60432403 Askep Perdarahan Intrakranial Pada Neonatus
-
Upload
sumartoyo-moyo-mah -
Category
Documents
-
view
295 -
download
2
Transcript of 60432403 Askep Perdarahan Intrakranial Pada Neonatus
Perdarahan Intrakranial Pada Neonatus
(Neonatus Intracranial Bleeding/Haemorragic)
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Intracranial Bleeding/haemorragic (ICB) ialah perdarahan patologis dalam rongga
kranium dan isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu dimana sering ICB
tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya yang tidak khas. ICB meliputi
perdarahan epidural, subdural, subaraknoid, intraserebral/parenkim dan
intraventrikuler.
2. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi pendarahan yang terjadi di daerah otak, perdarahan intrakranial
pada neonatus dibagi dalam empat daerah yaitu :
a. Epidural Hemorrhage, terjadi karena rupturnya cabang-cabang arteri atau vena
meningia media di antara tulang kepala dan durameter. Pengumpulan darah di
dalam ruangan durameter disebut hematoma epidural. Perdarahan ini sering
berlokasi di daerah parietal dan oksipital. Perdarahan epidural biasanya disertai
fraktur linier tulang kepala dan tanda shock hipovolemik. Gangguan fungsi otak
bergantung pada luas dan banyaknya perdarahan. Bila perdarahan sedikit, tidak
dijumpai tanda-tanda gangguan fungsi otak. Jika perdarahan banyak, dalam
beberapa jam setelah lahir akan tampak tanda-tanda dan gejala peninggian tekanan
intrakranial seperti iritabel, menangis melengking (cephalic cry), ubun-ubun
tegang dan menonjol, deviasi mata, sutura melebar, kejang, hemiparase, atau
tanda-tanda herniasi unkal seperti dilatasi pupil homolateral.
b. Subdural Hemorrhage dengan laserasi tentorium disebabkan oleh rupturnya vena
galen, sinus strait, dan kadang-kadang sinus transversal. Perdarahan ini sering di
infratentorial. Bila perdarahan banyak, dapat meluas ke fossa posterior dan
menyebabkan kompresi batang otak (brain stemp). Kadang-kadang, perdarahan
ini dapat meluas ke permukaan superior atau posterior dari serebellum.
Perdarahan subdural dengan laserasi falks serebri terjadi karena rupturnya sinus
sagitalis inferior. Perdarahan biasa terjadi di tempat pertemuan falks serebri dan
tenterium. Perdarahan ini kurang sering bila dibandingkan dengan laserasi
tenterium. Lokasi perdarahan di dalam fisura serebri longitudinal berada di atas
1
korpus kollosum. Rupturnya vena superfisial serebri (bridging vein),
mengakibatkan perdarahan subdural pada permukaan hemisfer serebri. Perdarahan
ini sering unilateral dan biasanya diikuti perdarahan subaraknoid.
c. Subarachnoid Hemorrhage, perdarahan dalam rongga araknoid akibat rupturnya
vena-vena dalam rongga araknoid (bridging veins), rupturnya pembuluh darah
kecil di daerah leptomeningen, atau perluasan perdarahan. Timbunan darah
biasanya berkumpul di lekukan serebral bagian posterior dan di fossi posterior.Hal
yang ditakutkan adalah terjadi hidrosefalus karena penyumbatan trabekula
araknoid oleh darah dan menyebabkan peninggian tekanan intrakranial.
d. Intraventricular hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi di bagian lateral
ventrikel ketiga dan keempat. Terjadi perdarahan flexus choroid dan pemanjangan
dari matriks subependymal atau thalamus.
e. Intraparenchymal hemorrhage adalah pendarahan yang terjadi diantara jaringan
parenkim otak. Biasanya terjadi edema vasogenik dalam jumlah yang besar.
3. Etiologi
a. Trauma kelahiran
partus biasa
o pemutaran/penarikan kepala yang berlebihan
o disproporsi antara kepala anak dan jalan lahir sehingga terjadi mulase
b. partus buatan (ekstraksi vakum, cunam)
c. partus presipitatus
o Bukan trauma kelahiran, umumnya ditemukan pada bayi kurang bulan
(prematur). Faktor dasar ialah prematuritas dan yang lain merupakan
faktor pencetus ICB seperti hipoksia dan iskemia otak yang dapat
timbul pada syok, infeksi intrauterin, asfiksia, dan kejang-kejang,
kelainan jantung bawaan, hipotermi, juga
hiperosmolaritas/hipernatremia
o Ada pula ICB yang disebabkan oleh penyakit perdarahan/gangguan
pembekuan darah.
2
4. Patofisiologi
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/robekan pembuluh
darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma
kelahiran, faktor dasar ialah prematuritas. Pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah
otak masih embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan
pada beberapa tempat tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk
huruf U sehingga mudah sekali terjadi kerusakan bila ada faktor pencetus
(hipoksia/iskemia). Keadaan ini terutama terjadi pada perdarahan
intraventrikuler/periventrikuler.
Perdarahan epidural/ ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena
meningika media antara tulang tengkorak dan duramater. Keadaan ini jarang
ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural merupakan jenis ICB yang
banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat pecahnya vena-vena
kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada duramater.
Perdarahan subdural lebih sering pada bayi yang lahir cukup umur daripada
bayi yang prematur sebab pada bayi prematur vena-vena superfisial belum
berkembang baik dan mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat
berlangsung perlahan-lahan dan membentuk hematoma subdural. Pada robekan
tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler. Gejala-
gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala
kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi
perdarahan subdural sudah sangat menurun.
Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi di rongga subaraknoid yang
biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan subaraknoid dapat
dibuktikan dengan fungsi likuor.
Pada perdarahan intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam
parenkim otak, jarang pada neonatus karena hanya terdapat pada trauma kepala yang
sangat hebat (kecelakaan). Perdarahan intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang
gabungkan bersama perdarahan intraserebral yang disebut perdarahan periventrikuler.
Dari semua jenis ICB, perdarahan periventrikuler memegang peranan penting, karena
frekuensi dan mortalitasnya tinggi pada bayi prematur. Sekitar 75--90% perdarahan
periventrikuler berasal dari jaringan subependimal germinal matriks/jaringan
embrional di sekitar ventrikel lateral.
3
Pada perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya
aliran darah ini, meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah
anyaman kapiler sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat
menyebabkan perdarahan intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena
hipernatremia akibat pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma
ekspander. Keadaan ini dapat meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke
kapiler sehingga dapat pecah.
5. Gambaran Klinik
Gejala-gejala ICB tidak khas, dan umumnya sukar didiagnosis jika tidak
didukung oleh riwayat persalinan yang jelas.Gejala-gejala berikut dapat ditemukan :
Fontanel tegang dan menonjol oleh kenaikan tekanan intrakranial, misalnya
pada perdarahan subaraknoid.
Iritasi korteks serebri berupa kejang-kejang, irritable, twitching, opistotonus.
Gejala-gejala ini baru timbul beberapa jam setelah lahir dan menunjukkan
adanya perdarahan subdural , kadang-kadang juga perdarahan subaraknoid
oleh robekan tentorium yang luas.
Mata terbuka dan hanya memandang ke satu arah tanpa reaksi. Pupil melebar,
refleks cahaya lambat sampai negatif.Kadang-kadang ada perdarahan retina,
nistagmus dan eksoftalmus.
Apnea: berat dan lamanya apnea bergantung pada derajat perdarahan dan
kerusakan susunan saraf pusat. Apnea dapat berupa serangan diselingi
pernapasan normal/takipnea dan sianosis intermiten.
Cephalic cry (menangis merintih).
Gejala gerakan lidah yang menjulur ke luar di sekitar bibir seperti lidah ular
(snake like flicking of the tongue) menunjukkan perdarahan yang luas dengan
kerusakan pada korteks.
Tonus otot lemah atau spastis umum. Hipotonia dapat berakhir dengan
kematian bila perdarahan hebat dan luas. Jika perdarahan dan asfiksia tidak
berlangsung lama, tonus otot akan segera pulih kembali. Tetapi bila
perdarahan berlangsung lebih lama, flaksiditas akan berubah menjadi spastis
yang menetap. Kelumpuhan lokal dapat terjadi misalnya kelumpuhan otot-otot
4
pergerakan mata, otot-otot muka/anggota gerak (monoplegi/hemiplegi)
menunjukkan perdarahan subdural/ parenkim.
Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan ialah gangguan kesadaran (apati,
somnolen, sopor atau koma), tidak mau minum, menangis lemah, nadi
lambat/cepat, kadang-kadang ada hipotermi yang menetap. Apabila gejala-
gejala tersebut di atas ditemukan pada bayi prematur yang 24--48 jam
sebelumnya menderita asfiksia, maka PI dapat dipikirkan. Berdasarkan
perjalanan klinik, ICB dapat dibedakan 2 sindrom yaitu :
a. Saltatory syndrome: gejala klinik dapat berlangsung berjam-jam/berhari-
hari yang kemudian berangsur-angsur menjadi baik. Dapat serabuh
sempurna tetapi biasanya dengan gejala sisa.
b. catastrophic syndrome. gejala klinik makin lama makin berat, berlangsung
beberapa menit sampai berjam-jam dan akhirnya meninggal.
6. Pemeriksaan Penunjang
pemeriksaan likuor terutama untuk perdarahan subaraknoid dan
intraventrikuler/periventrikuler. Tujuan fungsi lumbal pada ICB untuk
diagnostik, sebagai pengobatan (mengurangi tekanan intrakranial) dan untuk
mencegah komplikasi hidrosefalus (fungsi lumbal berulang-ulang). Pada
pemeriksaan likuor dapat dijumpai tekanan yang meninggi, warna
merah/santokrom, kadar protein meninggi, kadar glukose menurun. Bila cairan
likuor berdarah, dianjurkan CT Scan untuk mengetahui lokalisasi dan luasnya
perdarahan.
pada pemeriksaan darah dapat ditemukan:
o tanda-tanda anemi posthemoragik
o analisa gas darah (02 dan CO2 apakah terjadi gangguan keseimbangan
pertukaran gas)
gangguan pembekuan darah terutama pada ICB yang non-traumatik. Mc
Donald dkk mendapat kadar rendah fibrinogen, trombosit, antitrombin III
faktor VIII. Faktor-faktor ini menjadi normal bila keadaan bayi membaik.
foto kepala tidak dapat menunjukkan adanya perdarahan, hanya fraktur yang
sukar dibedakan dengan sutura, lipatan-lipatan kulit kepala dan mulase.
5
Pemeriksaan ultrasonografi banyak digunakan. Berdasarkan USG, Burstein
dkk menentukan derajat perdarahan intraventrikuler sebagai berikut :
o derajat 0 : tidak ada perdarahan intrakranial.
o derajat I : perdarahan hanya terbatas pada daerah subependimal.
o derajat II : perdarahan intraventrikuler
o derajat III : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel.
o derajat IV : perdarahan intraventrikuler + dilatasi ventrikel dengan
perluasan ke parenkim otak.
Derajat I dan II umumnya ringan, pada pemeriksaan ulangan 3--4 minggu
kemudian biasanya tidak ditemukan kelainan lagi. Derajat III dan IV
umumnya berprognosis buruk, bila tidak meninggal akan disertai komplikasi
berat seperti hidrosefalus.
dengan computerized tomography (CT Scan) semua jenis ICB dapat diketahui.
Cara ini tidak secara rutin karena biayanya sangat mahal.
7. Diagnosis
Diagnosis ICB ditegakkan berdasarkan :
anamnesis: riwayat kehamilan, persalinan, prematuritas, keadaan bayi sesudah
lahir dan gejala yang mencurigakan.
pemeriksaan fisik: adanya tanda-tanda seperti gejala neurologik, fraktur
tulang kepala dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial.
pemeriksaan laboratorium: likuor dan darah.
pemeriksaan penunjang: CT Scan, USG dan foto kepala.
8. Diagnosis Banding
Diagnosis ICB sangat sukar, terutama bila tidak ada hubungan dengan trauma
kelahiran karena gejala-gejalanya tidak khas. Khusus pada neonatus, sekitar 20%
kasus dengan gejala-gejala yang diduga ICB, ternyata bukan. Oleh karena itu, ICB
harus didiagnosis banding dengan beberapa penyakit pada neonatus yang memberikan
gejala-gejala yang hampir sama, misalnya :
Infeksi pada bayi baru lahir/neonatus yang dapat memberikan gejala kesukaran
bernapas (apnea, takipnea, sianosis), lemah (letargi), kejang-kejang, muntah
dan lain-lain.Untuk membedakan dengan ICB yaitu riwayat persalinan seperti
6
ketuban pecah dini, infeksi perinatal pada ibu, ketuban keruh/berbau. Yang
agak khas pada infeksi ialah hepato-splenomegali, ikterus, pneumonia dan
lekositosis.
Tetanus neonatorum dengan kejang dibedakan dengan ICB karena partus
tetanus neonatorum umumnya oleh dukun. TN hampir selalu terjadi pada akhir
minggu pertama, bayi mula-mula minum baik dan tiba-tiba sukar minum
karena trismus dan gejala lain.
Penyakit metabolisme (hipoglikemi) yang dapat memberikan kejang letargi.
Ibunya penderita DM dan perlu pemerik saan kadar glukosa darah bayi.
Kecanduan obat dari ibu, antara lain bayi kejang akibat ketergantungan
vitamin B karena ibunya sebelumnya mendapat pengobatan vitamin B dosis
tinggi. Dibedakan dengan ICB berdasarkan anamnesis dan pengobatan ex-
juvantibus pada bayi.
Kelainan kongetinal saraf pusat memberikan gejala kejang dan letargi.
Biasanya disertai kelainan kongenital lain, fungsi lumbal pada ICB kadang-
kadang ada perdarahan.
Respiratory distress of the newborn dengan apnea, sianosis, retraksi sternum
dan kosta, merintih (expiratory grunting),bradikardi, hipotermi, kejang, dan
hipotoni. Dibedakan dengan ICB yaitu gejala gangguan pernapasan dan
riwayat persalinan (ibu toksemia, seksio sesar, perdarahan antepartum dan
lain-lain).
9. Penatalaksanaan
Diusahakan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan/kelainan yang lebih parah
pada bayi dengan dirawat secara intensif diruang NICU (Neonatal Intensive Care Unit) yaitu
dengan :
a. Bayi dirawat dalam inkubator yang memudahkan observasi kontinu dan pemberian
O2
b. Perlu diobservasi secara cermat: suhu tubuh, derajat kesadaran, besarnya dan reaksi
pupil, aktivitas motorik, frekuensi pernapasan, frekuensi jantung
(bradikardi/takikardi), denyut nadi dan diuresis. Diuresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam
berarti perfusi ke ginjal berkurang, diuresis lebih dari 1 ml/kgBB/jam menunjukkan
fungsi ginjal baik.
c. Menjaga jalan napas tetap bebas, apalagi kalau penderita dalam koma diberikan 02.
7
d. Bayi letak dalam posisi miring untuk mencegah aspirasi serta penyumbatan larings
oleh lidah dan kepala agak ditinggikan untuk mengurangi tekanan vena serebral.
e. Pemberian vitamin K serta transfusi darah dapat dipertimbangkan.
f. Infus untuk pemberian elektrolit dan nutrisi yang adekuat berupa larutan glukosa (5-
10%) dan NaCl 0,9% dengan perbandingan 4:1 atau glukosa 5--10% dan Nabik 1,5%
dengan perbandingan 4:1.
g. Pemberian obat-obatan :
valium/luminal bila ada kejang. Dosis valium 0,3--0,5 mg/kgBB, tunggu 15
menit, jika belum berhenti diulangi dosis yang sama. Bila berhenti diberikan
luminal 10 mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8
mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi
dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum seterusnya.
kortikosteroid berupa deksametason 0,5--1 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai
efek baik terhadap hipoksia dan edema otak.
antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila
ada manipulasi yang berlebihan.
Fungsi lumbal untuk menurunkan tekanan intrakranial, mengeluarkan darah,
mencegah terjadinya obstruksi aliran likuor dan mengurangi efek iritasi pada
permukaan korteks.
h. Tindakan bedah darurat bila terjadi perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang
dilakukan explorative burrhole dan bila positif dilanjutkan dengan kraniotomi,
evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat. Pada perdarahan/hematoma
subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan kraniotomi, pembukaan
duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan garam fisiologik.
Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran likuor,
dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.
10. Prognosis
8
Karena kemajuan obstetri, ICB oleh trauma kelahiran sudah sangat berkurang.
Mortalitas ICB non traumatik 50-70%. Prognosis ICB bergantung pada lokasi dan
luasnya perdarahan, umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada
perdarahan epidural terjadi penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang
berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan kerusakan batang otak. Keadaan ini
dapat fatal bila tidak mendapat pertolongan segera. Pada penderita yang tidak
meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau strabismus. Kalau ada
gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang meliputi batang
otak pada bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet.
Pada perdarahan subdural akibat trauma, hanya 40% dapat sembuh sempurna
setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah. Perdarahan
subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak teratur
dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek. Pada perdarahan intraventrikuler,
mortalitas bergantung pada derajat perdarahan.
Pada derajat 1-2 (ringan-sedang), angka kematian 10-25%, sebagian besar
sembuh sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan. Pada derajat 3--4 (sedang-
berat), mortalitas 50--70% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele berat. Sekuele
dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan
hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan
periventrikuler.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Intensif
9
1. Pengkajian
Pengkajian primer
a. Airway
Data subjektif : -
Data objektif : -
b. Breathing
Data subjektif : -
Data objektif : irama napas cepat dan dangkal, takipnea, diselingi periode
apnea (berat dan lamanya tergantung pada derajat pendarahan dan kerusakan
susunan saraf pusat), tampak pernapasan cuping hidung dan retraksi otot bantu
pernapasan, RR : 24-30X/menit
c. Circulation
Data subjektif : -
Data objektif : nadi teraba cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2 detik dan
turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi yang menetap
Pengkajian sekunder
a. Breath
Data subjektif : -
Data objektif : irama napas cepat dan dangkal, takipnea, diselingi periode
apnea (berat dan lamanya tergantung pada derajat pendarahan dan kerusakan
susunan saraf pusat), tampak pernapasan cuping hidung dan retraksi otot bantu
pernapasan, RR : 24-30X/menit.
b. Blood
10
Data subjektif : -
Data objektif : nadi teraba cepat dan lemah, takikardi, CRT > 2 detik dan
turgor lambat bila terjadi syok hipovolemik, hipotermi yang menetap
c. Brain
Data subjektif : -
Data objektif : bayi menangis merintih (chepalic cry), tampak lemah dan
rewel, kesadaran dapat bervariasi dari apatis, somnolen, stupor hingga koma,
pupil melebar, reaksi cahaya lambat sampai negatif, nigtamus, dan
eksoftalmus, dapat terjadi kejang
d. Bladder
Data subjektif : -
Data objektif : oliguri dengan produksi urin kurang dari 1 cc/kgBB/jam
e. Bowel
Data subjektif : -
Data objektif : bayi tampak lemah dan tidak mau minum
f. Bone
Data subjektif : -
Data objektif : tonus otot lemah dan spastik umum, hemiplegi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tak efektif b/d supresi pusat pernapasan di batang otak
b. Perfusi jaringan serebral tak efektif b/d herniasi batang otak
c. P.K Kejang
d. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan saraf motorik di otak
11
Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 Dr. Jonggu L. Tarau dan Dr. P. NaraLaboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas KedokteranUniversitas Hasanuddin, Ujung Pandang
45 Cermin Dunia Kedokteran No. 41, 1986 43
12