6 Pendahuluan - Institutional...

26
6 Pendahuluan Masa remaja atau yang disebut adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini mempunya arti yang lebih luas, mencangkup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut Piaget (dalam Hurlock, 1980), masa remaja adalah usia dimana individu berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama. Sedangkan menurut Hurlock (1980), mengatakan masuknya remaja ke masa transisi menyebabkan mereka harus beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan dan keadaan baru. Salah satu lingkungan dan keadaan yang baru harus dialami remaja ketika memasuki ke jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi. Ketika remaja masuk kedalam perguruan tinggi mereka juga mulai masuk kedalam lingkungan baru yang tentunya berbeda dengan lingkungan tempat ia berasal. Dalam lingkungan baru tersebut terdapat berbagai macam mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah dan dengan perbedaan dalam bahasa, kebiasaan, dan norma yang berlaku. Mereka juga harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kost dimana mereka tinggal. Kost adalah rumah yang penggunaannya sebagian atau seluruhnya dijadikan sumber pendapatan oleh pemiliknya dengan jalan menerima penghuni minimal satu bulan dengan menarik biaya sewa kamar (http://www.google.co.id/search?hl=id&q=pengertian+kost&btn ). Biasanya dalam suatu kost terdapat berbagai mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah dengan kebisaan dan bahasa yang

Transcript of 6 Pendahuluan - Institutional...

6

Pendahuluan

Masa remaja atau yang disebut adolescence, seperti yang

dipergunakan saat ini mempunya arti yang lebih luas, mencangkup

kematangan mental, emosional, sosial dan fisik. Menurut Piaget

(dalam Hurlock, 1980), masa remaja adalah usia dimana individu

berinteraksi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi

merasa dibawah tingkat orang-orang yang lebih tua, melainkan

berada dalam tingkatan yang sama. Sedangkan menurut Hurlock

(1980), mengatakan masuknya remaja ke masa transisi

menyebabkan mereka harus beradaptasi dan berinteraksi dengan

lingkungan dan keadaan baru.

Salah satu lingkungan dan keadaan yang baru harus dialami

remaja ketika memasuki ke jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi.

Ketika remaja masuk kedalam perguruan tinggi mereka juga mulai

masuk kedalam lingkungan baru yang tentunya berbeda dengan

lingkungan tempat ia berasal. Dalam lingkungan baru tersebut

terdapat berbagai macam mahasiswa yang berasal dari berbagai

daerah dan dengan perbedaan dalam bahasa, kebiasaan, dan norma

yang berlaku. Mereka juga harus dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan kost dimana mereka tinggal. Kost adalah rumah yang

penggunaannya sebagian atau seluruhnya dijadikan sumber

pendapatan oleh pemiliknya dengan jalan menerima penghuni

minimal satu bulan dengan menarik biaya sewa kamar

(http://www.google.co.id/search?hl=id&q=pengertian+kost&btn).

Biasanya dalam suatu kost terdapat berbagai mahasiswa yang

berasal dari berbagai daerah dengan kebisaan dan bahasa yang

7

berbeda pula. Mereka juga harus dapat mengatur pengeluarannya

untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri. Dari hal itulah

mahasiswa baru dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan

lingkungan dan keadaan yang baru tersebut.

Sejak Universitas Kristen Satya Wacana berdiri, telah

menyandang predikat Indonesia mini. Dimana terdapat berbagai

mahasiwa yang berasal dari berbagai macam etnis (Gultom, dalam

UKSW 1956-2006) banyak mahasiswa yang menjalin hubungan

persahabatan antar jenis dengan antar etnis. Baik etnis Manado

dengan etnis Ambon, etnis Tionghoa dengan etnis Jawa, etnis Papua

dengan etnis Batak, dll. Hal ini menggambarkan bahwa keberadaan

Universitas Kristen Satya Wacana telah mempertemukan berbagai

suku bangsa dalam satu hubungan personal yang lebih erat.

Semenjak pertama kali masuk kedalam lingkungan Universitas

Kristen Satya Wacana, mahasiswa baru yang berasal dari luar pulau

Jawa seringkali merasa aneh dengan logat mahasiswa yang berasal

dari Jawa. Begitu pula sebaliknya, mahasiswa yang berasal dari

Pulau Jawa terkadang merasa aneh dengan logat mahasiswa yang

berasal dari luar Pulau Jawa.

Saat berada pertama kali di dalam dunia perkuliahan seseorang

akan menemukan sebuah lingkungan serta metode belajar yang

berbeda dengan pada saat mereka duduk dibangku sekolah dan hal

ini merupakan sesuatu yang tidak mudah bagi sebagian mahasiswa

yang usianya masih dalam kategori remaja. Ini dikarenakan masa

remaja masa penyempurnaan dalam pengembangan dirinya yang

mungkin belum diselesaikan pada masa kanak-kanak dan salah

8

satunya dalah penyesuaian diri dengan lingkungan masyarakat,

dimana remaja memiliki kebutuhan akan penyesuaian diri agar dapat

diterima sekaligus menjalani kehidupannya dengan baik di dalam

lingkungan masyarakat khususnya lingkungan perkuliahan ( Panut

dan Ida, 1999).

Hurlock (1993) berpendapat bahwa salah satu tugas

perkembangan pada masa remaja yang tersulit adalah berhubungan

dengan penyesuain sosial. Dalam masa perkembangan ini sering

muncul berbagai masalah kehidupan yang menuntut adanya

penyesuaian baru yang terkadang sulit dihadapi oleh remaja tersebut.

Remaja yang dapat menyesuaikan diri dengan baik biasanya akan

mampu melewati masa remaja dengan lancar dan diharapkan adanya

perkembangan kearah kedewasaan yang optimal serta dapat diterima

oleh lingkungannya (Prihartanti dalam Listyawati, 2002).

Manusia dilahirkan sebagai makhluk sosial. Sejak dilahirkan,

manusia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk

memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Dalam bergaul, seseorang

harus melakukan kontak sosial dengan orang lain. Ia mulai mengerti

bahwa dalam kelompok sepermainannya terdapat peraturan-

peraturan tertentu, norma-norma soisal yang seharusnya ia patuhi

dengan rela guna dapat melanjutkan hubungannya dengan kelompok

tersebut secara lancar. Ia juga turut membentuk norma-norma

pergaulan tertentu yang sesuai dengan interaksi kelompok.

Penyesuaian sosial remaja dalam lingkungan tidak terlepas dari

adanya interaksi yang merupakan kunci dari semua kehidupan

sosial, dimana usia remaja dalam berinteraksi dengan lingkungan

9

diharapkan akan mendapatkan suatu perkembangan yang baik dalam

pola berpikirnya menuju kedewasaan. Proses belajar menuju

penyesuaian sosial dalam lingkungan dan proses dalam menemukan

identitas diri, tidak bisa secara individu, sebab manusia adalah

makhluk sosial yang hidup berkelompok. Apabila remaja mampu

menyesuaikan diri dengan baik, maka remaja akan cenderung mudah

bergaul lebih hangat, terbuka dan menghadapi orang lain dalam

situasi apapun (Mappiare,1992).

Hurlock (1997) menyatakan bahwa penyesuaian sosial

dimaksudkan sebagai keberhasilan seseorang dalam menyesuaikan

diri dengan orang lain pada umumnya dan dengan kelompok dimana

individu mengidentifikasikan diri pada khususnya. Dengan demikian

seseorang yang berhasil dalam menyesuaikan diri di lingkungan

adalah orang yang bisa menempatkan diri dan bisa membawa

dirinya untuk melakukan proses interaksi sosial. Penyesuaian sosial

adalah sejauh mana individu berinteraksi secara sehat dan efektif

terhadap hubungan, situasi dan kenyataan sosial yang membutuhkan

kehidupan sosial (Schneider, dalam Surjawati, 1999).

Menurut Siska, dkk (2003) ada remaja yang mengalami

kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, baik dalam proses

belajar dikelas maupun dalam suasana informal. Hal ini didukung

oleh Heider (dalam Siska,2003) bahwa kemampuan seseorang

termasuk kemampuan komunikasi, tidak hanya ditentukan oleh

masalah fisik dan ketrampilan saja. Tetapi juga dipengaruhi oleh

kepercayaan diri. Bunker dkk (1978) menyatakan orang yang

kepercayaan dirinya tinggi umumnya lebih mudah terlibat secara

10

pribadi dengan orang lain dan lebih berhasil dalam hubungan

interpersonal.

Dalam penelitian-penelitian yang di lakukan para ahli dalam

buku Effective Study (Francis P.Robinson, 1941) disimpulkan bahwa

setiap orang harus dapat menyesuaiakan diri dengan berbagai jenis

kelompok, masalah penyesuaian diri yang paling banyak dirasakan

oleh mahasiswa ketika pertama kali memasuki perkuliahan adalah

membuat dirinya diterima oleh sesama teman kuliahnya. Kesulitan

yang dialami mahasiswa baru tersebut diantaranya adalah menjadi

anggota dari kelompok tertentu, memiliki beberapa teman terdekat,

dan membuatnya disukai oleh teman lawan jenisnya. Pada tahap ini

beberapa mahasiswa juga tengah menjalani tahap terakhir

emansipasi atau proses menjadi mandiri dari ketergantungannya

terhadap keluarga. Jika mahasiswa merasa aman dengan hubungan

sosial yang dijalaninya, maka dia dapat bebas menggunakan

sebagian besar usahanya untuk belajar. Jika tidak, akan muncul

kemungkinan terganggunya kosentrasi belajar mahasiswa tersebut.

Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki

seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang

diharapkan (Bandura, 1997). Lauster (dalam Siska dkk,2003)

mengungkapkan ciri-ciri orang percaya diri adalah mandiri, tidak

mementingkan diri sendiri, cukup toleran, ambisius, optimis, tidak

pemalu, yakin dengan pendapatnya sendiri dan tidak berlebihan.

Rasa percaya diri bukan merupakan sifat yang diturunkan melainkan

diperoleh dari pergaulan hidup, serta dapat diajarkan dan

ditanamkan melalui pendidikan. Sehingga upaya-upaya tertentu

11

dapat dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa percaya

diri, dengan demikian kepercayaan diri terbentuk dan berkembang

melalui proses belajar dalam interaksi seseorang dengan

lingkungannya.

Dalam hal ini terlihat bahwa rasa percaya diri pada individu

membuat seseorang memiliki keyakinan untuk tetap mampu

menghadapi setiap permasalahan dalam diri dan kehidupannya.

Tanpa adanya kepercayaan diri kemungkinan timbul berbagai

hambatan dalam hidup menjadi sesuatu yang tidak dapat di pungkiri

lagi karena dari tingkat kepercayaan diri yang dimiliki seseorang

dapat diprediksikan tentang kesuksesan dan keberhasilan hidup

seseorang (Rohmiati & Idrus, 2008). Individu yang percaya diri

biasanya selalu bersikap optimis dan yakin akan kemampuannya

dalam melakukan sesuatu. Namun sebaliknya, seseorang yang rasa

percaya dirinya rendah akan mengalami hambatan-hambatan dalam

hidupnya, baik dalam berinteraksi dengan individu lain maupun

dalam pekerjaan. Hal serupa juga dikemukakan oleh Lie (2003)

bahwa seseorang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau

pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangan dengan baik,

merasa berharga, mempunyai keberanian, dan kemampuan untuk

meningkatkan prestasinya, mempertimbangkan berbagai pilihan,

serta membuat keputusan sendiri.

Orang yang percaya diri akan mampu menghargai orang lain

karena ia percaya bahwa orang lain juga mempunyai kemampuan

seperti dirinya sendiri. Selain itu individu tersebut tidak akan mudah

menyalahkan orang lain karena ia percaya bahwa setiap orang

12

mempunyai nilai yang positif yang dapat dikembangkan. Dengan

demikian individu akan lebih mudah membina hubungan dengan

orang lain serta selalu percaya bahwa orang lain pun akan dapat di

ajak untuk mengembangkan dirinya (dalam Adi,2002). Hal ini

didukung oleh Goodstadt dan Kipnir dalam Bunker, dkk (1978)

yang mengungkapkan bahwa meskipun kepercayaan diri

diindentikan dengan kemandirian, orang yang percaya diri akan

lebih mudah terlibat secara pribadi dengan orang lain dan berhasil

dalam hubungan interpersonal.

Penelitian Harter (1989), penampilan fisik secara konsisten

berkorealasi paling kuat dengan rasa percaya diri secara umum, yang

kemudian diikuti oleh penerimaan teman sosial atau sebaya.

Pemahaman tentang hakikat kepercayaan diria akan lebih jelas jika

seseorang melihat secara langsung berbagai peristiwa yang dialami

oleh orang lain atau diri sendiri.

Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis :

Secara teoritis penelitian ini dapat bermanfaat bagi penelitian

lebih lanjut mengenai penyesuaian sosial ditinjau dari

kepercayaan diri. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan dan informasi bagi bidang psikologi,

khususnya Psikologi Kepribadian, Psikologi Perkembangan, dan

Psikologi Sosial.

13

2. Manfaat praktis :

Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan dan

menambah pengetahuan masyarakat luas mengenai hubungan

kepercayaan diri terhadap penyesuaian sosial pada mahasiswa.

TINJAUAN PUSTAKA

Kepercayaan Diri

Lauster (2008) mendefinisikan kepercayaan diri sebagai

suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri

sehingga seorang tidak terpengaruh oleh orang lain. Menurutnya,

kepercayaan diri adalah bagian dari sifat kepribadian seseorang yang

sangat penting, karena hal ini berpusat dari pengalaman serta

kejadian masa lalu yang telah dialami oleh individu itu sendiri

sehingga baik atau buruknya rasa percaya diri pada seseorang

didasari oleh pengalaman yang sudah ia dapatkan

Selanjutnya, Davies (dalam Rohmiati & Idrus, 2008)

mengungkapkan bahwa rasa percaya diri merupakan keyakinan pada

kemampuan yang dimiliki, keyakinan pada suatu maksud atau tujuan

dalam kehidupan dan percaya bahwa dengan akal budi bisa

melaksanakan apa yang diinginkan, direncanakan dan diharapkan.

Sama halnya dengan kedua pendapat diatas, Brennecke &

Amich (dalam Yusni, 2002) mengungkapkan bahwa kepercayaan

diri (self confidence) adalah suatu perasaan atau sikap tidak perlu

membandingkan diri dengan orang lain, karena telah merasa cukup

aman dan tahu apa yang dibutuhkan dalam hidup ini. Menurut Lie

(2003), orang yang percaya diri dapat menyelesaikan tugas atau

14

pekerjaan yang sesuai dengan tahapan perkembangannya dengan

baik atau setidaknya memiliki kemampuan untuk belajar cara-cara

menyelesaikan tugas tersebut.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

kepercayaan diri merupakan suatu sikap atau perasaan yakin akan

kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh

orang lain dan menjadi bagian dari kepribadian seseorang yang

sangat penting karena hal ini berpusat dari pengalaman serta

kejadian masa lalu yang telah dialami oleh individu itu sendiri.

Sehingga baik atau buruknya rasa percaya diri pada seseorang

didasari oleh pengalaman yang sudah ia dapatkan (Lauster, 2008).

Aspek Kepercayaan Diri :

Dalam kepercayaan diri terdapat lima konsep dapat

digunakan untuk menentukan tinggi rendahnya kepercayaan diri

individu. Kelima konsep tersebut adalah:

a. Keberhati-hatian yaitu kemampuan seseorang dalam

menghadapi tekanan tanpa harus membesar-besarkan

tekanan yang dihadapi. Individu yang memiliki sikap

hati-hati antara lain, berani mengambil resiko, sanggup

mengatasi permasalahannya dengan pikiran yang positif,

menghadapi kegagalan dengan rasa humor (tidak terlarut

dalam kesedihan ataupun penyesalan), matang dalam

mengambil keputusan.

15

b. Ketidaktergantungan yaitu terbebasnya seseorang dari

pandangan dan pendapat orang lain yang mungkin dapat

menjatuhkannya. Ketidaktergantungan pada individu

dapat dilihat dari sikap yang santai dalam menghadapi

persoalan hidup, tidak menjadikan kekurangan fisik

sebagai sarana untuk mendapatkan belas kasih dari orang

lain, berani mengambil pendapat yang berbeda dari

orang lain, berani bertindak sesuai dengan keinginan diri

sendiri bukan keinginan orang lain.

c. Egoisitas yaitui sesuatu yang mengukur tinggi rendahnya

tingkat dari suatu sikap untuk tidak mementingkan

kebutuhan pribadi akan tetapi selalu peduli pada orang

lain. Contoh dari individu yang tidak mementingkan diri

sendiri misalnya tidak memiliki rasa iri dan cemburu

pada keberhasilan orang lain, memiliki kepekaan yang

kuat pada sesama (tidak hanya peka terhadap apa yang

terjadi diri sendiri melainkan juga pada orang lain), tidak

hanya melihat keuntungan diri pribadi melainkan

melihat keuntungan bersama, dan memiliki kerendahan

hati yang tidak direkayasa.

d. Toleransi adalah sikap yang mengukur tinggi rendahnya

seseorang untuk mau menerima pendapat dan tindakan

orang lain yang berbeda dengan apa yang dirinya

pikirkan, rasakan dan lakukan. Orang yang memiliki

sikap toleran yang baik antara lain tidak bertahan

pendapat pribadi, membebaskan diri dari prasangka

16

(mudah bersosialisasi dengan siapa saja), tidak membuat

patokan sendiri sebagai alat untuk menjatuhkan orang

lain,dan dalam perbedaan pendapat seseorang yang

memiliki sikap toleran cenderung menunjukkan emosi

stabil dan tidak mudah meledak.

e. Ambisiusitas yaitu sesuatu dorongan atau yang diukur

untuk melihat pencapaian hasil yang maksimal dari

individu seta diperlihatkan dan dihargai oleh orang lain.

Orang yang percaya diri cenderung memiliki sikap

ambisi yang tinggi. Mereka selalu berpikiran positif dan

berkeyakinan bahwa mereka mampu melakukan sesuatu

dengan baik untuk tercapainya hasil yang baik pula,

mereka juga memiliki tujuan yang tepat dalam

menentukan kesuksesan yang ingin dicapai serta

memiliki usaha yang besar dalam mencapai

keberhasilan.

Penyesuaian Sosial

Menurut Kartono (1996) penyesuaian sosial adalah

kemampuan individu untuk memberikan reaksi secara efektif dan

harmonis terhadap kenyataan realitas sosial dan situasi sosial untuk

dapat mengadakan reaksi sosial yang ketat, untuk dapat menghargai

pribadi orang lain dan menghargai hak-hak sendiri dari masyarakat.

Individu dapat bergaul dengan orang lain dengan membina

persahabatan yang kekal, sehingga rasa permusuhan, persaingan, iri

hati, dengki dan emosi negatif yang lain dapat terkikis.

17

Sedangkan Schneiders (1964) menjelaskan bahwa

penyesuaian sosial didefinisikan sebagai cara yang dilakukan

individu dalam usaha menyelaraskan kebutuhan internal dengan

kebutuhan eksternal yang tercermin dalam kemampuan untuk

menjalin relasi dengan orang lain, berpartisipasi dalam pergaulan,

menunjukkan minat serta menunjukkan kepuasan dalam beraktifitas.

Eysenk dkk (dalam Ari, 2007) menyatakan bahwa penyesuaian

sosial adalah kemampuan individu untuk hidup dan bergaul secara

wajar dengan lingkungannya, sehingga individu tersebut akan

merasa puas dengan dirinya sendiri maupun lingkungannya.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

penyesuaian sosial adalah kemampuan individu yang bersifat

dinamis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang

sesuai dengan norma yang ada secara sehat dan efisien tanpa

menimbulkan konflik bagi diri sendiri maupun lingkungan.

Aspek Penyesuaian Sosial

Hurlcok (1978) mengemukakan aspek-aspek penyesuain sosial

sebagai berikut :

1. Penampilan nyata

Penampilan yang dipilih remaja sesuai dengan norma

yang berlaku untuk dirinya maupun untuk kelompoknya,

berarti remaja dapat memenuhi harapan kelompok dan

dia diterima menjadi anggota kelompok tersebut.

18

2. Penyesuaian diri terhadap kelompok

Bahwa remaja mampu menyesuaikan diri secara baik

dengan setiap kelompok yang dimasukinya, baik teman

sebaya maupun orang dewasa.

3. Sikap sosial

Remaja mampu menunjukkan sikap yang menyenangkan

terhadap orang lain, ikut berpartisipasi dan menjalankan

perannya dengan baik dalam kegiatan sosial.

4. Kepuasan pribadi

Ditandai adanya rasa puas dan perasaan bahagia karena

dapat ikut ambil dalam aktifitas kelompoknya dan

mampu menemukan diri sendiri apa adanya dalam

situasi sosial.

Mahasiswa Baru

Mahasiswa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,(2005)

adalah orang yang belajar di perguruan tinggi. Pada umumnya,

seorang mahasiswa strata satu (S1) berada pada masa remaja akhir.

Monks (2002) mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa

peralihan antara masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai

dengan perkembangan fisik, seperti pertumbuhan organ-organ

tubuh, perkembangan seksual yang ditandai dengan munculnya

tanda-tanda kelamin primer dan sekunder, perkembangan sosial

yang ditandai dengan semakin berkurangnya ketergantungkan

kepada orang lain. Secara lebih spesifik Haditono (dalam Monks &

19

Knoers, 1982), mengatakan bahwa masa remaja akhir berumur 18

tahun – 21 tahun.

Menurut Havigurst (dalam Hurlock, 1986), seorang remaja

menghadapi tugas-tugas perkembangan (development task)

sehubungan dengan perubahan-perubahan fisik dan peran sosial

yang sedang terjadi pada dirinya. Tugas-tugas perkembangan itu

antara lain adalah menerima kondisi fisiknya yang berubah dan

memanfaatkan dengan teman sebata dari jenis kelamin manapun.

Menerima peranan seksual masing-masing dan mempersiapkan

perkawinan dan kehidupan berkeluarga, Jensen (dalam Sarwono,

2003). Hal ini didukung oleh Hurlock 1980, yaitu pembentukan

hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis, bersifat

romantis dan disertai dengan keinginan yang kuat untuk

memperoleh dukungan dari lingkungan.

Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Penyesuaian Sosial

Pada Mahasiswa Baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Satya Wacana

Masuknya remaja ke masa transisi menyebabkan mereka harus

beradaptasi dan berinteraksi terhadap keadaan yang baru. Begitu

pula dengan halnya remaja yang baru memasuki perguruan tinggi

harus berusaha untuk mampu menyesuaikan diri dengan

lingkungannya yang baru tersebut. Setelah memasuki Perguruan

Tinggi mereka akan menemukan beberapa mahasiswa lain yang

berasal dari berbagai daerah dengan perbedaan adat istiadat. Salah

20

satu yang mempengaruhi kemampuan untuk penyesuaian sosial

yaitu kepercayaan diri (Hambly, 1995).

Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki

seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang

dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang diharapkan (Bandura,

1977). Sementara itu Taylor (dalam Sudardjo dan Purnamaningsih,

2003) mengatakan bahwa orang yang percaya diri memiliki sikap

yang positif terhadap diri sendiri. Meskipun kepercayaan diri

diidentikan dengan kemandirian, orang yang kepercayaan dirinya

tinggi umumnya lebih mudah terlibat secara pribadi dengan orang

lain dalam hubungan interpersonal (Bunker dalam Sudardjo dan

Purnamaningsih,(2003). Lauster (1978) mengatakan bahwa rasa

percaya diri bukan merupakan sifat yang diturunkan atau bawaan

melainkan diperoleh dari pengalaman hidup, serta dapat diajarkan

dan ditanamkan melalui pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu

dapat dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa percaya

diri. Dengan demikian untuk menghadapi lingkungan baru ini

remaja membutuhkan kepercayaan dan keyakinan tentang

kemampuan diri sendiri untuk dapat menyesuaikan diri di

lingkungan perguruan tinggi.

Hurlock (1990) menyatakan bahwa penyesuaian sosial

merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri

terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada

khususnya. Menurut Jourard (dalam Hurlock, 1990) salah satu

indikasi penyesuaian sosial yang berhasil adalah kemampuan untul

menetapkan hubungan yang dekat dengan seseorang. Dikatakan oleh

21

Schneirders (dalam Hurlock, 1990) penyesuaian sosial merupakan

proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk

menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri

sendiri yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa penyesuaian sosial merupakan tingkah

laku yang mendorong seseorang untuk menyesuaikan diri dengan

orang lain dan kelompok sesuai dengan keinginan dari dalam dan

tuntutan lingkungan.

Mahasiswa yang percaya diri biasanya tidak mengalami

kesulitan dalam menghadapi lingkungan baru, sedangkan remaja

yang kurang percaya diri akan merasa sulit dalam menghadapi

lingkungan yang baru tersebut.

Hipotesa

H0 = Tidak adanya hubungan yang signifikan antara kepercayaan

diri dengan penyesuaian sosial pada mahasiswa baru fakultas

psikologi angkatan 2011 UKSW.

H1 = Adanya perbedaan yang signifikan antara kepercayaan diri

dengan penyesuaian sosial pada mahasiswa baru fakultas psikologi

angkatan 2011 UKSW.

22

METODE PENELITIAN

Definisi Operasional

1. Kepercayaan Diri (variabel bebas)

Kepercayaan diri adalah suatu sikap atau perasaan yakin akan

kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh

oleh orang lain. Kepercayaan diri dari seseorang diungkap

menggunakan skala kepercayaan diri berdasarkan lima konsep :

keberhati-hatian, ketidaktergantungan, egoisitas, toleransi, dan

ambisiusitas (Lauster, 2008). Semakin tinggi skor yang diperoleh

dari skala kepercayaan diri, maka semakin tinggi tingkat

kepercayaan diri pada individu, sebaliknya semakin rendah skor

kepercayaan diri yang diperoleh maka semakin rendah

kepercayaan diri pada individu.

2. Penyesuaian Sosial (variabel terikat)

Penyesuaian sosial merupakan tingkah laku yang mendorong

seseorang untuk menyesuailan diri dengan orang lain dan

kelompok sesuai dengan keinginan dari dalam dan tuntutan

lingkungan. Penyesuian sosial diungkap menggunakan aspek-

aspek dari Hurlock (1978). Antara lain, penampilan nyata,

penyesuain diri terhadap kelompok, sikap sosial dan kepuasan

pribadi.

23

Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah 100 mahasiswa baru

Fakultas Psikologi angkatan 2011 Universitas Kristen Satya

Wacana.

Sampel Penelitian dan Teknik Pengambilan Sampling

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakterisitik yang

dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2009). Sampel dalam penelitian

ini adalah mahasiswa baru Fakultas Psikologi Universitas Kristen

Satya Wacana Salatiga yang berjumlah 100 orang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik

Accidental Sampling. Accidental Sampling menurut (Sugiyono

2009), adalah teknik penetuan sampel berdasarkan faktor spontanitas

atau kebetulan, artinya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu

dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel dan juga yang

kebetulan ditemui itu cocok sebagai data, dimana sampel yang

dipakai adalah mahasiwa baru Fakultas Psikologi angkatan 2011.

Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif yaitu metode

yang menekankan dengan angka yang datanya berwujud bilangan,

yang dianalisis menggunakan statistik untuk menjawab pertanyaan

atau hipotesis penelitian yang sifatnya spesifik, dan untuk

melakukan prediksi bahwa suatu variabel tertentu memengeruhi

variabel yang lain Creswell (dalam Ardianto, 2007). Menggunakan

24

analisis product moment dari Karl Person dengan bantuan program

SPSS versi 16.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Orientasi Kancah dan Pembahasan

Adapun alasan dipilihnya Fakultas Psikologi UKSW sebagai

tempat penelitian adalah adanya sejumlah subjek yang dapat

digunakan sebagai sampel penelitian, dimana pada fakultas

Psikologi UKSW ini terdapat banyak mahasiswa baru. Pada saat

dikampus mereka menunjukkan perilaku yang berbeda, ada yang

sangat percaya diri sehingga mudah dalam mencari teman dan

menyesuaikan diri dengan situasi yang ada dan juga ada yang

pendiam dalam pergaulan mereka.

Tahap Pengambilan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai,

yaitu subyek yang digunakan untuk try out sekaligus digunakan

untuk penelitian. Penelitian dilakukan pada tanggal 10 Maret 2012

sampai 12 Maret 2012 dengan cara menyebarkan angket kepada 100

mahasiswa baru Fakultas Psikologi, sedangkan angket yang kembali

sejumlah 82 angket dan 18 angket tidak kembali.

Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Kepercayaan Diri

Data disebut valid apabila memiliki koefisien korelasi item

total ≥ 0,3 (Azwar, 2010). Berdasarkan uji validitas yang telah

25

dilakukan dari 37 item terdapat 5 item yang tidak valid yaitu item

nomor 2 (r = 0,260), 5 (r = 0,258), 7 (r = 0,096), 9 (r = 0,087),

dan 10 (r = 0,267). Selanjutnya item-item yang tidak valid

dikeluarkan dari analisis, dan dilakukan uji validitas kembali.

Pada pengujian kedua sebanyak 32 butir item seluruhnya

memiliki nilai rxy diatas 0,3. Nilai rxy paling rendah pada item

nomor 23 sebesar 0.320 dan nilai rxy paling tinggi pada item

nomor 6 sebesar 0,823.

Setelah diuji validitasnya kemudian item-item dari Angket

Kepercayaan Diri diuji reliabilitas (keandalannya). Perhitungan

reliabilitas ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis

Alpha Cronbach. Dari perhitungan diperoleh hasil reliabilitas

Kepercayaan Diri sebesar 0,744. Menurut Azwar (2010), nilai

koefisien alpha lebih besar dari 0,7-0,8 tergolong cukup reliabel.

Dengan demikian Kepercayaan Diri dinyatakan valid dan cukup

reliabel.

2. Penyesuaian Sosial

Berdasarkan uji validitas yang telah dilakukan pada angket

Penyesuaian Sosial dari 35 item diperoleh 4 butir tidak valid,

yaitu butir nomor 1 (r = 0,279), 17 (r = 0.198), 25 (r = -0,220),

dan 32 (r = -0.002). Selanjutnya item-item yang tidak valid

dikeluarkan dari analisis, dan dilakukan uji validitas kembali.

Pada pengujian kedua sebanyak 31 butir item seluruhnya

memiliki nilai rxy diatas 0,3. Nilai rxy paling rendah pada item

26

nomor 33 sebesar 0,324 dan nilai rxy paling tinggi pada item

nomor 4 sebesar 0,839.

Uji Normalitas dan Linieritas

Dari hasil perhitungan diperoleh hasil skor Penyesuaian

Sosial berdistribusi normal, yang dapat dilihat dari besarnya

koefisien kolmogorove sebesar 1.327 dengan sig. 0,059 (p > 0,05),

demikian juga data Kepercayaan Diri juga berdistribusi normal,

yang dapat dilihat dari besarnya koefisien kolmogorove sebesar

1.138 dengan sig.0,150 ( p > 0,05). Dengan demikian uji normalitas

terpenuhi.

Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien

korelasi antara Kepercayaan Diri dan Penyesuaian Sosial sebesar

0.057dengan sig. 0,613 (p > 0,05) yang berarti tidak ada hubungan

antara keprcayaan diri dengan penyesuaian sosial.

Hasil Uji Hipotesa

Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik

korelasi Pearson dikarenakan distribusi data kedua variable normal.

Untuk perhitungan dilakukan dengan bantuan program SPSS

Versi.16. Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh

koefisien korelasi antara Kepercayaan Diri dan Penyesuaian Sosial

sebesar 0.057dengan sig. 0,613 (p > 0,05) yang berarti tidak ada

hubungan antara kepercayaan diri dengan penyesuaian sosial.

27

Pembahasan

Hasil uji hipotesis menunjukkan koefisien korelasi sebesar

0,057 (p>0,05), artinya tidak adanya hubungan antara kepercaayan

diri dengan penyesuaian sosial.

Untuk menumbuhkan sikap percaya diri memerlukan waktu

yang relatif lama bagi mereka, sedangkan penyesuaian sosial harus

dilakukan secepat mungkin karena lingkungan mereka yang baru

mengharuskan mereka untuk cepat beradaptasi. Sehingga dalam

beradaptasi mereka dapat menggunakan faktor lainnya, selain

kepercayaan diri, misalnya kemampuan komunikasi, tidak hanya

ditentukan oleh masalah fisik dan ketrampilan saja (Heider, dalam

Siska, 2003).

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan

sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Tidak terdapat hubungan antara dukungan Kepercayaan Diri

dengan Penyesuaian Sosial yang ditunjukkan oleh koefisen

korelasi sebesar 0.057 (p > 0,05).

2. Hal ini menunjukkan bahawa ada variabel lain yang lebih

berpengaruh terhadap kepercayaan diri mahasiswa selain

penyesuaian sosial. Ada beberapa kemungkinan diluar

penyesuaian sosial, misal keadaan fisik, konsep diri, dan

jenis kelamin (Suryabrata, 1984).

28

Saran

1. Bagi Mahasiswa Baru

Kepercayaan Diri tidak terbukti berdampak pada

Penyesuaian Sosial, maka kepada mahasiswa disarankan

untuk terus membangun komunikasi dengan teman mereka

baik yang berasal dari luar daerah maupun yang berasal dari

daerah mereka, sehingga dapat meningkatkan wawasan,

dengan demikian dapat meningkatkan kepercayaan diri.

Komunikasi dapat dilakukan dengan bertukar pikiran dengan

teman teman baru, mengikuti forum komunikasi atau

kegiata-kegiatan yang dilakukan oleh pihak fakultas maupun

universitas.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang akan mengembangkan

penelitian ini diharapkan agar menggunakan atau

menambahkan metode penelitian kualitatif untuk dapat

menggali lebih dalam mengenai kepercayaan diri ditinjau

dari penyesuaian sosial. Peneliti selanjutnya dapat

melakukan penelitian ke universitas lain selain Universitas

Kristen Satya Wacana Salatiga, untuk mendapatkan data

yang dapat melengkapi penelitian ini.

29

DAFTAR PUSTAKA

Ari. K. (2007). Penyesuaian Pada Eks Tapol PKI. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Ubiversitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Azwar, S. (1997). Reliabilitas Dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha

--------- (2000). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar

--------- (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Bandura, A. (1977). Social Learning Theory. Englewood Cliffs. New Jersey: Pertice-Hill

Chaplin, C.P. (2000). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Grafindo

Fahmi, M. (1982). Penyesuaian Diri. Ahli Bahasa: Drajad, Jakarta: Bulan Bintang

Frida, K. (2005). Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dengan Kompetensi Interpersonal Pada Mahasiswa Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Gerungan, W.A. (1996). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco

Hadi, S. (2000). Statistik Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset.

Hakim, T. (2002). Mengatasi Rasa TIdak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara

Hambly, K. (1992). Bagaimana Meningkatkan Rasa Percaya Diri (terjemahan). Jakarta: Arcan

Http://www.google.co.id/search?hl=id&q=pengertian+kost&btn. Diunduh tanggal 1 Maret 2012

Http://www.scribd.com/doc/89772437/Hubungan-Antara-Kepercayaan-diri. Diunduh tanggal 1 Juni 2012

30

Hurlock, E.B. (1978). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

------------------ (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.

------------------ (1991). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga

-------------------(1993). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Ke-5. Jakarta: Erlangga

-------------------(1997). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ahli Bahasa: Istiwidayanti. Jakarta: Erlangga

Indriyati. (2007). Hubungan Antara Komunikasi Orang Tua Dan Anak Dengan Rasa Percaya Diri Remaja Putri Awal. Naskah Publikasi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Semarang.

Lie, A. (2003). Seribu Satu Cara Menumbuhkan Percaya Diri Anak. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Lauster, P. (2008). Tes Kepribadian. Alih Bahasa D.H Bulo. Jakarta: Bumi Aksara

Loekmono, L. (1983). Rasa Percaya Diri Sendiri. Salatiga: Pusat Bimbingan, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Mappiare, A.(1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Monks, F.J, Knoers, A.M.P., & Haditono, R.S. (1994). Psikologi Perkembangan ( Pengantar dalam beberapa bagiannya). Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Monks, F.J, dkk, (1999). Psikologi Perkembangan (Pengantar dalam beberapa bagiannya). Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Panut, P & Ida, U. (1999). Psikologi Remaja. Yogyakarta: Tiara Wacana

Patricia, E.V. (2011). Perbedaan Tingkat Kepercayaan Diri Pada Mahasiswa Baru Di Universitas Kristen Satya Wacana Berdasarkan Pola Asuh Orang Tua. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

31

Rohmiati, A & Idrus, M. (2008). Tingkat Kepercayaan Diri Remaja Ditinjau dari Pola Asuh Orang Tua Dalam Etnis Jawa. Naskah Publikasi. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Santrock, J.W. (2003). Adolescence (Perkembangan Remaja). Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga

Sarwono, W.S. (2010). Psikologi Remaja (edisi revisi). Jakarta: Raja Grasindo Persada

Schneiders, AA. (1964). Personal Adjusment And Mental Health. New York: Holt, Reindhart and Winston Inc

Sudarjo & Purnamaningsih. (2003). Kepercayaan diri dan kecemasan komunikasi interpersonal pada mahasiswa. (Jurnal Psikologi). Vol.12 No.2. Desember 2003

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit Alfa Beta.

Suryabrata, S. (1984). Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali

----------------- (1984). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali

Suryaningrum, K. (2010). Hubungan Antara Penerimaan Diri Terhadap Perkembangan Seksual Sekunder Remaja Putri Dengan Penyesuaian Sosial. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana

Witria, M.O. (2007). Hubungan Antara Fungsionalitas Keluarga Dengan Penyesuaian Sosial Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan). Salatiga: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.

Yusni, M. (2002). Hubungan Kepercayaan Diri Pada Prestasi Kerja Pada Perawat. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.