8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian...

28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kakao Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan salah satu anggota familia Sterculiaceae yang memiliki habitat asli di daerah hutan tropis di Amerika tengah dan Amerika selatan bagian utara (Siregar et al., 2010). Kakao pertama kali diolah secara sederhana oleh suku Maya yang hidup didaerah Amerika tengah tepatnya di Guatemala, Yucatan dan Honduras. Pada saat itu biji kakao yang dipanggang digunakan untuk membuat minuman yang sering digunakan untuk ritual pemujaan. Runtuhnya peradaban suku Maya pada saat itu menyebabkan suku Aztec menguasai kebun-kebun kakao milik suku Maya hingga akhirnya pada abad 15 bangsa Spanyol datang dan belajar tentang pengolahan kakao kepada suku Aztec (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Bangsa Spanyol mempunyai peranan penting dalam penyebaran kakao di berbagai negara di dunia. Pada abad ke-17, bangsa Spanyol mentransfer beberapa tanaman kakao ke Manila di Filipina. Sejak saat itu budidaya kakao menyebar ke Indonesia melalui Sulawesi (Vos et al., 2003). Pada akhir abad 18, penyebaran tanaman kakao di Indonesia semakin meluas dengan dibukanya beberapa perkebunan kakao oleh orang Belanda, seperti di daerah Jawa Tengah, Jawa Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Transcript of 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian...

Page 1: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Kakao

Kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan salah satu anggota familia

Sterculiaceae yang memiliki habitat asli di daerah hutan tropis di Amerika tengah

dan Amerika selatan bagian utara (Siregar et al., 2010). Kakao pertama kali diolah

secara sederhana oleh suku Maya yang hidup didaerah Amerika tengah tepatnya

di Guatemala, Yucatan dan Honduras. Pada saat itu biji kakao yang dipanggang

digunakan untuk membuat minuman yang sering digunakan untuk ritual

pemujaan. Runtuhnya peradaban suku Maya pada saat itu menyebabkan suku

Aztec menguasai kebun-kebun kakao milik suku Maya hingga akhirnya pada abad

15 bangsa Spanyol datang dan belajar tentang pengolahan kakao kepada suku

Aztec (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Bangsa Spanyol mempunyai peranan penting dalam penyebaran kakao di

berbagai negara di dunia. Pada abad ke-17, bangsa Spanyol mentransfer beberapa

tanaman kakao ke Manila di Filipina. Sejak saat itu budidaya kakao menyebar ke

Indonesia melalui Sulawesi (Vos et al., 2003). Pada akhir abad 18, penyebaran

tanaman kakao di Indonesia semakin meluas dengan dibukanya beberapa

perkebunan kakao oleh orang Belanda, seperti di daerah Jawa Tengah, Jawa

Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

8

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 2: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

9

2.1.1 Manfaat Kakao

Kakao merupakan tanaman yang dibudidayakan secara masal karena

mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi khususnya untuk dipanen buahnya

(Mariani, 2011). Kulit buah kakao dapat diolah menjadi bahan pakan ternak,

kompos, substrat budidaya jamur, dan bahan bakar serta memiliki potensi untuk

digunakan sebagai bahan baku pembuatan zat pewarna β-karoten, dan briket arang

(Saputra, 2012; Mayerni et al., 2009; Wulan, 2001; Usman, 2007).

Pulpa dari kakao juga dapat digunakan untuk industri rumah tangga

maupun industri kimia. Untuk industri rumah tangga pulpa kakao banyak diolah

menjadi pupuk hijau, gas bio, bahan bakar atau jus pulpa kakao. Pada industri

kimia, pulpa kakao dapat diolah menjadi jelli, nata de cocoa, pektin, alkohol,

herbisida cair, serta aktivator untuk proses pengomposan (Setyawati et al., 2007;

Widyotomo dan Mulato, 2008).

Biji kakao dapat diolah menjadi cocoa butter, dan cocoa powder (Mariani,

2011). Cocoa butter merupakan bahan utama berbagai produk makanan dan

kecantikan seperti dark coklat, pasta coklat, lulur coklat hingga sabun coklat,

sedangkan cocoa powder merupakan bahan baku berbagai jenis makanan ringan

seperti dodol, kue, selai, permen, susu, serta makanan lainnya (Gambar 2.1).

Makanan hasil olahan dari cocoa powder memiliki antioksidan yang tinggi,

sehingga dengan memakan makanan tersebut dipercaya akan mampu melindungi

kulit dari bahaya sinar ultraviolet (Supriyanto et al., 2006; Yuliatmoko, 2007;

Mariani, 2011).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 3: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

10

Gambar 2.1 Kulit kakao sebagai pakan ternak (A), herbisida cair (B), nata decocoa (C), biji kakao dapat diolah menjadi cocoa butter dan cocoapowder (D), berbagai produk olahan cocoa butter dan cocoa powder: permen coklat (E), kue coklat (F), dark coklat (G), es krim coklat(H), susu coklat (I), masker coklat (J), sabun coklat (K) (Sumber:Wikipedia).

2.1.2 Morfologi dan Perkembangan Kakao

Kakao merupakan tanaman perennial dengan morfologi tanaman yang

dipengaruhi oleh lingkungan serta jenis kultivarnya (Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia, 2004). Akar kakao berupa akar tunggang dengan panjang akar

primer dapat mencapai 15 meter sedangkan akar lateral dapat mencapai panjang 8

meter. Akar lateral dari kakao sebagian besar berkembang didekat permukaan

tanah dengan kedalaman 0-30 cm (Rubiyo, 2009).

A

D E F G

H I J K

10

Gambar 2.1 Kulit kakao sebagai pakan ternak (A), herbisida cair (B), nata decocoa (C), biji kakao dapat diolah menjadi cocoa butter dan cocoapowder (D), berbagai produk olahan cocoa butter dan cocoa powder: permen coklat (E), kue coklat (F), dark coklat (G), es krim coklat(H), susu coklat (I), masker coklat (J), sabun coklat (K) (Sumber:Wikipedia).

2.1.2 Morfologi dan Perkembangan Kakao

Kakao merupakan tanaman perennial dengan morfologi tanaman yang

dipengaruhi oleh lingkungan serta jenis kultivarnya (Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia, 2004). Akar kakao berupa akar tunggang dengan panjang akar

primer dapat mencapai 15 meter sedangkan akar lateral dapat mencapai panjang 8

meter. Akar lateral dari kakao sebagian besar berkembang didekat permukaan

tanah dengan kedalaman 0-30 cm (Rubiyo, 2009).

A

D E F G

H I J K

10

Gambar 2.1 Kulit kakao sebagai pakan ternak (A), herbisida cair (B), nata decocoa (C), biji kakao dapat diolah menjadi cocoa butter dan cocoapowder (D), berbagai produk olahan cocoa butter dan cocoa powder: permen coklat (E), kue coklat (F), dark coklat (G), es krim coklat(H), susu coklat (I), masker coklat (J), sabun coklat (K) (Sumber:Wikipedia).

2.1.2 Morfologi dan Perkembangan Kakao

Kakao merupakan tanaman perennial dengan morfologi tanaman yang

dipengaruhi oleh lingkungan serta jenis kultivarnya (Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia, 2004). Akar kakao berupa akar tunggang dengan panjang akar

primer dapat mencapai 15 meter sedangkan akar lateral dapat mencapai panjang 8

meter. Akar lateral dari kakao sebagian besar berkembang didekat permukaan

tanah dengan kedalaman 0-30 cm (Rubiyo, 2009).

A

D E F G

H I J K

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 4: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

11

Batang tanaman kakao berupa batang yang keras dan kuat dengan tinggi

dapat mencapai 4,5 – 10 meter tergantung dari kondisi lingkungan dan faktor-

faktor tumbuh yang tersedia. Pada batang tanaman kakao terdapat dua

percabangan, yaitu percabangan dengan arah pertumbuhan keatas yang disebut

dengan cabang ortrotop dan percabangan dengan arah pertumbuhan kesamping

yang disebut dengan cabang plagiotrop (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao

Indonesia, 2004).

Daun tanaman kakao bertangkai, berbentuk bulat telur terbalik

memanjang, ujung daun meruncing, dan pangkal daun runcing serta susunan

tulang daun menyirip. Daun kakao muda berwarna merah muda sedangkan daun

yang tua cenderung berwarna hijau tua dengan panjang daun sekitar 10-48 cm dan

lebar 4-20 cm (Gambar 2.2; van Steenis et al., 1987).

Gambar 2.2 Morfologi daun kakao; daun kakao muda yang berwarna merahmuda (A), daun kakao yang sudah tua cenderung berwarna hijautua (B) (Sumber : Philips et al., 2013).

A B

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 5: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

12

Kakao termasuk dalam kelompok tanaman caulifloris, yaitu tanaman yang

berbunga dan berbuah pada batang serta cabangnya (Siregar et al., 2010). Warna

bunga kakao putih keungu-unguan atau kemerah-merahan, tergantung dari

kultivar kakao (Gambar 2.3 A; Philips et al., 2013). Diameter bunga mencapai

sekitar 1,5 cm dan panjang tangkai antara 2-4 cm (Siregar et al., 2010). Bunga

tanaman kakao merupakan bunga sempurna yang memiliki lima helai sepala

(kelopak), lima helai petala (daun mahkota) dan lima stamen (benang sari) dengan

satu pistil (putik). Helai sepala berbentuk lanset, dengan panjang 6-8 mm

berwarna putih sampai keunguan (van Steenis et al., 1987). Petala dari kakao

berbentuk cawan denganwarna putih kekuningan atau putih kemerahan dan

panjangnya sekitar 8-9 mm. Pada lekukan petala terdapat stamen yang terbelah

menjadi dua anthera bertangkai pendek (subsessile). Pada lingkaran luar yang

menempel pada putik terdapat 5 helaian staminodia berbentuk pita (filiform),

berukuran 4 - 6 mm berwarna ungu gelap dengan ujung putih (Gambar 2.3 B;

Backer dan Bakhuizen van den Brink, 1963). Bunga kakao mengalami

penyerbukan silang. Pada satu tanaman kakao dapat dihasilkan bunga mencapai

5000 hingga 12000 buah, tetapi hanya 1 % dari total bunga tersebut yang akan

membentuk buah (Siregar et al., 2010).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 6: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

13

Gambar 2.3 Bunga kakao yang muncul dari batang (caulifloris), panah birumenunjukkan bunga yang masih kuncup, panah kuningmenunjukkan bunga yang telah mekar (A), (B) adalah Diagramsatu buah kuntum bunga kakao yang telah mekar menunjukkanadanya petala dan staminodia (kiri) dan diagram sayatan bungamelintang yang menunjukkan adanya ovary (kanan) (Sumber :Philips et al., 2013).

Buah kakao terdiri dari 74 % kulit buah, 2 % plasenta dan 24 % biji

(Gambar 2.4 A; Limbongan, 2010). Buah kakao berbentuk bulat hingga

memanjang dengan warna kulit buah masak adalah kuning kecoklatan sampai

orange tergantung pada kultivarnya. Buah akan masak setelah berumur enam

bulan dengan ukuran panjang yang beragam yaitu antara 10 cm hingga 30 cm

tergantung pada kultivar serta faktor lingkungan yang ada (Pusat Penelitian Kopi

dan Kakao Indonesia, 2004). Bakal buah kakao beruang 5, dengan bakal biji yang

banyak (Gambar 2.4 B; van Steenis et al., 1987). Pada satu buah kakao dapat

mengandung biji dengan jumlah antara 20-50 butir biji (Siregar et al., 2010). Biji

kakao umumnya berbentuk bulat lonjong dengan warna kulit biji coklat hingga

keunguan tergantung dari kultivarnya (Gambar 2.4 C). Biji kakao dilapisi oleh

lapisan lunak berwarna putih dengan rasa manis yang disebut dengan pulpa.

BA

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 7: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

14

Gambar 2.4 (A) adalah buah kakao utuh dan buah kakao yang dibelah membujurmenunjukkan posisi kulit buah (panah merah) serta biji yangdiselimuti oleh pulpa (Panah biru); (B) adalah buah kakao yangdipotong melintang menunjukkan bakal buah beruang 5; (C)morfologi biji kakao dari varietas Criollo(Panah merah), Forestero(Panah kuning) dan Trinitario(Panah biru) (Sumber: www.JochenWeber picture.com).

2.1.3 Varietas

Berdasarkan varietasnya, ada 3 varietas kakao yang banyak dibudidayakan

di negara-negara di dunia (Vos et al., 2003), yaitu kakao varietas Criollo(Gambar

2.5 A), Forestero(Gambar 2.5 B) dan Trinitario(Gambar 2.5 C). Kakao varietas

Criollo mempunyai biji yang mutunya sangat baik sehingga sering disebut dengan

cokelat mulia. Ciri khas varietas ini adalah buah berwarna merah atau hijau

dengan bentuk yang bulat telur, kulit luarnya tipis lunak dengan namun kasar, biji

bulat sedangkan kotiledonnya berwarna putih (Rubiyo, 2009). Selain itu produksi

kakao varietas ini lebih rendah dibandingkan dengan varietas Forestero serta lebih

rentan terkena hama penyakit (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,

2012).

Varietas kedua adalah kakao varietas Forestero. Varietas ini memiliki

mutu yang sedang dan dikenal dengan kakao jenis lindak. Ciri khas kakao varietas

ini adalah buah berwarna hijau karena tidak mengandung antosianin dengan kulit

CBA

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 8: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

15

yang tebal dan permukaan yang halus. Biji lebih kecil dan lebih pipih dibanding

kakao varietas Criollo sedangkan kotiledon berwarna ungu (Pusat Penelitian Kopi

dan Kakao Indonesia, 2004; Rubiyo, 2009).

Varietas yang ketiga yaitu kakao varietas Trinitario. Varietas ini

merupakan persilangan dari varietas Criollo dengan varietas Forestero, sehingga

varietas ini memiliki morfologi dan fisiologi yang beragam dengan mutu yang

sangat bervariasi (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2012). Kakao

varietas ini dapat menghasilkan biji yang berkualitas bagus tetapi dapat juga

menghasilkan biji kualitas rendah dengan warna biji bervariasi dari ungu muda

hingga ungu tua serta buah berwarna hijau atau merah dengan bentuk yang

bervariasi pula (Rubiyo, 2009).

Gambar 2.5 Morfologi buah kakao varietas Criollo(A), Forestero(B) danTrinatario(C) (Sumber : Philips et al., 2013).

CBA

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 9: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

16

2.2 Budidaya Kakao di Dunia

Produksi kakao di berbagai negara di dunia memang cenderung meningkat

setiap tahunnya. Pada tahun 2009 produksi kakao dunia mencapai sekitar 4,2 juta

ton sedangkan pada tahun 2011 total kakao dunia yang diproduksi meningkat

menjadi sekitar 4,4 juta ton kakao (FAO, 2013). Negara produsen kakao ada di

kawasan tropis yang secara geografis dibagi dalam empat wilayah yaitu Afrika,

Asia, Oceania dan Amerika. Benua dengan tingkat produksi kakao tertinggi di

dunia adalah Afrika (65.1%) diikuti Asia (18,1 %), Amerika (15,4 %) dan

Oceania (1,3 %; FAO, 2013). Di antara negara-negara produsen kakao tersebut,

Côte d'Ivoire menempati urutan pertama dengan total produksi mencapai sekitar

1,3 juta ton per tahun (30,7% dari total produksi dunia) pada tahun 2011. Pada

tahun yang sama, Indonesia menempati urutan kedua dengan total produksi

mencapai sekitar 712 ribu ton (16,2% dari total produksi dunia; FAO, 2013).

Negara lain dengan total produksi tertinggi secara berturut-turut adalah sebagai

berikut: Ghana, Nigeria, Cameroon, Brazil, Equador, Togo serta Peru (Gambar

2.6).

Permintaan biji kakao cenderung meningkat setiap tahunnya terutama

dinegara-negara maju. Pada tahun 2010 permintaan biji kakao dunia mencapai

sekitar 5,2 juta ton per tahun, sedangkan pada tahun 2011 permintaan biji kakao

dunia meningkat hingga sekitar 5,5 juta ton pertahun. Dari seluruh permintaan

tersebut, belum seluruhnya dapat dipenuhi oleh negara-negara produsen. Pada

tahun 2010, terdapat kebutuhan hampir 400 ribu ton biji kakao belum dapat

dipenuhi. Pada tahun 2011, kebutuhan kakao meningkat sehingga terdapat

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 10: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

17

permintaan sebanyak 750 ribu ton biji kakao yang tidak dapat dipenuhi oleh

negara-negara penghasil kakao (World Cocoa Foundation, 2012).

Gambar 2.6 Sepuluh negara produsen kakao terbesar dunia yang menunjukkanbahwa Indonesia (panah merah) merupakan negara produsen kakaoterbesar kedua di dunia setelah Côte d'Ivoire (FAO, 2013).

2.3 Budidaya Kakao di Indonesia dan Permasalahannya

2.3.1 Produksi Kakao Indonesia

Perkebunan kakao di Indonesia tersebar merata hampir di semua pulau.

Namun, sentra produksi kakao utama terdapat di 6 provinsi yaitu Sulawesi

Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Sumatera Utara,

dan Kalimantan Timur (Taufik et al., 2010). Di Indonesia kakao dibudidayakan

baik oleh perkebunan rakyat maupun oleh perkebunan swata dan negara. Sekitar

90% dari luas area perkebunan kakao Indonesia merupakan perkebunan rakyat,

sedangkan sekitar 10% dari luas area perkebunan kakao Indonesia dikelola oleh

negara serta swasta (Taufik et al., 2010).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 11: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

18

Total produksi kakao di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2007, total produksi kakao Indonesia mencapai sekitar 740 ribu ton per

tahun sedangkan pada tahun 2010 total produksi kakao Indonesia meningkat

hingga sekitar 845 ton per tahun (FAO, 2013). Peningkatan produksi kakao

tersebut lebih banyak disebabkan oleh meningkatnya luas area perkebunan kakao.

Luas area perkebunan kakao di Indonesia menempati urutan kedua terbesar di

dunia. Luas area tersebut juga meningkat dari tahun ke tahun (FAO, 2013). Pada

tahun 2006 luas area perkebunan kakao di Indonesia hanya sekitar 900 ribu ha

sedangkan pada tahun 2011 meningkat hingga mencapai 1,6 juta ha (FAO, 2013).

Namun demikian, meningkatnya luas area perkebunan kakao Indonesia tidak

diimbangi dengan meningkatnya produktivitas perkebunan (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Luas area perkebunan kakao di Indonesia yang semakin meningkatsejak tahun 2002 dibandingkan dengan produktitivitas perkebunankakao di Indonesia yang semakin menurun (FAO, 2013).

Produktivitas perkebunan kakao di Indonesia cenderung menurun dari

tahun ke tahun. Pada tahun 2007, produktivitas kakao Indonesia mencapai sekitar

800 kg/ha, sedangkan pada tahun 2011 terjadi penurunan produktivitas kakao

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

1800

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Luas area (ribu ha)

Produktivitas (kg/ha)

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 12: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

19

sebesar 56% menjadi sekitar 425 kg/ha (FAO, 2013). Dengan angka tersebut

produktivitas Indonesia menempati urutan 19 besar di dunia (FAO, 2013). Jika

dibandingkan dengan negara lain seperti Guatemala dan Thailand, produktivitas

kakao di Indonesia hanya sekitar sepertujuh dari produktvitas kakao di kedua

negara tersebut.

2.3.2 Permasalahan Budidaya Kakao di Indonesia

Beberapa faktor diduga menjadi penyebab rendahnya produktivitas kakao

di Indonesia antara lain adanya serangan penyakit dan hama, belum

diaplikasikannya teknologi budidaya yang baik dan benar (Wahyudi & Misnawi

2007). Serangan penyakit dan hama tanaman memang secara langsung berperan

dalam penurunan produksi kakao (Santoso & Soedarsianto, 2009). Salah satu

penyakit tanaman yang menjadi masalah utama pada budidaya kakao di Indonesia

adalah penyakit busuk buah (Phytophthora palmivora; Rubiyo, 2009). Gejala

penyakit busuk buah kakao ditunjukkan dengan terjadinya pembusukan disertai

dengan bercak coklat kehitaman dengan batas yang tegas (Gambar 2.8A; Rubiyo,

2009). Kerugian yang terjadi akibat penyakit busuk buah pada tanaman kakao di

Indonesia dapat mencapai hingga lebih dari 50% (Pusat Penelitian Kopi dan

Kakao Indonesia, 2004 ).

Selain itu, serangan hama penggerek tanaman (PBK) serta layu pentil juga

merupakan penyakit yang sering di temui pada tanaman kakao (Santoso &

soedarsianto, 2009). Gejala serangan hama PBK baru akan tampak ketika buah

sudah matang, yaitu buah akan berwarna pudar, jika dibelah daging buahnya dan

biji akan berwarna hitam serta berat biji akan lebih ringan (Gambar 2.8B).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 13: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

20

Produktivitas serta mutu biji dapat berkurang hingga mencapai 80% jika tanaman

terserang penyakit PBK (Wahyudi & Misnawi, 2007).

Layu pentil merupakan penyakit fisiologis yang khas pada tanaman kakao

yang menyebabkan buah kakao yang masih sangat muda (pentil) mengalami

kematian/mengering (Gambar 2.8C; Widiancas, 2010). Adanya penyakit layu

pentil dapat menimbulkan penurunan produktivitas kakao sebesar 70-90%

(Widiancas, 2010).

Gambar 2.8 Buah kakao yang terserang penyakit busuk buah, terlihat adanyabercak hitam dengan batas jelas pada kulit buah kakao (A); (B)adalah gambar buah kakao yang dibelah, sebelah kiri menunjukkankakao yang sehat sedangkan sebelah kanan menunjukkan buahkakao yang terserang hama penggerek tanaman (PBK); Buah kakaoyang mengalami layu pentil (C).(Sumber : http://cacaoorganicfairtrade.blogspot.com).

Penerapan teknik budidaya kakao yang kurang tepat seperti perawatan

tanaman yang kurang baik serta pemupukan yang tidak berimbang juga

berpengaruh terhadap penurunan produktivitas perkebunan kakao di Indonesia

(Sutardi & Hendrata, 2009). Pada umumnya petani melakukan perawatan secara

sederhana yaitu dengan melakukan pemangkasan yang asal asalan dan

pemupukan secara berlebihan (Sutardi & Hendrata, 2009). Waktu serta cara

CBA

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 14: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

21

pemangkasan yang tidak tepat dapat berakibat meningkatnya serangan hama dan

penyakit yang bisa berpengaruh terhadap penurunan produktivitas buah kakao

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Pemberian pupuk yang

mengandung unsur tertentu secara berlebih baik dosis, jenis, maupun waktu juga

akan mengganggu perkembangan tanaman kakao yang akan berakibat pada

penurunan produktivitas tanaman (Sutardi & Hendrata, 2009).

Kondisi lain yang berpengaruh terhadap penurunan produktivitas

perkebunan yang ada di Indonesia adalah umur tanaman yang relatif tua

(Wahyudi & Misnawi, 2007). Produktivitas tanaman kakao umumnya akan turun

setengah dari produktivtas awalnya setelah berumur 20 tahun (Santoso &

Soedarsianto, 2009). Untuk mengatasi permasalahan tersebut salah satu caranya

adalah dengan rehabilitasi dan peremajaan perkebunan kakao (Santoso &

Soedarsianto, 2009).

Salah satu faktor yang diduga menjadi penyebab utama rendahnya

produktivitas kakao di Indonesia adalah rendahnya kualitas bibit kakao yang

dibudidayakan (Wahyudi & Misnawi, 2007). Oleh karena itu, penyediaan bibit

kakao yang berkualitas sangat dibutuhkan guna meningkatkan produktivitas

kakao.

2.3.3 Pembibitan Kakao

Pada saat ini, petani lebih banyak menggunakan bibit kakao yang berasal

dari perbanyakan secara generatif yaitu menggunakan biji (Avivi et al., 2010).

Teknik pembibitan menggunakan biji diawali dengan memilih biji yang baik dari

induk yang berkualitas. Setelah biji dikecambahkan selama 4 - 5 hari, kemudian

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 15: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

22

kecambah dipindahkan ke medium tanam dan dipelihara selama 6-7 bulan agar

siap ditanam di lapang (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2012).

Perbanyakan dengan teknik ini mempunyai beberapa keuntungan

diantaranya memiliki tingkat keberhasilan tinggi, murah dan mudah dilakukan

serta mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang banyak. Namun,

perbanyakan tersebut dapat menghasilkan tanaman yang memiliki variasi genetik

yang tinggi. Hal tersebut karena dalam proses pembuahan kakao mengalami

penyerbukan silang (cross pollination; Li et al., 1998; Issali et al., 2012).

Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan

perbanyakan melalui biji adalah secara vegetatif melalui stek dan okulasi

(Limbongan, 2010). Perbanyakan kakao melalui stek dilakukan dengan cara

memotong ranting atau pucuk tanaman dengan jumlah daun antara 2 - 5 helai ,

kemudian ditanam pada medium tanam. Bibit siap dipindahkan ke lapang jika

tingginya sudah mencapai sekitar 50 cm dan jumlah daun minimum 15 helai

(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

Keunggulan dari perbanyakan vegetatif ini adalah lebih ekonomis, lebih

mudah dan cepat serta tidak memerlukan ketrampilan yang khusus. Namun,

teknik ini tidak mampu menghasilkan bibit dalam jumlah yang besar, merusak

tanaman induk serta memiliki tingkat keberhasilan yang rendah (Li et al., 1998;

Avivi et al., 2010).

Perbanyakan vegetatif lainnya adalah melalui okulasi yang dilakukan

dengan cara menempelkan mata tunas yang diambil dari pohon kakao super pada

batang bawah bibit tanaman kakao lainnya (Basri, 2009). Dengan menggunakan

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 16: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

23

teknik ini, bibit memerlukan waktu sekitar 4-5 bulan agar siap ditanam di lahan

(Basri, 2009). Kelebihan dari teknik perbanyakan ini adalah dapat dihasilkan bibit

yang seragam dan memiliki produktivitas yang sama dengan induknya (Basri,

2009). Namun, teknik ini tidak mampu dihasilkan bibit dalam jumlah yang masal

karena keterbatasan jumlah mata tunas (Avivi et al., 2010). Kendala lain dari

teknik ini adalah adanya kerusakan pada tanaman induknya serta keberhasilan

teknik ini masih relatif rendah.

Salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam

perbanyakan bibit kakao secara vegetatif seperti di atas adalah dengan

menggunakan teknik kultur jaringan tumbuhan. Kultur jaringan adalah teknik

perbanyakan tanaman dengan mengisolasi bagian tertentu dari tanaman serta

menumbuhkannya pada media buatan secara aseptis (Hendaryono & Wijayani,

1994).

Kultur jaringan tumbuhan untuk menyediakan bibit tanaman dapat

dilakukan melalui beberapa cara seperti melalui kultur meristem, kultur pucuk,

kultur tunas aksiler maupun melalaui organogenesis (Sandra, 2012). Kultur

meristem merupakan teknik kultur jaringan dengan menggunakan eksplan

jaringan meristem (Suyadi et al, 2003). Teknik ini banyak dilakukan untuk

menghasilkan bibit tanaman yang bebas virus, namun teknik ini belum berhasil

diaplikasikan untuk perbanyakan bibit kakao (Purnamaningsih, 2002).

Kultur pucuk dan kultur tunas aksiler adalah teknik perbanyakan tanaman

melalui kultur jaringan dengan menggunakan eksplan pucuk atau tunas aksiler

(Sandra, 2012). Kedua teknik tersebut merupakan teknik kultur jaringan yang

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 17: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

24

paling sederhana karena hanya memerlukan tahapan perbanyakan dan induksi

akar guna menghasilkan bibit tanaman (Sandra, 2012). Namun teknik tersebut

juga belum berhasil diaplikasikan untuk pembibitan kakao (Figuera et al., 1991).

Teknik lain yang banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman melalui

kultur jaringan adalah organogenesis. Teknik tersebut digunakan untuk

menginduksi munculnya tunas baik secara langsung maupun tidak langsung dari

eksplan yang ditanam. Setelah tunas berhasil dimultiplikasikan, kemudian tunas

diinduksi akar untuk menghasilkan tanaman yang lengkap (Nugrahani et al,.

2011). Teknik ini banyak diaplikasikan untuk perbanyakan bibit tumbuhan,

namun teknik tersebut juga belum diaplikasikan pada tanaman kakao (Nugrahani

et al,. 2011).

Salah satu teknik kultur jaringan yang mulai banyak dikembangkan untuk

memperbanyak bibit kakao secara in vitro adalah teknik embriogenesis somatik

(Winarsih et al., 2003; Avivi et al., 2010).

2.4 Perkembangan Penelitian Embriogenesis Somatik Kakao

Embriogenesis somatik adalah teknik menghasilkan tanaman baru melalui

proses pembentukan embrio yang berasal dari sel somatik (Winarsih et al., 2003).

Dengan menggunakan teknik ini dapat dihasilkan bibit yang bermutu tinggi dalam

jumlah yang banyak dan waktu yang lebih singkat (Purnamaningsih, 2002;

Nugrahani et al., 2011). Selain itu bibit yang dihasilkan memiliki akar tunggang

seperti bibit yang berasal dari biji sehingga tanaman yang dihasilkan lebih kuat

dibandingkan dengan tanaman yang dihasilkan melalui teknik vegetatif lainnya

(Sulistyorini, 2011).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 18: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

25

Tahapan pelaksanaan teknik embriogenesis somatik untuk penyediaan

bibit tumbuhan biasanya melalui empat tahap, yaitu (1) induksi kalus

embriogenik, (2) induksi embrio, (3) perkecambahan, dan (4) aklimatisasi

(Gambar 2.9; Purnamaningsih, 2002).

Gambar 2.9 Eksplan staminodia (A), kalus yang berasal dari eksplan staminodia(B), embrio fase globular (C), embrio fase heart (D), embrio fasetorpedo (E), kotiledon yang terbentuk (F), plantet kakao (G), plantetyang ditumbuhkan di greenhouse (H) (Sumber :Li et al., 1998).

Tahap induksi kalus embriogenik biasanya dilakukan dengan cara

menanam eksplan pada medium tanam yang mengandung auksin dengan

konsentrasi tinggi ataupun dengan menggunakan auksin serta sitokinin secara

bersamaan (Winarsih et al., 2003). Pada tahapan ini dapat dihasilkan beberapa

jenis kalus, namun kalus yang diharapkan adalah kalus yang bersifat embriogenik

yaitu mampu diinduksi membentuk embrio. Kalus embriogenik memiliki ciri-ciri

mudah dipisah-pisah (friable), berwarna kuning muda ataupun merah muda (Avivi

et al., 2010).

Tahap selanjutnya setelah induksi kalus adalah tahapan induksi embrio.

Tahapan ini merupakan tahapan yang paling sulit dan paling lama dari semua

tahapan embriogenesis somatik (Winarsih et al., 2003). Pada tahap ini, kalus akan

HGFE

C DBA

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 19: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

26

mulai berkembang membentuk embrio melalui tahapan-tahapan seperti pada

perkembangan embrio zygotik (Purnamaningsih., 2002). Perkembangan

pembentukan embrio somatik yang sering diamati terjadi melalui 4 tahapan, yaitu

globular, hati (heart), torpedo hingga kotiledon (Li et al., 1998).

Setelah terbentuk embrio pada fase kotiledon, maka embriogenesis

somatik selanjutnya adalah tahap perkecambahan. Pada tahap ini embrio

dikecambahkan pada media tertentu sehingga tumbuh dan berkecambah

membentuk tunas dan akar (Purnamaningsih, 2002). Setelah terbentuk tanaman

lengkap, maka kecambah kemudian dipelihara di dalam ruang kultur sampai

berdaun dua tau tiga dan siap dipindahkan ke tanah (Sandra, 2012).

Tahapan pemindahan bibit ke lingkungan eksternal dilakukan secara

bertahap melalui teknik aklimatisasi (Purnamaningsih, 2002). Teknik ini perlu

dilakukan secara hati-hati karena adanya perbedaan kondisi lingkungan antara

steril di dalam botol kultur yang memiliki tingkat kelembapan tinggi dan suhu

yang konstan dengan lingkungan eksternal yang memiliki tingkat kelembapan

yang rendah dan suhu yang bersifat fluktuatif (Sandra, 2012). Keberhasilan teknik

aklimatisasi menentukan berhasil tidaknya teknik embriogenesis somatik

digunakan dalam produksi bibit suatu tumbuhan (Purnamaningsih, 2002).

Teknik embriogenesis somatik telah banyak diaplikasikan untuk

memperbanyak bibit berbagai tumbuhan seperti pada cendana (Sukmadjaja,

2005), kopi arabika (Oktavia, 2003), kelapa sawit (Sumaryono et al., 2007),

manggis (Helmi, 2009), gambir (Adri, 2012), papaya (Susanto & Aziz 2005),

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 20: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

27

kentang (Lengkong, 2009), serta kacang tanah (Srilestari, 2005). Namun, tidak

semua tanaman berhasil diperbanyak dengan menggunakan teknik ini.

Pada tanaman kakao, banyak penelitian telah dilakukan untuk

mengaplikasikan teknik embriogenesis somatik untuk menyediakan bibit tanaman

tersebut, namun sampai saat ini tingkat keberhasilannya masih cukup rendah yaitu

sekitar 0-52% tergantung dari genotip eksplan kakao yang digunakan (Avivi et

al., 2010). Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan

embriogenesis somatik pada kakao seperti melalui pemilihan eksplan yang tepat,

pemilihan medium dasar yang sesuai, maupun penambahan beberapa zat aditif ke

dalam medium tanam.

Penelitian embriogenesis somatik kakao diawali pada tahun 1977 - 1979

dengan menggunakan eksplan embrio zigotik. Namun teknik ini tidak

dikembangkan lebih lanjut karena bibit yang dihasilkan akan memiliki variasi

genetik yang tinggi sebagai akibat dari penggunaan embrio zygotik sebagai

sumber eksplan (Maximova et al., 2002). Penelitian selanjutnya dilakukan dengan

menggunakan eksplan daun, namun memiliki tingkat keberhasilan yang sangat

rendah (Maximova et al., 2002; Li et al., 1998).

Eksplan kotiledon juga pernah dicobakan untuk perbanyakan bibit kakao

melalui teknik embriogenesis somatik,namun penelitian tersebut tidak berhasil

menginduksi embrio somatik (Chantrapradist & Kamnoon, 1995) ataupun hanya

dihasilkan embrio dengan tingkat keberhasilan kurang dari 20% (Omokolo et al.,

1997).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 21: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

28

Jenis eksplan yang paling banyak digunakan untuk induksi embrio somatik

kakao adalah petala dan staminodia yang diisolasi dari bunga yang masih kuncup

(Gambar 2.3). Keberhasilan dari penggunaan eksplan tersebut sangat bervariasi

yaitu 0,9-52 % untuk eksplan petala dan 0-8,5% untuk eksplan staminodia (Avivi

et al., 2010). Hasil tersebut jauh lebih rendah dari hasil penelitian yang dilaporkan

Li et al., (1998) bahwa penggunaan eksplan staminodia mampu menginduksi

embrio somatik kakao dengan persentase keberhasilan 0,8-100% tergantung dari

variasi genotip kakao yang digunakan.

Beberapa penelitian lain juga telah menggunakan beberapa jenis medium

dasar guna meningkatkan keberhasilan induksi embrio pada tanaman kakao.

Medium dasar pertama yang diujikan adalah medium dasar MS (Murashige dan

Skoog, 1962) (Alemano et al., 1997; Winarsih et al., 2003; Avivi et al., 2010).

Persentase keberhasilan penggunaan medium MS untuk menginduksi embrio

kakao mencapai 47% (Winarsih et al., 2003). Namun, penggunaan MS untuk

berbagai eksplan seperti daun, kotiledon, maupun embrio memiliki pertumbuhan

yang kurang baik, penuaan cepat dan sering terjadi nekrosis jaringan (Li et al.,

1998).

Medium lain yang digunakan adalah medium DKW (Driver Kuniyuki for

Walnut, Driver dan Kuniyuki, 1984). Medium DKW telah digunakan pada

beberapa penelitian untuk menginduksi embrio somatik kakao dari eksplan bunga

(Maximova et al., 2002; Tan & Furtek, 2004 ). Keberhasilan pengunaan medium

ini sangat bervariasi yaitu berkisar antara 0-70 % tergantung genotipe eksplan

yang digunakan (Maximova et al., 2002).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 22: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

29

Upaya peningkatan keberhasilan induksi embrio somatik kakao juga telah

dilakukan dengan menambahkan bahan aditif ke dalam medium tanam.

Penambahan air kelapa ke dalam medium tanam dengan konsentrasi 10% telah

berhasil meningkatkan jumlah embrio yang terinduksi hingga mencapai 0 - 70%

tergantung genotipenya (Dinarti, 1991).

Reformulasi media kultur jaringan dengan menambahkan sulfat pada

konsentrasi tertentu juga telah dilakukan (Emile et al., 2008). Hasilnya

menunjukkan bahwa pemberian sulfat (K2SO4) kedalam medium tanam juga

bervariasi antara 0 - 55 % tergantung genotipe yang digunakan (Emile et al.,

2008).

Faktor utama lainnya yang diduga berperan penting dalam meningkatkan

keberhasilan embriogenesis somatik adalah pemilihan zat pengatur tumbuh

dengan jenis dan konsentrasi yang tepat.

2.5 Zat Pengatur Tumbuh

Zat pengatur tumbuh adalah senyawa organik bukan hara yang mampu

mendukung, menghambat dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan walaupun

dalam jumlah yang sedikit (Hendaryono & Wijayani, 1994). Setiap ZPT

mempunyai ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis

tanaman (Salisbury & Ross, 1992).

Secara umum terdapat tiga kelompok zat pengatur tumbuh yang sering

digunakan dalam kultur jaringan tumbuhan yaitu giberalin, auksin serta sitokinin

(Dinarti, 1991). Giberelin merupakan kelompok ZPT yang disintesis dari asam

mevalonat (MVA) pada jaringan muda di pucuk dan pada biji yang sedang

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 23: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

30

berkembang (Sandra, 2012). Pada kultur jaringan giberelin berfungsi sebagai

pemacu pertumbuhan akar atau tunas. Sampai saat ini telah ditemukan lebih dari

60 macam GA, namun ada dua macam yang sering digunakan dalam kultur

jaringan yaitu GA1 dan GA3 (Salisbury & Ross, 1992).

Auksin merupakan ZPT yang diproduksi dalam jaringan meristematik

yang masih aktif. Peran fisiologis auksin diantaranya adalah mempercepat

pertumbuhan akar, mendorong pemanjangan dan pengembangan sel serta

mempercepat perkecambahan sedangkan pada kultur jaringan auksin berperan

dalam merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Hendaryono

& Wijayani, 1994). Beberapa zat pengatur tumbuh auksin yang sering digunakan

dalam kultur jaringan antara lain 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D), indole-3-acetic

acid (IAA), α-naftalenacetic acid (α-NAA) dan indole butaratacid (IBA;

Hendaryono dan Wijayani, 1994).

Sitokinin merupakan ZPT yang banyak ditemukan pada organ biji muda,

daun, serta ujung akar tanaman. Sitokinin mempunyai peranan penting pada kultur

jaringan yaitu sebagai pemacu pembelahan sel, proliferasi meristem ujung, serta

mendorong pembentukan klorofil pada kalus (Sandra, 2012). Selain itu sitokinin

juga mampu menambah daya perkecambahan tunas, menunda penuaan pada

tanaman, dan memacu pertumbuhan tunas aksiler (Salisbury & Ross, 1992).

Beberapa sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan antara lain 6-

furfuryl amino purine (kinetin), 6-benzil amino purine/benzil adenine (BAP/BA),

2-isopentenyl adenin (2 i-P), zeatin, dan thidiaszuron (Hendaryono & Wijayani,

1994).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 24: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

31

Dalam kultur jaringan, untuk menginduksi kalus dan embrio somatik suatu

tumbuhan sering digunakan ZPT auksin dan sitokinin secara sendiri-sendiri atau

dikombinasikan di antara keduanya (Salisbury & Ross, 1992). Jenis auksin yang

sering dipakai adalah 2,4-D sedangkan jenis sitokinin yang sering digunakan

adalah BAP (Armaniar, 2002).

2.5.1 Asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D)

2,4-D merupakan salah satu auksin yang paling sering digunakan untuk

menginduksi pembelahan sel, pertumbuhan kalus, pertumbuhan akar serta

suspensi sel dan organ (Andaryani, 2010). 2,4-D memiliki rumus kimia

C8H6Cl2O3 yang mempunyai berat molekul 221,04 g mol-1 (Gambar 2.4A;

Kartikasari, 2013). Penambahan 2,4-D ke dalam medium tanam banyak

digunakan untuk merangsang pembelahan serta pembesaran sel pada eksplan

sehingga dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus (Rahayu et al.,

2003). 2,4-D merupakan auksin kuat yang tidak mudah diuraikan sehingga

biasanya digunakan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang singkat

(Hendaryono & Wijayani, 1994).

Gambar 2.10A Rumus bangun asam 2,4-D (Sumber: Salisbury dan Ross, 1992 )

Kemampuan 2,4-D dalam merangsang pembelahan sel sehingga memacu

terbentuknya kalus dan embrio somatik diduga karena auksin dapat menyebabkan

31

Dalam kultur jaringan, untuk menginduksi kalus dan embrio somatik suatu

tumbuhan sering digunakan ZPT auksin dan sitokinin secara sendiri-sendiri atau

dikombinasikan di antara keduanya (Salisbury & Ross, 1992). Jenis auksin yang

sering dipakai adalah 2,4-D sedangkan jenis sitokinin yang sering digunakan

adalah BAP (Armaniar, 2002).

2.5.1 Asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D)

2,4-D merupakan salah satu auksin yang paling sering digunakan untuk

menginduksi pembelahan sel, pertumbuhan kalus, pertumbuhan akar serta

suspensi sel dan organ (Andaryani, 2010). 2,4-D memiliki rumus kimia

C8H6Cl2O3 yang mempunyai berat molekul 221,04 g mol-1 (Gambar 2.4A;

Kartikasari, 2013). Penambahan 2,4-D ke dalam medium tanam banyak

digunakan untuk merangsang pembelahan serta pembesaran sel pada eksplan

sehingga dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus (Rahayu et al.,

2003). 2,4-D merupakan auksin kuat yang tidak mudah diuraikan sehingga

biasanya digunakan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang singkat

(Hendaryono & Wijayani, 1994).

Gambar 2.10A Rumus bangun asam 2,4-D (Sumber: Salisbury dan Ross, 1992 )

Kemampuan 2,4-D dalam merangsang pembelahan sel sehingga memacu

terbentuknya kalus dan embrio somatik diduga karena auksin dapat menyebabkan

31

Dalam kultur jaringan, untuk menginduksi kalus dan embrio somatik suatu

tumbuhan sering digunakan ZPT auksin dan sitokinin secara sendiri-sendiri atau

dikombinasikan di antara keduanya (Salisbury & Ross, 1992). Jenis auksin yang

sering dipakai adalah 2,4-D sedangkan jenis sitokinin yang sering digunakan

adalah BAP (Armaniar, 2002).

2.5.1 Asam 2,4-diklorofenoksiasetat (2,4-D)

2,4-D merupakan salah satu auksin yang paling sering digunakan untuk

menginduksi pembelahan sel, pertumbuhan kalus, pertumbuhan akar serta

suspensi sel dan organ (Andaryani, 2010). 2,4-D memiliki rumus kimia

C8H6Cl2O3 yang mempunyai berat molekul 221,04 g mol-1 (Gambar 2.4A;

Kartikasari, 2013). Penambahan 2,4-D ke dalam medium tanam banyak

digunakan untuk merangsang pembelahan serta pembesaran sel pada eksplan

sehingga dapat memacu pembentukan dan pertumbuhan kalus (Rahayu et al.,

2003). 2,4-D merupakan auksin kuat yang tidak mudah diuraikan sehingga

biasanya digunakan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang singkat

(Hendaryono & Wijayani, 1994).

Gambar 2.10A Rumus bangun asam 2,4-D (Sumber: Salisbury dan Ross, 1992 )

Kemampuan 2,4-D dalam merangsang pembelahan sel sehingga memacu

terbentuknya kalus dan embrio somatik diduga karena auksin dapat menyebabkan

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 25: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

32

sel mengeluarkan H+ ke dinding sel primer yang mengelilinginya, sehingga H+ ini

akan menurunkan pH dan akan terjadi pertumbuhan serta pengenduran dinding

sel. pH yang rendah akan mengaktifkan enzim yang akan memutuskan ikatan

polisakarida dinding sehingga dinding lebih mudah merenggang. Mekanisme

kerja auksin ini dikenal sebagai hipotesis pertumbuhan asam (Salisbury & Ross,

1992).

Penelitian tentang pengaruh 2,4-D terhadap keberhasilan induksi kalus dan

embrio somatik telah banyak dilakukan pada berbagai tanaman seperti pada

tanaman jati (Armaniar, 2002), kopi arabika (Oktavia et al., 2003), kacang

(Srilestari, 2004), palem (Alkhateeb, 2006), bawang merah (Hellyanto, 2008),

serta ketela (Wongtiem et al., 2011).

Pada tanaman kakao, 2,4-D telah dicobakan untuk menginduksi kalus dan

embrio somatik. Penambahan 2,4-D pada medium tanam MS (Murashige dan

Skoog, 1962) dengan konsentrasi 9x10-6M telah berhasil menginduksi

pembentukan embrio somatik kakao dengan tingkat keberhasilan mencapai

46,67% untuk eksplan petala dan 32,33% untuk eksplan staminodia (Winarsih et

al., 2003). Penambahan 2,4-D pada medium dan konsentrasi yang sama juga telah

mampu menginduksi embrio kakao dengan keberhasilan mencapai 0,9-52% untuk

eksplan petala dan 0-8,5% untuk eksplan staminodia (Avivi et al., 2010). Hasil

yang lebih tinggi dilaporkan oleh Li et al., (1998) bahwa penambahan 2,4-D pada

medium DKW (Driver Kuniyuki for Walnut) telah berhasil menginduksi embrio

somatik tanaman kakao dari eksplan staminodia dengan tingkat keberhasilan

berkisar antara 0,8-100% tergantung genotip kakao yang digunakan.

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 26: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

33

Pada penelitian-penelitian tersebut 2,4-D telah digunakan untuk

menginduksi kalus dan embrio somatik tanaman kakao dengan tingkat

keberhasilan berkisar antara 0-52%. Sebagian besar penelitian sebelumnya

menggunakan mediun MS sebagai medium dasarnya sehingga dalam penelitian

ini diujikan pengaruh 2,4-D dalam menginduksi kalus dan embrio somatik dengan

menggunakan medium DKW untuk meningkatkan keberhasilan induksi embrio

somatik kakao pada eksplan petala dan staminodia.

2.5.2 BAP (6-Benzil Amino Purine)

BAP merupakan sitokinin sintetik yang memiliki kandungan karbon,

hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia C12H11N5 dan berat molekul 225,31

gr/mol (Gambar 2.10 B). BAP memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan tumbuhan karena berperan penting dalam memacu pembelahan sel

dan poliferasi meristem ujung (Sandra, 2012). BAP merupakan salah satu

sitokinin yang tidak mudah terurai sehingga banyak digunakan dalam kultur

jaringan (Hendaryono & Wijayani, 1994).

Gambar 2.10B Rumus bangun 6- benzil amino purie (BAP) ( Sumber;Wikipedia)

33

Pada penelitian-penelitian tersebut 2,4-D telah digunakan untuk

menginduksi kalus dan embrio somatik tanaman kakao dengan tingkat

keberhasilan berkisar antara 0-52%. Sebagian besar penelitian sebelumnya

menggunakan mediun MS sebagai medium dasarnya sehingga dalam penelitian

ini diujikan pengaruh 2,4-D dalam menginduksi kalus dan embrio somatik dengan

menggunakan medium DKW untuk meningkatkan keberhasilan induksi embrio

somatik kakao pada eksplan petala dan staminodia.

2.5.2 BAP (6-Benzil Amino Purine)

BAP merupakan sitokinin sintetik yang memiliki kandungan karbon,

hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia C12H11N5 dan berat molekul 225,31

gr/mol (Gambar 2.10 B). BAP memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan tumbuhan karena berperan penting dalam memacu pembelahan sel

dan poliferasi meristem ujung (Sandra, 2012). BAP merupakan salah satu

sitokinin yang tidak mudah terurai sehingga banyak digunakan dalam kultur

jaringan (Hendaryono & Wijayani, 1994).

Gambar 2.10B Rumus bangun 6- benzil amino purie (BAP) ( Sumber;Wikipedia)

33

Pada penelitian-penelitian tersebut 2,4-D telah digunakan untuk

menginduksi kalus dan embrio somatik tanaman kakao dengan tingkat

keberhasilan berkisar antara 0-52%. Sebagian besar penelitian sebelumnya

menggunakan mediun MS sebagai medium dasarnya sehingga dalam penelitian

ini diujikan pengaruh 2,4-D dalam menginduksi kalus dan embrio somatik dengan

menggunakan medium DKW untuk meningkatkan keberhasilan induksi embrio

somatik kakao pada eksplan petala dan staminodia.

2.5.2 BAP (6-Benzil Amino Purine)

BAP merupakan sitokinin sintetik yang memiliki kandungan karbon,

hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia C12H11N5 dan berat molekul 225,31

gr/mol (Gambar 2.10 B). BAP memiliki peran penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan tumbuhan karena berperan penting dalam memacu pembelahan sel

dan poliferasi meristem ujung (Sandra, 2012). BAP merupakan salah satu

sitokinin yang tidak mudah terurai sehingga banyak digunakan dalam kultur

jaringan (Hendaryono & Wijayani, 1994).

Gambar 2.10B Rumus bangun 6- benzil amino purie (BAP) ( Sumber;Wikipedia)

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 27: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

34

Kemampuan BAP dalam memacu pembelahan sel, menginduksi

pembentukan tunas dan embrio somatik tersebut diduga karena BAP mempunyai

cincin adenin yaitu suatu basa purin yang terdapat pada DNA dan RNA, sehingga

BAP diduga mampu berperan dalam metabolisme asam nukleat dan sintesa

protein (Sukartiningrum & Sukendah, 2008). Penambahan BAP kedalam medium

tanam akan meningkakan laju sintesis protein (Salisbury & Ross, 1992).

Pada kultur jaringan, BAP banyak digunakan untuk menginduksi

pembentukan embrio somatik berbagai tanaman seperti pada tanaman jambu bol

(Trina, 2002), cendana (Sukmadjaja et al., 2003), kopi (Oktavia et al., 2003),

pepaya (Susanto et al., 2005), jahe (Bakti et al., 2005), bawang merah (Hellyanto,

2008 ), Manggis (Purba, 2009), kentang (Lengkong, 2009) maupun nanas

(Roostika et al., 2012).

Pada tanaman kakao, BAP juga sudah banyak diujikan untuk menginduksi

pembentukan kalus dan embrio somatik. Penambahan BAP dengan konsentrasi

4,4 x 10-7M ke dalam medium dasar DKW (Driver Kuniyuki for Walnut) yang

ditambahkan vitamin MS (Murashige dan Skoog, 1962) mampu menginduksi

embrio kakao dari eksplan staminodia dengan persentase keberhasilan kurang dari

2% (Tan & Furtek, 2004). Selain itu penambahan BAP dengan konsentrasi 2 x 10-

6M pada medium MS telah mampu menginduksi embrio kakao dengan

keberhasilan mencapai 18% untuk eksplan kotiledon (Omokolo et al., 1997).

Keberhasilan yang lebih tinggi (28 %) diperoleh dengan penambahan BAP pada

konsentrasi 2,2 x 10-7M pada medium MS dengan menggunakan eksplan embrio

muda (Dinarti, 1991).

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013

Page 28: 8 BAB II et al., 2010). Kakao pertama kali diolahrepository.ump.ac.id/163/3/BAB II_Lisa Dian P..pdf · Timur serta Sumatera (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). 8 ...

35

Beberapa penelitian sebelumnya telah menambahkan BAP ke dalam

medium tanam untuk menginduksi embrio somatik kakao dari berbagai jenis

eksplan dengan persentase keberhasilan yang bervariasi yaitu berkisar antara 2-

28%. Oleh karena itu dalam penelitian ini diujikan pengaruh penambahan BAP ke

dalam medium DKW terhadap keberhasilan induksi kalus dan induksi embrio

tanaman kakao dengan menggunakan eksplan petala dan staminodia.

Pengaruh 2,4-D (2,4-Diklorofenoksiasetat)..., Lisa Dian Purwasih, FKIP UMP, 2013