Ahp

download Ahp

of 6

description

fdfhhf

Transcript of Ahp

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGAWASANINDUSTRI PERBANKAN

Wahyu Sapto AjiUniversitas Muhammadiyah Malang

ABSTRAKSI

Saat ini pengawasan perbankan di Indonesia dinilai masih lemah. Salah satu penyebab yang menyebabkan lemahnya pengawasan di sektor perbankan berkaitan erat dengan lembaga dan fungsi pengawasan perbankan . Artikel ini menyimpulkan bahwa Bank Indonesia dalam fungsinya pengawasan perbankan tidak sepenuhnya independen , sedangkan tidak ada confict kepentingan antara fungsinya . Selain itu , di masa depan , Financial Services Authority ( FSA ) akan menjadi lembaga mengambil alih fungsi ini pengawasan perbankan , meskipun alasan di balik pembentukan FSA dalam pengawasan perbankan masih lemah.

Pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai otoritas terhadap seluruh lembaga keuangan, dimana lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung jawab terhadap pengawasannya. Selain itu, kegiatan usaha yang dilakukan berakibat semakin besarnya pengaturan pengawasannya. Sehingga perlu adanya suatu alternatif untuk menjadikan pengaturan dan pengawasan maupun lembaga.

Kata kunci : Manajemen Hak, Keadaan tanah.

ABSTRACT

Currently banking supervision in Indonesia is still considered weak. One of the causes that lead to the weak supervision in the banking sector is closely related with the institution and the function of banking supervision. This article concludes that Bank Indonesia in its function of banking supervision is not fully independent, whereas there is no confict of interest among its functions. Moreover, in the future, the Financial Services Authority (FSA) will become the institution taking over this function of banking supervision, even though the reason behind the formation of FSA in banking supervision is still weak.

FSA formation due to the need for an oversight body that is able to function as a supervisor who has the authority on all financial institutions, where the watchdog agency responsible for business activities conducted by banks and non- bank financial institutions , so there is no longer throw the responsibility for supervision. In addition, the business activities conducted resulted in the growing supervisory arrangements. So the need for an alternative to make the regulation and supervision as well as institutions.

Keywords : Rights management, state of land.

PENDAHULUANOtoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan perbankan dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang pembentukan lembaga pengawasan, akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010. Namun, dalam prosesnya di tahun 2010, perintah untuk pembentukan OJK masih belum terealisasi, tetapi akhirnya pada tanggal 22 November 2011 disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas jasa Keuangan.Lembaga yang nantinya melakukan pengawasan disektor jasa keuangan menggantikan fungsi pengawasan Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bepepam LK) agar menjadi terintegrasi dan komprehensif. Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah mengajukan Rancangan Undang Undang (RUU) tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi kepada bank sentral tersebut. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia (BI). Ide pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola Bank Sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.Latar belakang pembentukan OJK dikarenakan perlunya suatu lembaga pengawasan yang mampu berfungsi sebagai pengawas yang mempunyai otoritas terhadap seluruh lembaga keuangan. Dimana lembaga pengawas tersebut bertanggung jawab terhadap kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank maupun lembaga keuangan non bank, sehingga tidak ada lagi lempar tanggung jawab terhadap pengawasannya. Selain itu, kegiatan usaha yang dilakukan berakibat semakin besarnya pengaturan pengawasannya. Sehingga perlu adanya suatu alternatif untuk menjadikan pengaturan dan pengawasan maupun lembagaUndang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya.

TUJUAN

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.

METODE

Metode yang digunakan dalam artikel ini adalah melalui kajian pustaka yang diperoleh dari suatu sumber yaitu data sekunder yang diperoleh dari beberapa referensi dengan browsing di internet dan membaca buku, Metode ini digunakan dengan alasan terbatasnya waktu, serta pertimbangan kebenaran yang dpat dikaji. Proses browsing maupun dengan membaca buku dimulai dengan melihat kesamaan judul dan isi dari artikel yang akan dibahas, Waktu yang digunakan untuk mencari refrensi adalah 2 (dua) minggu, tertanggal 1 Desember sampai 21 Desember 2014. Referensi berupa buku bacaan diperoleh di Perpustakaan pusat Universitas Muhammadiyah Malang.

PEMBAHASAN

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi sudah harus terbentuk pada tahun 2010. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu diperhatikan, karena ini harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan OJK tersebut. Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan.Sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainya yang menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang-undang sektoral tersendiri, yaitu Undang-Undang tentang Perbankan, Pasar Modal, Usaha Perasuransian, Dana Pensiun, dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa keuangan lainnya.

PENGATURAN DAN PENGAWASAN BANK OJK Memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu bank, menetapkan peraturan, melaksanakan pengawasan bank serta mengenakan sanksi terhadap bank. Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia agar tercipta sistem perbankan yang sehat secara menyeluruh maupun individual, dan mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik, berkembang secara wajar dan bermanfaat bagi perekonomian nasional. Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank. Kewenangan memberikan izin (right to license), yaitu kewenangan untuk menetapkan tata cara perizinan dan pendirian suatu bank, meliputi pemberian izin dan pencabutan izin usaha bank, pemberian izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, pemberian persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, pemberian izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.Rasjim Wiraatmadja mempunyai pendapat yang berbeda, bahwa tugas pengawasan seharusnya tidak dapat dipisahkan dengan tugas mengatur yang dalam UU Perbankan juga disebut pembinaan yang diartikan sebagai upaya-upaya yang dilakukan dengan cara menciptakan peraturan yang menyangkut aspek kelembagaan, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan usaha, pelaporan serta aspek lain yang berhubungan dengan kegiatan operasional bank, sehingga akan rancu kalua tugas pengaturan dan pengawasan ditangani oleh dua lembaga yang berbeda, padahal yang mengatur seharusnya juga yang mengawasi. Menurut Wimboh Santosa, bahwa penyebab utama lemahnya fungsi pengawasan oleh BI sebelum berlakunya Kewenangan untuk mengatur (right to regulate), yaitu untuk menetapkan ketentuan yang menyangkut aspek usaha dan kegiatan perbankan dalam rangka menciptakan perbankan sehat guna memenuhi jasa perbankan yang diinginkan masyarakat. Kewenangan untuk mengawasi (right to control), yaitu Pengawasan bank secara langsung (on-site supervision) terdiri dari pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran keadaan keuangan bank dan untuk memantau tingkat kepatuhan bank terhadap peraturan yang berlaku, serta untuk mengetahui apakah terdapat praktik-praktik tidak sehat yang membahayakan kelangsungan usaha bank. Pengawasan tidak langsung (off-site supervision) yaitu pengawasan melalui alat pemantauan seperti laporan berkala yang disampaikan bank, laporan hasil pemeriksaan dan informasi lainnya.Kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction),yaitu untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan terhadap bank apabila suatu bank kurang atau tidak memenuhi ketentuan. Tindakan ini mengandung unsur pembinaan agar bank beroperasi sesuai dengan asas perbankan yang sehat. Kewenangan untuk melakukan penyidikan (right to investigate) Sesuai dengan UU, OJK mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan di sektor jasa keuangan, termasuk perbankan. Penyidikan dilakukan oleh penyidik kepolisian Negara RI dan pejabat Pegawai Negeri Sipil di lingkungan OJK. Hasil penyidikan disampaikan kepada Jaksa untuk dilakukan penuntutan.Sistem Pengawasan Bank Dalam menjalankan tugas pengawasan bank, saat ini OJK melaksanakan sistem pengawasannya dengan menggunakan 2 pendekatan yaitu: 1. Pengawasan Berdasarkan Kepatuhan (Compliance Based Supervision/CBS), yaitu pemantauan kepatuhan bank terhadap ketentuan-ketentuan yang terkait dengan operasi dan pengelolaan bank di masa lalu dengan tujuan untuk memastikan bahwa bank telah beroperasi dan dikelola secara baik dan benar menurut prinsip-prinsip kehati-hatian. Pengawasan terhadap pemenuhan aspek kepatuhan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan Pengawasan Bank berdasarkan Risiko. 2. Pengawasan Berdasarkan Risiko (Risk Based Supervision/ RBS), yaitu pengawasan bank yang menggunakan strategi dan metodologi berdasarkan risiko yang memungkinkan pengawas bank dapat mendeteksi risiko yang signifikan secara dini dan mengambil tindakan pengawasan yang sesuai dan tepat waktu.

KESIMPULANDengan demikian dapat disimpulkan bahwa lembaga dan fungsi pengawasan perbankan : a. Bank Indonesia dalam fungsi pengawasan perbankan kurang independen. B. Fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia tidak ada conflict of interest. C. Lembaga pengawas perbankan Indonesia kini adalah Bank Indonesia dan LPS dengan pembagian kewenangan. Di masa yang akan dating adalah LPJK/OJK. D. Alasan akan dilakukan fungsi pengawasan perbankan oleh LPJK/OJK sangat lemah.Berkaitan dengan kesimpulan di atas, dalam tulisan ini direkomendasikan bahwa: Pertama, pengaturan pengawasan perbankan Indonesia kini: a. UU BI, UU Perbankan dan UU LPS perlu diharmonisasikan khususnya yang berkaitan dengan lembaga yang berwenang terhadap pengawasan perbankan, dievaluasi independensi BI, diatur ketentuan tentang sumberdaya: b. Pasal 37B UU Perbankan disesuaikan dengan UU LPS khususnya mengenai fungsi LPS: c. Pasal 34 UU BI perlu diamandemen karena perintah mengalihkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia kepada LPJK/OJK alasannya sangat lemah.Kedua, pengaturan pengawasan perbankan Indonesia ke depan: a. Dalam UU OJK ada pembagian kewenangan dalam tugas pengawasan khususnya di bidang perbankan antara OJK dengan BI, untuk itu perlu diperjelas kewenangan tersebut, sehingga ada kejelasan bahwa BI mempunyai akses di dalam pengawasan perbankan agar tugas BI dalam menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter tidak terhambat. Selain itu ada pembagian kewenangan dalam pengawasan perbankan antara OJK, BI dan LPS, oleh karena itu perlu disinkronisasikan antara UU OJK dengan UU BI, UU Perbankan, UU LPS agar OJK tetap independen dalam pelaksanaan tugasnya: b. Bentuk hokum OJK perlu diperjelas berkaitan dengan statusnya sebagai subyek hokum.