Adverse Drug Reactions

5
ADVERSE DRUG REACTIONS (ADRs) - Part 1 12.38 Dyah Indah Rosari Efek dari suatu obat tidak dapat diprediksi secara absolut atau pasti. Semua obat memiliki manfaat, tapi di sisi lain juga memiliki potensi yang dapat membahayakan. Efek yang merugikan atau membahayakan karena penggunaan suatu obat dapat diminimalkan dengan memastikan bahwa obat yang digunakan memiliki kualitas yang baik dan digunakan secara tepat. Meskipun suatu obat sudah digunakan secara tepat, efek atau reaksi yang tidak diharapkan sering muncul. Reaksi obat yang muncul biasanya berbeda pada setiap orang dan tidak dapat diprediksi kapan dan pada siapa reaksi obat tersebut akan muncul. Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk memonitoring reaksi obat yang muncul selama terapi, tidak hanya untuk keselamatan dan kenyamanan pasien tetapi juga untuk meminimalkan pengeluaran biaya dalam mengatasi ADRs. Pengertian Adverse Drug Reaction (ADRs) dalam bahasa Indonesia juga biasa disebut Reaksi Obat Tidak Dikehendaki (ROTD). Ada beberapa definisi mengenai Adverse Drug Reaction (ADRs) namun pada intinya definisi ADRs adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki, tidak menyenangkan, membahayakan atau merugikan yang terjadi karena penggunaan obat pada dosis normal dengan tujuan untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan. Apakah ADRs sama dengan Efek Samping Obat (ESO) ? Efek samping obat (ESO) yang merugikan termasuk ADRs tetapi ADRs belum tentu ESO. Cakupan ADRs lebih luas dibandingkan ESO. Yang termasuk kategori ESO adalah efek obat yang muncul terkait dengan efek farmakologinya tapi bukan efek terapi yang diharapkan. Jadi, kejadiannya dapat diprediksi karena patofisiologinya berdasarkan aksi farmakologinya. Contoh: efek iritasi lambung karena penggunaan NSAIDs. Patofisiologi ADRs dapat diperantarai oleh faktor farmakologi obat, sistem imun dan genetik serta semua faktor yang memperantarai respon yang tidak dikehendaki.

description

Reaksi Obat yang Merugikan

Transcript of Adverse Drug Reactions

ADVERSE DRUG REACTIONS (ADRs) - Part 1 12.38 Dyah Indah Rosari

Efek dari suatu obat tidak dapat diprediksi secara absolut atau pasti. Semua obat memiliki manfaat, tapi di sisi lain juga memiliki potensi yang dapat membahayakan. Efek yang merugikan atau membahayakan karena penggunaan suatu obat dapat diminimalkan dengan memastikan bahwa obat yang digunakan memiliki kualitas yang baik dan digunakan secara tepat.

Meskipun suatu obat sudah digunakan secara tepat, efek atau reaksi yang tidak diharapkan sering muncul. Reaksi obat yang muncul biasanya berbeda pada setiap orang dan tidak dapat diprediksi kapan dan pada siapa reaksi obat tersebut akan muncul. Oleh karena itu, penting bagi tenaga kesehatan untuk memonitoring reaksi obat yang muncul selama terapi, tidak hanya untuk keselamatan dan kenyamanan pasien tetapi juga untuk meminimalkan pengeluaran biaya dalam mengatasi ADRs.

Pengertian Adverse Drug Reaction (ADRs) dalam bahasa Indonesia juga biasa disebut Reaksi Obat TidakDikehendaki (ROTD). Ada beberapa definisi mengenai Adverse Drug Reaction (ADRs) namun pada intinya definisi ADRs adalah reaksi obat yang tidak dikehendaki, tidak menyenangkan, membahayakan atau merugikan yang terjadi karena penggunaan obat pada dosis normal dengan tujuan untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan.

Apakah ADRs sama dengan Efek Samping Obat (ESO) ?Efek samping obat (ESO) yang merugikan termasuk ADRs tetapi ADRs belum tentu ESO. Cakupan ADRs lebih luas dibandingkan ESO. Yang termasuk kategori ESO adalah efek obat yang muncul terkait dengan efek farmakologinya tapi bukan efek terapi yang diharapkan. Jadi, kejadiannya dapat diprediksi karenapatofisiologinya berdasarkan aksi farmakologinya. Contoh: efek iritasi lambung karena penggunaan NSAIDs.Patofisiologi ADRs dapat diperantarai oleh faktor farmakologi obat, sistem imun dan genetik serta semua faktor yang memperantarai respon yang tidak dikehendaki.

Insiden ADRsADRs diperkirakan berada pada urutan ke 4-6 penyebab kematian di USA. ADRs menyebabkan kematian lebih dari 1000 pasien tiap tahun dan banyak yang menderita atau penyakitnya semakin parah karena adanya ADRs. Di Inggris, persentase pasien yang masuk rumah sakit karena ADRs diperkirakan sekitar 16%, sedangkan di Perancis sekitar 13%. Informasimengenai ADRs di negara berkembang masih sangat kurang karena datanya masih sangat terbatas.Sejak munculnya tragedi Thalidomide yang menyebabkan banyak bayi lahir dalam keadaan cacat, banyak negara yang mulai membuat sistem untuk memonitoring, mendeteksi, danmencegah secara dini morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan penggunaan obat.

Mekanisme dan Tipe ADRsMekanisme terjadinya ADRs sebagian besar belum diketahui secara pasti sehingga sulit untuk memprediksi, mengevaluasi dan menentukan penatalaksanaannya.Berdasarkan aksi farmakologinya, ADRs dibagi atas dua kategori yaitu:1. ADRs tipe A (dapat diperkirakan)# Paling sering terjadi, berhubungan dengan aksi farmakologi farmakokinetik obat.# Dapat muncul pada setiap orang# ADRs tipe ini dapat diatasi dengan menurunkan dosis atau dengan penghentian penggunaan obat tersebut.# Contoh: toksisitas obat, efek samping, efek sekunder dan interaksi obat.

2. ADRs tipe B (tidak dapat diperkirakan)# Tidak umum terjadi tetapi dapat menimbulkan efek yang serius.# Tidak terkait dengan aksi farmakologi obat# Hanya timbul pada orang yang susceptible (rentan) atau alergi.# Tidak tergantung dosis, penanganannya dengan penghentian penggunaan obat.# Contoh: intoleransi obat, reaksi alergi, reaksi idiosinkrasi atau tidak spesifik.

Selain faktor dosis dan kerentanan individu, ADRs juga dapat dikaitkan dengan waktu yaitu:1. ADRs tidak terkait waktu Dapat terjadi setiap saat, tidak tergantung lamanya pengobatan2. ADRs terkait waktu: Reaksi cepat: muncul bila obat diberikan terlalu cepat Reaksi dosis pertama: muncul pada dosis pertama penggunaan obat Reaksi awal: muncul pada awal pengobatan kemudian berkurang setelah obat diteruskan karena pasien sudah mulai toleransi Reaksi intermediate: reaksi yang muncul beberapa saat setelah penggunaan obat Reaksi lambat: reaksi yang jarang atau tidak terjadi pada awal pengobatan tetapi resiko terjadinya meningkat pada paparan yang terus menerus dan berulang Reaksi yang tertunda: Reaksi yang muncul pada suatu waktu setelah terpapar obat walaupun penggunaannya sudah dihentikan

Mengapa Penggunaan Obat Perlu Dimonitoring?Informasi yang diperoleh mengenai kejadian ADRs sebelum obat dipasarkan masih sangat kurang.Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor: Percobaan pada binatang tidak cukup untuk memprediksi ADRs pada manusia. Pasien yang digunakan untuk uji coba jumlahnya terbatas dan kondisi percobaan dengan praktek klinis berbeda. Informasi mengenai ADRs pada ibu hamil, anak-anak, orang tua, toksisitas kronis(toksisitas karena penggunaan jangka lama) dan ADRs yang serius tetapi jarang terjadi(syok anafilaksis dan kematian) tidak tersedia.

Data post marketing surveilance (data setelah obat dipasarkan) dan laporan mengenai kejadian ADRs sangat diperlukan terutama untuk obat-obat baru. Bahkan ada beberapa obat yang ditarik dari peredaran karena efeknya yang membahayakan dan baru diketahui setelah obat tersebut dipasarkan selama bertahun tahun. Oleh karena itu, sistem monitoring merupakan alat yang sangat berguna untuk mendeteksi kejadian ADRs.

Sistem Pelaporan ADRs Pharmacovigilance (studi dan kegiatan yang berkaitan dengan deteksi, penilaian dan pencegahan ADRs) di setiap negara perlu dilakukan karena kejadian ADRs antarnegara kadang berbeda. Data yang diperoleh di suatu negara bisa saja tidak relevan di negara lain, bahkan mungkin antar daerah dalam suatu negara.Hal ini dapat disebabkan:1. Penyakit dan pola peresepan yang berbeda2. Faktor genetik, diet dan gaya hidup3. Proses produksi obat sehingga berpengaruh pada kualitas produk obat4. Penggunaan obat tradisional dan obat herbal

Form pelaporan kejadian ADRs juga mungkin berbeda, tetapi ada empat hal pokok yang harus dilengkapi dalam pelaporan ADRs:1. Informasi mengenai pasien2. Adverse Event or Product Problem3. Obat yang dicurigai4. Pelapor

Apa Saja yang Perlu Dilaporkan? Untuk obat baru, laporkan semua reaksi yang terjadi Untuk obat lama, laporkan semua kejadian yang dicurigai sebagai ADRs yang serius atau kejadian yang tidak terduga Semua ADRs yang berkaitan dengan interaksi obat obat, obat makanan, obat food supplement ADRs berupa gejala withdrawal / ketergantungan

Siapa yang Paling Tepat untuk Memonitor dan Melaporkan ADRs?Yang memiliki posisi strategis untuk melaporkan kejadian ADRs adalah semua tenaga kesehatan karena tenaga kesehatan yang dapat melakukan observasi setiap hari terhadap pasien.

Ke mana ADRs Ter sebut dapat Dilaporkan?Kejadian ADRs harus dilaporkan ke WHO bagian Adverse Reaction Centre yang memiliki jaringan di beberapa negara yang sudah menetapkan sistem pelaporan ADRs. Di Indonesia, setiap kejadian ADRs dapat dilaporkan ke PUSAT MESO NASIONAL dengan menggunakan form yang sudah tersedia.

Manfaat dari Monitoring Obat dan Pelaporan ADRs Semua informasi yang sudah dikumpulkan akan dievaluasi Hasil evaluasi akan digunakan sebagai penilaian kembali atas obat yang sudah beredar serta untuk melakukan tindakan pengamanan atau penyesuaian yang diperlukan Perbaikan informasi pada label obatContoh: Levofloxacin yang pertama kali dipasarkan pada tahun 1997, efek torsade de pointes baru tercantum dalam labelnya pada tahun 2001. Dapat mencegah bahaya yang disebabkan oleh obat baru

Beberapa Tips dalam Penilaian ADRs Pastikan pasien menerima dan menggunakan obat sesuai dengan yang dianjurkan Cari data yang pasti apakah kejadian yang dicurigai ADRs muncul setelah obat diminum Tentukan interval waktu antara obat mulai diminum dengan kejadian munculnya ADRs Evaluasi kejadian yang dicurigai ADRs setelah obat dihentikan atau diturunkan dosisnya serta monitoring status pasien Analisis penyebab lain yang kemungkinan dapat menyebabkan ADRs