Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

19
Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200 JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN Sirok Bastra Jurnal Kebahasaan dan Kesastraan Volume 1 Nomor 1 Hlm. 1—121 Pangkalpinang, Juni 2013 ISSN 2354-7200 KANTOR BAHASA KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Transcript of Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Page 1: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

Sirok BastraJurnal Kebahasaan dan

KesastraanVolume 1 Nomor 1 Hlm.

1—121Pangkalpinang,

Juni 2013ISSN

2354-7200

KANTOR BAHASA KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Page 2: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

JURNAL ILMIAH KEBAHASAAN DAN KESASTRAAN

Jurnal ini merupakan wadah informasi mengenai kebahasan, kesastraan, dan pengajarannya yang memuat hasilpenelitian, studi kepustakaan, dan tulisan ilmiah bidang kebahasan, kesastraan, dan pengajarannya. Sirok Bastra

terbit dua kali setahun, yakni Juni dan Desember, serta terbit sejak Juni 2013.

Penanggung JawabKepala Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung

Drs. Umar Solikhan, M.Hum.

Mitra BestariProf. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum. (Bidang Bahasa dan Pengajarannya)Prof. Amrin Saragih, Ph.D., M.A. (Bidang Sastra dan Pengajarannya)

Dr. Felicia Nuradi Utorodewo, M.Hum. (Bidang Bahasa dan Pengajarannya)Dr. Pujiharto, M.Hum. (Bidang Sastra dan Pengajarannya)

Pemimpin RedaksiRahmat Muhidin, S.S.

PenyuntingPrima Hariyanto, S.Hum.

Perancang SampulFeri Pristiawan, S.S.

KesekretariatanKhaliffitriansyah, S.Pd.

Dea Letriana Cesaria, S.Hum.Lia Aprilina, S.Pd.

Andrian Priyatno, A.Md.Elzam

Alamat Redaksi dan PenerbitKantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung

Ruko Permata 7, Jalan Solihin G.P. Km 4, Pangkalpinang, Kep. Bangka BelitungTelp./Faks.: 0717-438455, Pos-el: [email protected]

Pemuatan suatu tulisan dalam jurnal ini tidak berarti redaksi menyetujui isi tulisan tersebut. Isi tulisanmenjadi tanggung jawab penulis. Tulisan telah ditinjau oleh mitra bestari. Setiap karangan dalam jurnal ini

dapat diperbanyak setelah mendapat izin tertulis dari penulis, redaksi, dan penerbit.

Page 3: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Pemilik dan Pencipta semesta ini yang memiliki kuasa atas diri-Nyasendiri. Dialah Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga untukpertama kalinya Kantor Bahasa Provinsi Bangka Belitung dapat menerbitkan jurnal Sirok Bastra.

Redaksi memilih nama Sirok Bastra karena nama tersebut cukup menggambarkan bidang kajianserta lokalitas wilayah kerja kami. Sirok merupakan alat-tangkap-ikan tradisional khas KepulauanBangka Belitung, sedangkan bastra merupakan akronim dari bahasa dan sastra. Dengan nama tersebutdiharapkan jurnal ini mampu “menangkap” dan mewadahi tulisan-tulisan bidang kebahasaan, kesastraan,dan pengajarannya.

Pada nomor pertama ini, dimuat sepuluh tulisan, yakni enam tulisan kebahasaan, tiga kesastraan,dan satu filologi. Dari segi bahasa, sebagian besar tulisan disajikan dalam bahasa Indonesia, hanya duatulisan yang disajikan dalam bahasa Inggris. Kami mengucapkan terima kasih kepada para penulis yangtelah bersedia menerbitkan karya mereka pada edisi ini. Para penulis merupakan peneliti, pakar, dosen,dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi dan instansi. Terima kasih juga kami sampaikan kepadapara mitra bestari kami yang telah memberi ulasan terhadap tulisan-tulisan yang masuk ke redaksi.

Demi memenuhi keberagaman isi dan penulis, Sirok Bastra membuka kesempatan bagi parapeneliti dan penulis menyampaikan hasil penelitian dan pemikiran mutakhir dalam bidang kebahasaan,kesastraan, dan pengajarannya.

Pangkalpinang, Juni 2013

Tim Redaksi

Page 4: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

ii

UCAPAN TERIMA KASIH UNTUK MITRA BESTARI

Redaksi Sirok Bastra mengucapkan terima kasih kepada para mitra bestari yang telah meninjau, menimbang, danmengulas makalah-makalah yang diterbitkan dalam Sirok Bastra Volume 1 Nomor 1, edisi Juni 2013, yakni

Prof. Dr. Agus Nuryatin, M.Hum.Bidang Sastra dan Pengajarannya

Universitas Negeri SemarangSemarang, Jawa Tengah

Prof. Amrin Saragih, Ph.D., M.A.Bidang Bahasa dan Pengajarannya

Universitas Negeri MedanMedan, Sumatra Utara

Dr. Felicia Nuradi Utorodewo, M.Hum.Bidang Bahasa dan Pengajarannya

Universitas IndonesiaDepok, Jawa Barat

Dr. Pujiharto, M.Hum.Bidang Sastra dan Pengajarannya

Universitas Gadjah MadaYogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta

Page 5: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................ iUCAPAN TERIMA KASIH UNTUK MITRA BESTARI................................................................ iiDAFTAR ISI ...................................................................................................................................... iiiKUMPULAN ABSTRAK.................................................................................................................. vABSTRACT COLLECTIONS .............................................................................................................. x

SISTEM SAPAAN BAHASA MELAYU BANGKA(Greeting System of Bangkanese Malay Language)Feri Pristiawan.................................................................................................................................. 1—9

ALIH KODE PADA TUTURAN SISWA PRASEKOLAH: STUDI KASUS TENTANG ALIHKODE PADA SISWA “GITA MONTESSORI ISLAMIC SCHOOL”(Code Switching on Preschool Student Utterances: A Code Switching Case Study to Student of“Gita Montessori Islamic School”)Nathalie Enda Zileta Depari ............................................................................................................ 11—23

REGISTER USED IN BIRD TRADING AT DEPOK MARKET SOLO: A STUDY OFSOCIOLINGUISTICS(Register dalam Jual Beli Burung di Pasar Depok, Solo: Sebuah Kajian Sosiolinguistik)Kurniawan......................................................................................................................................... 25—36

AN ERROR ANALYSIS ON STUDENTS’ WRITING ABILITY IN RECOUNT TEXTAnalisis Kesalahan pada Kemampuan Siswa dalam Menulis Teks CeritaMuhamad Ahsanu dan Dewanti Ratna Pertiwi ............................................................................. 37—49

BENTUK FATIS DALAM BAHASA MELAYU BANGKA(The Forms of Fatis in Bangka Malays)Rahmat Muhidin .............................................................................................................................. 51—57

PETA BAHASA EXPOSE POSTER PUSAT PEMBINAAN KARIER DANKEWIRAUSAHAAN SEBAGAI PENYEMPURNAAN KURIKULUM PERGURUAN TINGGI(Language Map of Expose Poster in Career Development Center and Entrepreneurship asCurriculum Improvement of Higher Education)Tubiyono............................................................................................................................................ 59—70

TANDA DALAM DRAMA “MALAM JAHANAM” KARYA MOTINGGO BOESJE: SEBUAHPENDEKATAN SEMIOTIK(Sign in “Malam Jahanam”, A Drama Written by Motinggo Boesje: A Semiotic’s Approach)Tri Esthi Pamungkas........................................................................................................................ 71—83

CERITA GEMPA: ANALISIS TERHADAP STRUKTUR DAN TEMA TEKS(Cerita Gempa: Analysis of Text Structure and Theme)Irna Gayatri D. Ardiansyah ............................................................................................................ 85—100

Page 6: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

iv

EKSPRESI SEMIOTIK TOKOH LEGENDARIS DALAM HIKAYAT RAJE BEIKOR(Semiotic Expresion of Legendary Figure in Hikayat Raje Beikor)Sarman............................................................................................................................................... 101—108

PROBLEMATIKA PEREMPUAN: PRESENTASI KEKERASAN GENDER PADA CERPEN“LINTAH” DAN “MENYUSU AYAH” KARYA DJENAR MAESA AYU(Problematics of Women: Presentation of Gender Violence on The Short Story “Lintah” and“Menyusu Ayah” by Djenar Maesa Ayu)Rizki Amalia Sholihah ..................................................................................................................... 109—121

Page 7: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 71

TANDA DALAM DRAMA “MALAM JAHANAM” KARYA MOTINGGO BOESJE: SEBUAHPENDEKATAN SEMIOTIK

Sign in “Malam Jahanam”, A Drama Written by Motinggo Boesje: A Semiotic’s Approach

Tri Esthi PamungkasTeater Pagupon, Universitas IndonesiaKampus Baru UI Depok, Jawa Barat

pos-el: [email protected]

(diterima 28 Februari 2013, disetujui 3 Mei 2013, revisi terakhir 29 Mei 2013)

AbstrakMakalah ini membahas tanda-tanda yang terdapat dalam drama “Malam Jahanam” karya Motinggo Boesje.Pendekatan semiotik dengan teori Charles Sanders Peirce adalah pendekatan yang digunakan oleh penulis.Metode deskriptif analitis adalah metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif ini. Penelitian ini bertujuanmendeskripsikan dan menjelaskan makna serta fungsi tanda yang terdapat dalam drama tersebut. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa ikon dan simbol cenderung membentuk penokohan, sedangkan indeks cenderungmembentuk pengaluran, khususnya pengaluran foreshadowing.Kata Kunci: tanda, representamen, objek, interpretan

AbstractThis paper discusses signs contained in “Malam Jahanam”, a drama written by Motinggo Boesje. Those signs areanalyzed using the semiotic’s approach of Charles Sanders Peirce which is related with icon, index, and symbol.This qualitative research that uses descriptive analytic method aims to describe and explain the meaning andfunction of signs contained in “Malam Jahanam”. Through this analysis, it has been acknowledge that icons andsymbols tend to form characterization, while index tends to form plot, especially foreshadowing plot.Keywords: sign, representament, object, interpretant

1. PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangManusia mampu menciptakan berbagai produk

budaya, salah satunya adalah karya sastra. MenurutDamono (2010:1), dalam karya sastra ditampilkangambaran yang merupakan suatu kenyataan sosialdalam kehidupan manusia. Dengan kata lain, karyasastra adalah produk budaya yang dapat dijadikansebagai dokumen budaya karena mengungkapkehidupan manusia dengan berbagai hal di dalamnya.

Sebagai ciptaan manusia, karya sastra jugaberkaitan erat dengan bahasa. Wellek (1993:14)menyatakan bahwa karya sastra merupakan salah satukarya seni yang menggunakan bahasa sebagaimediumnya. Menurut Semi (1988:8), sastra adalahsuatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yangobjeknya adalah manusia dan kehidupannya denganmenggunakan bahasa sebagai mediumnya.

Bahasa sastra bersifat konotatif dan tidak hanyamengacu pada satu hal tertentu. Selain itu, bahasasastra mempunyai fungsi ekspresif, menunjukkannada dan sikap pembicara atau penulisnya sertaberusaha memengaruhi, membujuk, dan padaakhirnya mengubah sikap pembaca. Yangdipentingkan dalam bahasa sastra adalah tanda,simbolisme suara dari kata-kata (Wellek, 1993:15).

Menurut ragamnya, karya sastra dibedakan atasprosa, puisi, dan drama (Sudjiman, 1988:11). Dramamerupakan karya sastra yang berupa rangkaian dialogdan mempunyai kemungkinan untuk dipentaskan.Sebuah drama tertulis (lakon) baru dapat dikatakansempurna setelah dipentaskan. Riantiarno (2011:4)menyatakan pemahaman drama adalah (a) karya tulisuntuk teater, (b) setiap situasi yang mempunyaikonflik dan penyelesaian cerita, (c) jenis sastraberbentuk dialog untuk dipertunjukkan di atas pentas.

Page 8: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 72

Dalam penelitian ini, penulis menjadikan naskahdrama “Malam Jahanam”—selanjutnya disebut MJ—yang dimuat dalam majalah Budaya sebagai bahanutama penelitian. Penulisan kutipan disesuaikandengan EYD tanpa mengubah bentuk dan nama tokohyang terdapat dalam MJ. Naskah MJ terbitan PTPustaka Jaya sedikit berbeda dengan yang dimuatdalam majalah Budaya, yaitu terletak pada pemilihankata dan ejaan. Selain itu, terdapat pula penghilangandialog pada beberapa bagian.

Melalui MJ, Motinggo Boesje—selanjutnyadisebut MB—memenangkan hadiah pertama dalamLomba Sayembara Penulisan Drama Kementrian P.P.dan K. (Kementrian Pendidikan, Pengajaran, danKebudayaan) pada tahun 1958. MJ juga telah seringdiangkat ke atas panggung oleh banyak kelompokteater. Sampai dengan 19 Mei 1963, MJ telahdimainkan hampir di seluruh kota penting diIndonesia sebanyak lebih dari 100 kali (Tjiptonlag,1963:3—4, 29—30). Naskah ini juga penting bagidunia pendidikan yang berkaitan dengan pengkajiandrama dan pementasan teater. Harris Priadie Bahdalam Nador (2006:7) menyatakan bahwa MJ pentingkarena pesan yang terkandung di dalamnya. Selainitu, naskah ini digunakan untuk menguji kemampuandi bidang keaktoran dan penyutradaraan dalam duniapanggung teater. Menurut Tommy F. Awuy, hinggadua tahun yang lalu, drama ini termasuk teks yangwajib dihafal oleh calon mahasiswa Jurusan TeaterIKJ (XJB/KEN, 1999:1). Selain itu, hingga tahun2012, drama ini masih dipakai sebagai bahan matakuliah Pengkajian Drama oleh Program StudiIndonesia di Fakultas Ilmu Pengetahuan BudayaUniversitas Indonesia (FIB UI).

Seperti karya sastra lainnya, bahasa adalahmedium utama dalam MJ. Menurut Ferdinand deSaussure (dalam Hoed, 2011), bahasa adalah sistemtanda. Berkaitan dengan dua hal tersebut, naskah inidapat diteliti melalui berbagai pendekatan, salahsatunya dengan semiotik. Semiotik adalah ilmu yangmempelajari tanda. Dalam semiotik, segala sesuatuyang dapat diamati atau dapat dibuat teramati dapatmerupakan tanda. Dengan kata lain, sesuatu yangdapat dianggap sebagai tanda tidak hanya benda,tetapi juga peristiwa, struktur yang kita temukandalam sesuatu, kebiasaan, sikap, sebuah isyarat

tangan, sebuah kata, suatu keheningan, kesabaran,kekhawatiran, dan lain-lain dapat merupakan tanda(Zoest, 1993:21—22).

Darma (2004:xiv—xv) menyebut bahwa MBmerupakan salah satu sastrawan produktif yang karya-karyanya telah dimuat di berbagai majalah dan koransejak tahun 1950-an. Dari tangan laki-laki bernamaasli Motinggo Boestami Dating ini telah lahir lebihdari 200 buku, baik novel, drama, kumpulan cerpen,dan kumpulan puisi. Karya-karyanya juga telahditerjemahkan dalam beberapa bahasa asing sepertiInggris, Belanda, Perancis, Jepang, Korea, dan Cina.

Berkaitan dengan drama, dalam kurun waktuantara tahun 1950 hingga 1960-an, Oemarjati(1971:53—54) mencatat tujuh drama yang ditulis olehMB, yaitu:1) “Badai Sampai Sore” (Budaya, Thn. VII/11-12,

Nop./Des. 1958),2) “Malam Jahanam” (Budaya, Thn VIII/3-4-5,

Mrt./Apr./ Mei 1959),3) “Sejuta Matahari” (Aneka, Thn XI, no.20 s.d. 23,

Sept.Okt. 1960),4) “Barabah” (Budaya, Tahun X/4-5, April/Mei

1961),5) “Langit Kedelapan” (Purnama, Thn. I no.12 s.d.

15, Febr./Mrt. 1962)1,6) Malam Pengantin di Bukit Kera (Fa. Mega

Bookstore, Jakarta, 1963), dan7) Nyonya dan Nyonya (Mega Bookstore, Jakarta,

1963).MB lahir dan tumbuh di Lampung. Dia

menyelesaikan pendidikan SMP dan SMA diBukittinggi lalu berkuliah di Jurusan Tata Negara,Fakultas Hukum, Universitas Gajah Mada (UGM).Namun, MB tidak menyelesaikan studinya dan padatahun 1961 dia pindah dan menetap di Jakarta hinggaakhir hayatnya.

MB adalah orang yang tidak hanya terjun kedalam dunia sastra, tetapi juga film dan lukis. Dalamsastra, MB merupakan pengarang yang serbabisa danproduktif. Posisinya sebagai sastrawan cukupkontroversial karena karya-karya populernya padatahun ‘60-an dianggap sarat dengan pornografi dandapat merusak generasi penerus bangsa. Adaanggapan bahwa setelah dia pindah ke Jakarta, faktorekonomi menjadi salah satu penyebab MB menulis

Page 9: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 73

karya yang hanya mementingkan kuantitas dari segipenjualan. Walaupun demikian, ada pula pengamatyang beranggapan bahwa tidak semua karya populerMB berbicara tentang seks, tetapi juga mencerminkankehidupan sosial masyarakat. Bahkan, dalam karyayang dianggap orang-orang hanya berisikan masalahseks, terdapat pula pesan moral yang disampaikan MBmelalui ceritanya. Selain itu, banyak pengamatberpendapat bahwa karya-karya MB sewaktu diYogyakarta adalah karya yang masih berbobot.

Latar belakang tempat tinggal MB yang beragammerupakan salah satu faktor yang memengaruhi latarsosial dan budaya serta hal-hal yang diangkat dalamkarya-karyanya, terutama drama. Boesje (1969)menyatakan bahwa karya-karyanya bercorak realismeyang mendekati naturalisme. Sewaktu di Yogyakarta,tema karyanya bernapaskan sikap sunyi, bersifat lebihpribadi, sedangkan sewaktu di Jakarta dia mengangkattema kekeluargaan yang pincang.

Enam drama MB—“Badai Sampai Sore”, “MalamJahanam”, “Sejuta Matahari”, “Barabah”, MalamPengantin di Bukit Kera, Nyonya dan Nyonya—berkisah seputar kehidupan rumah tangga. Sebagianbesar dramanya berlatar sosial menengah ke bawah.Selain itu, terdapat persamaan-persamaan dalam enamdrama MB, yaitu dalam penggunaan judul dan hal-halyang diangkat dalam karyanya.

Judul pada drama pertama dan ke-2 mengarahkanpembaca pada keadaan dan situasi yang terjadi dalamdrama tersebut. Perselingkuhan diangkat pada dramapertama, ke-2, ke-4, dan ke-6 dengan porsi dan jeniskelamin pelaku yang berbeda-beda. Hanya dalamdrama ke-6 dikisahkan bahwa sang suamiberselingkuh dari sang istri, selebihnya sang istrilahyang berselingkuh dari suami. Pada drama ke-3, citraburuk perempuan ditampilkan dengan masa lalu tokohutamanya yang berprofesi sebagai pelacur. Padadrama ke-5 dan ke-6 dikisahkan masalah korupsi danistrilah yang mendorong suami melakukan haltersebut. Dengan kata lain, dalam enam drama MBdigambarkan citra buruk perempuan dengan cara danporsi yang berbeda-beda. Kelelakian yang berkaitandengan regenerasi juga terdapat dalam enam dramaMB. Walaupun tidak semua pasangan dalam enamdramanya dikisahkan telah mempunyai anak, anak

dianggap sebagai bukti kelelakian yang kehadirannyadiharapkan dalam sebuah rumah tangga.

Sesuai dengan pernyataan MB, ketakutan dankegelisahan tokoh terdapat pada drama-dramanya,termasuk MJ. Dalam MJ, ketakutan Mat Kontandisebabkan oleh ketidakrelaannya kehilangankebanggaan yang juga menjadi citra positif dihadapan orang banyak. Selain itu, MB melukiskankesunyian Paidjah yang merasa tidak diperhatikanoleh suaminya hingga menimbulkan perzinaan antaradirinya dengan Soleman. Perzinaan ini menimbulkanketakutan dan kegelisahan yang melanda Paidjah.Ketakutan juga muncul pada diri Soleman saat diamerahasiakan pembunuhan burung beo.

1.2 MasalahDialog dan tindakan dalam sebuah naskah drama

dapat dipandang sebagai tanda. Di dalam MJ jugaterdapat tanda-tanda yang merujuk pada acuan atauobjek tertentu. Tanda ini dapat dilihat di dalam tokoh,latar, tema, dan judul yang terdapat dalam naskah ini.Semua unsur intrinsik tersebut diramu oleh MBmenjadi satu kesatuan dan tidak dapat dipisahkan satudengan yang lainnya.

Nama tokoh, Mat Kontan misalnya, memberikantanda dan makna tentang kebiasaan dan kehidupansosial tokoh ini, yaitu laki-laki yang suka membayarsegala sesuatu secara tunai. Hal ini membuatnyasombong dan merasa mempunyai citra positif dihadapan orang banyak. Dari sini dapat dilihatkesombongan Mat Kontan yang juga didukungdengan pernyataan tokoh lainnya. Lakuan atautindakan serta ucapan Soleman juga merupakan tandayang diinterpretasikan berkaitan dengan kontekscerita. Kekagetan, kecemasan, dan ketakutan Solemandisebabkan oleh tindakannya yang telah membunuhburung kesayangan Mat Kontan. Dengan menelaahdan mengaitkan unsur-unsur yang membangun karyaini, kita dapat memahami tanda-tanda dan maknayang dimunculkan MB dalam dramanya. Berdasarkanpenjelasan di atas, permasalahan yang diangkat dalampenelitian ini adalah sebagai berikut.1. Apa saja tanda yang terdapat dalam naskah drama

“Malam Jahanam” karya Motinggo Boesje?2. Bagaimana makna dan fungsi tanda yang terdapat

dalam drama “Malam Jahanam”?

Page 10: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 74

1.3 TujuanBerdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut.1. Mendeskripsikan tanda yang terdapat dalam

naskah drama “Malam Jahanam” karya MotinggoBoesje.

2. Menjelaskan makna dan fungsi tanda yang dapatdiinterpretasikan dalam drama “Malam Jahanam”.

1.4 ManfaatSesuai dengan pengertian drama (sebagai karya

sastra tertulis), semua ucapan dan lakuan tokoh-tokohdalam MJ diungkapkan melalui bahasa. Seperti yangtelah dijelaskan sebelumnya, tanda merupakan sesuatuyang dianggap penting dalam bahasa sastra. Sebagaikarya sastra yang menjadikan bahasa sebagai bahanutamanya, MJ dapat diteliti melalui berbagaipendekatan, salah satunya dengan semiotik. Semiotikadalah ilmu yang mempelajari tanda. Dalam semiotik,segala sesuatu yang dapat diamati atau dapat dibuatteramati dapat merupakan tanda. Dengan kata lain,sesuatu yang dapat dianggap sebagai tanda tidakhanya benda, tetapi juga peristiwa, struktur yang kitatemukan dalam sesuatu, kebiasaan, sikap, sebuahisyarat tangan, sebuah kata, suatu keheningan,kesabaran, kekhawatiran, dan lain-lain dapatmerupakan tanda (Zoest, 1993:21—22).

Dengan menelaah ucapan, lakuan, dan deskripsipetunjuk pemanggungan yang terdapat dalam MJ, kitadapat mengetahui tanda-tanda, makna yang dapatdiinterpretasikan, serta fungsi tanda yang terdapatdalam MJ. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkandapat menambah pengetahuan dan wawasan,khususnya dalam pengkajian karya sastra dramamelalui pendekatan semiotik.

1.5 MetodeMetode deskriptif analisis merupakan metode

yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Ratna(2007:53), metode deskriptif analitik dilakukandengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yangkemudian disusul dengan analisis. Pendekatan yangdigunakan adalah pendekatan semiotik.

Kajian pustaka, pengumpulan data dari berbagaiartikel, wawancara, dan pencarian informasi melaluiinternet dilakukan oleh penulis. Kajian pustakaberkaitan dengan teori sastra, drama, dan semiotik.

Penelusuran seputar perjalanan hidup, kepengaranganMB, dan wawancara dilakukan untuk melengkapipendeskripsian dan proses analisis terhadap tandayang ditemukan.

Langkah-langkah penelitian dilakukan sesuaidengan metode yang digunakan. Setelah membacanaskah MJ dengan teliti, penulis melakukanpendeskripsian dan analisis tanda. Melalui unsur-unsur karya sastra, yaitu tokoh, latar, tema, dan judul,dideskripsikan tanda-tanda yang muncul sesuaidengan alur MJ.

Klasifikasi dan analisis dilakukan denganmengaplikasikan tanda ke dalam teori semiotikPeirce. Ground dan kode dijadikan sebagai dasarrepresentamen. Representamen dalam penelitian iniadalah hal-hal yang berasal dari dalam teks, seperticakapan tokoh, lakuan, dan deskripsi petunjukpemanggungan maupun hal-hal di dalam teks yangdiparafrasekan sebagai representamen denganmengaitkan pada objek yang diacunya.

Objek diambil dan bereferensi dari dalam teks.Namun, ada pula objek yang diambil dari luar teks,terutama yang berkaitan dengan jenis tanda simbol.Simbol bukanlah jenis tanda yang mudah dipahami.Dalam MJ ada simbol yang objeknya tersedia didalam teks dan ada pula yang tidak tersedia di dalamteks. Oleh karena itu, untuk representamen yangobjeknya tidak terdapat di dalam teks, penulis jugamengambil objek yang berasal dari luar teks untukdapat memahami tanda tersebut.

Hubungan antara representamen dan objekdikaitkan dengan konteks cerita yang kemudianmenghasilkan interpretan. Interpretan yang didapatmerupakan interpretasi peneliti terhadap teks. Melaluihubungan antara representamen dan objeknyadiperoleh jenis tanda yang muncul, yaitu ikon, indeks,dan simbol. Fungsi tanda dalam karya dilihat darimakna atau interpretan yang didapat dari tanda.

2. KERANGKA TEORIKarya sastra dapat dikaji dengan berbagai

pendekatan, seperti sosiologi sastra, sastra bandingan,psikologi sastra, semiotik, dan sebagainya. Melaluiilmu-ilmu tersebut kita dapat melihat berbagai halyang diungkapkan baik yang tersurat maupun yangtersirat dalam sebuah karya sastra. Selain itu,pengkajian dengan berbagai ilmu—sebagai “pisau

Page 11: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 75

pembedah”—dapat memperkaya pemahaman kitaterhadap sebuah karya sastra.

Penulis menggunakan pendekatan semiotikCharles Sanders Peirce untuk menganalisis naskahMJ. Menurut Peirce, tanda adalah segala sesuatu yangmewakili atau merujuk pada sesuatu yang lain, ”Asign, or representamen, is something which stands tosomebody for something in some respect or capacity”(Nöth, 1990:42). Teori Peirce disebut bersifattrikotomis karena pemaknaannya mengaitkan tiga hal,yaitu representamen, objek, dan interpretan dalamsuatu proses semiosis (proses hubungan darirepresentamen ke objek).

Menurut Zoest (1993:16—17), salah satu ciripenting tanda adalah mempunyai ground (dasar,latar). Ground adalah sesuatu yang mendasari tandasehingga menjadi tanda. Kode, meski tidak selalu,sering merupakan ground dari suatu tanda. Melaluikode, kita dapat menganggap dan menginterpretasitanda tersebut sebagai tanda. Kode adalah bagian darisuatu keseluruhan peraturan, perjanjian, dankebiasaan yang dilembagakan.

Peirce mengklasifikasikan tanda menjadi tigakelompok, yaitu berdasarkan sifat ground atau latar,berdasarkan relasinya dengan denotatum atau objek,dan berdasarkan relasinya dengan interpretan. Berikutadalah tabel yang menggambarkan hubungan tersebut.

Tabel Klasifikasi Sepuluh Tanda yang Utama dari Peirce(Nöth dalam Christomy, 2010:116)

Relasi denganrepresentamen Relasi dengan objek Relasi dengan interpretan

Kepertamaan(firstness)

Bersifat potensial(qualisign)

Berdasarkankeserupaan (ikonis)

Terms (rheme)

Keduaan(Secondness)

Bersifatketerkaitan(sinsign)

Berdasarkanpenunjukan (indeks)

Suatu pernyataan yang bisa benarbisa salah (proposisi atau dicent)

Ketigaan(Thirdness)

Bersifatkesepakatan

(legisign)

Berdasarkankesepakatan (simbol)

Hubungan proposisi yang dikenaldalam bentuk logika tertentu

(internal) (argumen)

Hoed (2011) mengemukakan proses pemaknaantanda dalam teori Peirce mengikuti hubungan antararepresentamen (R), objek (O), dan interpretan (I).Representamen adalah sesuatu yang dapat dipersepsi,yang menjadi perwakilan; objek adalah acuan,denotatum, sesuatu yang berada dalam kognisi;interpretan adalah proses penafsiran hubunganrepresentamen dengan objek.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakanklasifikasi tanda Peirce berdasarkan hubungannyadengan objek, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikonmerupakan tanda yang mempunyai kemiripan ataumenggambarkan objek yang ditunjuk oleh tandatersebut, “An icon is a sign that is made to resemble,simulate, or reproduce its referent in some way”(Sebeok, 2001:10). Menurut Zoest (1993:87) tandaikonis yakni sebuah tanda yang salah satu cirinya—biasanya sebuah ciri struktur—sama dengan salah

satu ciri denotatum yang ditunjuk oleh tanda itu. Jadi,jika sebuah representamen atau tanda mempunyaipersamaan, kemiripan, atau identik dengan objeknya,tanda tersebut merupakan tanda ikonis.

Menurut Sebeok (2001:10), “An index is a signthat refers to something or someone in terms of itsexistence or location in time or space, or in relationto something or someone else”. Dengan kata lain,indeks adalah tanda yang bergantung pada eksistensidenotatumnya. Hubungan antara kontiguitas atausebab akibat merupakan hubungan yang mendasaritanda ini.

Tanda ketiga yang dibedakan Peirce menurut sifatpenghubungan tanda dengan objeknya adalah simbol.Sebeok (2011:11) dalam bukunya Signs: AnIntroduction to Semiotics Second Edition menyatakandefinisi simbol sebagai berikut.

Page 12: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 76

A symbol is a sign that stands for its referent inan arbitrary, conventional way. Mostsemioticians agree that symbolicity is what setshuman representation apart from that of allother species, allowing the human species toreflect upon the world separately from stimulus-response situations... These symbols are allestablished by social convention.

Simbol atau lambang adalah tanda yang hubunganantara tanda dan acuan atau denotatumnya ditentukanoleh konvensi, kesepakatan, atau peraturan yangberlaku secara umum. Tanda-tanda yang merupakansimbol misalnya sinyal kereta api, rambu lalu lintas,atau bahasa manusia yang dibuat dan interpretasinyatelah disepakati dan dipahami oleh masyarakat luas.

3. HASIL DAN PEMBAHASANUnsur-unsur karya sastra yang terdapat pada MJ

memperlihatkan berbagai tanda yang berhubungandengan objeknya. Melalui tokoh, latar, tema, danjudul dapat ditemukan ikon, indeks, dan simbol. Padatokoh, tanda-tanda tersebut disajikan dengan ucapan,lakuan, serta ucapan dan lakuan, sedangkan pada latardisajikan dengan ucapan, lakuan, dan deskripsi.

Ikon terdapat pada tokoh Utai, Tukang Pijat, danMat Kontan Kecil. Serapah dan sebutan Paidjah,Soleman, dan Mat Kontan kepada Utai dikaitandengan kemiripan dan persamaan ciri Utai, yaitukebodohannya dalam berpikir dan bertindak. Melaluiikon, dapat dilihat bahwa Utai adalah tokoh yangbodoh, diremehkan, dan mengganggu tokoh lainnya.Namun, dia masih berguna bagi orang lain, terutamaMat Kontan. Hal ini dapat dilihat dari panggilan“ajudan” dari Mat Kontan yang sama dengan tindakanUtai yang seperti pelayan dan selalu mendukung MatKontan. Kesetiannya kepada Mat Kontanmembuktikan kualitas kepandirannya—yangdisebutkan setengah pandir. Sama halnya denganUtai, ikon yang didapat dari Tukang Pijat dikaitkandengan ciri dan tindakannya yang berisik. Tanda inimenunjukkan Tukang Pijat sebagai tokoh pengganggubagi tokoh lainnya.

Berbeda dengan Utai dan Tukang Pijat, ikon dariMat Kontan Kecil tidak menunjukkan ataumendukung penokohannya, tetapi tokoh lain, yaituMat Kontan. Nama Mat Kontan Kecil yang

dihubungkan dengan struktur nama dan sifat MatKontan menjadi legitimasi kepemilikan Mat Kontanterhadap Mat Kontan Kecil. Ikon ini mendukungpenokohan Mat Kontan yang sangat peduli denganpencitraan, khususnya kesuburan sebagai laki-laki.

Ikon juga didapat dari kesenian ubrug (sebagailatar budaya) dan laut (sebagai latar geografis).Kesenian ubrug dikaitkan dengan cirinya, yaitu suaraberisik dan pencampurbauran. Suara inimenggambarkan kebingungan Soleman dan Paidjahserta menambah ketegangan dalam peristiwa yangterjadi sehingga berfungsi sebagai penggambarsuasana hati tokoh serta pencipta dan pendukungsuasana. Laut yang dipandang Mat Kontan adalahtanda yang dikaitkan dengan luasnya pengetahuanMat Kontan, yaitu tentang angin, ikan, burung, laut,dan agama. Mat Kontan merasa dirinya adalah orangyang mengetahui segala hal penting dalam kehidupanmanusia, yaitu ekonomi, sosial, budaya dan seni, sertaagama. Melalui ikon ini, dapat dilihat bahwa MatKontan adalah tokoh yang sombong dan tidak maudiremehkan oleh orang lain.

Indeks dalam MJ terdapat pada hampir semuatokoh, yaitu Mat Kontan, Paidjah, Soleman, Utai, danTukang Pijat. Pada Mat Kontan, indeks ditampilkanmelalui nama yang berkaitan dengan hobi, ucapan,dan lakuan. Tokoh Mat Kontan dikaitkan dengan artinama Mat dan kata kontan membentuk penokohannyayang tidak suka berutang. Dikaitkan dengan hobinya,Mat Kontan membeli dan memelihara burungberharga mahal untuk menjaga atau meninggikancitranya di hadapan orang lain. Serapah dan lakuanMat Kontan yang merujuk kepada Mat Kontan Kecilmempunyai arti ketidakyakinan Mat Kontan akankesuburannya yang diungkapkan oleh Soleman padaadegan setelahnya. Pertanyaan dan pandangan MatKontan kepada Soleman mengacu pada rasa takutnyayang menunjukkan ketidakberanian Mat Kontanuntuk menyakiti Paidjah karena hal tersebut akanmencederai citranya. Hal ini disebabkan Paidjahadalah salah satu kebanggaannya.

Lakuan Mat Kontan yang menyarungkan golokmerujuk pada perkelahian antara dirinya denganSoleman yang berarti Mat Kontan tahu akan adakeributan antara dirinya dengan Soleman. UcapanMat Kontan tentang utang yang harus dibayar dengan

Page 13: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 77

kontan berkaitan dengan utang nyawanya kepadaSoleman yang terbayar lunas, yakni ketika Solemanberhasil melarikan diri dan selamat dari kejarannyadan Utai. Pada akhir kisah, kepergian Mat Kontanyang mencari dukun merujuk pada kondisi MatKontan Kecil yang sedang sakit yang menunjukkanusaha Mat Kontan menyelamatkan nyawa anaknya—sebagai salah satu kebanggaannya. Indeks-indekstersebut membentuk penokohan Mat Kontan yangtidak suka berutang, sombong, mementingkanpencitraan, melakukan berbagai cara untukmenghindar dari kenyataan yang membuatnya tidaksenang, dan pengecut. Selain itu, indeks pada MatKontan berkaitan dengan alur dan membentukpengaluran foreshadowing.

Pada tokoh Paidjah, indeks membentukpenokohan dan pengaluran. Pengalihan pandangandan larinya Paidjah dari belaian Soleman berkaitanerat dengan hubungan istimewa antara dirinya denganSoleman. Hal tersebut merupakan penolakan Paidjahterhadap Soleman. Namun, Paidjah berzina denganSoleman demi mendapatkan anak dan pada saat MatKontan mengancamnya, Paidjah memintaperlindungan kepada Soleman. Kata “Emoh!” yangdilontarkan Paidjah kepada Mat Kontan merujuk padapenolakannya terhadap Mat Kontan dan menunjukkanbahwa Paidjah bukanlah istri yang senantiasamengikuti perintah suami. Indeks-indeks tersebutmembentuk pengaluran foreshadowing, yaituhubungan istimewa antara Paidjah dan Soleman yangterungkap pada adegan setelahnya. Selain itu, melaluiindeks tersebut dapat dilihat bahwa Paidjah adalahistri yang berani membantah suami, tidak konsisten,dan suka memanfaatkan orang lain demi mendapatkeinginannya.

Indeks adalah tanda yang mendominasi padatokoh Soleman. Tindakannya yang melihat sekeliling,memandangi rumah Mat Kontan, membetulkansarung dan memuruk-murukkan kopiahnya mengacupada kegundahannya. Tindakan tersebut dilakukanuntuk memastikan tidak ada yang melihatnyamemandangi rumah Mat Kontan serta menunjukkankegelisahannya yang menantikan Paidjah. LakuanSoleman yang masuk ke rumah Mat Kontan lalukeluar dan menyamping rumah merujuk padakunjungan rahasianya ke rumah Mat Kontan yang

menunjukkan bahwa dia tidak ingin orang-orangmengetahui kunjungan tersebut dan kepergiannyaadalah cara untuk menutupi kedekatannya denganPaidjah. Ucapan Soleman tentang sesuatu yang tidakdapat diambilnya berkaitan erat dengan status MatKontan Kecil. Sebagai anak biologisnya, Solemanmerasa pernah memiliki dan bertanggung jawab atasMat Kontan Kecil, tetapi dia tidak dapat memilikianak tersebut karena Mat Kontan adalah ayah MatKontan Kecil yang sah secara hukum. Pandangan danperkataan Soleman tentang Paidjah kepada MatKontan menunjukkan ketertarikan khususnya kepadaPaidjah. Ketertarikan tersebut membuat Solemanmemandang, membelai, dan berandai kepada Paidjahyang menunjukkan kedekatan mereka layaknyasepasang kekasih. Kekagetan, ketakutan, dankecemasan Soleman ketika mendengar kematianburung beo Mat Kontan menunjukkan ketakutannyakarena dialah pembunuh burung beo. Ucapan “Belumtentu” dari Soleman merujuk pada rahasia yang belumdiketahui Mat Kontan. Hal tersebut menunjukkanSoleman bersiap membongkar semua rahasia yangdapat menghancurkan kebanggaan Mat Kontan.Melalui interpretan yang diperoleh, dapat dilihatbahwa indeks pada tokoh Soleman berfungsimembentuk pengaluran foreshadowing danpenokohannya, yaitu orang yang mengungkapkansesuatu secara implisit dan suka berahasia.

Tanda indeksikal juga didapat dari posisi Utaisebagai ajudan dan kematiannya. Indeks tersebutmembentuk penokohan dan pengaluran. Tokoh Utaisebagai ajudan Mat Kontan berkaitan erat denganperistiwa malam itu, yaitu kematian burung beo MatKontan, pelukan Paidjah dengan Soleman, dankeributan antara Mat Kontan dengan Soleman. Hal inimenunjukkan Utai adalah saksi kunci dari peristiwayang terjadi antara Mat Kontan, Soleman, danPaidjah. Jadi, indeks ini menunjukkan posisi pentingUtai sebagai tokoh bawahan. Kematian Utai jugamenjadi indeks yang berkaitan erat denganpengetahuan Utai tentang peristiwa malam itu. Indeksini memberi arti semua kejadian pada malam tersebutakan terkubur bersama dengan matinya Utai. Namun,pada akhirnya Tukang Pijat menyatakan bahwa wargamengetahui adanya keributan antara Mat Kontandengan Soleman walaupun tidak tahu kepastian

Page 14: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 78

penyebabnya dan hal tersebut dibenarkan oleh MatKontan. Melalui interpretan tersebut dapat dilihatbahwa tanda ini berfungsi membentuk pengaluranforeshadowing dan penokohan Mat Kontan yang tidakdapat berahasia.

Pada Tukang Pijat, indeks yang membentukpenokohan diwujudkan melalui ucapan dan bunyiyang dihasilkan tokoh ini. Suara kaleng susu danteriakannya adalah penanda kedatangan Tukang Pijat.Pernyataannya tentang warga yang mencari MatKontan, kematian Utai, dan pertanyaannya tentangkeributan antara Mat Kontan dengan Solemanberkaitan erat dengan cara kerjanya yang berkelilingkampung. Hal tersebut menjadikan Tukang Pijatsebagai representasi pengetahuan warga tentangperistiwa pada malam itu. Melalui interpretan yangdiperoleh, dapat diketahui bahwa indeks pada tokohTukang Pijat berkaitan dengan pengaluran danmembentuk penokohan Tukang Pijat yang ingin tahuurusan orang lain.

Selain tokoh, melalui latar pantai dan laut serta relkereta api didapat indeks yang mempunyai fungsimasing-masing, yaitu menggambarkan profesi tokohdan menciptakan situasi baru. Pada latar pantai danlaut, indeks disajikan melalui deskripsi, yaitu denganfrase pinggiran laut yang berkaitan erat denganpantai, laut, dan orang yang akrab dengan laut yangmenunjukkan profesi tokoh-tokoh MJ sebagai nelayandan tinggal di pesisir pantai. Suara kereta apimengacu pada mendekatnya kereta api yang membuatpandangan Paidjah bertemu dengan Soleman sertaberhasil mengalihkan perhatian Mat Kontan dan Utaisehingga Soleman berhasil melarikan diri. Jadi,indeks tersebut berfungsi menimbulkan situasi baru,membentuk pengaluran foreshadowing—yangberhubungan dengan hubungan rahasia antaraSoleman dengan Paidjah—dan membentukpenokohan Soleman yang tidak konsisten karenamelarikan diri.

Tanda yang didapat dari tema adalah indeks yangmengikat alur dan menjadi motif tindakan yangdidukung oleh penokohan Mat Kontan. Obsesi MatKontan untuk memenuhi kebutuhan batinnya akankesenangan adalah upaya pengalihan terhadap sesuatuyang dia sembunyikan, yakni kemandulannya.Tindakan obsesif tersebut dilakukan oleh Mat Kontan

untuk menjaga citra positifnya di hadapan orangbanyak. Namun, upaya tersebut menimbulkanberbagai dampak yang buruk baginya, yaitumeruntuhkan segala kebanggaannya.

Tanda-tanda yang berupa simbol dalam MJ dapatdilihat dari tokoh Mat Kontan, Paidjah, Soleman,Utai, Mat Kontan Kecil, dan Burung Peliharaan. Padatokoh Mat Kontan, tiga hal yang menjadikebanggaannya (burung, istri, dan anak) merupakansimbol pencitraan positif. Mode pakaian dan potonganrambut yang menurut Mat Kontan sesuai denganPaidjah mengacu pada mode pakaian dan potonganrambut istri tetangga-tetangganya yang modern dankebarat-baratan. Bagi Mat Kontan, perkawinan adalahsimbol kelelakian, bukan sesuatu yang dibangun dandipelihara oleh pasangan untuk mencapai kebahagiaanbersama. Kepergiannya ke tukang nujummenunjukkan ketidakyakinan Mat Kontan tentanganjing Pak Rusli yang membunuh burung beonyaserta Mat Kontan yang masih percaya kepada halmistis. Melalui interpretan yang diperoleh, dapatdilihat bahwa simbol membentuk penokohan MatKontan yang berpikir kebarat-baratan, tidak maukalah dari orang lain, sangat mementingkanpencitraan, dan percaya pada hal mistis.

Pada Paidjah, simbol merujuk pada makna istriyang menunjukkan Paidjah tidak hanya sebagai istriMat Kontan, tetapi juga simbol kebanggaan danpencitraan bagi suaminya. Tindakan dan ucapannyakepada Mat Kontan dan Soleman tentang harapannyaterhadap laki-laki menunjukkan Paidjah sebagaicerminan perempuan yang mengutamakan cinta,tetapi pada akhirnya dia tidak memperoleh semua halyang diharapkannya. Simbol lain pada tokoh Paidjahyaitu perzinaannya dengan Soleman. Keduanya sadarbahwa hal tersebut dilarang agama dan negara, tetapimereka tetap melakukan perzinaan dengan alasannyamasing-masing. Interpretan dari simbol pada tokohPaidjah menunjukkan fungsi tanda ini sebagaipembentuk penokohan Mat Kontan yangmementingkan pencitraan. Jadi, simbol pada tokohPaidjah membentuk penokohan Mat Kontan yangmementingkan pencitraan. Selain itu, simbolmembentuk penokohan Paidjah yang sensitif danmembutuhkan kasih sayang serta tidak setia terhadapsuami.

Page 15: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 79

Simbol yang didapat pada tokoh Soleman yaitutentang perkawinan dan pepatah. Soleman tidak inginmenikah karena baginya perkawinan adalah bebanyang menyebabkan dirinya harus memikirkan oranglain. Selain itu, dia takut istrinya akan seperti ibunyayang berselingkuh dengan laki-laki lain. Pepatah“Musuh pantang dicari, tapi jika datang pantang kauelakkan” merupakan simbol yang dianggap Solemansebagai sikap yang harus dilakukannya dalammenghadapi Mat Kontan. Namun, pada akhirnyaSoleman melarikan diri dari Mat Kontan dan Utai.Melalui interpretan yang diperoleh dapat dilihatbahwa simbol pada tokoh Soleman membentukpenokohannya yang takut menikah, tidak konsisten,dan hanya berani berbicara.

Pada tokoh Utai, Utai yang setengah pandir adalahsimbol orang bodoh yang tidak dipedulikan olehorang-orang di sekitarnya. Simbol pada tokoh iniberfungsi membentuk penokohannya yang bodoh,sering dianggap rendah, diremehkan, dan tidakdipedulikan oleh orang-orang di sekitarnya.

Simbol yang didapat melalui tokoh Mat KontanKecil berkaitan dengan tokoh lainnya, yaitu MatKontan dan Soleman. Bagi keduanya, anak (MatKontan Kecil) adalah simbol harapan dan penerusorangtua. Selain itu, bagi Mat Kontan, anak adalahsimbol yang secara otomatis menggambarkan citrapositif dalam hal kesuburan dan kelelakian seorang

laki-laki. Dengan kata lain, simbol pada Mat KontanKecil mendukung penokohan Mat Kontan sertaberkaitan dengan alur dan fungsi Soleman sebagaitokoh andalan dalam MJ.

Melalui burung peliharaan (perkutut dan beo) jugadiperoleh simbol yang membentuk penokohan MatKontan dan menjadi konflik dalam cerita. Bagi MatKontan, burung-burung tersebut merupakan simbolkesenangan dan kebahagiaan serta menjaga danmeninggikan citra dirinya di hadapan orang lain.Namun, bagi Soleman, suara burung beo—yang bagiorang lain membahagiakan—membuatnya tersiksa.

Simbol juga didapat melalui latar dan judul. Darilatar kesenian ubrug, didapatkan simbol yangberfungsi sebagai penggambar suasana hati Paidjahdan Soleman. Ubrug yang tidak ditonton oleh Paidjahdan Soleman menunjukkan keduanya yang menjauhikesenangan karena perasaan mereka sedang tidakbaik. Pada judul diperoleh simbol yang berkaitandengan konteks cerita. Secara eksplisit dan implisit,judul drama ini telah menggambarkan keadaan danperistiwa buruk yang dialami tokoh-tokohnya padamalam itu, terutama bagi Mat Kontan sebagai tokohutama. Berikut ini adalah tabel tanda yang dapatdilihat pada unsur-unsur drama MJ. Dalam tabel inidituliskan masing-masing satu contoh untuk satuunsur yang dianalisis.

Tabel: Tanda dalam Unsur-Unsur Drama “Malam Jahanam” Karya Motinggo BoesjeUnsur Penyajian Ground / Kode

Repre-sentamen

Objek Interpretan Ikon Indeks Simbol

Tokoh MatKontan

Ucapan Dalam masyarakatBetawi, Matmerupakan penandagender untuk laki-laki yang menjadikonvensi dalammasyarakat Betawi.Arti kontan dalamKBBI ‘tunai (ttpembayaran); cak pdketika itu juga;langsung sekaligus’.

TokohMatKontan

NamaMat danartikontan

Mat Kontanadalah seoranglaki-laki yangmembayar segalasesuatu secaratunai dan gemardengan binatangpeliharaan.

Latar KesenianUbrug

Deskripsi Secara etimologis,ubrug berasal daribahasa Sunda,sagebrugan, yangberarti ‘campuraduk dalam satulokasi’. Hal inimenggambarkanunsur-unsurkesenian ubrug,seperti pemain,pemusik, dan

Suaraubrugyangmenikam-nikam

Suaraberisikdanpencam-purbauran yangmenjadicirikesenianubrug

Suara ubrug yangmenikam-nikammerupakanpenggambarankebingunganSoleman danPaidjah. Suara inijuga menambahketegangan dalamperistiwa yangterjadi. Solemanbingung tentang

Page 16: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 80

penonton yangberada dalam satulokasi. Pertunjukanini dapatdigolongkan sebagaiteater rakyat yangmemadukan unsurdrama, musik, tari,dan pencak silat.

jawaban yangharus diberikanoleh Paidjah danPaidjah bingungserta takut karenanasibnya semakintidak jelas.Anaknya sakit,Soleman pergi,dan perempuan itumencemaskannasibnya setelahsuaminya kembalike rumah.

Unsur Ground / Kode Representamen Objek Interpretan Ikon Indeks SimbolTema Obsesi, pengalihan Obsesi Mat

Kontan untukmemenuhikebutuhanbatinnya akankesenangansebagai upayapengalihanterhadap sesuatuyang diasembunyikan,yaitukemandulannya.

Keman-dulanMatKontan

Tindakan obsesif dilakukan olehMat Kontan untuk menjaga citrapositif di hadapan orang banyak.Namun, upaya tersebutmengakibatkan berbagai dampakburuk bagi orang-orang disekitarnya, terutama dirinya.Istrinya berselingkuh, burungnyamati, dan anaknya pun meninggal.Dengan demikian, runtuhlah segalakebanggaanya.

Judul Secara definitif,malam berarti‘waktu setelahmatahari terbenamhingga matahariterbit’ (KBBI,2007:705). Katajahanam—yangmerupakan katakedua dalam judul—mempunyai arti ‘1terkutuk; jahatsekali; 2 celaka;binasa; 3 laut apitempat menyiksa diakhirat’ (KBBI,2007:450).

“Malam Jahanam”sebagai juduldrama

Artimalamdanjahanamyangdikaitkandengankonteks

Judul “Malam Jahanam” merupakangambaran sebuah waktu, setelahmatahari tenggelam, terjadinyaberbagai kejadian yangmencelakakan tokoh-tokohnya.Kata malam menyuratkan waktuterjadinya kisah dalam MJ danmenyiratkan kekelaman sertakegelapan nasib yang menyelimutipara tokoh. Kata jahanammenyuratkan sifat yang sangat jahatdari kebenaran yang menyakitkanserta kematian beberapa tokoh yangdianggap sangat penting danberharga bagi tokoh lainnya,terutama bagi Mat Kontan.

Tabel di atas adalah contoh proses analisis darisetiap unsur yang dapat dijadikan sebagai tanda dalamdrama MJ. Pada tokoh Mat Kontan, misalnya, ketikamendengar nama ini, pikiran kita merujuk pada namayang identik dengan masyarakat Betawi. MenurutYahya Andi Saputra2, dalam masyarakat Betawiterdapat istilah potong letter yang berkaitan dengannama seseorang. Nama-nama yang biasa dipotongtersebut misalnya Muhammad menjadi Mat, Abdullahmenjadi Dul, dan Ridwan menjadi Wan. Dengan katalain, nama Mat merupakan penanda gender untuklaki-laki yang menjadi konvensi dalam masyarakatBetawi yang dapat dijadikan sebagai kode budaya darisebuah tanda atau representamen.

Berkaitan dengan kode budaya tersebut, tokoh MatKontan mempunyai keterkaitan yang erat antara nama

dengan kebiasaannya. Dalam KBBI (2007:591),kontan berarti ‘tunai (tt pembayaran); cak pd ketikaitu juga; langsung sekaligus’. Arti nama tersebut dapatdikaitkan dengan kebiasaan Mat Kontan yang sukamembayar segala sesuatu secara tunai. Dia juga tidaksuka dengan masalah utang-piutang.

Tokoh Mat Kontan merupakan representamenyang berkaitan erat dengan arti denotatif nama Matdan kontan. Interpretan dari tanda ini yaitu seoranglaki-laki yang membayar segala sesuatu secara tunaidan gemar dengan binatang peliharaan (I). Hubunganantara tokoh Mat Kontan (R), nama Mat dan artikontan (O), dan laki-laki yang suka membayar tunai(I) merupakan hubungan indeksikal. Tokoh MatKontan menjadi indeks karena berhubungan secaraeksistensial dengan nama Mat dari Muhammad atau

Page 17: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 81

Ahmad (nama laki-laki) dan arti denotatif dari kontan,‘tunai (tt pembayaran); cak pd ketika itu juga;langsung sekaligus’. Setelah dikaitkan pula dengankonteks, hubungan tersebut menimbulkan interpretasibahwa Mat Kontan adalah laki-laki yang sukamembayar segala sesuatu secara tunai dan gemardengan binatang peliharaan. Melalui tanda indeks inidapat dilihat bahwa Mat Kontan adalah orang yangtidak suka berutang.

Tanda yang dapat dilihat dari latar misalnya padakesenian ubrug. Secara etimologis, ubrug berasal daribahasa Sunda, sagebrugan, yang berarti ‘campur adukdalam satu lokasi’. Hal ini menggambarkan unsur-unsur kesenian ubrug, seperti pemain, pemusik, danpenonton yang berada dalam satu lokasi. Kesenian inimenampilkan cerita/lakon, lawakan, tarian, dan lagu.Masyarakat menyebut ubrug karena pada setiappenampilannya selalu menimbulkan keramaian yangluar biasa (http://bantenculturetourism.com/?p=753–ubrug).

Suara ubrug yang menikam-nikam pada adegan 6dan 13 menjadi representamen yang berhubungandengan suara berisik dan pencampurbauran yangmenjadi ciri kesenian ini. Interpretan yang dihasilkanyaitu suara ubrug yang menikam-nikam merupakanpenggambaran kebingungan Soleman dan Paidjah.Suara ini juga menambah ketegangan dalam peristiwayang terjadi. Soleman bingung tentang jawaban yangharus diberikan oleh Paidjah kepada Mat Kontan.Selain itu, Paidjah bingung serta takut karenanasibnya semakin tidak jelas. Anaknya sakit, Solemanpergi, dan perempuan itu mencemaskan nasibnyasetelah suaminya kembali ke rumah. Melalui analisistersebut, dapat dilihat bahwa ikon ini berfungsimenggambarkan, menciptakan, dan mendukungsuasana.

Contoh tanda berikutnya dapat dilihat melaluitema. Tema drama MJ dapat dilihat sebagai tanda.Obsesi Mat Kontan untuk memenuhi kebutuhanbatinnya akan kesenangan sebagai upaya pengalihanterhadap sesuatu yang dia sembunyikan, yaitukemandulannya (R) berhubungan dengan kemandulanMat Kontan (O). Interpretan yang dihasilkan daritanda ini yaitu tindakan obsesif dilakukan oleh MatKontan untuk menjaga citra positif di hadapan orangbanyak. Namun, upaya tersebut mengakibatkan

berbagai dampak buruk bagi orang-orang disekitarnya, terutama dirinya. Istrinya berselingkuh,burungnya mati, dan anaknya pun meninggal. Dengandemikian, runtuhlah segala kebanggaanya. Tanda iniadalah indeks karena hubungan antara representamendengan objeknya adalah berdasarkan kausalitas. MatKontan mengalihkan pikirannya dengan membangga-banggakan burung, istri, dan anaknya karenasebenarnya menyadari bahwa dirinya mandul. Indeksini didukung oleh penokohan Mat Kontan yangmementingkan pencitraan dan melakukan berbagaicara untuk menghindar dari kenyataan yang tidakmembuatnya senang.

Selain tokoh, latar, dan tema, tanda dalam MJ jugadapat dilihat melalui judul. Kata malam dan jahanammempunyai makna yang berkaitan dengan tokoh dankonteks cerita drama MJ. Malam itu adalah malamyang penuh dengan hal-hal yang buruk bagi MatKontan, Soleman, dan Paidjah. Kematian burung beo,tukang nujum, kebenaran status biologis Mat KontanKecil, dan terungkapnya perselingkuhan Paidjahmenyengsarakan dan meruntuhkan hal-hal yangdibanggakan oleh Mat Kontan. Bahkan, Mat Kontankehilangan semua kebanggaannya dengan kematianMat Kontan Kecil.

Malam itu juga buruk bagi Soleman dan Paidjah.Soleman menceritakan dan mengungkap hal-hal yangburuk baginya, yaitu perselingkuhan orangtuanya,perzinaannya dengan Paidjah, hingga pembunuhanburung beo Mat Kontan—yang menjadi konflikcerita. Paidjah pun menyesali perzinaannya denganSoleman dan pada akhirnya dia kehilangan MatKontan Kecil.

Sebagai judul, “Malam Jahanam” merupakanrepresentamen yang berhubungan secara konvensionaldengan arti denotatifnya (objek). Setelah dikaitkandengan konteks cerita, tanda ini menghasilkaninterpretan judul “Malam Jahanam” yang merupakansimbol sebuah waktu, setelah matahari tenggelam,terjadinya berbagai kejadian yang mencelakakantokoh-tokohnya. Kata malam menyuratkan waktuterjadinya kisah dalam MJ dan menyiratkankekelaman serta kegelapan nasib yang menyelimutipara tokoh. Kata jahanam menyuratkan sifat yangsangat jahat dari kebenaran yang menyakitkan sertakematian beberapa tokoh yang dianggap sangat

Page 18: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 82

penting dan berharga bagi tokoh lainnya, terutamabagi Mat Kontan. Melalui representamen tersebutdapat dilihat bahwa judul drama ini mengarahkanpembaca pada suatu konsep yang mencerminkansituasi, kondisi, dan peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya, terutama Mat Kontan sebagai tokoh utamadalam drama ini.

4. PENUTUP4.1 SimpulanDalam enam drama MB—walaupun tidak dalam

semua unsur maupun dalam semua dramanya—terdapat persamaan, yakni dalam penggunaan judul,latar sosial, dan hal-hal yang diangkat dalamkaryanya: citra buruk perempuan, kelelakian,regenerasi, ketakutan, dan kegelisahan.

Berdasarkan analisis utama dalam penelitian ini,tanda yang didapat dari drama ini berjumlah 44 tanda,yaitu 6 ikon, 23 indeks, dan 15 simbol. Pada tokohdan latar, tanda-tanda tersebut diwujudkan melaluiucapan, lakuan, dan deskripsi dalam MJ yangkemudian diperoleh makna yang menimbulkan fungsidari tanda tersebut.

Melalui unsur-unsur karya sastra dalam naskahdrama MJ, yaitu tokoh, latar, tema, dan judul, terdapatikon, indeks, dan simbol yang disajikan dalamucapan, lakuan, dan deskripsi. Tanda-tanda tersebutberkaitan dengan konteks cerita dan berfungsimembentuk penokohan, pengaluran, danpenggambaran sesuatu. Ikon dan simbol cenderungmembentuk penokohan, sedangkan indeks cenderungmembentuk pengaluran, khususnya pengaluranforeshadowing.

Dominasi indeks yang muncul berkaitan denganMJ sebagai karya sastra drama. Seperti yang telahdijelaskan sebelumnya, drama adalah karya sastrayang ditulis untuk dipentaskan dan indeks adalahtanda yang bergantung pada eksistensi objeknya danmemiliki hubungan kausalitas. Drama adalah lakuanyang diwujudkan melalui dialog dan petunjukpemanggungan. Melalui keduanya dapat dilihatindeks yang mengacu pada objek tertentu. Petunjukpemanggungan juga merupakan suatu informasi atau

arahan tentang yang seharusnya ada—dalamkaitannya untuk dipentaskan. Indeks adalah penanda,yaitu sesuatu yang harus dilakukan atau harus adauntuk merealisasikan naskah tersebut ke ataspanggung. Selain itu, indeks penting dalammembangun alur karena indeks-indeks tersebutmenunjukkan arah perkembangan cerita atauperkembangan peristiwa.

Melalui penokohan dan pengaluran yang dibentukoleh tiga tanda tersebut, dapat dilihat pula gagasanyang ingin disampaikan oleh pengarang. Gagasantentang konsep hidup yang lebih bersifat individualyaitu seberani-beraninya manusia pasti memilikiketakutan, baik terhadap manusia lain, kehidupan, dankematian. Selain itu, dapat pula dilihat bahwa padadasarnya setiap manusia mempunyai sifat,kesempatan, dan alasan untuk melakukan hal-halburuk. Dengan kata lain, selalu ada pembenaran untuksetiap perbuatan yang buruk sekalipun.

Konsep rumah tangga disampaikan melaluidisharmonisasi hubungan suami-istri antara MatKontan dengan Paidjah, yaitu kelalaian dalammenjaga harmonisasi rumah tangga dapatmenyebabkan perselingkuhan. Perselingkuhan tidakhanya disebabkan oleh satu pihak, tetapi dari berbagaipihak karena setiap orang memiliki potensi untukmelakukan hal-hal yang buruk, misalnyaperselingkuhan.

4.2 SaranKompleksitas tokoh-tokoh MJ yang dapat dilihat

melalui tanda juga berkaitan erat dengan hal-halpsikologis. Hal ini menunjukkan drama tersebut jugamenarik untuk diteliti dengan menggunakanpendekatan lain, misalnya psikologi sastra. Selain itu,drama ini juga dapat diteliti dengan menggunakanteori-teori yang berkaitan dengan telaah wacana,misalnya untuk meneliti indeks yang terdapat padadrama MJ. Berkaitan dengan tema dan kepengaranganMB, drama-drama MB lainnya dapat diteliti denganpendekatan dan sudut pandang lain, misalnyafeminisme dan sosiologi sastra.

CATATAN BELAKANG1) Drama ini tidak berhasil ditemukan, baik di Pusat Dokumen Sastra (PDS) H.B. Jassin maupun di Perpustakaan Nasional.2) Yahya Andi Saputra adalah salah satu aktivis Kebudayaan Betawi (LKB). Dia pernah menjabat sebagai Ketua Umum Badan

Pemberdayaan Budaya Betawi (BPBB) dan Ketua Bidang Pariwisata dan Kebudayaan DPD Forkabi Jakarta Selatan. Buku-

Page 19: Volume 1 Nomor 1 Edisi Juni 2013 ISSN 2354-7200

Tri Esthi Pamungkas: Tanda dalam Drama “Malam Jahanam” Karya …

SIROK BASTRA, Vol. 1 No. 1, Juni 2013: 71—83 83

bukunya antara lain: Gelembung Imaji (kumpulan puisi, 1999), Siklus Betawi, Upacara dan Adat-Istiadat, Beksi, Maen PukulanKhas Betawi (ditulis bersama H. Irwan Sjafi’ie dan S.M. Ardan, Dinas Kebudayaan DKI, 2000). Bersama H. Irwan Sjafi’ie(Gunung Jati, 2001), Yahya menulis Ragam Budaya Betawi (Kelas III, IV, V, VI) sebagai buku penunjang bacaan muatan lokaluntuk SD. Tim penulis bersama Ridwan Saidi, Maman S. Mahayana, dan Rizal (Dinas Kebudayan dan Permuseuman DKIJakarta, 2002), Ragam Budaya Betawi (Kelas I, II, III), buku penunjang bacaan muatan lokal untuk SLTP. Selain buku, dia jugamenulis skenario film dokumenter tentang budaya Betawi, antara lain: “Ngelamar Care Betawi”, “Perkawinan Adat Betawi”,“Pergi Haji Care Betawi”, “Silat Beksi”, “Nisfu Sya’ban Betawi”, dan beberapa naskah sandiwara Betawi(http://kampungbetawi.com/gerobog/dedengkot-2/yahya-andi-saputra).

DAFTAR PUSTAKABoesje, Motinggo. Tema2 jang Saja Pilih. (1969, 24 November). Lampiran Indonesia Raya.Christomy, T. 2010. “Peircean dan Kajian Budaya” dalam Christomy, T. dan Untung Yuwono (peny.). Semiotika

Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,Universitas Indonesia.

Damono, Sapardi Djoko. 2010. Sosiologi Sastra: Pengantar Ringkas. Jakarta: Editum.Darma, Budi. 2004. “Mengenal Motinggo Busye”, Pengantar dalam Hamiyati, Yul dan Candra Gautama (peny.).

Nyonya dan Nyonya: Sekumpulan Prosa Pilihan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya: Ferdinand de Saussure, Roland Barthes, Julia

Kristeva, Jacques Derrida, Charles Sanders Peirce, Marcel Danesi & Paul Perron, dll. Jakarta:Komunitas Bambu.

Nador, Donatus. Kegetiran Hidup Malam Jahanam. (2006, 30 April). Seputar Indonesia, 7.Nöth, Winfried. 1990. Handbook of Semiotics. Bloomington and Indianapolis: University Press.Oemarjati, Boen S. 1971. Bentuk Lakon dalam Sastra Indonesia. Jakarta: PT Gunung Agung.Ratna, Nyoman Kutha Ratna. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra: dari Strukturalisme hingga

Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.Riantiarno, N. 2011. Kitab Teater: Tanya Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta: PT Gramedia Widisarana

Indonesia.Sebeok, Thomas A. 2001. Signs: An Introduction to Semiotics Second Edition. Toronto/Buffalo/London:

University of Toronto Press.Semi, M. Atar. 1988. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.Tjiptonlag. (1963, 19 Mei). Motinggo Boesje. Minggu Pagi, No. 7, 3—4 dan 29—30.Wellek, Rene dan Austin Warren. 1995. Teori Kesuasastraan. Terj. Melani Budianta. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama.XJB/KEN. Motinggo Busye Tutup Usia. (1999, 19 Juni). Kompas, 1.Zoest, Aart van. 1993. Semiotika: tentang Tanda, Cara Kerjanya dan Apa yang kita Lakukan Dengannya. Terj.

Ani Soekawati. Jakarta: Yayasan Sumber Agung.http://bantenculturetourism.com/?p=753–ubrug diunduh 25 Januari 2012 pukul 10:15.http://kampungbetawi.com/gerobog/dedengkot-2/yahya-andi-saputra diunduh 12 November 2012 pukul 19:46.