Peningkatan Tekanan Intrakranial
-
Upload
yaner-yeverson -
Category
Documents
-
view
970 -
download
49
description
Transcript of Peningkatan Tekanan Intrakranial
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah suatu fungsi nonlinear dari fungsi otak, cairan
serebrosspinal (CSS) dan volume darah otak. Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah
tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah
dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat
untuk metabolisme otak.
Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya
dengan unsur yang tidak dapat ditekan: cairan serebrospinal (± 75 ml), dan darah (± 75 ml),
otak (1400 g). Adapun penyebab dari peningkatan tekanan intra cranial antara lain; Tumor
primer atau metastasis, hemoragia otak, hematoma subdural, abses otak, hidrosefalus akut,
nekrosis otak yang diinduksi oleh radiasi.
Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ;
1. Nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah
2. Papiledema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus.
3. Muntah sering proyektil
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa peningkatan TIK (Tekana Intra Kranial) adalah suatu
peningkatan tekanan yang terjadi pada tulang tengkorak yang dapat mengakibatkan herniasi
dengan gagal pernafasan dan gagal jantung serta dapat menyebabka kematian.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui serta memahami tentang peningkatan TIK dan perkembangan ilmu
yang dimiliki serta kaitannya dengan tindakan keperawatan guna menunjang
kesembuhan pasien
2. Tujuan Khusus
Agar diperoleh pengetahuan tentang definisi dari peningkatan TIK
Agar diperoleh pengetahuan tentang etiologi dari peningkatan TIK
Agar diperoleh pengetahuan tentang patofisiologi dari peningkatan TIK
1
Agar diperoleh pengetahuan tentang manifestasi klinis dari peningkatan TIK
D. Manfaat Penelitian
Agar mahasiswa/mahasiswi mengetahui bagaimana patofisiologi terjadinya peningkatan
TIK serta tanda dan gejala umum atau manifestasi klinis yang biasa terjadi pada orang yang
menderita peningkatan TIK.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah ini yaitu menggunakan metode kepustakaan, yang dilakukan
dengan membaca dan mengutip beberapa buku dan media internet yang berhubungan dengan
peningkatan TIK.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan biasanya
diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler, 2006). Menurut Morton,
et.al tahun 2005, tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg
dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial.
Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total),
cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%) (Joanna Beeckler, 2006). Monro–
Kellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang
tetap (Morton, et.al, 2005). Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan.
Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor
lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon
kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK (Morton, et.al, 2005).
Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi
dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak (Joanna
Beeckler, 2006).
Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion
pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk
memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak (Black&Hawks, 2005).
CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata dikurangi tekanan intrakranial, dengan
rumus CPP = MAP – ICP. CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah rata-
rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3.
Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60
mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi
(Morton et.al, 2005). Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral
berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP (Black&Hawks,
2005).
B. Anatomi Fisiologi
3
Ruang intrakranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai dengan kapasitasnya
dengan unsur yang tidak dapat ditekan: cairan serebrospinal (± 75 ml), dan darah (± 75 ml),
otak (1400 g).
1. Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal (CSS) adalah cairan jernih yang mengelilingi otak dan korda
spinalis. CSS melindungi otak terhadap getaran fisik. Antara CSS dan jaringan saraf
terjadi pertukaran zat-zat gizi dan produk sisa. Walaupun CSS dibentuk dari plasma yang
mengalir melalui otak, konsentrasi elektrolit dan glukosanya berbeda dari plasma.
CSS dibentuk sebagai hasil filtrasi, difusi, dan transport aktif melintasi kapiler-kapiler
khusus kedalam ventrikel (rongga) otak, terutama ventrikel lateralis. Jaringan kapiler
yang berperan dalam pembentukan CSS disebut pleksus koroideus. Setelah berada
didalam ventrikel, CSS mengalir kebatang otak. Melalui lubang-lubang kecil dibatang
otak, CSS beredar kepermukaan otak dan korda spinalis. Dipermukaan otak, CSS masuk
ke sistem vena dan kembali ke jantung. Dengan demikian CSS terus-menerus mengalami
resirkulasi melalui susunan saraf pusat. Apabila saluran CSS diventrikel mengalami
sumbatan, maka dapat terjadi penimbunan cairan. Akibatnya akan terjadi peningkatan
tekanan didalam atau dipermukaan otak.
2. Sawar Darah Otak
4
Sawar darah otak mengacu kepada kemampuan sistem vaskular otak untuk memanipulasi
komposisi cairan interstisium serebrum sehingga berbeda dibandingkan dengan cairan
interstisium dibagian tubuh lainnya. Sawar darah otak terbentuk dari sel-sel endotel yang
saling berkaitan erat dikapiler otak, dan dari sel-sel yang melapisi ventrikel yang
membatasi filtrasi dan difusi. Fungsi transfor khusus mengatur cairan apa yang keluar dari
sirkulasi umum untuk membasahi sel-sel otak. Sawar darah otak melindungi sel-sel otak
yang halus dari pajanan bahan-bahan yang pontensial berbahaya. Banyak obat dan zat
kimia tidak dapat menembus sawar darah otak.
Otak menerima aliran darah otak sekitar 15% curah jantung. Tingginya tingkat aliran arah
ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan otak yang terus-menerus akan glukosa dan
oksigen.
3. Otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh
manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi glukosa. Jaringan otak
sangat rentan dan kebutuhan oksigen dan glukosa melalui aliran darah adalah
konstan.metabolisme otak merupakan proses tetap dan kontinu, tanpa ada masa istirahat.
Aktivitas otak yang tak pernah berhenti ini berkaitan dengan fungsinya yang kritis
sebagai pusat integrasi dan koordinasi organ-organ sensorik dan system efektor perifer
tubuh, dan fungsi sebagai pengatur informasi yang masuk, simpan pengalaman, impuls
yang keluar dan tingkah laku.
Otak terdiri dari batang otak, serebelum, diensefalon, sistim limbik dan serebrum.
Peningkatan volume salah satu diantara ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan
pada ruangan yang ditempati oleh unsur lainnya dan menaikan tekanan intrakranial.
C. Etiologi
1. Volume intrakranial yang meninggi (Adams RD 1989)
Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh:
Tumor serebri
Infark yang luas
Trauma
Perdarahan
Abses
Hematoma ekstraserebral
5
2. Dari faktor pembuluh darah
Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal
superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus
duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis.
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi
hidrosefalus
D. Patofisiologi
Jika massa intrakranial membesar, kompensasi awal adalah pemindahan cairan serebrospinal
ke kanal spinal. Kemampuan otak beradaptasi terhadap meningkatnya tekanan tanpa peningkatan
TIK dinamakan compliance. Perpindahan cairan serebrospinal keluar dari kranial adalah
mekanisme kompensasi pertama dan utama, tapi lengkung kranial dapat mengakomodasi
peningkatan volume intrakranial hanya pada satu titik. Ketika compliance otak berlebihan, TIK
meningkat, timbul gejala klinis, dan usaha kompensasi lain untuk mengurangi tekananpun
dimulai (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi kedua adalah menurunkan volume darah dalam otak. Ketika volume darah
diturunkan sampai 40% jaringan otak menjadi asidosis. Ketika 60% darah otak hilang, gambaran
EEG mulai berubah. Kompensasi ini mengubah metabolisme otak, sering mengarah pada
hipoksia jaringan otak dan iskemia (Black&Hawks, 2005).
Kompensasi tahap akhir dan paling berbahaya adalah pemindahan jaringan otak melintasi
tentorium dibawah falx serebri, atau melalui foramen magnum ke dalam kanal spinal.
Proses ini dinamakan herniasi dan sering menimbulkan kematian dari kompresi batang otak.
6
4
Mekanisme kompensasi dari peningkatan tekanan
intrakranial
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal
hidrosefalus
Herniasi unkus atau serebelum
Herniasi menekan mesensefalon
Kompresi medulla oblongata
Pola nafas tidak efektif,
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Henti pernafasan, nausea, muntah proyektil
Hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak
Traksi dan pergeseran struktur peka- nyeri dalam rongga intrakranial
Bertambahnya massa dalam
tengkorak
Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal
Terbentuknya edema sekitar tumor
Gangguan perfusi jaringan serebral,
Bersihan jalan napas tidak efektif
Nyeri kepala
Papiledema
Pembengkakan papila saraf optikus
5
E. Manifestasi Klinik
Kenaikan tekanan intra cranial sering memberikan gejala klinis yang dapat dilihat seperti :
1. Nyeri Kepala
Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang
sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena
selama tidur PCO2 arteri serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari
serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranial. Juga
lonjakan tekanan intrakranial sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan
memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat
hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang
didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri
kepala terasa dibagian belakang dan leher.
2. Muntah
Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai
dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah
tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan
mual serta dapat hilang untuk sementara waktu.
3. Kejang
Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala
permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan
meningkat sesuai dengan pertumbuhan tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang
hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968)
mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat
korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari
himisfer, batang otak dan difossa posterior.
4. Papil edema
Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Karena
tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga
terjadilah edem papil. Barley dan kawan-kawan, mengemukakan bahwa papil edem
ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak.
5. Gejala lain yang ditemukan:
False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons ekstensor yang
bilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin
Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi tumor yaitu :
6
i. Tumor lobus frontalis
Karakteristik dari tumor lobus frontalis adalah ditemukannya gangguan fungsi
intelektual. Ada 2 tipe perubahan kepribadian:
- apatis dan masa bodoh
- euforia
Tetapi lebih sering ditemukan adalah gabungan dari kedua tipe tersebut. Bila
masa tumor menekan jaras motorik maka akan menyebabkan hemiplegi
kontralateral. Tumor pada lobus yang dominan akan menyebabkan afasia
motorik dan disartri.
ii. Tumor lobus parietalis
Tumor pada lobus parietalis dapat menyebabkan bangkitan kejang umum atau
fokal, hemianopsia homonim, apraksia. Bila tumor terletak pada lobus yang
dominan dapat menyebabkan afasia sensorik atau afasia sensorik motorik,
agrafia dan finger agnosia.
iii. Tumor lobus temporalis
Tumor yang letaknya dibagian dalam lobus temporalis dapat menyebabkan
hemianopsia kontralateral, bangkitan psikomotor atau bangkitan kejang yang
didahului oleh auraolfaktorius, atau halusinasi visual dari bayangan yang
kompleks. Tumor yang letaknya pada permukaan lobus dominan dapat
menyebabkan afasia sensorik motorik atau disfasia.
iv. Tumor lobus oksipitalis
Tumor lobus oksipitalis umumnya dapat menyebabkan kelainan lapangan
pandang kuadrantik yang kontralateral atau hemianopsia dimana makula
masih baik. Dapat terjadi bangkitan kejang yang didahului oleh aura berupa
kilatan sinar yang tidak berbentuk.
v. Tumor fossa posterior
Tumor pada ventrikel IV dan serebelum akan menggangu sirkulasi cairan
serebrospinalis sehingga memperlihatkan gejala tekanan tinggi intrakranial.
Keluhan nyeri kepala, muntah dan papil edem akan terlihat secara akut,
sedangkan tanda-tanda lain dari serebelum akan mengikuti kemudian.
F. Pengkajian Pasien dengan TIK
Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan terkait dengan peningkatan TIK yaitu
(Black&Hawks, 2005) :
7
1. Pemeriksaan GCS.
GCS adalah pengkajian neurologi yang paling umum dan terdapat tiga komponen
pemeriksaan yaitu membuka mata, respon verbal dan respon motorik. Nilai tertinggi
15 dan nilai terendah 3. pemeriksaan GCS tidak dapat dilakukan jika klien diintubasi
sehingga tidak bisa berbicara, mata bengkak&tertutup, tidak bisa berkomunikasi,
buta, afasia, kehilangan pendengaran, dan mengalami paraplegi/paralysis. Pemeriksaan
GCS pertama kali menjadi nilai dasar yang akan dibandingkan dengan nilai hasil
pemeriksaan selanjutnya untuk melihat indikasi keparahan. Penurunan nilai 2 poin
dengan GCS 9 atau kurang menunjukkan injuri yang serius (Black&Hawks, 2005).
2. Tingkat kesadaran.
Perubahan pertama pada klien dengan gangguan perfusi serebral adalah perubahan
tingkat kesadaran. Pengkajian tngkat kesadaran berlanjut dan rinci perlu dilakukan
sampai klien mencapai kesembuhan maksimal (Black&Hawks, 2005).
3. Respon pupil.
Pupil diperiksa tampilan dan respon fisiologisnya.pupil yang terpengaruh biasanya pada
sisi yang sama (ipsilateral) dengan lesi otak yang terjadi, dan defisit motorik dan
sensorik biasanya pada sisi yang berlawanan (kontralateral). Pemeriksaan pupil
meliputi: kesamaan ukuran pupil, ukuran pupil, posisi pupil (ditengah atau miring),
rekasi terhadap cahaya, bentuk pupil (pupil oval bukti awal peningkatan TIK),
akomodasi pupil (Black&Hawks, 2005).
4. Gerakan mata.
Gerakan mata normalnya bersamaan. Jika bergerak tidak bersamaan (diskonjugasi),
catat dan segera laporkan.
5. Tanda – tanda vital.
Tanda-tanda vital diperiksa setiap 15 menit sampai keadaan klien stabil. Suhu tubuh
diukur setiap 2 jam.pola nafas klien dikaji dengan cermat. Jika TIK meningkat dan
herniasi terjadi di medulla, maka Chusing response dapat terjadi, sehingga respon ini
perlu juga diperiksa.
6. Pemeriksaan saraf kranial.
Pemeriksaan ini misalnya berupa memeriksa gerkaan ekstraokular, gag refleks,
pemeriksaan otot wajah, dan lain sebagainya.
Selain pemeriksaan diatas, pengkajian menyeluruh terhadap semua data-data lain dari
klien tetap diperlukan untuk mendapatkan data yang lebih lengkap, sehingga dapat disusun
rencana keperawatan dengan akurat dan tepat.
8
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Foto Polos Kepala
Pada Anak:
a. Sutura melebar
Pada umur 7 tahun sutura mulai mendekati dimana hal ini mungkin terlihat setelah
umur 14 atau 15 tahun. Keadaan ini tidak terlihat setelah umur 25 atau 30 tahun.
(Meschan, 1985)
Satura yang melebar ini terutama jelas terlihat pada sutura koronaria dan sutura
sagitalis serta jarang terlihat pada sutura lambdoidea (Sutton D,1980; Chapman S,
1985)
b. Ukuran kepala yang membesar
Ukuran kepala yang membesar dijumpai pada:
Ventrikel yang membesar
Pada hidrosefalus ditemukan ventrikel yang membesar, misalnya disebabkan
oleh suatu stenosis aquaduktus Sylvii, Arnold Chiari Malfornation atau Dendy
Walker Cyst
Ventrikel yang normal
Dijumpai pada oedema serebri, space ocuping lesion dan megalencephaly
c. Craniolacunia
Craniolacunia adalah suatu gambaran menyerupai alur yang berbentuk oval atau
seperti jari pada tabula interns dengan diantaranya terdapat bony ridge. Tanda ini
terlihat pada neonatus sampai bayi berumur 6 bulan.
Keadaan ini berhubungan dengan myelomeningocele, ecephalecele, stenosis
aquaductus sylvii dan arnold chiari malformation (Sutton D, 1980; Chapman S,
1985)
d. Erosi dorsum sellae
Pada anak-anak erosi dorsum sellae merupakan tanda lanjut dari tekanan tinggi
intrakranial. Untuk terjadinya erosi dorsum sellae membutuhkan waktu
beberapa minggu. Keadaan ini hanya terlihat pada 30% kasus dengan tekanan
tinggi intrakranial. Jika erosi dorsum sellae tidak disertai dengan sutura yang
melebar, umumnya hal ini disebabkan oleh lesi fokal pada daerah sella (Sutton D,
1980)
9
e. Bertambahnya convolutional marking
f. Untuk suatu tekanan tinggi intrakranial bertambahnya convolutional marking
tidak dapat dipercaya. Dalam keadaan normal keadaan ini bervariasi antara umur
4-10 tahun (Chapman S, 1985)
Pada dewasa
a. Erosi dorsum sellae
Pada orang dewasa biasanya terjadi erosi dorsum sellae dan merupakan gambaran
yang khas. Pada tekanan tinggi intracranial yang lama seluruh dorsum sellae
mungkin tidak jelas terlihat. Sebenarnya erosi prossesus posterio dan dorsum
sellae disebabkan oleh tekanan dari dilatasi ventrikel III dan pada umumnya
ditemukan pada penderita dengan tumor pada fossa posterior dan hidrosefalus.
Erosi sellae oleh karena tekanan tinggi intrakranial harus dibedakan dari lesi
destruksi lokal. Selain daripada adenoma pituitaria yang terdiri atas
meningioma, chordoma, craniopharyngioma dan aneurisma (Sutton D, 1980)
b. Pergeseran kelenjar pineal
Pada proyeksi Towne dengan kualitas filma yang baik, kelenjar pineal terlihat
terletak di garis tengah. Jika terjadi pergeseran dari kalsifikasi kelenjar pineal lebih
dari 3 mm pada satu sisi garis tengah,menunjukkan adanya massa intrakranial.
Pada umumnya sebagai penyebabnya adalah tumor intrakranial, tetapi lesi
seperti subdural hematom dan massa non neoplastik dapat menyebabkan hal yang
sama (Sutton D dan Chapman S)
c. Kalsifikasi Patologi
Pada space occupying lession dapat terlihat adanya kalsifikasi yang patologik.
Keadaan ini terlihat dengan gambaran radiologik kira-kira pada 5%-10% kasus
(Sutton D, 1980)
2. COMPUTERIZED TOMOGRAPHY / CT SCAN
CT Scan merupakan pemeriksaan yang aman dan tidak invasif serta mempunyai
ketepatan yang tinggi. Masa tumor menyebabkan kelainan pada tulang tengkorak yang
dapat berupa erosi atau hiperostosis, sedang pada parenkhim dapat merubah struktur
normal ventrikel, dan juga dapat menyebabkan serebral edema yang akan terlihat
berupa daerah hipodensiti. Setelah pemberian kontrast, akan terlihat kontrast
enhancement dimana tumor mungkin terlihat sebagai daerah hiperdensiti.
Kelemahan CT Scan menurut Davuis (1976) kurang mengetahui adanya tumor
yang berpenampang kurang dri 1,5 cm dan yang terletak pada basis kranii (Wesiberg L)
10
3. MAGNETIC RESONANCE IMAGING
MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan antara tumor dan
jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan jaringan sebelum terjadinya
kelainan morfologi.
4. Angiografi serebral.
Untuk mengetahui deviasi pembuluh darah.
H. Penatalaksanaan Medis
A. Penatalaksanaan Umum
Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan menghindari hipotensi
(tekanan darah sistol ≤ 90 mmHg). Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga
agar TIK tidak meninggi antara lain adalah :
1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45º, dengan tujuan memperbaiki
venous return
2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal
Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya
tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga
akan menyebabkan edema dan peningkatan TIK.
3. Mencegah dan mengatasi kejang
4. Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri
5. Menjaga suhu tubuh normal < 37,5ºC
Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan
metabolisme serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang,
sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya
akan mengakibatkan peninggian TIK.
6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit
Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan
terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-
sel neuron.
7. Hindari kondisi hiperglikemia
8. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif
jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi.
11
9. Atasi hipoksia
Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob,
sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam
laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan
menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan
peningkatan TIK.
10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg)
11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti
batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan.
B. Tatalaksana Khusus
1. Mengurangi efek massa
Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun perdarahan
intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses intrakranial
tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya.
Sebagian dari kondisi tersebut memerlukan tindakan pembedahan untuk
mengurangi efek massa.
Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter
terhadap terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%.
2. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan, misalnya pada pasien agitasi, atau
terjadinya peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien
ke meja CT scan. Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK refrakter,
tetapi beresiko terjadinya myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang.
3. Mengurangi volume cairan serebrospinal
Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan
hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi
meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini
yaitu : memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter
lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus atau
ada/tidaknya massa intrakranial.
Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila
diyakini pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau
hidrosefalus obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura
daerah lumbal. Dengan kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan
serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan lainnya adalah
teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU.
12
4. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan isotonik
jika CPP <60 mmHg. (CPP = MAP-TIK).
5. Mengurangi volume darah intravaskular
Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH
sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan
mengurangi CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek hiperventilasi akan terjadi
sangat cepat dalam beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan
yang efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan menyebabkan
iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan dalam keadaan emergensi saja.
Hiperventilasi dilakukan dalam jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30
mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%. Efek
hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resiko iskemik
jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu yang singkat.
Indikasi hiperventilasi
a. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut :
Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial.
Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut
kemunduran neurologis.
b. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif
terhadap sedasi, paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik.
Hindari ventilasi bila :
a. Jangan digunakan untuk profilaksis
b. Hindari hiperventilasi yang panjang
Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu,
pertimbangkan untuk monitor SjvO2, AVdO2, atau CBF untuk menghindari
iskemik serebri
c. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan
hiperventilasi jika pCO2 =30-35 mmHg
d. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg
Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF
dan penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah
yang rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap
kapasitas oksigen, sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi
CBV dan TIK. Namun, bila hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat
menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi
13
sehingga TIK akan meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting
dalam menjaga TIK adalah mencegah hematokrit jangan sampai turun dibawah
30%.
6. Terapi osmotik
Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler. Baik mannitol maupun salin
hipertonik memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas
darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel darah merah.
a. Salin hipertonik : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit
melalui CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar
Na serum 150-155 mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin
hipertonik ini berkaitan dengan edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72
jam untuk mencegah terjadinya edema rebound.
b. Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan
dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar osmolaritas serum
300-320 mOsm. Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol
adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90
menit hingga 6 jam.
Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini
masih kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut:
1. Menurunkan TIK :
a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah
dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan
TIK dalam beberapa menit.
b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema
cairan dari parenkim otak.
2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah.
Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian
mannitol yaitu sebagai berikut :
a. Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi
sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak.
Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering) untuk
mencegah rebound TIK.
b. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan
jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana
dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya.
14
c. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut
khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obat-
obatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya penyakit ginjal sebelumnya.
Tabel. Terapi osmotikPemberian Efek samping Digunakan Hindari bila
Salin hipertonik
Dapat diberikan dg infus berlanjut, memperbaiki CPP, meningkatkan volume, efektif dlm menurunkan TIK pada pasien yg refrakter dg mannitol
Overload volume, edem pulmonal, hipernatremia ekstrim, rebound edema serebri saat tapering, insufisiensi renal, CPM (central pontine myenolysis)
Ingin meningkatkan volume atau memperbaiki CPP
CHF dekompensata, hati-hati jika hiponatremia baseline > 24 jam.
Mannitol Dapat digunakan melalui jalur perifer, bolus
Deplesi volume, harus penuh urine output dengan salin, khususnya pada TBI dan SAH, hipotensi, rebound edema serebral, hipernatremia, insufisiensi renal
Ingin untuk diuresis
Gagal ginjal, hipotensi
7. Pilihan lainnya :
a. Totilac ® : merupakan cairan hipertonik sodium laktat dengan konsentrasi
fisiologis potasium klorida dan kalsium klorida. Cairan ini memiliki osmolaritas
1020 mOsm/L dengan pH 7.0. Cairan ini netral dan ketika laktat dimetabolisme, ia
tidak menyebabkan asidosis. Dosis penggunaan 10 cc/kg BB selama 12 jam
intravena. Totilac ® mengandung ion yang akan berdisosiasi menjadi anion (laktat
dan klorida) dan kation (sodium, potasium, kalsium). Sodium, kation di
ekstraseluler, jika konsentrasinya tinggi akan menjaga hipertonisitas sehingga
memperbaiki hemodinamik. Laktat, metabolik fisiologis dimana akan dioksidasi di
mitokondria, dimana oksidasinya akan menghasilkan energi yang sama dengan
glukosa. Kalsium, memegang peranan pada kontraktilitas jantung. Potasium,
mencegah hipokalemia, dimana dapat disebabkan infus sodium laktat.
b. Barbiturat : bolus penobarbital 5-20 mg/kg diikuti 1-4 mg/kg/jam. Barbiturat
menurunkan metabolic demand dan selanjutnya CBF, CBV dan TIK jika rantai
metabolisme masih intak. Resiko penggunaan meliputi hipotensi, kesulitan menilai
pasien karena efek sedatifnya, supresi jantung.
c. Induksi hipotermia hingga 32-34ºC dapat menurunkan CBF dan TIK dengan
menurunkan metabolic demand. Tiap penurunan temperatur 1ºC akan menurunkan
15
metabolisme oksigen otak (CMRO2) 7%. Efek samping hipotermi meliputi infeksi
sistemik, bakteremia, koagulopati, pneumonia, hipokalemia, dan aritmia
d. Steroid : seperti deksametason tidak efektif digunakan pada pasien trauma kapitis.
Biasanya berguna untuk edema yang berhubungan dengan tumor dan infeksi. Dosis
awal yang biasa digunakan adalah 10 mg deksametason intravena diikuti 4 mg tiap
6 jam.
Tabel. Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut
Langkah Rasional Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum)Pastikan pasien disedasi dan paralisis Menurunkan peningkatan respon simpatis
dan hipertensi karena gerakan, tensing abdominal musculature
Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal jika ada IVC (intraventricular catheter)
Menurunkan volume intrakranial
Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20 ml salin 23%
↑ volumeplasma à ↑ CBF à ↓ TIK,↑ osmolalitas serum → ↓ air di otak
Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga pCO2 > 25 mmHg)
Menurunkan pCO2 à ↓ CBF → ↓ TIK
Penobarbital 100 mg iv pelan atau tiopental 2,5 mg/kg iv 10 menit
Sedatif, ↓ TIK, terapi kejang, kemungkinan neuroprotektif
*lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau jika
osmolalitas serum > 320 mOsm/L.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a) Identifikasi faktor resiko paparan dengan radiasi atau bahan – bahan kimia yang bersifat
carcinogenik.
b) Identifikasi tanda dan gejala yang dialami: sakit kepala, muntah dan penurunan
penglihatan atau penglihatan double.
c) Identifikasi adanya perubahan perilaku klien.
d) Observasi adanya hemiparase atau hemiplegi.
e) Perubahan pada sensasi: hyperesthesia, paresthesia.
16
f) Observasi adanya perubahan sensori: asteregnosis (tidak mampu merasakan benda
tajam), agnosia (tidak mampu mengenal objek pada umumnya), apraxia (tidak mampu
menggunakan alat dengan baik), agraphia (tidak mampu menulis).
g) Observasi tingkat kesadaran menggunakan GCS dan tanda vital.
h) Observasi keadaan keseimbangan cairan dan elektrolit.
i) Psikososial: perubahan kepribadian dan perilaku, kesulitan mengambil keputusan,
kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan,
adanya perubahan peran.
j) Laboratorium:
- Jika tidak ada kontraindikasi: lumbal pungsi.
k) Radiografi:
CT scan.
Foto Polos Kepala
MRI
B. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Intervensi.
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi
a. Pantau status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
b. Pantau tanda vital tiap 4 jam.
c. Pertahankan posisi netral atau posisi tengah, tinggikan kepala 200-300.
d. Pantau ketat pemasukan dan pengeluaran cairan, turgor kulit dan keadaan membran
mukosa.
e. Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang
dipaksakan/mengejan.
f. Perhatikan adanya gelisah yang meningkat, peningkatan keluhan dan tingkah laku
yang tidak sesuai lainnya.
17
g. Mengkaji adanya perubahan pada tingkat kesadran dan potensial peningaktan TIK
dan bermanfaat dalam menentukan okasi, perluasan dan perkembangan kerusakan
SSP.
h. Normalnya autoregulasi mempertahankan aliran darah ke otak yang stabil.
Kehilanagn autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi serebral lokal dan
menyeluruh.
i. Kepala yang miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat
aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
j. Bermanfaat sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan
perfusi jaringan.
k. Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intra toraks dan intra abdomen yang dapat
meningkatkan TIK.
l. Petunjuk non verbal ini mengindikasikan adanya penekanan TIK atau mennadakan
adanya nyeri ketika pasien tidak dapat mengungkapkan keluhannya secara verbal.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah suatu fungsi nonlinear dari fungsi otak, cairan
serebrosspinal (CSS) dan volume darah otak. Ruang intrakranial ditempati oleh jaringan otak,
darah dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan
suatu tekanan intrakranial normal berkisar antara 5 dan 15 mmHg (millimeter air raksa).
Adapun tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial lainnya; hipertermia, perubahan motorik
dan sensorik, perubahan berbicara, kejang. Trias klasik peningkatan tekanan intrakranial adalah ;
nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah, papiledema yang disebabkan oleh tekanan
dan pembengkakan diskus optikus, muntah sering proyektil.
Pemantauan tekanan intrakranial secara noninvasif seperti MRI, CT scan, tomografi emisi
positron, single-photon emission computed tomografi, evoked potential, dan oksimetri.
B. Saran
Didalam penulisan makalah ini,penulis menyadari selaku manusia biasa yang tak luput dari
lupa dan salah, maka dari itu penulis sangat mengharapkan Kritikan maupun Saran dari
Ustad/ustadzah, teman-teman, atau siapa saja yang membaca makalah ini.
19
DAFTAR PUSTAKA
Hudak, Gallo. 2001. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. EGC. Jakarta.
Copyright © 2010 Noertika Rustam.
Ed. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. UGM. Yogyakarta.
Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.
Eliastam, Sternbach, Bresler. 2003. Buku Saku Penuntun Kedaruratan Medis. EGC. Jakarta.
Prince, Wilson . 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC. Jakarta
Satriawan, I Kadek Eric. Asuhan Keperawatan Peningkatanan Tekanan Intra Kranial. Available
from: http://www.ericsatriawan.co.cc/2012/06/asuhan-kepera watan-peningkatanan.html
Weisberg L. Cerebral computed tomography. 2nd ed. Philadelphia ; WB Sounders, 1984; 193-202
Adams RD, Victor M. Principles of neurology. 4th ed. New York: McGraw Hill, 1989: 501-508
20
21