ABSTRAK PENINGKATAN LEVEL DETEKSI KURVA … · memberikan interpretasi fisis yang lebih lengkap dan...
Transcript of ABSTRAK PENINGKATAN LEVEL DETEKSI KURVA … · memberikan interpretasi fisis yang lebih lengkap dan...
i
ABSTRAK
PENINGKATAN LEVEL DETEKSI KURVA CAHAYA DARI
PERISTIWA PELENSAAN GRAVITASI MIKRO DENGAN
MENGGUNAKAN ASINH MAGNITUDE: PENCARIAN
KARAKTER PELENSAAN DARI DATA FOTOMETRI
DENGAN RASIO SINYAL-NOISE YANG RENDAH
Oleh
Ichsan Ibrahim
NIM : 30311001
(Program Studi Doktor Astronomi)
Pelensaan gravitasi mikro dapat dianggap sebagai sebuah versi dari strong
gravitation lensing dengan pelensa berupa bintang yang ukuran dan massanya
relatif kecil, Medan gravitasi pelensa tersebut juga sangat kecil, sehingga jarak
antar citra yang terbentuk akibat defleksi juga sangat kecil. Jarak antar citra
berada pada orde mili detik busur. Akibatnya, jarak antar citra hasil pelensaan
gravitasi mikro tidak dapat dipisahkan oleh teleskop yang terpasang di Bumi.
Oleh karenanya, peristiwa pelensaan gravitasi mikro hanya dapat diamati dari
perubahan kuat cahaya sumber sebagai fungsi waktu yang selanjutnya disebut
sebagai kurva cahaya microlensing.
Secara konvensional, kuat cahaya sumber tersebut dinyatakan dalam satuan
magnitudo yang berelasi logaritmik dengan fluks cahaya yang diterima. Relasi ini
dikenal sebagai perumusan Pogson yang memberikan penyimpangan yang besar
di dalam pengukuran kuat cahaya sumber, bila rasio sinyal-noise kecil (S/N) yang
lebih kecil dari 5. Pada penelitian digunakan fungsi invers sinus hiperbolik
(Asinh), yang dapat memberikan penyimpangan yang lebih kecil. Penyimpangan
yang lebih kecil tersebut diharapkan memberikan peningkatan yang signifikan
dalam level pendeteksian pada kurva cahaya yang berasal peristiwa pelensaan
gravitasi mikro. Adanya peningkatan level pendeteksian dan pemilihan model
kurva cahaya yang sesuai diharapkan memberikan petunjuk yang lebih akurat di
dalam pencarian fitur yang berasal dari data dengan S/N yang kecil.
Secara umum, kurva cahaya pelensaan gravitasi mikro dapat dimodelkan dengan 3
parameter yaitu: waktu (epoch), skala waktu, dan parameter impak. Model itu
dikenal sebagai model Kurva Cahaya Standar. Pada model tersebut, pelensa dan
sumber dianggap sebagai titik, sehingga disebut juga model Point Source Point
Lens (PSPL). Pencocokan kurva cahaya hasil pengamatan dengan model PSPL
memiliki kelemahan utama yaitu tidak dapat memberikan informasi mengenai
ii
jarak dan massa pelensa, kecuali diberikan tambahan informasi berupa model
kinematika Galaksi dan fungsi massa bintang (pelensa) di Galaksi. Kelemahan
tersebut dikenal dengan istilah degenerasi pelensaan gravitasi mikro. Hal ini
menyebabkan untuk sebagaian besar kejadian pelensaan gravitasi mikro, hampir
mustahil untuk melakukan interpretasi fisis secara pasti. Untuk mengatasi
persoalan tersebut dan bila satu atau lebih dari asumsi untuk model PSPL tidak
terpenuhi, maka diperlukan adanya model kurva cahaya non-standar yang bisa
memberikan jalan untuk mendapatkan batasan-batasan tambahan sehingga mampu
memberikan interpretasi fisis yang lebih lengkap dan baik.
Penelitian dilakukan terhadap data fotometri dari 40 peristiwa pelensaan gravitasi
mikro yaitu 19 peristiwa dari 2013 dan 21 peristiwa dari tahun 2014. Semua data
peristiwa diperoleh berupa data reduksi fotometri yang berasal dari sistem
peringatan dini dari tim Observational Gravitation Lensing Experiment (OGLE),
Universitas Warsawa (Polandia). Ke-40 peristiwa itu dipilih dengan memberikan
ambang parameter kurva cahaya berupa penguatan maksimum yang kurang dari
6,5 kali (dalam satuan intensitas) atau kurang dari 1,9 kali (dalam satuan
magnitudo) serta terang dasar pelensa yang lebih redup dari 19,5 magnitudo.
Penggunaan ambang-ambang tersebut ditujukan untuk memperoleh data fotometri
yang memiliki rasio sinyal-noise yang rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum untuk daerah data yang
memiliki intensitas yang besar, maka tidak ada perbedaan antara metoda Pogson
ataupun Asinh. Perbedaan akan muncul pada daerah data yang memiliki fluks
yang kecil. Secara umum, pengunaan Asinh membuat data kurva cahaya secara
rata-rata lebih terang 0,1 mili magnitudo daripada data yang menggunakan
formula Pogson. Perhitungan juga memperoleh bahwa formula Asinh dapat
memberikan peningkatan rasio sinyal-noise (S/N). Besar peningkatan merentang
dari 13% (untuk data dari peristiwa OB130123) hingga 2164% (peristiwa
OB140847).
Pengujian populasi terhadap data, dengan memberikan hipotesis awal berupa tidak
ada perbedaan nilai rata-rata kesalahan dan variansi dari Pogson dan Asinh,
memperlihatkan bahwa terdapat perbedan yang signifikan antara data magnitudo
yang dihitung dengan formula Pogson dan Asinh. Hasil pencocokan data kurva
cahaya dari 40 peristiwa pelensaan gravitasi mikro dengan fungsi Gaussian
memberikan dukungan terhadap adanya perbaikan secara statistik terhadap data
yang bermuara kepada peningkatan level derteksi. Lebar histogram residual
pencocokan fungsi Gaussian untuk data fotometri Asinh yang lebih sempit dan
bentuk yang lebih mendekati distribusi Normal bila dibandingkan dengan hasil
untuk data fotometri Pogson. Dengan kata lain, perhitungan terang dari tiap data,
terutama yang memiliki rasio sinyal-noise yang rendah, dari suatu pengamatan
peristiwa pelensaan gravitasi mikro, memiliki rentang kesalahan dan
penyimpangan yang lebih sempit.
Penggunaan formula Asinh memberikan peluang untuk diperolehnya fitur yang
tadinya tenggelam oleh error bar atau dari data yang dianggap memiliki informasi
dengan kualitas yang rendah. Hasil perhitungan dan pencocokan dengan model
iii
sumber-pelensa tunggal (PSPL) kepada kurva cahaya juga memberikan indikasi
yang mendukung pernyataan yang kami ajukan. Indikasi diberikan oleh harga 2
pencocokan terhadap data Asinh yang lebih besar dibandingkan kepada data
magnitudo Pogson. Dengan kata lain, beberapa data (dihitung dengan formula
Pogson) dianggap tidak memiliki informasi berkualitas baik secara statistik
sehingga diabaikan atau tenggelam dalam error bar sehingga hanya dianggap
"derau" membuat model PSPL tampak sudah cukup untuk merepresentasikan
suatu sistem fisis peristiwa pelensaan gravitasi mikro. Tetapi bila data tersebut
dihitung dengan formula Asinh, maka tidak lagi dianggap derau tetapi bisa jadi
merupakan suatu fitur tertentu dari suatu sistem fisis peristiwa pelensaan gravitasi
mikro, jadi bisa jadi bukan lagi sistem sumber-pelensa tunggal.
Pada pekerjaan ini akan dilakukan pencocokan dan perhitungan menggunakan
model pelensa ganda untuk sebuah peristiwa pelensaan gravitasi mikro yaitu
OB130723, yang merupakan salah satu peristiwa pelensaan gravitasi mikro yang
masih diperdebatkan mengenai fisis dari sistemnya.
Pencocokan model kurva cahaya terhadap data fotometri dari peristiwa pelensaan
gravitasi mikro OB130723 memberikan sebuah model pelensa ganda yang kedua
pelensa adalah bintang bermassa kecil dengan parameter sistem fisisnya sebagai
berikut: jarak pisah antar pelensa = 1,01 sa., massa pelensa 1 (m1) = 0,63 massa
Matahari = 1,25×1030
kg dan massa pelensa 2 (m2) = 0,07 massa Matahari =
1,39×1029
kg, jarak sumber (DS) adalah 7200 pc dan jarak pelensa (Dd) sekitar 860
pc, radius cincin Einstein = 2,10 sa., gerak diri relatif relatif = 1,17×10-3
″/tahun,
Kata kunci: pelensaan gravitasi, OGLE, fotometri Pogson, fotometri Asinh, model
PSPL, pelensa ganda, OB 130723.
v
ABSTRACT
DETECTION LEVEL ENHANCEMENT of GRAVITATIONAL
MICROLENSING EVENT from THE LIGHT CURVES:
FEATURE SEARCHING from LOW SIGNAL to NOISE RATIO
PHOTOMETRY DATA
By
Ichsan Ibrahim
NIM : 30311001
(Doctoral Study Program of Astronomy)
Gravitational microlensing can be thought of as a version of strong gravitation
lensing with the small mass lens and gravitational fields of is also very small. As
a result, the distance between the image which formed by the deflection is also
very small. The distance between the image are on the order of milli arcseconds.
None of the ground-based telescope could separated the small distance.
Therefore, the gravitational microlensing can only be observed from intensity
changing as a function of time. hereinafter referred to the microlensing light
curve.
Conventionally, intensity of the light source is expressed in logarithmic of
received flux. This relation is known as Pogson formulation that gives a large
deviation, when the light have small signal-to-noise ratio. Another method and
used in Astronomy is using the inverse hyperbolic sine function (Asinh), which
can provide a smaller error and deviation.. Smaller deviations are expected to
provide a significant increase in the level of detection of the light curve derived
gravitational micro-lensing. An increase in the level of detection and the selection
of an appropriate model of the light curve are expected to provide more accurate
guidance in the search for extrasolar planet candidates.
In general, the light curve of gravitational microlensing can be modeled by three
parameters, namely: the time (epoch), timescales, impact parameter. The model is
known as the standard models. On such models, the lens and the source is
considered as a point, so it is also called Point Source Point Lens (PSPL models).
Matching the light curve observations with models PSPL has major drawbacks
that can not provide information about the distance and mass of lens, unless given
additional information such as a Galactic kinematics models and stellar mass
function of lens in the Galaxy. It is known as microlensing degeneration. The
degeneration made almost impossible to do exact physical interpretation of the
microlensing events.
vi
It is necessary to use some non-standard light curve models that can provide a
way to obtain additional restrictions. Increased restrictions and known
information about the object, will provide more facts for analysis and obtain
physical parameters of the lens
We study the possibility of increasing detection level of gravitational microlensing
from 40 selected microlensing events light curves by using Asinh magnitude.
There were 19 events for 2013 and 21 events for 2104. All events data obtained
from early warning system of the Observational Gravitation Lensing Experiment
(OGLE), University of Warsaw (Poland). All 40 events were chosen by giving
limits for light curve parameters such as maximum gain of less than 6.5 times (in
units of intensity) and less than 1.9 times (in units of magnitude) and also the base
magnitude of souece is bigger than 19.5.
The results showed that in general, then there is no difference between the two
formulae for large fluxes. Differences will appear in the area which has a small
intensity. Using the Asinh formulae to calculate the object brightness could make
the events looks more brighter than using Pogson with average of about 0.1 milli
magnitude and the Asinh can increase the signal-to-noise ratio. The S/N
increases about 13% (OB130123) to 2164% (OB140847).
The population test, by providing no difference in the average and variance of the
error from Asinh and Pogson as the null hypothesis, shows that there are
significantly different between the magnitudes. The results of Gaussian fitting to
the 40 microlensing events provide support for the improvement of the statistical
data that is geared towards increasing the detection level. The residual histogram
of Gaussian fitting to Asinh datasets are narrower and more closer with Normal
distributions than Pogson datasets. In other words, the magnitudes determination
with Asinh formulae, especially that have low signal-noise ratios, have more
accurate.
Using Asinh formula provides the opportunity for obtaining the features that had
been sunk by error bars or of data that are considered to have a lower quality
information. The result of the calculation and do fitting with point source and
point lens model (PSPL) on the light curve data also gives an indication that
supports the statement that we submitted. Indications given by 2 of the fitting
results from the Asinh data sets are greater than the Pogson data sets. In other
words, some of the data (that calculated by Pogson formula) are considered to
have poor statistical information or drowned in the error bar so that ignored or
that only considered as "noises". It makes the PSPL model looks enough to
represent a physical system of the microlensing events. But if the data are
calculated by a formula Asinh, it is no longer considered to be noise, but it could
be a particular feature of a physical system of microlensing events, and the
models are no longer point source poins lens model.
We use the binary model for OB130723 to fit and search its physical
parameter.The event OB130723 is one of the microlensing events that are still
debated by experts about its physical of the system.
vii
Using binary microlensing model, we found that the events OB130723 is caused
by a binary lens systems and its physical system properties as follows: the lens
separation = 1.01 sa., mass of the first lens (m1) = 0.63 solar mass = 1.25×1030
kg and the second lens (m2) = 0.07 solar mass = 1,39×1029
kg, the distance of the
source (DS)= 7200 pc and the lens distance = 860 pc, Einstein ring radius = 2,10
a.u, relative motion = 1.17×10-3
("/year).
Keywords: gravitational lensing, OGLE, Pogson formulae, Asinh formulae, PSPL
model, double lens, OB130723.