76285659-Bell-s-Palsy

30
BELL’S PALSY Firman Nurdiansah, Adlin Adnan Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Bell’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis otot wajah akut unilateral, yang disebabkan oleh disfungsi saraf fasialis (N. VII) perifer tanpa diketahui penyebabnya secara pasti (idiopatik). 1 Penderita gangguan ini segera menyadari adanya deformitas kosmetik dan fungsional yang berat. Patogenesis gangguan ini masih belum jelas, mungkin karena mewakili banyak agen pencetus. 2 Banyak teori dikemukakan untuk menjelaskan gangguan saraf ini, dimana teori yang paling banyak dikemukakan adalah adanya peranan virus yang menyebabkan inflamasi pada saraf. 3,4,5 Serangan kelumpuhan unilateral biasanya tiba-tiba, sering terjadi setelah terpapar dengan udara dingin, terutama bila ada infeksi saluran napas. Ada kalanya syok berat atau gangguan emosi merupakan faktor pencetus. 6 Istilah Bell’s Palsy diambil dari nama Sir Charles Bell (1821), yang menemukan dan menerangkan pertama kali tentang tofografi saraf kranial tujuh serta peranananya dalam inervasi pada otot-otot ekspresi wajah. 4,7 Nama lain untuk Bell’s palsy adalah parese fasialis akut atau idiopathic facial paralysis. 8 1

Transcript of 76285659-Bell-s-Palsy

Page 1: 76285659-Bell-s-Palsy

BELL’S PALSY

Firman Nurdiansah, Adlin Adnan

Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Bell’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis otot wajah akut unilateral,

yang disebabkan oleh disfungsi saraf fasialis (N. VII) perifer tanpa diketahui

penyebabnya secara pasti (idiopatik).1 Penderita gangguan ini segera menyadari

adanya deformitas kosmetik dan fungsional yang berat. Patogenesis gangguan ini

masih belum jelas, mungkin karena mewakili banyak agen pencetus.2

Banyak teori dikemukakan untuk menjelaskan gangguan saraf ini, dimana

teori yang paling banyak dikemukakan adalah adanya peranan virus yang

menyebabkan inflamasi pada saraf.3,4,5 Serangan kelumpuhan unilateral biasanya

tiba-tiba, sering terjadi setelah terpapar dengan udara dingin, terutama bila ada

infeksi saluran napas. Ada kalanya syok berat atau gangguan emosi merupakan

faktor pencetus.6

Istilah Bell’s Palsy diambil dari nama Sir Charles Bell (1821), yang

menemukan dan menerangkan pertama kali tentang tofografi saraf kranial tujuh

serta peranananya dalam inervasi pada otot-otot ekspresi wajah.4,7 Nama lain

untuk Bell’s palsy adalah parese fasialis akut atau idiopathic facial paralysis.8

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat termasuk pemeriksaan

otoneurologik diperlukan untuk menyingkirkan gangguan-gangguan, yang pada

kesan pertama menyerupai Bell’s palsy, namun mempunyai diagnosis tersendiri.

Setelah diagnosis dipastikan, maka suatu rencana penatalaksanaan perlu disusun

dan dijelaskan pada pasien.2 Penatalaksanaan tersebut meliputi terapi

medikamentosa, terapi fisik serta bedah untuk dekompresi saraf fasialis.9,10

ANATOMI

Saraf fasialis mempunyai perjalanan yang panjang dan sebagian besar

berada di dalam os temporal. Saraf ini bersifat sensorik, motorik dan

parasimpatis.3,8,11,12

1

Page 2: 76285659-Bell-s-Palsy

Serat-serat upper motor neuron dari saraf fasialis berasal dari korteks

serebri hingga nukleus saraf fasialis. Daerah motorik pertama berasal dari

sepertiga bawah girus presentalis. Serat-serat ini berjalan kebawah melalui genu

dari kapsula interna ke basis pedunkuli dan berakhir pada saraf fasialis

kontralateral. Komponen saraf fasialis yang menginervasi bagian atas wajah

berasal dari korteks yang kontralateral. Daerah motorik kedua terletak di lobus

temporalis.3,8,11,12,13

Serat-serat lower motor neuron berasal dari nukleus saraf ke bawah, yang

terbagi atas 3 tempat yaitu:

Pars Intrakranial

Saraf fasialis berjalan dari pons ke porus akustikus internus. Panjangnya

sekitar 23-24 mm. pada daerah ini, saraf fasialis sebelah anterior dari saraf

kokleovestibularis dan saraf intermedius.11,12

Pars Intratemporal

- Segmen meatal

Berjalan dalam kanalis auditori internus sepanjang 8-10 mm.8,11,12

- Segmen labirin

Berjalan dari fundus meatus menuju ganglion genikulatum dengan panjang

sekitar 3-5 mm, dimana saraf fasialis ini membelok ke arah posterior dengan

tajam membentuk suatu ‘genu’ (1st genu). Di daerah ini terdapat percabangan

saraf fasialis yang disebut saraf petrosus superior mayor yang keluar dari

ganglion genikulatum. Saraf ini memberikan rangsangan untuk sekresi pada

kelenjar lakrimalis.8,11,12

- Segmen Timpani (segmen horizontal)

Panjangnya sekitar 8-11 mm, dan pada daerah ini membuat putaran kedua

(2nd genu). Pada segmen ini saraf fasialis berjalan melewati bagian atas dari

eminensia piramidalis, melewati bagian atas oval window dan berjalan ke

bawah kanalis semisirkularis lateral. Saraf berjalan turun dari 1st genu secara

vertikal dan mengeluarkan cabang untuk otot stapedius.8,11,12,13

2

Page 3: 76285659-Bell-s-Palsy

- Segmen Mastoid (segmen vertikal)

Saraf berjalan dari eminensia piramidalis sampai dengan foramen

stilomastoideus. Panjangnya sekitar 10-14 mm. dibagian ini muncul cabang

saraf fasialis yang masuk ke telinga tengah sebagai saraf timpani. Korda

membawa serabut-serabut nyeri, raba dan suhu serta pengecapan untuk dua

pertiga anterior lidah. Saraf ini juga mengurusi saliva submandibula. Korda

berjalan di antara maleus dan inkus.8,11,12,13

Gambar 1: Anatomi tofografi dari nervus Facialis ( N. VII).2

Pars Ekstrakranial

Setelah keluar dari foramen stilomastoideus, saraf berjalan ke arah anterior dan

sedikit inferior ke arah permukaan posterior dari daerah parotis yang kemudian

bercabang menjadi komponen dari saraf di daerah fasialis yang terbagi atas

cabang saraf temporal, zigomatikus, bukalis, mandibular, dan servikalis.3,8,12

3

Page 4: 76285659-Bell-s-Palsy

Gambar 2. Perjalanan N.VII di daerah wajah.17

Fisiologi Kerusakan Saraf

Bila suatu akson mengalami cedera akibat trauma langsung ataupun peristiwa

metabolik, dapat terjadi perubahan histologi yang nyata atau perubahan biokimia

yang dapat diukur secara menyeluruh hingga ke badan sel. Tekanan pada suatu

saraf dapat mengakibatkan hambatan aliran aksoplasma.2,5,6,11

Sunderland mengklasifikasikan cedera saraf atas lima derajat, dengan

kerumitan yang semakin meningkat dan kemungkinan penyembuhan tanpa

komplikasi yang semakin menurun. Derajat 1 sampai 3 biasa terlihat pada proses

inflamasi dan virus, sedangkan derajat 4 dan 5 terjadi biasanya akibat trauma,

tindakan operasi dan keganasan. Berikut ini adalah derajat cedera saraf menurut

Sunderland. 3,5

1. Cedara tingkat pertama = neuropraksia

Hambatan parsial transmisi pada aksoplasma. Tidak terdapat perubahan

morfologi. Penyembuhan dan fungsi saraf dapat kembali komplit.

2. Cedera tingkat dua = aksonomesis

Kerusakan yang demikian parah sehingga mengakibatkan hilangnya akson,

tetapi tanpa kerusakan selubung neurilema atau selubung enduroneuron.

Selama proses penyembuhan akson akan tumbuh dan hasilnya biasanya baik.

3. Cedera tingkat tiga = neurotmesis

4

Page 5: 76285659-Bell-s-Palsy

Gangguan yang disertai kerusakan anatomi batang saraf atau endoneurium.

Selama proses penyembuhan akson bisa saja kembali.

4. Cedera tingkat empat = transeksi parsial

Kerusakan perineum berasal dari atas. Timbul regenerasi dari serabut saraf.

5. Cedera tingkat lima = transeksi saraf komplit

Kerusakan perineum berasal dari atas yang parah. Terjadi transeksi saraf

secara komplit.

Gambar 3: Gambaran cedera saraf dan kemungkinan penyembuhannya.5

KEKERAPAN

Bell’s palsy merupakan penyakit terbanyak yang ditemukan pada kasus-kasus

kelumpuhan wajah. Di dunia, insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997.

Insiden di Amerika Serikat diperkirakan mencapai 25 kasus per 100.000

penduduk. Penyakit ini dapat mengenai semua golongan usia dengan rata-rata

terjadi pada usia 20 – 35 tahun, dan jarang pada anak – anak di bawah usia 10

tahun.4,7,14

Insiden pada laki – laki dan perempuan hampir sama. Pasien Bell’s palsy

dengan riwayat keluarga pernah mengalami kondisi yang sama adalah sekitar 8 %.

Resiko terjadinya Bell’s palsy meningkat pada wanita hamil dan penderita

diabetes mellitus. 4,7 ,14

ETIOLOGI

5

Page 6: 76285659-Bell-s-Palsy

Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum jelas. Banyak teori -teori yang

mencoba menerangkan timbulnya kelainan akut saraf fasialis ini, antara lain:

a. Teori infeksi virus

Beberapa virus diduga sebagai penyebab terjadinya Bell’s palsy antara lain

virus Herpes simpleks, Herpes zoster ataupun virus Epstei-Barr. Keadaan ini

terjadi akibat reaktifasi karena terjadi infeksi akut primer. Virus tersebut dalam

jangka waktu lama berada dalam ganglion sensorius sehingga terjadi proses

peradangan. Gangguan vaskuler pada akhirnya akan menimbulkan degenerasi

pada saraf VII perifer.3,4,5,15

b. Teori iskemia vaskular

Kelumpuhan pada saraf fasialis karena adanya gangguan sirkulasi darah di

kanalis fallopi. Kerusakan yang timbul oleh tindakan pada saraf perifer,

terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf

tersebut.3,4,5,15

c. Teori kombinasi

Teori ini menyatakan bahwa, kombinasi teori tersebut di atas sebagai penyebab

edema dari jaringan saraf, sehingga menimbulkan iskemia pada jaringan saraf

yang berakibat terganggunya fungsi saraf tersebut.4,5,15

d. Paparan udara dingin

Selain teori di atas, banyak kepustakaan yang menyebutkan bahwa Bell’s palsy

diakibatkan adanya edema saraf fasialis disekitar foramen stilomastoideus atau

sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dapat sembuh

sendiri tanpa pengobatan. Mungkin sekali edema tersebut merupakan gejala

reaksi terhadap proses yang disebut ‘masuk angin’ (cacth cold). Hal ini

diketahui dari anamnesis pada kebanyakan penderita bahwa fasialis parese

unilateral biasanya timbul setelah duduk di mobil dengan jendela terbuka, tidur

di lantai atau setelah ‘bergadang’.2,6,15

e. Herediter

Kanalis fasialis yang sempit karena faktor keturunan, membuat kecendrungan

untuk mudah terjadi kompresi dengan sedikit saja edema saraf.3

HISTOPATOLOGI

6

Page 7: 76285659-Bell-s-Palsy

Dari penelitian histopatologi tulang temporal, dijumpai beberapa tempat

yang rawan untuk timbulnya lesi akut saraf fasialis pada Bell’s palsy yaitu:

Foramen meatus atau ujung atas dari kanali fallopi, yang merupakan daerah

paling sempit sehingga apabila terjadi sedikit edema, saraf fasialis bisa

langsung terjepit dalam kanalis.1,3

Segmen labirin dimana kanalis fallopinya beranastomosis dengan sistem

arteri karotis melalui mikrovaskuler yang memperdarahi saraf fasialis.

Akibatnya saraf di daerah tersebut rawan untuk cedara diakibatkan iskemia

pada arteri karotis, menyebabkan iskemia mikrovaskular ke saraf fasialis

sehingga dapat menimbulkan gangguan.1

Jaringan fibrosa sekitar saraf pada tempat keluarnya dari foramen

stilomastoideus dapat merupakan titik konstriksi pada Bell’s palsy. Edema

saraf dan jaringan fibrosa akan mengganggu aliran vena dan drainase limfe,

yang akan memperberat edema itu sendiri.6

GEJALA DAN TANDA

Timbul keluhan kelumpuhan otot-otot wajah secara tiba-tiba, biasanya kurang

dari 48 jam.

Unilateral/pada satu sisi wajah.

Tidak dijumpai kelainan neurologi atau kelainan otak sebelumnya, tidak ada

riwayat infeksi telinga tengah.

Gejala yang sering timbul: otalgia, hiperakusis, disgeusia, nyeri pada wajah

dan daerah retroaurikular, fenomena Bell.

Saat penderita tenang, secara inspeksi pada sisi wajah yang terkena tampak

kerutan dahi menghilang, alis lebih rendah, celah mata lebih besar, lipatan

nasolabial menghilang dan bentuk lubang hidung yang tidak simetris.

Saat menggerakkan otot-otot wajah, penderita tidak dapat mengangkat alis.

Pada saat menggembungkan pipi, bersiul akan tampak deviasi ke arah yang

sehat.

Biasanya didahului adanya riwayat infeksi saluran nafas atas. 3,4,6,8,14

7

Page 8: 76285659-Bell-s-Palsy

Gambar 4. Paralisis N.VII.18

DIAGNOSIS

Diagnosis Bell’s palsy ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda klinis,

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang.2,3,4,5,14

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan dilakukan selain untuk mengetahui diagnosis juga untuk

mengetahui prognosis kesembuhan dan untuk menyingkirkan kemungkinan

penyebab kelumpuhan wajah disebabkan oleh penyakit yang lain.2

Anamnesis

Ditanyakan riwayat timbulnya kelumpuhan wajah tersebut, yang biasanya

timbul secara tiba-tiba. Banyak kasus mula-mula diketahui pada pagi hari setelah

bangun tidur, pada satu sisi.2

Tidak memiliki riwayat infeksi telinga, tidak ada riwayat trauma, gangguan

saraf pusat dan keganasan di daerah kepala dan leher. Perlu ditanyakan juga

apakah penderita menderita DM atau tidak, dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan

laboratorium. Riwayat keluarga yang pernah mengalami keluhan lumpuh sebelah

wajah sebelumnya juga perlu ditanyakan.4

Sebelum terjadi kelumpuhan apakah penderita ada riwayat melakukan

perjalanan jauh dengan kaca terbuka atau terpapar udara dingin.4

Pemeriksaan Klinis

A. Pemeriksaan otologi

Pemeriksaan otologi biasanya normal. Hal ini penting dilakukan untuk

menyingkirkan penyebab fasialis parese karena penyakit lain seperti otitis

media supuratif kronis atau sindroma Ramsay Hunt. 2,8,12,14

8

Page 9: 76285659-Bell-s-Palsy

B. Pemeriksaan Fungsi Nervus Fasialis 1,3,4,5

Tes Topografi

1. Uji Lakrimasi (Uji Schirmer)

Dengan pemeriksaan ini fungsi lakrimalis dapat dinilai. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan memakai lipatan kertas filter yang diletakkan

nmenggantung pada kedua palpebra inferior lalu dibandingkan

kecepatan sekresi airmata setelah diberi rangsangan ammonia hirup.

Setelah 3 menit panjang dari strip yang menjadi basah dibandingkan

dengan sisi satunya.

2. Pemeriksaan fungsi m. stapedius

Tujuan pemeriksaan ini adalah melihat impendance telinga tengah

terhadap rangsang suara.

3. Uji Pengecapan

Pemeriksaan ini merupakan suatu indikator yang dapat diandalkan

dalam mendeteksi terputusnya fungsi saraf korda timpani. Garam dan

gula adalah uji pengecapan yang sering dipakai dan sangat mudah.

Hilangnya pengecapan akibat cedera, terbatas pada 2/3 anterior lidah.

4. Pemeriksaan fungsi motorik wajah.

Pada pemeriksaan ini dilakukan inspeksi pada wajah penderita saat:

mengerutkan dahi, mengangkat alis, menutup mata, meringis,

menggembungkan pipi, dan bersiul.

Gambar 5: Contoh khas pasien dengan 6 gradasi fasialis

parese menurut klasifikasi House dan Brackmann.13

9

Page 10: 76285659-Bell-s-Palsy

Grade I

Grade II

Grade III

Grade IV

Grade V

Grade VI

Normal

Fungsi fasialis normal, simetri pada semua area.

Disfungsi ringan

Kelemahan ringan yang hanya dapat terlihat pemeriksaan

yang teliti.

Dapat menutup mata sempurna dengan sedikit usaha

Asimetris ringan ketika tersenyum dengan usaha maksimal

Disfungsi sedang

Jelas terlihat kelemahan, tetapi tidak terlihat mencolok

Bisa tidak mampu mengangkat alis mata.

Dengan usaha keras dapat menutup mata sempurna tetapi

gerakan mulut asimetris.

Disfungsi sedang - berat

Jelas terlihat kelemahan

Tidak dapat mengangkat alis mata

Tidak dapat menutup mata dengan sempurna meskipun

dengan usaha yang maksimal

Disfungsi berat

Hanya sedikit gerakan yang terlihat

Asimetris saat istirahat

Paralisis total

Tidak ada gerakan

Tabel 1. Sistem klasifikasi derajat fasialis parese Disusun oleh House

dan Brackmann.5

Tes Elektrodiagnosis

1. Nerve Excitability Test (NET)

Tes ini mendeteksi besarnya potensial listrik yang menyebabkan saraf-

saraf wajah berkontraksi. Elektroda dari alat stimulator diletakkan

diantara mastoid dan mandibula. Pemeriksaan dilakukan dengan

membandingkan sisi yang normal dengan sisi yang mengalami

10

Page 11: 76285659-Bell-s-Palsy

paralisis. Jika terdapat perbedaan pada kedua sisi sebesar 3,5 mA

menunjukkan terjadi kerusakan saraf yang berat.

2. Maximal stimulation test (MST)

Tes ini sama dengan NET, tetapi sebagai pengganti alat pengukur

threshold stimulation biasanya dilihat tingkat pergerakan wajah yang

maksimal yang dibandingkan dengan sisi yang normal. Responnya

digambarkan sebagai “sama”, “menurun”, atau “absen” dengan

stimulasi maksimal yang menunjukkan degenerasi dan perbaikan yang

tidak sempurna.

3. Electroneuronography (ENOG)

Tes ini merupakan salah satu jenis evoked electromyography. Nervus

fasialis dirangsang pada area foramen stylomastoid dan potensial aksi

otot oleh elektroda. Stimulasi maksimal digunakan untuk mendapatkan

potensial aksi yang maksimal. Respon pada sisi yang mengalami

paralisis dibandingkan dengan respon yang muncul pada sisi yang

normal.

4. Electromyography (EMG)

Tes ini mengukur aktivitas motorik otot wajah dengan cara melakukan

insersi Jarum elektroda yang diletakkan pada oculi orbicular dan

musculus oris orbicularis dan direkam aktivitasnya selama fase istirahat

dan saat otot berkontraksi. EMG akan membantu mengevaluasi

prognosis penyembuhan fungsional.

C. Pemeriksaan kelenjar parotis dan leher

Dilakukan dengan inspeksi dan palpasi didaerah leher dan kelenjar parotis,

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penekanan massa seperti tumor

parotis yang menyebabkan terjadinya fasialis parese.14

D. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium

Biasanya normal. Tetapi perlu dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan penyebab lain kelumpuhan wajah.14

2. Radiologi

11

Page 12: 76285659-Bell-s-Palsy

Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan bahwa kelumpuhan wajah

ini bukan disebabkan oleh tumor ataupun trauma dapat dilakukan

pemeriksaan CT-Scan ataupun MRI. Computerized tomography (CT)

adalah pemeriksaan radiologi yang sangat ideal untuk melihat perubahan

yang terjadi di dalam tulang temporal. Magnetic resonance imaging

(MRI) mampu melihat lesi pada bagian proksimal dan distal nervus

fasialis dan mampu menunjukan abnormalitas.1,5,14

DIAGNOSIS BANDING

Sindroma Ramsay Hunt

Gangguan fasialis parese akut yang disebabkan reaktivasi dari virus varicella

zoster yang menyebar ke saraf fasialis. Lesi vaskular sering terlihat di liang

telinga atau telinga luar.4,14

Sindroma Melkerson

Keadaan patologiknya hampir mirip dengan Bell’s palsy, tetapi

memperlihatkan gangguan parasimpatis yang lebih luas melalui distribusi

saraf fasialis. Dijumpai juga tanda-tanda edema daerah bibir dan lidah juga

pecah-pecah.4,14

Tumor

Sangkaan tumor di daerah telinga, leher dan parotis perlu dipikirkan pada

kelumpuhan wajah yang semakin parah tiap minggunya, dan tidak ada tanda-

tanda perbaikan lebih dari 4 – 6 minggu.4,14

PENATALAKSANAAN

Prioritas utama pada penatalaksanaan Bell’s palsy adalah untuk

menghilangkan penyebab kerusakan saraf secepatnya. Beberapa kasus, penyakit

ini dapat sembuh dengan sendirinya. Penatalaksanaan Bell’s palsy meliputi

medikamentosa, terapi fisik dan tindakan bedah.1,3,4,15

Medikamentosa

Kortikosteroid

Pemberian kortikosteroid pada penatalaksanaan penyakit ini sudah banyak

digunakan. Lambert menyarankan pemberian dosis tinggi prednison dengan

12

Page 13: 76285659-Bell-s-Palsy

dosis awal 1 mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi diberikan sampai 7 hari dan

diturunkan pada hari berikutnya sampai dosis nol. Tetapi bila terdapat

paralisis komplit maka kortikosteroid diberikan selama 10 hari lagi dan

diturunkan pada 5 hari berikutnya.1,3,4,14

Anti virus

May et al menyarankan pemberian obat anti virus ( acyclovir ) pada usia

dewasa adalah 4000 mg / hari selama 7-10 hari, sedangkan pada anak dengan

usia lebih dari 2 tahun adalah 1000 mng/hari selama 10 hari.4,14

Neurotonik

Pemberian obat-obat neurotonik digunakan untuk membantu proses

perbaikan saraf-saraf yang rusak. Tujuannya untuk meningkatkan sintesis

asam nukleat dan protein di dalam sel saraf yang dapat digunakan untuk

mielinisasi dan stimulus regenerasi saraf.2,4

Terapi fisik

Yaitu dengan cara merangsang denervasi otot dengan cara stimulasi

memakai metode pijat pada wajah, melatih pergerakan otot wajah dan jika perlu

stimulasi elektrik. Sekarang ini terapi akupuntur juga dicobakan pada penderita

Bell’s palsy. Tindakan tersebut diharapkan dapat melancarkan sirkulasi darah dan

meningkatkan tonus otot.1,4 ,6,15

Melatih pergerakan wajah dilakukan di depan cermin, dan dilakukan sendiri

di rumah, dengan cara: menutup mata sekuat tenaga, tersenyum, bersiul dan

meniup, menarik sudut mulut ke samping dan menggerakkan semua otot wajah.4

Kelopak mata yang lumpuh perlu diperhatikan pada Bell’s palsy kebanyakan

pasien akan mengalami kekeringan pada mata, sehingga kornea perlu dilindungi

memakai obat tetes atau salap mata. Kaca mata perlu dipakai untuk

menghindarkan paparan angin atau debu.1,2

Tindakan pembedahan

Pembedahan fasialis dianjurkan pada kasus Bell’s palsy dengan paralisis total

yang memiliki tanda-tanda degenerasi saraf yang luas atau menderita kelumpuhan

yang berulang.1,4,8

13

Page 14: 76285659-Bell-s-Palsy

Tujuan dari pembedahan pada nervus fasialis adalah untuk menentukan

kontinuitas axon nervus fasial yang telah mengalami trauma atau infeksi.

Pembedahan juga dilakukan ketika nervus terpotong, adanya infiltrasi tumor dan

adanya tumor pada saraf. 5,19

Beberapa pendekatan bedah untuk eksplorasi nervus fasial berupa:11

1. Pendekatan transmastoid

2. Pendekatan translabirin

3. Pendekatan fossa media

Pendekatan transmastoid 5,11

Pendekatan transmastoid dapat mengeksplorasi nervus fasialis mulai dari segmen

horizontal sampai segmen vertikal.

Cara:

Korteks mastoid harus dibersihkan terlebih dulu dengan melakukan simple

mastoidektomi. Kemudian labirin vestibuler ditipiskan bersama sinus sigmoid

dan garis nervus fasialis dari foramen stilomastoid dengan menyusuri

eminensia digastrik. Resesus suprapiramidal terletak antara korda timpani

bagian anterior dengan nervus fasialis bagian posterior dan ketika dibuka

tampak inkus dan stapes.

Kemudian dilakukan pemisahan inkus dengan stapes dengan ligamen

posteriornya dibiarkan terbuka dan tetap dipertahankan. Inkus dipisahkan dari

malleus tetapi prosesus brevis tetap melekat pada fossa inkudis.

Inkus kemudian dirotasikan ke arah telinga tengah untuk mempermudah

melakukan diseksi mulai dari bagian proksimal segmen timpani, sampai ke

bagian distal segmen labirin.

Tulang harus di bur dengan menggunakan bur diamond dengan diameter 1

mm. Di bur dengan arah dari ganglion genikulatum ke arah ujung dari ampula

kanalis semisirkularis horizontal.

Setelah seluruh bagian nervus fasialis dibebaskan dari tulang maka selubung

saraf akan terbuka. Selubung saraf diiris dengan menggunakan pisau kecil.

Setelah dekompresi selesai, inkus dikembalikan ke posisi semula dan luka di

tutup.

14

Page 15: 76285659-Bell-s-Palsy

Gambar 6: Pendekatan Transmastoid.5

Pendekatan Translabirin 5,11

Teknik operasi dengan pendekatan translabirin untuk penanganan dekompresi

nervus fasialis sama dengan teknik reseksi translabirin pada neuroma akustik

kecuali diseksinya diperluas sampai ganglion genikulatum.

Cara:

Dilakukan simple mastoidektomi terlebih dulu. Segmen vertikal nervus fasialis

di skeletonisasi dengan hati-hati sampai ke foramen stilomastoid.

Tulang-tulang diruntuhkan dari dura fossa posterior dan internal auditori kanal

posterior dan segmen labirin nervus fasialis.

Seluruh internal auditory canal dibuka. Dasar vestibulum menjadi landmark

nervus vestibular bagian distal untuk memisahkannya dengan nervus fasialis.

Segmen labirin dari nervus fasialis dibuka untuk memudahkan diseksi

tumor/decompresi pada nervus fasialis di dalam internal auditori kanal.

15

Page 16: 76285659-Bell-s-Palsy

Pada dura fossa posterior di insisi di bagian anterior kearah lateral sinus

venosus, lalu sinus dan dura fossa posterior diretraksi.

Gambar 7: Dekompresi Nervus Fasialis dengan pendekatan Translabirin.11

Pendekatan fossa media .11

Pendekatan fossa media sangat baik digunakan untuk penatalaksanaan

trauma pada segmen labirin.

Cara:

Dilakukan insisi 1 cm di depan tragus sampai subkutan lalu insisi di teruskan

kearah superior kira-kira 6 cm. Otot temporalis dipotong dan disishkan, lalu

dilakukan kraniotomi dengan menggunakan bur.

Selanjutnya dura dielevasi. Daerah operasi dibuka sampai foramen spinosum di

bagian anterior dan eminensia arkuata di bagian posterior.

Lalu nervus petrosal superfisial mayor diidentifikasi ke arah ganglion

genikulatum. Kemudian nervus ditelusuri sampai ke internal auditori kanal.

Pendekatan ini dilakukan untuk mencapai nervus di segmen labirin tanpa harus

mengorbankan pendengaran.

16

Page 17: 76285659-Bell-s-Palsy

Gambar 8. Dekompresi Nervus Fasialis dengan pendekatan Fossa Media.11

Graf Interposisi pada nervus fasialis

Graf interposisi dilakukan untuk mempersarafi kembali nervus fasialis yang

telah terputus. Bahan graf yang dipilih tergantung besarnya defek nervus fasialis.

Untuk defek sebesar 6-8 cm digunakan nervus aurikularis mayor. Pleksus

cervikalis digunakan untuk defek sampai 12 cm. Bila lebih dari 12 cm dapat

digunakan nervus sural yang diambil dari medial dan posterior maleolus

lateralis.4,19

Ujung nervus yang mengalami kerusakan dipotong. Graf yang diambil harus

dipotong sedikit lebih panjang untuk menghindari tension. Graf kemudian

diletakkan dalam kanalis falopii secara tepat dengan posisi end to end diantara

kedua ujung saraf. Penyambungan saraf menggunakan benang nilon 9-0 atau 10-0

monofilamen. Penyambungan ini juga bisa distabilisasi dengan fibrin glue.

Kemudian defek ditutup dengan fasia. Regenerasi graf akan lengkap setelah 6-12

bulan.5,6

Saat ini tindakan operatif dengan pendekatan dekompresi fasialis pada Bell’s

palsy mulai ditinggalkan. Penatalaksanaan berupa medikamentosa dan terapi fisik

yang tepat lebih memberikan hasil yang lebih baik.1,4,7

PROGNOSIS

Prognosis pada pasien Bell’s palsy umumnya baik. Perbaikan biasanya

dimulai pada hari kesepuluh dengan penyembuhan yang sempurna rata-rata satu

setengah bulan. Sekitar 85% penderita Bell’s palsy akan sembuh sempurna.4,6,14

17

Page 18: 76285659-Bell-s-Palsy

KESIMPULAN

Bell’s palsy adalah kelumpuhan atau paralisis otot wajah akut unilateral,

yang disebabkan oleh disfungsi saraf fasialis (nervus VII) perifer tanpa

diketahui penyebabnya secara pasti (idiopatik). Etiologi dan

patogenesisnya belum jelas, diduga peran virus yang menyebabkan

inflamasi pada saraf.

Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat termasuk pemeriksaan

otoneurologik diperlukan untuk menyingkirkan gangguan-gangguan, yang

awalnya diduga Bell’s palsy.

Penatalaksanaan berupa medikamentosa dan terapi fisik yang tepat

dipercaya oleh beberapa ahli lebih memberikan hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan operasi. Tindakan operasi disarankan pada kasus

paralisis total dan berulang.

Prognosis pada pasien Bell’s palsy umumnya baik dan sekitar 85%

penderita Bell’s palsy akan sembuh sempurna.

18

Page 19: 76285659-Bell-s-Palsy

DAFTAR PUSTAKA

1. Vrabec JT, Coker NJ. Acute Paralysis of the Facial Nerve. In: Bailey BJ,

Johnson JT (ed). Head & Neck Surgery-Otolaryngology. Vol 2. 4 th.

Lippincott Williams & Williams. Philadelphia. 2006. 2147-8.

2. Maisel RH, Levine SC. Gangguan saraf Fasialis. Dalam : Adams GL, Boies

LR, Higler PA (ed). BOIES Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Penerbit

EGC. Jakarta. 1997. 139-52.

3. Dhingra PL. Facial Nerve and its Disorders. In: Disease of Ear Nose and

Throat. 4th ed. Elsevier. New Delhi. 2007. 90-5.

4. Schaitkin BM, May M, Podvinec et al. Idiopatic (Bell’s) palsy, Herpes

Zoster Cephalicus, and other Facial Nerve Disorder of Viral Origin. In: May

M, Schaitkin BM (ed). The Facial Nerve. 2nd ed. Thieme. New York. 2000.

319-35.

5. Schaitkin BM, May M. Disorder of the Facial Nerve. In: Kerr AG (ed).

Scott-Brown’s Otolaryngology. Vol 3. 6th ed. Butterworth-Heinemann.

Oxoford. 1997. 3/24/1-25.

6. Ballenger JJ. Paralisis Nervus Fasialis. Dalam: Penyakit Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Jilid 2. Edisi 13. Binarupa Aksara. Jakarta.

1997. 554-65.

7. Tiemstra JD, Khathate N. Bells’ palsy: diagnosis and management.

American Family Physician. 76. 2007. 997-1002.

8. Lee KJ. Facial nerve paralysis. In: Essential Otolaryngology Head and

Neck Surgery. 8th ed. Mc Graw-Hill Medical Publishing. New York. 2003.

169-89.

9. Ramalingam KK, Sreeraamamoorthy B. Facial nerve paralysis. In: A Short

Practise of Otolaryngology. Revised Reprint Madras. 1990. 125-7.

10. Maqbool M. Otologic Aspect of facial paralysis. In: Textbook of Ear Nose

and Throat Diseases. Jaypee Brothers Medical Publishers. New Delhi. 1993.

148-52.

19

Page 20: 76285659-Bell-s-Palsy

11. Soefferman RA. Facial nerve injury and decompression. In: Nadol JB,

Mckenna MJ (ed). Surgery of the Ear and Temporal Bone. 2nd ed. Lippincott

Williams & Wikins. Philadephia. 2005. 435-49.

12. May M. Anatomy for the clinician. In: May M, Schaitkin BM (ed). The

Facial Nerve. 2nd ed. Theime. New York. 2000.1-53.

13. Helmi. Anatomi bedah region temporal. Dalam: Otitis Media Sopuratif

Kronis. FKUI. Jakarta. 2005. 24-7.

14. Lo B. Bell’s palsy. 2010. Available in:

http://www.emedicine.medscape.com/article/791311-overview

15. Lustig LR, Niparko JK. Disorder of the facial nerve. In: Lalwani AK (ed).

Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology-Head Neck Surgery. Mc

Graw Hill. New York. 2008. 903-29.

16. Kumar A, Aplebaum EL. Evaluation of the facial nerve. In: Nadol JB,

Mckenna MJ (ed). Surgery of the Ear and Temporal Bone. 2nd ed. Lippincott

Williams &Wikins. Philadelphia. 2005. 71-1.

17. Awas Lumpuh Wajah Mengintai Pengendara Motor. 2010. Available in:

http://www.eocommunity.com/showthread.php?tid=2181

18. Hotono S. Virus Bell’s Palsy Kaku Wajah. 2010. Available in:

http://www.shintiahotono.com/virus-bells-palsy-kaku-wajah.html#more-175

19. Hildmann Henning, Sudhoff H.Facial Nerve Surgery. In Middle ear

Surgery.German. Springer.2006.p 103-111.

20