Benign Intrakranial Hipertensi
-
Author
vike-poraddwita-yulianti -
Category
Documents
-
view
173 -
download
12
Embed Size (px)
description
Transcript of Benign Intrakranial Hipertensi

BENIGN INTRAKRANIAL HIPERTENSI
1. ANATOMI SEREBRI
Otak adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri
atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar
gerakan, perilaku dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah,
keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai
dapat memengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak memengaruhi
perkembangan psikologi kognitif. Otak juga bertanggung jawab atas fungsi seperti
pengenalan, emosi. ingatan, pembelajaran motorik dan segala bentuk pembelajaran
lainnya.
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum
dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri
dari pons,medula oblongata dan serebellum
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus frontal berkaitan dengan fungsi
emosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan
fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu.
Lobus oksipital bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons
bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan
kewaspadaan. Pada medulla oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum
bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan..
Vaskularisasi
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willis. Vena-vena
otak tidak mempunyai jaringan otot di dalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak
mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus
cranialis.

Sirkulasi Arteri Serebral
Sirkulasi serebral arteri dibagi ke dalam sirkulasi serebral anterior dan sirkulasi serebral
posterior. Ada dua pasangan utama dari arteri yang memasok arteri ke serebral dan
serebelum: arteri karotis internal dan arteri vertebralis.
Sirkulasi serebral anterior dan posterior saling berhubungan melalui arteri kommunikans
posterior. Mereka adalah bagian dari sirkulus Willis yang menyediakan sirkulasi
cadangan ke otak. Jika sewaktu-waktu salah satu arteri tersumbat, sirkulus Willis
menyediakan interkoneksi antara sirkulasi serebral anterior dan posterior, memberikan
darah ke jaringan yang mungkin akan mengalami iskemik.
Fungsi sirkulus Willis adalah untuk mendistribusikan darah yang mengandung oksigen
masuk melalui arteri basilaris dan arteri karotis interna, ke wilayah-wilayah otak melalui
tiga pasang arteri, yaitu arteri serebri anterior, media dan posterior. Lingkaran ini penting
karena memungkinkan untuk darah yang akan kembali diarahkan melalui arteri

kommunikans anterior dan arteri kommunikans posterior. Mempertahankan suplai darah
ini penting karena meskipun otak hanya terdiri dari sekitar 2% dari total massa tubuh,
tetapi otak membutuhkan sekitar 20% darah dari output darah dari jantung, dan jika otak
kekurangan pasokan ini selama lebih dari beberapa menit sel otak akan menjadi rusak
secara permanen.
Sirkulasi serebral anterior adalah suplai darah ke bagian anterior otak. Hal ini disuplai
oleh arteri berikut:
Arteri karotis interna: Pembuluh nadi besar adalah cabang kiri dan kanan dari arteri
karotis di leher yang masuk tengkorak, berbeda dengan cabang karotis eksternal yang
memperdarahi wajah. Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri serebri anterior
dan terus membentuk arteri serebri media.
Arteri serebri anterior (ACA)
- Arteri kommunikans anterior: Menghubungkan kedua arteri serebri anterior.
Arteri serebri media (MCA)
Sirkulasi serebral posterior merupakan suplai darah ke bagian posterior otak, termasuk lobus
oksipital, serebelum dan batang otak. Hal ini disuplai oleh arteri berikut:
Arteri vertebralis: Cabang arteri yang lebih kecil dari arteri subklavia yang terutama
mensuplai bahu, dada bagian samping dan lengan. Dua arteri vertebralis menyatu
menjadi arteri basilaris.
- Arteri serebeli posterior inferior (Pica)
Arteri basilaris: Mensuplai otak tengah, serebelum, dan bercabang menjadi arteri
serebri posterior
- Arteri serebeli anterior inferior (AICA)
- Cabang pontine
- Arteri serebeli superior (SCA)
Arteri serebri posterior (PCA)
Arteri kommunikans posterior
Drainase vena serebri

Drainase vena dari otak besar dapat dipisahkan menjadi dua subdivisi: superfisial dan profunda.
Sistem superfisial terdiri dari sinus vena dural. Sinus dural, oleh karena itu terletak di permukaan
otak besar. Yang paling menonjol dari sinus adalah sinus sagital superior yang mengalir pada
bidang sagital bawah garis tengah otak, posterior dan inferior terhadap torcula, membentuk
pertemuan sinus, di mana drainase superfisial bergabung dengan sinus yang terutama
mengalirkan ke sistem vena profunda. Dari sini, dua sinus melintang yg terbagi dalam dua
cabang dan bergerak lateral dan inferior dalam kurva berbentuk S yang membentuk sinus
sigmoid yang terus akan membentuk dua vena jugularis. Di leher, vena jugularis berjalan paralel
di atas arteri karotis dan mengalirkan darah ke vena cava superior
Drainase vena profunda, terdiri dari pembuluh darah di dalam struktur-struktur dalam otak, yang
bergabung di belakang otak tengah untuk membentuk vena Galen. Vena ini menyatu dengan

sinus sagital inferior untuk membentuk sinus lurus yang kemudian bergabung dengan sistem
vena superfisial yang disebutkan di atas pada pertemuan dari sinus.
2. DEFINISI
Benign Intrakranial Hipertensi atau pseudotumor serebri adalah suatu kelainan neurologi
yang ditandai dengan peningkatan tekanan intracranial akibat peningkatan tekanan cairan
serebrospinalis tanpa adanya bukti infeksi, massa intracranial, hidrosefalus, atau patologi
intracranial lainnya.
3. ETIOLOGI
Idiopatik
Namun sebagian besar kasus BIH terjadi pada wanita muda yang mengalami obesitas,
persentasi jauh lebih kecil pada pria yang sehat.
Pasien dengan indeks masa tubuh yang tinggi dan berat badan yang terus meningkat akan
meningkatkan risiko. Terdapat beberapa keadaan medis yang menyebabkan pseudotumor
serebri, yaitu :
Penyakit
● Penyakit Addison
● Hipoparatiroid
● PPOK
● Gagal jantung kanan dengan hipertensi pulmonal
● Sleep apnea
● Gagal ginjal
● Anemia defisiensi besi
Obat - obatan
● Tetrasiklin
● Vitamin A
● Kortikosteroid
● Growth Hormone
● Chlordecone

● Asam Nalidiksat
● Lithium
● Implan
Obstruksi drainase vena
● Trombosis sinus venosus
● Trombosis vena jugularis
4. EPIDEMIOLOGI
Pasien pseudotumor serebri dengan papilledema terjadi sekitar 1 : 100.000 per tahun pada
populasi umum dan 19,3 : 100.000 per tahun pada wanita obesitas umur 20 – 44 tahun. Pasien
pseudotumor serebri biasanya adalah wanita muda obesitas dengan nyeri kepala kronik ,
laboratorium normal, dan pemeriksaan neurologis normal (kecuali papiledema). Lebih dari 90%
pasien pseudotumor mengalami obesitas, dan lebih 90% adalah perempuan usia subur.
5. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala pasien pseudotumor serebri adalah sakit kepala (94%), obstruksi visual transien
(68%), tinnitus (58%), photopsia (54%), dan nyeri retrobulbar (44%). Diplopia (38%) dan
kehilangan penglihatan (30%) kurang umum didapatkan pada pseudotumor serebri, tetapi
beberapa dari gejala-gejala ini memang sering terjadi.
Nyeri kepala terjadi hampir pada semua pasien. Nyeri kepala tersebut digambarkan
sebagai nyeri kepala berdenyut dan dirasakan setiap hari. Pasien dapat terbangun karena
nyerinya dan biasanya berlangsung selama berjam-jam. Nyeri biasanya dirasakan pada bagian
frontal, terasa lebih berat saat berbaring. Mual umum terjadi tetapi muntah jarang terjadi. Nyeri
kepala biasanya dilaporkan sebagai nyeri kepala terburuk yang pernah dialami oleh pasien.
Selain itu, sindrom nyeri kepala lain juga sering berdampingan, seperti nyeri kepala yang
merupakan rebound akibat penggunaan analgesic berlebihan.

Obstruksi visual transien adalah episode penglihatan kabur sementara yang biasanya
berlangsung kurang dari 30 detik dan diikuti oleh monokuler atau binokuler. Penyebab gela ini
dianggap karena transien iskemi di nervus optikus yang disebabkan oleh peningkatan tekanan
jaringan.
Tinnitus yang terjadi biasanya terdengar berdenyut (ditemukan pada sekitar 60% pasien)
dan unilateral.
Papilledema adalah tanda kardinal dari pseudotumor serebri. Edema diskus optikus baik
secara langsung maupun tidak langsung adalah penyebab hilangnya penglihatan pada
pseudotumor serebri. Semakin tinggi derajat dari papilledema, semakin buruk terjadinya
kehilangan penglihatan, namun pada masing-masing pasien tingkat keparahan kehilangan
penglihatan tidak dapat diprediksi secara akurat dari derajat keparahan papilledema. Hal tersebut
dapat sebagian dijelaskan oleh bukti bahwa ketika papiledem menyebabkan terjadinya
kematian/kerusakan akson, papiledem yang terjadi akan berkurang.
Diplopia horizontal terjadi pada sekitar 33% pasien pseudotumor serebri, dan paralisis saraf
keenam yang ditemukan sekitar 10% - 20%. Gangguan motilitas sering terjadi akibat kerusakan
saraf keenam tersebut, namun kerusakan nervus lainnya pun pernah dilaporkan. Diagnosis
pseudotumor serebri harus dicurigai pada pasien dengan gangguan motilitas okular selain
kerusakan pada saraf keenam
Ketajaman visual biasanya normal pada pasien dengan edema papil, kecuali ketika kondisi
berlangsung sangat lama dan parah atau ketika diskus optikus yang edema menyebabkan ablasio
retina serosa. Pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan optotipi Snellen tidak sensitif terhadap
derajat/keparahan hilangnya penglihatan yang ditemukan dengan pemeriksaan perimetri dan
terhadap derajat keparahan papiledem yang terjadi
Gangguan lapang pandang pada pseudotumor serebri sama dengan yang dilaporkan terjadi
pada papilledema karena penyebab lain. Gangguan yang paling umum adalah pelebaran bintik
buta dan hilangnya lapang pandang di bagian inferonasal dari bidang visual yang juga bersamaan
dengan penyempitan isopters. Hilangnya lapang pandang mungkin progresif dan berat, sehingga

dapat menyebabkan kebutaan. Hilangnya lapang pandang di bagian temporal biasanya bertahap,
namun kehilangan penglihatan akut dapat saja terjadi.
6. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pseudotumor serebri sebagian besar merupakan spekulatif. Meskipun sebagian
besar ahli bedah saraf mengobati pseudotumor serebri menggunakan diuretik atau pengalihan
cairan serebrospinal untuk menurunkan tekanan intrakranial, masih belum pasti apakah penyakit
ini disebabkan oleh gangguan hidrodinamika cairan serebrospinal (seperti kelebihan produksi
atau malabsorpsi) atau etiologi lainnya.
Salah satu mekanisme yang dijelaskan terdahulu adalah adanya edema serebri. Dalam
beberapa kasus hal ini memang terbukti. Namun, selanjutnya studi patologis dan MRI tidak
mendukung adanya edema serebri sebagai penyebabnya. Terdapat beberapa laporan adanya
hubungan pseudotumor serebri dengan intoksikasi vitamin A. Sering didapatkan kadar vitamin
A, retinol, dan protein pengikat retinol yang tinggi pada cairan serebrospinal pasien pseudotumor
serebri. Oleh karena itu, kebihan retionol atau protein pengikatnya pada cairan serebrospinal
dianggap dapat mengganggu penyerapan cairan serebrospinal.
Obesitas dan komplikasinya telah dikaitkan denganp patofisiologi pseudotumor serebri. Sleep
apnea merupakan konsekuensi yang sering terjadi pada obesitas. Sebuah laporan kasus dimana
seorang pasien dengan pseudotumor serebri memiliki pemantauan tekanan intracranial secara
simultan dengan oksimetri, menunjukkan peristiwa apnoe episodik dikaitkan dengan peningkatan
yang signifikan dalam tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intracranial ini mungkin karena
vasodilatasi akibat hiperkapnoe dari episode apnea. Obesitas sentral juga dianggap sebagai faktor
untuk terjadinya pseudotumor serebri. Distribusi lemak abdominal akan meningkatkan tekanan
intra-abdomen, pengisisan jantung, pleura, dan tekanan vena sentral, yang semuanya berpotensi
untuk meningkatkan tekanan vena intrakranial. Beberapa karya Karahalios telah melakukan
pengukuran tekanan atrium kanan pada pasien dengan dugaan pseudotumor cerebri. Dia
menemukan bahwa lima pasien dengan anatomi sinus venosus dural yang normal telah memiliki
tekanan atrium kanan yang tinggi. Tekanan tinggi di dalam jantung tersebut dapat membuat

tekanan yang tinggi pula pada sinus vena intrakranial. Nadkarni memeriksa dua wanita usia
subur yang gemuk dan diperiksa untuk pseudotumor serebri. Venografi intrakranial pada pasien
ini menunjukan tekanan yang meningkat pada sinus venosus intrakranial dan terjadi juga
peningkatan tekanan atrium kanan. Hal ini membuat anggapan bahwa tekanan atrium tinggi
sebenarnya disebabkan habitus tubuh pasien obesitas. Kedua pasien tersebut kemudian menjalani
operasi bariatrik untuk mencapai penurunan berat badan. Sekitar satu tahun kemudian, evaluasi
klinis pasien ini menunjukkan bahwa pseudotumor serebri mereka telah sembuh. Pengukuran
ulang tekanan sinus vena dural intrakranial telah menunjukkan bahwa tekanan tersebut kembali
normal. Hasil operasi bariatrik tersebut adalah penurunan tekanan atrium kanan, yang
menyebabkan penurunan tekanan sinus venosus intrakranial, dan pada akhirnya menurunkan
tekanan intrakranial.
Teori patofisiologi yang paling diterima dari pseudotumor serebri adalah terdapatnya
obstruksi drainase vena intrakranial. Namun, ini masih diperdebatkan apakah obstruksi drainase
vena tersebut adalah mekanisme primer atau sekunder dari proses patologis lain.
7. DIAGNOSIS
Diagnosis diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan
penunjang. Terdapat kriteria diagnostik untuk pseudotumor serebri dimana kriteria
tersebut pertama kali dikemukakan oleh Walter Dandy. Pasien yang memenuhi kriteria
ini didiagnosis memiliki bentuk idiopatik. Kriteria tersebut adalah:
Tanda dan gejala peningkatan tekanan intrakranial (nyeri kepala, muntah,
papilledema).
Tidak adanya temuan pada pemeriksaan neurologis, kecuali adanya paresis nervus VI
unilateral atau bilateral.
Tidak adanya deformitas, perpindahan, atau obstruksi dari sistem ventrikel dan studi
neurodiagnostic dinyatakan normal, kecuali peningkatan tekanan cairan serebrospinal
(> 250 mm air pada pasien obesitas).
Pasien sering terjaga dan menjadi waspada.
Tidak ada penyebab lain dari peningkatan tekanan intrakranial.
Pada pemeriksaan radiologi, MRI sangat dianjurkan kecuali jika ada kontraindikasi
medis. CT Scan dapat dilakukan segera sebelum pungsi lumbal tetapi harus diikuti

dengan MRI jika memungkinkan. Akan didapatkan gambaran ukuran ventrikel yang
normal. Indikator peningkatan tekanan intrakranial pada MRI mencakup sella kosong,
distensi selubung saraf optik, dan penonjolan papila saraf optik ke vitreus. Sering terdapat
malformasi Chiari tipe 1, dimana hal ini lebih sering terjadi pada pasien dengan
pseudotumor serebri dibandingkan pada populasi umum.
Pemeriksaan cairan serebrospinal diperlukan untuk diagnosis dengan mengukur
tekanannya. Penyebab sekunder hipertensi intrkranial mungkin terlewatkan tanpa
pemeriksaan cairan serebrospinal. Tekanan cairan serebrospinal untuk diagnostik harus
250 mm atau lebih pada orang dewasa. Nilai antara 200 dan 250 mm merupakan nilai
intermediate. Pemantauan secara terus menerus kadang-kadang diperlukan karena
tekanan dapat berfluktuasi. Nilai normal tekanan cairan serebrospinal tidak tentu pada
anak-anak, tetapi hipertensi intrakranial diduga jika tekanan lebih besar dari 100 mm
untuk anak di bawah usia 8 tahun, dan lebih dari 200 mm untuk usia 8 sampai 12 tahun
Kadar protein pada cairan serebrospinal dapat normal atau rendah dan pemeriksaan rutin
(termasuk sitologi) direkomendasikan pada lumbal pungsi untuk menyingkirkan
perdarahan, meningitis akut atau kronik, peradangan atau keganasan.
Pemeriksaan oftalmologi yang diperlukan diantaranya tajam penglihatan, pemeriksaan
pupil, lapang pandang, pengukuran tekanan intraokular, pemeriksaan luar dan
funduskopi. Pasien yang mengalami kebutaan permanen umumnya memiliki papiledema
yang berat. Gambaran pada funduskopi sangat membantu untuk melihat keadaan saraf
optik. Eksudat retina dan makula dapat terjadi pada papilledema berat. Eksudat makula
biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan untuk sembuh dan mungkin ada sisa
defisit visual setelah cairan diserap.
8. DIAGNOSIS BANDING
Presentasi klinis dari pseudotumor serebri dapat bervariasi antara pasien. Pemeriksaan
funduskopi untuk mencari papilledema sangat penting untuk mengidentifikasi penyakit
ini. Papilledema menunjukkan peningkatan tekanan intrakranial dan dapat disebabkan
oleh berbagai etiologi. Penyebab lain peningkatan tekanan intrakranial (seperti lesi massa
tumor atau lainnya) harus disingkirkan sebelum membuat diagnosis pseudotumor serebri.
Salah satu jenis tertentu dari tumor, suatu papiloma pleksus koroideus, secara signifikan

dapat meningkatkan tekanan intrakranial karena overproduksi dari cairan serebrospinal
dan memberikan presentasi yang mirip dengan pseudotumor serebri. Adhesi dari
granulasi arakhnoid akibat infeksi atau perdarahan subarakhnoid dapat menghambat
reabsorpsi cairan serebrospinal dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Hidrosefalus obstruktif dari massa atau stenosis aqueduktus serebri harus
dipertimbangkan dalam diagnosis banding. Obstruksi sinus venosus intrakranial, baik
dari operasi leher, sinus trombosis, atau kompresi vena jugularis, juga harus diselidiki
dengan pencitraan.
9. PENATALAKSANAAN
Semenjak hipertensi intrakranial ditemukan, tindakan yang pertama adalah harus
menghilangkan faktor penyebab, misalnya seperti konsumsi berlebihan dari vitamin
Aatau tetrasiklin, dan mulai diet dengan mengurangi takaran garam pada makanan.
Terapi ini ditujukan untuk mengembalikan dan mencegah kehilangan penglihatan.
Banyak pengobatan telah dilakukan untuk pseudotumor serebri dengan berbagai
keberhasilan. Kehilangan penglihatan adalah satu-satunya komplikasi serius dan dapat
terjadi dari awal perjalanan penyakit
Lumbal pungis berseri
Lumbal pungsi berulang saat ini masih kontroversial. Lumbal pungsi hanya memiliki
efek yang singkat terhadap tekanan cairan serebrospinal, dengan kembalinya tekanan ke
tekanan sebelumnya sekitar 82 menit. Lumbal pungsi mengukur tekanan cairan
serebrospinal hanya pada satu waktu. Karena tekanan cairan serebrospinal berfluktuasi,
informasi ini memiliki penggunaan klinis yang terbatas untuk memodifikasi rencana
perawatan.
Kortikosteroid
Steroid masih kadang-kadang digunakan untuk mengobati penyakit ini, namun
mekanisme kerjanya masih belum jelas. Efek samping yang didapatkan, seperti kenaikan
berat badan, striae, dan jerawat tidak menguntungkan bagi pasien obesitas. Meskipun
pasien yang diobati dengan steroid sering merespon dengan baik, biasanya ada

kekambuhan papilledema dengan cepat sesuai dengan tappering off dosis kortikosteroid
dalam pengobatan ini. Hal ini dapat ditandai dengan adanya penurunan fungsi
penglihatan pasien. Dengan memperlama waktu tappering dosis obat dapat mencegah
kembalinya gejala dan tanda-tanda pada beberapa pasien. Penggunaan steroid jangka
panjang untuk mengobati penyakit ini sebagian besar telah ditinggalkan
Asetazolamide
McCarthy dan Reed menunjukkan bahwa acetazolamide menurunkan aliran cairan
serebrospinal. Gucer dan Vierenstein menggunakan pemantauan tekanan intracranial
sebelum dan sesudah pengobatan pada empat pasien pseudotumor serebri. Mereka
memantau pengobatan acetazolamide dan dua dari pasien tersebut menunjukkan
penurunan tekanan cairan serebrospinal bertahap pada keduanya.
Pengobatan dimulai dengan dosis 0,5 - 1 g/hari dengan dosis terbagi dan secara bertahap
meningkatkan dosis sampai gejala – gejala berkurang, pasien sudah tidak toleran terhadap
efek samping, atau dosis sudah mencapai 3 - 4 g/hari. Kebanyakan pasien merespon
dengan dosis 1 - 2 g/hari. Mekanisme aksi asetazolamide kemungkinan multifaktorial dan
berfungsi untuk mengurangi produksi cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat mengubah
rasa makanan dan kadang-kadang menyebabkan anoreksia sehingga membantu dalam
penurunan berat badan. Pasien hampir selalu mengalami kesemutan di jari –jari, kaki, dan
daerah perioral, dan umumnya terjadi malaise. Terjadi batu ginjal pada sebagian kecil
pasien. Asidosis metabolic dengan penurunan bikarbonat serum digunakan untuk
mengukur kepatuhan pasien. Dapat ditemukan efek samping yang serius yaitu anemia
aplastik. Hal ini terjadi pada 1 dari 15.000 pasien yang mengkonsumsi asetazolamid
bertahun – tahun dan biasanya terjadi pada 6 bulan pertama terapi. Anemia aplastik
penggunaan asetazolamid telah dilaporkan paling sering pada orang tua.
Topiramat juga telah digunakan untuk mengobati pseudotumor serebri karena memiliki
aktivitas karbonat anhidrase dan umumnya terjadi penurunan berat badan. Dalam studi
sampai saat ini, obat ini sebanding dengan asetazolamid.

Furosemid
Furosemid juga telah digunakan untuk mengobati pseudotumor serebri. Telah dilaporkan
bahwa furosemid dapat menurunkan tekanan intrakranial. Cara kerjanya adalah sebagai
diuresis dan dengan mengurangi transportasi natrium ke otak. Pemberian furosemid
dimulai dengan dosis 20 mg secara oral dua kali sehari. Secara bertahap dosis
ditingkatkan, jika perlu, sampai maksimal 40 mg secara oral dua kali sehari. Suplemen
kalium diberikan sesuai kebutuhan.
Jika terapi dengan obat – obatan gagal, maka tindakan pembedahan perlu
dipertimbangkan. Dua prosedur utama pada pembedahan yaitu Lumbo - Peritoneal Shunt
(LPS) dan Optic Nerve Sheath Fenestration (ONSF).
10. PROGNOSIS
Penyakit ini dapat self-limitting. Namun, beberapa pasien dapat terus memiliki gejala
seumur hidup. Nyeri kepala menjadi gejala sisa yang paling sering terjadi. Nyeri kepala
tension episodik atau kronis, atau migrain tanpa aura terdapat pada lebih dari dua pertiga
pasien setelah gejala – gejala lain dari hipertensi intracranial hilang, dan seringkali
memerlukan pengobatan jangka panjang.
Terdapat beberapa data prospektif menilai prognosis visual jangka panjang pada
pseudotumor serebri. Prognosis visual umumnya baik, meskipun defek lapang pandang
dapat terus ada pada 50% pasien ketika dinilai dengan perimetri. Defek lapang pandang
yang paling sering terjadi adalah penyempitan umum lapang pandang, hilangnya
lapangan hidung superior atau inferior, skotoma arkuata dan melebarnya bintik buta.
Faktor yang terkait dengan hilangnya penglihatan adalah papilledema derajat tinggi,
papilledema atrofi, perdarahan subretina, hipertensi intraokular, anemia, hipertensi
sistemik dan gagal ginjal. Hilangnya ketajaman penglihatan dan penurunan yang cepat
dari fungsi visual pada awal perjalanan penyakit adalah indikator prognostik yang buruk.
Kebutaan terjadi kurang dari 5% pasien.
Sebagian besar pasien pseudotumor serebri yang disertai papilledema dapat
disembuhkan. Prognosis untuk nyeri kepala pada pasien pseudotumor serebri tanpa
papilledema dapat lebih buruk, walaupun terlihat tidak ada risiko gangguan visual.

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2006. hal. 324-7
2. Brazis, P. W., M.D. (2004). Pseudotumor cerebri. Current Neurology and Neuroscience
Reports, 4(2), 111-6. doi:http://dx.doi.org/10.1007/s11910-004-0024-6
3. Friedman DI, Jacobson DM. (2008). Diagnostic criteria for idiopathic intracranial
hypertension. Neurology, 2002;59;1492-1495
4. Young WB, Silberstein SD. Headache and Facial Pain. Dalam: Goetz CG, editor. Textbook of
clinical neurology, edisi ketiga. Philadelphia:Saunders Elsevier, 2007. hal. 1256-8.
5. Wall, M. (2008). Idiopathic intracranial hypertension (pseudotumor cerebri). Current
Neurology and Neuroscience Reports, 8(2), 87-93.
6. Galgano, M. A., & Deshaies, E. M. (2013). An update on the management of pseudotumor
cerebri. Clinical Neurology and Neurosurgery, 115(3), 252-9.
7. Friedman, D. I. (2008). Pseudotumor cerebri presenting as headache. Expert Review of
Neurotherapeutics, 8(3), 397-407.

TUGAS TUTORIAL
BENIGN INTRAKRANIAL HIPERTENSIDan
DISEQUILIBRIUM SINDROM
Pembimbing :Kolonel dr. Heriyanto, Sp. S
Disusun oleh:Vike Poraddwita Yulianti 012096043
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014
