96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

73
PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOLOGI IBU POST PARTUM A. Perubahan Fisik Peruban fisik pada ibu post partum menurut Rustam Muchtar, 1998: 1. Perubahan pada Uterus Perubahan Pada Pembuluh Darah UterusKehamilan yang sukses membutuhkan peningkatan aliran darah uterus yang cukup besar. Untuk menyuplainya, arteri dan vena di dalam uterus terutama di plasenta menjadi luar biasa membesar, begitu juga pembuluh darah ke dan dari uterus, pembentukan pembuluh – pembuluh darah baru juga akan menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah kelahiran, kaliber pembuluh darah ekstrauterin berkurang sampai mencapai, atau paling tidak mendekati keadaan sebelum hamil. Di dalam uterus nifas, pembuluh darah mengalami obliterasi akibat perubahan hialin, dan pembuluh– pembuluh yang lebih kecil menggantikannya. Resorpsi residu hialin dilakukan melalui suatu proses yang menyerupai proses pada ovaruium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Namun, sisa – sisa di dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun. 2. Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus Tepi luar serviks, yang berhubungan dengan os eksternum, biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah bersalin ostium serviks hanya dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah menyempit. Karena ostium menyempit, serviks menebal dan kanal kembali terbentuk. Meskipun involusi telah selesai, os eksternum 1

description

partum

Transcript of 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Page 1: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

PERUBAHAN FISIK DAN PSIKOLOGI IBU POST PARTUM

A. Perubahan Fisik

Peruban fisik pada ibu post partum menurut Rustam Muchtar, 1998:

1. Perubahan pada Uterus

Perubahan Pada Pembuluh Darah UterusKehamilan yang sukses membutuhkan

peningkatan aliran darah uterus yang cukup besar. Untuk menyuplainya, arteri dan vena di

dalam uterus terutama di plasenta menjadi luar biasa membesar, begitu juga pembuluh

darah ke dan dari uterus, pembentukan pembuluh – pembuluh darah baru juga akan

menyebabkan peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah kelahiran, kaliber

pembuluh darah ekstrauterin berkurang sampai mencapai, atau paling tidak mendekati

keadaan sebelum hamil. Di dalam uterus nifas, pembuluh darah mengalami obliterasi

akibat perubahan hialin, dan pembuluh– pembuluh yang lebih kecil menggantikannya.

Resorpsi residu hialin dilakukan melalui suatu proses yang menyerupai proses pada

ovaruium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Namun, sisa – sisa di dalam

jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun – tahun.

2. Perubahan Pada Serviks dan Segmen Bawah Uterus Tepi luar serviks, yang berhubungan

dengan os eksternum, biasanya mengalami laserasi terutama di bagian lateral. Ostium

serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah bersalin ostium serviks hanya

dapat ditembus oleh dua jari. Pada akhir minggu pertama, ostium tersebut telah

menyempit. Karena ostium menyempit, serviks menebal dan kanal kembali terbentuk.

Meskipun involusi telah selesai, os eksternum tidak dapat sepenuhnya kembali ke

penampakannya sebelum hamil. Os ini tetap agak melebar, dan depresi bilateral pada

lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi cirri khas serviks

para. Harus diingat juga bahwa epitel serviks menjalani pembentukan kembali dalam

jumlah yang cukup banyak sebagai akibat kelahiran bayi. Segmen bawah uterus yang

mengalami penipisan cukup bermakna akan berkontraksi dan tertarik kembali, tapi tidak

sekuat pada korpus uteri. Dalam waktu beberapa minggu, segmen bawah telah mengalami

perubahan dari sebuah struktur yang tampak jelas dan cukup besar untuk menampung

hamper seluruh kepala janin, menjadi isthmus uteri yang hampir tak terlihat dan terletak

diantara korpus uteri diatasnya dan os eksternum serviks dibawahnya.

1

Page 2: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

3. Involusi korpus Uteri Segera setelah pengeluaran plasenta, fundus korpus uteri yang

berkontraksi terletak kira – kira sedikit di bawah umbilicus. Korpus uteri kini sebagian

besar terdiri atas miometrium yang dibungkus lapisan serosa dan dilapisi desidua basalis.

Dinding anterior dan posteriornya saling menempel erat, masing – masing tebalnya 4

sampai 5 cm. Karena pembuluh darah tertekan oleh miometrium yang berkontraksi, uterus

nifas pada potongan tampak iskemik bila dibandingkan dengan uterus hamil yang

hiperemesis dan berwarna ungu kemerah – merahan. Setelah 2 hari pertama, uterus mulai

menyusut, sehingga dalam 2 minggu orga ini telah turun ke rongga panggul sejati. Organ

ini mencapai ukuran seperti semula sebelum hamil dalam waktu sekitar 4 minggu. Uterus

segera setelah melahirkan mempunyai berat sekitar 1000 gram. Akibat involusi, 1 minggu

kemudian beratnya sekitar 500 gram, pada akhir minggu kedua turun menjadi sekitar 300

gram, dan segera setelah itu menjadi 100 gram atau kurang. Jumlah total sel otot tidak

berkurang banyak ; namun, sel – selnya sendiri jelas sekali berkurang ukurannya. Involusi

rangka jaringan ikat terjadi sama cepatnya. Karena pelepasan plasenta dan membran –

membran terutama terjadi di stratum spongiosum, desidua basalis tetap berada di uterus.

Desidua yang tersisa mempunyai bentuk bergerigi tak beraturan, dan terinfiltrasi oleh

darah, khususnya di tempat melekatnya plasenta.

4. Lokhia

Pada masa awal nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya

discharge vagina dalam jumlah bervariasi yang disebut lokhia. Secara

mikroskopis, lokhia terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel – sel epitel, dan bakteri.

Mikroorganisme ditemukan pada lokhia yang menumpuk di vagina dan pada sebagian

besar kasus juga ditemukan bahkan bila discharge diambil dari rongga uterus.

Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan, kandungan darah dalam lokhia cukup

banyak sehingga warnanya merah – lokhia rubra. Setelah 3 atau 4 hari, lokhia menjadi

sangat memucat – lokhia serosa. Setelah sekitar 10 hari, akibat campuran leukosit dan

berkurangnya kandungan cairan, lokhia menjadi berwarna putih atau putih kekuning –

kuningan lokhia alba.

5. Regenerasi Endometrium Dalam waktu 2 atau 3 hari setelah melahirkan, sisa desidua

berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Stratum superficial menjadi nekrotik, dan terkelupas

bersama lokhia. Stratum basal yang bersebelahan dengan miometrium tetap utuh dan

merupakan sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium terbentuk dari

2

Page 3: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

proliferasi sisa – sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat antar kelenjar

tersebut.Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat, kecuali pada tempat

melekatnya plasenta. Dalam satu minggu atau lebih, permukaan bebas menjadi tertutup

oleh epitel dan seluruh endometrium pulih kembali dalam minggu ketiga.

6. Sub Involusi

Istilah ini menggambarkan suatu keadaan menetapnya atau terjadinya retardasi involusi,

proses yang normalnya menyebabkan uterus nifas kembali ke bentuk semula. Proses ini

disertai pemanjangan masa pengeluaran lokhia dan perdarahan uterus yang berlebihan

atau irregular dan terkadang juga disertai perdarahan hebat. Pada pemeriksaan bimanual,

uterus teraba lebih besar dan lebih lunak dibanding normal untuk periode nifas tertentu.

Penyebab subinvolusi yang telah diketahui antara lain retensi potongan plasenta dan

infeksi pamggul. Karena hampir semua kasus subinvolusi disebabkan oleh penyebab local,

keadaan ini biasanya dapat diatasi dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini pemberian

ergonovin (ergotrate) atau metilergonovin (methergine) 0,2 mg setiap 3 atau 4 jam selama

24 sampai 48 jam direkomendasikan oleh beberapa ahli. Namun efektivitasnya

dipertanyakan. Di lain pihak, metritis berespon baik terhadap terapi antibiotic oral.

7. Involusi Tempat Melekatnya Plasenta Segera setelah kelahiran, tempat melekatnya

plasenta kira – kira berukuran sebesar telapak tangan, tetapi dengan cepat ukurannya

mengecil. Pada akhir minggu kedua, diameternya hanya 3 sampai 4 cm. Dalam waktu

beberapa jam setelah kelahiran, tempat melekatnya plasenta biasanya terdiri atas banyak

pembuluh darah yang mengalami thrombosis yang selanjutnya mengalami organisasi

thrombus secara khusus.

8. Perubahan Pada Traktus Urinarius

Kehamilan normal biasanya disertai peningkatan cairan ekstraseluler yang cukup

bermakna, dan diuresis masa nifas merupakan kebalikan fisiologis dari proses ini. Diuresis

biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima. Bahkan bila wanita tersebut tidak mendapat

infuse cairan intravena yang berlebihan selama persalinan dan kelahiran. Rangsang untuk

retensi cairan akibat hiperestrogenisme terinduksi kehamilan dan peningkatan tekanan

vena pada setengah bagian bawah tubuh akan berkurang setelah kelahiran, dan

hipervolemi residual akan menghilang. Pada preeclampsia, baik retensi cairan antepartum

maupun diuresis postpartum dapat sangat meningkat. Kandung kemih masa nifas

mempunyai kapasitas yang bertambah besar dan relative tidak sensitive terhadap tekanan

3

Page 4: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

cairan intravesika. Overdistensi pengosongan yang tidak sempurna dan urine residual yang

berlebihan sering dijumpai. Pengaruh anestesi terutama anestesi regional yang

melumpuhkan, dan gangguan tenporer fungsi saraf kandung kemih, tidak diragukan

perannya. Urine residual dan bakteriuria pada kandung kemih yang mengalami cedera,

ditambah dilatasi pelvis renalis dan ureter, membentuk kondisi yang optimal untuk

terjadinya infeksi saluran kemih. Ureter dan pelvis renalis yang mengalami dilatasi akan

kembali ke keadaan sebelum hamil mulai dari minggu ke 2 sampai ke 8 setelah kelahiran.

9. Relaksasi Muara Vagina dan Prolapsus Uteri

Pada awal masa nifas, vagina dan muara vagina membentuk suatu lorong luas berdinding

licin yang berangsur – angsur mengecil ukurannya tapi jarang kembali ke bentuk nulipara.

Rugae mulai tampak pada minggu ketiga. Himen muncul kembali sebagai kepingan –

kepingan kecil jaringan, yang setelah mengalami sikatrisasi akan berubah menjadi

carunculae mirtiformis.Laserasi luas perineum saat kelahiran akan diikut relaksasi introitus.

Bahkan bila tak tampak laserasi eksterna, peregangan berlebih akan menyebabkan

relaksasi nyata. Lebih lanjut, perubahan pada jaringan penyangga panggul selama

persalinan merupakan predisposisi prolaps uteri dan inkontenensia uri stress. Pada

umumnya, operasi korektif ditunda hingga seluruh proses persalinan selesai, kecuali tentu

saja terdapat kecacatan serius, terutama inkontinensia uri akibat stress, yang

menimbulkan gejala – gejala yang membutuhkan intervensi.

10. Peritonium dan Dinding Abdomen

Ligamentum latum dan rotundum jauh lebih kendur disbanding kondisi saat tidak hamil,

dan ligament – ligament ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk pulih dari

peregangan dan pengenduran yang berlangsung selama kehamilan. Sebagai akibat

putusnya serat – serat elastis kulit dan distensi yang berkepanjangan yang disebabkan

uterus hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu.

Kembalinya struktur ini ke keadaan normal memerlukan waktu beberapa minggu, tapi

pemulihan dapat dibantu dengan olahraga. Selain timbulnya striae yang berwarna keperak

– perakan, dinding abdomen biasanya kembali ke keadaan sebelum hamil. Namun, jika

otot – ototnya tetap atonik, dinding abdomen akan tetap kendur.

11. Kelenjar Mamae

4

Page 5: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

a) Payudara

Puting susu, areola, duktus & lobus membesar, vaskularisasi meningkat (Breast

Engorgement).

b) Laktasi

Masing – masing buah dada terdiri dari 15 – 24 lobi yang terletak terpisah satu

sama lain oleh jaringan lemak. Tiap lobus terdiri dari lobuli yang terdiri pula dari

acini yang menghasilkan air susu. Tiap lobules mempunyai saluran halus untuk

mengalirkan air susu. Saluran – saluran yang halus ini bersatu menjadi satu saluran

untuk tiap lobus. Saluran ini disebut ductus lactiferosus yang memusat menuju ke

putting susu di mana masing – masing bermuara. Keadaan buah dada pada 2 hari

pertama nifas sama dengan keadaan dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada

belum mengandung susu, melainkan colostrum yang dapat dikeluarkan dengan

memijat areola mamae. Colostrum adalah cairan kuning yang disekresi oleh

payudara pada awal masa nifas. Progesteron dan estrogen yang dihasilkan

plasenta merangsang pertumbuhan kelenjar – kelenjar susu, sedangkan

progesterone merangsang pertumbuhan saluran kelenjar. Kedua hormone ini

mengerem LTH (prolactin). Setelah plasenta lahir, maka LTH dengan bebas dapat

merangsang laktasi. Pada kira – kira hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi

besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu dan kalau areola

mamae dipijat, keluarlah cairan putih dari puting susu.

Selama menjalani masa nifas, ibu mengalami perubahan yang bersifat fisiologis yang meliputi

perubahan fisik (Bobak) :

1. Involusi

Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat kandungan atau

uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai keadaan seperti sebelum

hamil. Proses involusi terjadi karena adanya:

a) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh karena

adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih panjang

sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut

kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran jaringan tersebut akan diserap

5

Page 6: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang menyebabkan ibu mengalami

beser kencing setelah melahirkan.

b) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah anak

lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah karena adanya

pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak

berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran

darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang diperlukan

sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.

c) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi pada

jaringan otot uterus. Involusi pada alat kandungan meliputi:

Uterus

Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi

dan retraksi otot-ototnya. Perubahan uterus setelah melahirkan dapat

dilihat pada tabel dibawah ini.

Involusi

TFU

Berat Uterus

Diameter Bekas

Melekat

Plasenta

Keadaan Cervix

Setelah plasenta

lahir

1 minggu

2 minggu

6 minggu

8 minggu

Sepusat Pertengahan

pusat symphisis

Tak teraba

Sebesar hamil 2

minggu

Normal

1000 gr 500

gr

350 gr

50 gr

30 gr

12,5

7,5 cm

5 cm

2,5 cm

Lembik

Dapat dilalui 2

jari

Dapat dimasuki

1 jari

6

Page 7: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Involusi tempat plasenta

Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh

darah besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi

plasenta tidak meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya

dengan pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka.

Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar

pada dasar luka. (Sulaiman S, 1983l: 121 )

2. Perubahan pembuluh darah rahim

Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang besar, tetapi karena

setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus

mengecil lagi dalam masa nifas.

3. Perubahan pada cervix dan vagina

Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pada akhir

minggu pertama dapat dilalui oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini dan karena karena

retraksi dari cervix, robekan cervix jadi sembuh. Vagina yang sangat diregang waktu

persalinan, lambat laun mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum

ruggae mulai nampak kembali. Rasa sakit yang disebut after pains ( meriang atau

mules-mules) disebabkan koktraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4 hari pasca

persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu mengenai hal ini dan bila terlalu

mengganggu analgesik.( Cunningham, 430)

4. Lochia

Lochia adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus melalui vagina dalam masa nifas.

Lochia bersifat alkalis, jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochia ini berbau

anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk. Pengeluaran lochia dapat dibagi

berdasarkan jumlah dan warnanya yaitu lokia rubra berwarna merah dan hitam terdiri

dari sel desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium, sisa darah dan keluar

mulai hari pertama sampai hari ketiga. Lochia sanginolenta berwarna putih bercampur

merah , mulai hari ketiga sampai hari ketujuh. Lochia serosa berwarna kekuningan dari

hari ketujuh sampai hari keempat belas. Lochia alba berwarna putih setelah hari

keempat belas ( Manuaba, 1998: 193)

5. Dinding perut dan peritonium

7

Page 8: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama, biasanya akan

pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu

partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang

uterus jatuh ke belakang menjadi retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor.

Untuk memulihkan kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan ( Rustam

M, 1998: 130)

Tambahan Peruban fisik sesuai dengan sistem tubuh menurut Ambarwati, 2008 :

1. Involusi uterus atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus kembali ke

kondisi sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:

a) Iskemia Miometrium – Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus

menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus menjadi

relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.

b) Atrofi jaringan – Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen

saat pelepasan plasenta.

c) Autolysis – Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot

uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah mengendur

hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum

hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon

estrogen dan progesteron.

d) Efek Oksitosin – Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus

sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai

darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi

plasenta serta mengurangi perdarahan.

Ukuran uterus pada masa nifas akan mengecil seperti sebelum hamil. Perubahan-perubahan normal

pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:

Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus Diameter Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm

7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat dan simpisis 500 gram 7,5 cm

14 hari (minggu 2) Tidak teraba 350 gram 5 cm

8

Page 9: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm

.

Gambar. Tinggi fundus uteri pada masa nifas

2. Involusi Tempat Plasenta

Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke dalam

kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya

sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada

permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh

thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti

pertumbuhan endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat

implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di

dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang membeku pada tempat

implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia.

3. Perubahan Ligamen

Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan

saat melahirkan, kembali seperti sedia kala. Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan

antara lain: ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi,

ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi agak kendor.

9

Page 10: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

4. Perubahan pada Serviks

Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan berbentuk seperti

corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga

perbatasan antara korpus dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman

karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan pemeriksa masih dapat

dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1 jari saja yang dapat masuk. Oleh karena hiperpalpasi

dan retraksi serviks, robekan serviks dapat sembuh. Namun demikian, selesai involusi, ostium eksternum

tidak sama waktu sebelum hamil. Pada umumnya ostium eksternum lebih besar, tetap ada retak-retak

dan robekan-robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya.

5. Lokia

Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs plasenta akan menjadi nekrotik.

Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua

inilah yang dinamakan lokia. Lokia adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai

reaksi basa/alkalis yang membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada

pada vagina normal. Lokia mempunyai bau yang amis (anyir) meskipun tidak terlalu menyengat dan

volumenya berbeda-beda pada setiap wanita. Lokia mengalami perubahan karena proses involusi.

Pengeluaran lokia dapat dibagi menjadi lokia rubra, sanguilenta, serosa dan alba. Perbedaan masing-

masing lokia dapat dilihat sebagai berikut:

Lokia Waktu Warna Ciri-ciri

Rubra 1-3 hari Merah kehitaman Terdiri dari sel desidua, verniks caseosa,

rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa

darah

Sanguilenta 3-7 hari Putih bercampur

merah

Sisa darah bercampur lendir

Serosa 7-14 hari Kekuningan/

kecoklatan

Lebih sedikit darah dan lebih banyak serum,

juga terdiri dari leukosit dan robekan

laserasi plasenta

Alba >14 hari Putih Mengandung leukosit, selaput lendir serviks

dan serabut jaringan yang mati.

10

Page 11: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita postpartum dalam posisi berbaring daripada

berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi

berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah rata-rata pengeluaran lokia

sekitar 240 hingga 270 ml.

6. Perubahan Pada Vulva, Vagina dan Perineum

Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan, setelah

beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada

minggu ke tiga. Himen tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi

karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran vagina akan selalu lebih besar

dibandingkan keadaan saat sebelum persalinan pertama. Perubahan pada perineum pasca melahirkan

terjadi pada saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan

ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun demikian, latihan otot perineum

dapat mengembalikan tonus tersebut dan dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu. Hal ini

dapat dilakukan pada akhir puerperium dengan latihan harian.

Perubahan fisik pada ibu post partum menurut system tubuh :

1. Sistem Perkemihan

Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang berperan meningkatkan

fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar steroid menurun sehingga menyebabkan

penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita

melahirkan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah

melahirkan. Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:

11

Page 12: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

1. Hemostatis internal

Tubuh terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari cairan tubuh

terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular. Cairan ekstraselular terbagi

dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial.

Beberapa hal yang berkaitan dengan cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema

adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh.

Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena

pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.

2. Keseimbangan asam basa tubuh

Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40. Bila PH >7,4

disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.

3. Pengeluaran sisa metabolisme.

Pengeluaran sisa metabolisme, racun dan zat toksin ginjal

Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang mengandung nitrogen

terutama urea, asam urat dan kreatinin. Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar

tidak mengganggu proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca

melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil. Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil

pada ibu post partum, antara lain:

1. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi retensi urin.

2. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi dalam tubuh, terjadi

selama 2 hari setelah melahirkan.

3. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme oleh iritasi

muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga menyebabkan miksi.

Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun, hilangnya peningkatan tekanan

vena pada tingkat bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan

mekanisme tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan diuresis pasca partum.

Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu. Kehilangan cairan melalui keringat

12

Page 13: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

dan peningkatan jumlah urin menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca

partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan

metabolisme air pada masa hamil (reversal of the water metabolisme of pregnancy). Rortveit dkk (2003)

menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70%

lebih tinggi dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar. Sepuluh persen pasien

pasca persalinan menderita inkontinensia (biasanya stres inkontinensia) yang kadang-kadang menetap

sampai beberapa minggu pasca persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat

dilakukan latihan pada otot dasar panggul. Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam

waktu 4 jam pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang dower kateter

selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan

bila jumlah residu > 200 ml maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap

terpasang dan dibuka 4 jam kemudian, bila volume urine < 200 ml, kateter dibuka dan pasien

diharapkan dapat berkemih seperti biasa.

2. Sistem gastrointestinal

Selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesteron yang

dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan

kontraksi otot-otot polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian,

faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.

Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:

1. Nafsu makan

Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk mengkonsumsi

makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari sebelum faal usus kembali normal.

Meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami

penurunan selama satu atau dua hari.

2. Motilitas

13

Page 14: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang

singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa memperlambat pengembalian

tonus dan motilitas ke keadaan normal.

3. Pengosongan usus

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus otot usus menurun

selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema

sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem

pencernaan pada masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.

Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:

a) Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.

b) Pemberian cairan yang cukup.

c) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.

d) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.

e) Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat yang lain.

3. Sistem muskuluskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi

muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim,

relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum sistem muskuloskeletal akan

berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu

mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri.

Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:

1. Dinding perut dan peritoneum

14

Page 15: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Dinding perut dan peritoneum Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan

pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus

abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum,

fasia tipis dan kulit.

2. Kulit abdomen

Kulit abdomen Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan

mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal

kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal.

3. Striae

Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen. Striae pada

dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang

samar. Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui

keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan

lama pengembalian tonus otot menjadi normal.

4. Perubahan ligament

Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang sewaktu

kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang

ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.

5. Simpisis pubis

Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan

morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis

disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan

simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pasca

melahirkan, bahkan ada yang menetap.

15

Page 16: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain:

1. Nyeri punggung bawah

Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering terjadi. Hal ini

disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem muskuloskeletal akibat posisi saat

persalinan.

Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung sebaiknya dirujuk pada

fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran perawatan punggung, posisi istirahat, dan

aktifitas hidup sehari-hari penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan

selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman pada

pasien.

2. Sakit kepala dan nyeri leher

Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan migrain bisa terjadi.

Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit

kepala dan nyeri leher yang jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi

umum.

3. Nyeri pelvis posterior

Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi sakroiliaka. Gejala ini

timbul sebelum nyeri punggung bawah dan disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas

sendi sakroiliaka pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan

tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.

Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu untuk

mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat istirahat maupun bekerja, serta

mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat memacu rasa nyeri.

4. Disfungsi simpisis pubis

Disfungsi simfisis pubis Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis

pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis pubis adalah

16

Page 17: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada posisis

tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis

yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat mrmpengaruhi

gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan

disertai rasa nyeri yang hebat. Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda

nyeri; perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan abdomen

yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara bertahap; pemberian bantuan yang

sesuai.

5. Diastasis rekti

Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi

umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat

perenggangan mekanis dinding abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar,

poli hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga disebabkan

gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.

Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah antara otot rektus;

memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu), dari area xifoid sternum sampai di

bawah panggul; latihan transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi,

kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up;

mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama

diperlukan.

6. Osteoporosis akibat kehamilan

Osteoporosis akibat kehamilan Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal.

Gejala ini ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya

(tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca natal,

berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .

7. Disfungsi rongga panggul

17

Page 18: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Disfungsi dasar panggul, meliputi :

1. Inkontinensia urin

Inkontinensia urin adalah keluhan rembesan urin yang tidak disadari. Masalah berkemih yang

paling umum dalam kehamilan dan pasca partum adalah inkontinensia stres . Terapi : selama

masa antenatal, ibu harus diberi pendidikan mengenai dan dianjurkan untuk mempraktikan

latihan otot dasar panggul dan transversus sesering mungkin, memfiksasi otot ini serta otot

transversus selam melakukan aktivitas yang berat. Selama masa pasca natal, ibu harus

dianjurkan untuk mempraktikan latihan dasar panggul dan transversus segera setelah

persalinan. Bagi ibu yang tetap menderita gejala ini disarankan untuk dirujuk ke ahli fisioterapi

yang akan mengkaji keefektifan otot dasar panggul dan memberi saran tentang program

retraining yang meliputi biofeedback dan stimulasi.

2. Inkontinensia alvi

Inkontinensia alvi disebabkan oleh robeknya atau merenggangnya sfingter anal atau kerusakan

yang nyata pada suplai saraf dasar panggul selama persalinan (Snooks et al, 1985). Penanganan :

rujuk ke ahli fisioterapi untuk mendapatkan perawatan khusus.

3. Prolaps

Prolaps genetalia dikaitkan dengan persalinan per vagina yang dapat menyebabkan peregangan

dan kerusakan pada fasia dan persarafan pelvis. Prolaps uterus adalah penurunan uterus.

Sistokel adalah prolaps kandung kemih dalam vagina, sedangkan rektokel adalah prolaps rektum

kedalam vagina (Thakar & Stanton, 2002). Gejala yang dirasakan wanita yang menderita prolaps

uterus antara lain: merasakan ada sesuatu yang turun ke bawah (saat berdiri), nyeri punggung

dan sensasi tarikan yang kuat. Penanganan: prolaps ringan dapat diatasi dengan latihan dasar

panggul

4. Haematom

Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta faktor-faktor

pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit

18

Page 19: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor

pembekuan darah. Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000

selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama masa post partum.

Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi

patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan lama.

Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini

disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini

dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau

kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan awal, maka

pasien dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama dengan

kehilangan darah 500 ml darah. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan

diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan akan

normal dalam 4-5 minggu post partum.

Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post

partum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.

5. Sistem Kardiovasculer

Selama kehamilan secara normal volume darah untuk mengakomodasi penambahan aliran darah

yang diperlukan oleh placenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan dari estrogen mengakibatkan

diuresis yang menyebabkan volume plasma menurun secara cepat pada kondisi normal. Keadaan ini

terjadi pada 24 sampai 48 jam pertama setelah kelahiran. Selama ini klien mengalami sering kencing.

Penurunan progesteron membantu mengurangi retensi cairan sehubungan dengan penambahan

vaskularisasi jaringan selama kehamilan. ( V Ruth B, 1996: 230). Volume darah normal yang diperlukan

plasenta dan pembuluh darah uterin, meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya

penurunan hormon estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali.

Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi daripada normal.

Plasma darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya koagulasi meningkat. Aliran ini terjadi

dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah

urin. Hilangnya progesteron membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya

vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.

19

Page 20: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan kehilangan darah

dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan yang terjadi terdiri dari volume

darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per vaginam, hemokonsentrasi akan naik dan pada

persalinan seksio sesarea, hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.

Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah.

Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi

dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali

seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.

6. Ginjal

Aktifitas ginjal bertambah pada masa nifas karena reduksi dari volume darah dan ekskresi produk

sampah dari autolysis. Puncak dari aktifitas ini terjadi pada hari pertama post partum ( V Ruth B, 1996:

230)

7. Sistim Hormonal

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin. Hormon-

hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:

1. Hormon plasenta

Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi oleh plasenta. Hormon

plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan. Penurunan hormon plasenta (human

placental lactogen) menyebabkan kadar gula darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic

Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari

ke-7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.

2. Hormon pituitary

Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH. Hormon prolaktin darah meningkat

dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin

berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat

pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

20

Page 21: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

3. Hipotalamik pituitary ovarium

Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan menstruasi pada

wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada wanita manyusui mendapatkan

menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca

melahirkan. Sedangkan pada wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi

berkisar 40% setelah 6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.

4. Hormon oksitosin

Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja terhadap otot uterus

dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam

pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan

bayi dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu involusi

uteri. Oxytoxin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan bereaksi pada otot uterus dan

jaringan payudara. Selama kala tiga persalinan aksi oxytoxin menyebabkan pelepasan plasenta.

Setelah itu oxytoxin beraksi untuk kestabilan kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat

perlekatan plasenta dan mencegah perdarahan. Pada wanita yang memilih untuk menyusui

bayinya, isapan bayi menstimulasi ekskresi oxytoxin diamna keadaan ini membantu kelanjutan

involusi uterus dan pengeluaran susu. Setelah placenta lahir, sirkulasi HCG, estrogen,

progesteron dan hormon laktogen placenta menurun cepat, keadaan ini menyebabkan

perubahan fisiologis pada ibu nifas

5. Hormon estrogen dan progesterone

Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang tinggi

memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume darah. Sedangkan

hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi perangsangan dan

peningkatan pembuluh darah. Hal ini mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena,

dasar panggul, perineum dan vulva serta vagina. Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin

yang disekresi oleh glandula hipofise anterior bereaksi pada alveolus payudara dan

merangsang produksi susu. Pada wanita yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan

pengeluaran FSH di ovarium ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui kadar prolaktin turun

pada hari ke 14 sampai 21 post partum dan penurunan ini mengakibatkan FSH disekresi kelenjar

21

Page 22: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

hipofise anterior untuk bereaksi pada ovarium yang menyebabkan pengeluaran estrogen dan

progesteron dalam kadar normal, perkembangan normal folikel de graaf, ovulasi dan

menstruasi.( V Ruth B, 1996: 231).

6. Laktasi

Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini

merupakan makanan pokok , makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi yang disediakan

oleh ibu yamg baru saja melahirkan bayi akan tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.

Selama kehamilan hormon estrogen dan progestron merangsang pertumbuhan kelenjar susu

sedangkan progesteron merangsang pertumbuhan saluran kelenjar , kedua hormon ini mengerem

LTH. Setelah plasenta lahir maka LTH dengan bebas dapat merangsang laktasi. Lobus prosterior

hypofise mengeluarkan oxtoxin yang merangsang pengeluaran air susu. Pengeluaran air susu adalah

reflek yang ditimbulkan oleh rangsangan penghisapan puting susu oleh bayi. Rangsang ini menuju

ke hypofise dan menghasilkan oxtocin yang menyebabkan buah dada mengeluarkan air susunya.

Pada hari ke 3 postpartum, buah dada menjadi besar, keras dan nyeri. Ini menandai permulaan

sekresi air susu, dan kalau areola mammae dipijat, keluarlah cairan puting dari puting susu. Air susu

ibu kurang lebih mengandung Protein 1-2 %, lemak 3-5 %, gula 6,5-8 %, garam 0,1 – 0,2 %. Hal yang

mempengaruhi susunan air susu adalah diit, gerak badan. Benyaknya air susu sangat tergantung

pada banyaknya cairan serta makanan yang dikonsumsi ibu.( Obstetri Fisiologi UNPAD, 1983: 318 )

Tanda-tanda vital

Perubahan tanda-tanda vital pada massa nifas meliputi:

Parameter Penemuan normal Penemuan abnormal

Tanda-tanda vital Tekanan darah < 140 / 90 mmHg,

mungkin bisa naik dari tingkat

disaat persalinan 1 – 3 hari post

partum.

Suhu tubuh < 38 0 C

Denyut nadi: 60-100 X / menit

Tekanan darah > 140 / 90 mmHg

Suhu > 380 C

Denyut nadi: > 100 X / menit

22

Page 23: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius. Pasca melahirkan, suhu tubuh

dapat naik kurang lebih 0,5 derajat Celcius dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari

kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post

partum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI, kemungkinan payudara

membengkak, maupun kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun

sistem lain. Apabila kenaikan suhu di atas 38 derajat celcius, waspada terhadap infeksi post partum.

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca melahirkan, denyut nadi

dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus

waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan post partum. Tekanan darah adalah tekanan yang

dialami darah pada pembuluh arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh

manusia. Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80

mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan

darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan

darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum. Namun demikian,

hal tersebut sangat jarang terjadi.

Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per menit. Pada ibu post

partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan

atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut

nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan

khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan

ada tanda-tanda syok.

B. Perubahan Psikologi

Menjadi orang tua adalah merupakan krisis dari melewati masa transisi. Masa transisi pada

postpartum yang harus diperhatikan adalah :

a) Phase Honeymoon

Phase Honeymoon ialah Phase anak lahir dimana terjadi intimasi dan kontak yang lama antara

ibu – ayah – anak. Hal ini dapat dikatakan sebagai “ Psikis Honeymoon” yang tidak memerlukan

hal-hal yang romantik. Masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan

hubungan yang baru.

23

Page 24: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

b) Ikatan kasih ( Bonding dan Attachment )

Terjadi pada kala IV, dimana diadakan kontak antara ibu-ayah-anak, dan tetap dalam ikatan

kasih, penting bagi perawat untuk memikirkan bagaimana agar hal tersebut dapat terlaksana

partisipasi suami dalam proses persalinan merupakan salah satu upaya untuk proses ikatan kasih

tersebut.

c) Phase Pada Masa Nifas

Phase “ Taking in “Perhatian ibu terutama terhadap kebutuhan dirinya, mungkin pasif dan

tergantung berlangsung 1 – 2 hari. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya tetapi bukan

berarti tidak memperhatikan. Dalam Phase yang diperlukan ibu adalah informasi tentang

bayinya, bukan cara merawat bayi.Phase “ Taking hold “ Phase kedua masa nifas adalah phase

taking hold ibu berusaha mandiri dan berinisiatif. Perhatian terhadap kemampuan mengatasi

fungsi tubuhnya misalnya kelancaran buang air besar hormon dan peran transisi. Hal-hal yang

berkontribusi dengan post partal blues adalah rasa tidak nyaman, kelelahan, kehabisan tenaga.

Dengan menangis sering dapat menurunkan tekanan. Bila orang tua kurang mengerti hal ini

maka akan timbul rasa bersalah yang dapat mengakibatkan depresi. Untuk itu perlu diadakan

penyuluhan sebelumnya, untuk mengetahui bahwa itu adalah normal.

d) Bounding Attachment

Bounding merupakan satu langkah awal untuk mengungkapkan perasaan afeksi ( kasih sayang )

Atachmen merupakan interaksi antara ibu dan bayi secara spesifik sepanjang waktu. Bounding

Atachmen adalah kontak awal antara ibu dan bayi setelah kelahiran, untuk memberikan kasih

sayang yang merupakan dasar interaksi antara keduanya secara terus menerus. Dengan kasih

sayang yang diberikan terhadap bayinya maka akan terbentuk ikatan antara orang tua dan

bayinya.

e) Respon Antara Ibu dan Bayinya Sejak Kontak Awal Hingga Tahap Perkembangannya.

Touch ( sentuhan ). Ibu memulai dengan ujung jarinya untuk memeriksa bagian kepala dan

ekstremitas bayinya. Dalam waktu singkat secara terbuka perubahan diberikan untuk membelai

tubuh. Dan mungkin bayi akan dipeluk dilengan ibu. Gerakan dilanjutkan sebagai gerakan

lembut untuk menenangkan bayi. Bayi akan merapat pada payudara ibu. Menggenggam satu jari

atau seuntai rambut dan terjadilah ikatan antara keduanya. Eye To Eye Contact ( Kontak Mata )

Kesadaran untuk membuat kontak mata dilakukan kemudian dengan segera. Kontak mata

mempunyai efek yang erat terhadap perkembangan dimulainya hubungan dan rasa percaya

sebagai factor yang penting sebagai hubungan manusia pada umumnya. Bayi baru lahir dapat

24

Page 25: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

memusatkan perhatian pada suatu obyek, satu jam setelah kelahiran pada jarak sekitar 20-25

cm, dan dapat memusatkan pandangan sebaik orang dewasa pada usia kira-kira 4 bulan, perlu

perhatian terhadap factor-faktor yang menghambat proses tersebut

Mis ; Pemberian salep mata dapat ditunda beberapa waktu sehingga tidak mengganggu adanya

kontak mata ibu dan bayi. Odor ( Bau Badan ). Indra penciuman bayi sudah berkembang dengan

baik dan masih memainkan peranan dalam nalurinya untuk mempertahankan hidup.

Penelitian menunjukan bahwa kegiatan seorang bayi, detak jantung dan pola bernapasnya

berubah setiap kali hadir bau yang baru, tetapi bersamaan makin dikenalnya bau itu sibayipun

berhenti bereaksi. Pada akhir minggu I seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau badan dan

air susu ibunya. Indra Penciuman bayi akan sangat kuat, jika seorang ibu dapat memberikan

bayinya ASI pada waktu tertentu. Body Warm ( Kehangatan Tubuh ) Jika tidak ada komplikasi

yang serius seorang ibu akan dapat langsung meletakan bayinya diatas perut ibu, baik setalah

tahap kedua dari proses melahirkan atau sebelum tali pusat dipotong.

Kontak yang segera ini memberikan banyak manfaat baik bagi ibu maupun sibayi kontak kulit

agar bayi tetap hangat. Voice ( Suara ) Respon antara ibu dan bayi berupa suara masing-masing

orang tua akan menantikan tangisan pertama bayinya. Dari tangisan tersebut ibu merasa tenang

karena merasa bayinya baik ( hidup ). Bayi dapat mendengar sejak dalam rahim, jadi tidak

mengherankan bila ia dapat mendengar suara-suara dan membedakan nada dan kekuatan sejak

lahir, meskipun suara-suara itu terhalang selama beberapa hari terhalang cairan amniotic dari

rahim yang melekat pada telinga. Banyak Penelitian memperhatikan bahwa bayi-bayi baru lahir

bukan hanya mendengar secara pasif melainkan mendengarkan dengan sengaja dan mereka

nampaknya lebih dapat menyesuaikan diri dengan suara-suara tertentu daripada yang lain.

Entrainment ( gaya bahasa ) BBL menemukan perubahan struktur pembicaraan dari orang

dewasa artinya perkembangan bayi dalam bahasa dipengaruhi diatur, jauh sebelum ia

menggunakan bahasa dalam berkomunikasi ( komunikasi yang positip ). Biorhytmicity ( Irama

Kehidupan ) Janin dalam rahim dapat dikatakan menyesuaikan dengan irama alamiah ibunya

seperti halnya denyut jantung. Salah satu tugas bayi setelah adalah menyesuaikan irama dirinya

sendiri. Orang tua dapat membantu proses ini dengan memberikan perawatan penuh kasih yang

secara konsisten dan dengan menggunakan tanda bahaya untuk mengembangkan respon bayi

dan interaksi social serta kesempatan untuk belajar.

Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3 tahap yaitu:

a) Periode Taking In

25

Page 26: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan.Dalam masa ini terjadi interaksi dan

kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini dapat dikatakan sebagai psikis honey

moon yang tidak memerlukan hal-hal yang romantis, masing-masing saling memperhatikan

bayinya dan menciptakan hubungan yang baru.

b) Periode Taking Hold

Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha bertanggung jawab

terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai ketrampilan perawatan bayi. Pada

periode ini ibu berkosentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil

atau buang air besar.

c) Periode Letting Go

d) Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung jawab terhadap

bayi ( Persis Mary H, 1995: )

Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-kadang dikarenakan kekecewaan yang

berkaitan dengan mudah tersinggung dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur

terganggu. Manifestasi ini disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5

post partum ( Ibrahim C S, 1993: 50) . Kadangkala ibu merasakan kesedihan karena kebe-

basan, otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya berkurang. Hal ini akan mengakibatkan

depresi pasca-persalinan (depresi postpartum). Berikut ini gejala-gejala depresi pasca-

persalinan:

Sulit tidur, bahkan ketika bayi sudah tidur

Nafsu makan hilang

Perasaan tidak berdaya atau kehilangan control

Terlalu cemas atau tidak pcrhatian sama sekali pada bayi

Tidak menyukai atau takut menyentuh bayi

Pikiran yang menakutkan mengenai bayi

Sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan pribadi

Gejala fisik seperti banyak wanita sulit bernafas atau perasaan berdebar-debar.

Jika ibu mengalami gejala-gejala tersebut sebaiknnya ibu meberitahu suami, bidan, atau dokter.

Penyakit ini dapat disembuhkan dengan obat-obatan dan konsultasi dengan psikiater. Jika

depresi berkepanjangan ibu perlu mendapatkan petawatan di rumah Sakit.

26

Page 27: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Kemurungan masa nifas normal saja dan disebabkan perubahan dalam tubuh seorang wanita

selama kehamilan serta perubahan dalam irama/cara kehidupannya sedah bayi lahir. Seorang ibu lebih

beresiko mengalami kemurungan pasca salin, karena ia masili muda mempunyai masalah dalam

menyusui bayinya. Kemurungan pada masa nifas merupakan hal yang umum, dan bahwa perasaan-

perasaan demikian biasanya hilang sendiri dalam dua minggu sesudah melahirkan.

Ada tiga fase penyesuaian Ibu terhadap perannya sebagai orang tua yaitu :

i. Fase Dependen

Selama satu atau dua hari pertama setelah melahirkan, ketergantungan ibu menonjol. Pada

waktu ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi orang lain. Rubin (1961)

menetapkan periode ini sebagai fase menerima (taking-in phase), suatu waktu dimana ibu

memerlukan perlindungan dan perawatan (Bobak dkk., 2004).

ii. Fase Dependen-Mandiri

Apabila ibu telah menerima asuhan yang cukup selama beberapa jam atau beberapa hari

pertama setelah persalinan, maka pada hari kedua atau ketiga keinginan untuk mandiri timbul

dengan sendirinya. Secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan

penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri.

Keadaan ini disebut juga fase taking-hold yang berlangsung kira-kira sepuluh hari (Bobak dkk.,

2004).

iii. Fase Interdependen

Pada fase ini perilaku interdependen muncul, ibu dan para anggota keluarga saling berinteraksi.

Hubungan antar pasangan kembali menunjukkan karakteristik awal. Fase yang disebut juga

letting-go ini merupakan fase yang penuh stres bagi orangtua. Suami dan Istri harus

menyesuaikan efek dan perannya masing-masing dalam hal mengasuh anak, mengatur rumah

dan membina karier (Bobak dkk., 2004).

PENYAKIT PADA IBU POST PARTUM

a. Perdarahan post partum

27

Page 28: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir

pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan

menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan jumlah

perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah menyebabkan

perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,

hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL 2.

Perdarahan post partum dibagi menjadi :

Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum hemorrhage) :

Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala

III.

Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum hemorrhage)

: Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas (puerperium)

tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III.

Etiologi

Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain:

Atonia uteri

Luka jalan lahir

Retensio plasenta

Gangguan pembekuan darah

Insidensi

Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh

persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara berkembang angka kejadian

berkisar antara 5% sampai 15%5. Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:

Atonia uteri 50 – 60 %

Sisa plasenta 23 – 24 %

Retensio plasenta 16 – 17 %

28

Page 29: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Laserasi jalan lahir 4 – 5 %

Kelainan darah 0,5 – 0,8 %

Penilaian Klinik

Tabel . Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok

Volume Kehilangan

Darah

Tekanan Darah

(sistolik) Gejala dan Tanda Derajat Syok

500-1.000 mL

(10-15%)

Normal Palpitasi,

takikardia, pusing Terkompensasi

1000-1500 mL (15-

25%)

Penurunan ringan (80-

100 mm Hg)

Lemah, takikardia,

berkeringat Ringan

1500-2000 mL (25-

35%)

Penurunan sedang

(70-80 mm Hg)

Gelisah, pucat,

oliguria Sedang

2000-3000 mL (35-

50%)

Penurunan tajam (50-

70 mm Hg)

Pingsan, hipoksia,

anuria Berat

Tabel. Penilaian Klinik untuk Menentukan Penyebab Perdarahan Post Partum

Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

Uterus tidak berkontraksi dan

lembek.

Perdarahan segera setelah anak

lahir

Syok

Bekuan darah pada

serviks atau posisi

telentang akan

menghambat aliran

darah keluar

Atonia uteri

Darah segar mengalir segera

setelah bayi lahir

Uterus berkontraksi dan keras

Pucat

Lemah

Robekan jalan lahir

29

Page 30: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Plasenta lengkap Menggigil

Plasenta belum lahir setelah 30

menit

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi dan keras

Tali pusat putus akibat

traksi berlebihan

Inversio uteri akibat

tarikan

Perdarahan lanjutan

Retensio plasenta

Plasenta atau sebagian selaput

tidak lengkap

Perdarahan segera

Uterus berkontraksi

tetapi tinggi fundus tidak

berkurang

Retensi sisa plasenta

Uterus tidak teraba

Lumen vagina terisi massa

Tampak tali pusat (bila plasenta

belum lahir)

Neurogenik syok

Pucat dan limbung

Inversio uteri

Sub-involusi uterus

Nyeri tekan perut bawah dan

pada uterus

Perdarahan sekunder

Anemia

Demam

Endometritis atau sisa

fragmen plasenta

(terinfeksi atau tidak)

Kriteria Diagnosis

Pemeriksaan fisik: Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat,

kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus

Pemeriksaan obstetri: Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila

kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena luka jalan lahir

30

Page 31: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Pemeriksaan ginekologi: Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi

uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta

Faktor Resiko

Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)

Partus presipitatus

Solutio plasenta

Persalinan traumatis

Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)

Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus

Partus lama

Grandemultipara

Plasenta previa

Persalinan dengan pacuan

Riwayat perdarahan pasca persalinan

Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di bawah

10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk. Pemeriksaan golongan darah dan tes

antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal. Perlu dilakukan pemeriksaan faktor koagulasi

seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan.

b. Pemeriksaan radiologi

Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan yang

tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat dilakukan.

Berdasarkan pengalaman, pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanya jendalan

darah dan retensi sisa plasenta. USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi

pasien dengan resiko tinggi yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum

seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas

dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.

Penatalaksanaan

31

Page 32: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1) resusitasi

dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan

penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.

Resusitasi cairan

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi waktu untuk

menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan

akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan

resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat

tinggi. Berikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang besar, baik normal salin (NS/NaCl)

atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat

persalinan karena biaya yang ringan dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi

darah. Resiko terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post

partum. Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan

pengunaan cairan Ringer Laktat. Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran

pada penanganan perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian

4-5 L kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi

pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat

menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum. Ginjal normal dengan

mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih dari 1.500 mL pada wanita hamil

yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan dapat tertangani.

Kehilanagn darah yang banyak, biasanya membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah . Cairan

koloid dalam jumlah besar (1.000 – 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang buruk pada

hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS, dan karena harga serta

resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap

direkomendasikan.

Transfusi Darah

Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan

melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan

resusitasi cepat. PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Para

32

Page 33: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

klinisi harus memperhatikan darah transfusi, berkaitan dengan waktu, tipe dan jumlah produk darah

yang tersedia dalam keadaan gawat. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2 – 4 unit PRC untuk

menggantikan pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat

sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan

menambahkan 100 mL NS pada masing-masing unit. Jangan menggunakan cairan Ringer Laktat untuk

tujuan ini karena kalsium yang dikandungnya dapat menyebabkan penjendalan3.

Tabel. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya

Jenis dan Cara Oksitosin Ergometrin Misoprostol

Dosis dan cara

pemberian awal

IV: 20 U dalam 1L

larutan garam

fisiologis dengan

tetesan cepat IM: 10

U

IM atau IV (lambat):

0,2 mg

Oral atau rektal 400

mg

Dosis lanjutan IV: 20 U dalam 1 L

larutan garam

fisiologis dengan

40 tetes/menit

Ulangi 0,2 mg IM

setelah 15 menit

Bila masih

diperlukan, beri

IM/IV setiap 2-4 jam

400 mg 2-4 jam

setelah dosis awal

Dosis maksimal

per hari

Tidak lebih dari 3 L

larutan fisiologis

Total 1 mg (5 dosis) Total 1200 mg atau 3

dosis

Kontraindikasi

atau hati-hati

Pemberian IV secara

cepat atau bolus

Preeklampsia, vitium

kordis, hipertensi

Nyeri kontraksi

Asma

Pencegahan

Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat

menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum. Penanganan aktif merupakan

kombinasi dari hal-hal berikut:

a) Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.

33

Page 34: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

b) Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat

c) Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi dengan

baik

Penanganan Perdarahan Post Partum Berdasarkan Penyabab

A. ATONIA UTERI

I. Definisi

Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan

memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan biasa terjadi

segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat menyebabkan perdarahan

hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.

II. Etiologi

34

Page 35: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Overdistensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya atonia uteri.

Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia, polihidramnion atau

abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus atau kegagalan untuk melahirkan

plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik sebelum maupun sesudah plasenta lahir

.Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau

persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai

akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi,

nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin.

Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis,

septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia

akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa grandemultiparitas bukan merupakan faktor

resiko independen untuk terjadinya perdarahan post partum.

III. Penatalaksanaan

a) Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri

b) Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan perdarahan

berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.

c) Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon

uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.

d) Kompresi bimanual eksternal

Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah

telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan

berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila

belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal

e) Kompresi bimanual internal

Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina

untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme

kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan

berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap

terjadi , coba kompresi aorta abdominalis

f) Kompresi aorta abdominalis

35

Page 36: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,genggam tangan

kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan, hingga

mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat

mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan

yang terjadi

g) Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba prostaglandin

F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium (transabdominal). Bila perlu

pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2 atau 3 jam sesudahnya.

h) Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap > 200 mL/jam.

Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik (khusus untuk penderita yang

belum punya anak atau muda sekali)

i) Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.

Penilaian Klinik Atonia Uteri

RETENSIO PLASENTA

I. Definisi

36

Page 37: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30 menit

setelah bayi lahir2. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan

kontraksi uterus

II. Klasifikasi

Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain

a) Plasenta adhesiva adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga

menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan

miometrium

c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati lapisan

miometrium

d) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan miometrium

hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus

e) Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh

konstriksi ostium uteri

I. Penatalaksanaan

Retensio plasenta dengan separasi parsial

a) Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan diambil

b) Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak terjadi,

coba traksi terkontrol tali pusat.

c) Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu,

kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin

karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum

uteri)

d) Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati

dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan

e) Lakukan transfusi darah apabila diperlukan

f) Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria / oral)

37

Page 38: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

g) Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik

Plasenta inkarserata

a) Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan

b) Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan

melahirkan plasenta

c) Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus oksitosin 20 IU dalam

500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang

diakibatkan bahan anestesi tersebut

d) Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam ovum, lakukan manuver

sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan analgesik (Tramadol 100 mg IV

atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV) pada tabung suntik yang terpisah

Plasenta akreta

a) Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau korpus bila

tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang

dalam

b) Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan diagnosis,

stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan

operatif

Bagan II.3. Penilaian Klinik Plasenta Akreta

38

Page 39: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Sisa Plasenta

a) Penem

uan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta

setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan pasca persalinan lanjut,

sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin dengan keluhan perdarahan setelah

beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi uterus

b) Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika yang dipilih

adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1 g oral dikombinasi dengan metronidazol 1 g

supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral

c) Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan.

Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi

dan kuretase

d) Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL, berikan sulfas ferosus 600

mg/hari selama 10 hari

39

Page 40: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

LASERASI JALAN LAHIR

1. Ruptura perineum dan robekan dinding vagina

Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam :

Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum

Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum dengan

melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital

Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan muskulus sfingter

ani eksternus terputus di depan

Robekan serviks

II. Faktor Resiko

Makrosomia

Malpresentasi

Partus presipitatus

Distosia bahu

III. Penatalaksanaan

Ruptura perineum dan robekan dinding vagina

a) Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan

b) Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic

c) Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap

d) Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator Khusus pada ruptura

perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan penjahitan lapis demi lapis

dengan bantuan busi pada rektum, sbb: Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada

rektum hingga ujung robekan. Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul

submukosa, menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit

kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no. 2/0. Lanjutkan penjahitan ke

lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara

jelujur. Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler. Berikan

antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral). Terapi penuh antibiotika

40

Page 41: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan tradisional atau terdapat

tanda-tanda infeksi yang jelas

Robekan serviks

a) Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur akan mengalami

robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi

b) Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyakmaka segera

lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio

c) Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan dapat segera

dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan.

Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat

dijahit

d) Setelah tindakan, periksa tanda vital psien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan

pasca tindakan

e) Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi

f) Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g%, berikan transfusi darah

Bagan II.4. Penilaian Klinik Perdarahan Oleh Karena Persalinan Trumatika2

41

Page 42: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

KELAINAN DARAH

I. Etiologi

Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak

menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk mencegah

perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah memiliki peran

penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat

menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama

trauma. Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan. Trombositopenia

dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP sekunder, solusio

plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar

42

Page 43: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis. Abnormalitas sistem pembekuan

yang muncul sebelum persalinan yang berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi

abnormalitas yang didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan

dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen

meningkat pada saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang

tidak hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah

perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC. DIC juga

dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang menyebabkan kerusakan

dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan

penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).

II. Penatalaksanaan

Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan post

partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post partum, seperti

solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia.

Ambil langkah spesifik untuk menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.

Penanganan DIC identik dengan pasien yang mengalami koagulopati dilusional. Restorasi dan

penanganan volume sirkulasi dan penggantian produk darah bersifat sangat esensial. Perlu saran dari

ahli hematologi pada kasus transfusi masif dan koagulopati. Konsentrat trombosit yang diturunkan dari

darah donor digunakan pada pasien dengan trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran

trombosit dengan cepat. Satu unit trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 –

10.000/mm3. Dosis biasa sebesar kemasan 10 unit diberikan bila gejala-gejala perdarahan telah jelas

atau bila hitung trombosit di bawah 20.000/mm3. transfusi trombosit diindakasikan bila hitung

trombosit 10.000 – 50.000/mm3, jika direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau

diperkirakan diperlukan suatu transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa

paruh trombosit hanya 3 – 4 hari.

Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan

fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian donor, tetapi

antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan koagulopati, dan belum

terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus dipakai secara empiris.

43

Page 44: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai dalam

penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas faktor-faktor ini

tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi menurut keadaan klinis4.

INFEKSI NIFAS

PRINSIP DASAR

Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas. Suhu 38°C atau

lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur per oral sedikitnya 4 kali sehari disebut

sebagai morbiding puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap sebagai

infeksi nifas jika tidak ditemukan sebab-sebab ekstragenital.

Beberapa faktor predisposisi:

kurang gizi atau malnutrisi

anemia

hygiene

kelelahan

proses persalinan bermasalah: partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik,

kurang baiknya proses pencegahan infeksi, periksa dalam yang berlebihan.

PENILAIAN KLINIK

Gejala dan tanda yang selalu

didapat

Gejala lain yang mungkin

didapat Kemungkinan diagnosis

Nyeri perut bagian bawah

Lokhia purulen dan berbau

Uterus tegang dan

subinvolusi

Perdarahan pervaginam

Syok

Peningkatan sel darah putih,

Metritis

(Endometritis /

Endomiometritis)

44

Page 45: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

terutama polimorfonuklear

Nyeri perut bagian bawah

Pembesaran perut bawah

Demam terus menerus

Dengan antibiotik tidak

membaik

Pembengkakan pada

adneksa atau kavum Douglas

Abses pelvik

Nyeri perut bagian bawah

Bising usus tidak ada

Perut yang tegang (rebound

tenderness)

Anoreksia/muntah

Peritonitis

Nyeri payudara dan tegang Payudara yang mengeras dan

membesar (pada kedua

payudara)

Biasanya terjadinya antara

hari 3-5 pascapersalinan

Bendungan pada payudara

Nyeri payudara dan

tegang/bengkak

Ada inflamasi yang didahului

bendungan

kemerahan yang batasnya

jelas pada payudara

Biasanya hanya satu

payudara

Biasanya terjadi antara 3 – 4

minggu pascapersalinan

Mastitis

Payudara yang tegang dan

padat kemerahan

Pembengkakan dengan

adanya fluktuasi

Mengalir nanah

Abses payudara

Nyeri pada luka / irisan dan Luka/irisan pada perut dan Selulitis pada luka (perineal /

45

Page 46: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

tegang/indurasi perineal yang

mengeras/indurasi

Keluar pus

Kemerahan

Abdominal)

Luka yang mengeras disertai pengeluaran

cairan serous atau kemerahan dari luka;

tidak ada / sedikit erithema dekat luka insisi

Abses atau hematoma pada luka insisi

Disuria Nyeri dan tegang pada

daerah pinggang

Nyeri suprapublik

Uterus tidak mengeras

Menggigil

Infeksi pada traktus urinarius

Demam yang tinggi walau

mendapat antibiotika

menggigil

Ketegangan pada otot kaki

Komplikasi pada paru, ginjal,

persendian, mata dan

jaringan subkutan

Thrombosis vena dalam

(deep vein thrombosis) (a)

Thromboflebitis:

- pelviotrombo-flebitis

- Femoralis

METRITIS

Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab terbesar

kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses pelviks, peritonitis,

46

Page 47: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

syok septik, thrombosis vena yang dalam, emboli pulmonal, infeksi pelvik yang menahun, dispareunia,

penyumbatan tuba dan infertilitas.

a) Berikan transfusi bila dibutuhkan (Packed Red Cell).

b) Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi.

Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis

tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak

panas selama 24 jam.

c) Pertimbangkan pemberian antitetanus profilaksis.

d) Bila dicurigai adanya sisa plasenta, lakukan pengeluaran (digital atau dengan kuret tumpul

besar).

e) Bila ada pus lakukan drainase (kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi Fowler.

f) Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis generalisata

lakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila pada evaluasi uterus nekrotik dan septik lakukan

histerektomi subtotal.

BENDUNGAN PAYUDARA

Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka

mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari saluran sistem laktasi.

Bila ibu menyusui bayinya:

a) Susukan sesering mungkin

b) Kedua payudara disusukan.

c) Kompres hangat payudara sebelum disusukan.

d) Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui.

e) Sangga payudara.

f) Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.

g) Bila demam tinggi berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

h) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengetahui hasilnya.

47

Page 48: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

Bila ibu tidak menyusui:

a) Sangga payudara.

b) Kompres dingin payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit.

c) Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

d) Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

e) Pompa dan kosongkan payudara.

INFEKSI PAYUDARA

Mastitis

Payudara tegang / indurasi dan kemerahan

a) Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum terbentuk abses

biasanya keluhannya akan berkurang.

b) Sangga payudara.

c) Kompres dingin.

d) Bila diperlukan berikan Parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.

e) Ibu harus didorong menyusui bayinya walau ada pus.

f) Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.

Abses Payudara

Terdapat masa padat, mengeras di bawah kulit yang kemerahan.

a) Diperlukan anestesi umum (ketamin).

b) Insisi radial dari tengah dekat pinggir aerola, ke pinggir supaya tidak memotong saluran ASI.

c) Pecahkan kantung pus dengan klem jaringan (pean) atau jari tangan.

d) Pasang tampon dan drain, diangkat setelah 24 jam.

e) Berikan Kloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari.

f) Sangga payudara.

g) Kompres dingin.

h) Berikan Parasetamol 500 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan.

i) Ibu dianjurkan tetap memberikan ASI walau ada pus.

j) Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari.

48

Page 49: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

ABSES PELVIS

a) Bila pelviks abses ada tanda cairan fluktuasi pada daerah cul-de-sac, lakukan kolpotomi atau

dengan laparotomi. Ibu posisi Fowler.

b) Berikan antibiotika spektrum luas dalam dosis yang tinggi

Ampisilin 2 g IV kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis

tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam. Lanjutkan antibiotika ini sampai ibu tidak

panas selama 24 jam.

PERITONITIS

a) Lakukan pemasangan selang nasogastrik bila perut kembung akibat ileus.

b) Berikan infus (NaCL atau Ringer laktat) sebanyak 3000 ml.

c) Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam: Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6

jam, ditambah Gentamisin 5 mg/kg berat badan IV dosis tunggal/hari dan Metronidazol 500 mg

IV setiap 8 jam.

d) Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritoneal lavage) bila terdapat kantong

abses.

INFEKSI LUKA PERINEAL DAN LUKA ABDOMINAL

Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang kurang baik.

a) Bedakan antara wound abcess, wound seroma, wound hematoma, dan wound cellulitis.

Wound abcess, wound seroma dan wound hematoma suatu pengerasan yang tidak biasa dengan

mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema sekitar luka insisi.

Wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari tempat insisi.

b) Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka jahitan dan lakukan pengeluaran serta kompres

antiseptik.

c) Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.

d) Bila infeksi sedikit tidak perlu antibiotika.

e) Bila infeksi relatif superfisial, berikan Ampisilin 500 mg per oral selama 6 jam dan Metronidazol

500 mg per oral 3 kali/hari selama 5 hari.

49

Page 50: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

f) Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri Penisilin G 2 juta U IV

setiap 4 jam (atau Ampisilin inj 1 g 4 x/hari) ditambah dengan Gentamisin 5 mg/kg berat badan

per hari IV sekali ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam, sampai bebas panas

selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang. Lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu

setelah infeksi membaik.

g) Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering ganti.

TROMBOFLEBITIS

Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang

mengikuti aliran darah di sepanjang vena dan cabang-cabangnya sehingga terjadi tromboflebitis.

Klasifikasi :

Pelviotromboflebitis

Pelviotromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum latum, yaitu vena ovarika,

vena uterina dan vena hipogastrika. Vena yang paling sering terkena ialah vena ovarika dekstra

karena infeksi pada tempat implantasi plasenta terletak di bagian atas uterus; proses biasanya

unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedangkan perluasan

inveksi dari vena ovarika dekstra ialah ke vena kava inferior. Peritoneum, yang menutupi vena

ovarika dekstra, mengalami inflamasi dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan

periapendisitis. Perluasan infeksi dari vena utruna ialah ke vena iliaka komunis. Nyeri, yang terdapat

pada perut bagian bawah dan/atau perut bagian samping, timbul pada hari ke 2 – 3 masa nifas

dengan atau tanpa panas. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai

berikut:

a) menggigil berulang kali. Menggigil inisial terjadi sangat berat (30 – 40 menit) dengan interval

hanya beberapa jam saja dan kadang-kadang 3 hari. Pada waktu menggigil penderita hampir

tidak panas.

b) Suhu badan naik turun secara tajam (36°C menjadi 40°C), yang diikuti dengan penurunan suhu

dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti pada endometritis).

c) Penyakit dapat berlangsung selama 1 – 3 bulan.

d) Cenderung berbentuk pus, yang menjalar ke mana-mana, terutama ke paru-paru.

50

Page 51: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

e) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat segera terjadi

leukopenia).

f) Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat yang tepat sebelum mulainya menggigil.

Meskipun bakteri ditemukan di dalam darah selama menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat

karena bakterinya adalah anaerob.

g) Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang paling banyak terkena ialah

vena ovarika yang sukar dicapai pada pemeriksaan.

Komplikasi

Komplikasi pada paru-paru: infark, abses, pneumonia,

Komplikasi pada ginjal sinistra, nyeri mendadak, yang diikuti dengan proteinuria dan hematuria

Komplikasi pada persendian, mara dan jaringan subkutan.

Penanganan

Rawat inap

Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakit dan mencegah terjadinya emboli pulmonum.

Terapi medik

Pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif, seperti yang tercantum dalam

penatalaksanaan metritis) dan heparin jika terdapat tanda-tanda atau dugaan adanya emboli

pulmonum.

Terapi operatif

Pengikatan vena kava inferior dan vena ovarika jika emboli septik terus berlangsung sampai mencapai

paru-paru, meskipun sedang dilakukan heparinisasi.

Tromboflebitis femoralis

Trombofelbitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena femoralis, vena poplitea dan

vena safvena.

Penilaian klinik

51

Page 52: 96161450 Perubahan Fisik Dan Psikologi Ibu Post Partum

a) Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7 – 10 hari, kemudian suhu mendadak

naik kira-kira pada hari ke 10 – 20, yang disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.

b) Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda-tanda sebagai

berikut Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi ke luar serta sukar bergerak, lebih panas

dibanding dengan kaki lainnya. Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan

keras pada paha bagian atas.

c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha.

d) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang, putih, nyeri dan

dingin, pulsasi menurun.

e) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau setelah nyeri dan pada umumnya terdapat pada

paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki, kemudian

meluas dari bawah ke atas.

f) Nyeri pada betis, yang akan terjadi spontan atau dengan memijit betis atau dengan

meregangkan tendo akhiles (tanda Homan).

Penanganan

Perawatan

Kaki ditinggikan untuk mengurangi edema, lakukan kompres pada kaki. Setelah mobilisasi kaki

hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang yang elastik selama mungkin.

a) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.

b) Terapi medik: pemberian antibiotika dan analgetika.

52