81583306-OMSK
-
Upload
sus-retha-mona-ardiani -
Category
Documents
-
view
55 -
download
0
description
Transcript of 81583306-OMSK
BAB 1
PENDAHULUAN
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk
akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu
25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan
puncaknya pada tahun pertama masa sekolah.1
Radang telinga tengah menahun atau otitis media supuratif kronik (OMSK),
yang biasa disebut “congek” adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang
(perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan
(sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
Sekret mungkin serous, mukous atau purulen.2 Penyakit ini biasanya diikuti oleh
penurunan pendengaran dalam beberapa tingkatan.3
Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe
sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK tipe
ganas). OMSK tipe jinak (benigna) dengan perforasi yang letaknya sentral, biasanya
didahului dengan gangguan fungsi tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani.
Tipe ini disebut juga dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya
pada mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan
komplikasi yang berbahaya.2 OMSK tipe jinak dibedakan menjadi dua, yaitu tipe aktif
dimana pada tipe ini terdapat sekret yang masih keluar dari telinga, dan yang kedua
adalah tipe tenang, yang pada pemeriksaan telinga akan dijumpai perforasi total yang
1
kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat disertai gejala lainnya seperti vertigo,
tinitus, atau suatu rasa penuh dalam telinga.4 Sedangkan OMSK tipe ganas dapat
menimbulkan komplikasi ke dalam tulang temporal dan ke intrakranial yang dapat
berakibat fatal.2
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai
pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit
hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK
ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan
beberapa daerah minoritas di Pasifik.4 Kehidupan sosial ekonomi yang rendah,
lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang
menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan.4 Secara umum,
prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari
pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.2
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis
media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi
kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk.4
Proses infeksi pada OMSK sering disebabkan oleh campuran mikroorganisme aerobik
dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini. Kuman penyebab
2
yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar 50%, Proteus
sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.3
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan
tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang.
Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK
menjadi kurang jelas. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit
yang berhubungan dengan komplikasi ini.3
Otitis Media Supuratif Kronik ini sangat mengganggu dan sering menyulitkan
baik dokter maupun pasiennya sendiri.3 Penatalaksanaan OMSK didasarkan pada tipe
klinik penyakit. Tujuan penting dalam penatalaksanaan OMSK adalah untuk
mengusahakan telinga yang ‘aman’ dan pertimbangan fungsional merupakan tujuan
yang sekunder. Terapi medikamentosa ditujukan pada OMSK tipe jinak dan tindakan
operasi dikerjakan pada OMSK tipe ganas. 2 Antibiotika merupakan salah satu
medikamentosa yang telah digunakan untuk pengobatan OMSK sejak dulu. Namun
demikian sampai saat ini masih terdapat perbedaan persepsi mengenai manfaat
antibiotika, baik yang diberikan secara topikal maupun sistemik. Perjalanan penyakit
yang panjang, terputusnya terapi, terlambatnya pengobatan spesialis THT dan
sosioekonomi yang rendah membuat penatalaksanaan penyakit ini tetap menjadi
problem di bidang THT. 3
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut5:
- Batas luar: membran timpani
- Batas depan: tuba eustachius
- Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
- Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak)
- Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,
kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window)
dan promontorium.
Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membran timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan sistem sel-sel udara mastoid. Bagian ini dipisahkan
dari dunia luar oleh suatu membran timpani dengan diameter kurang lebih setengah
inci.6
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membran shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars
flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga
dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti sel epitel saluran napas. Pars
tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen
4
dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada
bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah bawah
yaitu pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membran timpani. Didalam telinga tengah terdapat tulang-
tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam yaitu, maleus, inkus dan stapes.
Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melakat pada
stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius
termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah.5
Gambar 1. Anatomi Telinga
5
Arteri yang menyuplai membran timpani terutama berasal dari cabang aurikuler
a. maksilaris interna yang bercabang-cabang dibawah lapisan kulit dan dari cabang
stilomastoid a. aurilularis posterior dan cabang timpanik a. maksilaris yang mendarahi
bagian mukosa. Vena yang letaknya superficial bermuara ke v. jugularis eksterna
sedangkan vena yang lebih dalam sebagian bermuara ke sinus transversus, ke vena-vena
duramater dan ke pleksus di tuba eustachius, a. timpani anterior yang merupakan cabang
a. maksilaris dan mendarahi bagian anterior kavum timpani termasuk mukosa membran
timpani, a. aurikularis profunda cabang dari a. maksilaris interna menembus tulang
rawan atau tulang dinding liang telinga untuk mendarahi kutikular permukaan luar
membran timpani.5,7
Perdarahan kavum timpani berasal dari cabang a. karotis eksterna. Arteri timpani
anterior cabang dari a. maksilaris yang mendarahi bagian anterior kavum timpani. Arteri
timpani posterior merupakan cabang a. stilomastoid mendarahi bagian posterior kavum
timpani. Arteri timpani inferior cabang asendens a. karotis eksterna mendarahi bagian
inferior kavum timpani. Arteri petrosus superior superasialis dan a. timpani superior
cabang dari a. meningea media mendarahi bagian superior kavum timpani. Arteri
karotis timpani cabang a. karotis interna. Aliran vena jalan seiringan dengan arterinya
untuk bermuara ke sinus petrosus superior dan pleksus pterigodeus.5,7
Persarafan sensoris baggian luar membran timpani, merupakan terusan dari
persarafan sensoris kulit liang telinga. N. aurikulotemporalis mengurus bagian posterior
dan inferior membran timpani, sedangkan bagian anterior dan superior diurus oleh
cabang aurikuler n. vagus (a. arnold), persarafan sensoris permukaan dalam membran
timpani (mukosa) diurus oleh n. jacobson yaitu cabang timpani n. glosofaringeus.5,7
6
Saraf sensoris kavum timpani terutama oleh pleksus timpani cabang dari n.
glosofaringeus. Persarafan simpatis berasal dari pleksus saraf simpatis karotis interna,
persarafan simpatis terutama berfungsi pada vaskularisasi dan mempunyai efek
vasokontriksi.5,7
Muskulus stapedius dipersarafi oleh n. fasialis, akan berkontraksi bila ada suara
keras. Muskulus tensor timpani dipersarafi N. VII, bila kontraksi akan menarik maleus
ke medial sehingga membran timpani lebih tegang.5,7
2.2 Definisi
Suatu radang kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
riwayat keluarnya sekret dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau
hilang timbul.2
2.3 Epidemiologi
Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSK
dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai
pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborigin Australia dan orang kulit
hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK
ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan
beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah,
lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang
menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang
berkembang.2
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal
definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia
7
akibat OMSK melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, 60% di antaranya
(39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi
OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien
yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia.2
2.4 Etiologi
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri
dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius
saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal
termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan aspergillus.
Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans (Streptococcus A
hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).8
2.5 Patogenesis
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum
timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media,
OM).2
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan
akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan
udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang
relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi
8
saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga
lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.2
Gambar 2. Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa9
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring
melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari
telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator
peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti
netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat
proses infeksi tersebut akan menambah permeabilitas pembuluh darah dan menambah
pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar
sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri
menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.2
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu
lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium
9
dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini
mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta
pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan
tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.2
2.6 Klasifikasi OMSK
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu10 :
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas
dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret
mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa
telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah
berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari
mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum
sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar
pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan
penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila
10
tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada
mesotimpanum dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-
kadang adanya sekret yang berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.
Fase tidak aktif / fase tenang
Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam
telinga.
Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :
– Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis
– Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis
– Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang
terkontaminasi
– Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia
– Otitis media supuratif akut yang berulang
2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang
Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral
lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong
retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,
terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas
2 tipe yaitu :
a) Kongenital
11
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan
Clemis (1965) adalah :
– Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
– Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
– Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
b) Didapat.
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong
retraksi. Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi
dengan komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami
perbaikan bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka menjadi
area kolaps pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membran
timpani.
Epitel skuamosa pada membran timpani normalnya membuang lapisan
sel-sel mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong
retraksi dan proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan
pada akhirnya membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat
sulit dan lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami ‘perforasi’
dalam arti kata yang sebenarnya : lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan
12
suatu lubang sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk
seperti botol, botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia
skuamosa pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi
kronik atau adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar
pinggir perforasi, terutama pada perforasi marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat,
yang dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma
kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya
hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga
tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari
eksudat serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi
benda asing, dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.
Gambar 3. Perjalanan Penyakit OMSK9
13
2.7 Diagnosis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar
mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga
tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya hilang
timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau
kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.11
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang
sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena
rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan
dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya
kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah
kemungkinan tuberkulosis.11
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila
tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
14
tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung
dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli
konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang
didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.11
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.11
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus.
Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret,
terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses
otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder.
Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal
abses atau trombosis sinus lateralis.11
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara
yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya
15
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.11
2.7.1 Tanda Klinis
Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna11 :
1. Adanya Abses atau fistel retroaurikular
2. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum timpani.
3. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)
4. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
2.7.2 Pemeriksaan Klinis
Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai
berikut11 :
1. Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif.
Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar
dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran
suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita
OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke
16
dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan
penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal
terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan
pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian
total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian
ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada
frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969.
Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi
koklea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang
serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan,
dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan
pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu :
a. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
b. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif 30-50
dB apabila disertai perforasi.
17
c. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh
menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
d. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan
hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengaran
dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan masking
adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.
2. Pemeriksaan Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai
diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih
kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang
normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom
Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah
lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi
sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi
ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan
tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui
apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang
lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis
18
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang
sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.
d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat
memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan
dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak
tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis
semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan
hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus
lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.
– Cholesteatoma.
Cholesteatoma yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida. Banyak teori yang
diajukan sebagai penyebab cholesteatoma didapat primer,
tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang
sebenarnya.
– Secondary acquired cholesteatoma.
Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis
biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi marginal pada
bagian posterosuperior. Terbentuknya dari epitel kanal aurikula eksterna yang
masuk ke kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong
retraksi membran timpani pars tensa.
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan OMSK yang efektif harus didasarkan pada faktor-faktor
penyebab dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian haruslah dievaluasi faktor-
19
faktor yang menyebabkan penyakit menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang
menghalangi penyembuhan serta mengganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat
ditelinga. Bila didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi
obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.11
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas11 :
1. Konservatif
2. Operasi
2.8.1 OMSK Benigna Tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.11
2.8.2 OMSK Benigna Aktif
Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah11 :
1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani
2. Pemberian antibiotika :
antibiotika/antimikroba topikal
antibiotika sistemik
1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet)
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme.
20
Bagan 1. Pengerjaan aural toilet12
Cara pembersihan liang telinga (aural toilet)11 :
- Aural toilet secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari
sampai telinga kering.
- Aural toilet secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif
untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke
bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.
- Aural toilet dengan pengisapan (suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi
adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa
yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya
terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara
21
ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anastesi. Pencucian
telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “
displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.
2. Pemberian antibiotik topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika topikal
untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan secret yang
banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak
progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.
Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan
media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi
pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan Gitowirjono
menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil cukup
memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga tengah
dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk
sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling
baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Obat-obatan
topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai setelah telinga
dibersihkan dahulu.11
Bubuk telinga yang digunakan seperti11 :
a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
b. Terramycin.
c. Acidum boricum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
22
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif,
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin
dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram
negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena
meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan
beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif. Seperti
aminoglikosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif melawan basil gram
negatif. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman anaerob.11
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes
mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila
diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negatif kecuali
Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya.
Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang mengandung aminoglikosida
akan merusak foramen rotundum, yang akan menyebabkan ototoksik.11
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) adalah12 :
23
Bagan 2. Antibiotik Topikal12
Catatan:
Terapi topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik. Tujuannya untuk
mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang memiliki
aktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan gram positifterutama
Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal ini dapat disebabkan
adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi sistemik diberikan pada pasien
yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat
hanya dengan terapi topikal saja, pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat
membantu mengeliminasi infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di RS
untuk mendapatkan aural toilet yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan hingga 3-4
minggu setelah otore hilang.
3. Pemberian antibiotika sistemik
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur
kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
24
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan faktor
penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.11
Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya bunuh antimikroba
terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap
masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing-masing jaringan
tubuh dan toksisitas obat terhadap kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya
bunuh terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan
pertama antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar
obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan kuinolon.
Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya
paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini,
misalnya golongan beta laktam.11
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin) mempunyai
aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan
diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi
III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi
harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk
OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol
mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Metronidazol dapat diberikan pada
OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-
4 minggu.11
2.8.3 OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
25
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.11
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain11 :
1. Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti ( Combined approach tympanoplasty)
Bagan 3. Pembedahan pada tatalaksana OMSK12
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.11
Pedoman umum pengobatan penderita OMSK adalah Algoritma berikut11 :
26
Bagan 4. Algoritma Pengobatan OMSK
27
BAB 3
KOMPLIKASI EKSTRAKRANIAL OMK
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan
tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang.
Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK
menjadi kurang jelas. Hal tersebut menyebabkan pentingnya mengenal pola penyakit
yang berhubungan dengan komplikasi ini.13
3.1 Penyebaran penyakit
Komplikasi otitis media terjadi apabila sawar (barier) pertahanan telinga tengah
dilewati sehingga infeksi menjalar ke struktur di sekitarnya.13
a. Pertahanan pertama
Yaitu mukosa kavum timpani yang mampu melokalisasi infeksi. Bila sawar
pertahanan ini runtuh masih ada sawar pertahanan yang kedua yaitu dinding tulang
kavum timpani dan sel mastoid.13
b. Pertahanan kedua
Yaitu dinding tulang kavum timpani dan sel mastoid. Runtuhnya periosteum
akan menyebabkan terjadinya abses subperiosteal (tidak berbahaya). Apabila infeksi
mengarah kedalam yaitu ke tulang temporal akan menyebabkan paresis n.VII atau
28
labirinitis. Bila kearah kranial akan menyebabkan abses ekstradural, tromboflebitis
sinus lateralis, meningitis, dan abses otak.13
c. Pertahanan ketiga
Yaitu terbentuknya jaringan granulasi. Ini terjadi jika sawar tulang terlampaui.13
Pada otitis media supuratif akut penyebaran melalui hematogen atau
osteotromboflebitis, sedangkan pada otitis media supuratif kronis penyebaran terjadi
melalui erosi tulang. Cara penyebaran lainnya yaitu toksin masuk melalui jalan yang
sudah ada misalnya melalui fenestra rotondum, meatus akustikus internus, duktus
perilimfatik dan duktus endolimfatik.13
Dari gejala dan tanda yang ditemukan dapat diperkirakan jalan penyebaran suatu
infeksi telinga tengah ke intra kranial.13
A. Penyebaran secara hematogen
Penyebaran secara hematogen dapat diketahui dengan adanya13 :
- Komplikasi terjadi pada awal infeksi, dapat terjadi pada hari pertama atau kedua
sampai hari kesepuluh.
- Gejala prodromal tidak jelas seperti pada gejala meningitis lokal
- Pada operasi didapatkan dinding tulang telinga tengah utuh dan tulang serta
lapisan mukoperiosteal meradang dan mudah berdarah sehingga disebut juga
mastoiditis hemoragika.
B. Penyebaran melalui erosi tulang
Penyebaran melalui erosi tulang dapat diketahui bila13 :
- Komolikasi terjadi beberapa minggu atau lebih setelah awal penyakit.
29
- Gejala prodromal infeksi lokal mendahului gejala infeksi yang luas misalnya
paresis n.VII ringan yang hilang timbul mendahului paresis n.VII total atau gejala
meningitis lokal mendahului meningitis purulen.
- Pada operasi ditemukan lapisan tulang yang rusak diantara fokus supurasi dengan
struktur sekitarnya .
C. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada
Penyebaran melalui jalan yang sudah ada dapat diketahui bila13 :
- Komplikasi terjadi pada awal penyakit .
- Ada serangan labirinitis atau meningitis berulang, mungkin ditemukan fraktur
tengkorak, riwayat operasi tulang, riwayat otitis media yang sudah sembuh.
Komplikasi intra kranial mengikuti komplikasi labirinitis supuratif.
- Pada operasi ditemukan jalan penjalaran melalui sawar tulang yang bukan karena
erosi.
Bila dengan pengobatan medikamentosa tidak berhasil mengurangi gejala klinik
dengan tidak berhentinya otorea, dan pada pemeriksaan otoskopik tidak menunjukkan
berkurangnya reaksi inflamasi dan pengumpulan cairan maka harus diwaspadai
komplikasi.13
Pada stadium akut naiknya suhu tubuh, nyeri kepala atau adanya tanda
toksisitas seperti malaise, somnolen, gelisah yang menetap dapat merupakan tanda
bahaya. Timbulnya nyeri kepala di parietal atau oksipital dan mual muntah proyektil
serta kenaikan suhu badan yang menetap selama terapi diberikan merupakan tanda
komplikasi intrakranial.13
3.2 Klasifikasi komplikasi OMK30
Shambough (2003) membagi atas komplikasi meningeal dan non meningeal :
A. Komplikasi intratemporal
1. Perforasi membran timpani
2. Mastoiditis akut
3. Paresis n. Fasialis
4. Labirinitis
5. Petrositis
B. Komplikasi ekstratemporal
1. Abses subperiosteal
C. Komplikasi intrakranial
1. Abses otak
2. Tromboflebitis
3. Hidrosefalus otikus
4. Empiema subdural
5. Abses subdural/ ekstradural
Pada OMSK tanda penyebaran penyakit dapat terjadi setelah secret berhenti
keluar, hal ini menandakan adanya secret purulen yang terbendung
Klasifikasi komplikasi otitis media supuratif
3.2.1 Komplikasi Intratemporal
3.2.1.1 Komplikasi di telinga tengah
Akibat infeksi telinga tengah berupa tuli konduktif. Pada membran
timpani yang masih utuh, tetapi rangkaian tulang pendengaran terputus akan
menyebabkan tuli konduktif yang berat. Biasanya derajat tuli konduktif tidak
selalu berhubungan dengan penyakitnya sebab jaringan patologis yang terdapat
31
di kavum timpanipun misalnya kolesteatoma dapat menghantarkan suara ke
telingan dalam.14
a. Paresis nervus fasialis
Pada otitis media akut nervus fasialis dapat terkena oleh penyebaran
infeksi langsung melalui kanalis fasialis. Pada otitis media kronis kerusakan
terjadi oleh erosi tulang oleh kolesteatom atau oleh jaringan granulasi disusul
oleh infeksi kedalam kanalis fasialis tersebut.15
Otogenic yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah termasuk OMA,
OMK tanpacholesteatoma, dan cholesteatoma. Yang pertama biasanya terjadi
dengan saluran tuba pecah dalam segmen timpani, yang memungkinkan kontak
langsung mediator inflamasi dengan saraf wajah itu sendiri. OMK dengan atau
tanpa cholesteatoma dapat mengakibatkan kelumpuhan wajah melalui
keterlibatan saraf pecah, atau melalui erositulang. Kelumpuhan wajah sekunder
untuk OMA sering terjadi pada anak dengan paresis tidak lengkap yang datang
tiba-tiba dan biasanya singkat dengan pengobatan yang tepat. Di sisi lain,
kelumpuhan sekunder pada OMK atau cholesteatoma sering menyebabkan
kelumpuhan wajah progresif lambat dan memiliki prognosis yang lebih buruk.15
Diagnosis kelumpuhan wajah otogenic dibuat atas dasar klinis. Paresis
atau kelumpuhanwajah pada OMA, OMK, atau cholesteatoma bukanlah
diagnosis yang sulit untuk dibuat hanya dengan pemeriksaan sendiri. Peran
diagnostik pencitraan CT dipertanyakan. Meskipun CT scan tidak diperlukan,
dapat berguna dalam perencanaan terapi dankonseling pasien. Ketika
cholesteatoma melibatkan saluran tuba, juga dapat mengikisstruktur seperti
32
labirin atau tegmen. Selanjutnya, tingkat erosi tulang dari kanal tuba danderajat
keterlibatannya lebih dapat dinilai pada CT.15
Penatalaksanaan:
Pada otitis media akut, perlu diberikan antibiotika dosis tinggi dan
drenase untuk menghilangkan tekanan didalam kavum timpani. Bila dalam
jangka waktu tertentu tidak ada perbaikan setelah diukur dengan elektromiografi
berulah dilakukan dekompresi. Pada otitis media supuratif kronis, tindakan
dekompresi harus segera dilakukan tanpa menunggu pemerikssaan
elektrodiagnostik.15
b. Perforasi membran timpani
Membran timpani yang disebut juga dengan gendang telinga, merupakan
membran translusen yang kaku (tetapi fleksibel) seperti struktur diafragma.
Membran timpani bergerak asecara sinkron sebagai respon pada berbagai
tekanan udara, yang membuat gelombang suara. Getaran gendang telinga
sitransmisikan melalui rantai osikular kea rah kokhlea. Di kokhlea, energi
mekanik getaran berubah menjadi energi elektrokimia dan berjalan melewatu
nervus kranial VIII (vestibulokokhlearis) menuju otak. Membran timpani dan
perlekatan tulangnya kemudian menjadi sebuah transduser, yang merubah satu
energi mernjadi energi yang lain.16
Perforasi membran timpani merupakan hasil dari penyakit (terutama
infeksi), trauma maupun perawatan medis. Perforasi bisa terjasi secara
temporary ataupun persisten. Efeknya sangat bervariasi baik dalam ukuran,
lokasi perforasy dan hubungannya dengan keadaan patologi.16
3.2.1.1.1 Etiologi
33
Infeksi merupakan penyebab utama perforasi pada membran timpani. Otitis
media akut menyebabkan iskemi relative pada gendang bersamaan dengan peningkatan
tekanan pada ruang telinga tengah. Ini semua menuyebabkan terjadinya rupture
membran timpaniyang biasanya didahului oleh rasa sakit yang berat. Jika perforasi tidak
sembuh, akan meninggalkan perforasi membran timpani yang residual. Pada saat
sekarang ini sering digunakan antibiotik yang sedikit agresif untuk mengatasi keadaan
ini. Penyakit ini merupakan komplikasi dari otitis media yang disebabkan oleh virus,
sehingga dapat diatasi secara spontan. Dukungan terhadap antibiotik menyebabkan
penurunan resistensi terhadap antibiotik pada strain bakteri. Beberapa penelitian
membuktikan bahwa peningkatan terjadinya mastoiditis akut dikarenakan pengurangan
penggunaan antibiotik. Seiring berjalannya waktu peningkatan terjadinya perforasi dan
komplikasi otitis media seperti abses otak, meningitis, dan thrombosis sinus sigmoid
dapat terjadi. Infeksi saluran telinga jarang menyebakan perforasi membran timpani.
Walaupun dapat terjadi, biasanya sering berhubungan dengan Aspergillus niger.16
Perforasi karena trauma bisa disebabkan oleh pukulan pada telinga (seperti
serangan dengan tangan kosong, jatuh dari ski air dengan posisi kepala menghantam air,
telinga turun). Pemaparan tekanan atmosfir yang berat dari ledakan yang hebat
menyebabkan luka pada gendang telinga. Perforasi membran timpani dari tekanan air
biasanya terjadi pada scuba divers, biasanya gendan telinga atrofi dari penyakit
sebelumnya. Objek yang digunakan untuk membersihkan liang telinga dapat
menyebabkan perforasi gendang telinga.16
Irigasi liang telinga yang dilakukan dengan tidak semestinya dapat
menyebabkan perforasi. Pada beberapa pengaturan, saat irigasi serumen dilakukan oleh
asisten dokter, para ahli otolaryngology mendapati sekitar 10-20 pasien/tahun dating
34
dengan keluhan ini. Perforasi membran timpani secara sengaja dilakukan pada saat ahli
bedah membuah insisi pada gendang telinga (miringotomi). Ketika tube penstabil
tekanan diletakkan, perforasi membran timpani telah terbuka. Kegagalan dalam
pembedahan menciptakan proses penyembuhan ketika penekanan tabung menyebabkan
perforasi kronis membran timpani.16
3.2.1.1.2 Patofisiologi
Membran timpani cenderung dapat menyembuhkan kerusakan dengan
sendirinya. Meskipun gendang telinga mengalami perforasi berulang kali sering menjadi
intak kembali. Kadang-kadang, perforasi sembuh dengan membran tipis yang
mengandung mukosa saja dan lapisan epitel skuamosa tanpa lapisan media fibrous.
Neomembran seperti ini sangat tipis sehingga dapat terjadi kesalahan antara perforasi
dengan perforasi yang telah sembuh. Neomembran mengalami retraksi ke arah dalam
telinga dalam, terkadang sulit membedakan dari perforasi baru. Pemeriksaan dengan
mikroskop menunjukkan kerancuan. Retraksi yang dalam, terutama kuadaran posterior
superior membran timpani merupakan tanda terbentuknya kolesteatom.16
Adanya perforasi menunjukkan telinga lebih sensitive terhadap infeksi jika air
masuk ke saluran telinga. Jika air yang terkontaminasi bakteri melewati perforasi,
infeksi akan terjadi. Tegangan permukaan air melindungi telinga dari penetrasi
melewati perforasi yang kecil. Ini menjelaskan angka infeksi tertinggi pada saat
mencuci rambut dibandingkan berenang (seperti sabun menurunkan tegangan
permukaan sehingga air dapat masuk ke telinga tengah). Adanya perforasi merupakan
kontraindikasi absolute dilakukannya irigasi serumen. Riwayat perforasi juga
merupakan kontraindikasi absolute kecuali pengetahuan personal diperoleh dari
pemeriksaan yang mengindikasikan gendang yang intak.16
35
3.2.1.1.3 Gejala Klinik
Perforasi membran timpani memberikan gejala yang bervariasi antara lain
terdengarnya suara seperti bersiul pada saat bersin dan memencet hidung, berkurangnya
pendengaran, dan kecenderungan terjadinya infeksi selama keadaan dingin dan saat air
masuk ke saluran telinga. Drainase secret purulen yang kering dimana bisa sanguineous
pada kedua-duanya baik perforasi akut maupun khronik,menunjukkan adanya perforasi
dan infeksi. Infeksi saluran telinga juga menyebabkan drainase yang purulen, tetapi
biasanya lebih sedikit. Perforasi yang bukan merupakan komplikasi dari infeksi atau
kholesteatom tidak menimbulkan rasa sakit. Adanya rasa sakit merupakan pertanda bagi
para dokter untuk melihat proses penyakit lain yang menyertainya. Perforasi yang
diikuti otorrhea atau kholesteatom biasanya tidak menimbulkan rasa sakit.16
3.2.1.1.4 Pemeriksaan Penunjang
Radiography dan MRI tidak begitu penting untuk kasus ini kecuali gambaran
klinis menunjukkan kemungkinan adanya kerusakan tulang dan atau adanya
kholesteatom. Perforasi yang asimtomatik, terutama jika pendengaran masih mendekati
normal, biasanya tidak dibutuhkan pemeriksaan ini.16
Ada beberapa test lain yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosa antara
lain16 :
Dengan otoscopy
Perforasi yang kecil mebutuhkan otomikroskopi untuk identifikasi
Beberapa program skrining pendengaran seperti test impedance telinga tengah
Skrining timpanometri mengungkapkan kelainan yang konsisten dengan perforasi.
Masih dibutuhkan pemeriksaan lain untuk konfirmasi
36
Selalu menunjukkan audiometric ketika diagnosis awal perforasi membran timpani
dan juga sebelum dilakukan perbaikan apapun baik di praktek ataupun di ruang
operasi.
Audiography preoperasi dan postoperasi selalu dilakukan. Hilangnya konduktif
mayor tidak hanya menjadi perhatian bagi ahli bedah untuk melihat kemungkinan
adanya lesi osikular, tetapi dokumentasi sebelum adanya tuli sensorineural
melindungi ahli bedah dari bukti di kemudian hari bahwa operasi menyebabkan
hilangnya pendengaran.
Audiometri mengungkapkan pendengaran normal. Adanya tuli konduktif yang ringan
merupakan perforasi yang konsisten, dan komponen konduktif setidaknya 30dB
mengindikasikan adanya diskontinitas osikular atau kondisi patologik.
3.2.1.1.5 Prosedur Diagnosis
Pada kasus yang jarang, otomikroskopi dan studi impedance masih
meninggalkan pertanyaan untuk diagnosa perforasi membran timpani. Untuk
membuktikan adanya perforasi (dalam wujud suatu arus gelembung), isi saluran telinga
dengan air suling yang cukup atau dengan air steril untuk menutupi membran timpani
dan pasien melakukan maneuver Valsava. Hasil negatif test ini merupakan sugesti dan
tidak pasti. Hasil positif pada test ini disebabkan hanya oleh perforasi membran
timpani.16
Pada perforasi membran timpani yang kronik, pemeriksaan histology terlihat
adanya epitel skuamosa pada mukosa telinga tengah dan membentuk sudut perforasi.
Setiap penyembuhan sudut perforasi menunjukkan adanya factor kontribusi terjadinya
perforasi yang persisten.16
3.2.1.1.6 Penatalaksanaan
37
1. Terapi medis
Terapi medis untuk perforasi diarahkan dengan mengontrol otorrhea.
Pertimbangkan resiko ototoksisitas dari penggunaan obat tetes telinga secara
topikal ketika pengobatan infeksi telinga bersamaan dengan perforasi membran
timpani. Infeksi sendiri dapat menyebabkan tuli sensorineural. Klinis toksisitas dari
obat tetes telinga pada infeksi telinga tidak ditunjukkan dengan tegas, meskipun
percobaan pada hewan menunjukkan adanya hubungan. Implikasi legal dari
administrasi toksisitas obat tetes telinga yang sebelumnya menyebabkan tuli
sensorineural telah jelas. Untuk alasan ini, hindari penggunaan obat tetes telinga
yang mengandung gentamisin, neomycin sulfat, tobramicin pada kasus perforasi
membran timpani. Ketika digunakan, ganti segera obat tetes telinga yang toksik
pada saat drainase dan edem mukosa mulai terbentuk. Hindari kontaminasi ruang
telinga tengah dari air melaui perforasi membran timpani yang penting untuk
meminimal otorrhea yang berasal dari perforasi.16
Antibiotik sistemik digunakan untuk mengkontrol otorrhea dari perforasi
membran timpani. Antibiotik (trimethropim-sulfamethoxazole, amoxicillin)
langsung bekerja pada flora respiratorius pada kebanyakan kasus. Pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa dan resisten terhadap Staphylococcus aureus bisa terjadi.
Kegagalan drainase untuk membersihkan setelah beberapa hari terapi
membutuhkan perubahan terapi sesuai dengan kultur dan tes sensitifitas.
Kecenderungan saluran telinga terhadap pertumbuhan yang berlebihan dari
pseudomonas menunjukkan pengujian yang akurat yang diperoleh melalui
pengisapan spesiemen kultur (melalui control mikroskop) secara langsung dari
perforasi telinga tengah.16
38
Pada keadaan rutin, tegangan permukaan air mencegah masuknya air ke
telinga tengah melewati perforasi yang kecil. Penambahan sabun mengurangi
tegangan air. Telinga merupakan resiko terbesar terjadinya infeksi selama mencuci
rambut ataupun mandi dibandingkan air biasa.16
2. Operasi
Pengobatan perforasi membran timpani dibagi atas 3 kategori, yaitu16 :
1. Pengobatan bisa tidak dilakukan untuk pasien yang tidak melakukan kegiatan
berenang dengan tuli yang terjadi minimal dan tidak ada riwayat terjadinya infeksi
telinga yang berulang. Alat bantu dengar membuktikan satu-satunya pengobatan
yang penring untuk pasien simptomatis tuli tetapi tidak ada infeksi atau riwayat
berenang.
2. Office treatment
Sangat sederhana, tapi sedikit efektif, metodenya dengan kauterisasi sudut perforasi
membran timpani, dengan kaustik, seperti trichloroacetic acid (10% cairan), dan
buat kertas rokok yang kecil. Teknik ini telah dikembangkan pada tahun 1800an.
Mekanisme pelepasan perforasi marginal (dengan topikal anestesi ataupun tidak)
sebelum menerapkan tambalan itu dengan tipis menunjukkan peningkatan angka
keberhasilan.
3. Timpanoplasti
Timpanoplasti dilakukan dengan menggunakan anestesi lokal ataupun umum.
Sebuah innsisi dibuat dibelakang telinga atau melalui saluran telinga, tergantung
dari lokasu dan ukuran perforasi. Perbaikan membutuhkan persiapan tempat tidur
yang sesuai untuk penempatan graft. Sejauh ini material graft yang digunakan
adalah fasia postauricular. Allograft membran timpani yang diperoleh dari cadaver,
39
pernah ditinggalkan karena takut menyebarkan virus pathogen, tapi sekarang mulai
digunakan. Graft ditempatkan di medial ataupun lateral dari perforasi. Ahli bedah
lebih menyukai bagian ini untuk mengambil keputusan dan keputusan itu lebih
memperhatikan masalah teknik yang berkaitan dengan ukuran dan lokasi perforasi
dan bentuk, sudut, dan kandungan dalam saluran telinga. Timpanoplasti berhasil
menutup perforasi membran timpani pada 90-95% pasien.
3.2.1.2 Komplikasi ke rongga mastoid
a. Petrositis
Adanya petrositis dicurigai apabila pada pasien terdapat sindroma Gradenigo yaitu15:
a. Diplopia karena kelemahan n.VI
b. Rasa nyeri didaerah parietal, temporal, oksipital karena n.V terkena.
c. Otore yang persisten
Apabila terdapat nanah yang keluar terus menerus dan rasa nyeri yang menetap pasca
mastoidektomi maka curigai petrositis. Pengobatan petrositis yaitu operasi dan
pemberian antibiotika protocol komplikasi intra kranial.15
b. Mastoiditis koalesen
Mastoiditis akut (MA) merupakan perluasan infeksi telinga tengah ke dalam
pneumatic sistem selulae mastoid melalui antrum mastoid. Walau dalam praktek
kejadian komplikasi ini rendah, pengobatan harus secepat dan seefektif mungkin untuk
menghindari komplikasi.17
Gejala klinis OMSK yang dicurigai MA antara lain otore purulen kental dalam
jumlah banyak dan bau, tak menunjukkan perbaikan setelah pengobatan antibiotika
selama dua minggu, nyeri belakang telinga. Pada pemeriksaan fisik mungkin akan
40
ditemukan granulasi di dinding superoposterior kanalis auditorius eksterna, perforasi
membran timpani, abses/fistel retroaurikula. Pada beberapa kasus dapat dijumpai
perluasan abses ke ruang/rongga dalam leher sekitar mastoid seperti m.digastrikus,
m.sternokleidomastoideus (Bezold’s mastoiditis) dan paralisis nervus fasialis.17
Diagnosis mastoiditis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang radiologi yang menunjukkan mastoiditis baik foto polos
mastoid Schuller maupun CT scan mastoid.17
Pengobatan berupa antibiotika sistemik dan operasi mastoidektomi; meliputi
dua hal penting : pertama pembersihan telinga (menyedot/mengeluarkan debris telinga
dan sekret) kedua antibiotika baik peroral, sistemik ataupun topikal berdasarkan
pengalaman empirik dari hasil kultur mikrobiologi. Pemilihan antibiotika umumnya
berdasarkan efektifitas kemampuan mengeliminasi kuman (mujarab), resistensi,
keamanan, risiko toksisitas dan harga.17
3.2.1.3 Komplikasi di telinga dalam
Apabila terdapat peninggian tekanan di telinga tengah oleh produk infeksi ada
kemungkinan produk infeksi itu akan menyebar ke telinga dalam melalui tingkap bulat
(fenestra rotundum). Apabila kerusakan hanya sampai bagian basalnya biasanya tidak
menimbukan keluhan pada pasien. Apabila kerusakan telah menyebar ke koklea akan
dilakukan miringotomi segera pada pasien otitis media akut yang tidak membaik dalam
empat puluh delapan jam dengan pengobatan medikamentosa. Penyebaran oleh proses
destruksi seperti oleh kolesteatoma atau infeksi langsung ke labirin akan menyebabkan
gangguan keseimbangan dan pendengaran misalnya vertigo, mual muntah, tuli saraf.14
a. Fistel labirin
41
Fistula labirin adalah suatu erosi tulang dari kapsul labirin sehingga terpapar
tetapi tidak sampai menembus endosteum dari labirin. Jika menembus endosteum
dari labirin dapat menyebabkan kematian telinga. Fistula paling banyak terjadi
didaerah kanalis semisirkularis lateral. Erosi tulang terjadi oleh karena adanya
kolesteatoma pada otitis media supuratif kronis maligna. Fistula labirin dapat
menimbulkan keluhan hoyong (vertigo) dan tuli saraf. Fistula labirin terus menjadi
salah satu komplikasi yang paling umum dari otitis kronis dengan cholesteatoma.
Beberapa keadaan ini lebih mengganggu ahli bedah otologic daripada terdapatnya
sebuah labirin terbuka yang ditemukan pada saat operasi cholesteatoma. Risiko
kehilangan pendengaran sensorineural yang signifikan sebagai akibat manipulasi
bedah membuat labirin terbuka dan pengelolaannya menjadi topik yang sangat
kontroversial. Karena lokasinya di dekat antrum, kanalis semisirkularis horizontal
adalah bagian yang paling sering terlibat dari labirin, dan menyumbang sekitar 90%
dari fistula ini. Meskipun kanal horisontal biasanya terlibat, fistula dapat terjadi di
kanal posterior dan superior, dari koklea itu sendiri.14
Fistula koklea dikaitkan dengan insidensi terjadinya gangguan pendengaran
yang jauh lebih tinggi ditemui dibandingkan dengan labirin fistula.Erosi tulang dari
kapsul otic dapat terjadi melalui dua proses yang berbeda. Dengan terdapatnya
cholesteatoma, mediator diaktifkan dari matriks, atau tekanan daricholesteatoma itu
sendiri, dapat menyebabkan osteolisis dan membuka labirin. Namun, fistula labirin
dapat terjadi dari resorpsi kapsul otic karena mediator inflamasi bila tidak ada
cholesteatoma, yang biasanya terjadi pada OMK dengan granulasi. Salah satu
alasan kontroversi dalam membahas fistula ini adalah kurangnya sistem pembagian
stadium yang dapat diterima. Beberapa sistem telah diusulkan. Sistem
42
diperkenalkan oleh Dornhoffer dan Milewski, sistem ini berkaitan dengan
keterlibatan labirin yang mendasarinya. Fistula dengan erosi tulang dan endosteum
utuh diklasifikasikan sebagai stadium I fistula. Jika endosteum ini terkena, namun
ruang perilymphatic tidak, fistula ini diklasifikasikan sebagai stadium II a. Ketika
perilymph ini terkena oleh penyakit atau sengaja disedot, fistula dikategorikan
sebagai stadium II b. Stadium III menunjukkan bahwa labirin membran dan
endolymph telah terganggu oleh penyakit atau intervensi bedah.14
Diagnosis pasien yang memiliki erosi yang signifikan dari labirin klasik
ini datang dengan vertigo subjektif dan tes fistula yang positif pada pemeriksaan.
Sayangnya, gambaran klasik tidak sensitif dalam identifikasi preoperatif fistula.
Vertigo periodik atau disekuilibrium yang signifikan ditemukan pada 62% sampai
64% dari pasien yang memiliki fistula sebelumoperasi. Tes fistula positif dalam
32% sampai 50% dari pasien yang ditemukan memiliki fistula selama eksplorasi
bedah. Meskipun kehilangan pendengaran sensorineural ditemukan di sebagian
besar pasien (68%), itu bukan indikator yang sensitif untuk fistula. Meskipun
adanya gangguan pendengaran sensorineural, vertigo, atau tes fistula positif pada
pasien yang memiliki cholesteatoma harus meningkatkan kecurigaan untuk
fistula,tidak adanya tanda-tanda tadi tidak menjamin labirin tulang utuh. Hal ini
sebagai alasan bahwa pendekatan bedah yang bijaksana adalah dengan
mengasumsikan adanya fistula disetiap kasus cholesteatoma, untuk mencegah
komplikasi yang tak terduga. Walaupun pencitraan universal untuk semua pasien
yang memiliki cholesteatoma belum standar, tinjauan literatur menunjukkan bahwa
penggunaan pencitraan CT pra operasimeningkat. Karena ketidakmampuan untuk
secara akurat mendiagnosis fistula preoperatif atas dasar klinis, peningkatan dalam
43
pencitraan merupakan upaya untuk meningkatkandeteksi suatu labirin, nervus
facialis, atau dura yang terkena, untuk membantu dalam perencanaan operasi.
Sayangnya, kemampuan untuk mendeteksi fistula secara akurat pada CT pra
operasi telah dilaporkan sebagai 57% sampai 60%. Dalam laporan saat ini CT scan
tidak lebih sensitif daripada anamnesis dan pemeriksaan fisik dalam mendeteksi
fistula labirin. Diagnosis definitif untuk fistula hanya dibuat intraoperatif, yang
menegaskan kembali kebutuhan untuk menangani semua kasus cholesteatoma
dengan hati-hati.15
Penatalaksanaan adalah secara operasi mastoidektomi, yang terdiri dari14,15:
1. Mastoidektomi sederhana: Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang
hanya terbatas pada rongga mastoid.
2. Mastoidektomi radikal: Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di
mastoid dan telingatengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang
telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah.
3. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran
dilakukan timpanoplasti.
b. Labirinitis supuratif
Labirinitis umum yaitu labirinitis yang mengenai seluruh bagian labirin
dengan gejala vertigo berat dan tuli saraf berat. Labirinitis terbatas /labirinitis
sirkumskripta menyebabkan terjadinya vertigo saja atau tuli saraf saja.15
Labirinitis terjadi oleh karena penyebaran infeksi ke ruang perilimfa. Ada
dua bentuk labirinitis yaitu15:
Labirinitis serosa
44
Labirinitis serosa dapat berbentuk labirinitis serosa difus dan sirkumskripta.
Pada labirinitis serosa, toxin menyebabkan disfungsi labirin tanpa invasi sel
radang.
Labirinitis supuratif
Labirinitis supuratif dibagi dalam bentuk labirinitis supuratif akut difus dan
kronik difus. Pada labirinitis supuratif sel radang menginvasi labirin sehingga
terjadi kerusakan yang ireversibel seperti fibrosis dan osifikasi.
3.2.1.3.1 Penatalaksanaan15
Operasi harus segera dilakukan pada kedua bentuk labirinitis itu untuk
menghilangkan infeksi dari telinga tengah.
Drenase nanah dari labirin untuk mencegah terjadinya meningitis
Antibiotika adekuat untuk pengobatan otitis media kronik dengan atau tanpa
kolesteatoma.
3.2.2 Komplikasi ekstratemporal
3.2.2.1 Komplikasi ekstrakranial
a. Abses bezold’s
Abses Bezold adalah abses cervical yang berkembang mirip dengan
abses subperiostealsecara patologi. Dengan adanya mastoiditis coalescent,
jika korteks mastoid terkena padaujungnya, sebagai lawan dari korteks lateral,
abses akan berkembang di leher, dalamsampai sternokleidomastoid. Abses ini
dideskripsikan sebagai massa yang dalam danlembut pada leher. Karena
abses berkembang dari sel-sel udara di ujung mastoid, iniditemukan pada
anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa, di mana pneumatisasi
45
darimastoid telah diperpanjang sampai ke ujung. Sebagian besar dari abses ini
adalah hasil dariekstensi langsung melalui korteks, selain itu adalah dari
transmisi melalui korteks utuhdengan cara phlebitis vena mastoid. Meskipun
abses Bezold adalah komplikasi dari OMAdengan mastoiditis yang lebih
sering terjadi pada anak-anak, abses ini juga dikenal sebagaikomplikasi dari
OMK dengan cholesteatoma.17
DiagnosisCT scan kontras dari leher dan mastoid dianjurkan untuk
membuat diagnosis dari absesBezold. Presentasi dari pembesaran massa yang
dalam dan lembut di leher harusdibedakan dari inflamasi limfadenopati leher,
yang sulit atas dasar klinis saja. CT scanabses Bezold yang menunjukkan
abses melingkar yang meningkat dengan peradangan disekitarnya, dapat
menunjukkan dehiscence tulang di ujung mastoid, dan dapat membantudalam
perencanaan operasi.17
b. Abses subperiosteal
Abses subperiosteal adalah komplikasi extrakranial dari OMK yang
paling sering terjadi.Abses ini terjadi di korteks mastoid ketika proses infeksi
dalam sel-sel udara mastoid meluas ke ruang subperiosteal. Perluasan ini
paling sering terjadi sebagai akibat dari erosikorteks sekunder menjadi
mastoiditis akut atau coalescent, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari
perluasan vaskular sekunder menjadi phlebitis dari vena mastoid. Abses
subperiosteal terlihat lebih sering pada anak-anak muda dengan OMA, tetapi
jugaditemukan pada otitis kronis dengan dan tanpa cholesteatoma.
Cholesteatoma dapat menghalangi aditus ad antrum, mencegah terhubungnya
dari isi dari mastoid yang terinfeksi dengan ruang telinga tengah dan tuba
46
eustachius. Obstruksi ini meningkatkan kemungkinan dekompresi yang
infeksius sampai korteks mastoid, menyajikan klinis sebagai abses
subperiosteal atau abses Bezold.17
Seringkali diagnosis abses subperiosteal dibuat atas dasar klinis.
Umumnya, pasien akandatang dengan gejala sistemik, termasuk demam dan
malaise, bersama dengan tanda-tandalokal, termasuk daun telinga yang
menonjol ke arah lateral dan inferior, dan juga terdapatdaerah yang fluktuatif,
eritematosa, dan nyeri di belakang telinga. Bila diagnosis tidak pasti pada
evaluasi klinis, CT scan kontras dapat menunjukkan abses dan mungkin defek
kortikal pada mastoid. Sebuah kasus dapat dibuat untuk CT scan kontras dari
tulang temporal pada semua pasien dengan gejala-gejala ini, untuk membantu
dalam perencanaan terapi dan untuk menyingkirkan kemungkinan komplikasi
lainnya. Mastoiditis tanpa abses, limfadenopati, abses superfisial, dan kista
sebasea terinfeksi adalah kemungkinan lainyang harus disingkirkan.17
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
47
Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2
bulan dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah
dapat terus menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau
berupa nanah. Penyakit ini pada umumnya tidak memberikan rasa sakit kecuali apabila
sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi didapatkan pada penderita OMSK tipe
maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak dan dapat menyebabkan kematian.
Otitis media supuratif akut atau kronis mempunyai potensi untuk menjadi serius
karena komplikasinya dapat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian.
Bentuk komplikasi ini tergantung pada kelainan patologi yang menyebabkan otore.
Komplikasi ini biasanya di dapatkan pada pasien OMSK tipe bahaya tetapi OMSK tipe
manapun dapat menyebabkan komplikasi bila terinfeksi kuman yang virulen. Dengan
tersedianya antibiotika mutakhir komplikasi otogenik menjadi semakin jarang.
Pemberian obat-obat itu sering menyebabkan gejala dan tanda klinis komplikasi OMSK
menjadi kurang jelas.
4.2 Saran
Perburukan penyakit dan komplikasi akibat OMSK harus dihindari dengan
menegakkan diagnosis secara tepat dan dini, diikuti dengan penatalaksanaan yang tepat
pada penderita OMSK.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Keseharan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
2007
48
2. Aboet A. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap : Radang Telinga
Tengah Menahun. Medan : Universitas Sumatera Utara; 2007
3. Lutan R, Wajdi F. Pemakaian Antibiotika Topikal Pada Otitis Media Supurativa
Kronik Jinak Aktif. Cermin Dunia Kedokteran No. 132. 2001 : diunduh dari
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14_PemakaianAntibiotikaTopikal.pdf/
14_PemakaianAntibiotikaTopikal.html
4. Anonim. Otitis Media Supuratif Kronik. 2009 : diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/13607134/Otitis-Media-Kronik
5. Soetirto, I. et al. Gangguan Pendengaran (Tuli). Dalam: Soepardi, E, et al, Ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai
Penerbitan FKUI, Jakarta. 2006: p.10-22
6. Ballenger JJ. Penyakit Telinga Kronis. Dalam Buku Penyakit Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala dan Leher. Ed.13 Jilid Satu. Binarupa Aksara, Jakarta. 1994:
p. 392-412.
7. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI,
Jakarta. 2006: p. 64-77.
8. Paparella et al. Otolaryngology. Volume II-Otology and Neuro-otology Third
Edition. WB Saunders Company; 1991. p:1363.
9. Soetjipto, damayanti et.al. Komite Nasional Penaggulangan Gangguan
Pendengaran dan Ketulian.
10. Burton, Martin et al. Hall & Collman’s Diseases of The Ear, Nose and Throat
Fifteenth Edition. Hartcourt Brace and Company Limited; 2000.p: 41-42
11. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan terhadap
beberapa Antibiotika di bagian THT FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Medan; 2003.
12. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK). Cermin Dunia
Kedokteran 163/vol.35 no.4/ Juli–Agustus 2008.
13. Soepardi, Efiaty Arsyad et.al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi ke enam. FKUI. Jakarta; 2007: p 79-80.
14. Masykura. OMSK Dengan Komplikasi. 2011: diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/44463271/Referat-OMSK-Dengan-Komplikasi
49
15. Ridha. Komplikasi Otitis Media Supuratif. 2011: diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/48841607/KOMPLIKASI-OTITIS-MEDIA-
SUPURATIF
16. Saputra, Gunawan. OMA. 2008: diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/59992529/refrat-THT-OMA
17. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence.
London; January 2007.
50