8.Dr.mulyadi Djojosaputro Efek Samping Herbal Medicine

44
EFEK SAMPING HERBAL MEDICINE DR.dr.MULYADI DJOJOSAPUTRO, MS Bagian farmakologi FK-UKI

description

herbal

Transcript of 8.Dr.mulyadi Djojosaputro Efek Samping Herbal Medicine

  • EFEK SAMPING HERBAL MEDICINEDR.dr.MULYADI DJOJOSAPUTRO, MSBagian farmakologi FK-UKI

  • *

  • *

  • *

  • *

  • *

  • *

  • Kategori Herbal Medicine (WHO, 2003)

    *

  • *

  • Ancaman yang tidak pernah mengancamKegiatan memproduksi dan atau mengedarkan Obat Tradisional dan Suplemen Makanan yang mengandung Bahan Kimia Obat, melanggar Undang Undang Nomor23 tahun 1992 tentang Kesehatan dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan Undang Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang dapat dikenakan sanksi dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak 2 (dua) miliar rupiah.

    *

  • *

  • 7. Mitos/informasi yang menyesatkan

    *

  • Tipe penyakitData pra klinikData uji klinikData atau informasi lainAkutPerluPerluKronisPerluPerluUntuk kesehatanTidak perluTidak perluDidukung oleh dokuman baku seperti farmakope nasional

    *

  • Points to Remember

    *

  • Tingkat KonsumenKonsumen yang menggunakan tanaman obat tumbuh sangat cepat. Di Indonesia angka penjualan obat herbal meningkat tajam dimana pada thn 2003 sebesar 2,5 triliun menjadi 10 triliun pada tahun 2008 (kadin). Meningkat oleh karena ada anggapan bahwa bahan alami bebas dari efek samping dibandingkan dengan modern. Anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar. Tanaman obat, meskipun bersifat alami, dapat pula memberikan efek samping sama seperti obat lainnya.

  • Efek SampingData menunjukkan bahwa lebih dari 5000 dugaan efek samping obat dilaporkan oleh WHO sebelum 1964. Ada fenomena seperti gunung es , karena dalam hal pelaporan kasus belum ada suatu mekanisme sentral yang mengaturnya.Beberapa faktor yang menyebabkan tidak teridentifikasinya efek samping bahan alami ini adalah dokter tidak mengenali gejala klinik dari efek samping tersebut dan pihak pasien enggan melaporkan efek samping tersebut.

  • Permasalahan yang sering mengakibatkan efek samping dalam penggunaan bahan alami ini adalah reaksi idiosinkrasi, potensi tanaman obat/produk bahan alami ini bervariasi dari tiap pabrik pembuatnya, tanaman obat salah diidentifikasi, kelebihan dosis, dan adanya cemaran dari logam berat ataupun obat-obatan kimia.

  • Patut diwaspadai kemungkinan adanya penambahan secara ilegal bahan kimia obat (BKO) seperti kortikosteroid ke dalam produk OT. Badan POM telah beberapa kali menarik sejumlah produk OT terdaftar maupun tidak terdaftar, yang secara ilegal ternyata mengandung BKO, seperti sibutramin, fenilbutazon, kortikosteroid, metampiron, parasetamol, CTM, allopurinol.

  • Selain itu, sejumlah 15 produk OT yang diklim sebagai "obat kuat juga telah ditarik dari peredaran karena mengandung bahan kimia sildenafil sitrat. Bahan kimia tersebut termasuk obat keras yang penggunaannya harus dengan resep dokter. Penggunaan zat kimia obat yang tidak tepat dapat meningkatkan risiko efek samping bahkan menimbulkan kematian.

  • Di Indonesia, penelitian untuk mengetahui toksisitas akut beberapa tanaman obat sudah banyak dilakukan dan hampir seluruhnya menunjukkan practically Non Toxic. Namun, data mengenai toksisitas subakut /subkronik belum banyak dilakukan. Data ini sangat penting mengingat penggunaan tanaman obat justru lebih sering dalam jangka waktu lama dibandingkan dengan sekali minum dosis besar.

  • KontaminasiBeberapa hal yang menyebabkan efek samping dalampenggunaan produk bahan alami (PBA ):KontaminasiDalam proses produksinya, PBA ini dapat terkontaminasi logam berat seperti timbal, merkuri, arsen, alumunum, timah, maupun obat-obat kimia.

    Satu kasus pernah dilaporkan, yaitu seorang pasien yang mengkonsumsi 24 tablet kasul berisi tanaman obat/hari selama satu tahun, kemudian timbul gejala kelebihan glukokortikoid, termasuk kelumpuhan otot proksimal dan osteoporosis. Ternyata, setelah diteliti setiap tablet mengandung triamcinolon 5,4 mg.

    Baru-baru ini pula Dirjen POM menarik 35 jamu (cilacap)yang beredar di masyarakat karena dicampurkan obat-obat kimia seperti: fenilbutason, deksametason, antalgin, furosemid, klorpropamid, paracetamol, dan CTM.

  • Kesalahan IdentifikasiKesalahan Identifikasi Tanaman ObatPengobatan dengan tanaman obat Cina beberapa kali dilaporkan memiliki toksik efek.Adanya interstitial renal fibrosis dan gagal ginjal akibat penggunaan obat pengurus badan yang mengandung aristolochic acid dan mengakibatkan kematian pada lebih dari 30 pasien.Obat pengurus badan ini beredar di Belgia antara 1990--1992 sampai terdapat peningkatan adanya kasus interstitial renal fibrosis. Semua pasien menggunakan regimen pengurus badan dan diagnosis dibuat berdasarkan biopsi ginjal. Semua pasien perburukan klinis segera dan membutuhkan dialisis.

  • Pada studi lanjutan diperoleh data bahwa korban lebih dari 80 pasien, sekitar setengahnya membutuhkan transplantasi ginjal. Kasus yang menghebohkan di atas sebenarnya merupakan contoh dari kesalahan penggunaan tanaman obat yang berbeda.Tanaman obat yang biasa dipakai sebagai pengurus badan sebenarnya adalah fang ji (Stephania tetranda) dan hou pu (Magnolia officinalis). Namun, formula yang dipakai selama 12 bulan adalah quang fang ji (aristolochic fang chi) yang sebenarnya digunakan untuk arthritis serta efek diuretik dan memang mempunyai efek toksik terhadap ginjal.

  • DosisDosis BerlebihGinseng merupakan salah satu tanaman obat yang populer dan seringkali digunakan untuk meningkatkan vitalitas, stamina, dan konsentrasi. Namun, penggunaannya harus tetap mengikuti dosis anjuran. Pada jurnal Neurology 10 pernah pula dilaporkan suatu kasus seorang wanita muda yang mengeluh nyeri kepala hebat setelah mengkonsumsi ginseng berlebih (dosis 25 mg sedangkan anjuran 0,5 2 gram/hari). Pada angiografi ditemukan adanya kesan arteritis serebri. Satu kasus pernah dilaporkan pula adanya sindrom Steven-Johnson setelah penggunaan ginseng selama 3 hari dengan dosis yang reguler. Selain itu, ginseng dapat mempengaruhi pembekuan darah melalui antiagregasi trombosit dan memperpanjang APTT.

  • Interaksi ObatBeberapa kasus pernah dilaporkan mengenai adanya interaksi obat dengan bahan alami ini. Sebagai contoh, penggunaan sediaan Ayurvedic (pengobatan tradisional di India) yang disebut shankhapushpi telah dilaporkan mengakibatkan penurunan konsentrasi serum fenitoin yang mengakibatkan hilangnya kontrol terhadap kejang. Satu kasus pernah dilaporkan pula adanya gangguan koagulasi setelah konsumsi tanaman obat Cina yang dikombinasi dengan warfarin.

    *

  • Efek Samping LainBanyak tanaman obat mengandung flavonoid. Di pasaran Eropa, lebih dari 100 sediaan tanaman obat mengandung bahan tersebut. Flavonoid ini seringkali dihubungkan dengan efek positif seperti antioksidan dan mengurangi permeabilitas pembuluh darah. Namun, dalam beberapa kasus dilaporkan pula adanya anemia hemolitik, diare kronik, nefropati berat, dan kolitis.

  • Cara untuk mengetahui manfaat dan risiko penggunaan bahan alami ini adalah dengan penelitian. Namun, kendala penelitian tanaman obat untuk menjadi suatu fitofarmaka harus melalui rangkaian rumit dan panjang yang membutuhkan biaya besar, waktu, sarana, prasarana, dan sumber daya manusia yang memadai.

  • Pembuktian khasiat dan keamanan obat nabati cukup sulit dan membutuhkan rangkaian yang panjang. Di negara maju, terutama di Jerman , telah banyak dilakukan evaluasi terhadap tanaman obat, sehingga informasi dan keamanannya dapat mudah diperoleh di negara tersebut. Departemen kesehatan mungkin dapat memanfaatkan data dari negara Jerman tersebut. Stephen Strauss dari National Center for Complementary and Alternative Medicine: These may be a natural product but they may have unnatural interaction and consequences.

  • Beberapa KasusAda pengalaman seorang pria penderita diabetes mendadak mengalami impotensi setelah rutin mengkonsumsi buah pare untuk menurunkan gula darahnya. Usut punya usut, ternyata hal itu disebabkan buah pare yang dikonsumsi adalah mentah dan overdosis! Endah Lasmadiwati, seorang praktisi herbal di Jakarta, belum lama ini menuturkan kasus "kecelakaan" lain setelah mengkonsumsi buah mahkota dewa dan temu putih yang dijadikan andalan untuk penumpas sel kanker. Selain sakit tenggorokan mendadak, pasien yang bersangkutan justru mengalami perdarahan.

  • "Biji mahkota dewa memang tidak boleh dikonsumsi, karena sangat beracun. Selain itu buah mahkota dewa juga temu putih jangan diminum selagi haid, akan memperhebat perdarahan. Khasiatnya memang menumpas sel kanker sekaligus menggerus dinding rahim. Harus hati-hati, ada aturannya, terutama soal dosis,"

  • Echinacea (yang biasa digunakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh melawan flu) sebaiknya tidak dikonsumsi mereka yang mempunyai gangguan otoimun, karena akan mempergiat sistem imun yang sudah terlalu aktif.

  • Ginko, herbal yang makin laris untuk memompa daya ingat itu juga tidak aman 100 persen. Terapi herbal itu hanya akan efektif jika penurunan daya ingat disebabkan oleh karena melemahnya aliran darah ke otak. Kondisi seperti ini bisa diperbaiki dengan konsumsi ginko. Bagaimana jika melemahnya daya ingat disebabkan oleh faktor lain?

  • Untuk bisa dipakai sebagai bahan terapi, tanaman obat harus lulus melewati penelitian fisik, kimiawi, farmakologis, biologis, uji toksisitas (racun). Hingga kini para dokter masih enggan meresepkan tanaman obat karena masih kurang jelasnya informasi tentang khasiat, cara penggunaan dan efek sampingan bahan tanaman obat. Pekerjaan tersebut di Indonesia saat ini tidak mudah dilakukan mengingat memerlukan biaya riset yang tidak sedikit.Sebagai gambaran, hasil penelitian tanaman obat di Amerika Serikat. Tahapan penelitian untuk menentukan zat aktif satu tanaman saja memerlukan biaya 15-20 juta dollar, dan memerlukan waktu penelitian 12 tahun! Nah, mampukah Indonesia?

  • Indonesia sangat tertinggal dalam hal penelitian ilmiah berkaitan dengan obat tradisional, bahkan dibanding negara-negara di Asia lain seperti cina,India, Korea, Jepang. Jadi pemakaian obat tradisional saat ini masih bersifat empiris artinya berdasar dosis dan efek yang didapat dari pengalaman yang sangat bervariasi buat masing-masing orang atau dari daerah ke daerah.

  • Standarisasi obat herbal jangan disamakan dengan obat modern. Kalau disamakan dengan obat modern melalui evidence based tidak akan ketemu."Apabila obat herbal dicari zat aktifnya, namanya sudah bukan obat herbal lagi, melainkan seperti obat modern dan justru akan menimbulkan efek samping yang banyak, " kata salah seorang pendiri Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Nurfina Aznam Nugroho.

  • Sementara, obat herbal meskipun penggunaannya lama relatif aman. Dan, ini sudah dibuktikan oleh masyarakat yang menggunakannya. Sering kali orang juga menanyakan tentang standar dosis. Standar dosis obat tradisional dengan obat modern juga tidak bisa disamakan karena ukurannya berbeda.

  • Kalau obat modern itu hanya ada satu zat aktif, kalau obat herbal, misalnya dalam kunyit itu banyak zat aktifnya antara lain curcumin, minyak atsiri dan turunannya lebih banyak lagi. Sehingga, antara satu zat aktif dengan zat aktif lainnya itu bisa saling mendukung, bisa mengurangi efek samping.

  • Sebetulnya, pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan jika membuat standar jamu, herbal berstandar, fitofarmaka itu justru jadi bumerang. Di Cina dan Jepang, klasifikasinya hanya obat herbal. Kalau menjadi fitofarmaka malah hanya akan menjadi obat modern karena hanya diambil satu senyawa zat aktif. Sehingga, belum tentu efek pengobatannya lebih bagus karena sudah dipisahkan zat aktifnya.

  • Berbagai alasan perlu adanya laporan dari konsumenkan (MESO) jika ada efek samping ke pemerintah maupun swasta :agar konsumen lain tahu bahwa jamu dapat menimbulkan efek samping, agar masyarakat berhati-hati jika mengkonsumsi jamu, dan efek samping tidak terjadi pada orang lainmencegah kemungkinan terjadi efek yang lebih membahayakan lagikemungkinan OT/jamu dipalsukan atau kemungkinan tercampur obat kimiaagar produsen memperbaiki kualitas produk OT nya dan melakukan evaluasi terhadap produk OT/jamu yang diproduksinya

  • Informasi dan edukasi kepada masyarakat diperlukan, dalam hal ini farmasis seyogyanya dapat mengambil inisiatif dalam menciptakan peluang untuk mendiskusikan dengan konsumen OT mengenai obat-obat tradisional, keamanan penggunaannya, kemungkinan interaksi, dsb. Konseling, sebagai salah satu bentuk interaksi dengan konsumen, dapat memperbaiki pengetahuan dan perilaku konsumen dalam menggunakan OT yang lebih rasional.

  • Kesimpulan dan SaranObat tradisional meskipun sering dinyatakan aman, kenyataannya masih mungkin memiliki potensi toksik baik secara intrinsik maupun ekstrinsik. Penggunaan obat tradisional oleh masyarakat masih belum appropriate antara lain dengan banyaknya pengguna yang menyatakan bahwa obat tradisional manjur untuk semua penyakit dan lebih aman (tidak ada efek samping) dibandingkan penggunaan obat konvensional.

  • KesimpulanJika pemberian obat herbal tidak terhindarkan:Pilih yang telah memiliki bukti ilmiah cukupPilih yang telah terbukti keamanannyaKandungan aktif yang dominan diketahuiHerbal yang baik: memiliki indikasi spesifikNo register bukan penanda aman dikonsumsiJangan digunakan dalam jangka panjangTidak untuk penyakit yang parahAwas interaksi dengan obat lainMonitor & hentikan jika timbul efek samping

    *

  • SARANDisarankan adanya informasi dan edukasi yang efektif dan memadai pada masyarakat dalam pemanfaatan obat tradisional, maupun obat-obat herbal lainnya agar penggunaannya dapat lebih approriate, aman dan rasional. Dalam hal ini peran farmasis di masyarakat sebagai nara sumber seyogyanya dapat ditingkatkan, misalnya dalam bentuk konseling dan pharmaceutical care.

  • TERIMA KASIH

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *

    *