limbah kulit kakao
-
Upload
annas-fadhil -
Category
Documents
-
view
317 -
download
5
Transcript of limbah kulit kakao
TUGAS TEKNOLOGI PENGELOLAANLIMBAH PERTANIAN
PEMANFAATAN LIMBAH KULIT KAKAOSEBAGAI PUPUK ORGANIK DAN PAKAN TERNAK
(Disusun untuk memenuhi tugas Mata kuliah tehnologi Pengelolaan limbah Pertanian Semester V)
Oleh :
Rayi Respati (101510501041)
Fitria Prastyan (101510501044)
Norma Lailatun N. (101510501089)
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGIFAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS JEMBER
2012
BAB 1. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanaman perkebunan, di samping menghasilkan produk utama, berupa
biji-bijian minyak atau serat, juga menghasilkan produk sampingan berupa
limbah. Dari aspek pakan ternak, produk limbah perkebunan bisa berupa bahan
berserat tinggi, yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan berserat (hijauan
makanan ternak), seperti pucuk tebu, ampas tebu, tandan sawit, hasil pangkasan
tanaman penaung (kakao) seperti lamtoro atau gamal. Di samping itu juga ada
limbah perkebunan yang memiliki potensi untuk diolah sebagai bahan pakan
penguat (konsentrat) seperti lumpur sawit, molasis, bungkil kelapa, cangkang
kakao, buah semu mete serta kulit buah kopi.
Melalui teknik fermentasi mutu limbah-limbah tersebut dapat
ditingkatkan, sehingga kandungan gizinya bisa hampir sama, atau bahkan
melebihi kandungan gizi dedak padi. Sehingga limbah-limbah tersebut
seluruhnya dapat dimanfaatkan untuk mengganti dedak sebagai komponen
penting dalam ransum ternak, baik ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau)
maupun ternak non-ruminansia (ayam, itik, babi).
Disamping itu dengan proses pengolahan, diharapkan adanya senyawa –
senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan ternak dapat dihilangkan atau
ditekan dan masa penyimpanannya dapat diperpanjang, sehingga dapat tersedia
sepanjang tahun, meskipun panen komoditas perkebunan bersifat musiman.
Dalam proses pengolahan, diperlukan proses fermentasi, pengeringan serta
penepungan dan atau pencacahan. Agar proses tersebut dapat dilakukan secara
efesiens diperlukan peralatan mekanis, seperti alat penepung dan pencacah.
Karena itu, dalam pemanfaatan limbah ini, diperlukan pengetahuan dan
keterampilan petani untuk menguasai paket teknologi tersebut secara menyeluruh.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara pengelolaan yang dilakukan terhadap limbah kakao yang
dihasilkan tersebut?
2. Apa saja manfaat dari limbah kulit kakao?
3. Apa pengaruh limbah kakao bagi lingkungan di sekitarnya?
4. Apa rekomendasi yang dapat diterapkan untuk menangani limbah kakao
tersebut?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara penanganan dan pengelolaan yang dilakukan terhadap
limbah kakao.
2. Untuk mengetahui manfaat dari limbah tanaman kakao
3. Untuk mengetahui pengaruh limbah kakao bagi lingkungan di sekitarnya.
4. Dapat merekomendasikan dalam penanganan limbah kakao agar tidak
membahayakan bagi lingkungan.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Fauzan (1999), kakao (Theobroma cacao, L.) merupakan salah
satu komoditas perkebunan unggulan yang berasal dari Amerika Selatan dan
sesuai untuk perkebunan rakyat, karena tanaman ini mampu berbunga dan
berbuah sepanjang tahun, sehingga dapat menjadi sumber pendapatan bagi para
petani. Adapun Secara botani kakao diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae (Sterculiaceae)
Genus : Theobroma
Spesies : T. cacao
Pemerintah berusaha untuk meningkatkan devisa negara terutama dalam
kegiatan ekspor non-migas. Salah satu sektor pendukung yang mampu
dikembangkan secara optimal adalah sektor-sektor di bidang perkebunan.
Berbagai jenis tanaman perkebunan telah diusahakan dan dikembangkan.
Tanaman perkebunan yang dimaksud meliputi karet, kelapa sawit, kakao, kopi,
teh dan tebu. Kakao merupakan salah satu hasil perkebunan yang memiliki posisi
cukup baik dalam perdagangan dunia. Kakao juga sebagai salah satu komoditi
perkebunan yang banyak diminati oleh konsumen, sehingga nilai ekonomisnya
meningkat. Konsumsi tersebut menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat
karena pertumbuhan penduduk yang terus bertambah. Tingginya permintaan
kakao oleh masyarakat dunia, diperkirakan negara-negara produsen tidak dapat
memenuhi kebutuhan tersebut. Oleh karena itu prospek kakao pada saat ini di
Indonesia cukup baik (Sulistiyani, dkk, 2006).
Menurut Arsyad (2011), dalam kebijaksanaan ekonomi dalam negeri yang
mengarah pada upaya peningkatan ekspor non migas dan penerapan
kebijaksanaan efisiensi melalui deregulasi, debirokratisasi dan penyesuaian
struktural. Untuk pertama kalinya, aturan main menjadi faktor penting dan
langsung berkaitan dengan kepentingan nasional di bidang perdagangan termasuk
dalam hal ini komoditas kakao. Selain itu, kebijakan pemerintah dan terjadinya
perubahan faktor-faktor eksternal di negara lain juga diduga kuat berdampak
terhadap terjadinya perubahan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun bagian ini hanya diekstrak untuk menyajikan analisis dampak rencana
pemberlakuan pajak ekspor dan subsidi harga pupuk terhadap produksi dan ekspor
kakao Indonesia.
Menurut Agus (2010), sentra tanaman kakao di Bali terdapat di
Kabupaten Tabanan dan Jemberana. Di Kabupaten Tabanan, kebun kakao paling
luas terdapat di Kecamatan Selemadeg yaitu mencapai luas 1.095,134 hektar
dengan produksi biji kering sekitar 1.139,41 kg per hektar setiap tahun, yang
diusahakan dalam bentuk kelompok tani Hasil kakao yang dicapai oleh petani
tersebut masih tergolong rendah, dan sebenarnya masih dapat diti ngkatkan, baik
jumlah maupun mutunya. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan petani
kakao khususnya dibidang teknologi pemupukan berimbang, pemeliharaan, dan
peng endalian hama/penyakit masih relatif rendah. Kondisi kesuburan tanah di
daerah tersebut khususnya pada beberapa kebun kakao petani menunjukkan ke
suburan yang relatif rendah. Ini terbukti dari hasil analisis tanah yang dilakukan
tahun 2008 menunjukkan pH (agak asam), C-organik (rendah-sedang), kadar N-
total (rendah), P-tersedia dan K- tersedia (rendah-sedang). kondisi tanah yang
baik untuk tanaman kakao adalah : solum tanah minimal 90 cm, gembur,
mengandung bahan organik tinggi, mengandung unsur hara yang tinggi dan
berimbang, memiliki pH tanah netral (6 - 7,5).
Menurut Suhardi (1978), komoditas biji kakao di Indonesia diharapkan
memperoleh posisi yang sejajar dengan komoditas tanaman perkebunan lainnya.
Sumbangan nyata biji kakao terhadap perekonomian Indonesia dalam bentuk
devisa dari ekspor biji kakao dan hasil industri kakao relative besar. Usaha
tanaman kakao saat ini di Indonesia mempunyai arti penting dalam aspek
kehidupan sosial ekonomi. Sebab selain merupakan sumber devisa negara, juga
merupakan tempat tersedianya lapangan kerja dan sumber penghasilan bagi para
petani kakao, terutama di daerah-daerah sentral produksi. Indonesia merupakan
daerah yang mempunyai potensi yang baik untuk pengembangan kakao, tetapi
hingga saat ini produksi kakao Indonesia hanya merupakan sebagian kecil dari
produksi kakao dunia Pada setiap pembibitan tanaman, air memiliki peranan yang
sangat penting, kekurangan air dapat menghambat laju fotosintesis karena
turgiditas sel penjaga stomata akan menurun, sehingga mengakibatkan terhentinya
pertumbuhan. Defisiensi air yang terus-menerus akan menyebabkan perubahan
irreversible (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati.
Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya
cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan
kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu, kakao juga berperan
dalam mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri.
Kondisi agroklimat, seperti ketinggian tempat, curah hujan, kondisi tanah, sifat
kimia tanah, ketersediaan unsur hara tanah, dan toksitas sangat mempengaruhi
pertumbuhan suatu tanaman. Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan
(Dirjenbun) dan Pusat Penelitian Kopi & Kakao Jember, tingkat kesesuaian lahan
untuk tanaman kakao digolongkan menjadi sesuai (S1), cukup sesuai (S2), agak
sesuai (S3) dan tidak sesuai (N). Dengan demikian dapat diketahui tingkat
kesesuaian penanaman kakao di suatu wilayah. Penilian tersebut didasarkan atas
kondisi agroklimat, sifat fisik dan kimia tanah (Wahyuni, 2008).
Kakao merupakan salah satu komoditi perkebunan yang banyak diminati
oleh konsumen sehingga nilai ekonomisnya meningkat, konsumen kakao dunia
pada dekade terakhir rata – rata 1.500.000 ton/ tahun konsumsi tersebut
menunjukkan cenderungan yang terus meningkatkan karena pertumbuhan
penduduk yang terus bertambah, tingginya permintaa kakao oleh masyarakat
dunia diperkirakan negara – negara produsen dapat memenuhi kebutuhan tersebut
oleh karena itu prospek kakao pada saaat ini diindonesia cukup baik (Dwi, 2006)
BAB 3. PEMBAHASAN
Kasus penanganan limbah pertanian dan perkebunan sampai saat ini masih
merupakan kendala dalam program penanganan limbah di tingkat petani. Masalah
ini di antaranya adalah keterbatasan waktu, tenaga kerja, maupun keterbatasan
areal pembuangan. Di samping itu limbah pertanian dan perkebunan belum
banyak dimanfaatkan walaupun dalam beberapa kondisi memiliki potensi sebagai
bahan pakan ternak maupun bahan baku pembuatan kompos, sehingga perlu
dilakukan pengamatan dalam mendukung program pemanfaatan limbah potensial
terutama limbah potensial yang dihasilkan oleh tanaman kakao yaitu limbah kulit
kakao. Kita sendiri banyak mengenal tanaman kakao sebagai tanaman yang dapat
menghasilkan cokelat. Tapi siapa sangka bahwa selain bijinya yang dapat diproses
menjadi cokelat ternyata kulit dari buah kakao yang selama ini menjadi limbah
dari industri cokelat juga mempunyai nilai jual yang tinggi.
Kulit buah kakao (shel fod husk) adalah merupakan limbah agroindustri
yang dihasilkan tanaman kakao. Berdasarkan penelitian, kulit kakao atau biasa
kita sebut kulit cokelat mempunyai kandungan gizi yaitu 22% protein, 3–9%
lemak, bahan kering (BK) 88%, protein kasar (PK) 8%, serat kasar (SK) 40,15,
dan TDN 50,8%, metabolisme energi (K.kal) 2,1, pH 6,8. Dari penjelasan tentang
kandungan gizi dapat disimpulkan bahwa kulit kakao ini memiliki kandungan gizi
yang cukup tinggi dan dapat diolah menjadi limbah yang bernilai jual tinggi..
Maka pada makalah ini kita dapat membahas tentang pendayagunaan limbah kulit
kakao untuk menjadi pupuk serta pakan ternak alternative yang dapat
meningkatkan produktivitas hewan ternak.
Pembuatan pupuk yang terbuat dari kulit kakao sendiri tidak jauh berbeda
dengan pembuatan pupuk kompos lain. Kulit kakao yang ada, dikumpulkan dalam
satu lubang tanah, lalu dicampur dedaunan, batang pisang dan jerami yang
kemudian ditimbun selama kurang lebih 60 hari. Agar hasilnya maksimal,
timbunan tersebut tidak boleh dibuka selama proses berlangsung, selain itu bisa
ditambahkan mikro organisme pengurai atau cacing tanah agar bisa mempercepat
penggemburan. Setelah itu, lubang bisa digali dan kulit kakao akan berubah
menjadi gembur. Lalu, pupuk kompos yang sudah jadi, diangkat dari lubang.
Selanjutnya pupuk kompos yang kasar disaring supaya menghasilkan pupuk
kompos yang halus, maka pupuk siap digunakan. Secara ekonomi pupuk dari
bahan dasar kulit kakao bisa menghemat biaya hingga 50 persen, sehingga petani
tidak susah lagi dengan kelangkaan pupuk yang sering terjadi belakangan ini.
karena unsur hara yang ada di dalam pupuk yang terbuat dari kakao telah
mencukupi. Agar unsur hara pupuk kompos dari kulit kakao mencukupi bisa
ditambahkan dengan pupuk ZA dan NSP. Selain menghemat biaya, pupuk dari
kulit kakao tersebut sangat ramah lingkungan karena tidak mengandung zat asam
berlebih, sehingga tidak membuat struktur tanah menjadi keras.
Selain dapat digunakan sebagai pupuk ternyata dari kandungan yang
terdapat dari limbah kulit kakao sendiri dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan
ternak alternative. Selama ini para peternak sapi, kambing atau unggas sering
mengandalkan pakan yang berasal dari rerumputan atau sayuran untuk pakan
ternaknya sehari-hari. Dengan pakan yang standar tersebut produktivitas dari
hewan ternak tidak dapat maksimal Dan lagi kendala yang sering dialami oleh
para petani sendiri adalah terbatasnya pakan tersebut. Perluasan areal untuk
penanaman rumput sebagai pakan ternak sangat sulit, karena alih fungsi lahan
yang sangat tinggi. Dan pada musim kemarau tanaman rumput terganggu
pertumbuhannya, sehingga pakan rumput yang tersedia kurang baik dari
segi kuantitas maupun kualitas. Bahkan di daerah-daerah tertentu rumput pakan
ternak akan kering dan mati sehingga menimbulkan krisis pakan rumput.
Mengingat sempitnya lahan penggembalaan dan kendala ketersediaan tanaman
pakan pada musim kemarau, maka usaha pemanfaatan sisa hasil (limbah)
pertanian untuk pakan perlu dipadukan dengan bahan lain yang sampai saat ini
belum biasa digunakan sebagai pakan yang dapat meningkatkan produktivitas
hewan ternak tersebut.
Kulit buah kakao, memiliki peran yang cukup penting dan berpotensi
dalam penyediaan pakan ternak. Pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan
ternak dapat diberikan dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah
diolah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit buah kakao segar yang
dikeringkan dengan sinar matahari kemudian digiling dan dihaluskan selanjutnya
dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak. Proses pengolahan limbah kulit
kakao menjadi pakan ternak alternative dapat menggunakan dua cara yaitu proses
pengolahan limbah kulit kakao tanpa melalui fermentasi dan proses pengolahan
dengan melalui fermentasi.
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang
umumnya tumbuh di daerah tropis. Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan
berupa biji, yang nantinya diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bubuk
coklat, biasa digunakan sebagai minuman penyegar dan makanan ringan. Limbah
adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas
manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Banyak terdapat limbah seperti limbah perkotaan, limbah rumah tangga
dan limbah pertanian. Limbah pertanian meliputi semua hasil proses pertanian
yang tidak termanfaatkan atau belum memiliki nilai ekonomis. Salah satu cara
untuk memanfaatkan limbah pertanian adalah dengan dijadikan kompos, seperti
halnya dengan kulit buah kakao.
Bahan organik sering disebut segbagai bahan penyangga tanah. Tanah
dengan kandungan bahan organik rendah akan berkurang kemampuannya
mengikat pupuk kimia sehingga efisiensinya menurun akibat sebagian pupuk
hilang akibat pencucian, fiksasi atau penguapan. Kandungan bahan organik dalam
tanah semakin lama semakin berkurang, oleh karena itu pemberian pupuk organik
pada tanaman perlu diteliti lebih lanjut untuk mengetahui penguruh pupuk organik
terhadap pertumbuhan tanaman
Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk organik yang berasal dari
pemanfaatan limbah kulit kakao yang terlebih dahulu dikomposkan dengan
menggunakan aktivator EM-4. produsinya pada tahun 1999 adalah 5.890 ton, data
estimasi tahun 2002 adalah 5.002 ton sedangkan, produksi kakao Indonesia tahun
1999 adalah 367.475 ton dan estimasi tahun 2002 adalah 433.415 ton. Banyaknya
produksi ini mengakibatkan kulit kakao sebagai limbah perkebunan meningkat.
limbah kulit buah kakao yang dihasilkan dalam jumlah banyak akan menjadi
masalah jika tidak ditangani dengan baik. Produksi limbah padat ini mencapai
sekitar 60% dari total produksi buah.
Kulit buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman
dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai
bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang
sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman. Kadar air untuk kakao lindak
sekitar 86%, dan kadar bahan organiknya sekitar 55,7%. Kompos kulit buah
kakao mempunyai pH 5,4, N total 1,30%, C-organik 33,71%; P2O5 0,186%; K2O
5,5%;CaO 0,23%; dan MgO 0,59%. Kulit buah kakao sampai saat ini belum
banyak mendapat perhatian masyarakat atau perusahaan untuk dijadikan pupuk
organik, umumnya pupuk organik yang digunakan berasal dari kotoran hewan,
seperti sapi dan domba.
Pengertian Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari pelapukan sisa-sisa makhluk hidup,
tanaman, hewan, manusia, dan kotoran hewan. Pupuk ini merupakan pupuk
lengkap, artinya mengandung unsur makro dan mikro. Keunggulan pupuk organik
antara lain :
a. Pupuk organik berfungsi sebagai granulator sehingga dapat memperbaiki
struktur tanah. Adanya bahan organik dapat mengikat butiran tanah yang lebih
besar dan remah sehingga tanah menjadi lebih gembur.
b. Daya serap tanah terhadap air dapat meningkat dengan pemberian pupuk
organik karena mengikat air lebih banyak dan lebih lama.
c. Pupuk organik dapat meningkatkan kehidupan mikroorganisme dalam tanah.
Jasad renik dalam tanah berperan dalam perubahan bahan organik (BO).
d. Unsur hara di dalam pupuk organik merupakan sumber makanan bagi tanaman.
Walaupun dalam jumlah sedikit, pupuk organik mengandung unsur lengkap.
e. Pupuk organik merupakan sumber unsur hara N, P, S.
Pengomposan
kompos merupakan hasil pelapukan dari berbagai bahan yang berasal makhluk
hidup seperti dedaunan, tanaman, kotoran hewan dan sampah. Proses pembuata
kompos dapat dipercepat dengan bantuan manusia. Pupuk dengan C/N ratio yang
tinggi kurang baik diberikan, karena proses peruraian selanjutnya akan terjadi di
dalam tanah dan CO2 yang dihasilkan akan berpengaruh kurang baik terhadap
pertumbuhan.
Faktor-faktor Keberhasilan dalam Pengomposan
Menurut Isroi (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi pengomposan antara
lain :
1. Nisbah C/N
Nisbah C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga
40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk sintesis protein. Pada nisbah C/N di antara 30-40 mikroba mendapatkan
cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila nisbah C/N terlalu
tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi
berjalan lambat.
2. Tekstur bahan baku
Aktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area
yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan
proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran bahan baku juga
menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas
permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut,
dengan ukuran bahan baku yang ideal 2x2cm.
3. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob).
Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang
menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam
tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan
(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang
akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan
melakukan pembalikan atau mengalirkan udara dalam tumpukan kompos.
4. Porositas
Porositas adalah ruang diantara partikel dalam tumpukan kompos. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-
rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan menambah oksigen untuk
proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen
akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Kelembaban
(Moisture content) memegang peranan yang sangat penting dalam proses
metabolismemikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen.
5. Mikrooranisme
Mikroorganisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik
tersebut larut dalam air. Kelembaban 40-60% adalah kisaran optimum untuk
metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila
kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang,
akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik
yang menimbulkan bau tidak sedap.
6. Temperatur
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungannya langsung antara
peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan
semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses
dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan
kompos. Temperatur yang berkisar antara 30-60o C menunjukkan aktivitas
pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60o C akan membunuh
sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan
hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman
dan benih-benih gulma.
7. Reaksi kemasaman (pH)
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6,5 sampai 7,5. pH kotoran ternak
umumnya berkisar antara 6,8 hingga 7,4. Proses pengomposan sendiri akan
menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri, sebagai
contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan
penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal
pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
8. Kandungan hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya
terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan
oleh mikroba selama proses pengomposan.
9. Kandungan bahan berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi
kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nikel, Cr adalah
beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami
imobilisasi selama proses pengomposan.
Prosedur Kerja Pembuatan Kompos Limbah Kulit Kakao
Alat dan bahan
Alat yang digunakan antara lain: cangkul, golok, timbangan, ember, gembor, dan
kantong plastik untuk pengomposan, sedangkan bahan yang digunakan, yaitu
limbah kulit kakao, air, fungisida, dan aktivator.
Metode pelaksanaan
Cara pembuatan kompos limbah kulit kakao hampir sama dengan cara
pengomposan nenggunakan bahan lain, berikut ini prosedur kerja dalam
pembuatan kompos limbah kulit kakao:
1. Mengumpulkan bahan baku yang masih berserakan di tempat pengumpulan
buah kakao saat panen
2. Menjemur bahan baku limbah kulit kakao, dengan tujuan untuk mengurangi
kadar air yang tersimpan dalam kulit kakao
3. Memperkecil ukuran bahan (limbah kulit kakao). Untuk memperkecil ukuran
bahan dapat dilakukan dengan parang atau mesin pencacah, tujuan dari
memperkecil ukuran bahan baku adalah untuk memperluas permukaan, sehingga
proses dekomposisi bisa berjalan lebih cepat
4. Menyiapkan aktivator pengomposan. Jenis aktivator yang digunakan adalah
(EM-4 atau Promi), kemudian larutkan ke dalam air dengan campuran 125ml EM-
4 dilarutkan dengan 10 liter air.
5. Pemasangan kotak/plastik wadah pengomposan, kotak dapat terbuat dari papan
dengan ukuran panjang 2m dan lebar 2m.
6. Memasukkan bahan ke dalam cetakan selapis demi selapis. Tinggi setiap
lapisan ± 20 cm, kemudian siram tiap lapisan dengan larutan aktivator dan air
sebanyak ± 250 ml. lalu bahan tersebut diinjak-injak agar memadat sambil disiram
dengan aktivator pengomposan.
7. Setelah kotak penuh, buka kotak dan tutup tumpukan kulit buah kakao dengan
plastik.
8. Lalu ikat tumpukan tersebut dengan tali, usahakan jangan ada celah tempat
udara masuk.
9. Masa Inkubasi pengomposan terjadi selam selama 1,5 sampai 2 bulan, setiap 10
hari sekali dilakukan kegiatan pengamatan.
Pengamatan proses pengomposan
Agar proses pengomposan dapat berjalan dengan baik, perlu dilakukan
pengamatan secara teratur. Pengamatan dapat dilakukan seminggu sekali hingga
kompos siap digunakan .Pengamatan dilakukan secara fisik dan kimia dengan
menggunakan peralatan yang sederhana. Pengamatan secara fisik meliputi:
a. Suhu kompos
Buka plastik penutup kompos dan raba tumpukan kompos hingga bagian dalam.
Seharusnya dalam waktu satu dua hari setelah pembuatan kompos, suhu akan
meningkat dengan cepat. peningkatan suhu dapat mencapai 70o C dan dapat
berlangsung beberapa minggu, pengukuran suhu kompos dapat menggunakan alat
termometer.
b. Kelembaban
Periksa juga kadar air/kelembaban kompos hingga bagian dalam kompos.
Kompos yang baik akan terasa lembab namun tidak terlalu basah, kelembaban
yang idel pada waktu proses dakomposisi adalah ± 60%.
c. Penyusutan
Sejalan dengan proses penguraian bahan organik menjadi kompos akan terjadi
penyusutan volume kompos. Penyusutan volume ini dapat mencapi setengah
(50%) dari volume semula. Apabila selama proses pengomposan tidak terjadi
penyusutan volume, kemungkinan proses pengomposan tidak berjalan dengan
baik.
d. Perubahan warna bahan baku
Amati pula perubahan warna yang terjadi pada bahan baku kompos. Biasanya
warna berubah menjadi coklat kehitam-hitaman. Seringkali jamur juga ditemukan
tumbuh subur di atas tumpukan kompos.
Sedangkan pengamatan secara kimia meliputi dua kegiatan pengamatan
yaitu:
a. Pengukuran pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum
untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5, pengamatan ini dapat
menggunakan kertas lakmus.
b. Pengukuran nisbah C/N
Salah satu kriteria kematangan kompos adalah nisbah C/N. Analisa ini hanya bisa
dilakukan di laboratorium. Kompos yang telah cukup matang memiliki nisbah
C/N<20. Apabila nisbah C/N lebih tinggi, maka kompos belum cukup matang dan
perlu waktu dekomposisi yang lebih lama lagi.
Cara Menentukan kematangan kompos
untuk mengetahui tingkat kematangan kompos dapat dilakukan dengan uji di
laboratorium ataupun pengamatan sederhana di lapangan. Berikut ini disampaikan
beberapa cara sederhana untuk mengetahui tingkat kematangan kompos :
1. Penyusutan bahan baku
Terjadi penyusutan volume/bobot kompos seiring dengan kematangan
kompos.Besarnya penyusutan tergantung pada karakteristik bahan mentah dan
tingkat kematangan kompos. Penyusutan berkisar antara 20–40%. Apabila
penyusutannya masih kecil/sedikit, kemungkinan proses pengomposan belum
selesai dan kompos belum matang.
2. Warna kompos
Warna kompos yang sudah matang adalah coklat kehitam-hitaman. Apabila
kompos masih berwarna hijau atau warnanya mirip dengan bahan mentahnya
berarti kompos tersebut belum matang. Selama proses pengomposan pada
permukaan kompos seringkali juga terlihat miselium jamur yang berwarna putih.
3. Struktur bahan baku
Kompos yang telah matang akan terasa lunak ketika dihancurkan. Bentuk kompos
mungkin masih menyerupai bahan asalnya, tetapi ketika diremas akan mudah
hancur.
4. Bau
Kompos yang sudah matang berbau seperti tanah dan bau bahan bakunya sudah
berubah, meskipun kompos dari sampah kota. Apabila kompos tercium bau yang
tidak sedap, berarti terjadi fermentasi anaerob dan menghasilkan senyawa-
senyawa berbau yang mungkin berbahaya bagi tanaman. Dan apabila kompos
masih berbau seperti bahan mentahnya berarti kompos masih belum matang.
5. Suhu
Suhu kompos yang sudah matang mendekati dengan suhu awal pengomposan.
Suhu kompos yang masih tinggi, atau di atas 50o C, berarti proses pengomposan
masih berlangsung aktif dan kompos belum cukup matang.
Pengemasan kompos
Kompos yang sudah matang segera dikemas, kompos tersebut dikemas dengan
karung dengan berat 25 kg tiap karung, setelah pengemasan selesai kompos siap
untuk dijual atau langsung diaplikasikan pada tanaman
Pengelolaan limbah kulit kakao sebagai pupuk organik memiliki banyak
manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek sebagai berikut :
Aspek Ekonomi :
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah.
2. Mengurangi volume/ukuran limbah.
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya.
Aspek Lingkungan :
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas
metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di
tempat pembuangan sampah.
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan.
Aspek bagi tanah/tanaman:
1. Meningkatkan kesuburan tanah.
2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah.
4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah.
5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen).
6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.
7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.
8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada tujuan dan pembahasan maka dapat diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara umum limbah dari produksi tanaman kakao terdiri atas dua macam
yaitu limbah cair dan padat.
2. Limbah padat yang berasal dari kulit sisa kakao dapat dimanfaatkan menjadi
pakan ternak dan pupuk organik.
3. Dalam proses produksi tanaman kakao memiliki hasil samping berupa limbah
cairan yaitu pulp (lender) biji kakao dapat dimanfaatkan sebagai nata de cacao
dan sirup.
4. Bentuk pengelolaan limbah dengan memanfaatkan kembali limbah dengan
mengaplikasikan sebagai pupuk organik.
5. Pengolaan limbah dilakukan dengan baik, agar tidak menimbulkan adanya
bahan berbahaya dan beracun di lingkungan masyarakat sekitar.
4.2 Saran
Pemanfaatan limbah kulit kakao sebagai pakan ternak dan pupuk organik
perlu dilakukan dalam skala luas sehingga dapat meningkatkan nilai guna limbah
tersebut dan dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun petani.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, J. 2010. Teknologi Pembuatan Pakan Ternak dari Limbah Kulit Kakao .Jurnal Litbang Vol. 2 No.1.
Arsyad, M. 2011. Analisis Dampak Kebijakan Pajak Ekspor dan Subsidi HargaPupuk terhadap Produksi dan Ekspor Kakao Indonesia Pasca PutaranUruguay. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 8, No. 1.
Dwi, P. dan B. Arsana . 2006. Kambing Peranakan Ettawah, Penghasil Susu Sebagai Sumber Pertumbuhan Baru – Sub Sektor Peternakan di Indonesia. Makalah Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan- Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Fauzan. 1999. Petunjuk Pemupukan. Jakarta : Redaksi Agromedia.
Suhardi. 1978. Dasar – Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius.
Sulistiyani, D. P. Warsito,. dan D. Suwandi 2006. Kesesuaian Lahan untukTanaman Kakao di Lahan Perkebunan Karet. Jurnal Dinamika PertanianVol. 21 No. 2.
Wahyuni, S. dan N. Sugama. 2008. Hasil Pengkajian Pemanfaatan LimbahPerkebunan (Kakao dan kopi) untuk Pakan Ternak. Kerjasama BPTP Balidengan Bappeda Prop. Bali.