86735627 Surveilans Puskesmas ADIT NOVAN

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 2005, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi kerja yaitu: menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, serta meningkatkan pembiayaan kesehatan. Namun strategi untuk surveilans belum berjalan dengan baik sehingga diperlukan banyak perbaikan agar tercapainya sistem surveilans yang efektif di Indonesia. Prioritas surveilans penyakit yang perlu dikembangkan adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit yang potensial menimbulkan wabah atau kejadian luar biasa, penyakit menular dan keracunan, demam berdarah dan demam berdarah dengue, malaria, penyakit-penyakit zoonosis antara lain antraks, rabies, leptospirosis, filariasis serta tuberkulosis, diare, tipus perut, kecacingan dan penyakit perut lainnya, kusta, frambusia, penyakit HIV/AIDS, penyakit menular seksual, pneumonia, termasuk penyakit pneumonia akut berat (severe acute respiratory syndrome), hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, neoplasma, penyakit paru obstuksi menahun, gangguan mental dan gangguan kesehatan akibat kecelakaan. 1

description

surveilans puskesmas

Transcript of 86735627 Surveilans Puskesmas ADIT NOVAN

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pada tahun 2005, Kementerian Kesehatan menetapkan strategi kerja yaitu:

    menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan

    akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan

    sistem surveilans, monitoring dan informasi kesehatan, serta meningkatkan

    pembiayaan kesehatan. Namun strategi untuk surveilans belum berjalan dengan

    baik sehingga diperlukan banyak perbaikan agar tercapainya sistem surveilans

    yang efektif di Indonesia.

    Prioritas surveilans penyakit yang perlu dikembangkan adalah penyakit yang dapat

    dicegah dengan imunisasi, penyakit yang potensial menimbulkan wabah atau

    kejadian luar biasa, penyakit menular dan keracunan, demam berdarah dan demam

    berdarah dengue, malaria, penyakit-penyakit zoonosis antara lain antraks, rabies,

    leptospirosis, filariasis serta tuberkulosis, diare, tipus perut, kecacingan dan

    penyakit perut lainnya, kusta, frambusia, penyakit HIV/AIDS, penyakit menular

    seksual, pneumonia, termasuk penyakit pneumonia akut berat (severe acute

    respiratory syndrome), hipertensi, stroke dan penyakit jantung koroner, diabetes

    mellitus, neoplasma, penyakit paru obstuksi menahun, gangguan mental dan

    gangguan kesehatan akibat kecelakaan.

    1

  • Permasalahan tidak berjalannya sistem surveilans tidak saja terjadi pada sistemnya

    melainkan juga pada pelaksananya. Selain itu, pelaksanaan program surveilans

    oleh unit kesehatan belum terintegrasi secara menyeluruh dan perlunya kehadiran

    petugas kesehatan di tengah-tengah masyarakat sebagai tempat mereka bertanya

    tentang masalah kesehatan yang mereka hadapi agar dapat dicarikan alternatif dan

    solusi untuk permasalahan tersebut.

    Maka dari itu, masih banyak diperlukan pembenahan pada pelaksanaan program

    surveilans di Puskesmas agar dapat ditingkatkan derajat kesehatan individu,

    keluarga dan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas khususnya, dan masyarakat

    Indonesia secara umum.

    1.2. Batasan Masalah

    Makalah ini membahas tentang surveilans, terutama pada tingkat puskesmas.

    1.3. Tujuan Penulisan

    Makalah ini dibuat untuk membahas tentang Surveilans, Pencatatan dan Pelaporan

    yang diharapkan nantinya akan menambahkan pengetahuan dan pemahaman kita

    bersama tentang Ilmu Kesehatan Masyarakat.

    1.4. Metode Penulisan

    Metode penulisan makalah ini berupa tinjauan pustaka yang merujuk pada berbagai

    literature.

    2

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Definisi Surveilans

    Istilah surveilans berasal dari bahasa Prancis, yaitu 'surveillance' yang berarti

    mengamati tentang sesuatu. Meskipun konsep surveilans telah berkembang cukup

    lama, tetapi seringkali timbul kerancuan dengan kata 'surveillance' dalam bahasa

    Inggris, yang berarti mengawasi perorangan yang sedang dicurigai. Sebelum tahun

    1950, surveilans memang diartikan sebagai upaya pengawasan secara ketat kepada

    penderita penyakit menular, sehingga penyakitnya dapat ditemukan sedini

    mungkin dan diisolasi secepatnya serta dapat diambil langkah-langkah

    pengendalian seawal mungkin. Ada beberapa definisi surveilans, diantaranya

    adalah:1

    Menurut The Centers for Disease Control, surveilans kesehatan masyarakat

    adalah: The ongoing systematic collection, analysis and interpretation of health

    data essential to the planning, implementation, and evaluation of public health

    practice, closely integrated with the timely dissemination of these data to those

    who need to know. The final link of the surveillance chain is the application of

    these data to prevention and control.

    Langmuir, mengemukakan bahwa surveilens adalah kegiatan perhatian yang terus

    menerus pada distribusi dan kecenderungan penyakit melalui sistematika

    3

  • pengumpulan data, konsolidasi, dan evaluasi laporan morbiditas serta mortalitas

    juga data lain yang sesuai, kemudian disebarkan kepada mereka yang ingin tahu.

    Pengumpulan data yang sistematik

    Konsolidasi dan evaluasi data

    Diseminasi awal pada mereka yang butuh informasi, terutama mereka yang

    berposisi pengambil keputusan

    Surveilans kesehatan masyarakat adalah pengumpulan, analisis, dan analisis data

    secara terusmenerus dan sistematis yang kemudian didiseminasikan

    (disebarluaskan) kepada pihak-pihak yang bertanggungjawab dalam pencegahan

    penyakit dan masalah kesehatan lainnya (DCP2, 2008).

    D.A. Henderson, 1976, surveilens berfungsi sebagai otak dan sistem saraf untuk

    program pencegahan dan pemberantasan penyakit. Sedangkan menurut WHO,

    1968, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, dan interpretasi

    data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit

    yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.

    Surveilans merupakan pengamatan terus menerus dan dilaksanakan secara

    sistematis terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor-faktor yang

    mempengaruhinya agar dapat dilakukan tindakan perbaikan atau penelitian, melalui

    kegiatan pengumpulan, pengolahan dan analisis/interpretasi data, diseminasi

    4

  • informasi dan komunikasi ke berbagai pihak terkait.2

    Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan mengelola

    dengan efektif. Surveilans kesehatan masyarakat memberikan informasi

    kewaspadaan dini bagi pengambil keputusan dan manajer tentang masalah-masalah

    kesehatan yang perlu diperhatikan pada suatu populasi. Surveilans kesehatan

    masyarakat merupakan instrumen penting untuk mencegah outbreak penyakit dan

    mengembangkan respons segera ketika penyakit mulai menyebar. Informasi dari

    surveilans juga penting bagi kementerian kesehatan, kementerian keuangan, dan

    donor, untuk memonitor sejauh mana populasi telah terlayani dengan baik .1

    Gambar 1. Prinsip umum surveilans

    2.2. Tujuan Surveilans

    Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah

    5

  • kesehatan populasi, sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan

    dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus

    surveilans: (1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit; (2) Mendeteksi

    perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak; (3)

    Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden)

    pada populasi; (4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu

    perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program kesehatan; (5)

    Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan; (6) Mengidentifikasi

    kebutuhan riset.3

    Gambar 2 menyajikan contoh penggunaan surveilans untuk mendeteksi outbreak

    disentri. Grafik yang menghubungkan periode waktu pada sumbu X dengan

    insidensi kasus penyakit pada sumbu Y dapat digunakan untuk memonitor dan

    mendeteksi outbreak. Kecurigaan outbreak terjadi pada kuartal ke 4 tahun 2008,

    ketika insidensi mencapai 3 kali rata-rata per kuartal.

    Gambar 2. Penggunaan Surveilans untuk Mendeteksi Outbreak.

    Surveilans dapat juga digunakan untuk memantau efektivitas program kesehatan.

    Gambar 3 menyajikan contoh penggunaan surveilans untuk memonitor performa

    6

  • dan efektivitas program pengendalian TB. Perhatikan, dengan statistik deskriptif

    sederhana surveilans mampu memberikan informasi tentang kinerja program TB

    yang meningkat dari tahun ke tahun, baik jumlah kasus TB yang dideteksi,

    ketuntasan pengobatan kasus, maupun kesembuhan kasus. Perhatikan pula peran

    penting data time-series dalam analisis data surveilans yang dikumpulkan dari

    waktu ke waktu dengan interval sama.

    Gambar 3. Penggunaan Surveilans untuk Memonitor Kinerja Program

    Menurut McNabb et al, surveilans berperan dalam mendeteksi KLB, letusan,

    wabah (epidemi), memonitor kecenderungan penyakit endemic, evaluasi

    intervensi, memonitor kemajuan pengendalian, memonitor kinerja program,

    prediksi KLB, letusan, wabah (epidemi), dan memperkirakan dampak masa datang

    dari penyakit.4

    7

  • 2.3. JENIS SURVEILANS

    Dikenal beberapa jenis surveilans: (1) Surveilans individu; (2) Surveilans

    penyakit; (3) Surveilans sindromik; (4) Surveilans Berbasis Laboratorium; (5)

    Surveilans terpadu; (6) Surveilans kesehatanmasyarakat global.

    2.3.1. Surveilans Individu

    Surveilans individu (individual surveillance) mendeteksi dan memonitor

    individu-individu yang mengalami kontak dengan penyakit serius, misalnya

    pes, cacar, tuberkulosis, tifus, demam kuning, sifilis. Surveilans individu

    memungkinkan dilakukannya isolasi institusional segera terhadap kontak,

    sehingga penyakit yang dicurigai dapat dikendalikan. Sebagai contoh, karantina

    merupakan isolasi institusional yang membatasi gerak dan aktivitas orang-orang

    atau binatang yang sehat tetapi telah terpapar oleh suatu kasus penyakit menular

    selama periode menular. Tujuan karantina adalah mencegah transmisi penyakit

    selama masa inkubasi seandainya terjadi infeksi (Last, 2001).

    Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan

    SARS. Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial.

    Karantina total membatasi kebebasan gerak semua orang yang terpapar

    penyakit menular selama masa inkubasi, untuk mencegah kontak dengan orang

    yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan gerak kontak secara

    selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya transmisi

    penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit

    8

  • campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang

    ditugaskan pada pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.

    Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah

    legal, politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan

    efektivitas langkah-langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan

    kesehatan masyarakat (Bensimon dan Upshur, 2007).

    2.3.2 Surveilans Penyakit

    Surveilans penyakit (disease surveillance) melakukan pengawasan terus-

    menerus terhadap distribusi dan kecenderungan insidensi penyakit, melalui

    pengumpulan sistematis, konsolidasi, evaluasi terhadap laporan-laporan

    penyakit dan kematian, serta data relevan lainnya. Jadi fokus perhatian

    surveilans penyakit adalah penyakit, bukan individu. Di banyak negara,

    pendekatan surveilans penyakit biasanya didukung melalui program vertikal

    (pusat-daerah). Contoh, program surveilans tuberkulosis, program surveilans

    malaria.

    Beberapa dari sistem surveilans vertikal dapat berfungsi efektif, tetapi tidak

    sedikit yang tidak terpelihara dengan baik dan akhirnya kolaps, karena

    pemerintah kekurangan biaya. Banyak program surveilans penyakit vertikal

    yang berlangsung paralel antara satu penyakit dengan penyakit lainnya,

    menggunakan fungsi penunjang masing-masing, mengeluarkan biaya untuk

    sumberdaya masing-masing, dan memberikan informasi duplikatif, sehingga

    9

  • mengakibatkan inefisiensi.

    2.3.3. Surveilans Sindromik

    Syndromic surveillance (multiple disease surveillance) melakukan pengawasan

    terus-menerus terhadap sindroma (kumpulan gejala) penyakit, bukan masing-

    masing penyakit. Surveilans sindromik mengandalkan deteksi indikator-

    indikator kesehatan individual maupun populasi yang bisa diamati sebelum

    konfirmasi diagnosis. Surveilans sindromik mengamati indikator-indikator

    individu sakit, seperti pola perilaku, gejala-gejala, tanda, atau temuan

    laboratorium, yang dapat ditelusuri dari aneka sumber, sebelum diperoleh

    konfirmasi laboratorium tentang suatu penyakit.

    Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun

    nasional. Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

    menerapkan kegiatan surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-

    penyakit yang mirip influenza (flu-like illnesses) berdasarkan laporan berkala

    praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para dokter yang berpartisipasi

    melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana (demam dan

    batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah

    kasus, jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan

    jumlah total kasus yang teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor

    aneka penyakit yang menyerupai influenza, termasuk flu burung, dan antraks,

    sehingga dapat memberikan peringatan dini dan dapat digunakan sebagai

    instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et al., 2004;

    10

  • Sloan et al., 2006).

    Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari

    fasilitas kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu,

    disebut surveilans sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel

    merupakan cara yang baik untuk memonitor masalah kesehatan dengan

    menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008; Erme dan Quade,

    2010).

    2.3.4. Surveilans Berbasis Laboratorium

    Surveilans berbasis laboartorium digunakan untuk mendeteksi dan menonitor

    penyakit infeksi. Sebagai contoh, pada penyakit yang ditularkan melalui

    makanan seperti salmonellosis, penggunaan sebuah laboratorium sentral untuk

    mendeteksi strain bakteri tertentu memungkinkan deteksi utbreak penyakit

    dengan lebih segera dan lengkap daripada sistem yang mengandalkan pelaporan

    sindroma dari klinik-klinik (DCP2, 2008).

    2.3.5. Surveilans Terpadu

    Surveilans terpadu (integrated surveillance) menata dan memadukan semua

    kegiatan surveilans di suatu wilayah yurisdiksi (negara/ provinsi/ kabupaten/

    kota) sebagai sebuah pelayanan publik bersama. Surveilans terpadu

    menggunakan struktur, proses, dan personalia yang sama, melakukan fungsi

    mengumpulkan informasi yang diperlukan untuk tujuan pengendalian penyakit.

    Kendatipun pendekatan surveilans terpadu tetap memperhatikan perbedaan

    11

  • kebutuhan data khusus penyakitpenyakit tertentu (WHO, 2001, 2002; Sloan et

    al., 2006).

    Karakteristik pendekatan surveilans terpadu: (1) Memandang surveilans sebagai

    pelayanan bersama (common services); (2) Menggunakan pendekatan solusi

    majemuk; (3) Menggunakan pendekatan fungsional, bukan struktural; (4)

    Melakukan sinergi antara fungsi inti surveilans (yakni, pengumpulan,

    pelaporan, analisis data, tanggapan) dan fungsi pendukung surveilans (yakni,

    pelatihan dan supervisi, penguatan laboratorium, komunikasi, manajemen

    sumber daya); (5) Mendekatkan fungsi surveilans dengan pengendalian

    penyakit. Meskipun menggunakan pendekatan terpadu, surveilans terpadu tetap

    memandang penyakit yang berbeda memiliki kebutuhan surveilans yang

    berbeda (WHO, 2002).

    2.3.6. Surveilans Kesehatan Masyarakat Global

    Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan

    binatang serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara.

    Konsekunsinya, masalah-masalah yang dihadapi negara-negara berkembang

    dan negara maju di dunia makin serupa dan bergayut. Timbulnya epidemi

    global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring yang terpadu

    di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti,

    pemerintah, dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-

    kebutuhan surveilans yang melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka

    penyakit menular merebak pada skala global, baik penyakit-penyakit lama yang

    12

  • muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit yang baru

    muncul (new emerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS.

    Agenda surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru,

    termasuk pemangku kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (Calain,

    2006; DCP2, 2008).

    2.4. Indikator Surveilans

    2.4.1. Akurat

    Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi, yakni sekecil mungkin

    terjadi hasil negatif palsu. Aspek akurasi lainnya adalah spesifisitas, yakni

    sejauh mana terjadi hasil positif palsu. Pada umumnya laporan kasus dari

    masyarakat awam menghasilkan false alarm (peringatan palsu). Karena itu

    sistem surveilans perlu mengecek kebenaran laporan awam ke lapangan, untuk

    mengkonfirmasi apakah memang tengah terjadi peningkatan kasus/ outbreak.

    Akurasi surveilans dipengaruhi beberapa faktor: (1) kemampuan petugas; (2)

    infrastruktur laboratorium. Surveilans membutuhkan pelatihan petugas. Contoh,

    para ahli madya epidemiologi perlu dilatih tentang dasar laboratorium, sedang

    teknisi laboratorium dilatih tentang prinsip epidemiologi, sehingga kedua pihak

    memahami kebutuhan surveilans. Surveilans memerlukan peralatan

    laboratorium standar di setiap tingkat operasi untuk meningkatkan kemampuan

    konfirmasi kasus.

    2.4.2. Standar, seragam, reliabel, kontinu

    13

  • Definisi kasus, alat ukur, maupun prosedur yang standar penting dalam sistem

    surveilans agar diperoleh informasi yang konsisten. Sistem surveilans yang

    efektif mengukur secara kontinu sepanjang waktu, bukannya intermiten atau

    sporadis, tentang insidensi kasus penyakit untuk mendeteksi kecenderungan.

    Pelaporan rutin data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases)

    dilakukan seminggu sekali.

    2.4.3. Tepat waktu

    Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu (timely)

    memungkinkan tindakan segera untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi.

    Investigasi lanjut hanya dilakukan jika diperlukan informasi tertentu dengan

    lebih mendalam. Kecepatan surveilans dapat ditingkatkan melalui sejumlah

    cara:

    (1) Melakukan analisis sedekat mungkin dengan pelapor data primer, untuk

    mengurangi lag (beda waktu) yang terlalu panjang antara laporan dan

    tanggapan;

    (2) Melembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit tertentu (notifiable

    diseases);

    (3) Mengikutsertakan sektor swasta melalui peraturan perundangan;

    (4) Melakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat menggunakan

    hasil surveilans;

    (5) Mengimplementasikan sistem umpan balik tunggal, teratur, dua-arah dan

    segera.

    14

  • 2.4.4. Representatif dan lengkap

    Sistem surveilans diharapkan memonitor situasi yang sesungguhnya terjadi

    pada populasi. Konsekuensinya, data yang dikumpulkan perlu representatif dan

    lengkap. Keterwakilan, cakupan, dan kelengkapan data surveilans dapat

    menemui kendala jika penggunaan kapasitas tenaga petugas telah melampaui

    batas, khususnya ketika waktu petugas surveilans terbagi antara tugas

    surveilans dan tugas pemberian pelayanan kesehatan lainnya.

    2.4.5. Sederhana, fleksibel, dan akseptabel

    Sistem surveilans yang efektif perlu sederhana dan praktis, baik dalam

    organisasi, struktur, maupun operasi. Data yang dikumpulkan harus relevan dan

    terfokus. Format pelaporan fleksibel, bagian yang sudah tidak berguna dibuang.

    Sistem surveilans yang buruk biasanya terjebak untuk menambah sasaran baru

    tanpa membuang sasaran lama yang sudah tidak berguna, dengan akibat

    membebani pengumpul data. Sistem surveilans harus dapat diterima oleh

    petugas surveilans, sumber data, otoritas terkait surveilans, maupun pemangku

    surveilans lainnya. Untuk memelihara komitmen perlu pembaruan kesepakatan

    para pemangku secara berkala pada setiap level operasi.

    2.4.6. Penggunaan (uptake)

    Manfaat sistem surveilans ditentukan oleh sejauh mana informasi surveilans

    digunakan oleh pembuat kebijakan, pengambil keputusan, maupun pemangku

    surveilans pada berbagai level. Rendahnya penggunaan data surveilans

    15

  • merupakan masalah di banyak negara berkembang dan beberapa negara maju.

    Salah satu cara mengatasi problem ini adalah membangun network dan

    komunikasi yang baik antara peneliti, pembuat kebijakan, dan pengambil

    keputusan.

    2.5. Ruang Lingkup Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi

    Kesehatan.

    Masalah kesehatan dapat disebabkan oleh berbagai sebab, oleh karena itu secara

    operasional masalah-masalah kesehatan tidak dapat diselesaikan oleh sektor

    kesehatan sendiri, diperlukan tatalaksana terintegrasi dan komprehensif dengan

    kerjasama yang harmonis antar sektor dan antar program, sehingga perlu

    dikembangkan subsistem survailans epidemiologi kesehatan yang terdiri dari

    Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular, Surveilans Epidemiologi Penyakit

    Tidak Menular, Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan Dan Perilaku,

    Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan, dan Surveilans Epidemiologi

    Kesehatan Matra.

    1. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular

    Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit menular

    dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit menular.

    2. Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak Menular

    16

  • Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak

    menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit

    tidak menular.

    3. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Lingkungan dan Perilaku

    Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit dan faktor

    risiko untuk mendukung program penyehatan lingkungnan.

    4. Surveilans Epidemiologi Masalah Kesehatan

    Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan

    dan faktor risiko untuk mendukung program-program kesehatan tertentu.

    5. Surveilans Epidemiologi Kesehatan Matra

    Merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap masalah kesehatan

    dan faktor risiko untuk upaya mendukung program kesehatan matra. 2

    2.6. Sumber Data, Pelaporan, dan Penyebaran Data - Informasi

    2.6.1 Sumber Data

    Sumber data surveilans epidemiologi meliputi :

    a.Data kesakitan yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan

    masyarakat.

    b.Data kematian yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan serta laporan

    kantor pemirintah dan masyarakat.

    c. Data demografi yang dapat diperoleh dari unit statistik kependudukan dan

    masyarakat

    d.Data geografi yang dapat diperoleh dari unit unit meteorologi dan geofisika

    17

  • e. Data laboratorium yang dapat diperoleh dari unit pelayanan kesehatan dan

    masyarakat.

    f. Data kondisi lingkungan.

    g. Laporan wabah

    h. Laporan penyelidikan wabah/KLB

    i. Laporan hasil penyelidikan kasus perorangan

    j. Studi epidemiology dan hasil penelitian lainnya

    k.Data hewan dan vektor sumber penular penyakit yang dapat diperoleh dari unit

    pelayanan kesehatan dan masyarakat.

    l. Laporan kondisi pangan.

    m. Data dan informasi penting lainnya.

    2.6.2. Pelaporan

    Unit sumber data menyediakan data yang diperlukan dalam penyelenggaraan

    surveilans epidemiologi termasuk rumah sakit, puskesmas, laboratorium, unit

    penelitian, unit program - sektor dan unit statistik lainnya.

    2.6.3. Penyebaran Data dan Informasi

    Data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans

    epidemiologi disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan

    penanggulangan penyakit atau upaya peningkatan program kesehatan, pusat-

    pusat penelitian dan pusat-pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring

    18

  • surveilans epidemiologi

    2.7. Pengolahan Data

    2.7.1. Pencatatan

    Data dicatat dalam formulir W1 untuk laporan 1 x 24 jam, formulir W2 untuk

    laporan mingguan, dan formulir Survailans Terpadu Penyakit Berbasis

    Puskesmas (STPBP). Data pasien juga dilengkapi oleh alamat, keadaan

    lingkungan, dan definisi kasus. Data harus ditandatangani oleh petugas

    surveilans atau kepala puskesmas.

    2.7.2. Pelaporan/Diseminasi

    Untuk formulir W1 harus segera dilaporkan unit surveilans kepada DKK dan

    pihak pihak yang berwenang lainnya dalam waktu 1 x 24 jam. Pelaporan dapat

    menggunakan media telepon, fax, email, ataupun sms. Hendaknya unit

    surveilans telah melakukan analis dan interpretasi terhadap data tersebut dan

    menyajikanya dalam bentuk grafik/diagram sebelum dilaporkan kepada pihak

    yang berwenang sebagai pertimbangan dalam bagi pihak otoritas tersebut dalam

    mengambil keputusan.

    Formulir W2 dilaporkan ke DKK satu kali dalam seminggu pada hari Selasa.

    STPBP dilaporkan ke DKK setiap satu bulan sekali. Masing-masing laporan

    dibuat dalam dua rangkap, satu untuk dilaporkan ke DKK dan satu lagi untuk

    arsip bagi puskesmas.

    19

  • 2.7.3. Analisis dan Interpretasi

    Petugas surveilans haruslah orang yang jeli dan mempunyai daya analisa yang

    tinggi. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam menganalisis data

    dan interpretasi adalah karekteristik data, validasi data, analisa deskriptif, dan

    hipotesa sementara. Hasil analisis dan interpretasi ini digunakan sebagai bahan

    advokasi bagi pihak yang berwenang dalam mengambil keputusan secara cepat

    dan tepat .5

    2.8. Aksi

    Aksi yang dilakukan dapat berupa pengendalian maupun kebijakan.

    Pengendalian

    - Respon cepat

    - Manajemen kasus

    - Pencegahan: perlindungan khusus, isolasi

    Kebijakan

    - Perubahan kebijakan

    - Prediksi, perancanaan

    - Kewaspadaan epidemik

    2.9. Evaluasi

    Proses evaluasi dilakukan tidak hanya terhadap hasil dari aksi epidemiologis

    yang dilakukan, juga terhadap hasil surveilans sebagai monitoring apakah aksi

    20

  • sudah sesuai dengan hasil surveilans4.

    Gambar 4. Alur proses pencatatan dan pelaporan

    2.10. Peran Puskesmas dalam Penyelenggaraan Surveilans Terpadu Penyakit

    2.10.1. Pengumpulan dan Pengolahan Data

    Unit surveilans Puskesmas mengumpulkan dan mengolah data STP Puskesmas

    harian bersumber dari register rawat jalan & register rawat inap di Puskesmas

    dan Puskesmas Pembantu, tidak termasuk data dari unit pelayanan bukan

    puskesmas dan kader kesehatan. Pengumpulan dan pengolahan data tersebut

    dimanfaatkan untuk bahan analisis dan rekomendasi tindak lanjut serta

    21

  • distribusi data.

    2.10.2. Analisis serta Rekomendasi Tindak Lanjut

    Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis bulanan terhadap penyakit

    potensial KLB di daerahnya dalam bentuk table menurut desa/kelurahan dan

    grafik kecenderungan penyakit mingguan, kemudian menginformasikan

    hasilnya kepada Kepala Puskesmas, sebagai pelaksanaan pemantauan wilayah

    setempat (PWS) atau sistem kewaspadaan dini penyakit potensial KLB di

    Puskesmas.

    Apabila ditemukan adanya kecenderungan peningkatan jumlah penderita

    penyakit potensial KLB tertentu, maka Kepala Puskesmas

    melakukanpenyelidikan epidemiologi dan menginformasikan ke Dinas

    Kesehatan Kabupaten/Kota. Unit surveilans Puskesmas melaksanakan analisis

    tahunan perkembangan penyakit dan menghubungkannya dengan faktor risiko,

    perubahan lingkungan, serta perencanaan dan keberhasilan program. Puskesmas

    memanfaatkan hasilnya sebagai bahan profil tahunan, bahan perencanaan

    Puskesmas, informasi program dan sektor terkait serta Dinas Kesehatan

    Kabupaten/Kota.

    2.10.3. Umpan Balik

    Unit surveilans Puskesmas mengirim umpan balik bulanan absensi laporan dan

    permintaan perbaikan data ke Puskesmas Pembantu di daerah kerjanya.

    2.10.4. Laporan

    22

  • Setiap minggu, Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke

    Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana formulir PWS KLB (terlampir

    form 3). Setiap bulan, Puskesmas mengirim data STP Puskesmas ke Dinas

    Kesehatan Kabupaten/Kota dengan jenis penyakit dan variabelnya sebagaimana

    formulir STP.PUS (terlampir form 4). Pada data PWS penyakit potensial KLB

    dan data STP Puskesmas ini tidak termasuk data unit pelayanan kesehatan

    bukan puskesmas dan data kader kesehatan Setiap minggu, Unit Pelayanan

    bukan Puskesmas mengirim data PWS penyakit potensial KLB ke Dinas

    Kesehatan Kabupaten/Kota sebagaimana formulir.

    BAB III

    KESIMPULAN

    3.1. Kesimpulan

    23

  • 1. Surveilans memungkinkan pengambil keeputusan untuk memimpin dan

    mengelola dengan efektif.

    2. Surveilans dapat digunakan untuk (1) Memonitor kecenderungan (trends)

    penyakit; (2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk

    mendeteksi dini outbreak; (3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya

    beban penyakit (disease burden) pada populasi; (4) Menentukan kebutuhan

    kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi, monitoring, dan

    evaluasi program kesehatan; (5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program

    kesehatan; (6) Mengidentifikasi kebutuhan riset.

    3. Peran Puskesmas dalam penyelenggaraan surveilans terpadu penyakit antara lain

    berupa (1) Pengumpulan dan Pengolahan Data (2) Analisis serta Rekomendasi

    Tindak Lanjut, (3) Umpan Balik, dan (4) Laporan.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. DCP2. Public health surveillance. The best weapon to avert epidemics. Disease

    24

  • Control Priority Project. www.dcp2.org/file/153/dcpp-surveillance.pdf. Diakses

    10 Januari 2012.

    2. Bensimon CM, Upshur REG (2007). Evidence and effectiveness in

    decisionmaking for quarantine. Am J Public Health;97:S44-48.

    3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Keputusan Menteri Kesehat

    an Republik Indonesia Nomor 1479/MENKES/SK/X/2003 Tentang Pedoman

    Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit

    Tidak Menular Terpadu.

    http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.

    %201116%20ttg%20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Sistem%20Surveilans

    %20Epidemiologi%20Kesehatan.pdf. Diakses 10 Januari 2012

    4. Last, JM. 2001. A dictionary of epidemiology. New York: Oxford University Press,

    Inc.

    5. McNabb SJN, Chungong S, Ryan M, Wuhib T, Nsubuga P, Alemu W, Karande-

    Kulis V, Rodier G; 2002. Conceptual framework of public health surveillance and

    action and its application in health sector reform. BMC Public Health, 2:2

    http://www.biomedcentral.com. Diakses 10 Januari 2012.

    6. Kasjono, Heru S. 2009. Intisari Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

    7. Mandl KD, Overhage M, Wagner MM, Lober WB, Sebastiani P, Mostahari F,

    Pavlin JA, Gesteland PH, Treadwell T, Koski E, Hutwagner L, Buckeridge DL ,

    Aller RD, Grannis S (2004). Implementing syndromic surveillance: A practical

    guide informed by the early experience. J Am Med Inform Assoc., 11:141150.

    25

  • 26