88690853 Referat Marjolin Ulcer

17
REFERAT MARJOLIN ULCER Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu bedah RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Disusun oleh : Ratih Lestari Utami 20070310184 Diajukan Kepada : dr. H. Sagiran, Sp.B FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2012

description

llll

Transcript of 88690853 Referat Marjolin Ulcer

Page 1: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

REFERAT

MARJOLIN ULCER

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti

Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu bedah

RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Ratih Lestari Utami

20070310184

Diajukan Kepada :

dr. H. Sagiran, Sp.B

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2012

Page 2: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kulit merupakan organ tipis yang luas. Tebal kulit bervariasi antara 0,5-1,5 mm

bergantung pada letak, umur, gizi, jenis kelamin dan suku. Kulit yang tipis terdapat di

kelopak mata, penis, labium minor, dan bagian dalam lengan atas, sedangkan kulit yang

lebih tebal terdapat di telapak tangan, telapak kaki, punggung dan bokong. Kulit telapak

tangan dan kaki tidak mengandung kelenjar sebasea dan rambut. Pada orang dewasa, luas

permukaan kulit sekitar 1,5-2 m2 (Sjamsuhidajat, 2010).

Sebagai penutup, kulit melindungi tubuh dari trauma mekanis, radiasi, kimiawi

dan dari kuman infeksius. Asam laktat dalam keringat dan asam amino hasil perubahan

keratinisasi mempertahankan pH permukaan kulit antara 4-6 yang akan menghambat

pertumbuhan bakteri. Namun beberapa jenis streptokokus dan stafilokokus masih dapat

hidup komensal di lapisan keratin, muara rambut dan kelenjat sebaseus (Sjamsuhidajat,

2010).

Kulit juga berfungsi sebagai pengindera raba karena mengandung ujung saraf

sensoris di dermis. Fungsi pengaturan suhu tubuh didapat dari adanya dua lapis pleksus

pembuluh darah dermis yang alirannya diatur oleh persarafan otonom. Persarafan otonom

ini juga mengatur fungsi kelenjar keringat. Penguapan keringat akan mendinginkan kulit

(Sjamsuhidajat, 2010).

Penyakit tumor kulit dewasa ini cenderung mengalami peningkatan jumlahnya

terutama di Amerika, Australia dan Inggris. Berdasarkan beberapa penelitian, orang kulit

putih yang lebih banyak menderita kanker kulit. Hal tersebut diprediksikan sebagai akibat

seringnya terkena (banyak terpajan) cahaya matahari. Di Indonesia penderita kanker kulit

terbilang sangat sedikit dibandingkan ke-3 negara tersebut, namun demikian kanker kulit

perlu dipahami karena selain menyebabkan kecacatan (merusak penampilan) juga pada

stadium lanjut dapat berakibat fatal.

Page 3: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

B. Tujuan penulisan

Tujuan penulisan laporan ini adalah selain memenuhi tugas referat kepaniteraan

klinik, juga untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai tumor kulit

khususnya ulkus marjolin.

Page 4: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi

Page 5: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

B. Fisiologi

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan diri

dengan lingkungannya :

1. Fungsi Proteksi

Kulit menjaga tubuh dari gangguan fisik, kimia, suhu, sinar ultraviolet dan

mikroorganisme. Proteksi terhadap gangguan fisik dan mekanis dilaksanakan oleh

stratum korneum pada telapak tangan dan telapak kaki dan proses keratinisasi

Page 6: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

berperan sebagai barier mekanis. Serabut elastis dan kolagen menyebabkan adanya

elastisitas kulit dan lapisan lemak pada sub kutis juga sebagai barier terhadap

tekanan. Proteksi terhadap gangguan kimia dilaksanakan oleh stratum korneum yang

impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air serta adanya keasaman kulit.

Proteksi tehadap radiasi dan sinar ultraviolet dilaksanakan oleh melanosit, ketebalan

stratum korneum dan asam uroleanat yang dijumpai pada keringat.

2. Fungsi Ekskresi

Kelenjar kulit mengeluarkan zat dan sisa metabolisme seperti NaCl, urea, asam urat,

amonia. Kelenjar sebasea menghasilkan sebum yang berguna untuk menekan

evaporasi air yang berlebihan. Kelenjar keringat mengeluarkan keringat beserta

garam-garamnya.

3. Fungsi Absorbsi

Fungsi absorbsi dimungkinkan dengan adanya permeabilitas kulit. Absorbsi

berlangsung melalui celah antar sel, menembus epidermis atau melalui muara saluran

kelenjar. Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan atau benda-benda padat,

tetapi larutan yang mudah menguap akan mudah diabsorpsi. Kemampuan absorbsi

dipengaruhi oleh ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme, umur, trauma

pada kulit dan jenis vehikulum.

4. Fungsi Keratinisasi

Keratinisasi adalah proses diferensiasi sel-sel stratum basale menjadi sel-sel yang

berubah bentuk dan berpindah ke lapisan atas menjadi sel-sel yang makin gepeng dan

akhirnya mengalami deskuamasi. Proses keratinisasi ini berlangsung 14-21 hari dan

memberi perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

5. Fungsi Pembentukan Pigmen

Pembentukan pigmen kulit dilaksanakan oleh sel melanosit yang ada di stratum

basale. Proses pembentukan melanin terjadi didalam melanosom yang terdapat dalam

melanosit dan kemudian melalui dendrit-dendritnya membawa melanosom ke sel

keratinosit, jaringan sekitarnya bahkan sampai ke dermis. Warna kulit ditentukan oleh

jumlah, tipe, ukuran, distribusi pigmen, ketebalan kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan

karoten.

Page 7: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

6. Fungsi Termoregulasi

Pengaturan regulasi panas dilaksanakan oleh sekresi kelenjar keringat, kemampuan

pembuluh darah untuk berkontraksi dan vaskularisasi kulit yang banyak pada dermis.

Panas tubuh keluar melalui kulit dengan cara radiasi, konveksi, konduksi dan

evaporasi.

7. Fungsi Pembentukan Vitamin D

Pembentukan Vitamin D berlangsung pada stratum spinosum dan stratum basale yaitu

dengan mengubah 7 dehidro kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet B. Walaupun

didapat pembentukan vitamin D ditubuh tapi kebutuhan ini belum cukup sehingga

perlu pemberian vitamin D dari luar.

8. Fungsi Persepsi

Fungsi persepsi dimungkinkan dengan adanya saraf sensori di dermis dan sub kutis.

Persepsi yang dapat diterima kulit adalah perabaan, tekanan, panas, dingin dan rasa

sakit. Persepsi raba terletak pada badan taktil Meisnier yang berada di papila dermis

dan Merkel Ranvier di epidermis. Persepsi tekana oleh badan Vater Paccini di

epidermis, rasa panas oleh badan Ruffini di dermis dan sub kutis, rasa dingin oleh

badan Krause dan rasa sakit oleh “ free nerve ending”. Saraf-saraf sensorik lebih

banyak jumlahnya di daerah erotik.

9. Peran dalam imunologi kulit

Pada kulit didapat apa yang disebut SALT ( Skin Associated Lymphoid Tissue ) yang

terdiri dari sel Langerhans, keratinosit, saluran limfatik kulit dan sel endotel kapiler

khusus yang memiliki reseptor khusus untuk menarik sel limfosit T kedalam

epidermis. Sel Langerhans berfungsi sebagai antigen presenting cell yang membawa

antigen ke sel limfatik dalam reaksi alergi kontak. Sel keratinosit memproduksi cairan

yang mengandung protein yang akan berikatan dengan antigen yang masuk ke

epidermis untuk membentuk antigen kompleks yang potensial. Keratinosit juga

memproduksi Limphokine Like Activity seperti Epidermal Thymocyte Activating

Factor ( ETAF ) yang identik dengan IL-1 dan berbagai fungsi lain. SALT juga

sangat penting untuk memonitor sel-sel ganas yang timbul akibat radiasi UV, zat

kimia maupun oleh virus onkogenik. Sampai saat ini peranan SALT masih terus

diselidiki (Wasitaatmadja, 2006)

Page 8: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

C. Definisi

Karsinoma sel skuamosa adalah neoplasma maligna yang berasal dari keratinosit

suprabasal epidermis. Neoplasma ini merupakan jenis neoplasma non melanoma kedua

terbanyak setelah karsinoma sel basal. Karsinoma ini meningkat insidensinya di daerah

yang lebih banyak paparan sinar matahari bahkan mencapai 200-300 kasus tiap 100.000

penduduk di Australia. Ulkus marjolin adalah salah satu faktor predisposisi untuk

terjasinya karsinoma sel skuamosa (Kowel, DKK., 2005).

Ulkus marjolin adalah lesi maligna yang berasal dari jaringan parut akibat trauma

bakar, osteomielitis kronik, inflamasi kronik atau fistula kronik. Tipe ulkus ini jarang

terjadi, biasanya tumbuh progresif pada luka yang tidak sembuh, disertai trauma kronik

dan terutama parut luka bakar. Ulkus marjolin sering berkembang menjadi karsinoma sel

skuamosa meskipun memerlukan waktu yang cukup lama (Kowel, DKK., 2005).

D. Epidemiologi

Secara lokasi geografis, ulkus marjolin pada umumnya lebih sering ditemukan

pada laki-laki dibandingkan perempuan (Hahn, DKK., 1990). Di Nigeria, rasio laki-laki

banding perempuan 1.4: 1 (Achebe & akpuaka, 1987). Di korea dan india 3:1 (Hahn,

DKK., 1990).

Ulkus Marjolin mempengaruhi pasien dengan usia yang lebih muda. Hal ini juga

muncul pada masa transisi semakin lebih pendek. Semakin muda usia, semakin pendek

masa transisi. Telah tencatat bahwa ulkus Marjolin mempengaruhi orang Nigeria dari

kelompok usia yang lebih muda dan menunjukkan waktu transisi pendek (Achebe &

akpuaka, 1987).

Waktu transisi cukup bervariasi, berkisar antara empat minggu untuk satu tahun

dengan rata-rata empat bulan (Aydogdu, DKK., 2005). Perawatan yang tidak tepat bisa

mengiritasi ulkus dimana bisa mempersingkat waktu transisi.

E. Etiologi

Etiologi penyakit ini tidak cukup jelas, namun diyakini karena multifaktorial.

Iritasi kronis dan induksi unit epidermal terus berproliferasu mengikuti penyembuhan

yang lambat dan ketidakstabilan bekas luka (Treves & Pack, 1930). Meskipun pola yang

Page 9: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

biasa diulang siklus penyembuhan dan pemecahannya, transformasi ganas juga terjadi

pada luka yang tidak pernah sembuh (Lawrance, 1952). Faktor lain adalah mengurangi

vaskularisasi dan depigmentasi bekas luka. Jaringan parut yang relatif avascular dapat

bertindak sebagai situs imunologis istimewa yang memungkinkan tumor untuk melawan

pertahanan tubuh terhadap sel asing (Simmons & Erwars, 2000). Kulit yang kaya

vaskularisasi bertanggung jawab terhadap insidensi yang relatif rendah pada ulkus

marjolin.

Ulkus Marjolin cukup agresif pada pasien dengan human immunodeficiency virus

(Rahimizadeh, DKK., 1997). Sinar ultraviolet juga berperan dalam etiologi kanker sel

skuamosa. Ulkus Marjolin banyak ditemukan pada bagian yang sering terkena sinar

matahari (Aydogdu, DKK., 2005). Penyebab utama dari kerusakan akibat sinar matahari

adalah radiasi ultraviolet pada panjang gelombang antara 320 nm dan 290 nm (UVB).

Pada pemeriksaan histologis ditemukan kulit yang rusak, keratinosit dan vacuola dikenal

sebagai sel kulit yang terbakar. Juga ditemukan penurunan jumlah sel Langerhans dan

efek imunosupresif umum (Scarlet, 2003).

Sel Langerhans memegang peranan penting dalam penyajian antigen tumor terkait

dan dalam imunosurveilans kulit terhadap neoplasma baru (Grabbe, 1992). Perubahan

pada gen supresor tumor p53 berperan dalam etiologi tersebut. Gen tersebut berfungsi

terutama untuk menjaga terhadap kerusakan DNA dapat diperbaiki oleh sinyal untuk

apoptosis kritis bermutasi, sel-sel prakanker pada berbagai jaringan dan organ, terutama

sel endotel (Kerr, DKK., 1994). Jika bermutasi atau hilang, perbaikan DNA yang sesuai

atau apoptosis tidak terjadi sebagai siklus sel, dan sel anak bermutasi selanjutnya dipilih

untuk ekspansi klonal.

Mutasi gen telah banyak ditemukan dalam berbagai sel kanker manusia. Secara

khusus, studi terbaru menunjukkan bahwa p53 kelainan gen ada dalam persentase yang

besar dari karsinoma sel skuamosa kulit manusia. Kelainan diinduksi oleh radiasi

ultraviolet (Brash, DKK., 1991). Sebagian besar kelainan gen p53, mungkin 90%, adalah

mutasi missense yang menghasilkan sebuah produk protein abnormal atau dipotong dari

gen yang biasanya menghasilkan lebih dari ekspresi protein p53 non fungsional. 30 Studi

kasus, ditemukan gen dalam tumor pasien dengan ulkus Marjolin. 31 Hal ini mungkin

menjadi alasan untuk agresinya. Telah dicatat sebelumnya bahwa luka bakar karena sinar

Page 10: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

matahari menyebabkan penurunan populasi sel Langerhans dari kulit yang terkena

(Scarlet, 2003).

F. Patogenesis

Ulkus marjolin muncul karena pasca luka bakar atau luka trauma yang tidak

sembuh-sembuh (Nancarrow, 1893). Luka yang tidak sembuh-sembuh > 3 bln pastut

dicurigai, terlebih jika luka menebal. Terlihatnya dasar tulang dan sedikitnya jaringan

lunak (Achebe & akpuaka, 1987). secara klinis, ada dua jenis ulkus Marjolin, yaitu :

(1) flat, indurated, infiltrasi karsinoma, colitis

(2) bentuk papiler exophytic yang jarang dan umumnya kurang parah (Aydogdu, DKK.,

2005).

lesi exophytic memiliki prognosis yang lebih baik dari diferensiasi buruk, ulserasi

dan infiltrasi. Biasanya tepi lesi ulserasi yang membalik keluar dan memiliki sedikit

jaringan granulasi. Ulkus Marjolin sering disertai rasa sakit (Nancarrow, 1893).

Terkadang tidak adanya tanda-tanda klinis peradangan lainnya seperti rasa panas dan

eritema, meningkatnya rasa sakit dan perdarahan mungkin menunjukkan tumor telah

lolos dari batas-batas bekas luka. Pendarahan dari lesi primer berhubungan dengan

penyakit berulang (Aydogdu, DKK., 2005).

Adenopati juga dapat hadir, mengikuti infeksi pada ulkus atau metastasis kelenjar

getah bening. Pada tahap akhir bisa melibatkan gangguan tulang dengan fraktur

patologis. (Achebe & akpuaka, 1987).

Theory Proposed mechanism

Toxin theory Toxins released from damaged tissues later lead to cellular

mutations.

Chronic irritation theory Chronic irritation with repeated attempts at re-epithelialization

contributes to neoplastic initiation.

Traumatic epithelial

elements implantation

theory

Epithelial elements implanted into the dermis, lead to a foreign

body response reaction and a disordered regenerative process.

Co-carcinogen theory Chemical or trauma such as burn injury acts to 'stir' pre-existing

but dormant neoplastic cells into proliferation.

Page 11: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

Initiation and promotion

theory

A two-step process that converts normal cells into malignant

cells. In the initiation phase, normal cells become dormant

neoplastic cells that may then be subsequently stimulated into

neoplastic cells by a co-carcinogen such as infection, in the

promotion phase. This theory overlaps with the co-carcinogen

theory.

Immunologic privileged

site theory

Burn scarring effectively obliterates lymphatics to injured area,

preventing normal immunosurveillance and thus permitting

neoplastic growth. These tumors initially grow slowly, but

quickly overwhelm the immune system, metastasize and are

rapidly fatal, once they break through the scar barrier.

Heredity theory HLA DR4 is associated with cancer development and p53 gene

abnormalities have been demonstrated in patients with Marjolin's

ulcers. Further, Fas mutations in the apoptosis function region

that predispose to malignant degeneration of scars have been

demonstrated in burn scar Marjolin's ulcers.

Ultraviolet rays theory Ultraviolet rays theory - UV rays cause a reduction in Langerhans

cell population leading to a reduction in cutaneous immuno-

surveillance against developing malignancy and also cause p53

tumor suppressor gene alterations.

Environmental and genetic

interaction theory

Attempts to explain the occurrence of 'Acute' Marjolin's ulcers.

Nthumba World Journal of Surgical Oncology 2010 8:108 doi:10.1186/1477-7819-8-108

G. Stadium klinis

Klasifikasi TNM

T – Tumor Primer

Tx Tumor primer tidak dapat diperiksa

T0 Tidak ditemukan tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor dengan ukuran terbesar <2 cm

T2 Tumor dengan ukuran terbesar >2 s/d <5 cm

T3 Tumor dengan ukuran terbesar >5 cm

T4 Tumor menginvasi struktur ekstradermal dalam, seperti kartilago, oto skelet atau

tulang

N – Kelenjar getah bening regional

Page 12: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

Nx Kelenjar getah bening regional tidak dapat diperiksa

N0 Tidak ditemukan metastasis kelenjar getah bening

N1 Terdapat metastasis kelenjar getah bening regional

M – Metastasis jauh

Mx Metastasis jauh tidak dapat diperiksa

M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Terdapat metastasis jauh

Stadium

Stadium 0 Tis N0 M0

Stadium I T1 N0 M0

Stadium II T2,T3 N0 M0

Stadium III T4 N0 M0

Tiap T N1 M0

Stadium IV Tiap T Tiap N M1

H. Diagnosis

1. Anamnesis

Penderita mengeluh adanya riwayat luka bakar, lesi di kulit yang tumbuh menonjol,

mudah berdarah, bagian atasnya terdapat borok seperti gambaran bunga kol.

2. Pemeriksaan Fisik

Didapatkan suatu lesi yang tumbuh eksofitik, endofitik, infiltratif, tumbuh progresif,

mudah berdarah dan pada bagian akral terdapat ulkus dengan bau yang khas. Selain

pemeriksaan pada lesi primer, perlu diperiksa ada tidaknya metastasis regional dan

tanda tanda metastasis jauh ke paru-paru, hati, dll.

3.Pemeriksaan penunjang

a) Radiologi: X-foto toraks, X-foto tulang di daerah lesi, dan CTScan/ MRI atas

indikasi

Page 13: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

b) Biopsi untuk pemeriksaan histopatologi:

1) Lesi <2 cm dilakukan biopsi eksisional

2) lesi > 2 cm dilakukan biopsi insisional

I. Penatalaksanaan

Saat ini belum ada konsensus tentang protokol pengelolaan Marjolin ulcers. Hal

ini cukup sulit karena tumor bersifat agresif (Aydogdu, DKK., 2005). kesempatan terbaik

untuk penyembuhan adalah eksisi lokal yang luas sedini mungkin dengan harapan bisa

bersifat kuratif (Paredes, 1998).

Jenis tindakan tergantung dari ukuran lesi, lokasi anatomi, kedalaman invasi,

gradasi histopatologi dan riwayat terapi. Prinsip terapi yaitu eksisi radikal untuk lesi

primer dan rekonstruksi penutupan defek dengan baik. Penutupan defek dapat dengan

cara penutupan primer, tandur kulit atau pembuatan flap. Untuk lesi operabel dianjurkan

untuk eksisi luas dengan safety margin 1 – 2 cm. Bila radikalitas tidak tercapai, diberikan

radioterapi adjuvant.

Untuk lesi di daerah cantus, nasolabial fold, peri orbital dan peri aurikular,

dianjurkan untuk Mohs micrographic surgery (MMS), bila tidak memungkinkan maka

dilakukan eksisi luas. Untuk lesi di kepala dan leher yang menginfiltrasi tulang atau

kartilago dan belum bermetastasis jauh, dapat diberikan radioterapi.

Untuk lesi di penis, vulva dan anus, tindakan utama adalah eksisi luas, radioterapi

tidak memberikan respon yang baik. Untuk kasus inoperabel dapat diberikan radioterapi

preoperatif dilanjutkan dengan eksisi luas atau MMS. Untuk kasus rekurens sebaiknya

dilakukan MMS atau eksisi luas. Bila terdapat metastasis ke kgb regional, dilakukan

diseksi kgb, yaitu diseksi inguinal superfisial, diseksi aksila sampai level II atau diseksi

leher modifikasi radikal.

Biopsi kelenjar getah bening telah terbukti memberikan hasil 83% dan dianjurkan

untuk mendeteksi enyebaran sistemik (Paredes, 1998). Pada lesi akhir, dianjurkan terapi

dengan menggabungkan operasi, kemoterapi dan radioterapi yang dianjurkan (Aydogdu,

Page 14: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

DKK., 2005). Hal ini mungkin dalam bentuk adjuvant ataupun neo adjuvant dengan

kemoterapi agen therapy termasuk 5-fluorouracil, Metotreksat, Bleomycin dan

Cisplatinum. Terapi agresif diperlukan terutama pada lesi di kulit kepala

(Chintamani,2004).

Radioterapi dan kemoterapi juga dianjurkan sebagai terapi ajuvan dengan

kombinasi Metotreksat, Bleomycin dan Cisplatinum (chintamani, 2004). Radioterapi dan

kemoterapi menggunakan 5 - fluorouracil juga telah dicoba untuk pasien yang menolak

dilakukan operasi (Aydogdu, DKK., 2005).

Indikasi untuk terapi radiasi diantaranya :

(1) pasien dengan metastasis kelenjar getah bening yang bisa dioperasi

(2) pasien dengan lesi kelas tinggi dengan kelenjar getah bening positif setelah diseksi

kelenjar getah bening regional

(3) pasien dengan diameter tumor lebih besar dari 10 cm, dengan kelenjar getah bening

positif setelah diseksi kelenjar getah bening regional,

(4) pasien dengan lesi kelas tinggi, dengan diameter tumor lebih besar dari 10 cm dan

tidak ada kelenjar getah bening positif setelah diseksi getah bening regional,

(5) pasien dengan lesi pada kepala dan leher, dengan kelenjar getah bening positif setelah

diseksi kelenjar getah bening regional (Ozek, DKK., 2001).

Kombinasi gen p53 terapi sistemik dan radiasi menghasilkan regresi tumor

lengkap dan penghambatan kekambuhan bahkan 6 bulan setelah akhir semua pengobatan.

Hasil ini menunjukkan bahwa terapi gen p53, bila digunakan dengan radioterapi

konvensional, dapat memberikan cara baru dan lebih efektif untuk pengobatan kanker.

Amputasi diperlukan untuk kasus-kasus yang terlambat dengan keterlibatan tulang

terutama dengan adanya fraktur patologis (Hahn, DKK., 1990).

J. Pencegahan

Pencegahan utama adalah perawatan yang memadai dari bekas luka, terutama

yang rentan terhadap trauma dan ketidakstabilan. Seringkali eksisi dan cangkok kulit

adalah andalan pengobatan untuk bekas luka tapi kasus transformasi ganas pada luka

sebelumnya dipotong dan dicangkokkan. Pengobatan yang digunakan dalam isolasi

Page 15: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

terutama di ulkus terbentuk di kontraktur sendi lebih mobile, yang rentan terhadap

tekanan berulang. Luka lambung cenderung mengembangkan di kulit depigmented

tentang daerah ketegangan maksimum dalam kontraktur, juga dianjurkan pada semua

jenis luka yang tidak sembuh-sembuh sampai 12 minggu, harus dipotong sampai batas

jaringan sehat dan diperiksa secara mikroskopis (Wong , DKK., 2003).

K. Prognosis

Tumor pada awalnya terbatas pada bekas luka. Pada tahap ini pertumbuhan

lambat dan dapat disembuhkan secara total. Setelah fase istirahat dari bekas luka,

metastasises terjadi dengan cepat melalui kelenjar regional (Bostwick & Pendergrast,

1976). Karsinoma sel skuamosa akibat ulkus Marjolin memiliki kecenderungan lebih

besar untuk metastasis dari pada karsinoma sel skuamosa yang timbul karena kulit rusak

terpapar matahari setelah fase istirahat dari bekas luka. Tingkat metastasis mencapai 60%

dimana lesi predisposisi adalah ulkus tekanan, dan 34 % karena luka bakar. Meskipun

kelenjar getah bening regional adalah situs yang paling sering metastasis , hati, paru,

otak, ginjal dan metastasis jauh lainnya juga terjadi (Aydogdu, DKK., 2005).

Variable Better Poorer

Clinical Latency to malignancy Less than 5 years More than 5 years

Tumor location Head, neck, upper

extremeties

Lower limbs, trunk

Tumor source Post-burn, chronic

osteomyelitis

Pressure sore

carcinomas

Tumor diameter Smaller than 2 cm 2 cm or more

Tumor type Exophytic Infiltrative

Metastases None Present

Tumor recurrence None Present

Histological Degree of

differentiation

Well differentiated Moderately-well and

poorly differentiated

Peritumoral T

lymphocyte infiltration

Heavy Scarce or absent

Depth of dermal

invasion

Superficial to reticular

dermis

Reticular dermis or

deeper

Vertical tumor

thickness

Less than 4 mm thick 4 mm thick or more

Nthumba World Journal of Surgical Oncology 2010 8:108 doi:10.1186/1477-7819-8-108

Page 16: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

DAFTAR PUSTAKA

Achebe JU, Akpuaka FC. Scar cancer in Nigeria: A retrospective study and review of literature.

West Afr J Med, 1987Jan, vol6, 1: 67-70

Aydogdu, E., Yildirim, S., Akoz, T. (2005). Is surgery an effective and adequate treatment in

advanced Marjolin's ulcer? Burns. 31(4):421-431.

Bostwick J, Pendergrast JW. (1976). Marjolin’s ulcer: an immunologically privileged tumor?

Plast Reconstr Surg. 57:66–9.

Brash, D.E., Rudolph, J.A., Simon, J.A, DKK. (1991). A role for sunlight in skin cancer: UV

induced p53 mutations in squamous cell carcinoma. Proc Natl Acad Sci USA. 88:124-8

Chintamani., Shankar, M., Singhal, V., Singh, J.P., Bansal, A., Saxena, S. (2004). Squamous cell

carcinoma developing in the scar of Fournier's gangrene Case report. BMC Cancer. 27;

4(1):16.

Grabbe, S., Bruvers, S., Granstein, R.D. (1992). Effects of immunomodulatory cytokines on the

presentation of tumor associated antigens by epidermal Langerhans cells. J Invest

Dermatol. 99: 66-8

Hahn, S.B., Kim, D.J., Jeon, C.H. (1990). Clinical study of Marjolin’s ulcer. Yonsei Med J.

31(3), 234-241

Kerr, J.F.R., Winterford, C.M., Harmon, B.V. (1994). Apoptosis, its significance in cancer and

cancer therapy. Cancer. 73:2013

Kowel,V.A., Chiswell, B. K. (2005). Burn Scar Neoplasm: a literature review and statistical

analysis burns. 31, 403-413

Lawrance, R.E.A. (1952). Carcinoma arising in burn scars. Surg. Gynecol. Obstet. 95: 579-588.

Nancarrow, J.D. (1893). Cicatricial Cancer in the South-West of England: A Regional Plastic

Surgery Unit's Experience over a 20-year Period. Br. J. Surg. 70: 205-208.

Page 17: 88690853 Referat Marjolin Ulcer

Nthumba, P.M. (2010). Marjolin's ulcers: theories, prognostic factors and their peculiarities in

spina bifida patients World Journal of Surgical Oncology 8:108

Ozek, C., Cankayalı, R., Bilkay, U., Cagdas, A. (2001). Marjolin’s ulcers arising in burn scars. J

Burn Care Rehabil. 22:384–9

Paredes, F. (1998). Marjolin ulcer Acta Med Port. 11(2), 185-187

Rahimizadeh, A., Shelton, R., Weinberg, H., Sadick N. (1997). The development of a Marjolin's

cancer in a human immunodeficiency virus-positive hemophilic man and review of the

literature. Dermatol Surg. 23 (7):560-563

Sabin, S.R., Goldstein, G., Rosenthal, H.G., Haynes, K.K. (2004) Aggressive squamous cell

carcinoma originating as a Marjolin's ulcer. Dermatol Surg. 30: 229-230

Scarlett, W.L. (2003). Ultraviolet Radiation: Sun Exposure, Tanning Beds, and Vitamin D

Levels. What You Need to Know and How to Decrease the Risk of Skin Cancer. JAOA:

103(8): 371-5

Sjamsuhidajat,DKK. (2006). Buku Ajar Ilmu Bedah (3th

ed). Jakarta : EGC

Treves, N., Pack,G.T. (1930). The depelopment of cancer in burn scars.51:749-782

Simmons, M.A., Edwars, J.M. (2000). Marjolin’s ulcer precenting in yhe neck.J laringol otol

114: 980-982

Wasitaatmadja,S.M. (2006). Faal Kulit. dalam Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S (eds), Ilmu

Penyakit Kulit dan Kelamin (3th

ed). Jakarta: FKUI

Wong ,A., Johns, M.M., Teknos, T.N. (2003). Marjolin’s ulcer arising in a previously grafted

burn of the scalp. Otolaryngol Head Neck Surg. 128(6): 915-916