AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

61
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam suatu analisa farmasi, yang ditentukan bukan hanya untuk uji kualitas, tetapi juga untuk uji kuantitasnya. Atau dengan kata lain menentukan adanya suatu zat dalam seidaan dan menentukan seberapa besar kandungan zat aktifnya. Analisa kuatitatif dan kualitatif suatu senyawa obat yang diproduksi sangat penting untuk dilakukan, karena obat-obat yang beredar di pasaran harus diketahui kadar dan mutunya secara pasti. Senyawa atau bahan kimia obat harus esuai dengan yang tercantum dalam Farmakope dan buku-buku resmi lainnya. Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengetahui cara-cara penarikan zat aktif dari sediaan obat serta cara penentuan

Transcript of AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Page 1: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Dalam suatu analisa farmasi, yang ditentukan bukan hanya untuk uji

kualitas, tetapi juga untuk uji kuantitasnya. Atau dengan kata lain menentukan

adanya suatu zat dalam seidaan dan menentukan seberapa besar kandungan zat

aktifnya.

Analisa kuatitatif dan kualitatif suatu senyawa obat yang diproduksi

sangat penting untuk dilakukan, karena obat-obat yang beredar di pasaran harus

diketahui kadar dan mutunya secara pasti. Senyawa atau bahan kimia obat harus

esuai dengan yang tercantum dalam Farmakope dan buku-buku resmi lainnya.

Manfaat yang dapat diperoleh dari praktikum ini adalah praktikan dapat

mengetahui cara-cara penarikan zat aktif dari sediaan obat serta cara penentuan

kadarnya dengan metode titrasi atau metode lainnya. Sehingga ditentukan bahwa

kadar suatu zat memenuhi syarat atau tidak. Dan diharapkan keterampilan dalam

bekerja dapat meningkat.

Dalam praktikum kali ini akan dilakukan analisa kualitatif maupun

kuantitatif dari sediaan suspensi kotrimoksazol yang mengandung

sulfametoksazol dan trimetorim. Analisa kualitatif digunakan untuk menentukan

ada tidaknya suatu zat dalam sediaan berdasarkan hasil yang positif pada

penambahan/reaksi dengan pereaksi golongan maupun pereaksi spesifik. Hasil

Page 2: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

positif dapat berupa perubahan warna atau terbentuknya endapan. Dalam analisa

kuantitatif akan ditentukan kadar sulfametoksazol dalam sediaan suspensi

dengan metode titrasi.

I.2 Maksud dan Tujuan

I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami identifikasi dan cara penentuan

kadar suatu senyawa obat dalam suatu sediaan farmasi.

I.2.2 Tujuan Percobaan

Penentuan kadar sulfameoxazol dalam Sanprima® suspensi dengan

metode nitrotometri serta uji kualitatifnya dengan menggunakan

pereaksi yang spesifik.

I.3 Prinsip Percobaan

1. Identifikasi sulfametoxazol dalam Sanprima® suspensi dengan pemeriksaan

organoleptis yang meliputi warna, bau, rasa, bentuk, kelarutan, dan

pemijaran yang dilanjutkan dengan uji reaksi kimia dengan pereaksi tertentu

berdasarkan terbentuknya gas, perubahan warna atau endapan.

2. Penetapan kadar sulfametoxazol dalam Sanprima® suspensi dengan metode

diazotasi berdasarkan pembentukan garam diazonium dari gugusan amin

aromatis bebas yang terdapat pada sulfametoxazol dengan asam nitrit,

dimana asam nitrit diperoleh dari reaksi antara natrium nitrit dengan asam

klorida dengan menggunakan indikator campuran tropeolin oo dan metilen

biru sebanyak 5 : 3 tetes.dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan

Page 3: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

warna dari ungu menjadi warna biru kehijauan, dan indikator luar kertas

kanji iodida dimana titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna

menjadi biru tua.

Page 4: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Umum

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena

berbagai zat organik dan zat anorganik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun

demikian agar tirasi redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut

harus dipenuhi (1) :

1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi

pertukaran elektron secara stokhiometri.

2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur

(kesempurnaan 99%).

3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

Reaksi diazotasi telah digunakan secara umum untuk penetapan

gugusan amin aromatis dalam industri zat warna dan dapat dipakai untuk

penetapan sulfanilamid dan semua senyawa yang mengandung gugusan amin

aromatis bebas atau gugusan amin aromatis yang diperoleh dari hasil hidrolisa

dan reduksi. Dasar dari diazotasi ini digunakan untuk menetapkan kadar obat-

obatan. (1)

Reaksi diazotasi didasarkan pada pembentukan garam diazonium dari

gugusan amin aromatis bebas yang direaksikan dengan asam nitrit, dimana

Page 5: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

asam nitrit ini diperoleh dengan cara mereaksikan natrium nitrit dengan suatu

asam.

NaNO2 + HCl HNO2 + NaCl

ArNH2 + HNO2 + HCl ARN2Cl + 2 H2O (1)

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada reaksi diazotasi, yaitu (1) :

1. suhu.

Titrasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah lebih kecil dari

15oC, karena asam nitrit yang terbentuk dari reaksi NaNO2 dengan asam

tidak stabil dan mudah terurai, dan garam diazonium yang terbentuk

pada hasil titrasijuga tidak stabil.

2. Kecepatan reaksi

Reaksi titrasi amin aromatis pada reaksi diazotasi berjalan agak

lambat, titrasi sebaiknya dilakukan secara perlahan-lahan. Reaksi

diazotasi dapat dikatalisa dengan penambahan KBr atau NaBr sebagai

katalisator.

Pada gugusan amino dalam senyawa terikat dengan gugusan yang lain

atau tidak bebas, seperti kloramfenikol dan senyawa-senyawa lain disini guus

asil dihidrolisa dengan asam atau alkali encer untuk membebaskan gugus amin

aromatis yang kemudian dapat bereaksi dengan HNO2 dengan reaksi diazotasi.

(1)

Sudah kita lihat bahwa dalam titrasi redoks ada dua jenis indikator,

indikator khusus yang bereaksi dengan salah satu komponen yang bereaksi, dan

Page 6: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

indikator oksidasi reduksi yang sebenarnya tidak tergantung dari salah satu zat,

tetapi hanya pada potensial larutan selama titrasi. Pemilihan indikator yang

cocok ditentukan oleh kekuatan oksidasi titran dan titrat, dengan perkataan lain,

potensial titik ekivalen titrasi tersebut. Bila potensial peralihan indikator

tergantung dari pH, maka juga harus diusahakan agar pH tidak berubah selama

titrasi berlangsung (3).

Dalam titrasi diazotasi, digunakan dua macam indikator, yaitu

indikator dalam dan indikator luar. Sebagai indikator dalam digunakan

campuran indikator tropeolin oo dan metilen biru, yang mengalami perubahan

warna dari ungu menjadi biru kehijauan. Sedangkan untuk indikator luarnya

digunakan kertas kanji iodida (2).

Sulfonamid termasuk antimikroba yang menghambat metabolisme sel

mikroba. Sulfonamid mempunyai spectrum antibakteri yang luas. Meskipun

kurang kuat dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten

makin meningkat. Golongan obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik.

Namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakterisid

(1).

Page 7: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

II.2 Uraian Bahan

1. Sulfametoxazol (5,6)

Nama resmi : Sulfamethoxazolum

Nama lain : Sulfametoxazol

Rumus molekul/BM : C10H11N3O3S / 253,28

Rumus struktur : H2N SO2NH2

N

O CH2

Pemerian : Serbuk hablur, putih sampai hampir putih,

praktis tidak berbau

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, dalam 50

bagian etanol (95%), larut dalam 3 bagian

aseton p, mudah larut dalam larutan natrium

hidroksida

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari

cahaya

Persyaratan kadar : Sulfametoxazol mengandung tidak kurang

dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

C10H11N3O3S, dihitung terhadap zat yang

telah dikeringkan

Khasiat : Antibakteri

Kegunaan : Sebagai sampel

Page 8: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

2. Air suling (5)

Nama resmi : Aqua destillata

Nama lain : Aquades, air suling

Rumus molekul/BM : H2O/18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau,

tidak berasa

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai pelarut

3. Natrium nitrit (5,6)

Nama resmi : Natrii nitras

Nama lain : Natrium nitrit

Rumus molekul/BM : NaNO2/69,0

Pemerian : Hablur atau granul, tidak berwarna atau putih

kekuningan, merapuh

Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air, agak sukar larut

dalam etanol (95%) p

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan : Sebagai titran

Khasiat : Murni peraksi

4. Asam klorida (5,6)

Nama resmi : Acidum hydrochloridun

Nama lain : Asam klorida

Page 9: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Rumus molekul/BM : HCl/36,46

Pemerian : Cairan, tidak berwarna, berasap, bau

merangsang jika diencrkan dengan 2 bagian air

asap dan bau hilang

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Khasiat : Zat tambahan.

Kegunaan : Sebagai pembentuk asam nitrat / memberi

suasana asam

5. Metilen biru (5)

Nama resmi : Methylhionini choxidum

Nama lain : Metilen biru

Rumus molekul/BM : C16H18CIN35.2H2O

Rumus Bangun : N CI-.2H2O

(CH3)2N S N(CH3)2

Pemerian : Serbuk hablur, mengkilat seperti logam atau

suram kehijauan

Kelarutan : Larut dalam 40 bagian air, dalam 40 bagian

etanol (95%) p dan dalam 450 bagian

kloroform

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Khasiat : Antimethomoglobinemi

Page 10: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Kegunaan : Sebagai indikator

6. Tropeolin OO (7)

Nama resmi : Dyphylamine orange

Nama lain : Tropeolin oo

Rumus molekul/BM : C18H14N3O3NaS/375,38

Rumus molekul/BM : H NaO3S N=N N

Pemerian : Kuning orange atau serbuk kuning

Kelarutan : Larut dalam air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai indikator

Range pH : 1,4 - 2,6

Perubahan warna : Merah ke kuning

7. Asam asetat glasial (5)

Nama resmi : Acidum aceticum glasiale

Nama lain : Asam asetat

Rumus kimia / BM : C2H4O2/60,05

Rumus bangun : O O

CH3-C-O-C-CH3

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas

menusuk, rasa yang tajam

Page 11: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Kelarutan : Dapat bercampur baik dengan air, etanol,

dan dengan gliserol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Khasiat : Zat tambahan

Kegunaan : Sebagai pelarut

8. Kalium Iodida (5)

Nama resmi : Kalii iodium

Nama lain : Kalium iodida

Rumus kimia / BM : KI/166,00

Pemerian : Hablur heksahedral, transparan atau tidak

berwarna, opak dan putih, atau serbuk

butiran putih, higroskopi

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, lebih mudah

larut dalam air mendidih, larut dalam etanol

(95 %) P, mudah larut dalam gliserol P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Khasiat : anti jamur

Kegunaan : Indikator dalam

Page 12: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

8. Trimetoprim (5)

Nama resmi : Trimethoprimum

Nama lain : Trimetoprim

Rumus kimia / BM : C14H18N4O3/290,3

Rumus bangun : N NH2

NCH2

NH2

CH3O OCH3

OCH3

Pemerian : Serbuk putih, tidak berbau, rasa sangat pahit

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam

300 bagian etanol (95)% P, dalam 55 bagian

kloroform P dan dalam 80 bagian metanol P,

praktis tidak larut dalam eter P.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

Khasiat : anti bakteri

Kegunaan : Sampel

Page 13: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

II.3 Prosedur Kerja

1. Analisa kualitatif (8,9)

a. Bentuk dan Warna

- Sulfa A : Puder menggumpal

- SG : Puder halus

- SD : Puder halus putih

- Elkosin : Puder halus putih

- SMer : Puder halus putih

- SMex : Puder putih

b. Rasa

- SA : Putih

- SG : Tidak berasa seperti pasir

- SD : Tidak berasa

- SMer : Tidak berasa

- SMex : Tidak berasa seperti pasir

- Elkosin : Tidak berasa seperti pasir

c. Dengan DAB-HCl

- SA : Kuning orange, kristal bentuk sel

- SG : Kuning orange agak putih

- SD : Orange pucat bergerak cepat

- Elkosin : Orange merah larutan tidak bergerak

- SMer : Merah seperti tomat

Page 14: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

- SMex : Kuning orange

- Phts : Negatif

d. Dengan reagen Parri

Zat larutan dalam alcohol + Parri + NaOH 1 tetes

- SA : Biru tua

- SG : Biru hijau larut

- SD : Hijau kotor, ungu

- Elkosin : Hijau kotor

- SMer : Violet - pink

- SMex : Violet - pink

- Phts : Violet jamben

e. Cuprifil

Zat larutkan dalam NaOH, netralkan dengan HCl + CuSO4

- SA : Biru muda hijau

- SG : Biru muda hijau

- SD : Kuning lama-lama violet (spesifik)

- SMer : Hijau abu-abu coklat

- SMex : Kuning hijau sedikit coklat abu-abu

- Elkosin : Biru muda agak hijau muda

f. Reaksi diazotasi untuk amin aromatis primer (9)

Page 15: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Zat + 2 tetes HCl 2 N dan air tambahkan NaOH dan teteskan 0,1 g beta

naftol dalam 1 ml NaOH, endapan jingga kemudian merah darah, kalau

yang dipakai alfa naftol : merah ungu.

g. Pemeriksaan unsur S (5)

- Terbakar dengan nyala biru, membentuk belerang dioksida

- 1 mg zat + 2 ml piridina P panas + 0,2 ml larutan natrium

bikarbonat, didihkan : terjadi warna biru atau hijau

h. Reaksi korek api (9)

Zat + HCl e dicelupkan korek api Jingga

2. Analisa Kuantitatif

a. Penetapan kadar Sulfametoxazol (5,6)

- Timbang seksama lebih kurang 500 ml, larutkan dalam campuran 20

ml asam asetat glasial dan 40 ml air, tambahkan 15 ml asam klorida

p, dinginkan hingga suhu 15° C dan segera titrasi dengan NaNO2 0,1

M LV. Tetapkan secara potensiometri menggunakan elektrode

kalomel dan platina.

1 ml NaNO2 0,1 N ~ 25,33 C10H11N3O3S

- Lakukan penetapan kadar menurut cara nitritometri menggunakan

larutan yang dibuat sebagai berikut : Timbang seksama 500 mg,

larutkan dalam campuran 10 ml asam klorida P dan 75 ml air,

dinginkan.

1 ml Natrium 0,1 M ~ 17,22 mg C6H8N2O2S

Page 16: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

- 0,2 – 0,3 sampel sulfonamide dilarutkan dalam sejumlah kecil NaOH

0,1 N, larutan diubah untuk memberikan warna biru seperti

timolftalein dan diencerkan dengan 50 ml air. Warna biru dari

indikator diperbaharui dengan 1 atau 2 tetes asam sulfat 0,1 N dan

tambahkan 25 ml perak nitrat 0,1 N setelah disimpan dalam tempat

gelap, endapan dikumpulkan di atas kertas saring ganda dan di cuci

(8).

b. Pembuatan indikator KI

- Indikator pasta KI dibuat dengan cara melarutkan 0,75 g KI dalam 5

ml air dan 2 g Zink klorida dalam 10 ml air. Campurkan larutan itu

dan tambahkan 100 ml air, panaskan sampai mendidih dan

tambahkan sambil diaduk terus. Suspensi 5 g pati dalam 35 ml air

dididihkan selama 2 menit dan dinginkan. Kanji adalah harus

disimpan dalam wadah yang tertutup baik dan diletakkan di tempat

yang sejuk (4).

- Celupkan kertas yang tidak mengkilap ke dalam larutan kanji P yang

telah diencerkan dengan larutan kalium iodida P 0,4 % b/v dengan

volume yang sama (5).

Page 17: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

c . Penetapam kadar trimetoprim

- timbang seksama lebih kurang 300 mg, masukkan dalam lebu

erlenmeyer, tambahkan 60 ml asam asetat glasial P, titrasi dengan

asam perklorat 0,1 N LV, tetapkan titik akhir secara potensiometrik

menggunakan elektroda kalomel dan platina (5)

- 400 mg zat dilarutkan dalam asam asetat dititrasi dengan asam

perklorat (1/10 mmol) sampai timbul warna hijau, indikator ungu

kristal. (8)

Page 18: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

BAB III

METODE KERJA

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat-alat yang digunakan

Batang korek api

Batang pengaduk

Botol semprot

Bunzen

Buret 50,0 ml

Corong

Erlenmeyer 250 ml

Gegep kayu

Gelas piala 250 ml

Gelas ukur 10 ml

Kain putih

Kaki tiga

Kawat kasa

Magnetik stirrer

Penangas

Pinset

Pipet tetes

Page 19: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Pipet volume

Plat tetes

Rak tabung

Sendok tanduk

Statif dan Klem

Tabung reaksi

Termometer

III.1.2 Bahan

Air suling

Aluminium foil

Asam asetat glasial

Asam klorida (HCl) pekat

DAB - HCl

Es batu

Indikator kertas kanji iodida

Indikator Metilen biru

Indikator Tropeolin oo

Kertas saring

Natrium hidroksida

Natrium nitrit (NaNO2) 0,0905 N

Pereaksi Frohde

Pereaksi Marquis

Page 20: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Pereaksi Parri

Sanprima® suspensi

Tissu

III.2 Cara Kerja

A. Penetapan kadar Sulfametoxazol

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Di pipet sampel Sanprima® suspensi sebanyak 5 ml dengan memakai

pipet volume

3. Ditambahkan 8 ml asam asetat glasial, 6 ml asam klorida pekat dan 10

ml air suling, ditutup dengan aluminium foil, lalu diaduk hingga

homogen.

4. Didinginkan campuran larutan dalam baskom berisi es hingga suhunya

mencapai 15° C.

5. Ditambahkan 6 tetes larutan metilen biru dan 10 tetes larutan Indikator

tropeolin oo, lalu diaduk hingga homogen.

6. Dititrasi dengan larutan baku NaNO2 hingga terjadi perubahan warna

dari orange menjadi hijau.

7. Titrasi dihentikan tepat pada saat terjadi perubahan warna larutan

8. Dicatat volume titran yang digunakan

9. Dilakukan penetapan kadar duplo

10. Untuk titrasi yang kedua digunakan indikator kertas kanji iodia

Page 21: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

11. Diambil sampel yang telah dititrasi dengan batang pengaduk, digoreskan

pada kertas kanji iodida hingga membentuk warna biru yang segera.

12. Dihitung kadar sulfametoxazol dalam Sanprima® suspensi

menggunakan rumus :

V. N. BE %K = x 100% Bs x Fk

B. Pembuatan indikator kerta kanji iodida

1. Ditimbang 500 mg kanji dan dimasukkan dalam beker gelas, lalu

ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 ml, diaduk hingga homogen.

2. Dipanaskan di atas bunsen terbentuk larutan yang jernih

3. Ditimbang 200 mg kalium iodida, dimasukkan ke dalam erlenmeyer,

ditambahkan dengan 50 ml air suling lalu

4. Dimasukkan larutan no. 3 ke dalam beker gelas no. 2, kemudian

dihomogenkan.

5. Dicelupkan kertas saring dalam larutan lalu diangin-anginkan sampai

kering.

Page 22: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

IV.1 Hasil Pengamatan

A. Pemeriksaan Kualitatif

1. Organoleptis

- Warna : Orange

- Bentuk : Cair

- Bau : Vanili

2. Reaksi spesifik

- Zat + DAB-HCl Hijau hitam

- Zat + Parri Orange kemerahan

- Zat + Marquis Coklat kemerahan

- Zat + Frohde Orange tua

- Zat + NaOH Bening

- Zat + NaOH HCl Terbentuk 3 lapisan Dipanaskan gel

B. Pemeriksaan Kuantitatif Metode Nitrimetri

Volume yang dioukur 5 ml (setara dengan 200 mg sulfametoksazol)

No Nama sampel Berat sampel Volume titran Perubahan warna

1.2.

SulfametoxazolSulfametoxazol

200 mg200 mg

8,3 ml7,5 ml

OrangeHijauOrangeHijau

Page 23: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

IV.2 Perhitungan

Penetapan kadar Sulfametoxazol

V.N.Bst%K= x 100%

Bs x fk

8,3 ml x 0,0905 N x 25,33 mg%K1= x 100% = 95,133 %

200 mg x 0,1 N

7,5 ml x 0,0905 N x 25,33 mg%K2= x 100% = 85,96 %

200 mg x 0,1 N

(95,133 + 85,96)% %Krata-rata= = 90,65 %

2

IV.3 Reaksi

Reaksi Sulfametoxazol dengan HNO2

H2N SO2NH + HCl H3N+ SO2NH Cl-

N N CH3 CH3

Cl-

H3N+ SO2NH + HNO2 O=N-H2N+ SO2NH Cl-

N N CH3 CH3

Cl-

O=N-NH2+ SO2NH Tautomerasi OH-N= HN+ SO2NH Cl-

N N CH3 CH3

Page 24: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Cl- Cl-

OH=N- HN+ SO2NH N =N+ SO2NH + H2O N N CH3 CH3

Reaksi indikator dengan HNO2

NaSO3 N=N NH HCl

NaSO3 NH-N N HONO

NaSO3 N=N N

NO (Biru hijau)

Page 25: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

BAB V

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar sulfametoksazol dalam sediaan

Sanprima ® suspensi menggunakan metode nitrimetri berdasarkan reaksi diazotasi.

Reaksi redoks termasuk reaksi diazotasi merupakan reaksi merupakan reaksi yang

menyebabkan naik dan turunnya bilangan oksidasi reduksi. Larutan baku yang

digunakan adalah NaNO2. Pada reaksi diazotasi ditambahkan asam sebagai pemberi

suasana asam dan untuk membebaskan HNO2 serta penambahan KBr sebagai

katalisator. Indikator yang digunakan adalah kertas kanji iodida (indikator luar)

dengan membentuk warna biru tua yang segera setelah digoreskan dan larutan

metilen biru dan tropeolin oo (indikator dalam).

Reaksi Diazotasi

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar suspensi dengan

menggunakan metode titrimetri berdasarkan reaksi diazotasi. Reaksi diazotasi

merupakan reaksi pembentukan diazonium dari reaksi antara senyawa yang memiliki

gugus amin primer aromatis bebas dengan HNO2.. Titik akhir titrasi ditandai dengan

perubahan warna larutan dari ungu menjadi hijau kebiruan, bila menggunakan

indikator dalam (tropeolin oo dan metilen biru)

Pada umumnya reaksi diazotasi dilakukan pada senyawa yang memiliki

gugus amin primer aromatis bebas. Tetapi tenyata sulfametoksazol memiliki gugus

amin aromatis sekunder, maka senyawa tersebut harus diubah dahulu menjadi

Page 26: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

senyawa amin aromatis bebas dengan penambahan asam asetat glasial. Gugus amin

aromartis sekunder ini putus akibat adanya asam.

Asam nitrit yang dibutuhkan disini harus dibuat dengan mereaksikan antara

natrium nitrit dengan suatu asam. Hal ini dilakukan karena asam nitrit sangat tidak

stabil. Asam nitrit sangat mudah teroksidasi menjadi asam nitrat oleh udara.

NO2- + On NO3

-

Percobaan ini dilakukan pada suhu kurang dari 15oC, hal ini dilakukan

karena asam nitrit yang dibentuk dari natrium nitrit dan suatu asam klorida tidak

stabil dan mudah terurai dalam suhu kamar. Selain itu garam diazonium yang

terbentuk pada hasil reaksi juga tidak stabil.

HNO2 + H+ N2 + H2O

(Ar N=N+) Cl- + H2O Ar-OH + N2 + HCl

Titrasi pembentukan garam diazonium berjalan lambat, karenanya digunakan

katalisator serbuk KBr untuk mempercepat reaksi. Selain itu volume larutan baku

yang ditambahkan juga secara perlahan-lahan, dengan kecepatan 2 ml per menit.

Titrasi ini dilakukan dalam keadaan tertutup, karena sifat dari HNO2 yang mudah

menguap.

Pada percobaan ini digunakan indikator dalam yaitu tropeolin oo 0,1 % dan

metilen biru 0,1 %, merupakan campuran indikator yang menunjukkan titik akhir

titrasi yang lebih peka dibandingkan indikator lain. Indikator tropeolin oo yang

digunakan sebab indikator ini memiliki struktur dengan cincin aromatis yang dapat

bereaksi dengan asam nitrit. Perubahan warna indikator bebas menjadi warna

Page 27: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

indikator setelah bereaksi dengan asam nitrit inilah yang dijadikan indikasi

tercapainya titik akhir yaitu dari warna merah menjadi warna kuning. Tetapi

perubahan warna indikator ini kurang jelas sehingga perlu dikombinasikan dengan

indikator lain sehingga dapat mempertajam perubahan warnanya. Indikator yang

digunakan untuk tujuan tersebut adalah indikator metilen biru. Indikator metilen biru

tidak mengalami perubahan warna pada reaksi diazotasi warna indikator tropeolin oo

bebas setelah dikombinasikan dengan metilen biru menghasilkan warna ungu dan

setelah bereaksi dengan asam nitrit yang menghasilkan warna kuning, dengan

kombinasi metilen biru (warna biru) menghasilkan warna hijau kebiruan. Dari hasil

pengamatan bahwa dengan 5 tetes tropeolin oo dan 3 tetes metilen biru akan

menunjukkan titik akhir titrasi yang lebih jelas, yang pada percobaan ini titik akhir

titrasi ditunjukkan dengan perubahan warna dari ungu menjadi hijau kebiruan.

Pada percobaan ini juga digunakan indikator luar yaitu kertas kanji iodida

yang akan membentuk warna biru tua bila larutannya digorekan dengan batang

pengaduk. Ini dapat terbentuk karena larutan HNO2 yang telah berlebih mengubah

kalium iodida membentuk iod yang akan bereaksi dengan amilum membentuk warna

biru tua sebagai titik akhirnya.

Pada percobaan ini didapatkan hasil bahwa kadar sulfametoksazol adalah

90,65 %.. Berdasarkan hasil perhitungan ini maka dapat disimpulkan bahwa suspensi

sulfametoksazol dalam Sanprima ® suspensi tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana yang tertulis dalam literatur (FI III).

Page 28: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Adapun faktor-faktor yang dapat menyebabkan kesalahan pada percobaan ini

adalah titik akhir titrasi tidak dapat ditentukan sebab larutan berwarna orange yang

terbentuk dari suspensinya yang berwarna. Selain itu alat-alat yang digunakan sudah

tidak memnuhi syarat lagi untuk analisis, seperti timbangan analitik yang sudah tidak

peka.

Titrasi Bebas air.

Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar trimetoprim dengan

menggunakan metode titrasi bebas air berdasarkan reaksi netralisasi. Reaksi

netralisasi merupakan reaksi antara asam dan basa yang setara menurut perhitungan

stokiometri. Pembaku yang digunakan adalah larutan asam perklorat yang akan

direaksikan dengan trimetoprim. Indikator yang digunakan adalah indikator larutan

kristal violet. Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat berubahnya warna larutan dari

ungu menjadi hijau zamrud.

Titrasi bebas air adalah titrasi yang dilakukan untuk larutan yang tak dapat

larut dalam air tetapi dapat larut dalam pelarut-pelarut organik lainnya, seperti

misalnya asam salisilat. Dalam percobaan ini seharusnya semua alat harus dibebas

airkan dengan menggunakan alkohol sebagai pembilas karena sifat alkohol yang

mudah menguap. Selain itu alkohol juga bersifat inert sehingga diharapkan dapat

membantu menghilangkan sisa-sisa air yang mungkin menempel pada dinding alat.

Page 29: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Dalam percobaan ini sebaiknya dilakukan pengeringan sampel dan alat dalam

oven selama beberapa jam hal ini dilakukan untuk menghilangkan air yang mungkin

terkandung dalam sampel dan alat yang akan ditetapkan konsentrasinya.

Pada percobaan ini seharusnya dilakukan titrasi blangko untuk melihat sampai

berapa mililiter pengaruh pelarut dalam reaksi penetralan ini. Titrasi blangko dapat

dilakukan dengan mentitrasi asam asetat glasial dengan indikator krital violet, atau

menetralkan pelarut asam asetat dengan asam perklorat dengan indikator krital violet.

Pada pembuatan asam perklorat ditambahkan asam asetat anhidrat untuk

mereaksikan asam asetat anhidrat dengan air, sehingga benar-benar bebas air. Hal ini

sesuai dengan reaksi :

CH3-CO-O-OC-CH3 + H2O 2 CH3COOH

Berdasarkan reaksi di atas air akan terikat dengan asam asetat anhidrat sehingga akan

membentuk asam asetat.

Akan tetapi, karena bahan-bahan yang dibutuhkan untuk percobaan ini sangat

mahal, maka percobaan penetapan kadar trimetoprim dengan metode titrasi ebbas air

tidak dilakukan.

Page 30: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan

Dari percobaan dapat diambil disimpulkan bahwa kadar

sulfametoxazol dalam Sanprima® suspensi adalah 90,65 %.

VI.2 Saran

=====

Page 31: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

DAFTAR PUSTAKA

1. Rivai, H., (1995), “Asas Pemeriksaan Kimia”, Universitas Indonesia Press,

Jakarta, 346

2. Wunas, J., Said, S., (1986), “Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif”< UNHAS,

Makassar, 115-116

3. Harjadi, W., (1986), “Ilmu Kimia Analitik Dasar”, Gramedia, Jakarta, 227, 278,

236

4. Ganiswara., (1995), “Farmakologi Dan Terapi”, Edisi IV, UI-Press, Jakarta

5. Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta

6. Ditjen POM., (1995), “Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.

7. Budavari, S., et al, (1989), “The Merck Index”, Rightway Publishing, New

Jersey, USA

8. Higuchi, H. G. B., (1961), “Pharmacuetical Analysis”, Interscience Publishing”,

New York. 589

9. Sie Kesejahteraan ITB., (1979), “Card System Dan Reaksi Warna”, ITB Bandung

Page 32: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

DAFTAR PUSTAKA

10. Ganiswara., (1995), “Farmakologi Dan Terapi”, Edisi IV, UI-Press, Jakarta

11. Tan, T.J dan Rahardjo, K., (1991), “Obat-Obat Penting”, Edisi IV, Depkes RI,

Jakarta

12. Rivai, H., (1995), “Asas Pemeriksaan Kimia”, UI-Press, Jakarta

13. S. Susanti, Dra, Dra Yeanny wunas., Änalisa Kimia Farmasi Kwantitatip”,

UNHAS-Press, Makassar

14. Ditjen POM., (1979), “Farmakope Indonesia”, Edisi III, Depkes RI, Jakarta

15. Ditjen POM., (1995), “Farmakope Indonesia”, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.

16. Budavari, S., et al, (1989), “The Merck Index”, Rightway Publishing, New

Jersey, USA

17. Higuchi, H. G. B., (1961), “Pharmacuetical Analysis”, Interscience Publishing”,

New York. 589

18. Sie Kesejahteraan ITB., (1979), “Card System Dan Reaksi Warna”, ITB Bandung

Page 33: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Analisa kualitatif dan kuantitatif bahan atau senyawa dari suatu

produksi obat merupakan suatu hal penting untuk dilakukan, karena dengan

melakukan analisa ini dapat diketahui secara pasti kandungan suatu obat. Dan

pada akhirnya dapat diketahui bahwa suatu produksi obat memenuhi

persyaratan untuk digunakan oleh konsumen atau tidak.

Dalam bidang farmasi, senyawa sulfonamid memiliki banyak

keuntungan dan digunakan secara luas. Sulfonamid umumnya digunakan

sebagai antiseptik karena sifatnya yang bakterisid

Dalam praktikum kali ini, akan ditentukan kadar obat dari

sulfametoxazol dalam Cotrimoxazole suspensiyang akan ditentukan kadarnya

dengan menggunakan metode titrasi nitritometri atau lebih di kenal dengan

reaksi diazotasi.

Secara umum, reaksi diazotasi digunakan untuk penetapan gugus

amino aromatik dalam industri zat warna atau untuk penetapan sulfametoxazol,

dan semua senyawa-senyawa yang mengandung gugusan amino aromatik yang

bebas, atau yang diperoleh dari hasil hidrolisa dan reduksi.

Page 34: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba

yang merugikan manusia. Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan mikroba

terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit (1).

Antibiotika (latin : anti ; lawan, bios ; hidup) adalah zat-zat kimia yang

dihasilkan mikroorganisme-mikroorganisme hidup terutama fungi dan bakteri

tanah yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan banyak

bakteri dan beberapa virus besar, sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif

kecil (2).

Beberapa antibiotika bekerja terhadap dinding sel (penicillin dan

sefalosforin) atau membran sel (kelompok polimiksin) (2). Berdasarkan

mekanisme kerjanya antimikroba terbagi dalam kelompok, yaitu (1) :

a. Yang menghambat metabolisme sel mikroba

b. Yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

c. Yang mengganggu permeabilitas membran sel mikroba

d. Yang menghambat sintesis protein sel mikroba

e. Yang menghambat sintesis atau merusak asam nukleat sel mikroba

Sulfonamid termasuk antimikroba yang menghambat metabolisme sel

mikroba. Sulfonamid mempunyai spectrum antibakteri yang luas. Meskipun

kurang kuat dibandingkan dengan antibiotik dan strain mikroba yang resisten

makin meningkat. Golongan obat ini umumnya hanya bersifat bakteriostatik.

Namun pada kadar yang tinggi dalam urin, sulfonamid dapat bersifat bakterisid

(1).

Page 35: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

Titrasi redoks banyak digunakan dalam pemeriksaan kimia karena

berbagai zat anorganik dan zat organik dapat ditentukan dengan cara ini. Namun

demikian, agar titrasi redoks ini berhasil dengan baik, maka persyaratan berikut

harus dipenuhi (3) :

a. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai hingga terjadi pertukaran

elektron secara stoikiometri.

b. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur

(kesempurnaan 99,9 %).

c. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

Reaksi diazotasi didasarkan pada pembentukan garam diazonium dari

gugus aromatis bebas yang direaksikan dengan asam nitrat, dimana asam nitrat

ini diperoleh dengan cara mereaksikan natrium nitrit dengan suatu asam (4).

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada reaksi diazotasi (4) :

b. Suhu. Titrasi diazotasi sebaiknya dilakukan pada suhu rendah dibawah 15°C

karena asam nitrit yang terbentuk dari reaksi natrium dengan asam tidak

stabil dan mudah terurai dan garam diazonium yang terbentuk juga tidak

stabil.

c. Kecepatan reaksi. Titrasi ini sebaiknya dilakukan secara perlahan-lahan dan

reaksi diazotasi ini dapat dikatalisa dengan penambahan natrium atau

kalium bromida sebagai katalisator.

Titik akhir titrasi dapat ditentukan berdasarkan penetapan asam nitrit

yang berlebih dengan cara (4) :

Page 36: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

a. Elektrometri

b. Oksidasi asam nitrit dengan kalium iodida

c. Cara pengamatan titik akhir yaitu dengan menggoreskan larutan titrasi pada

kertas atau pasta kanji – iodida (indikator luar) dimana kelebihan asam nitrit

akan memberikan warna biru.

d. Perubahan warna indikator (indikator dalam) yaitu dengan menggunakan

campuran indikator yang terdiri dari 5 tetes tropeolin OO 0,1 % dan 3 tetes

larutan biru metilen 0,1 %. Titik akhir ditandai dengan perubahan warna

indikator dari ungu ke biru hijau.

Page 37: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

BAB V

PEMBAHASAN

Pada percobaan ini akan ditetapkan kadar dari sulfametoxazol dalam

Sanprima® suspensi dengan menggunakan metode diazotasi

Nitritometri atau diazotasi adalah suatu metode penetapan kadar zat yang

didasarkan pada pembentukan garam diazonium dari gugus amin aromatis bebas yang

direaksikan dengan asam nitrat, dimana asam nitrit diperoleh dari reaksi antara

natrium nitrit dengan asam klorida. Sulfametoxazol sehingga senyawa ini dapat

ditentukan kadarnya dengan metode diazotasi.

Sulfametoxazol merupakan zat yang akan ditentukan kadarnya secara

nitritometri. Dipilih metode ini karena sulfanilamid merupakan bahan aktif obat yang

memiliki gugus amin aromatis yang bebas dalam struktur kimianya, maka dalam

proses penetapannya tidak memerlukan perlakuan khusus untuk membebaskan gugus

amin aromatis tetapi langsung ditambahkan HCl. Sulfanilamid merupakan zat yang

larut dalam asam mineral, karena itulah digunakan HCl sebagai pelarut dari

sulfanilamid yang mana penambahan asam klorida berfungsi sebagai pemberi suasana

asam yang nantinya akan mendukung terbentuknya asam nitrit.

Dalam percobaan ini larutan atau senyawa yang akan dititrasi ditambahkan

es batu. Hal ini bertujuan agar suhu dimana reaksi dilakukan berada pada suhu

rendah, yaitu pada suhu dibawah 15°C, karena asam nitrit yang terbentuk bilamana

Page 38: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

pada suhu diatas 15°C akan mudah terurai dan hal ini akan mengakibatkan garam

diazonium yang terbentuk pada hasil titirasi juga akan tidak stabil.

Reaksi diazotasi merupakan reaksi yang sifatnya berjalan agak lambat,

karena itu titrasi dilakukan secara perlahan-lahan dan diaduk secara kontinyu dengan

menggunakan alat megnetik stirrer. Garam yang terbentuk dari reaksi ini sifatnya

tidak stabil, dimana garam diazonium ini dapat teroksidasi dengan udara luar, maka

wadah tempat berlangsungnya reaksi diisolasi dengan aluminium foil.

Indikator campuran antara indikator tropeolin 00 dengan metilen biru

merupakan indikator yang digunakan dalam percobaan ini. Indikator tropeolin 00

yang digunakan sebab indikator ini memiliki struktur dengan cincin aromatis yang

dapat bereaksi dengan asam nitrit sehingga pada saat sampel tepat habis bereaksi

dengan asam nitrit, maka indikator ini yang kemudian akan bereaksi dengan asam

nitrit. Warna indikator setelah bereaksi dengan asam nitrit berbeda dengan warna

indikator bebasnya . Perubahan warna indikator bebas menjadi warna indikator

setelah bereaksi dengan asam nitrit inilah yang dijadikan indikasi tercapainya titik

akhir titrasi yaitu dari warna merah menjadi kuning. Tetapi perubahan warna

indikator ini kurang jelas sehingga perlu dikombinasi dengan indikator lain sehingga

dapat mempertajam perubahan warnanya. Indikator yang digunakan untuk tujuan

tersebut adalah indikator metilen biru, dimana indikator metilen biru tidak mengalami

perubahan warna pada reaksi diazotasi. Warna indikator tropeolin 00 bebas setelah

dikombinasi dengan metilen biru menghasilkan warna ungu dan setelah bereaksi

dengan asam nitrit akan menghasilkan warna kuning dengan kombinasi warna biru

Page 39: AF II Sulfametoxazol + Trimetoprim

dari indikator metilen biru yang pada akhirnya akan menghasilkan warna biru

kehijauan. Jadi pada reaksi diazotasi titik akhir titrasi ditunjukkan untuk perubahan

warna dari ungu menjadi warna biru kehijauan. Digunakan juga indikator luar yaitu

indikator kanji, dimana cara pengamatan titik akhir yaitu dengan menggoreskan

larutan titrasi pada kertas atau pasta kanji – iodida (indikator luar) dimana kelebihan

asam nitrit akan memberikan warna biru.

Jumlah kadar rata-rata sulfametoxazol dalam Sanprima® suspensi yang

diperoleh dalam percobaan ini adalah 90,65 %, sedangkan diliteratur persyaratan

kadar yang harus dipenuhi tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,0 %

C10H11N3O3S, artinya kadar sulfametoxazol ini tidak memenuhi syarat.

Kadar yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur hal ini mungkin disebabkan

karena proses hidrolisis sulfametoxazol kurang sempurna.