7-Demam

16
DEMAM DAN HIPERTERMI I. Pendahuluan 1.1. Demam Temperatur tubuh normal dipertahankan pada suhu ≤ 37 o C/ 98,9 o F pada pagi hari dan ≤ 37,7 o C/ 99,9 o F pada sore hari karena pengaturan dari pusat pengatur suhu di hypothalamus yang mengatur keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas metabolik di otot dan hati dengan kehilangan panas dari kulit dan paru-paru. Demam didefinisikan sebagai peningkatan dari suhu tubuh normal yang berhubungan dengan peningkatan dalam hyphothalamic set point. Kasus infeksi adalah yang paling sering. (1) Pada penelitian pada orang sehat usia 18-40 tahun, rata-rata suhu tubuh pada pengukuran oral adalah 36,8 ± 0,4 o C ( 98,2 ± 0,7 o F ), dengan suhu terendah pada jam 6 pagi dan suhu tertinggi pada jam 4 – 6 sore. Suhu tubuh tertinggi pada pengukuran oral adalah 37,2 o C (98,9 o F) pada jam 6 pagi dan 37,7 o C (99,9 o F) pada jam 4 sore. Pada penelitian tersebut, suhu tubuh pada pagi hari > 37,2 o C (>98,9 o F ) atau suhu tubuh pada sore hari >37,7 o C (>99,9 o F) didefinisilkan sebagai demam. Variasi suhu tubuh normal berkisar 0,5 o C (0,9 o F). (2) Pergeseran set poin dari “normotermik” ke derajat febris ini sangat menyerupai pengaturan termostat rumah ke derajat yang lebih tinggi untuk meningkatkan temperatur ruangan. Apabila set poin hipotalamus meningkat, neuron-neuron dalam pusat vasomotor akan teraktivasi dan dimulailah vasokonstriksi. Proses koservasi panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil dan peningkatan aktivitas metabolisme) akan berlanjut sampai temperatur darah di mana neuron-neuron hipotalamus terendam sesuai dengan pengaturan termostat yang baru. Jika poin tersebut tercapai, hipotalamus akan mempertahankan temperatur pada derajat febris

description

-

Transcript of 7-Demam

Page 1: 7-Demam

DEMAM DAN HIPERTERMI

I. Pendahuluan

1.1. Demam

Temperatur tubuh normal dipertahankan pada suhu ≤ 37oC/ 98,9oF pada pagi hari dan ≤

37,7oC/ 99,9oF pada sore hari karena pengaturan dari pusat pengatur suhu di hypothalamus yang

mengatur keseimbangan antara produksi panas dari aktifitas metabolik di otot dan hati dengan

kehilangan panas dari kulit dan paru-paru. Demam didefinisikan sebagai peningkatan dari suhu

tubuh normal yang berhubungan dengan peningkatan dalam hyphothalamic set point. Kasus

infeksi adalah yang paling sering. (1)

Pada penelitian pada orang sehat usia 18-40 tahun, rata-rata suhu tubuh pada pengukuran

oral adalah 36,8 ± 0,4 oC ( 98,2 ± 0,7 oF ), dengan suhu terendah pada jam 6 pagi dan suhu

tertinggi pada jam 4 – 6 sore. Suhu tubuh tertinggi pada pengukuran oral adalah 37,2 oC (98,9oF)

pada jam 6 pagi dan 37,7 oC (99,9 oF) pada jam 4 sore. Pada penelitian tersebut, suhu tubuh pada

pagi hari > 37,2 oC (>98,9 oF ) atau suhu tubuh pada sore hari >37,7 oC (>99,9 oF) didefinisilkan

sebagai demam. Variasi suhu tubuh normal berkisar 0,5 oC (0,9 oF).(2)

Pergeseran set poin dari “normotermik” ke derajat febris ini sangat menyerupai pengaturan

termostat rumah ke derajat yang lebih tinggi untuk meningkatkan temperatur ruangan. Apabila set

poin hipotalamus meningkat, neuron-neuron dalam pusat vasomotor akan teraktivasi dan

dimulailah vasokonstriksi. Proses koservasi panas (vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil

dan peningkatan aktivitas metabolisme) akan berlanjut sampai temperatur darah di mana neuron-

neuron hipotalamus terendam sesuai dengan pengaturan termostat yang baru. Jika poin tersebut

tercapai, hipotalamus akan mempertahankan temperatur pada derajat febris dengan mekanisme

keseimbangan panas yang sama dengan keadaan afebris. Apabila set poin hipotalamus kembali

turun (akibat menurunnya konsentrasi pirogen atau penggunaan antipiretik), proses kehilangan

panas melalui vasodilatasi dan berkeringat akan dimulai. Pada keadaan ini perilaku berubah

termasuk melepaskan pakaian yang tadinya berlapis-lapis atau tidak memakai selimut. Kehilangan

panas dengan berkeringan dan vasodilatasi berlanjut sampai temperatur darah pada hipotalamus

sesuai dengan pengaturan yang lebih rendah.

Demam > 41,5oC disebut hiperpireksia. Demam yang luar biasa tinggi ini dapat terjadi pada

pasien dengan infeksi berat tapi paling umum timbul pada pasien dengan perdarahan sistem saraf

pusat. Pada era preantibiotik, demam akibat berbagai penyakit infeksi jarang melebihi 41oC dan

telah terjadi spekulasi bahwa panas tinggi yang natural ini diperantarai oleh neuropeptida yang

berfungsi sebagai antipiretik pusat.

Page 2: 7-Demam

Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, set poin hipotalamus meningkat sebagai akibat

dari trauma lokal, perdarahan, tumor, atau malfungsi intrinsik hipotalamus. Istilah hypothalamic

fever / demam hipotalamus kadang digunakan untuk menggambarkan peningkatan temperatur

akibat fungsi hipotalamus yang abnormal. Bagaimanapun, hampir semua pasien dengan

kerusakan hipotalamus memiliki suhu tubuh subnormal, bukan supranormal. Pasien ini tidak dapat

memberikan respon yang tepat terhadap perubahan temperatur lingkungan yang ringan. Sebagai

contoh, ketika terpapar oleh suhu dingin yang ringan, temperatur inti mereka turun lebih cepat

daripada normal yang biasanya membutuhkan waktu beberapa jam. Pada sebagian kecil pasien,

di mana peningkatan temperatur inti dicurigai berhubungan dengan kerusakan hipotalamus,

diagnosis tergantung pada demonstrasi fungsi abnormal yang lain dari hipotalamus, seperti

produksi faktor pelepasan (releasing factors) dari hipotalamus, respon abnormal terhadap

temperatur dingin, dan tidak adanya temperatur sirkadian dan irama hormonal.

1.2 Hipertermia

Hipertermia ditandai dengan tidak berubahnya (normotermik) pengaturan pusat

termoregulator dalam hubungannya dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terkontrol, yang

melebihi kemampuan tubuh untuk mengatasi kehilangan panas. Paparan panas eksogen dan

produksi panas endogen merupakan dua mekanisme yang dapat menyebabkan hipertermia pada

temperatur internal yang tinggi dengan tingkat yang membahayakan. Produksi panas yang

berlebihan dapat menyebabkan hipertermia dengan mudah, dibandingkan dengan kontrol

temperatur tubuh secara fisiologis dan perilaku. Misalnya, pakaian terlalu tertutup dapat

menyebabkan peningkatan temperatur inti, dan olah raga di lingkungan panas mengakibatkan

produksi panas terjadi lebih cepat daripada pelepasan panas oleh mekanisme perifer.

Walaupun sebagian besar pasien dengan temperatur tubuh yang meningkat mengalami

demam, hanya sedikit keadaan di mana terdapat peningkatan temperatur bukan berupa demam,

melainkan hipertermia. Heat stroke disebabkan oleh kegagalan termoregulator dalam

hubungannya dengan lingkungan yang hangat, dapat dikategorikan sebagai eksersional dan

noneksersional. Exertional heat stroke khas timbul pada individu usia muda yang berolah raga di

lingkungan dengan temperatur dan/atau kelembaban yang lebih tinggi dari normal. Bahkan pada

individu normal, dehidrasi atau pengunaan obat yang umum (misalnya antihistamin dengan efek

samping antikolinergik yang dijual bebas) dapat memicu terjadinya exertional heat stroke.

Nonexertional atau exertional heat stroke secara khas timbul pada orang tua, terutama selama

terjadinya gelombang panas. Sebagai contoh, di Chicago pada bulan Juli 1995, 465 kematian

yang terjadi berhubungan dengan panas. Para lanjut usia, orang yang karena suatu hal harus

terus berbaring di tempat tidur, pengguna obat-obat antikolinergik atau antiparkinson atau diuretik,

Page 3: 7-Demam

dan orang yang berada di lingkungan dengan ventilasi buruk atau tanpa air conditioner, adalah

orang-orang yang paling rentan terkena nonexertional heat stroke.

Tabel 1. Penyebab Sindroma Hipertermia

Heat Stroke

Eksersional : berolah raga di lingkungan panas dan/atau kelembabannya melebihi normal

Non eksersional : antikolinergik, termasuk antihistamin; antiparkinson; diuretik, fenotiazin

Hipertermia yang diinduksi obat-obatan

Amfetamin, inhibitor monoamin oksidase; kokain; phensiklidin; antidepresan trisiklik; LSD

Sindroma neuroleptik maligna

Fenotiazin : butirofenon, termasuk haloperidol dan bromperidol; fluoksetin, loksapin;

dibenzodiazepin trisiklik; metoklopramid; domperidon; tiotiksen; molindon

Hipertermia maligna

Anestesi inhalasi; suksinil kolin

Endokrinopati

Tirotoksikosis

Feokromasitoma

Hipertermia akibat induksi obat sekarang telah umum terjadi sebagai akibat dari

meningkatnya penggunaan obat-obat psikotropika dan narkotika. Keadaan ini dapat disebabkan

oleh inhibitor monoamin oksidase, antidepresan trisiklik, dan amfetamin, serta penggunaan

narkotika seperti pheniclidin, LSD (lysergic acid diethylamide), atau kokain.

Hipertermia maligna terjadi pada individu dengan retikulum sarkoplasmik otot skeletal

abnormal yang diturunkan. Hal tersebut menyebabkan peningkatan cepat kadar kalsium intrasel

sebagai respon terhadap halotan dan anestesi inhalasi lainnya atau terhadap suksinilkolin.

Peningkatan termperatur, peningkatan metabolisme otot, rigiditas, rabdomiolisis, asidosis, dan

instabilitas kardiovaskuler berkembang dengan cepat. Kondisi ini seringkali fatal. Sindroma

neuroleptik maligna dapat timbul akibat fenotiazin dan obat-obat lain seperti haloperidol, dan

secara khas ditandai dengan rigiditas otot, disregulasi otonom, dan hipertermia. Gangguan ini

disebabkan oleh inhibisi reseptor dopamin pusat di hipotalamus, yang mengakibatkan peningkatan

produksi panas dan penurunan pembuangan panas. Tirotoksikosis dan feokromasitoma dapat

juga menyebabkan peningkatan termogenesis.

Membedakan demam dengan hipertermia merupakan hal yang sangat penting, mengingat

hipertermia cepat berakibat fatal dan memiliki karakteristik tidak memberi respon terhadap

antipiretik. Walaupun begitu, tidak ada cara cepat untuk membedakan kedua keadaan ini.

Hipertermia seringkali didiagnosis berdasarkan kejadian yang terjadi sesaat sebelum peningkatan

temperatur inti – misalnya paparan panas atau pengobatan dengan obat yang mempengaruhi

termoregulasi. Meskipun demikian, sebagai tambahan dalam riwayat penyakit pasien, aspek fisik

Page 4: 7-Demam

dari beberapa bentuk hipertermia dapat mengingatkan klinisi untuk waspada. Misalnya, pada

pasien dengan heat stroke syndromes dan pengguna obat-obatan yang menghambat pengeluaran

keringat, kulit teraba panas namun tidak kering.Terlebih lagi, antipiretik tidak dapat menurunkan

peningkatan temperatur pada hipertermia, di mana pada demam – dan bahkan pada hiperpireksia

– aspirin atau asetaminofen dengan dosis yang adekuat biasanya dapat menurunkan suhu tubuh.

II. PATOFISIOLOGI

2.1 Pirogen

Istilah pirogen digunakan untuk menggambarkan setiap substansi yang menyebabkan

demam. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh pasien; paling sering berupa produk mikroba,

toksin mikroba, atau seluruh bagian dari mikroorganisme. Contoh klasik dari pirogen eksogen

adalah endotoksin lipopolisakarida yang diproduksi oleh semua bakteri gram negatif. Endotoksin

bersifat poten tidak hanya sebagai pirogen, tapi juga sebagai penginduksi atas berbagai

perubahan patologis pada infeksi gram negatif. Grup lain dari pirogen bakteri yang poten adalah

produk organisme gram positif dan termasuk enterotoksin dari Staphylococcus aureus dan toksin

Streptokokkus grup A dan B, yang disebut juga superantigen. Salah satu toksin stafilokokkus yang

penting secara klinis adalah toksin sindroma syok toksik. Toksin ini berkaitan dengan S. aureus

yang diisolasi dari pasien dengan sindroma syok toksik. Seperti endotoksin dari bakteri gram

negatif, toksin yang diproduksi stafilokokkus dan streptokokkus menyebabkan demam pada hewan

percobaan setelah disuntik intravena dengan kadar toksin < 1 g/kg berat badan. Endotoksin

merupakan molekul pirogen tinggi pada manusia; dosis 2 sampai 3 ng/kg sudah menyebabkan

demam dan gejala malaise yang terjadi pada hampir semua sukarelawan percobaan.

2.2 Sitokin pirogen

Sitokin adalah protein berukuran kecil (massa molekul 10.000 sampai 20.000 Da) yang

mengatur kekebalan, inflamasi, dan proses hematopoietik. Sebagai contoh, stimulasi proliferasi

limfosit selama respon imun terhadap vaksinasi disebabkan oleh sitokin interleukin (IL) 2, IL-4, dan

IL-6. Sitokin lain, granulocyte colony-stimulating factor, menstimulasi granulositopoiesis di sumsum

tulang. Dari sudut pandang sejarah, biologi sitokin dimulai pada 1940-an dengan penelitian

laboratorium berupa induksi demam oleh produk dari leukosit yang sudah teraktivasi. Molekul

penyebab demam ini disebut pirogen endogen. Ketika pirogen endogen dimurnikan dari lekosit

yang teraktivasi, tampaknya mereka memiliki berbagai aktivitas biologis, yang sekarang dikenal

sebagai bagian dari berbagai sitokin.

Sitokin piruogen yang telah dikenal antara lain IL-1, IL-6, tumor necrosis factor (TNF),

cilliary neurotropic factor (CNTF), dan interferon (IF) . Mungkin masih terdapat sitokin lain. Setiap

sitokin dilambangkan dengan gen yang terpisah, dan setiap sitokin pirogen terlihat menyebabkan

Page 5: 7-Demam

demam dalam percobaan laboratorium pada hewan dan manusia. Apabila disuntikkan pada

manusia, IL-1, IL-6, dan TNF dapat memproduksi panas pada dosis rendah (10-100 ng/kg).

Sintesis dan pelepasan sitokin pirogen endogen diinduksi oleh pirogen eksogen

berspektrum luas, dengan sebagian besar dikenal bersumber dari bakteri atau jamur. Virus juga

menginduksi sitokin pirogen dengan menginfeksi sel-sel. Walaupun begitu, tidak adanya infeksi

mikroba, inflamasi, trauma, nekrosis jaringan, atau kompleks antigen-antibodi, dapat menginduksi

produksi IL-1, TNF, dan/atau IL-6 yang akan – secara tunggal atau kombinasi – memicu

hipotalamus untuk meningkatkan set poin ke derajat febris. Sumber seluler dari sitokin pirogen

terutama berasal dari monosit, neutrofil, dan limfosit, walaupun masih banyak tipe sel yang dapat

menghasilkan molekul-molekul ini jika terstimulasi.

2.3 Elevasi set poin hipotalamus oleh sitokin

Selama demam, kadar prostaglandin E2 (PGE2) meningkat dalam jaringan hipotalamus dan

ventrikel serebri ketiga. Konsentrasi PGE2 tertinggi di dekat organ vaskuler sirkumventrikuler

(organum vasculosum dari lamina terminalis), merupakan jaringan kerja dari kapiler yang

membesar yang mengelilingi pusat regulator hipotalamus. Kerusakan pada organ-organ ini

mengurangi kemampuan pirogen untuk menyebabkan demam. Kebanyakan penelitian pada

hewan telah gagal memperlihatkan, bagaimanapun juga, bahwa sitokin pirogen keluar melalui

sirkulasi menuju otak itu sendiri. Selain itu, tampaknya pirogen endogen maupun eksogen

berinteraksi dengan endothel kapiler-kapiler ini dan interaksi tersebut merupakan tahap awal

dalam inisiasi demam – yaitu untuk meningkatkan set poin menuju level febris.

Infeksi, toksin mikroba, mediator

inflamasi, reaksi imunToksin mikroba Demam

Konservasi panas, produksi panas

Siklik AMPSet poin pada termoregulator

meningkat

Monosit / makrofag, sel endothel, lain-lain

PGE2

Endothel Hipotalamus

Sitokin pirogenIL-1, IL-6, TNF, IFN

Page 6: 7-Demam

Diagram 1. Kronologi Peristiwa yang terjadi dalam Induksi Demam

Beberapa tipe sel menghasilkan dapat menghasilkan sitokin pirogenik, seperti monosit atau

makrofag dan sel-sel endotel. Sitokin-sitokin tersebut kemudian dilepaskan ke dalam sirkulasi

sistemik, menginduksi pembentukan PGE2 di sentral (bertanggung jawab untuk terjadinya

demam) dan perifer (bertanggung jawab untuk terjadinya mialgia dan artralgia non-spesifik yang

sering menyertai demam).

III. PENDEKATAN TERHADAP PASIEN

3.1 Anamnesis

Upaya penegakan diagnosis pada demam merupakan perpaduan antara ilmu dan seni

dalam dunia kedokteran. Tidak ada situasi klinis lain di mana anamnesis yang sangat cermat dan

teliti memiliki arti yang begitu penting. Perhatian lebih harus ditujukan pada kronologis gejala

penyakit dalam hubungannya dengan penggunaan obat (termasuk obat atau jamu yang diminum

tanpa pengawasan dokter) atau tindakan medis seperti bedah dan prosedur kedokteran gigi. Jenis

bahan dasar dari benda-benda prostetik atau implan yang digunakan pasien harus dipastikan

dengan tepat. Anamnesis riwayat pekerjaan pasien yang cermat termasuk paparan terhadap

binatang, uap/gas beracun, agen potensial infeksius, antigen; atau individu lain di rumah pasien

yang menderita demam atau penyakit infeksi. Anamnesis mengenai keadaan geografis di

lingkungan tempat tinggal penderita dan riwayat melakukan perjalanan harus termasuk lokasi

penugasan pada anggota militer. Keterangan tentang hobi yang tidak umum, kecenderungan diet

(seperti makan daging mentah atau setengah matang, ikan mentah, dan susu atau keju tanpa

proses pasteurisasi), dan hewan peliharaan harus ditanyakan, juga keterangan tentang orientasi

dan kegiatan seksual, termasuk tindakan pencegahan yang dilakukan atau diabaikan. Perhatian

harus ditujukan pada penggunaan tembakau, mariyuana, obat-obatan intravena, alkohol, gigitan

binatang, gigitan serangga atau tuma, dan riwayat transfusi, imunisasi, alergi obat, atau

hipersensitivitas. Anamnesis riwayat keluarga yang teliti harus termasuk penyakit TBC dalam

keluarga, demam atau penyakit infeksi lain, penyakit kolagen atau vaskuler, atau simtomatologi

familial yang tidak umum seperti ketulian, urtikaria, demam, dan poliserositis, nyeri tulang, atau

anemia. Suku bangsa mungkin penting. Misalnya orang kulit hitam lebih cenderung menderita

hemoglobinopati. Orang Turki, Arab, Armenia, dan Yahudi sephardis cenderung mendapat demam

mediteranian familial.

3.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang cermat dan teliti harus diulang secara reguler. Seluruh tanda-tanda

vital relevan. Suhu tubuh dapat diukur melalui oral atau rektal, tetapi tempat pengukuran harus

Page 7: 7-Demam

konsisten. Suhu aksilla sudah terkenal tidak dapat dipercaya. Perhatian khusus harus ditujukan

pada pemeriksaan fisik harian (atau kadang-kadang lebih sering), yang harus diteruskan sampai

diagnosis dapat dipastikan dan respon yang diharapkan telah dicapai. Hal lain yang harus

diperhatikan secara istimewa adalah kulit, kelenjar getah bening, mata, kuku, sistem

kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem muskuloskeletal, dan sistem saraf. Pemeriksaan rektal

harus dilakukan. Penis, prostat, skrotum, dan testis harus diperiksa secara cermat. Pemeriksaan

panggul harus menjadi bagian dari setiap pemeriksaan fisik lengkap pada wanita, untuk mencari

penyebab demam seperti penyakit radang panggul dan abses tubo-ovarium.

3.3 Pemeriksaan Laboratorium

Sedikit tanda dan gejala dalam kedokteran yang memiliki kemungkinan diagnosis

sebanyak demam. Jika anamnesis, situasi epidemiologis, atau pemeriksaan fisik mengesankan

lebih dari sekedar penyakit virus sederhana atau faringirtis streptokokkal, maka pemeriksaan

laboratorium merupakan indikasi. Waktu dan kerumitan pemeriksaan tergantung dari

perkembangan penyakit, pertimbangan diagnostik, dan status imunitas dari pasien. Jika

penemuan klinis sudah jelas atau jika anamnesis, keadaan epidemiologis, atau hasil pemeriksaan

fisik memberikan diagnosis pasti, pemeriksaan laboratorium dapat terfokus. Apabila demam tidak

spesifik, upaya penegakan diagnosis harus dilakukan lebih lanjut, dan beberapa pedoman

diindikasikan, seperti yang akan diterangkan sebagai berikut :

3.3.1 Patologi Klinik

Pemeriksaan seharusnya meliputi hitung darah lengkap, hitung jenis sebaiknya dilakukan

secara manual atau dengan alat yang sensitif terhadap identifikasi eosinofil, bentuk sel darah

muda (juvenile) atau pita, granulasi toksik, dan badan Dohle, tiga pemeriksaan terakhir cenderung

ke arah infeksi bakteri. Neutropenia mungkin terjadi pada beberapa infeksi virus, terutama infeksi

parvovirus B 19; reaksi obat; SLE; tifoid; brucellosis; dan penyakit infiltratif pada sumsum tulang,

termasuk limfoma, leukemia, tuberkulosis, dan histoplasmosis. Limfositosis dapat timbul pada

tifoid, brucellosis, tuberculosis, dan penyakit virus. Limfosit atipik terdapat pada banyak penyakit

virus, termasuk infeksi virus Eipstein-Barr, cytomegalo, atau HIV; dengue; rubella; varicella;

campak; virus hepatitis. Abnormalitas ini juga timbul pada serum sickness dan toksoplasmosis.

Monositosis merupakan gambaran dari tifoid, tuberkulosis, brucellosis, dan limfoma. Eosinofilia

dapat menyertai reaksi hipersensitivitas terhadap obat, penyakit Hodgkin, insufisiensi adrenal, dan

infeksi metazoa tertentu. Jika demam yang terjadi berat atau memanjang, apus darah harus

diperiksa secara seksama terhadap malaria atau babesial patogen (jika sesuai), juga terhadap

gambaran morfologi yang klasik, dan kadar sedimentasi eritrosit harus diukur. Urinalisis dengan

pemeriksaan sedimen urin merupakan indiasi. Sudah merupakan aksioma bahwa pada setiap

Page 8: 7-Demam

akumulasi abnormal cairan (pada pleura, peritoneum, sendi), walaupun sudah pernah diambil

sampel sebelumnya, pemeriksaan ulang harus dipertimbangkan pada demam yang belum

terdiagnosis. Cairan sendi sebaiknya diperiksa untuk mengetahui adanya bakteri dan kristal.

Biopsi sumsum tulang (bukan aspirasi sederhana) untuk pemeriksaan histopalogi (juga kultur)

merupakan indikasi jika mungkin terjadi infiltrasi patogen atau sel tumor pada sumsum tulang.

Feses harus diperiksa untuk mencari darah samar, leukosit, telur atau parasit.

3.3.2 Kimiawi

Elektrolit, glukosa, blood urea nitrogen, dan kadar kreatinin seharusnya diperiksa. Tes

fungsi hati biasanya diindikasikan jika upaya untuk menentukan penyebab demam tidak

menunjukkan adanya keterlibatan organ lain. Pemeriksaan tambahan (misalnya pemeriksaan

kadar kratinin fosfokinase atau amilase) dapat dilakukan sesuai perkembangan.

3.3.3 Mikrobiologi

Pemeriksaan apus dan kultur dari tenggorokan, uretra, anus, serviks, dan vagina

sebaiknya dilakukian jika tidak ada penemuan klinis yang terlokalisir atau jika terdapat kesan

keterlibatan pelvis atau traktus gastrointestinalis. Jika timbul kecurigaan terhadap infeksi traktus

respiratorius, evaluasi sputum (pewarnaan Gram, pewarnhaan terhadap basil tahan asam, kultur)

merupakan indikasi. Kultur darah, pemeriksaan cairan abnormal, dan urin merupakan indikasi

apabila diduga terjadi penyakit yang lebih kompleks dari infeksi virus sederhana. Cairan

serebrospinal harus diperiksa dan dilakukan kultur jika terjadi meningismus, sakit kepala hebat,

atau perubahan dalam status mental.

3.3.4 Radiologi

Foto rontgen dada biasanya menjadi bagian dari evaluasi pada setiap keadaan demam

yang signifikan.

3.4 Hasil dari Upaya Penegakan Diagnosis

Pada sebagaian kasus demam, baik pasien sembuh spontan atau dari anamnesis,

pemeriksaan fisisk dan skrining laboratorium awal akan mengarah pada suatu diagnosis. Apaila

demam berlanjut sampai 2-3 minggu, dan jika selama itu pemeriksaan fisik berulang dan

pemeriksaan laboratorium yang dilakukan tidak memberikan jawaban yang pasti, maka pasien

didiagnosis menderita fever of unknown origin (FUO).

Page 9: 7-Demam

DAFTAR PUSTAKA

Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. 2002. Important Signs and

Symptoms : Fever & Hyperthermia. Dalam Harrison’s Manual of Medicine 16th Edition. India: McGraw-

Hill International.

Dinarello, CA; Gelfand, JA. 2001. Cardinal Manifestations and Presentasion of Diseases : Alterations in

Body Temperature : Fever and Hyperthermia. Dalam Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th

Edition. Editor: Braunwald, E; Fauci, AS; Kasper, DL; Hauser, SL; Longo, DL; Jameson, JL. USA:

McGraw-Hill International.

Mattingly, D; Seward, C. 1989. Demam. Dalam Bedside Diagnosis edisi Ke-13. Editor Bahasa Indonesia :

Soeliadi Hadiwandowo, cetakan tahun 1996. Semarang : Gadjah Mada University Press.

___________________

Page 10: 7-Demam

Modul 3 :

DEMAM & HIPERTERMIA

Disusun oleh :

Mohamad Luthfi, dr.

Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam

FK Unpad / RS Hasan Sadikin

Bandung

2006