abortus

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi baru pembangunan kesehatan Indonesia adalah Indonesia Sehat 2015. Pada tahun 2015 tersebut bangsa Indonesia diharapkan akan mencapai tingkat kesehatan yang lebih baik yang ditandai dengan penduduk yang hidup dalam lingkungan yang sehat, mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat, dan mampu menyediakan,memanfaatkan serta menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga memiliki derajat kesehatan yang tinggi, termasuk meningkatkan derajat kesehatan wanita. Mulai tahun 2005, World Health Organization (WHO) mengajak semua Negara memberikan prioritas terhadap penanganan masalah kesehatan ibu dan anak. Menurut WHO, tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, sepsis, dan unsafe abortion. Upaya pencegahan terjadinya unsafe abortion adalah sangat penting bila Indonesia ingin mencapai tujuan ke lima dari Millennium Development Goal untuk memperbaiki kondisi kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu (Guttmacher Institute, 2008). Abortus (keguguran) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada kehamilan trimester 1

description

makalah abortus

Transcript of abortus

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Visi baru pembangunan kesehatan Indonesia adalah Indonesia Sehat 2015. Pada tahun 2015 tersebut bangsa Indonesia diharapkan akan mencapai tingkat kesehatan yang lebih baik yang ditandai dengan penduduk yang hidup dalam lingkungan yang sehat, mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat, dan mampu menyediakan,memanfaatkan serta menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga memiliki derajat kesehatan yang tinggi, termasuk meningkatkan derajat kesehatan wanita. Mulai tahun 2005, World Health Organization (WHO) mengajak semua Negara memberikan prioritas terhadap penanganan masalah kesehatan ibu dan anak.Menurut WHO, tiga penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, sepsis, dan unsafe abortion. Upaya pencegahan terjadinya unsafe abortion adalah sangat penting bila Indonesia ingin mencapai tujuan ke lima dari Millennium Development Goal untuk memperbaiki kondisi kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu (Guttmacher Institute, 2008).Abortus (keguguran) merupakan salah satu penyebab perdarahan yang terjadi pada kehamilan trimester pertama dan kedua. Perdarahan ini dapat menyebabkan berakhirnya kehamilan atau kehamilan terus berlanjut. Secara klinis, 10-15% kehamilan yang terdiagnosis berakhir dengan abortus (Wiknjosastro, 2006). Kejadian abortus merupakan kejadian yang sering dijumpai tetapi masyarakat masih menganggap abortus sebagai kasus yang biasa.Komplikasi abortus yang dapat menyebabkan kematian ibu antara lain karena perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang terjadi selama abortus dapat mengakibatkan pasien menderita anemia sehingga dapat meningkatkan risiko kematian ibu. Infeksi juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami abortus dan menyebabkan pasien tersebut mengalami sepsis sehingga terjadi kematian ibu.Komplikasi abortus yang membahayakan kesehatan ibu harus dapat dicegah.Pencegahan terhadap abortus dapat diawali dengan melihat faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus. Salah satu faktor yang penting dalam kejadian abortus adalah faktor ibu.Pencegahan terjadinya abortus dapat dilakukan dengan cara: mengikuti pola hidup sehat, seperti makan minum bergizi, tidur teratur, melakukan aktivitas yang tidak berlebihan, serta menghindari rokok, minuman beralkohol, dan makanan yang kurang masak. Dalam melakukan hubungan seks pada kehamilan trimester I sebaiknya dibatasi dan harus hati-hati, karena sperma mengandung zat yang disebut prostagladin yang dapat menyebabkan kontraksi uterus. Ibu hamil muda diusahakan tidak melakukan perjalanan yang terlalu jauh. Di samping itu, segera memeriksakan diri pada dokter kandungan bila terlambat haid 2 minggu.

1.2 Rumusan MasalahBagaimanakah gambaran angka kejadian ibu hamil dengan abortus di rawat inap Puskesmas Balapulang periode Januari-September 2014?

1.3 Tujuan Umum1. Mengetahui angka kejadian pasien ibu hamil dengan abortus di Puskesmas Balapulang periode Januari-September 2014?2. Mengetahui karakteristik pasien ibu hamil dengan abortus di Puskesmas Balapulang periode Januari-September 2014?1.4 Tujuan Khusus1. Mengetahui rata-rata usia ibu hamil yang mengalami abortus. 2. Mengetahui status gravida, para dan abortus pada ibu hamil. 3. Mengetahui klasifikasi abortus pada ibu hamil 4. Mengetahui gambaran klinis abortus pada ibu hamil.1.5 Manfaat 1. sebagai masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya gambaran angka kejadian abortus berdasarkan karakteristik ibu hamil di Puskesmas Balapulang.2. Meningkatkan pengetahuan mengenai angka kejadian pasien ibu hamil dengan abortus di Puskesmas Balapulang periode Januari-September 20143. Meningkatkan pengetahuan mengenai karakteristik pasien ibu hamil dengan abortus di Puskesmas Balapulang periode Januari-September 20144. Untuk dijadikan acuan dalam upaya menurunkan angka kejadian komplikasi akibat abortus, melalui peningkatan pelayanan dan penatalaksanaan abortus pada ibu hamil.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Abortus

Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Sarwono, 2010)Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin hidup di dunia luar bila berat badannya telah mencapai lebih daripada 500 gram atau umur kehamilan lebih daripada 20 minggu (Sastrawinata et al., 2005). Abortus spontan merujuk kepada keguguran pada kehamilan kurang dari 20 minggu tanpa adanya tindakan medis atau tindakan bedah untuk mengakhiri kehamilan (Griebel et al., 2005).Abortus spontan adalah merupakan mekanisme alamiah yang menyebabkan terhentinya proses kehamilan sebelum berumur 28 minggu. Penyebabnya dapat oleh karena penyakit yang diderita si ibu ataupun sebab-sebab lain yang pada umumnya berhubungan dengan kelainan pada sistem reproduksi (Syafruddin, 2003).

2.2. Klasifikasi Abortus Klasifikasi abortus menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005) adalah seperti berikut :i. Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa intervensi medis maupun mekanis. ii. Abortus buatan, Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), yaitu: a. Abortus buatan menurut kaidah ilmu (Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus). Indikasi abortus untuk kepentingan ibu, misalnya : penyakit jantung, hipertensi esential, dan karsinoma serviks. Keputusan ini ditentukan oleh tim ahli yang terdiri dari dokter ahli kebidanan, penyakit dalam dan psikiatri, atau psikolog.

b. Abortus buatan kriminal (Abortus provocatus criminalis) adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang dan dilarang oleh hukum.

2.3. Etiologi Abortus Secara umum, terdapat tiga faktor yang boleh menyebabkan abortus spontan yaitu faktor fetus, faktor ibu sebagai penyebab abortus dan faktor paternal. Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali kromosom berkurang (Cunningham et al., 2005).

2.3.1. Faktor FetusBerdasarkan hasil studi sitogenetika yang dilakukan di seluruh dunia, sekitar 50 hingga 60 persen dari abortus spontan yang terjadi pada trimester pertama mempunyai kelainan kariotipe. Kelainan pada kromosom ini adalah seperti autosomal trisomy, monosomy X dan polyploidy (Lebedev et al., 2004).

Abnormalitas kromosom adalah hal yang utama pada embrio dan janin yang mengalami abortus spontan, serta merupakan sebagian besar dari kegagalan kehamilan dini. Kelainan dalam jumlah kromosom lebih sering dijumpai daripada kelainan struktur kromosom. Abnormalitas kromosom secara struktural dapat diturunkan oleh salah satu dari kedua orang tuanya yang menjadi pembawa abnormalitas tersebut (Cunningham et al., 2005).

2.3.2. Faktor-faktor Ibu Sebagai Penyebab Abortus Menurut Sotiriadis dan kawan-kawan (2004), ibu hamil yang mempunyai riwayat keguguran memiliki risiko yang tinggi untuk terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya terutama pada ibu yang berusia lebih tua.Pada wanita hamil yang mempunyai riwayat keguguran tiga kali berturut-turut, risiko untuk terjadinya abortus pada kehamilan seterusnya adalah sebesar 50 persen (Kleinhaus et al., 2006; Berek, 2007).Usia seorang ibu memiliki peranan yang penting dalam terjadinya abortus. Usia Ibu pada saat perkawinan di bawah 20 tahun menyebabkan kondisi rahim belum siap untuk melahirkan, akibatnya terjadi perdarahan, keguguran, melahirkan bayi prematur, dan kematian bayi atau ibunya.Begitupun dengan usia ibu saat hamil di atas 35 tahun. Semakin tinggi usia maka resiko terjadinya abortus semakin tinggi pula. Hal ini seiring dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berusia di atas 35 tahun. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kejadian tumor mioma uteri pada ibu dengan usia lebih tinggi dan lebih banyak sehingga dapat menambah resiko terjadinya abortus.Wanita yang telah melahirkan lebih dari lima kali disebut grande multipara. Wanita yang menggunakan rahimnya terus menerus akan menyebabkan jaringan penyangga uterus longgar dan kontraksi uterus lemah. Dengan adanya kelemahan tersebut berpotensi terjadi perdarahan dan abortus.

Berbagai penyakit infeksi, penyakit kronis, kelainan endokrin, kekurangan nutrisi, alkohol, tembakau, deformitas uterus ataupun serviks, kesamaan dan ketidaksamaan immunologik kedua orang tua dan trauma emosional maupun fisik dapat menyebabkan abortus, meskipun bukti korelasi tersebut tidak selalu meyakinkan. Isolasi Mycoplasma hominis dan Ureaplasma urelyticum dari traktus genitalis beberapa wanita yang mengalami abortus, mengarahkan pada hipotesis bahwa infeksi mycoplasma yang mengenai traktus genitalis, merupakan abortifasient. Pada kehamilan lanjut, persalinan prematur dapat ditimbulkan oleh penyakit sistemik yang berat pada ibu. Hipertensi jarang menyebabkan abortus, tetapi dapat mengakibatkan kematian janin dan persalinan prematur. Abortus sering disebabkan, mungkin tanpa alasan yang adekuat, kekurangan sekresi progesteron yang pertama oleh korpus luteum dan kemudian oleh trofoblast. Karena progesteron mempertahankan desidua, defisiensi relatif secara teoritis mengganggu nutrisi konseptus dan dengan demikian mengakibatkan kematian. Pada saat ini, tampak bahwa hanya malnutrisi umum yang berat merupakan predisposisi meningkatnya kemungkinan abortus. Wanita yang merokok diketahui lebih sering mengalami abortus spontan daripada wanita yang tidak merokok. Alkohol dinyatakan meningkatkan resiko abortus spontan, meskipun hanya digunakan dalam jumlah sedang (Cunningham et al., 2005).Kira-kira 10 persen hingga 15 persen wanita hamil yang mengalami keguguran berulang mempunyai kelainan pada rahim seperti septum parsial atau lengkap. Anomali ini dapat menyebabkan keguguran melalui implantasi yang tidak sempurna karena vaskularisasi abnormal, distensi uterus, perkembangan plasenta yang abnormal dan peningkatan kontraktilitas uterus (Kiwi, 2006).

2.3.3. Faktor Paternal Translokasi kromosom dalam sperma dapat menyebabkan zigote mempunyai terlalu sedikit atau terlalu banyak bahan kromosom, sehingga mengakibatkan abortus (Cunningham et al., 2005).

2.4. Patogenesis Abortus Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), kebanyakan abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut, dan akhirnya perdarahan per vaginam. Buah kehamilan terlepas seluruhnya atau sebagian yang diinterpretasikan sebagai benda asing dalam rongga rahim. Hal ini menyebabkan kontraksi uterus dimulai, dan segera setelah itu terjadi pendorongan benda asing itu keluar rongga rahim (ekspulsi). Perlu ditekankan bahwa pada abortus spontan, kematian embrio biasanya terjadi paling lama dua minggu sebelum perdarahan. Oleh karena itu, pengobatan untuk mempertahankan janin tidak layak dilakukan jika telah terjadi perdarahan banyak karena abortus tidak dapat dihindari. Sebelum minggu ke-10, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan dengan lengkap. Hal ini disebabkan sebelum minggu ke-10 vili korialis belum menanamkan diri dengan erat ke dalam desidua hingga telur mudah terlepas keseluruhannya. Antara minggu ke-10 hingga minggu ke-12 korion tumbuh dengan cepat dan hubungan vili korialis dengan desidua makin erat hingga mulai saat tersebut sering sisa-sisa korion (plasenta) tertinggal kalau terjadi abortus. Pengeluaran hasil konsepsi didasarkan 4 cara:i. Keluarnya kantong korion pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan sisa desidua. iii. Kantong amnion dan isinya (fetus) didorong keluar, meninggalkan korion dan desidua.Pecahnya amnion terjadi dengan putusnya tali pusat dan pendorongan janin ke luar, tetapi mempertahankan sisa amnion dan korion (hanya janin yang dikeluarkan). iv. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh. Kuretasi diperlukan untuk membersihkan uterus dan mencegah perdarahan atau infeksi lebih lanjut.

2.5. Gambaran Klinis Abortus Aspek klinis abortus spontan dibagi menjadi abortus iminens (threatened abortion), abortus insipiens (inevitable abortion), abortus inkompletus(incomplete abortion) atau abortus kompletus (complete abortion), abortus tertunda (missed abortion), abortus habitualis (recurrent abortion), dan abortus septik (septic abortion) (Cunningham et al., 2005; Griebel et al., 2005).

2.5.1. Abortus Iminens (Threatened abortion)Vagina bercak atau perdarahan yang lebih berat umumnya terjadi selama kehamilan awal dan dapat berlangsung selama beberapa hari atau minggu serta dapat mempengaruhi satu dari empat atau lima wanita hamil. Secara keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus (Cunningham et al., 2005).Abortus iminens didiagnosa bila seseorang wanita hamil kurang daripada 20 minggu mengeluarkan darah sedikit pada vagina. Perdarahan dapat berlanjut beberapa hari atau dapat berulang, dapat pula disertai sedikit nyeri perut bawah atau nyeri punggung bawah seperti saat menstruasi. Polip serviks, ulserasi vagina, karsinoma serviks, kehamilan ektopik, dan kelainan trofoblast harus dibedakan dari abortus iminens karena dapat memberikan perdarahan pada vagina. Pemeriksaan spekulum dapat membedakan polip, ulserasi vagina atau karsinoma serviks, sedangkan kelainan lain membutuhkan pemeriksaan ultrasonografi (Sastrawinata et al., 2005).2.5.2. Abortus Insipiens (Inevitable abortion)Abortus insipiens didiagnosis apabila pada wanita hamil ditemukan perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah yang disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat teraba. Kadang-kadang perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang tertinggal dapat menyebabkan infeksi sehingga evakuasi harus segera dilakukan. Janin biasanya sudah mati dan mempertahankan kehamilan pada keadaan ini merupakan kontraindikasi (Sastrawinata et al., 2005).

2.5.3. Abortus Inkompletus atau Abortus KompletusAbortus inkompletus didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan biasanya terus berlangsung, banyak, dan membahayakan ibu. Sering serviks tetap terbuka karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing (corpus alienum). Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri, namun tidak sehebat pada abortus insipiens. Jika hasil konsepsi lahir dengan lengkap, maka disebut abortus komplet. Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus, perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali. Kalau 10 hari setelah abortus masih ada perdarahan juga, abortus inkompletus atau endometritis pasca abortus harus dipikirkan (Sastrawinata et al., 2005)2.5.4. Abortus Tertunda (Missed abortion)Abortus tertunda adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Pada abortus tertunda akan dijimpai amenorea, yaitu perdarahan sedikit-sedikit yang berulang pada permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi, malahan tambah rendah. Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit (Mochtar, 1998).2.5.5. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)Anomali kromosom parental, gangguan trombofilik pada ibu hamil, dan kelainan struktural uterus merupakan penyebab langsung pada abortus habitualis (Jauniaux et al., 2006). Menurut Mochtar (1998), abortus habitualis merupakan abortus yang terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih. Etiologi abortus ini adalah kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana sekiranya terjadi pembuahan, hasilnya adalah patologis. Selain itu, disfungsi tiroid, kesalahan korpus luteum dan kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesterone sesudah korpus luteum atrofis juga merupakan etiologi dari abortus habitualis.2.5.6. Abortus Septik (Septic abortion)Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau peritoneum. Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus atau abortus buatan, terutama yang kriminalis tanpa memperhatikan syarat-syarat asepsis dan antisepsis. Antara bakteri yang dapat menyebabkan abortus septik adalah seperti Escherichia coli, Enterobacter aerogenes, Proteus vulgaris, Hemolytic streptococci danStaphylococci (Mochtar, 1998; Dulay, 2010).

Gambar 1. Gambaran Klinis Abortus

2.6. Diagnosa Abortus Menurut WHO (1994), setiap wanita pada usia reproduktif yang mengalami dua daripada tiga gejala seperti di bawah harus dipikirkan kemungkinan terjadinya abortus:

i. Perdarahan pada vagina. ii. Nyeri pada abdomen bawah.iii. Riwayat amenorea.

Ultrasonografi penting dalam mengidentifikasi status kehamilan dan memastikan bahwa suatu kehamilan adalah intrauterin. Apabila ultrasonografi transvaginal menunjukkan sebuah rahim kosong dan tingkat serum hCG kuantitatif lebih besar dari 1.800 mIU per mL (1.800 IU per L), kehamilan ektopik harus dipikirkan. Ketika ultrasonografi transabdominal dilakukan, sebuah rahim kosong harus menimbulkan kecurigaan kehamilan ektopik jika kadar hCG kuantitatif lebih besar dari 3.500 mIU per mL (3.500 IU per L). Rahim yang ditemukan kosong pada pemeriksaan USG dapat mengindikasikan suatu abortus kompletus, tetapi diagnosis tidak definitif sehingga kehamilan ektopik disingkirkan (Griebel et al., 2005; Puscheck, 2010).Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), diagnosa abortus menurut gambaran klinis adalah seperti berikut:i. Abortus Iminens (Threatened abortion) a. Anamnesis perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan. b. Pemeriksaan dalam fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus sesuai dengan umur kehamilan. c. Pemeriksaan penunjang hasil USG.

Gambar 2.Abortus imminens

ai. Abortus Insipiens (Inevitable abortion) a. Anamnesis perdarahan dari jalan lahir disertai nyeri / kontraksi rahim. b. Pemeriksaan dalam ostium terbuka, buah kehamilan masih dalam rahim, dan ketuban utuh (mungkin menonjol).

Gambar 3.Abortus imminens

bi. Abortus Inkompletus atau abortus kompletus a. Anamnesis perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak), nyeri / kontraksi rahim ada, dan bila perdarahan banyak dapat terjadi syok. b. Gambar 4.Abortus inkomplitGambar 5. Abortus komplitPemeriksaan dalam ostium uteri terbuka, teraba sisa jaringan buah kehamilan.

iv. Abortus Tertunda (Missed abortion) a. Anamnesis - perdarahan bisa ada atau tidak. b. Pemeriksaan obstetri fundus uteri lebih kecil dari umur kehamilan dan bunyi jantung janin tidak ada. c. Pemeriksaan penunjang USG, laboratorium (Hb, trombosit, fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan dan waktu protrombin). Diagnosa abortus habitualis (recurrent abortion) dan abortus septik (septic abortion) menurut Mochtar (1998) adalah seperti berikut:i. Abortus Habitualis (Recurrent abortion) a. Histerosalfingografi untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan anomali kongenital. b. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak gangguan glandula thyroidea. ai. Abortus Septik (Septic abortion) a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar rumah sakit. b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya. c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan leukositosis. d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan cepat, tekanan darah turun sampai syok.

2.7. Penatalaksanaan Abortus Pada abortus insipiens dan abortus inkompletus, bila ada tanda-tanda syok maka diatasi dulu dengan pemberian cairan dan transfuse darah. Kemudian, jaringan dikeluarkan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu, beri obat-obat uterotonika dan antibiotika. Pada keadaan abortus kompletus dimana seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong, terapi yang diberikan hanya uterotonika. Untuk abortus tertunda, obat diberi dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil, dilatasi dan kuretase dilakukan. Histerotomia anterior juga dapat dilakukan dan pada penderita, diberikan tonika dan antibiotika. Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau dihentikan. Pada serviks inkompeten, terapinya adalah operatif yaitu operasi Shirodkar atau McDonald (Mochtar, 1998).

2.8. Abortus Provokatus Abortus provokatus yang dikenal di Indonesia dengan istilah aborsi berasal dari bahasa latin yang berarti pengguguran kandungan karena kesengajaan. Abortus provocatus merupakan salah satu dari berbagai macam jenis abortus (Nainggolan, 2006).Menurut Nainggolan (2006) dalam Kusmariyanto (2002), pengertian aborsi atau abortus provokatus adalah penghentian atau pengeluaran hasil kehamilan dari rahim sebelum waktunya. Dengan kata lain pengeluaran itu dimaksudkan bahwa keluarnya janin disengaja dengan campur tangan manusia, baik melalui cara mekanik atau obat.Abortus elektif atau sukarela adalah pengakhiran kehamilan sebelum janin mampu hidup atas dasar permintaan wanita, dan tidak karena kesehatan ibu yang terganggu atau penyakit pada janin (Pritchard et al., 1991).Abortus terapeutik adalah pengakhiran kehamilan sebelum saatnya janin mampu hidup dengan maksud melindungi kesehatan ibu. Antara indikasi untuk melakukan abortus therapeutik adalah apabila kelangsungan kehamilan dapat membahayakan nyawa wanita tersebut seperti pada penyakit vaskular hipertensif tahap lanjut dan invasive karsinoma pada serviks. Selain itu, abortus terapeutik juga boleh dilakukan pada kehamilan akibat perkosaan atau akibat hubungan saudara (incest) dan sebagai pencegahan untuk kelahiran fetus dengan deformitas fisik yang berat atau retardasi mental (Cunningham et al., 2005).Kontraindikasi untuk melakukan abortus terapeutik adalah seperti kehamilan ektopik, insufiensi adrenal, anemia, gangguan pembekuan darah dan penyakit kardiovaskular (Trupin, 2002).Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), abortus terapeutik dapat dilakukan dengan cara:i. Kimiawi pemberian secara ekstrauterin atau intrauterin obat abortus, seperti: prostaglandin, antiprogesteron, atau oksitosin. ii. Mekanis: a. Pemasangan batang laminaria atau dilapan akan membuka serviks secara perlahan dan tidak traumatis sebelum kemudian dilakukan evakuasi dengan kuret tajam atau vakum. b. Dilatasi serviks dilanjutkan dengan evakuasi, dipakai dilator Hegar dilanjutkan dengan kuretasi. c. Histerotomi / histerektomi.

21

2.9 Pedoman Pengobatan Dasar di PuskesmasPenatalaksanaan di Tingkat Puskesmas menurut KMK no.296 tentang Pedoman Pengobatan Dasar Puskesmas dibagi menjadi 2 :1. Pada puskesmas non perawatana. Abortus imminensJikajaninmasih hidup maka kehamilan dapat dipertahankan. Bilajanintelah mati maka dapat terjadi abortus spontan (abortus alamiah).

Penatalaksanaanabortus imminenspada puskesmas non perawatan : tirah baring sedikitnya 2-3 hari(sebaiknya rawat inap) pantang senggama setelah tirah baring 3 hari,evaluasi ulang diagnosis,bila masih abortus imminens tirah baring dilanjutkan mobilisasi bertahap(duduk berdiri berjalan)dimulai apabila diyakini tidak ada perdarahan pervaginam 24 jam.b.Abortus tingkat selanjutnyaPenatalaksanaan abortus tingkat selanjutnya pada puskesmas non perawatan :

Bila mungkin, stabilkan keadaan umum dengan membebaskan jalan napas, memberikan oksigen (2-4 liter/menit) dan memasang cairan intravena kristaloid (ringer laktat) sesuai pedoman resusitasi Rujuk ke puskesmas perawatan atau rumah sakit setelah tanda vital dalam batas normal2. Pada puskesmas perawatana. Abortus imminensPenatalaksanaanabortus imminens pada puskesmas perawatan sebagaimana penatalaksanaan padapuskesmas non perawatan.

b. Abortus insipiensPenatalaksanaanabortus insipienspada puskesmas perawatan : Berikan antibiotik profilaksis (ampisilin intravena) sebelum tindakan kuretase Perlu segera mengeluarkan hasilkonsepsi dan mengosongkan kavum uteri dengan menggunakan abortus tang, sendok kuret, dan kuret hisap Gunakan uterotonika (oksitosin 10 IU intramuskular) Perbaiki keadaan umum ibuc. Abortus inkomplitPenatalaksanaanabortus inkomplitpada puskesmas perawatan : Perlu segera mengosongkan kavum uteri dengan menggunakan abortus tang, sendok kuret, dan kuret hisap Segera atasi kegawatdaruratan dengan menggunakan oksigen 2-4 liter/menit, cairan kristaloid (ringer laktat), dan transfusi darah (bila Hb kurang dari 8 gr/dl) Perbaiki keadaan umum ibud. Abortus komplitPenatalaksanaanabortus komplitpada puskesmas perawatan : Lakukan evaluasi ada tidaknyakomplikasi abortus Bila ada komplikasi maka penatalaksanaannya disesuaikan Jika tidak ada komplikasi maka tidak perlu penatalaksanaan khusus Peningkatan keadaan umum ibue. Missed abortionPenatalaksanaanmissed abortionpada puskesmas perawatan : Lakukan evaluasi hematologi rutin (hemoglobin, hematokrit,leukosit, trombosit) dan uji hemostasis (fibrinogen, waktu perdarahan, waktu pembekuan) Bila terjadi gangguan faal hemostasis dan hipofibrinogenemia maka segera rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan transfusi trombosit / Buffy-Coat dan komponen darah lainnya Hasilkonsepsiperlu dievakuasi dari kavum uteri setelah dipastikan tidak terjadi gangguan faal hemostasis

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data tentang kasus kejang demam pada anak di Rawat Inap Puskesmas Balapulang periode Januari 2014- September 2014 didapatkan data sebagai berikut:

3.1 Jumlah Pasien PONED di Rawat Inap Puskesmas Balapulang

Grafik 1. Data jumlah pasien PONED Puskesmas Balapulang periode Januari 2014-September 2014

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui jumlah total pasien ibu hamil di rawat inap Puskesmas Balapulang periode Januari 2014-September 2014 adalah 179 orang. Jumlah pasien terbanyak dari bulan Januari 2014-September 2014 di Puskesmas Balapulang adalah pada bulan Mei sebanyak 28 orang (15,6%) terbanyak kedua bulan Agustus 2014 sebanyak 25 orang (13,9%).Rujukan pasien terbanyak didapatkan pada bulan Agustus yaitu sebanyak 15 pasien (8,4%).

3.2 Angka Kejadian Abortus Sesuai Klasifikasi Abortus Pada Ibu Hamil di Puskesmas Balapulang

Grafik 2. Jumlah kasus Abortus di Puskesmas BalapulangDari grafik tersebut didapatkan 3 pasien abortus,dimana 1 pasien datang dengan abortus imminens dan 2 pasien dengan abortus inkomplit.Oleh Puskesmas pasien kemudian dirujuk ke RSUD dr.Soeselo Slawi dengan pemasangan infuse RL terlebih dahulu.3.3 Jumlah Kasus Abortus Berdasarkan Usia Kehamilan di Puskesmas Balapulang

Grafik 3. Jumlah kasus Abortus sesuai masa kehamilanDari grafik tersebut didapatkan 1 pasien abortus dengan usia kehamilan kurang dari 16 minggu,dan 2 pasien dengan usia kehamilan kurang dari 20 minggu.Menurut sumber lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama kehamilan, dan kira-kira setengah dari kasus abortus ini diakibatkan oleh anomali kromosom. Setelah melewati trimester pertama, tingkat aborsi dan peluang terjadinya anomali kromosom berkurang.3.4 Karakteristik Pasien ibu hamil dengan abortus berdasarkan usia Ibu hamil

Diagram 1. Karakteristik pasien ibu hamil dengan abortus berdasarkan usia ibuDari diagram di atas menunjukkan bahwa usia ibu < 30 tahun lebih banyak terjadi abortus dibanding Ibu hamil yang berusia > 30 tahun.Berdasarkan sumber untuk terjadi keguguran pada kehamilan seterusnya terutama padaibu yang menikah muda dan ibu yang berusia lebih tua. Usia Ibu pada saat perkawinan di bawah 20 tahun menyebabkan kondisi rahim belum siap untuk melahirkan, akibatnya terjadi perdarahan, keguguran, melahirkan bayi prematur, dan kematian bayi atau ibunya.Begitupun dengan usia ibu saat hamil di atas 35 tahun. Semakin tinggi usia maka resiko terjadinya abortus semakin tinggi pula. Hal ini seiring dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berusia di atas 35 tahun.3.5 Karakteristik Pasien Ibu Hamil dengan abortus berdasarkan Paritas Ibu hamil

Diagram 2. Karakteristik Pasien Ibu Hamil dengan abortus berdasarkan Paritas Ibu hamil

Diagram di atas menunjukkan bahwa kejadian abortus terjadi sama rata baik dari ibu hamil dengan P0, P1,P2 yang pada ketiganya belum mengalami abortus sebelumnya.Berdasarkan tinjauan pustaka sebelumnya,wanita yang menggunakan rahimnya terus menerus akan menyebabkan jaringan penyangga uterus longgar dan kontraksi uterus lemah. Dengan adanya kelemahan tersebut berpotensi terjadi perdarahan dan abortus.3.6 Karakteristik Pasien Ibu Hamil dengan abortus berdasarkan cara keluar

Grafik 4. Karakteristik Pasien Ibu Hamil dengan abortus berdasarkan cara keluar

Berdasarkan grafik di atas seluruh pasien ibu hamil dengan abortus yang datang ke Puskesmas Balapulang dirujuk ke Rumah Sakit daerah setempat untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.Untuk pasien dengan Abortus imminens di tingkat Puskesmas seharusnya dilakukan tirah baring 2-3 hari dan sebaiknya dirawat inap,pantang untuk melakukan senggama, setelah tirah baring 3 hari,evaluasi ulang diagnosis,bila masih abortus imminens tirah baring dilanjutkan dan dilakukan mobilisasi bertahap (duduk,berjalan)jika tidak didapatkan perdarahan minimal 24 jam.Untuk pasien Ibu hamil dengan abortus inkomplit dirujuk ke Rumah Sakit untuk penanganan lebih lanjut dengan sebelumnya di Puskesmas ditangani kegawatannya terlebih dahulu dengan stabilkan keadaan umum dengan membebaskan jalan napas, memberikan oksigen (2-4 liter/menit) dan memasang cairan intravena kristaloid (ringer laktat) sesuai pedoman resusitasi.

3.7 Karakteristik Pasien Ibu Hamil dengan abortus berdasarkan pekerjaan

Grafik 5. Karakteristik Pasien Ibu Hamil dengan abortus berdasarkan pekerjaanBerdasarkan grafik di atas,pasien ibu hamil yang mengalami abortus adalah ibu rumah tangga.Dimana seharusnya Ibu Rumah tangga bisa lebih menjaga kandungannya dibandingkan dengan ibu hamil yang bekerja di luar rumah yang lebih banyak menyita waktu dan tenaga, sehingga tidak ada waktu baginya untuk dapat beristirahat dan tidak sempat merawat kandungan.

BAB IVSIMPULAN DAN SARAN

1.1 SimpulanBerdasarkan hasil pengumpulan data sekunder dari catatan medik pasien PONED di Puskesmas Balapulang pada periode Januari - September 2014, maka dapat disimpulkan bahwa:1. Jumlah total pasien ibu hamil di rawat inap Puskesmas Balapulang periode Januari -September 2014 adalah 179 orang 2. Angka kejadian abortus pada ibu hamil di Puskesmas Balapulang cukup rendah, tercatat 3 kasus sejak Januari September 2014.3. Kejadian abortus terbanyak terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu. 4. Kasus abortus terbanyak adalah abortus inkomplit dengan total 2 dari 3 pasien ibu hamil.5. Kejadian abortus lebih banyak dialami oleh ibu dengan usia < 30 tahun.6. Kejadian abortus dialami oleh Ibu hamil dengan Paritas 0,1,dan 2.7. Pasien ibu hamil dengan abortus di Puskesmas Balapulang semuanya dirujuk ke RS.8. Semua pasien ibu hamil dengan abortus adalah ibu rumah tangga

1.2 Saran 1. Agar memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama calon ibu tentang kehamilan dan hal-hal yang bisa menyebabkan terjadinya abortus 2. Agar memberikan penyuluhan kepada ibu hamil tentang pentingnya antenatal care supaya lebih memperhatikan kesehatan ibu dan janin untuk menekan angka kematian ibu dan bayi3. Perlunya pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan untuk mengetahui klasifikasi abortus, etiologi,faktor risiko ,hingga penatalaksanaan yang harus dilakukan pada pasien ibu hamil dengan abortus. 4. Tenaga kesehatan diharapkan mampu mengoptimalkan pelayanan kesehatan secara berkesinambungan selama dalam masa kehamilan sehingga kelainan pada ibu hamil dapat dicegah sedini mungkin

DAFTAR PUSTAKA

1. Azhari, 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan. Availablefrom:http://digilib.unsri.ac.id/download/MASALAH%20ABORTUS%20DAN%20KESEHATAN.pdf. [Accessed December 2011].2. Gruber,Sarah Gynecology and Obstetris Basic.Urban and Fischer3. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Gilstrap III, L., andWenstrom, K.D., 2005. Williams Obstetrics. 22nd ed. United States ofAmerica: The McGraw-Hill Companies, Inc.4. Mochtar, R., 1998. Abortus dan Kelainan dalam Tua Kehamilan. In Lutan, D., ed.Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. 2nd ed. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran, 209-15.5. Nainggolan, L.H., 2006. Aspek Hukum Terhadap Abortus Provocatus DalamPerundang-undangan Di Indonesia. Jurnal Equality 11 (2): 94-102.6. Mukhtar, Z., Haryuna, S.H., Effendy, E., Rambe, A.Y.M., Betty., and Zahara, D.,2011.Desain Penelitian Klinis dan Statistika Kedokteran. 1st ed. Medan: USUPress Art Design, Publishing & Printing.7. Osborn, J.F., Cattaruzza, M.S., and Spinalli, A., 2000. Risk of SpontaneousAbortion in Italy, 1978-1995, and the Effect of Maternal Age, Gravidity,Marital Status, and Education. American Journal of Epidemiology 151 (1): 98-105..8. Sastrawinata, S., Martaadisoebrata, D., and Wirakusumah, F.F., 2005. ObstetriPatologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. 2nd ed. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC.9. Sastroasmoro, S., and Ismael, S., 2008. Dasar-dasar Metodologi PenelitianKlinis. 3rd ed. Jakarta: CV. Sagung Seto.10. Pritchard, J.A., MacDonald, P.C., and Gant, N.F., 1991. Abortus. In Hariadi, R.,ed. Obstetri Williams. Surabaya: Airlangga University Press, 539-56411. Sotiriadis, A., Papatheodorou, S., and Makrydimas, G., 2004. ThreatenedMiscarriage: Evaluation and Management. British Medical Journal 329: 152-155.12. Syafruddin, SH, MH, 2003. Abortus Provocatus dan Hukum. Available from:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1552/1/pid-syafruddin6.pdf.[Accessed March 2011].

13. Trupin, S.R., and Moreno, C., 2002. Medical Abortion: Overview andManagement, Medscape General Medicine. Available from:http://www.medscape.com/viewarticle/429755_5. [Accessed April 2011].14. World Health Organization, 2011. Unsafe Abortion: Global and RegionalEstimates of The Incidence of Unsafe Abortion and Associated Mortality in2008. WHO Library Cataloguing-in-Publication Data.15. World Health Organization, GENEVA, 1994. Clinical Management of AbortionComplications: A Practical Guide. Maternal Health and Safe MotherhoodProgramme, Division of Family Health.16. https://www.academia.edu/6461079/VISI_INDONESIA_SEHAT_201517. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24757/5/Chapter%20I.pdf