68744603 Kasus Preskes Anest

35
1 BAB I PENDAHULUAN Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan mengurangi penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun. 1 Dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat tahap-tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi. 2 Anestesia obstetric adalah subspesialisasi ilmu anestesi yang banyak dibutuhkan dan diharapkan mampu memberikan pelayanan yang optimal dan aman untuk ibu dan janin sebelum, selama, maupun setelah operasi. Teknik anestesi yang digunakan adalah teknik anestesi umum dan regional. Anestesi regional pada kasus obstetric adalah merupakan tindakan yang paling sering

description

sangaji

Transcript of 68744603 Kasus Preskes Anest

23

BAB IPENDAHULUAN

Tugas dokter yang utama adalah mempertahankan hidup dan mengurangi penderitaan pasiennya. Anestesi sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran sangat berperan dalam mewujudkan tugas profesi dokter tersebut karena dapat mengurangi nyeri dan memberikan bantuan hidup. Anestesi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang meliputi pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan nyeri menahun.1

Dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat tahap-tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi, tahap penatalaksanaan anestesi dan pemeliharaan serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi. 2Anestesia obstetric adalah subspesialisasi ilmu anestesi yang banyak dibutuhkan dan diharapkan mampu memberikan pelayanan yang optimal dan aman untuk ibu dan janin sebelum, selama, maupun setelah operasi. Teknik anestesi yang digunakan adalah teknik anestesi umum dan regional. Anestesi regional pada kasus obstetric adalah merupakan tindakan yang paling sering dilakukan, baik untuk bedah sesar maupun untuk persalinan normal. 3Angka persalinan dengan seksio sesaria meningkat pesat sejak 30 tahun lalu di seluruh dunia. Di negara-negara Eropa, bedah sesar setiap tahun sejak tahun 1970 sampai saat ini mengalami peningkatan.4 Peningkatan ini mungkin disebabkan semakin meluasnya informasi tentang pengenalan gawat janin dan kemajuan-kemajuan di bidang kedokteran.5Hampir 80% bedah sesar dilakukan dengan bantuan anestesi regional yang umumnya anestesia subarachnoid, epidural, maupun keduanya. Pemilihan anestesi regional dikarenakan tingkat mortilitas maternal yang lebih rendah daripada penggunaan anestesia umum. Dengan anestesia regional, ibu tetap sadar dan dapat mempertahankan refleks protektif dengan baik sehingga terhindar dari resiko kesulitan intubasi, ventilasi, aspirasi pneumonia, serta efek samping terhadap janin yang lebih kecil. 3Anestesia regional yang paling sering digunakan adalah anestesia subarachnoid karena mudah dilakukan, mula kerja cepat, durasi kerjanya mudah dilakukan, hambatan neuroaksial yang dihasilkan lebih kuat dan jarang menimbulkan toksisitas karena dosis obat anestesi lokal yang dipakai lebih kecil. Komplikasi yang ditimbulkan oleh hambatan neuroaksial diantaranya adalah vasodilatasi yang dapat menimbulkan penurunan tekanan darah. 3BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SECTIO CESAREA

Sectio caesaria (operasi sesar) didefinisikan sebagai proses kelahiran janin dengan melalui operasi insisi pada dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerektomi). Definisi tersebut tidak meliputi pengangkatan janin dari ruang abdomen dalam kasus ruptur uteri atau kehamilan abdominal. Dalam praktek obstetri modern, pada dasarnya tidak terdapat kontraindikasi untuk dilakukan sectio caesaria. Namun, sectio caesaria jarang diperlukan apabila janin sudah mati atau terlalu prematur untuk bisa hidup. Pengecualian untuk pemerataan tersebut mencakup panggul sempit pada tingkatan tertentu di mana persalinan pervaginam pada beberapa keadaan tidak mungkin dilakukan, sebagian besar kasus plasenta previa, dan sebagian besar kasus letak lintang kasep. 4Tabel 2.1 Keputusan untuk melakukan tindakan sectio caesaria 6Sectio Caesaria berulang Terjadwal

Gagal pervaginam

Distosia

Presentasi yang abnormal Transverse

Presentasi bokong

Multiple gestasion

Fetal Distress

Riwayat penyakit ibu yang jelek Preeklamsi

Penyakit jantung

Penyakit paru

Perdarahan Plasenta previa

Placental abruption

Berdasarkan lokasi sayatan, section cesarea dibedakan menjadi:

1. Jenis klasik yaitu dengan melakukan sayatan vertikal sehingga memungkinkan ruangan yang lebih besar untuk jalan keluar bayi. Akan tetapi jenis ini sudah sangat jarang dilakukan saat ini karena sangat berisiko terhadap terjadinya komplikasi.

2. Sayatan mendatar di bagian atas dari kandung kemih (segmen bawah rahim) sangat umum dilakukan pada masa sekarang ini. Metode ini meminimalkan risiko terjadinya pendarahan dan cepat penyembuhannya.

3. Histerektomi caesar yaitu bedah caesar diikuti dengan pengangkatan rahim. Hal ini dilakukan dalam kasus-kasus dimana pendarahan yang sulit tertangani atau ketika plasenta tidak dapat dipisahkan dari rahim.

4. Bentuk lain dari bedah caesar seperti bedah sesar ekstraperitoneal atau bedah sesar Porro.B. PREMEDIKASIPremedikasi adalah pemberian obat sebelum anestesi. Dengan kemajuan teknik anestesi sekarang ini, tujuan utama pemberian premedikasi tidak hanya untuk mempermudah induksi dan mengurangi jumlah obat-obatan yang digunakan, akan tetapi sebagai persiapan anestesi terutama untuk menenangkan pasien, menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, menghilangkan rasa khawatir atau cemas. Premedikasi dengan pemberian obat sedatif menyebabkan penurunan aktivitas mental. Banyak ahli anestesiologi berpendapat bahwa kantuk membebaskan rasa takut dan ketegangan emosi. Dengan demikian hemodinamik pasien akan stabil. 1,7Premedikasi diberikan berdasar atas keadaan psikis dan fisiologis pasien yang ditetapkan setelah dilakukan kunjungan prabedah. Dengan demikian maka pemilihan obat premedikasi yang akan digunakan harus selalu dengan mempertimbangkan umur pasien, berat badan, status fisik, derajat kecemasan, riwayat pemakaian obat anestesi sebelumnya, riwayat hospitalisasi sebelumnya, riwayat penggunaan obat tertentu yang berpengaruh terhadap jalannya anestesi, perkiraan lamanya operasi, macam operasi, dan rencana anestesi yang akan digunakan

Sesuai dengan tujuannya, maka obat-obat yang dapat digunakan sebagai obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini:

1. Narkotik analgetik, misal morfin, pethidin.

2. Transquillizer yaitu dari golongan Benzodiazepin, misal diazepam dan midazolam

3. Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital.

4. Antikolinergik, misal atropin dan hiosin.

5. Antihistamin, misal prometazine.

6. Antasida, misal gelusil

7. H2 reseptor antagonis, misal cimetidine

Karena khasiat obat premedikasi yang berlainan tersebut, dalam pemakaian sehari-hari dipakai kombinasi beberapa obat untuk mendapatkan hasil yang diinginkan, misalnya kombinasi narkotik, benzodiazepin, dan antikolinergik. Sebaiknya obat-obat premedikasi dilakukan 30 menit sampai 60 menit sebelum induksi. C. ANESTESI REGIONALMerupakan penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (reversible), dengan fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, dan penderita tetap dalam keadaan sadar.8,9 Pembagiannya ada dua, yaitu blok sentral dan perifer. Pada blok sentral (neuroaksial) meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Sedangkan blok perifer (saraf) meliputi blok pleksus brachialis, aksiler, Bier, siatik, dan lain sebagainya.1,9

Pada kasus-kasus pasien dengan sectio caesaria, ada beberapa pilihan yang dapat diberikan pada pasien, yaitu anestesi umum, dan anestesi regional. Anestesi regional yang bisa dilakukan adalah spinal dan epidural. Penggunaan anestesia regional pada bedah sesar meningkat karena tingginya risiko komplikasi jalan napas pada anestesia umum. Angka mortalitas ibu yang menjalani bedah sesar dengan anestesia umum hampir 17 kali lebih tinggi dibandingkan setelah penggunaan anestesia regional.10,11 Keuntungan lain adalah mula kerja dan masa pulih anestesia yang cepat, relatif mudah, kualitas blokade sensorik dan motorik yang baik, serta memungkinkan ibu tetap sadar pada saat kelahiran bayinya.11,12 Anestesi regional mudah dan murah untuk dilakukan, tetapi resiko yang mungkin dapat ditimbulkannya juga tidak sedikit, antara lain hipotensi, blok tinggi (spinal), radikulopati, abses, hematom, malformasi arteriovenosa, sindrom arteri spinal anterior, nyeri punggung, pusing, serta defisit neurologis.6,13 D. ANESTESI SPINALAnestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dipengaruhi oleh: jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan distribusi obat. Pada penyuntikan intratekal, yang dipengaruhi pertama kali ialah saraf simpatis dan parasimpatis, diikuti dengan saraf untuk rasa dingin, panas, raba, dan tekan dalam. Sementara itu yang mengalami blokade terakhir yaitu serabut motoris, rasa getar (vibratory sense) dan proprioseptif. Blokade simpatis ditandai dengan adanya kenaikan suhu kulit tungkai bawah. Setelah anestesi selesai, pemulihan terjadi dengan urutan sebaliknya, yaitu fungsi motoris yang pertama kali akan pulih.

Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan cairan serebrospinal.

Anestesi spinal diindikasikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul, dan perineum. Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rectum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetric, dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum. Analgesi spinal juga merupakan pilihan saat terjadi kegawat-daruratan obstetri karena mula kerjanya yang cepat. 3Kontraindikasi mutlak anestesia spinal meliputi infeksi kulit pada tempat dilakukan pungsi lumbal, bakteremia, hipovolemia berat (syok), koagulopati, dan peningkatan tekanan intracranial. Kontraindikasi relatf meliputi neuropati, prior spine surgery, nyeri punggung, penggunaan obat-obatan preoperasi golongan AINS, heparin subkutan dosis rendah, dan pasien yang tidak stabil.

Gambar 1. Lokasi Penyuntikan Anastesia Spinal

1. Teknik Anestesi Spinal:

a. Posisi pasien duduk atau dekubitus lateral. Pasien duduk di tepi meja operasi dengan kaki pada kursi, bersandar ke depan dengan tangan menyilang di depan. Posisi permukaan jarum spinal ditentukan kembali, yaitu di daerah antara vertebrata lumbalis (interlumbal).b. Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis kulit daerah punggung pasien.c. Lakukan penyuntikan jarum spinal di tempat penusukan pada bidang medial dengan sudut 10o-30o terhadap bidang horizontal ke arah cranial. Jarum lumbal akan menembus ligamentum supraspinosum, ligamentum interspinosum, ligamentum flavum, lapisan duramater, dan lapisan subaraknoid.d. Cabut stilet lalu cairan serebrospinal akan menetes keluar.Suntikkan obat anestetik local yang telah disiapkan ke dalam ruang subaraknoid. Kadang-kadang untuk memperlama kerja obat ditambahkan vasokonstriktor seperti adrenalin.

BAB III LAPORAN KASUS

A. Identitas Penderita

No. Register: 01082876

Nama: Ny. R

Umur: 27 tahun

Jenis Kelamin: Perempuan

Alamat : Pasar Kliwon, Surakarta

Diagnosis pre operatif : Fetal compromised pada primigravida hamil postdate bdp riwayat infertil primer 4 tahun

Diagnosis post-operatif : Fetal compromised pada primigravida hamil postdate bdp riwayat infertil primer 4 tahun

Macam Operasi: Sectio Cesarea Transperitoneal Profunda-EmergencyMacam Anestesi: Regional anestesi

Tanggal masuk: 29 Agustus 2011

Tanggal Operasi: 29 Agustus 2011

B. Pemeriksaan Pra Anestesi

1. Anamnesa

a. Keluhan utama

: Hamil lewat waktub. Riwayat Penyakit Sekarang:

Seorang G2P0A0 usia 27 tahun, umur kehamilan 41 +4 minggu datang sendiri. Pasien merasa hamil lewat waktu. Gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, lender darah (-), air ketuban belum dirasakan keluar. c. Riwayat Penyakit Dahulu :Riwayat alergi obat (-)

Riwayat asma (-)

Riwayat DM ( - )

Riwayat hipertensi ( - )Riwayat mondok (-)

Riwayat Operasi sebelumnya (-)2. Pemeriksaan Fisik :

Keadaan Umum: Sakit sedang, compos mentis dan gizi kesan cukupTensi

: 120 / 80 mmHg

Nadi

: 90 x / menit

Suhu Axiler

: 36,5 ( C

Respirasi

: 18 x / menit

Berat badan

: 67 kg

Mata

: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung

: nafas cuping hidung (-), sekret (-)

Mulut

: sianosis (-), gigi goyah/palsu (-), buka mulut >3cmTelinga

: sekret (-), pendengaran baik

Leher : glandula thyroid tidak membesar, pembesaran limponodi ( - ), JVP tidak meningkat, TMD > 6cm, gerak bebasThorax

: retraksi (-),

Cor : I : Ictus cordis tidak tampak

P : Ictus cordis tidak kuat angkat

P : Batas jantung kesan tidak melebar

A: BJ I II intensitas N, reguler, bising (-)

Pulmo : I : Pengembangan dada kanan = kiri

P: Fremitus raba kanan = kiri

P: Sonor-sonor

A: Suara dasar +/+, Suara tambahan -/-

Abdomen : I : perut tampak membuncit membujur, tidak mengkilat,

venetasi (-), striae gravidarum, bundle ring (-) A

: Bising usus (+) Normal, DJJ (+) 140/140/144

P

: tympani (+) P

: supel, NT (-) , HL tidak terabaEkstremitas : akral dingin (-)

oedem (-)

3. Pemeriksaan laboratorium :

Laboratorium Darah :

29/08/2011Satuan

Hb5,2g/dl

Hct19,7%

AE3,28X 106/ uL

AL7,9X 103/ uL

AT379X 103/ uL

GDO

PT12,9Detik

APTT33,5Detik

HbsAg-

GDS91Mg/dL

Ur13Mg/dl

Cr0,4Mg/dl

Na137mmol/L

K4mmol/L

Cl107mmol/L

4. Kesimpulan :

Seorang perempuan, 27 tahun dating dengan keluhan hamil lewat waktu. Usia kehamilan 41 +4 minggu, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-kenceng teratur belum dirasakan, lendir darah (-), air ketuban belum dirasakan keluar. Dari pemeriksaan fisik didapatkan : Vital Sign : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90x/menit, respirasi rate 18x/menit, suhu axiller 36,5 oC, BB 67 kg. Abdomen : perut membuncit membujur, sesuai dengan usia kehamilan 40 minggu.

Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan Hb 5,2 g/dl, Hct 19,7 %, AE 3,28x106 /uL, Kreatinine 0,4 mg/dl, Kalium 4 mmol/L. Akan dilakukan Sectio Cesarea Transperitoneal Profunda- Emergency dengan regional anestesi.

Kelainan sistemik : (-), Kegawatan bedah : (-), Status fisik : ASA II- EC. Rencana Anestesi

1. Persiapan Operasi

a. Persetujuan operasi tertulis ( + )

b. Suhu tubuh pasien dibawah 38 C

c. Oksigenasi 3 L / menit

d. Puasa > 6 jam

e. Infus RL 20 tpm

2. Jenis Anestesi

: Regional anestesi

3. Teknik anestesi : Anestesi spinal

4. Premedikasi : -

5. Obat anestesi regional: Bupivakain 12,5 mg

Fentanyl 25 mg6. Maintenance

: O2 3 L/menit

7. Monitoring : tanda vital selama operasi tiap 5 menit, kedalaman

anestesi, cairan, perdarahan

8. Perawatan pasca anestesi di ruang pemulihan

D. Tata Laksana Anestesi

1. Di ruang persiapan

Periksa persetujuan operasi dan identitas penderita.

Pemeriksaan tanda-tanda vital :

T : 120/80 mmHg

N : 90 X/menit

R : 20 X/menit

t : 36,5(C

Cek obat dan alat anestesi.

Infus RL 20 tts/menit

2. Di Ruang Operasi

Jam 08.35 pasien masuk kamar operasi, manset dan monitor dipasang.

Jam 08.40 mulai dilakukan anestesi spinal dengan prosedur sebagai berikut:

a. Pasien diminta duduk dengan punggung fleksi maksimal.

b. Dilakukan tindakan antiseptis pada daerah kulit punggung bawah pasien dengan menggunakan larutan Iodin 1%.

c. Menggunakan sarung tangan steril, pungsi lumbal dilakukan dengan menyuntikkan jarum spinal no. 23 pada bidang median dengan arah 10-30 derajat terhadap bidang horizontal ke arah kranial pada ruang antar vertebra lumbal 3-4.

d. Setelah jarum sampai di ruang subarachnoid yang ditandai dengan menetesnya cairan LCS, stilet dicabut dan disuntikkan bupivakain 15 mg.

e. Lokasi penyuntikan ditutup dengan plester

f. Pasien dikembalikan pada posisi telentang. Oksigen 3 liter/menit.

- Jam 08.43 pemberian fentanyl 25 mg I.V

Jam 08.45 operasi dimulai, tanda vital dimonitor.

Jam 08.45 pemberian miloz 2 mg I.V dan infus RL diganti infus HAES

Jam 09.25 pemberian ondensetron 4 mg I.V. Operasi selesai, pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.

JamTensiNadiSpO2Keterangan

08.40151/7289100%Induksi bupivakain 15 mg dan Pemberian fentanyl 20 mg I.V, Oksigen 3 L/menit, terpasang infuse RL di lengan kiri.

08.50152/8083100%Pemberian miloz 2 mg I.V, Infus RL diganti HAES, operasi dimulai, tanda vital dimonitor tiap 10 menit

09.00122/7276100%

09.10120/7275100%

09.20119/7778100%pemberian ondensetron 4 mg I.V. operasi selesai

09.30110/8175100%

E. Monitoring Selama Anestesi

Jam 09.35 pasien di ruang pemulihan, posisi head up, diberi oksigen 3 lt/menit, tanda vital di monitor

Jam 10.00 pasien bisa menggerakkan kaki.

Jam 11.00 pasien dapat mengangkat kaki

Jam 12.30 pasien pindah bangsal.

F. Monitoring Pasca Anestesi

JamTensiNadiRRKeterangan

10.00141/848020Pasien dapat menggerakkan kaki

10.30129/747820

11.00122/727820Pasien dapat mengangkat kaki

11.30120/757820

12.00120/757820

G. Instruksi Pasca Anestesi

a. Rawat pasien posisi head up, kontrol vital sign, oksigen 3 L/menit Bila tensi turun di bawah 90/60 mmHg, infus dipercepat, berikan efedrin 10 mg. Bila muntah, berikan Ondansentron 4 mg/8 jam. Bila kesakitan, berikan Ketorolac 30 mg/8 jam.

b. Lain-lain

- Antibiotik sesuai teman sejawat operator (Obsgyn).

- Post operasi cek DR3

- Monitor vital sign dan tanda perdarahan.

H. Terapi cairan

a. Defisit cairan karena puasa 6 jam

2 x 67 x 6 = 804 cc

b. Kebutuhan cairan selama operasi sedang selama 0,75 jam = kebutuhan dasar selama operasi + kebutuhan operasi sedang (2x 67x 0,75) + (6 cc x 67 x 0,75) = 100,5 cc + 301,5 cc = 402 cc

c. Perdarahan yang terjadi kira-kira 250 cc

EBV = 60 cc x 67 = 4020 cc

Jadi kehilangan darah =

Diganti dengan cairan kristaloid 3x 250 cc = 750 cc

d. Kebutuhan cairan total = 804 + 402+ 750 = 1956 cc

e. Cairan yang sudah diberikan

1. Pra operasi : 500 cc

2. Saat operasi : 500 cc

Total cairan yang diberikan 1000 cc, jadi masih kurang 956 cc sehingga pemberian cairan masih diperlukan saat pasien berada di bangsal.

BAB IVPEMBAHASANPada pasien ini, dilakukan anestesi secara regional karena memiliki keuntungan yaitu :

1. Bahaya kemungkinan terjadinya aspirasi kecil karena pasien dalam keadaan sadar.

2. Relaksasi otot yang lebih baik.

3. Analgesi yang cukup kuat.4. Tidak mempengaruhi keseimbangan asam basa pasien

5. Tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan janinAkan tetapi pemulihan anestesi tergantung pengalaman dan ketrampilan ahli anestesi.

1. Permasalahan dari segi medik

Pada kasus fetal compromised primigravida hamil postdate bdp dengan riwayat infertil primer 4 tahun dilakukan tindakan bedah sesar emergency karena fetal compromised merupakan peringatan akan jatuhnya janin ke dalam keadaan fetal distress. Kehamilan lewat waktu itu sendiri merupakan salah satu factor risiko terjadinya fetal compromised, karena pada keadaan ini jumlah air ketuban menjadi lebih sedikit sehingga tidak memungkinkan bayi untuk bergerak leluasa. Selain itu, dalam kondisi ini janin mempunyai nilai social yang tinggi karenanya penyelamatan kehamilan mutlak diperlukan sesegera mungkin.

Pada tindakan-tindakan bedah sesar emergency umumnya dipilih anestesi regional sub arachnoid/spinal karena agen-agen anestesi lokal akan mencegah terjadinya respon endokrin dan metabolik terhadap operasi pelvis dan ekstremitas bawah. Blokade spinal dari segmen dermatom T4 sampai S5, yang ditimbulkan sebelum operasi, mencegah peningkatan konsentrasi kortisol dan glukosa sebagai respon terhadap operasi sectio. Respon stress yang lebih kecil menyebabkan skor APGAR bayi yang lahir melalui section cesarea dengan analgesi regional sub arachnoid blok menjadi lebih tinggi daripada penggunaan analgesi epidural. 2. Permasalah Dari Segi Bedah

kemungkinan perdarahan durante dan post operasi

Iatrogenik (resiko kerusakan organ akibat pembedahan).

Dalam mengantisipasi hal tersebut, maka perlu dipersiapkan jenis dan teknik anestesi yang aman juga perlu dipersiapkan darah untuk mengatasi perdarahan.

3. Permasalahan Dari Segi Anestesi

Pemberian Obat-obat anestesi yang sesuai :

1. Premedikasi : -

2. Anestesi spinal : Bupivakain 12,5 mg

3. Maintenance : Oksigen 3 liter/menit.Anestesia spinal dipilih karena kerugian yang ditimbulkan oleh pemakaian analgesi epidural lebih tinggi, yaitu obat yang diperlukan lebih banyak, yang kemudian obat tersebut diabsorbsi lewat vena yang pada akhirnya dapat menyebabkan depresi otak pada bayi. Pada kasus ini terjadi defisit cairan sebanyak 956 cc, ini diperoleh dari kebutuhan cairan total ( terdiri dari : defisit cairan karena puasa 6 jam, kebutuhan dasar selama operasi, kebutuhan operasi sedang dan kehilangan darah selama operasi ). Sedangkan cairan yang masuk sebanyak 1000 cc. Untuk mengatasi defisit cairan ini maka diperlukan penambahan cairan saat pasien masuk bangsal. Pada kasus ini, yang dilakukan anestesi spinal, saat operasi tidak terjadi penurunan tekanan darah. Tekanan darah yang turun setelah anestesi spinal biasanya sering terjadi. Jika tekanan darah sistolik turun di bawah 75 mmHg atau terdapat gejala-gejala penurunan tekanan darah, maka harus cepat diatasi untuk menghindari timbulnya syok yang menyebabkan gangguan perfusi transplasental, cedera ginjal, jantung dan otak. Cara yang digunakan untuk mengatasi keadaan ini di antaranya dengan memberikan oksigen dan menaikkan kecepatan tetesan infus.

Hipotensi dapat terjadi pada sepertiga pasien yang menjalani anestesi spinal. Hipotensi terjadi karena :

1. Penurunan venous return ke jantung dan penurunan cardiac out put.Penurunan venous return juga dapat menyebabkan bradikardi. Untuk mengatasi bradikardi yang terjadi diberikan sulfas atropin 0,25 mg IV.

2. Penurunan resistensi perifer.Empat alternatif cara pencegahan hipotensi pada anestesia spinal adalah pemberian vasopresor, modifikasi teknik regional anestesia, modifikasi posisi dan kompresi tungkai pasien, serta pemberian cairan intravena. Usaha meningkatkan volume cairan sentral dengan pemberian cairan intravena merupakan cara yang mudah dilakukan untuk mencegah hipotensi pada anestesia spinal. Cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid atau koloid.14 Teknik pemberian cairan dapat dilakukan dengan preloading atau coloading. Preloading adalah pemberian cairan

20 menit sebelum dilakukan anestesia spinal, sedangkan coloading adalah pemberian cairan selama 10 menit saat dilakukan anestesia spinal. Pemberian cairan kristaloid sebagai preloading tidak memperlihatkan manfaat untuk mencegah hipotensi.15,16

Coloading kristaloid dapat menjadi pilihan untuk mencegah efek samping hipotensi pada anestesia spinal namun tidak menurunkan angka kejadian hipotensi. Hal ini ditunjukkan pada penelitian Mojika dkk. yang membandingkan pemberian RL sebagai preloading dan coloading pada operasi non-obstetrik.15 Koloid memiliki keunggulan dibanding kristaloid karena bertahan lebih lama intravaskular. Keuntungan lain adalah jumlah volume koloid yang diperlukan untuk mencegah hipotensi lebih sedikit dibanding kristaloid.17Penggunaan bupivakain dengan dosis 12,5 mg dikarenakan potensi bupivakain sebagai analgetik lokal yang lebih kuat daripada lidokain, namun tingkat toksisitasnya lebih tinggi. ED50 dan ED95 bupivakain adalah sebesar 7,6 mg dan 11 mg.18 Beberapa peneliti menurunkan dosis bupivakain dan menambahkan opioid lipofilik intratekal untuk mengurangi hipotensi dan mempertahankan kualitas anestesia yang baik. Fentanil merupakan opioid lipofilik yang banyak digunakan dan mudah didapat. Hunt dkk. menyebutkan bahwa penambahan 6,25-50 mcg fentanil intratekal akan meningkatkan periode analgesia perioperatif pada anestesia spinal dengan bupivakain hiperbarik, tetapi tidak mempengaruhi onset hambatan sensorik dan motorik.19Anestesi spinal terutama yang tinggi dapat menyebabkan paralisis otot pernapasan, abdominal, intercostal. Oleh karenanya, pasien dapat mengalami kesulitan bernapas. Untuk mencegah hal tersebut, perlu pemberian oksigen yang adekuat.BAB V

PENUTUP

A. SIMPULAN

Anestesia obstetric adalah subspesialisasi ilmu anestesi yang digunakan untuk mendapatkan hasil pelayanan yang optimal dan aman untuk ibu dan janin sebelum, selama, maupun setelah operasi. Teknik anestesi yang digunakan adalah teknik anestesi umum dan regional. Anestesi regional pada kasus obstetric adalah merupakan tindakan yang paling sering dilakukan, baik untuk bedah sesar maupun untuk persalinan normal. Pemilihan jenis dan teknik anestesi didasarkan atas kondisi pasien, waktu perencanaan yang tersedia, keinginan pasien, serta kemampuan ahli anestesi.

Anestesia spinal masih menjadi pilihan anestesia untuk bedah sesar. Anestesia spinal membuat pasien tetap dalam keadaan sadar sehingga masa pulih lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih cepat. Zat anestesia pada anestesia spinal yang masuk ke sirkulasi maternal lebih sedikit sehingga pengaruh terhadap janin dapat berkurang. Pada umumnya, morbiditas ibu dan janin lebih rendah pada prosedur anestesia spinal. Selain itu, anestesia spinal lebih superior karena menunjukkan angka komplikasi yang lebih sedikit pada beberapa kasus, seperti preeklampsia berat. Anestesia spinal juga menjadi pilihan pada kasus plasenta previa karena perdarahan yang terjadi lebih sedikit dibandingkan dengan bedah sesar dengan anestesia umum. Pemberian cairan masih dianjurkan untuk mencegah perubahan hemodinamik dan efek sampingnya pada anestesia spinal untuk bedah sesar. Kombinasi dengan teknik lain dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Anestesia spinal menggunakan bupivakain ditambah fentanil lebih efektif karena menghasilkan analgesia intraoperatif yang adekuat dan hemodinamik yang lebih stabil.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan pemantauan balance cairan untuk menghindari terjadinya defisit cairan.

2. Penggunaan bupivakain sebagai anestetia regional sebaiknya dikombinasikan dengan penggunaan fentanyl untuk mengurangi resiko terjadinya hipotensi. DAFTAR PUSTAKA1. Muhardi, M, dkk. Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan Terapi Intensif. FKUI. CV Infomedia, Jakarta, 1989.2. Atkison, R.S., et al. A synopsis of Anasthaesia, 10 th edition. PG Publishing Ltd. Singapore. 1998.

3. Morgan, GE et al. Obstetric Anestesia Dalam: Clinical Anesthesiology 3rd ed. New York: Mc Graw Hill, 2005: 819-484. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF; Terjemahan: Suyono J,

Hartono A. Obstetri Williams. Edisi 21 vol 2. Jakarta : EGC; 2005 ; p. 206, 375-91, 511-34, 5955. Norris MC. Handbook of Obstetri Anaesthesia. Philadelphia : Wolters

Kluwer Company; 2000; p. 247-916. Chestnut DH. Obstetric Anesthesia Principles and Practice. 3rd Ed. Mosby. Philadelphia. 2004.7. Leksana E. Belajar Ilmu Anestesia. Edisi I. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. 2004, hal:13-20.8. Boulton TB, Blogg CE, Hewer CL. Anaesthethic for Medical Students. Churchill Livingstone. London. 1989. 9. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI. Jakarta. 2001. 10. Tolia G, Kumar A, Jain A, Pandey M. Low dose intrathecal bupivacaine with fentanyl for cesarean delivery. J Anesth Clin Pharmacol 2008;24(1):201-4.11. Wlody D. Complication of regional anesthesia in obstetrics. Clin Obstet Gynecol 2003;46:667-78.12. Lee A, Ngan KWD, Gin T. Prophylatic ephedrine prevent hypotension during spinal anesthesia for caesarean delivery. Can J Anaesth 2002;49:588-99. 13. BT. Complications of Regional Anesthesia. Churchill Livingstone. New York. 2000. 14. Wee MYK, Brown H, Reynolds F. The National Institute of Clinical Excellence (NICE) guidelinesfor caesarean sections: implications for the anaesthetist. International Journal of Obstetric Anesthesia 2005; 14: p. 147-58. 15. Mojica JL, Melendez HJ, Bautista LE. The Timing of Intravenous Crystaloid Administration and Incidence of Cardiovascular Side Eff ect During Spinal Anesthesia: The Results from a Randomized Controlled Trial. Anesth Analg 2002; 94: 432-7. 16. Morgan PJ. The Eff ect of Increasing Central Blood Volume to Decrease the Incidence of Hypotension Following Spinal Anesthesia for Cesarean Section. In Halpern SH, Douglas MJ. Evidence Based Obstetric Anesthesia. Massacuse+ s: Blackwell Publishing, Inc; 2005, 89-100. 17. Mcllroy DR, Karasch ED. Acute Intravascular Volume Expansion with Rapidly Administered Crystalloid or Colloid in the Setting of Moderate Hypovolemia. Anesth Analg 2003; 96: 1572-7. 18. Ginosar Y, Mirikatani E, Drover DR, Cohen SE, Riley ET. ED50 and ED95 of intrathecal hyperbaric bupivacaine coadministered with opioid in cesarean delivery. Anesthesiology 2004;100:676-82. 19. Hunt CO, et al. Perioperative analgesia with subarachnoid fentanyl-bupivacaine for cesarean section. Anesthesiology 1999;71:535-40._1376850584.unknown