hargajual menjadi lebih rendah dari biaya pro-
duksi, sehingga tarif yang ada tidak per-
nah mencerminkan prinsip cost recovery
(pemulihan biaya).
Di satu pihak tarif yang ditetapkan
tidak dapat menutupi ongkos produksi,
namun usulan kenaikan tarif selalu men-
dapat tantangan baik dari masyarakat
maupun legislatif. Sepertinya penolakan
ini lebih disebabkan oleh ketidak-
mengertian masyarakat maupun legislatif
saja. Hal ini dapat dijelaskan dari (i) rata-
rata pengeluaran masyarakat untuk air
minum masih rendah sekitar 2 persen;
(ii) konsumsi air minum yang merupakan
kebutuhan dasar menjadikan tidak sensi-
tif terhadap perubahan tarif.
Dapat disimpulkan kondisi PDAM
yang masih memprihatinkan disebabkan
oleh beberapa hal yaitu (i) campur tangan
birokrasi dan politisi dalam pengelolaan
PDAM; (ii) peraturan perundang-un-
dangan yang tidak sesuai lagi; (iii) makin
sulitnya mendapatkan dan makin mahal-
nya biaya pengolahan air baku; (iv) jum-
lah pelanggan yang tidak mencapai skala
usaha yang ekonomis; (v) masih tingginya
tingkat kebocoran; (vi) tarif air yang tidak
dapat menutup biaya produksi; (vii)
kurangnya sosialisasi pada pelanggan dan
legislatif tentang struktur tarif yang
seharusnya; (viii) kemampuan teknis dan
manajerial yang masih rendah.
Akumulasi kendala dan masalah yang
ada menjadikan usaha PDAM memberi
pelayanan yang baik pada masyarakat
menjadi terkendala. Jangan lagi ber-
mimpi untuk mendapatkan layanan beru-
pa produk air siap minum.
Kebijakan ke Depan
Menentukan kebijakan air minum
tidaklah mudah. Mengapa? Karena sektor
ini melibatkan banyak pihak dengan
berbagai kepentingan. Dan sebagaimana
diketahui, ego sektoral begitu kental da-
lam struktur pemerintahan di Indonesia.
Pada saat ini kebijakan nasional
Pembangunan Air Minum Berbasis Lem-
baga yang merupakan payung kebijakan
pengelolaan PDAM masih dalam taraf
penyelesaian bahkan menjadi salah satu
bagian dari program 100 hari Kabinet
Indonesia Bersatu.
Namun dalam buku Infrastruktur
Indonesia yang diluncurkan Bappenas
tahun 2003, dapat ditemui beberapa
kebijakan yang relevan yaitu (i) perlu ada
penataan kembali (deregulasi) peraturan
A P O RA N UT A MAL
Pada saat ini kebijakan
nasional Pembangunan
Air Minum Berbasis
Lembaga yang merupakan
payung kebijakan
pengelolaan PDAM masihdalam taraf penyelesaian
bahkan menjadi salah
satu bagian dari
program 100 hari
Kabinet Indonesia Bersatu.
FOTO: OSWAR MUNGKASA
5PercikOktober 2004
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
8/56
perundang-undangan di bidang air mi-
num. Dalam hal ini perlu ada upaya per-
baikan peraturan perundang-undangan
baik yang terkait dengan aspek teknis,
kelembagaan, pembiayaan, kerja sama
dengan swasta atau masyarakat, standar
kesehatan air minum dan tarif. Selain itu
perlu ada peningkatan partisipasi dunia
usaha dan masyarakat dalam pemba-
ngunan dan pengelolaan air minum
melalui penciptaan iklim usaha yang kon-
dusif; (ii) tak kalah pentingnya adalah
peningkatan perlindungan sumber air
dan kualitas lingkungan. Perlindungan
sumber air baku perlu melibatkan lintas
sektoral dan wilayah administrasi de-ngan membentukwater board authority
yang beranggotakan pihak-pihak berke-
pentingan. Langkah ini harus didukung
oleh program konservasi alam, lingkung-
an hidup, dan sumber daya air agar
kehandalan ketersediaan air baku bisa
dipertahankan. Di sisi pemakaian, pe-
ngelolaan dan penggunaan air baku harus
berprinsip pada optimasi dan efisiensi
yang berbasis pada watershed; (iii) secara
khusus tentang restrukturisasi pengelo-
laan PDAM maka perlu dilakukan pe-
ngelompokan (regrouping) institusi-ins-titusi yang membangun dan mengelola
air minum dalam satu wadah institusi
regional. Fungsi regulator dan operator
harus dipisahkan secara tegas agar PDAM
bisa profesional dalam bekerja dan terbe-
bas dari intervensi politik dan birokrasi.
Mengenai tarif, perlu ada restrukturisasi
berdasarkan prinsip pengembalian biaya
investasi dan operasi (cost recovery),
penyetaraan sosial (social equity), keber-
lanjutan pelayanan air minum, pember-
lakuan biaya konservasi sumber air (con-
servation cost) dan mempertimbangkanair sebagai benda ekonomi. Di samping
itu, efisiensi perlu dilakukan terhadap
pengelolaan PDAM melalui penurunan
kebocoran teknis dan administratif.
Menyangkut investasi, perlu dipikirkan
untuk mengembangkan alternatif pembi-
ayaan bagi pembangunan dan pengelo-
laan air minum melalui penerbitan
municipal bonds yang dijamin oleh
pemerintah daerah atau melalui pen-
jualan sebagian saham PDAM kepada
masyarakat dan swasta; (iv) kebijakan
lainnya yakni reformasi dan peningkatanpenyediaan dan pembangunan air minum
melalui pengembangan pola pembiayaan
bersama (cost sharing) antartingkatan
pemerintah; (v) yang tak boleh keting-
galan adalah penyusunan rencana tindak
dan rencana investasi di bidang air
minum untuk mencapai sasaran pela-
yanan air minum bagi 50 persen pen-
duduk Indonesia yang saat ini belum
mempunyai akses terhadap air minum
sesuai target. MDGs.
Melihat kendala yang demikian
banyak, maka mampukah PDAM mewu-
judkan mimpi kita untuk mendapatkan
air minum dalam pengertian yang sebe-
narnya. Sepertinya untuk sementara air
minum masih jadi impian kita semua.
Atau dengan bahasa gaulnya "air siap
minummimpi kali ye?"..
(OM dan MJ)
A P O RA N UT A MAL
6 PercikOktober 2004
Menurut Badan Pengendalian
Lingkungan Hidup Daerah
(BPLHD) Jawa Barat, sungai
Cisadane, Ciliwung, Cileungsi,
Citarum, dan Cimanuk telah terce-
mar bakteri coli pada tingkat yang
sudah sangatt mengkhawatirkan. Air
sungai tersebut sudah tidak layak
lagi jadi sumber air minum.
Sumber: Kompas, 8 Juli 2003
Sungai Besar di Jawa Barat Tidak Layak
sebagai Bahan Baku Air Minum
FOTO: OSWAR MUNGKASA
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
9/56
Air minum termasuk kebutuhan
dasar manusia. Dan ini sudah
ada sejak jaman Belanda dulu.
Namun ketika kita memasuki Pelita I dan
II, saat kita sedang gencar membangun
sarana dan prasarana air minum, pan-
dangan terhadap air minum ini bergeser
karena kita terlalu mementingkan fi-
siknya. Benar, secara fisik kita mampu
mencapai target yang diharapkan, tapi
secara manajemen kita tidak mampu
mempertahankan kualitas air sebagai airminum. Saat itulah terjadi switch dari air
minum menjadi air bersih. Padahal kalau
kita lihat ke belakang, sebenarnya perbe-
daan costing-nya antara air bersih dan air
minum itu tidak terlalu signifikan. Be-
danya mungkin hanya pada manajemen,
bagaimana menjaga kualitas air minum
hingga sampai ke pengguna (user), misal-
nya menjaga tekanan dan tak ada kebo-
coran.
Sebenarnya dengan filosofi air minum
ini semua dituntut well performancebaik
PDAM-nya termasuk penggunanya. Mi-salnya kalau ada kenaikan tarif, ya me-
mang harganya harus sebesar itu. Ban-
dingkan dengan sekarang dengan kondisi
'bersih', kadang-kadang isinya cacing,
kotoran dan sebagainya, maka orang
akan malas untuk menerima kenaikan
tarif karena mutu airnya rendah. Coba
kalau kualitasnya bisa dibandingkan de-
ngan air kemasan yang mahal itu, orang
tak akan sulit menerima kenaikan tarif.
Oleh karena itu, yang perlu ditekankan
bahwa kualitas air itu menjadi tujuan
akhir dari pelayanan air minum.
Kalau kita bandingkan dengan Ame-
rika, yang dimaksud dengan clean water
di sana adalah air dari satu produk yang
wajar masuk ke badan air. Jadi air itu tak
boleh ada polutan lagi. Sedangkan air
minum (safe drinking water) adalah
kandungan kontaminan maksimum yang
diperbolehkan ada di air untuk tetapmenjaga manusia aman/sehat. Jadi yang
satu masuk ke badan air, yang satu
masuk ke badan manusia.
Dengan standar yang jelas PDAM
tidak bisa main-main lagi. Kebocoran
yang sekarang masih 35 persen mau tidak
mau harus ditekan karena masyarakat
akan menuntut. ''Ini Anda jual kepada
saya air minum, kok tidak bisa diminum''.
Dengan adanya pengawasan dari penggu-
na, PDAM akan memiliki kinerja yang
baik. Kalau sekarang kan tidak ada yang
counter.
Jadi perubahan filosofi ini sangat
penting. Mengapa? Karena sekarang kita
menghadapi masalah dilema manajemen
di PDAM. Menko yang lama sudah me-
ngeluarkan strategi penyehatan PDAM,
tidak jalan karena demikian banyak
kepentingan yang terlibat di dalamnya.
Tapi kalau sekarang kita tembak bahwaPDAM harus melayani pengguna dengan
kualitas air minum, pasti semua akan
care (peduli). Dengan seperti ini PDAM
akan evaluasi misalnya pipanya banyak
yang bocor, administrasi tidak beres
sehingga akan bekerja sama dengan
pemerintah pusat untuk melakukan pem-
binaan. Apakah misalnya pemerintah
pusat bisa memfasilitasi untuk menda-
patkan budget atau memperbaiki sistem-
nya.
Dari situ pemerintah pusat juga bisa
menuntut PDAM agar memiliki perfor-
mance dan manajemen yang baik. Peme-
rintah juga akan berbicara dengan pemi-
liknya yaitu pemerintah daerah. Oleh
karena itu, ini sebenarnya salah satu
upaya kita untuk memecahkan masalah
pelayanan air minum kepada masyarakat
yang dilakukan oleh PDAM. (MJ)
A P O RA N UT A MA
Basah Hernowo, Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas
''Filosofi Air Minum DorongPerbaikan PDAM''
L
FOTO: OSWAR MUNGKASA
7PercikOktober 2004
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
10/56
Laporan Pembangunan Manusia
Tahun 2004 yang dikeluarkan
bersama oleh Bappenas, BPS dan
UNDP mengetengahkan beberapa fakta
menarik terkait dengan air minum dan
sanitasi. Dengan mengutip data BPS yang
terdapat dalam buku tersebut, maka kon-
disi air minum dan sanitasi di setiap ka-
bupaten/kota dan propinsi dapat diper-
bandingkan.
Tujuan yang ditetapkan dalam MDG
telah menjadi kesepakatan bersama. Sa-lah satunya menyangkut air minum dan
sanitasi dasar yaitu target 10 yang menya-
takan bahwa separuh dari proporsi pen-
duduk yang belum mendapatkan akses
terhadap air minum dan sanitasi harus
telah dapat terpenuhi pada tahun 2015.
Sebagaimana kita maklumi bahwa target
air minum Indonesia pada tahun 2015 se-
suai dengan MDG adalah 70 persen, se-
mentara target sanitasi 63,5 persen.
Namun yang kurang disadari bahwa
target tersebut berskala nasional yang ar-
tinya merupakan angka rata-rata nasio-nal, sementara pengelolaan air minum
dan sanitasi telah menjadi kewenangan
pemerintah kabupaten/kota. Seharusnya
perhatian lebih diarahkan pada kondisi
air minum dan sanitasi di kabupa-
ten/kota. Sebagai ilustrasi, walaupun In-
donesia memenuhi target tersebut tetapi
jika dilihat lebih rinci lagi maka akan di-
temukan masih banyaknya kabupa-
ten/kota dengan kondisi air minum dan
sanitasi yang jauh dari memadai.
Secara teoritis maupun empiris ter-
nyata peningkatan kualitas dan keterse-
diaan air minum dan sanitasi dapat me-
ningkatkan kesejahteraan penduduk
yang berarti juga mengurangi tingkat ke-
miskinan. Tulisan ini mencoba memberi
gambaran kondisi pelayanan air minum
dan sanitasi dikaitkan dengan tingkat ke-
miskinan di kabupaten/kota.
Tentunya metode yang dipergunakan
sangat sederhana tapi paling tidak dapat
menggambarkan kondisi daerah. Metode
yang dipergunakan adalah dengan meng-
klasifikasikan kondisi kabupaten/kota
maupun propinsi dalam empat kuadran
seperti yang tertera di atas.
Berdasar pada pengklasifikasian ter-
sebut, maka dapat ditetapkan urutan pri-
oritas penanganan yaitu prioritas I, pri-
oritas II, prioritas III, dan prioritas IV.
Daerah yang perlu untuk mendapatkan
perhatian serius dalam penanganan air
minum dan sanitasi adalah daerah de-
ngan prioritas I.
Berdasarkan pada pengklasifikasian
di atas, maka secara umum dapat di-
hasilkan beberapa prioritas penanganan
baik untuk air minum, sanitasi maupun
gabungan air minum dan sanitasi di pro-
pinsi maupun kabupaten/kota.
Terdapat 13 propinsi yang perlu men-
dapat perhatian serius terkait dengan
kondisi air minum dan sanitasi tetapi
yang prioritas utama hanya delapan yaitu
NAD, Sumsel, Bengkulu, NTB, NTT,
Sulteng, Gorontalo dan Papua. Sementara
terdapat empat propinsi yang kondisi air mi-
numnya perlu segera dibenahi tetapi prio-
ritas utama perlu diberikan pada Propinsi
Lampung. Kondisi sanitasi yang mempri-
hatinkan terdapat pada 6 propinsi dengan
prioritas utama pada empat propinsi yaitu
Jateng, Jatim, Sultra, dan Maluku.
Propinsi yang tidak termasuk dalam
prioritas utama dalam penanganan air
minum dan sanitasi mencapai delapan
propinsi. Sementara yang tidak menjadi
prioritas utama dalam penanganan air
minum adalah Sumbar, Jateng, Jatim.
Selain itu, penanganan sanitasi di
Lampung, Riau, Jambi dan Jabar belum
perlu menjadi prioritas utama.
A P O RA N UT A MA
Sekilas Kondisi Air Minumdan Sanitasi Indonesia
L
8 PercikOktober 2004
Kondisi air minum/
sanitasi di bawah
rata-rata Indonesia
Tingkat kemiskinan
di atas rata-rata
Indonesia
PRIORITAS I
Kondisi air minum/
sanitasi di atas
rata-rata Indonesia
Tingkat kemiskinan
di atas rata-rata
Indonesia
PRIORITAS III
Kondisi air minum/
sanitasi di bawah
rata-rata Indonesia
Tingkat kemiskinan
di bawah rata-rata
Indonesia
PRIORITAS IIKondisi air minum/
sanitasi di atas
rata-rata Indonesia
Tingkat kemiskinan
di bawah rata-rata
Indonesia
PRIORITAS IV
TingkatKemiskinan
Diatasrata-rata
TingkatKemiskinan
Dibawahrata-rata
Kondisi air minum/sanitasidi atas rata-rata
Kondisi air minum/sanitasidi bawah rata-rata
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
11/56
Lebih rinci lagi, kondisi kabupaten
dan kota juga dapat diklasifikasikan de-
ngan menggunakan metode ini. Hasilnyadapat dilihat pada tabel berikut.
Berdasar tabel di atas, terlihat bahwa
kabupaten/kota yang perlu mendapat
perhatian relatif berimbang dengan kabu-
paten/kota yang relatif baik kondisi air
minum dan sanitasinya. Secara umum,
kabupaten/kota yang perlu mendapat pri-
oritas utama dalam penanganan air
minum dan sanitasi adalah sebanyak 87
kabupaten/kota. Sementara kabupaten/-
kota yang perlu mendapat prioritas utama
dalam penanganan air minum saja sebanyak
28 kabupaten/kota, dan penanganan sani-
tasi saja sebanyak 26 kabupaten/ kota.
Tentunya pemeringkatan menurut
prioritas seperti yang dilakukan di atas
tidak perlu diterjemahkan secara harfiah
dalam arti bahwa ketika daerah tidak
masuk dalam prioritas utama maka dae-
rah tersebut tidak perlu melakukan pem-
bangunan di sektor air minum dan sani-
tasi. Gambaran di atas hanya ingin mem-
beri ilustrasi lebih rinci tentang kondisi
air minum dan sanitasi Indonesia dan
tidak hanya pada skala rata-rata nasional
sehingga akan terlihat betapa kondisi kita
sangat beragam. Diharapkan ini akan
memberi masukan bagi langkah penca-
paian target MDG di masa depan.
Hasil selengkapnya dari kondisi air
minum dan sanitasi per kabupaten/kota
dapat diakses pada situs AMPL
www.ampl.or.id (OM)
A P O RA N UT A MAL
PRIORITAS PENANGANANAIR MINUM PROPINSI
LampungRiau, Jambi,Jabar.
Jateng, Jatim,Sumbar.
PRIORITAS PENANGANANSANITASI PROPINSI
Jateng, Jatim,Sultra, Maluku
Sumbar, Malut Riau, Jambi,Jabar
Lampung
PRIORITAS PENANGANAN
AIR MINUM DAN SANITASI PROPINSI
NAD, Sumsel,Bengkulu, NTB,NTT, Sulteng,Gorontalo,Papua
DIY
Babel, Banten,Kalbar, Kalteng,Sulsel
Sumut, DKIJakarta,Bali, Kalsel,Kaltim, Sulut
PRIORITAS PENANGANAN AIR MINUMDAN SANITASI KABUPATEN/KOTA
PRIORITAS
I II III IV
Air Minum dan Sanitasi 87 37 27 79
Air Minum 28 40 31 15
Sanitasi 26 15 18 40
Total 141 92 76 134
Sumber: Indonesia Human Development Report 2004
Keterangan:* = Propinsi yang mengalami pemekaran
** = Propinsi baru hasil pemekaran*** = propinsi berubah nama
DKI Jakarta
DI Yogyakarta
Kalimantan Timur
Riau
Lampung
Sumatera Utara
Jawa Barat*
Sulawesi Utara
Jambi
Bali
Kalimantan Selatan
INDONESIA
Sumatera Selatan*
NTT
Banten**
Kalimantan TengahJawa Tengah
Jawa Timur
Maluku Utara**
Bengkulu
Sumatera Barat
Nangroe Aceh
Kalimantan Barat
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Bangka Belitung**
Maluku
Sulawesi Tengah
Gorontalo**
Papua***
NTB
Bali
DKI Jakarta
Sulawesi Utara
Jawa Timur
Kalimantan Timur
DI Yogyakarta
Jawa Tengah
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Selatan
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Maluku Utara**
Maluku*
INDONESIA
Bengkulu
Sulawesi Selatan
LampungNTT
Jambi
Nangroe Aceh
Bangka Belitung**
NTB
Sumatera Selatan*
Jawa Barat*
Sulawesi Tengah
Banten**
Riau
Papua***
Gorontalo
Kalimantan Tengah
Kalimantan Barat
PRO
PIN
SI
PR
O
PINSI
Rumah Tangga yang Mempunyai Akses Sanitasiper Propinsi Tahun 2002
Rumah Tangga yang Mempunyai Akses AirMinum per Propinsi Tahun 2002
9PercikOktober 2004
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
12/56
Mengapa MDGs penting?
MDGs merupakan kesepakatan pe-
mimpin dunia untuk bersama-sama me-
nanggulangi masalah yang dihadapi oleh
sebagian besar negara berkembang di du-
nia seperti kemiskinan, buta huruf, kela-
paran, tingginya angka kematian bayi, ke-
kurangan pendidikan, kekurangan air mi-
num dan sanitasi, serta degradasi ling-
kungan.
Masalah tersebut tak dapat terselesai-
kan tanpa adanya bantuan dan kerjasama
dari seluruh negara di dunia. Kesadaran
ini yang mendasari dideklarasikannya
MDGs yang diharapkan dapat menjadi alat
pemersatu seluruh negara di dunia dalammemerangi masalah mendasar manusia.
Tujuan dan Target Air Minum dalam
MDGs
Dari 8 tujuan dan 18 target MDGs,
maka air minum bersama sanitasi terkait
langsung dengan Tujuan 7 yaitu Pengelola-
an Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan
dan Target 10 yakni mengurangi separuh,
pada tahun 2015, dari proporsi penduduk
yang tidak memiliki akses terhadap air mi-
num dan sanitasi dasar.
Indikator apa yang dipergunakan
dalam menghitung pencapaian ki-
nerja target MDGs?
Setiap negara diberi keluwesan untuk
menentukan sendiri indikator yang diper-
gunakan dalam mencapai target yang dite-
tapkan. Di Indonesia sesuai dengan yang
tercantum dalam dokumen Indonesia:
Progress Report on the Millenium Deve-
lopment Goals'yang diluncurkan Februari
2004, maka indikator yang dipergunakan
adalah proporsi penduduk yang mempu-
nyai akses terhadap sumber air yang
memadai.
Terdapat dua kondisi yang dianggap
masuk dalam kategori sumber air yang
memadai yaitu (i) air perpipaan; (ii) sum-
ber air terlindungi yang berjarak paling
sedikit 10 meter dari lokasi pengumpulan
tinja (cubluk, septic tank dan sejenisnya).
Sehingga sumber air yang memadai terma-
suk air perpipaan, air pompa, air dari su-
mur terlindungi atau sumber air terlin-
dungi atau air hujan.
Bagaimana Cara menghitung target
MDG?
Pertama kali perlu disepakati jumlah
proporsi penduduk yang mempunyai akses
kepada sumber air yang memadai pada
tahun 1990, yaitu sekitar 40 persen.
Kemudian proporsi penduduk selebihnya
yaitu 60 persen merupakan proporsi pen-
duduk yang belum mempunyai akses ter-
hadap sumber air yang memadai. Sehing-
ga pada tahun 2015, proporsi penduduk
yang harus mendapat akses adalah sebesar30 persen (setengah dari 60 persen). Ber-
arti penduduk yang punya akses 40 persen
(1990) ditambahkan dengan tambahan
proporsi penduduk yang harus mempu-
nyai akses sebesar 30 persen (2015), se-
hingga keseluruhan proporsi penduduk
yang harus mempunyai akses pada tahun
2015 menjadi 70 persen. Sebenarnya cara
menghitungnya sederhana.
Bagaimana Kondisi kita dalam men-
capai tujuan pembangunan mileni-
um (MDGs) pada tahun 2015?
Secara nasional pada saat ini (2002)
sekitar 50 persen penduduk mempunyai
akses kepada sumber air yang memadai.
Masih dibutuhkan tambahan sekitar 20
persen penduduk yang perlu disediakan
akses pada tahun 2015.
Berdasar perkiraan kasar, sebagaima-
na tercantum dalam buku Infrastruktur
Indonesia (Bappenas), maka kebutuhan
investasi per tahun untuk mencapai target
tersebut adalah sekitar 4-5 Triliun. Semen-
tara ketersediaan dana setiap tahun hanya
mencapai sekitar 600 M sampai 1 Triliun.Dibutuhkan sumber dana lain untuk me-
menuhi kebutuhan tersebut seperti dana
kontribusi masyarakat, swasta, hibah dan
pinjaman luar negeri.
Namun yang perlu lebih mendapat
perhatian adalah bahwa sebenarnya tang-
gungjawab pengelolaan air minum telah
diserahkan ke pemerintah daerah sesuai
dengan amanat undang-undang yang ada.
Sehingga untuk mencapai target MDGs,
keterlibatan pemerintah daerah menjadi
keniscayaan.
Jika menyimak lebih jauh kondisicakupan pelayanan air minum di masing-
masing kabupaten/kota, maka akan dida-
pati masih banyak daerah yang cakupan
pelayanannya masih jauh tertinggal.
Misalnya masih terdapat sekitar 45 kabu-
paten/kota dengan cakupan pelayanan
dibawah 35 persen.
Ketika secara nasional kita dapat
mencapai target 70 persen pada tahun
2015, maka bagaimana dengan kemung-
kinan masih banyaknya kabupaten/kota
yang masih tertinggal. Sebaiknya penca-
paian target 70 persen tersebut sejauh
mungkin juga memperhatikan kondisi dari
masing-masing kabupaten/kota. Sehingga
pada tahun 2015, ketika target tersebut
tercapai secara nasional maka sekaligus
juga jumlah kabupaten/kota yang masih
tertinggal sudah jauh berkurang. Ini sesuai
dengan semangat kebersamaan dari
MDGs. (OM)
A P O RA N UT A MA
Menilik MDGs Air Minum
L
10 PercikOktober 2004
Tanpa disadari terjadi beberapa kesalahka-prahan dalam menyikapi MDGs, diantara-
nya (i) MDGs diterjemahkan hanya sekedar se-
kumpulan target yang harus dipenuhi. Sebe-
narnya target yang ditetapkan dalam MDGs
harus dipandang sebagai suatu cara untuk
menggalang kesepakatan diantara seluruh
pemimpin dunia untuk menyelesaikan per-
masalahan mendasar negara berkembang.
Disini yang dipentingkan adalah semangatnya.
Bagaimana agar permasalahan yang ada men-
jadi perhatian kita semua. Kebersamaan menja-
di kuncinya; (ii) Target air minum dan sanitasi
dasar dalam MDGs menggunakan proporsi dan
sama sekali tidak mencantumkan angka abso-
lut. Hal ini untuk menghindari perdebatan ten-
tang perkiraan penduduk pada tahun 2015; (iii)Tahun yang dipergunakan sebagai tahun dasar
adalah tahun 1990. Dokumen National Action
PlanAir Bersih masih menggunakan tahun da-
sar 2000; (iv) Definisi air minum bukanlah defi-
nisi sebagaimana yang tercantum dalam Kepu-
tusan Menkes No. 907 Tahun 2002, tetapi seti-
ap negara diberi keleluasaan untuk mendefinisi-
kan secara lebih luwes. Seperti yang dijelaskan
sebelumnya, semangat kebersamaan menyele-
saikan masalah lebih dikedepankan. (OM)
Salah Kaprah tentang MDGs
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
13/56
A P O RA N UT A MALPeringkat Cakupan Layanan Air Minum Per Kabupaten/Kota Tahun 2002
No. Kabupaten/Kota Cakupan ( % )
121 Lampung Tengah 59.3
122 Kota Probolinggo 59.3123 Kota Gorontalo 59.3
124 Kendal 59.0
125 Madiun 58.9126 Tuban 58.9
127 Purworejo 58.6
128 Luwu 58.6129 Kota Mojokerto 58.4
130 Mojokerto 58.2
131 Gowa 58.2
132 Nias 58.0133 Pesisir Selatan 58.0
134 Bungo 58.0
135 Jombang 57.8136 Bantul 57.7
137 Sleman 57.6
138 Kota Kediri 57.6139 Sumedang 57.4
140 Probolinggo 57.1
141 Tapin 56.9142 Pasir 56.8
143 Muna 56.8
144 Kota Yogyakarta 56.7
145 Banggai 56.5146 Tana Toraja 56.5
147 Halmahera Pusat 56.5
148 Bengkayang 56.4149 Kota Bekasi 56.1
150 Deli Serdang 56.0
151 Bolaang Mongondow 56.0152 Pangkajene Kepulauan 55.8
153 Bengkulu Utara 55.7
154 Kota Banjar Baru 55.7155 Jakarta Timur 55.4
156 Kota Mataram 55.4157 Alor 55.2
158 Kota Binjai 54.9159 Boyolali 54.3
160 Dompu 54.3
161 Cilacap 54.0162 Sumbawa 54.0
163 Pandeglang 53.9
164 Kota Depok 53.8165 Lampung Selatan 53.5
166 Kota Bogor 53.5
167 Jember 53.5
168 Buton 53.5169 Enrekang 53.3
170 Pinrang 53.1
171 Ende 53.0172 Poso 52.9
173 Tenggamus 52.8
174 Maluku Tenggara Barat 52.6175 Aceh Tengah 52.4
176 Sanghite Talaud 52.4
177 Sinjai 52.1178 Labuhan Batu 52.0
179 Maros 52.0
180 Simeuleu 51.8
No. Kabupaten/Kota Cakupan ( % )
61 Karanganyar 68,6
62 Tabanan 68,5
63 Ngawi 68,2
64 Langkat 68,1
65 Kota Sabang 67,766 Nganjuk 67,6
67 Kota Bandung 67,3
68 Timur Tengah Utara 66,9
69 Ponorogo 66,7
70 Kota Denpasar 66,7
71 Lamongan 66,6
72 Kota Bandar Lampung 66,1
73 Gunung Kidul 66,0
74 Kota Padang 65,9
75 Lampung Timur 65,8
76 Muaro Jambi 65,6
77 Karangasem 65,6
78 Tabalong 65,6
79 Kota Pangkalpinang 65,3
80 Kota Surakarta 65,3
81 Lumajang 65,3
82 Kota Sukabumi 65,0
83 Tulungagung 64,8
84 Magelang 64,7
85 Kota Pare-Pare 64,6
86 Gresik 64,1
87 Malang 63,6
88 Pacitan 63,4
89 Kendari 63,4
90 Bekasi 63,1
91 Kupang 63,1
92 Pamekasan 62,9
93 Kota Cilegon 62,6
94 Minahasa 62,4
95 Aceh Tenggara 62,3
96 Banggai Kepulauan 62,197 Solok 62,0
98 Wonogiri 62,0
99 Temanggung 61,8
100 Kota Malang 61,8
101 Lima Puluh Kota 61,6
102 Bangli 61,6
103 Maluku Tengah 61,6
104 Trenggalek 61,5
105 Asahan 61,3
106 Karo 61,3
107 Kerinci 61,3
108 Jembrana 60,7
109 Pasaman 60,5
110 Sragen 60,4
111 Purwakarta 60,3112 Bengkulu 60,2
113 Rejang Lebong 60,1
114 Blitar 60,1
115 Sukoharjo 60,0
116 Tanah Datar 59,9
117 Kediri 59,9
118 Sumenep 59,8
119 Banyumas 59,5
120 Siak 59,3
No. Kabupaten/Kota Cakupan ( % )
1 Kota Surabaya 98,2
2 Jakarta Utara 97,7
3 Kota Banjarmasin 95,4
4 Kota Pematang Siantar 94,6
5 Kota Solok 94,36 Kota Balikpapan 93,0
7 Kota Sibolga 92,4
8 Kota Ujung Pandang 92,0
9 Kota Banda Aceh 90,7
10 Kota Jayapura 90,5
11 Kota Tegal 89,3
12 Kota Salatiga 88,6
13 Magetan 88,1
14 Kota Bontang 86,9
15 Kota Buleleng 85,9
16 Kota Magelang 85,4
17 Jakarta Pusat 85,3
18 Gianyar 84,7
19 Kota Samarinda 84,3
20 Kota Tanjung Balai 84,1
21 Kota Padang Panjang 83,4
22 Jakarta Barat 82,9
23 Kota Pasuruan 82,3
24 Kota Bukit Tinggi 81,7
25 Rembang 80,9
26 Kota Kupang 80,2
27 Kota Semarang 79,8
28 Kota Medan 79,7
29 Kota Manado 79,0
30 Kota Sorong 79,0
31 Kota Bitung 78,2
32 Kota Payakumbuh 78,1
33 Ngada 78,1
34 Kota Cirebon 77,9
35 Kota Ternate 77,9
36 Kota Kendari 77,737 Pati 76,9
38 Sumba Timur 76,4
39 Kulon Progo 76,3
40 Sidoarjo 76,0
41 Kota Ambon 75,5
42 Kota Baru 74,6
43 Kota Madiun 74,3
44 Klungkung 74,1
45 Kota Batam 73,4
46 Batanghari 73,0
47 Kota Sawah Lunto 72,8
48 Kota Palembang 72,7
49 Wonosobo 72,4
50 Bangkalan 72,2
51 Semarang 71,652 Kota Jambi 70,8
53 Badung 70,7
54 Sampang 70,4
55 Grobogan 70,0
56 Aceh Utara 69,9
57 Purbalingga 69,9
58 Soppeng 69,6
59 Jepara 69,0
60 Blora 68,8
11PercikOktober 2004
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
14/56
A P O RA N UT A MAL
12 PercikOktober 2004
No. Kabupaten/Kota Cakupan ( % )
301 Kota Dumai 32,6
302 Aceh Selatan 32,4
303 Aceh Barat 32,4304 Serang 31,7
305 Way Kanan 30,9
306 Ketapang 30,7307 Bulungan 30,6308 Mimika 30,6
309 Aceh Besar 30,5
310 Toba Samosir 30,1311 Jeneponto 29,6
312 Bengkalis 29,2
313 Aceh Singkil 29,1314 Puncak Jaya 29,1
315 Tapanuli Selatan 28,5
316 Mandailing Natal 28,1317 Lampung Barat 27,9
318 Rokan Hulu 27,8
319 Barito Kuala 27,4
320 Kapuas 26,9321 Tanjung Jabung Barat 26,8
322 Kutai Barat 26,0323 Boalemo 25,9324 Biak Numfor 25,2
325 Sintang 24,7
326 Barito Utara 23,6327 Sanggau 22,1
328 Merauke 21,1
329 Kapuas Hulu 19,6330 Landak 19,4
331 Selayar 19,2
332 Kota Pontianak 14,5
333 Sambas 13,5334 Manokwari 13,3
335 Kepulauan Mentawai 11,8
336 Yapen Maropen 10,4
337 Malinau 9,1338 Pontianak 7,7
339 Nabire 7,6340 Indragiri Hilir 4,3
341 Tanjung Jabung Timur 1,1
INDONESIA 55,2
No. Kabupaten/Kota Cakupan ( % )
241 Kotawaringin Barat 43,4
242 Bulukumba 43,2243 Cirebon 43,0
244 Toli-Toli 43,0
245 Paniai 42,9
246 Polewali Mamasa 42,8247 Indramayu 42,5
248 Sorong 42,2249 Soralangun 42,1
250 Cianjur 42,1
251 Padang Pariaman 42,0
252 Bondowoso 42,0253 Mamuju 42,0
254 Lombok Timur 41,9
255 Berau 41,9256 Jakarta Selatan 41,8
257 Situbondo 41,8
258 Subang 41,7259 Sumba Barat 41,3
260 Lahat 41,1
261 Musi Banyuasin 41,0262 Dairi 40,8
263 Garut 40,8
264 Pekalongan 40,8
265 H ulu Sungai Tengah 40,7266 Natuna 40,4
267 Manggarai 40,3
268 Buoi 40,3269 Batang 40,2
270 Kota Palangkaraya 40,2
271 Tapanuli Tengah 40,1272 Kuningan 40,0
273 Buru 39,8
274 Jayapura 39,7275 Aceh Timur 39,4
276 Kepulauan Riau 39,4
277 Maluku Utara 39,3278 Sawah Lunto / Sijunjung 39,0279 Kuantan Sengingi 38,9
280 Rokan Hilir 38,8
281 Bandung 38,8282 Banjar 38,8
283 Muara Enim (Liot) 38,6
284 Barru 38,6285 Jayawijaya 38,4
286 Indragiri Hulu 38,3
287 Timur Tengah Selatan 38,128 8 Ogan Komering H ilir 37,7
289 Donggala 37,7
290 Kota Tarakan 36,5
291 Tasikmalaya 36,4
292 Gorontalo 36,2293 Kota Palu 36,0
294 Bantaeng 35,9295 Kotawaringin Timur 35,7
296 Takalar 35,1
297 Nunukan 35,0298 Lebak 34,8
299 Karawang 34,6
300 Barito Selatan 32,8
No. Kabupaten/Kota Cakupan ( % )
181 Demak 51,8
182 Tebo 51,3
183 Kota Metro 51,3184 Majalengka 51,2
185 Pidie 50,9
186 Wajo 50,6187 Klaten 50,5188 Simalungun 50,3
189 Banjarnegara 50,3
190 Kolaka 50,3191 Bima 50,2
192 Kutai 50,2
193 Kutai Timur 50,2194 Sindenreng Rappang 50,1
195 Kampar 49,9
196 Tulang Bawang 49,9197 Sukabumi 49,9
198 Tanah Laut 49,9
199 Bangka 49,6
200 Pemalang 49,6201 Kota Tebing Tinggi 49,4
202 Lampung Utara 49,3203 Kudus 49,3204 Lombok Tengah 49,3
205 Merangin 49,0
206 Brebes 48,7207 Bojonegoro 48,5
208 Tangerang 48,5
209 Hulu Sungai Utara 48,4210 Maluku Tenggara 48,4
211 Morowali 48,3
212 Kota Pekalongan 47,9
213 Tapanuli Utara 47,7214 Pelalawan 47,7
215 Luwu Utara 47,7
216 H ulu Sungai Sela tan 47,5
217 Pasuruan 47,3218 Banyuwangi 47,2
219 Agam 47,0220 Tegal 46,8
221 Sikka 46,5
222 Fak Fak 46,5223 Belitung 46,3
224 Lembata 46,3
225 Flores Timur 46,3
226 Bone 46,1227 Kebumen 45,9
228 Bireuen 45,6
229 Kota Tangerang 45,2230 Ciamis 44,9
231 Ogan Komering Ulu 44,8
232 Kota Blitar 44,8233 Lombok Barat 44,6
234 Musi Rawas 44,1
235 Bogor 44,1236 Majene 44,1
237 Bengkulu Selatan 43,9
238 Kota Pekan Baru 43,8
239 Karimun 43,6240 Belu 43,6
Sumber:
Laporan Pembangunan Manusia 2004,
Bappenas -- BPS --UNDP
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
15/56
Di Batam, urusan air bukan urus-
an gampang. Pulau di sebelah
timur Sumatera ini tak cukup
punya sumber air tawar alami. Tak ada
sungai yang bisa dijadikan sumber air ta-
war dan air tanah untuk memenuhi kebu-
tuhan 600 ribu penduduknya.
Kondisi alam seperti itulah yang men-
dorong Otorita Batam untuk membuat
enam situ buatan untuk menadah air hu-
jan. Air hujan itu lalu diolah untuk me-
menuhi kebutuhan air warga Batam. Air
danau itu diolah PT. Adhya Tirta Batam
(ATB) menjadi air baku untuk air minum.Sejak 1995, perusahaan ini memiliki kon-
sensi pengelolaan air minum selama 25
tahun. PT. ATB yang merupakan per-
kongsian antara perusahaan asing dari
Inggris, Cascal, dan perusahaan lokal,
Bangun Cipta Kontraktor serta Syabata
Cemerlang mengalirkan air ke rumah-
rumah penduduk.
Namun tak semua penduduk menda-
pat jatah air. Peraturan setempat mela-
rang ATB mengalirkan air ke rumah-ru-
mah yang ada di kawasan ilegal yang
dikenal dengan sebutan ruli alias rumahliar. Persoalanpun muncul. Pasalnya tak
kurang dari 80 ribu warga yang menem-
pati ruli sama-sama membutuhkan air
seperti warga yang lain. Sebenarnya pen-
duduk ruli berusaha mendapatkan air
lewat penampungan air hujan serta mem-
beli air dari lori (truk penjual air).
Sayangnya kualitas air yang mereka beli
tak bisa digunakan untuk minum. Karena
kebanyakan lori mendapatkan air dari
selokan. Akibatnya, munculah aksi-aksi
pencurian air. Warga kawasan ruli, ke-
mudian membuat sambungan-sambung-
an liar ataupun merusak pipa untuk men-
dapatkan air.
Aksi ini cukup merugikan ATB, kare-
na jumlah air yang hilang (non revenue
water/NRW) bisa mencapai lebih dari 30
persen. Ongkos produksi air tak bisa
ditutupi oleh pembayaran langganan air
gara-gara air yang hilang. Sementara itu,
aksi pencurian ini juga potensial meru-
gikan para pelanggan. Bayangkan kalau
seandainya, ongkos produksi yang hilang
itu harus dibebankan ke pelanggan. Se-
lain itu, kualitas dan tekanan air yang
sampai ke rumah pelanggan pun menu-
run karena kebocoran pipa.
Pengawasan terhadap jaringan pipaair bersih pun tak gampang dilakukan.
Luasnya jaringan pipa yang mencakup
seluruh Pulau Batam mempersulit penga-
wasan. Usaha-usaha pengawasan ternya-
ta tak mengurangi jumlah air yang hilang.
Seperti permainan kucing-kucingan. Ke-
bocoran pipa di satu titik dapat diatasi,
muncul kebocoran di titik lain.
Menyikapi hal ini, ATB bersama de-
ngan Otorita Batam mencoba mencari
jalan keluar. Kepentingan bisnis untuk
mengurangi NRW bukan satu-satunya
pertimbangan. Ikut dipertimbangkan
juga kebutuhan air bersih warga ruli.
Meski mereka tinggal di daerah illegal,
mereka juga ikut menyumbang pertum-
buhan ekonomi di Batam. Mereka yang
kebanyakan bekerja sebagai buruh, sat-
pam, tukang ojek ternyata punya penda-
patan dan daya beli yang cukup tinggi.
Pendapatan rata-rata penduduk ruli
berkisar antara Rp. 600 ribu rupiah hing-
ga Rp 1,5 juta.
ATB dan Otorita pun harus memeras
otak. Di satu sisi dia harus bisa melayani
kebutuhan air warga ruli -- karena me-
mang hanya inilah cara jitu memberantas
aksi pencurian air-- di sisi lain ada per-
aturan yang melarang buat mengalirkanair ke kawasan ruli. Akhirnya, ATB dan
Otoritas Batam memutuskan memba-
ngun kios-kios air di dekat kawasan ruli.
Untuk tahap pertama dibuat delapan kios
air. Kios-kios ini diserahkan kepada
pihak tertentu untuk dikelola. Tentu saja
tak sembarangan pihak bisa mengelola.
Setidaknya ada dua syarat untuk bisa
mengelola kios air. Pertama, institusinya
harus berbadan hukum, seperti koperasi
atau CV, sehingga institusi itu bisa jadi
pelanggan legal ATB. Kedua, pengelola
ini harus mendapat dukungan dari pen-
duduk ruli sekitarnya. Orang-orang yang
mengelolanya pun ditunjuk oleh warga
ruli. Tujuannya untuk mengurangi kon-
flik di masa datang serta memastikan
bahwa penduduk ruli membeli air dari
kios itu.
Kios air yang dibuat dari kontainer
A WA S A N
BATAM: Air Mengalir Lewat Kios
W
Oleh: Tri Dewi Virgiyanti*)
FOTO: ISTIMEWA
13PercikOktober 2004
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
16/56
bekas ini dihubungkan ke jaringan air
bersih ATB. Kios ini dilengkapi meteran
air serta keran pengatur. Kios ini juga
bersifatportable, mudah dipindahkan ke
tempat lain jika diperlukan.
Antara pengelola dan ATB dibuatlah
perjanjian-perjanjian yang mengikat an-
tara kedua belah pihak. Isinya antara lain
pihak pengelola harus memelihara kios
air dan melakukan pembayaran ke ATB.
Pihak pengelola juga yang mengatur
pendistribusian air ke penduduk setem-
pat. Hanya warga sekitar yang mendaftar
yang dapat membeli air dari kios.
Tujuannya untuk menghindari penjualan
air ke penjual komersial seperti lori.Berkaitan soal harga, kios-kios air itu
dikenakan tarif terendah oleh ATB.
Namun, pihak pengelola berhak menjual
air di atas harga dari ATB. Meskipun begi-
tu, pihak kios tak bisa memasang tarif
semena-mena. Pasalnya harga air yang
dijual harus disepakati antara pengelola
dan warga. Sayangnya karena yang men-
jadi patokan harga adalah harga air lori
yang memang mahal, maka harga air yang
dijual dari kios ini cukup tinggi jika
dibandingkan harga air dari ATB. Kondisi
demikian memungkinkan pendistribu-sian keuntungan yang agak tidak berim-
bang, karena pengelola bisa mendapatkan
keuntungan yang cukup tinggi dari pen-
jualan air ini. Omset penjualan mereka
per bulan berkisar antara 9-25 juta rupi-
ah. Harga air dari ATB hanya Rp. 3.000
per meter kubik. Setelah dijual kepada
penduduk, harga bisa mencapai Rp.
12.500-Rp. 25.000 per meter kubik. Rata-
rata pengeluaran rumah tangga untuk air
berkisar antara Rp. 150 ribu-Rp. 250 ribu
per bulan.
Oleh karena itu, pengadaan kios air ini
masih perlu kajian lebih mendalam,
apakah benar-benar menguntungkan bagi
ATB maupun masyarakat, baik masya-
rakat ruli atau masyarakat pelanggan ATB
lainnya. Karena seiring dengan pemba-
ngunan kios air ini juga bermunculan
protes dari masyarakat pelanggan air ATB
yang merasa dirugikan dengan adanyakios air ini. Terutama soal tarif terendah
yang dikenakan pada kios air. Selain itu
muncul juga tudingan bahwa keberadaan
kios air malah mengukuhkan keberadaan
ruli di Batam yang selama ini memang
sulit diberantas.
Meski demikian, warga kawasan ruli
umumnya menyambut baik keberadaan
kios-kios air itu. Warga senang karena
bisa dapat air bersih yang mudah dan
lebih murah. Selain itu kesehatan serta
kenyamanan hidup para penghuni ruli
pun meningkat. Keluhan penyakit kulit
serta penyakit pencernaan kini jauh
berkurang.
Tentu saja masih banyak hal yang
perlu terus dipantau dalam pelaksanaan
kios air agar di kemudian hari keberadaan
kios air ini secara kontinu dan berkelan-
jutan bisa memberikan akses air bersih
yang layak bagi seluruh warga dan peker-
jaan rumah pihak otorita untuk membe-
rantas ruli dapat dicapai.
Mungkin keberadaan kios air dan
keuntungan yang diperoleh dari pen-
jualan air ini dapat mulai dipergunakan
untuk memberdayakan masyarakat ruliuntuk tinggal secara legal dan me-
ningkatkan kesejahteraan mereka sendiri.
Jika memang kios air ini nantinya terbuk-
ti sukses, daerah perkotaan lain di In-
donesia yang mengalami hal yang sama
dalam memberikan akses air kepada pen-
duduk ilegalnya atau daerah kumuh dapat
belajar dari Batam.
*)
Staf Direktorat Permukiman danPerumahan Bappenas, dan
anggota Pokja AMPL
A WA S A NW
14 PercikOktober 2004
Pengadaan kios air ini
masih perlu kajian lebih
mendalam, apakah
benar-benar mengun-
tungkan bagi ATB
maupun masyarakat,
baik masyarakat ruli
atau masyarakat
pelanggan ATB lainnya.
FOTO: ISTIMEWA
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
17/56
Air merupakan topik pembicaraan
yang tak pernah lekang dimakan
waktu. Ini karena air merupakan
kebutuhan vital setiap orang yang tak
bisa tergantikan. Tiap-tiap negara memi-
liki pengalaman dalam pengelolaan air.
Ada yang berhasil, ada yang gagal. Salah
satu negara yang dianggap cukup berhasil
dalam pengelolaan air adalah Australia,
negara tetangga kita.
Ada sejumlah perbedaan dalam pe-
ngelolaan air minum antara Australia dan
Indonesia. Pertama dalam distribusi airminum. Seperti juga di negara-negara
maju lain, mendapatkan air minum di
Australia sangatlah mudah. Fasilitas air
minum domestik dapat dipastikan beru-
papotable water, atau air yang bisa lang-
sung diminum dari kran. Begitu pula
fasilitas-fasilitas umum seperti di taman,
sekolah, kantor dan tempat-tempat
umum lainnya tidak akan lepas dari
kemudahan untuk mendapatkan air
minum. Kran-kran umum yang tersebar,
semuanya bisa digunakan untuk minum.
Hal inilah yang menjadi sebab utama,orang-orang di sana termasuk turis dan
pelajar internasional selalu membawa
botol minuman ke manapun pergi. Botol-
botol minuman inilah yang kemudian
bisa diisi ulang dari kran-kran umum
tersebut.
Dilihat dari segi lingkungan, tentu ini
sangat baik karena dengan demikian
makin sedikit botol minuman yang akan
dibuang ke lingkungan. Ini berarti pula
berkurangnya beban untuk mengolah
buangan padat yang biasa dilakukan oleh
masyarakat ataupun pemerintah daerah
setempat. Sedangkan dilihat dari sudut
pandang customer, ini berarti adanya
penghematan yang signifikan untuk
membeli air minum. Seperti yang telah
dimaklumi bersama, biaya yang harus
dikeluarkan untuk membeli air minum
tidaklah kecil. Bahkan, bisa dikatakan
untuk volume yang sama, harga air
minum lebih mahal dari bensin.
Walaupun demikian, tentu saja tidak
dipungkiri bahwa pembangunan instalasi
pengolahan air minum, jaringan dis-
tribusi dan pemeliharaan untuk terca-
painyapotable water di Indonesia mem-
butuhkan dana yang besar. Memang,
sepertinya bangsa kita masih harus
bermimpi panjang hingga terealisasinyaair langsung minum dari kran. Dana
terbesar yang harus dialokasikan tentu-
nya pada jaringan distribusi perpipaan
dan pemeliharaan, karena sebetulnya
untuk instalasi pengolahan hampir
semua PDAM dan perusahaan air minum
di Indonesia telah memenuhi standar
baku mutu air minum yang ditetapkan
Depkes maupun WHO. Contoh paling
dekat, pernah satu waktu salah satu pro-
gram televisi Indonesia menampilkan
profil perusahaan air minum di Pulau
Batam, PT. Adhya Tirta Batam. Diperli-hatkan dalam acara tersebut, beberapa
karyawan meminum air dari kran hasil
instalasi pengolahan air minum. Namun,
dapat dipastikan tidak ada seorang pun
yang berani meminum air dari kran ru-
mahnya, terutama rumah yang berlokasi
jauh dari tempat pengolahan air minum.
Sebab, makin jauh lokasi rumah berarti
pula makin besar kemungkinan air mi-
num yang sampai ke kran rumah telah
melalui jaringan pipa yang lebih panjang,
dimana kualitas pipa banyak berkarat.
Perbedaan signifikan kedua adalah
adanya water restriction, pada saat-saat
tertentu di hampir seluruh wilayah Aus-
tralia. Ketika menghadapi musim kema-
rau yang panjang, ditandai dengan menu-
runnya muka air waduk sebagai sumber
utama air bersih, pemerintah nasional
dan daerah memberlakukan pembatasan
penggunaan air. Pembatasan ini sifatnya
mengikat dan ditunjang oleh berbagai
instrumen pendukung yang dapat dian-
dalkan. Instrumen pendukung yang
dimaksud salah satunya ialah upaya con-
trolling dan penegakan hukum. Sebagai
contoh, salah satu bentukwater restric-
tion yakni larangan penggunaan air dari
kran untuk mencuci mobil dan menyiram
pekarangan di siang hari. Ketika peratur-
an ini ditetapkan, pada saat yang ber-
samaan diterjunkan pula petugas yang
mengontrol penggunaan air di siang hari.Jika saja ditemukan ada pelanggaran,
petugas tidak segan-segan memberikan
denda kepada yang bersangkutan di tem-
pat kejadian sesuai ketentuan yang
berlaku. Tidak dikenal adanya istilah
'kompromi' atau tawar menawar ketika
pelanggaran terjadi. Begitu pula dengan
media, ketika water restriction ditetap-
kan, media televisi, radio, surat kabar dan
media-media cetak lainnya memberikan
sosialisasi kepada masyarakat luas. Tidak
ada alasan bagi pelanggar untuk me-
ngatakan tidak tahu aturan yang sedangberlaku. Pada tahap tertentu, kesadaran
akan pentingnya fungsi air di kalangan
masyarakat, pemerintah dan aktor lain-
nya di Australia sudah tinggi, terutama
jika pembandingnya Indonesia. Lalu apa
yang menjadi dasar tindak kesadaran ini?
Penulis mengamati, yang menjadi
dasar munculnya kesadaran akan pen-
tingnya sumber air ini adalah konsep sus-
tainable development, pembangunan
berkelanjutan. Pemerintah federal Aus-
tralia menjabarkan konsep pembangun-
an berkelanjutan ini dalam lima pilar
atau lima prinsip. Prinsip pertama dike-
nal dengan nama precautionary princi-
ple. Prinsip ini menekankan, jika suatu
kegiatan diduga akan berdampak ling-
kungan, maka harus dilakukan upaya-
upaya segera untuk mencegah timbulnya
dampak tersebut tanpa harus menunggu
A WA S A N
Air di Australia danPembangunan Berkelanjutan
W
Iwan Juwana*)
15PercikOktober 2004
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
18/56
adanya kepastian ilmiah atau scientific
certainty. Dalam pengelolaan air misal-
nya, jika diketahui bahwa sumber air
utama adalah waduk dan kondisi waduk
semakin menurun, maka salah satu upaya
pencegahan yang dilakukan adalah de-
ngan water restriction terhadap kegiat-
an-kegiatan yang banyak menggunakan
air. Hal ini perlu dilakukan sekalipun be-
lum ada penelitian khusus yang menje-
laskan hubungan langsung antara menyi-
ram pekarangan dengan turunnya muka
air waduk.
Prinsip kedua ialah intragenerational
equity, atau dengan kata lain kesetaraan
intragenerasi. Maksudnya perlu sekaliditanamkan kesadaran bahwa selain kita
pribadi yang membutuhkan air misalnya,
ada sekitar 6 milyar manusia lain yang
juga membutuhkan air. Jika perilaku
menghambur-hamburkan air untuk ke-
pentingan yang sekunder bahkan tersier
dibiarkan, jelas akan mempengaruhi
ketersediaan air untuk 6 milyar manusia
lain tersebut. Penanaman kesadaran dan
empati terhadap sesama akan sangat
mempengaruhi seseorang dalam meman-
faatkan air minum.
Prinsip ketiga ialah intergenerationalequity, atau bisa disebut dengan kese-
taraan antargenerasi. Telah sering disebut
dalam konferensi, seminar dan diskusi
ilmiah bahwa paradigma lingkungan yang
harus ditanamkan: lingkungan itu bukan-
lah warisan dari nenek moyang namun
merupakan titipan dari anak cucu, ge-
nerasi mendatang. Dalam penggunaaan
air, tidaklah dibenarkan untuk memenuhi
kebutuhan generasi saat ini saja, tapi pula
harus diperhatikan bagaimana nasib ge-
nerasi mendatang. Dalam konsep pemba-
ngunan berkelanjutan, generasi men-
datang harus mendapatkan sumber daya
alam yang minimal sama dengan yang
diperoleh generasi mendatang. Tidaklah
merupakan tindakan yang bijaksana jika
mewariskan kondisi lingkungan yang
lebih buruk dari sekarang.
Keempat, prinsip biodiversity conser-
vation, konservasi keanekaragaman ha-
yati. Berkenaan dengan pengelolaan sum-
ber air, perlu diingat pula bahwa air tidak
hanya dibutuhkan spesies bernama ma-
nusia, namun pada saat bersamaan juga
merupakan unsur vital bagi kelangsungan
hidup flora dan fauna.
Prinsip terakhir ialah environmental
economic internalization, internalisasi
nilai-nilai ekonomi lingkungan. Selama
ini banyak sekali kasus dimana ketika kita
membeli suatu produk, dampak lingkung-
an yang disebabkan oleh aktivitas produk-
si barang tersebut tidak diperhitungkan
dalam harga barang. Misalnya, ketika kita
membeli sebuah kendaraan, polusi yang
dihasilkan oleh kendaraan tersebut tidak
termasuk dalam harga mobil. Harga
mobil hanya ditentukan oleh suku
cadang, tenaga ahli, tenaga mekanik dan
marketing serta variable-variabel lain,
namun tidak memperhitungkan variabeldampak lingkungan. Contoh lain, ketika
kita membeli air minum kemasan botol,
harga air tidak menghitung kerusakan
pada sumber air, tidak pula memperhi-
tungkan flora dan fauna yang terganggu
dengan adanya pengambilan sumber air
tersebut.
Nah, dengan prinsip-prinsip yang di-
susun oleh berbagai elemen masyarakat
dan juga diterapkan secara sistematis
dengan pengawasan yang ketat sejauh ini
telah memberikan dampak yang sig-
nifikan bagi peningkatan kualitas ling-
kungan di Australia. Bagaimana dengan
Indonesia?
*) Penulis adalah lulusanEnvironmental Management Program,
University of New South Wales, Australia.Saat ini tercatat sebagai dosen tetap di
Jurusan Teknik LingkunganInstitut Teknologi Nasional, Bandung.
A WA S A NW
16 PercikOktober 2004
Dalam penggunaaan air,tidaklah dibenarkan untuk
memenuhi kebutuhangenerasi saat ini saja, tapiharus diperhatikan nasib
generasi mendatang.
FOTO: WWW.CSIRO.AU
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
19/56
D
alam literatur awal ekonomi pem-
bangunan, ekonom melihat ne-
gara sebagai pelaku yang baik dan
pemersatu, dengan tujuan tindakannya
selalu bersifat sosial. Pemerintah dipandang
mempunyai kemampuan mendapatkan
informasi dan dilengkapi dengan penge-
tahuan dan instrumen kebijakan yang
memadai, dapat mencampuri pasar untuk
membenahi kegagalan pasar dan mening-
katkan pertumbuhan ekonomi.
Pandangan tersebut dinodai oleh ke-
nyataan bahwa campur tangan pemerin-
tah (baik di negara maju maupun negara
berkembang) sering malah berakibat bu-
ruk. Tentu saja, kegagalan pemerintahpada kebanyakan kasus menunjukkan ha-
sil yang lebih buruk dari kegagalan pasar.
Hal ini menjadikan campur tangan pe-
merintah khususnya dalam bentuk ba-
nyaknya Badan Usaha Milik Negara/Da-
erah (BUMN/D) pada berbagai bidang
usaha kemudian dianggap berdampak
negatip bagi perekonomian nasional.
Kondisi ini kemudian menyuburkan pan-
dangan agar pemerintah mengurangi
campur tangannya dalam perekonomian
melalui BUMN/D. Akhirnya privatisasi
BUMN/D dilihat sebagai salah satu carayang efektif mengurangi campur tangan
tersebut. Walaupun kemudian ternyata
alasan privatisasi tidak melulu karena
adanya campur tangan pemerintah.
Namun pada akhirnya privatisasi telah
menjadi suatu gejala yang umum dima-
napun di dunia saat ini.
Walaupun demikian perlu disadari
bahwa privatisasi tidak selamanya lebih
baik. Privatisasi bukan Panacea (obat
bagi semua penyakit). Banyak bukti
empiris yang menunjukkan itu. Sehingga
sebenarnya pilihan privatisasi atau tidak
terpulang kembali kepada tujuan dari
pendirian sebuah perusahaan yang me-
layani kepentingan publik. Sepanjang pi-
lihan tersebut baik untuk publik maka
menjadi tidak relevan lagi dikotomi swas-
ta atau pemerintah.
Namun pertanyaan yang lebih valid
adalah pada saat kapan privatisasi me-
nunjukkan kinerja yang lebih baik, dan
bagaimana menciptakan kondisi terse-
but, serta prasyarat apa saja yang harus
terpenuhi. Tulisan ini berusaha mema-
parkan jawaban dari pertanyaan tersebut
dari berbagai sumber, yang dimulai de-
ngan memberi pemahaman tentang pri-
vatisasi, baik definisi, manfaat, kendala,
pengalaman negara lain, dan prasyarat
keberhasilan privatisasi. Versi lengkap
dari tulisan ini dapat dilihat pada
newsletter AMPL edisi 26 Nopember
2004 atau di situs AMPL www.ampl.or.id
Beberapa Bukti Empiris tentang Ki-
nerja BUMN
Riset oleh Savas (1974, 1977) dan Ste-
vens (1978) di Amerika Serikat, Hamer di
Jerman, Hartley dan Huby di Inggris me-
nunjukkan hasil yang sama bahwa biaya
produksi sektor publik lebih besar, ber-
kisar rata-rata 20-40 persen dari sektor
swasta. Di Inggris, biaya sektor publik
lebih besar 30 persen, di Amerika Serikat
lebih besar 40 persen, di Jerman
mendekati angka 50 persen. Ketiga pe-nelitian tersebut bermuara pada kesim-
pulan bahwa efsiensi sektor swasta lebih
baik dari sektor publik (Pirie, 1988).
Ayub dan Hegstad dalam majalah
Research ObserverVolume 2 No. 1 Janu-
ari 1987 melakukan penelitian terhadap
500 perusahaan besar yang bukan
perusahaan AS. Hasil penelitian menun-
jukkan bahwa tidak satupun perusahaan
pemerintah yang menunjukkan kinerja
lebih baik dari perusahaan swasta (Si-
marmata, 1991). Perusahaan Boardman
dan Vining yang melakukan penelitian
terhadap 500 perusahaan terbesar yang
berada di luar AS dan bukan monopolis,
menunjukkan kesimpulan yang sama
swasta lebih unggul dari BUMN dilihat
dari segi laba dan efisiensi.
Bagaimana di sektor air minum dan
sanitasi?
Pada studi yang membandingkan ki-
nerja 50 perusahaan penyedia air minum
di negara berkembang Asia dan Pasifik
ditemukan bahwa perusahaan swasta
lebih efisien (Estache, 1999).
Di negara maju, dengan asumsi
bahwa perusahaan pemerintah relatif
lebih efisien maka diharapkan keterli-
batan swasta menjadi kurang signifikan.
Namun, kenyataan menunjukkan seba-
liknya. Ahli ekonomi Trent University
meneliti 3 studi di AS sejak tahun 1970an.
Studi pertama terhadap 112 penyedia air
menunjukkan bahwa produktifitas per-
usahaan pemerintah hanya 60 persen
dari perusahaan swasta. Ketika sebuah
perusahaan pemerintah menjadi perusa-haan swasta, output per pegawai me-
ningkat 25 persen, dan sebaliknya ketika
perusahaan swasta menjadi perusahaan
publik maka output per pegawai menu-
run 40 persen. Studi kedua terhadap 143
penyedia air minum, ditemukan bahwa
biaya lebih besar 15 persen pada perusa-
haan pemerintah. Studi ketiga menun-
jukkan bahwa perusahaan pemerintah
lebih mahal 20 persen (Brubaker, 2001).
The Reason Foundation telah beru-
langkali menemukan perusahaan swasta
di AS lebih efisien dari perusahaanpemerintah. Sebuah studi tahun 1992
menyimpulkan bahwa pelayanan yang
dipihak ketigakan dapat mengurangi
biaya operasi sampai 50 persen. Salah
satu contohnya adalah pengolahan air
limbah di New Orleans dan New York.
Selain itu, dalam suatu studi yang mem-
bandingkan kinerja 10 perusahaan
pemerintah negara bagian California de-
ngan tiga perusahaan swasta terbesar di
California, The Reason Foundation me-
nemukan bahwa biaya operasi rata-rata
setiap sambungan per tahun perusahaan
swasta lebih rendah, perusahaan peme-
rintah menggunakan pegawai lebih
banyak, dan menghabiskan tiga kali lebih
banyak biaya operasi untuk gaji. Se-
lanjutnya, perusahaan pemerintah meng-
habiskan dua kali lipat biaya pemeli-
haraan untuk menghasilkan jumlah pro-
duksi yang sama (Brubaker, 2001)
A WA S A N
Sekali Lagi tentang Privatisasi
W
Oleh: Oswar Mungkasa*)
Tulisan Pertama dari Dua Tulisan
17PercikOktober 2004
-
7/31/2019 Air Minum masih jadi Impian. PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Edisi Oktober 2004.
20/56
Bukti di atas pada kenyataannya tidak
dengan otomatis mengarah pada kesim-
pulan sektor swasta lebih efisien dari sek-
tor publik. Beberapa hasil penelitian
empiris membuktikan sebaliknya. Misal-
nya penelitian oleh Caus dan Christensen
(1980) membandingkan perusahaan KA
Canadian National (BUMN) dan Cana-
dian Pacific (swasta). Kinerja Efisiensi
Produksi (Productive Efficiency Perfor-
mance) dari kedua perusahaan tersebut
tidak berbeda secara signifikan.
Hasil studi literatur Siahaan (2000)
yang dikemukakan dalam disertasinya
menunjukkan bahwa kesimpulan BUMN
mempunyai tingkat biaya yang lebih ting-gi dibanding swasta masih sangat kabur,
karena perbandingan dilakukan antara
BUMN monopoli dan swasta yang ber-
saing mendapatkan proyek (Stevens 1978,
Savas 1974, 1977, dan Ahebrand 1973).
Karenanya beberapa peneliti (Meyer
1975, Pescutrice dan Trapani, 1980 dalam
bidang listrik; Teeples dan Glyer, 1987
dalam bidang penyediaan air) memban-
dingkan antara BUMN dan swasta yang
sama-sama monopolis, dan hasilnya
menunjukkan bahwa perbedaan biaya
antara keduanya sangat kecil bahkankadang terbalik. Namun yang kurang
dicermati bahwa BUMN tersebut diban-
dingkan dengan swasta monopolis yang
mengalami regulasi (misal penentuan
harga), sehingga implikasi 'property
rights' (kepemilikan) terhadap swasta
tersebut sama kaburnya.
Alkinsen dan Halvosen (1986) meng-
hitung 'cost efficiency' (efisiensi biaya)
untuk sampel 30 monopolis BUMN dan
123 monopolis swasta yang bergerak
dalam pembangkitan listrik, menun-
jukkan tidak terdapat perbedaan sig-
nifikan kecuali bahwa tingkat biaya kedu-
anya lebih tinggi dari seharusnya.
Dalam sektor air minum pun berlaku
hal yang sama. Perbandingan antara
perusahaan air minum milik pemerintah
di Swedia dan swasta di Inggris untuk
ukuran perusahaan yang sama menun-
jukkan bahwa biaya penyedia air minum
swasta lebih besar. Kontrak manajemen
di Puerto Rico, Trinidad, dan Budapest
menunjukkan bahwa keterlibatan swasta
tidak membawa perubahan berarti (PSI,
2000). Di Perancis, perbandingan antara
perusahaan yang dikelola swasta dan
pemerintah menunjukkan bahwa perusa-
haan swasta menerapkan tarif yang 13
persen lebih tinggi (Hall, 2001).
Pada survei menyeluruh terhadap 24
studi yang membandingkan kinerja
perusahaan swasta dan publik dalam
bidang infrastruktur 30 tahun terakhir,
ternyata separuh dari studi menunjukkan
bahwa kinerja perusahaan swasta secaranyata lebih baik dari perusahaan publik,
tujuh studi tidak menunjukkan perbe-
daan yang nyata, tetapi terdapat lima
studi yang menyatakan perusahaan pub-
lik lebih baik dari perusahaan swasta
(Shirley, 2000).
Hal yang menarik lainnya, bahwa
perusahaan 'mixed-enterprise' (kerja-
sama dengan BUMN) ternyata tidak lebih
unggul terhadap BUMN. Namun peneli-
tian Jones (1992) di Malaysia membantah
hal tersebut. BUMN yang diprivatisasi
secara parsial tidak kalah dengan BUMNyang diprivatisasi total. Jika mendasari
pada kepemilikan, maka hasil penelitian
Vikers dan Yarrow (1988), Boardman dan
Vinning (1989) menyatakan bahwa pe-
ngaruh kepemilikan badan usaha bukan
merupakan hal yang dominan diban-
dingkan dengan pengaruh keadaan kom-
petisi dan regulasi yang harus dihadapi
perusahaan (Siahaan, 2000).
Sementara disertasi Siahaan (2000)
tentang efisiensi teknik BUMN di
Indonesia menunjukkan bahwa (i) BUMN
kurang efisien dibanding swasta; (ii)
BUMN skala usaha besar dan bergerak
pada pasar domestik relatif kurang efisien
dibanding swasta dengan karakteristik
yang sama; (iii) perbedaan efisiensi pada
BUMN dan swasta dengan skala usaha
kecil tidak signifikan.
Berdasar beberapa hasil survei per-
bandingan kinerja perusahaan swasta dan
BUMN serta dampak privatisasi BUMN
pada berbagai negara, ternyata hasilnya
menunjukkan bahwa (i) kinerja perusa-
haan swasta bisa lebih efisien dari BUMN
dan sebaliknya; (ii) perubahan pemerin-
tahan tidak berdampak pada kinerja
perusahaan (swasta dan BUMN); (iii) pri-
vatisasi dapat meningkatkan pertum-
buhan produktifitas tenaga kerja dan total
faktor, dan sebaliknya tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan; (iv) perubahan
kepemilikan berdampak kecil; (v) BUMN
dengan pasar kompetitif lebih baik kiner-
janya (Pollitt, 1999)
Beberapa kesimpulan penelitian diatas mengarahkan kita pada kenyataan
bahwa (i) efisiensi bukan hanya didomi-
nasi sektor swasta saja, namun secara
keseluruhan efisiensi perusahaan swasta
masih lebih baik dari perusahaan peme-
rintah; (ii) sulit untuk melakukan per-
bandingan antara BUMN dan swasta
karena keduanya tidak berada pada 'play-
ing field'yang setara; (iii) kinerja suatu
perusahaan baik BUMN maupun swasta
sangat tergantung pada karakteristik
perekonomian dimana usaha tersebut
berada, terutama karakteristik kompetisidan karakteristik regulasi yang berlaku.
Definisi
Pada awalnya privatisasi biasanya
merujuk pada pengalihan pemilikan dan
kendali dari publik ke sektor swasta
khususnya penjualan aset. Ini mencakup
pengalihan seba