BAB III METODE PENELITIAN - Institutional...

32
34 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Desain Penelitian Jenis penelitian adalah Penelitian ekperimental yaitu penelitian yang dilakukan dengan menciptakan fenomena pada kondisi terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan hubungan sebab - akibat dan pengaruh faktor- faktor pada kondisi tertentu. Dalam bentuk yang paling sederhana, pendekatan eksperimental ini berusaha untuk menjelaskan, mengendalikan dan meramalkan fenomena seteliti mungkin. Dalam penelitian eksperimental banyak bersifat kuantitatif. Desain penelitian menggunakan desain Quasi Experimental Design. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variable luar yang mempengaruhi dalam proses pelaksanaan desain tersebut. Desain ini digunakan karena pada keadaan realitas sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan dalam penelitian. Desain Quasi Experimental memiliki tiga desain eksperimen. Ketiga desain eksperimen tersebut adalah : Time Series Design, Nonequivalent Control Group Design, Conterbalanced Design. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan desain eksperimen Nonequivalent Control Group Design, dikarenakan desain ini memiliki bentuk pola ekperimen pretes dan postes. Dalam pelaksanaan desain ini,

Transcript of BAB III METODE PENELITIAN - Institutional...

Page 1: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

34

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah Penelitian ekperimental yaitu

penelitian yang dilakukan dengan menciptakan fenomena

pada kondisi terkendali. Penelitian ini bertujuan untuk

menemukan hubungan sebab - akibat dan pengaruh faktor-

faktor pada kondisi tertentu. Dalam bentuk yang paling

sederhana, pendekatan eksperimental ini berusaha untuk

menjelaskan, mengendalikan dan meramalkan fenomena

seteliti mungkin. Dalam penelitian eksperimental banyak

bersifat kuantitatif. Desain penelitian menggunakan desain

Quasi Experimental Design. Desain ini mempunyai kelompok

kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk

mengontrol variable luar yang mempengaruhi dalam proses

pelaksanaan desain tersebut. Desain ini digunakan karena

pada keadaan realitas sulit mendapatkan kelompok kontrol

yang digunakan dalam penelitian.

Desain Quasi Experimental memiliki tiga desain

eksperimen. Ketiga desain eksperimen tersebut adalah : Time

Series Design, Nonequivalent Control Group Design,

Conterbalanced Design. Dalam penelitian ini peneliti

menggunakan desain eksperimen Nonequivalent Control Group

Design, dikarenakan desain ini memiliki bentuk pola

ekperimen pretes dan postes. Dalam pelaksanaan desain ini,

Page 2: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

35

dua kelompok siswa akan diberi pretes, kemudian diberikan

penerapan model pembelajaran yang berbeda dan pada bagian

akhir diberikan postes sebagai hasil dari proses pembelajaran

dan penerapan desain penelitian tersebut. berikut adalah

table desain pelaksanaan penelitian:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pretes Perlakuan Postes

Kelas A P1 A P2

Kelas B P1 B P2

Keterangan : P1 = Pretes

A = Model Penemuan Terbimbing

B = Model Pemecahan Masalah

P2 = Postes

3.2 Subyek PenelitianSubjek penelitian merupakan kajian utama dalam

penelitian ini. Penelitian ini lebih bersifat kuantitatif.

Berdasarkan judul penelitian, subjek penelitian adalah siswa

di SDN 12 dan SDN 03 Kutowinangun Salatiga. Penelitian

dilaksanakan selama 1 bulan, mulai dari tanggal 5 september

– 5 oktober 2012.

Page 3: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

36

3.3 Sumber DataSumber data dalam penelitian ini adalah subyek dari

mana data dapat diperoleh. Data diperoleh dari observasi

secara langsung terhadap siswa SDN 12 dan SDN 03

Kutowinangun Salatiga. Pertemuan pembelajaran meliputi

pretes, empat pertemuan proses pembelajaran, dan postes.

Dalam penelitian ini terdapat dua kelas, yaitu kelas A

mendapat pembelajaran dengan model penemuan terbimbing

dan kelas B dengan model pemecahan masalah.

3.4 Teknik Pengumpulan DataTeknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

tes, dan observasi secara langsung. Penelitian ini

menggunakan teknik tes (pra tes dan post tes), dan observasi

sebagai teknik pelengkap untuk memperkuat dan mengetahui

keadaan siswa. Penjabarannya seperti di bawah ini.

3.4.1 Teknik ObservasiObservasi adalah model pengumpulan data dengan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

fenomena yang diteliti (Sutrisno Hadi, 1991). Dalam hal ini

peneliti sebagai pelaku eksperimen ikut aktif dalam kegiatan

pembelajaran.

Page 4: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

37

3.4.2 Teknik TesPada penelitian ini, tes yang digunakan terbagi ke dalam dua

macam tes, yaitu :

a) Pretes yaitu tes yang dilakukan sebelum perlakuan

diberikan.

b) Postes yaitu tes yang dilakukan setelah perlakuan

diberikan.

Kedua tes diberikan kepada siswa untuk mengetahui ada

tidaknya perbedaan prestasi yang diajar dengan model

Penemuan terbimbing dan model pemecahan masalah melalui

pendekatan pendidikan matematika realistik. Dalam

pemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

uraian. Setelah dilakukan pretes dan postes diperoleh data

nilai siswa, selanjutnya data nilai tersebut dapat digunakan

sebagai analisi dalam mengetahui tingkat prestasi belajar

siswa sebelum dan sesudah proses pembelajaran.

3.4.3 Validitas InstrumenValiditas adalah kemampuan suatu instrumen (alat

pengukur) mengukur apa yang harus diukur, jika ingin

mengukur tinggi suatu benda atau objek tertentu harus

memakai meteran, menimbang berat dengan timbangan.

Sehingga dalam hal ini meteran dan timbangan merupakan

alat ukur yang valid. Sebuah masalah validitas menjadi tidak

sederhana jika didalamnya menyangkut penjabaran konsep

dari tingkat teoritis sampai tingkat empiris (indikator), namun

apapun yang akan di ukur, suatu instrumen penelitian

Page 5: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

38

haruslah valid sehingga hasilnya dapat dipercaya.

Berdasarkan pada tujuan tes hasil belajar yaitu untuk

mengetahui apakah prestasi belajar yang ditampilkan secara

individual dapat pula ditampilkan pada keseluruhan situasi,

maka uji validitas yang dilakukan pada metode tes ini adalah

uji validitas isi. Menurut Budiyono (2011:9) bahwa supaya tes

mempunyai validitas isi, harus diperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

a. Bahan ujian (tes) harus merupakan sampel yang

representative untuk mengukur sampai seberapa

jauh tujuan pembelajaran tercapai ditinjau dari

materi yang diajarkan maupun dari sudut proses

belajar.

b. Titik berat bahan yang harus diujikan harus

seimbang dengan titik berat bahan yang diajarkan,

c. Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak atau

belum diajarkan untuk menjawab soal-soal ujian

dengan benar.

Menurut Budiyono (2011: 10), untuk menilai apakah

instrumen tes mempunyai validitas isi yang tinggi, biasanya

penilaian ini dilakukan oleh para pakar (expert judgment).

Dalam hal ini para pakar menilai apakah kisi - kisi yang

dibuat oleh pembuat tes telah menunjukkan bahwa klasifikasi

kisi-kisi telah mewakili isi yang akan diukur atau telah sesuai

dengan konsep yang telah didefinisikan. Langkah selanjutnya,

para penilai menilai apakah masing - masing butir tes yang

telah disusun cocok atau relevan dengan klasifikasi kisi - kisi

Page 6: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

39

yang telah ditentukan. Dalam penelitian ini, uji validitas isi

dilakukan oleh 3 validator. Jika minimal dua diantara ketiga

validator menyatakan valid, maka butir tes dapat digunakan

sebagai instrumen penelitian dipakai.

3.4.4 ReliabilitasReabilitas adalah tingkat keajegan (konsitensi) suatu

intrumen, yakni sejauh mana suatu instrumen dapat

dipercaya untuk menghasilkan skor yang ajeg, relatif tidak

berubah walaupun digunakan pada situasi yang berbeda-

beda. Sedangkan Sukadji(2000) mengatakan bahwa reliabilitas

adalah seberapa besar derajat instrumen mengukur secara

konsisten sasaran yang diukur. Reliabilitas dinyatakan dalam

bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien tinggi

berarti reliabilitas tinggi. Sehingga sebuah Alat evaluasi dapat

dikatakan reliabel, jika alat tersebut dapat memberikan hasil

yang sama bila diberikan kepada subyek yang berbeda. Pada

soal pretest dan postest yang sudah di validasi dan di ujikan

kepada siswa selanjutnya akan dilakukan uji reliabilitas.

Menurut Widoyoko (2012) reliabilitas internal diperoleh

dengan menganilis data dari satu kali pengumpulan data.

Metode analisis reliabilitas internal yang digunakan adalah

instumen skor diskrit dan instrument skor non diskrit.

Instrument skor diskrit digunakan untuk jenis soal pilihan

ganda dan menjodohkan, sedangkan jenis soal essay atau

uraian menggunakan instrument skor non diskrit.

Page 7: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

40

1) Instrumen Skor Diskrit

Insrtumen skor diskrit adalah instrument yang slor atau

jawabannya hanya dua yaitu nol(0) dan satu(1), dengan kata

lain hanya ada dua jawaban yaitu benar dan salah. Untuk

jawaban benar memperoleh nilai satu(1) dan jawaban salah

mempoeroleh nilai nol(0). Dalam mencari tingkat reliabilitas

instrument yang skor diskritnya 1 dan 0 digunakan metode

belah dua (split-half metode) yang dikemukakan oleh

Spearman-Brown. Yaitu dengan membagi soal menjadi dua

kelompok, untuk soal nomor awal disebut belahan awan dan

soal nomor akhir di sebut belahan akhir. Sehingga untuk

mencari korelasi antara belahan awal dan belahan akhir

digunakan korelasi product moment sedangkan untuk indeks

reliabilitas digunakan rumus Spearman-Brown. Berikut adalah

rumus dari korelasi product moment:

2222

YYNXXN

YXXYNrxy

…...…….(1)

Keterangan :

= korelasi X dan Y,

X = Belahan awal,

Y = Belahan akhir,

N = jumlah siswa:

Page 8: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

41

Sedangkan rumus dari Spearman-Brown adalah:

2/21/1

2/21/111 1

2

r

rr

Dimana :

11r = reliabilitas instrumen

xyrr 12

Sehingga dari perhitungan tersebut instrumen

dikatakan reliable apabila hitungr lebih besar dari tabelr , dimana

tabelr diperoleh dari table r product moment dengan jumlah N

yang sama pada taraf signifikansi 5%. Dan sebaliknya

instrument dinyatakan tidak reliable apabila nilai hitungr lebih

kecil dari nilai tabelr (Widiyoko, 2012).

2) Instrument Skor Non Diskrit

Instrumen skor non diskrit adalah instrumen

pengukuran yang dalam sistem penilaiannya bukan nol(0) dan

satu(1), melainkan bersifat gradual yaitu ada penjejangan skor

mulai dari skor tertinggi sampai skor terendah. Instrument

skor non diskrit digunakan untuk instrument soal postest

yang berbentuk uraian.intervala nilai/skor yang digunakan

adalah 1 sampai 10. Pada instrumen non diskrit analisis

reliabilitasnya mengguanakan rumus alpha (Widoyoko, 2012).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan tipe soal uraian,

sehingga dalam penentuan reliabilitas instrumen penulis

Page 9: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

42

menggunakan tipe instrumen skor non diskrit. Berikut adalah

rumus alpha untuk menentukan reliabilitas instrument:

2

2

11 11 t

b

k

kr

, sehingga

NN

XX

2

2

2

Keterangan :

11r = reliabilitas instrument

K = banyaknya soal

2b = jumlah variansi

2t = varian total

X = skor total

Dari perhitungan menggunakan rumus tersebut,

instrumen dinyatakan reliabel jika nilai koefisen alpha lebih

besar dari standar reliabilitas atau harga kritik. Harga kritik

atau standar reliabilitas instrumen adalah 0,7. Artinya jika

nilai koefisian alpha lebih besar dari 0,7 maka instrument

tersebut reliabel dan jika nilai alpha lebih rendah dari 0,7

maka instrumen tersebut tidak reliabel. Perhitungan juga

dapat dilakukan menggunakan SPSS dengan teknik pengujian

cronbach’s alpha. Dari hasil perhitungan menggunakan SPSS

maka nilai reliabilitas yang dinyatakan dalam Tabel 3.2

berikut ini :

Page 10: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

43

Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas postest

Cronch’sAlpha

N of items

0.716 10

Berdasarkan tabel 3.2 terlihat bahwa nilai alpha lebih

besar dari 0,7 dengan demikian dapat diartikan bahwa soal

uraian dalam postes tersebut reliabel. Sehingga layak

digunakan dalam penelitian.

3.5 Teknik Pengolahan DataData-data dalam penelitian ini akan diolah dengan teknik

sebagai berikut :

a. Editing, sebelum diolah, perlu diedit terlebih dahulu.

Yakni data atau keterangan yang telah dikumpulkan

dalam catatan penelitian.

b. Coding, data yang dikumpulkan dapat berupa angka,

kalimat pendek atau panjang ataupun “ya” atau “tidak”.

Untuk memudahkan analisis, maka jawaban-jawaban

tersebut perlu diberi kode. Pemberian kode pada

jawaban sangat penting, artinya jika pengolahan data

dilakukan dengan komputer. Mengkode jawaban adalah

menaruh angka pada setiap jawaban.

c. Tabulating, membuat tabulasi termasuk dalam kerja

pengolahan data, membuat tabulasi tidak lain adalah

Page 11: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

44

memasukkan data ke dalam tabel-tabel dan mengatur

angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus

dalam kategori (Nazir, 2003).

d. Menentukan Rata-rata dan Standar deviasi Skor Pretes

dan Postes.

Menentukan skor rata-rata dan standar deviasi pada tes

awal (pretes) dan tes akhir (postes) untuk kelas yang diajar

dengan dengan model Penemuan terbimbing dan model

pemecahan masalah dengan pendekatan Pendidikan

matematika realistik, menggunakan rumus sebagai berikut :

Standar Deviasi, = ∑(( ) .................................(2)

rata-rata skor (mean), = ∑keterangan :s = standar deviasi

Xi = skor data ke-i= skor rata-rata= jumlah data

3.6 Teknik Analisis DataAnalisis data merupakan langkah yang sangat penting

dalam penelitian, setelah data terkumpul lengkap, data harus

dianalisis baik menggunakan analisis kualitatif maupun

kuantitatif. proses pengorganisasian dan mengurutkan data

ke dalam pola, kategori dan satuan dasar sehingga dapat

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis seperti

sasaran data (Iqbal, Hasan, 2002). Penelitian ini menggunakan

analisis kuantitatif, dimana analisis kuantitatif merupakan

Page 12: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

45

analisis yang menggunakan alat analisis yang bersifat

kuantitatif. Yakni analisis yang menggunakan model-model,

seperti model matematika, model statistik dan ekonometrik.

Hasil analisis disajikan dalam bentuk angka-angka kemudian

dijelaskan dan diintepretasikan dalam satu uraian (M.iqbal,

Hasan, 2002).

Sesuai dengan hipotesis yang diajukan, data yang telah

terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan uji t (dua

arah). Untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi hasil

belajar matematika kelas VI SDN Kutowinangun 12 dan SDN

Kutowinangun 03 yang diajar dengan dengan model

Penemuan terbimbing dan model pemecahan masalah dengan

pendekatan matematika realistik. Semua data diolah dengan

bantuan komputer program SPSS for Windows versi 17.

3.6.1 Uji HomogenitasUji homogenitas digunakan untuk menentukan

kehomogenan data yang terdiri dari dua kelas atau untuk

mengetahui keadaan varians kedua kelompok sama atau

berbeda. Uji statistik dengan menguji uji-F sebagai berikut :

= ................................................................(3)

Keterangan :

= varians besar,

= varians kecil.

Page 13: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

46

Harga F hitung yang diperoleh dari perhitungan ini kemudian

dibandingkan dengan harga F tabel pada taraf kepercayaan

tertentu. Taraf kepercayaan yang digunakan yaitu α = 0.05.

derajat kebebasan masing-masing dkb = (nb – 1) dan dkk = (nk

– 1), dengan kriteria yang digunakan untuk menentukan

apakah variansi homogen atau tidak adalah :

a. Bila F hitung < F tabel maka variansi homogen,

artinya =

b. Bila F hitung > F tabel maka variansi tidak

homogen, artinya ≠

(Luhut. Panggabean, 2001 : 137).

3.6.2 Uji NormalitasUji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah

data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak

berdistribusi normal. Jika data berdistribusi normal, maka

dilakukan pengujian parametrik, sedangkan jika data tidak

berdistribusi normal, maka dilakukan pegujian

nonparametrik. Uji normalitas menggunakan model

Kolmogorov Smirnov.

3.6.3 Uji Kolmogorov SmirnovUji Kolmogorov-Smirnov biasa digunakan untuk

memutuskan jika sampel berasal dari populasi dengan

distribusi spesifik/tertentu. Uji Kolmogorov-Smirnov

digunakan untuk menguji ‘goodness of fit‘ antar distribusi

sampel dan distribusi lainnya, Uji ini membandingkan

serangkaian data pada sampel terhadap distribusi normal

Page 14: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

47

serangkaian nilai dengan mean dan standar deviasi yang

sama. Singkatnya uji ini dilakukan untuk mengetahui

kenormalan distribusi beberapa data Uji Kolmogorov-Smirnov

merupakan uji yang lebih kuat daripada uji chi-square ketika

asumsi-asumsinya terpenuhi. Uji Kolmogorov-Smirnov juga

tidak memerlukan asumsi bahwa populasi terdistribusi secara

normal.

Hipotesis pada uji Kolmogorov-Smirnov adalah sebagai

berikut:

H0 : data mengikuti distribusi yang ditetapkan

Ha : data tidak mengikuti distribusi yang ditetapkan

Keunggulan Uji Kolmogorov-Smirnov (KS) dibanding Uji Chi

Square (CS):

1. CS memerlukan data yang terkelompokkan, KS tidak

memerlukannya.

2. CS tidak bisa untuk sampel kecil, sementara KS bisa.

3. Oleh karena data Chi Square adalah bersifat

kategorik. Maka ada data yang terbuang maknanya.

4. KS lebih fleksibel dibanding CS.

Uji Kolmogorov Smirnov menggunakan data dasar yang

belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Data

ditransformasikan dalam nilai Z untuk dapat dihitung luasan

kurva normal sebagai probabilitas komulatif normal.

Probabilitas tersebut dicari bedanya dengan probabilitas

komulatif empiris.

Page 15: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

48

3.6.4 Uji HipotesisUji hipotesis penelitian dilakukan untuk mengetahui

hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak, maka

digunakan perhitungan statistik dengan menggunakan uji

perbedaan dua rata-rata (Uji-t) dua sampel yang saling

independen apabila data kedua kelas berdistribusi normal dan

jika kedua kelas tidak semua berdistribusi normal, maka

pengujian dilakukan dengan menggunakan uji nonparametrik

dua sampel yang saling independen (Uji Mann Whitney).

Sedangkan jika menggunakan perhitungan program SPSS,

maka cukup membandingkan probabilitas dengan taraf

signifikansi yang ditetapkan sebagai berikut :

1. Merumuskan hipotesis

Hipotesis nol (H0) dan Hipotesis Alternatif (H1). Hipotesis

nol (H0) adalah suatu pernyataan mengenai nilai parameter

populasi. Sedangkan hipotesis alternatif adalah suatu

pernyataan yang diterima jika data sampel memberikan cukup

bukti bahwa hipotesis nol adalah ditolak. Perumusan hipotesis

nol (H0) dan Hipotesa Alternatif (H1) :

H0 :µ1 =µ2 Tidak ada perbedaan prestasi hasilbelajar matematika antara siswa kelas VIyang diajar dengan menggunakan modelPenemuan terbimbing dan modelpemecahan masalah menggunakanpendekatan Pendidikan Matematika

Page 16: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

49

Realistik (PMR) pada siswa SDNKutowinangun 12 dan SDNKutowinangun 03 Salatiga.

H1 :µ1 ≠µ2 Ada perbedaan prestasi hasil belajarmatematika antara siswa kelas VI yangdiajar dengan menggunakan modelPenemuan terbimbing dan modelpemecahan masalah menggunakanpendekatan Pendidikan MatematikaRealistik (PMR) pada siswa SDNKutowinangun 12 dan SDNKutowinangun 03 Salatiga.

2. Penyajian dan pengolahan data.

Penyajian dan pengolahan data menggunakan uji t (dua

arah). Penggunakan Uji t digunakan untuk memutuskan

apakah akan menerima atau menolak hipotesis, yaitu :

= −+

Dimana :

n1 = jumlah anggota sampel siswa kelas VI yang

diajar dengan menggunakan model Penemuan

terbimbing .

n2 = jumlah anggota sampel siswa kelas VI yang

diajar dengan model pemecahan masalah.

Page 17: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

50

= nilai rata-rata (mean) sampel kelas yang diajar

dengan menggunakan model Penemuan

terbimbing .

= nilai rata-rata (mean) sampel kelas yang diajar

dengan model pemecahan masalah.

= variansi sampel kelas yang diajar dengan

menggunakan model Penemuan terbimbing .

= variansi kelas yang diajar dengan menggunakan

model Pemecahan Masalah .

3. Penarikan kesimpulan

Langkah terakhir yang ditempuh peneliti dalam

menganalisis data adalah penarikan kesimpulan. Kesimpulan

dibuat dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah

dipahami dengan mengacu pada pokok permasalahan yang

diteliti, yang merupakan inti dari data hasil penelitian.

Adapun penyimpulan adalah proses mengambil makna dari

angka uji statistik.

3.7 Materi pembelajaran dengan Model PenemuanTerbimbing.

Penemuan adalah suatu proses, suatu jalan/cara dalam

mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item

pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi

kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan

praktek membentuk dan menguji hipotesis. Di dalam proses

pembelajaran, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk

Page 18: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

51

menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu

masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa

dapat mencari jalan pemecahan. Sebagai ilustrasi Bruner

menerangkan Ilustrasi tentang bagaimana seorang siswa

dihadapkan dengan suatu persegi dengan ukuran x dan

persegi-persegi satuan. Sehingga Siswa harus membangun

persegi dengan sebanyak potongan persegi-persegi satuan

yang diperlukan. Para siswa diharapkan dapat menduga suatu

kesimpulan mengenai binomial serta melihat hubungannya

dengan melihat potongan persegi dengan ukuran x dan persegi

satuan seperti pada gambar berikut ini :

Gambar 1. Potongan persegi

Dalam kegiatan pembelajarannya siswa diarahkan

untuk menemukan sesuatu, merumuskan suatu hipotesa,

atau menarik suatu kesimpulan sendiri. Kadang-kadang

model penemuan ini memerlukan waktu lebih lama untuk

seluruh kelas atau kelompok kecil siswa dalam menemukan

suatu obyek matematika dari pada menyajikan obyek tersebut

kepada mereka. Interaksi dalam model ini menekankan pada

adanya interaksi dalam kegiatan belajar mengajar. Interaksi

tersebut dapat juga terjadi antara siswa dengan siswa (S – S),

Page 19: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

52

siswa dengan bahan ajar (S – B), siswa dengan guru (S – G),

siswa dengan bahan ajar dan siswa (S – B – S) dan siswa

dengan bahan ajar dan guru (S – B – G). Interaksi yang

mungkin terjadi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

Interaksi dapat terjadi antar guru dengan siswa

tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan semua

siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi

berpikir sehingga menemukan solusi dari permasalahan. Guru

memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-

pertanyaan yang terfokus sehingga dapat memungkinkan

siswa untuk memahami dan mengkontruksikan konsep-

konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar

menemukan sesuatu. Penemuan terbimbing merupakan suatu

model pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan

Guru

Siswa A Siswa B

Bahan Ajar

Page 20: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

53

konsep–konsep dan hubungan antar konsep. Ketika

menggunakan model ini, guru memberikan contoh – contoh

pada siswa, kemudian siswa berusaha untuk menemukan

pola dalam contoh tersebut.selama dalam pelaksanakan

penemuan terbimbing, guru perlu memberikan susunan dan

bimbingan untuk memastikan abstrak yang sedang dipelajari

siswa sudah akurat dan lengkap. Dalam hal ini penemuan

terbimbing sering dikacaukan dengan diskoveri “murni” yang

tidak tersruktur, dimana siswa mengidentifikasi sendiri pola

dan hubungan tanpa bimbingan guru. Sehingga siswa sering

kali tersesat, frustasi dan kebingungan sehingga dapat

menggiring siswa pada kesalah pahaman. Ketika dilakukan

dengan baik, efektifitas penenemuan terbimbing memerlukan

waktu kurang atau lebih banyak di banding pengajaran

ekspositori. Namun dengan penggunaan model ini cenderung

menghasilkan ingatan jangka panjang yang lebih baik. Dalam

bab II telah di tulis tentang langakah – langkah model

penemuan terbimbing. Berikut adalah penjelasan dalam

pelaksanaan model penemuan terbimbing dalam pembelajaran

yang dilaksanakan oleh penulis:

1) Apersepsi

Mengenalkan materi dan mengidentifikasi materi dan

membuat satu sasaran.

Penjelasan tujuan dan pentingnya materi tersebut.

Pemberian ilustrasi untuk membantu siswa dalam

memahami atau menemukan konsep.

Page 21: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

54

Menyusun contoh – contoh materi yang akan

disampaikan. Dalam pemberian contoh bisa di

urutkan dari contoh yang kurang jelas terlebih dahulu,

sehingga memungkinkan siswa lebih banyak

menganalis dan menyusun suatu hipotesis. Urutan

contoh bisa silih berganti sesuai dengan kemampuan

siswa.

Sebelum masuk dalam kegiatan inti, posisi duduk

siswa di buat leter U, sehingga perhatian siswa

berpusat pada guru.

2) Ekplorasi

melibatkan siswa dalam informasi yang luas dan

dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari

memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa serta

antara siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber

belajar lainnya.

melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan

pembelajaran dengan tujuan penemuan terbimbing.

3) Elaborasi

pemberian tugas yang berkaitan dengan penemuan

terbimbing dalam memahami materi yang

disampaikan.

Memberikan kuis kepada peserta didik agar

berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan

prestasi belajar dan melihat sejauh mana pemahaman

anak terhadap materi yang disampaikan

Page 22: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

55

Meminta siswa membuat laporan eksplorasi yang

dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara

individual maupun kelompok dalam Mengenali dan

menjelaskan materi/topik yang dibahas.

4) Konfirmasi

memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam

bentuk lisan, tulisan, isyarat, kepada keberhasilan

peserta didik dalam Mengenali menjelaskan materi

yang disampaikan.

memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan

elaborasi peserta didik

memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk

memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

5) Kegiatan Akhir

bersama-sama dengan siswa membuat

rangkuman/simpulan materi yang baru saja

disampaikan

melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap

kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten

dan terprogram;

memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil

pembelajaran;

merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk

pembelajaran remedi, program pengayaan,

memberikan tugas baik tugas individual maupun

kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;

Page 23: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

56

Peserta didik diberikan pekerjaan rumah (PR) dari

soal-soal dalam buku paket yang belum

terselesaikan/dibahas di kelas.

Di dalam model penemuan ini, guru dapat menggunakan

strategi penemuan yaitu secara induktif, deduktif.

3.7.1 Strategi Penemuan InduktifSebuah argumen induktif meliputi dua komponen, yang

pertama terdiri dari pernyataan/fakta yang mengakui untuk

mendukung kesimpulan dan yang kedua bagian dari

argumentasi itu (Cooney dan Davis, 1975: 143). Kesimpulan

dari suatu argumentasi induktif tidak perlu mengikuti fakta

yang mendukungnya. Fakta mungkin membuat lebih

dipercaya, tergantung sifatnya, tetapi itu tidak bisa

membuktikan dalil untuk mendukung. Sebagai contoh, fakta

bahwa 3, 5, 7, 11, dan 13 adalah semuanya bilangan prima

dan masuk akal secara umum kita buat kesimpulan bahwa

semua bilangan prima adalah ganjil tetapi hal itu sama sekali

“tidak membuktikan“. Guru beresiko di dalam suatu

argumentasi induktif bahwa kejadian semacam itu sering

terjadi. Karenanya, suatu kesimpulan yang dicapai oleh

induksi harus berhati-hati karena hal seperti itu nampak

layak dan hampir bisa dipastikan atau mungkin terjadi.

Sebuah argumentasi dengan induktif dapat ditandai sebagai

suatu kesimpulan dari yang diuji ke tidak diuji. Bukti yang

diuji terdiri dari kejadian atau contoh pokok- pokok.

Page 24: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

57

3.7.2 Strategi Penemuan DeduktifCiri utama matematika adalah penalaran deduktif, yaitu

kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai akibat logis

kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan

dalam matematika bersifat konsisten. Berarti dengan strategi

penemuan deduktif , kepada siswa dijelaskan konsep dan

prinsip materi tertentu untuk mendukung perolehan

pengetahuan matematika yang tidak dikenalnya dan guru

cenderung untuk menanyakan suatu urutan pertanyaan

untuk mengarahkan pemikiran siswa ke arah penarikan

kesimpulan yang menjadi tujuan dari pembelajaran. Sebagai

contoh dialog berikut sedang memecahkan masalah sistem

persamaan dengan menggunakan determinan koefisien dari

dua garis yang sejajar dengan penemuan deduktif di mana

guru menggunakan pertanyaan untuk memandu siswa ke

arah penarikan kesimpulan tertentu Guru : “Dengan aturan

Cramer untuk memecahkan sistem persamaan ini :

3x – 2y = 6

–9x + 6y = –3

Dengan penjelasan di atas model penemuan yang

dipandu oleh guru ini kemudian dikembangkan dalam suatu

model pembelajaran yang sering disebut model pembelajaran

dengan penemuan terbimbing. Pembelajaran dengan model ini

dapat diselenggarakan secara individu atau kelompok. Model

ini sangat bermanfaat untuk mata pelajaran matematika

sesuai dengan karakteristik matematika tersebut. Guru

Page 25: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

58

membimbing siswa jika diperlukan dan siswa didorong untuk

berpikir sendiri sehingga dapat menemukan prinsip umum

berdasarkan bahan yang disediakan oleh guru dan sampai

seberapa jauh siswa dibimbing tergantung pada

kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan

model penemuan terbimbing ini siswa dihadapkan kepada

situasi dimana siswa bebas menyelidiki dan menarik

kesimpulan. Terkaan, intuisi dan mencoba-coba (trial and

error) hendaknya dianjurkan dan guru sebagai penunjuk jalan

dan membantu siswa agar mempergunakan ide, konsep dan

ketrampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan

pengetahuan yang baru.

Pada proses penerapan model penemuan terbimbing ini,

penulis memilih menggunakan strategi penemuan deduktif.

Pemilihan strategi ini dikarenakan lebih menekankan

kebenaran suatu pernyataan diperoleh sebagai akibat logis

kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar pernyataan

dalam matematika bersifat konsisten.

3.8 Materi pembelajaran dengan Model PemecahanMasalah.

Problem solving atau pemecahan masalah, merupakan

masalah yang utama dalam pembelajaran matematika.

Memecahkan masalah dapat meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model

dan menafsirkan solusi yang diperoleh, sehingga masalah

tersebut dapat terselesaikan. Sebelum kita membahas

Page 26: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

59

mengenai pemecahan masalah dalam pembelajaran

matematika, maka perlu kita cermati bersama apa sebenarnya

yang disebut masalah itu, Charles dan Lester (1982: 5)

mendefinisikan tentang masalah, bahwa suatu masalah

adalah merupakan tugas, yang mana : a) Seseorang tertantang

untuk mencari penyelesaiannya. b) Seseorang belum

menemukan prosedur yang sudah siap untuk menyelesaikan

masalah tersebut. c) Seseorang mesti membuat suatu

percobaan untuk menemukan suatu solusi. sehingga Cooney

(1975 : 242) berpendapat tentang masalah sebagai berikut : “

… agar suatu pertanyaan itu merupakan masalah, syaratnya

adalah dia merupakan tantangan”. Istilah problem solving

mempunyai pengertian bermacam-macam, tergantung pada

disiplin dan profesi dari orang yang mengartikannya. Misal

troubleshooting (mencari dan memecahkan kesulitan) adalah

salah satu dari pengertian yang dianggap sama dengan

pengertian problem solving, di samping mengkreasi ide baru

dan menemukan produk atau teknik baru merupakan

pengertian yang lain dari problem solving. Pengertian problem

solving dalam matematika mempunyai arti yang lebih spesifik,

namun demikian di situpun masih mempunyai perbedaan-

perbedan apresiasi. Branca (1980:3) menegaskan bahwa

dalam pembelajaran matematika problem solving merupakan :

(1) tujuan, (2) proses dan (3) ketrampilan dasar.

Page 27: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

60

3.8.1 Problem solving sebagai suatu tujuan (goal).

Jika kepada para pengajar atau para pendidik

matematika serta para matematisi dihadapkan pada

pertanyaan-pertanyaan : Mengapa kita mengajarkan

matematika ? Apa sajakah tujuan pembelajaran matematika?

Sebagai jawab dari pertanyaan itu akan menggiring kepada

kesepakatan untuk menempatkan problem solving pada

tujuan dari pembelajaran matematika. Pertimbangan yang

penting di sini adalah bahwa membelajarkan bagaimana

menyelesaikan suatu masalah adalah alasan utama untuk

belajar matematika. Sejalan dengan pendapat di atas

Krismanto (2001:4) juga berpendapat bahwa inti dari belajar

problem solving adalah para siswa hendaknya terbiasa

mengerjakan soal-soal yang tidak hanya memerlukan ingatan

yang baik saja. Karenanya di samping diberikan masalah-

masalah yang menantang selama di kelas, seorang guru

matematika dapat saja memulai proses pembelajarannya

dengan mengajukan “masalah” yang cukup menantang dan

menarik bagi para siswa. Jadi menurut pandangan ini,

kemampuan problem solving siswa yaitu kemampuan

menggunakan segenap pengetahuan yang dimiliki siswa untuk

memecahkan persoalan dalam situasi yang baru atau yang

tidak seperti biasanya (non routine) adalah salah satu tujuan

(goal) dalam pembelajaran matematika.

Page 28: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

61

3.8.2 Problem solving adalah suatu prosesBranca (1980:3) mengemukakan arti umum yang lain

dari problem solving, yaitu bahwa problem solving adalah

sesuatu proses yang dinamis dan berkelanjutan. problem

solving sebagai suatu proses penerapan berbagai pengetahuan

kepada situasi yang baru maupun yang tidak familiar. problem

solving inilah yang kelihatannya lebih baik dibanding dengan

pengertian bahwa problem solving berintikan jawab siswa yang

diberikan untuk suatu persoalan dan langkah-langkah yang

dia gunakan untuk sampai pada suatu jawab. Alasan pokok

yang mendasari interpretasi ini adalah dipergunakannya

berbagai metode, prosedur, strategi dan heuristic (langkah

kunci) oleh siswa untuk menyelesaikan suatu persoalan.

3.8.3 Problem Solving adalah suatu Basic Skills(Ketrampilan Dasar)

Pengertian lain yang tak kalah pentingnya adalah

pengertian bahwa problem solving pada hakikatnya suatu

Ketrampilan dasar yang sangat diharapkan akan dihasilkan di

dalam suatu proses pembelajaran matematika. seseorang

dituntut untuk memahami isi dari dari persoalannya, jenis

persoalannya, dan cara-cara mencari solusinya. Sehingga

esensi pokok dari problem solving adalah bahwa semua siswa

mesti belajar dan memilih segenap kebutuhan yang sesuai

dengan persoalannya dan teknik-teknik yang diperlukan

untuk mencari solusi suatu persoalan. Dari uraian di atas

dapat disimpulkan bahwa problem solving merupakan

Page 29: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

62

Ketrampilan Dasar di dalam pembelajaran matematika

maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari.

Dapat difahami problem solving dalam matematika adalah

sangat penting atau bahkan yang terpenting, karena problem

solving bukan sekedar mampu menyelesaikan persoalan

namun problem solving adalah tujuan, proses dan sekaligus

basic skill dalam pembelajaran matematika.

Berikut adalah penjelasan dalam pelaksanaan model

pemecahan masalah dalam pembelajaran yang dilaksanakan

oleh penulis:

1). Apersepsi

Mengenalkan materi dan kepada siswa.

Memahami masalah, Pada tahap ini kita harus dapat

mengidentifikasi hal-hal yang diketahui, hal-hal yang

ditanyakan dan syarat-syarat yang ada. Apabila

diperlukan kita dapat membuat gambar/diagram untuk

memperjelas situasinya. Setelah informasi diperoleh

sudah lengkap, kita harus dapat mengorganisasi dan

menghubung-hubungkan informasi tersebut.

Menyusun rencana, Pada tahap ini kita harus dapat

menentukan apakah kita pernah menghadapi masalah

tersebut ataupun masalah lain yang serupa. Selain itu

kita harus memikirkan masalah lain yang terkait

dengan masalah yang sedang dihadapi.Selanjutnya kita

harus menentukan strategi pemecahan masalah yang

sesuai untuk masalah tersebut,

Page 30: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

63

Sebelum masuk dalam kegiatan inti, posisi duduk siswa

di buat dalam kelompok, sehingga pada waktu proses

belajar dapat terjadi interaksi antar siswa dalam

pemecahan masalah.

2). Ekplorasi

melibatkan siswa dalam informasi yang luas dan dalam

tentang topik/tema materi yang akan dipelajari

Melaksanakan Rencana, Pada tahap ini melaksanakan

rencana pemecahan masalah dengan mengecek

kebenaran di setiap langkah.

Siswa menerapkan berbagai strategi sampai

persoalannya berhasil diselesaikannya.

memfasilitasi terjadinya interaksi antar siswa serta

antara siswa dengan guru, lingkungan, dan sumber

belajar lainnya;

melibatkan siswa secara aktif dalam setiap kegiatan

pembelajaran.

3). Elaborasi

pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk

memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun

tertulis dalam Mengenali materi yang disampaikan

dengan tujuan pemecahan masalah.

Memberikan kuis yang bersifat soal cerita, dan

berharap siswa dapat menemukan pemecahan masalah

dalam soal cerita tersebut

Page 31: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

64

Meminta siswa membuat laporan eksplorasi yang

dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual

maupun kelompok dalam Mengenali dan menjelaskan

materi/topik yang dibahas

4). Konfirmasi

memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam

bentuk lisan, tulisan, isyarat, kepada keberhasilan

peserta didik dalam Mengenali menjelaskan materi yang

disampaikan.

Menguji kembali, pada tahan ini harus memeriksa hasil

yang diperoleh, apakah solusi yang didapat sesui dengn

masalah yang di hadapi

memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk

memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.

5). Kegiatan Akhir

bersama-sama dengan siswa membuat

rangkuman/simpulan materi yang baru saja

disampaikan

melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap

kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan

terprogram;

memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil

pembelajaran;

merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk

pembelajaran remedi, program pengayaan, memberikan

Page 32: BAB III METODE PENELITIAN - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/4151/4/T2_942009044_BAB III.pdfpemberian pretes dan postes instrument soal dalam bentuk

65

tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai

dengan hasil belajar peserta didik;

Peserta didik diberikan pekerjaan rumah (PR) dari soal-

soal dalam buku paket yang belum

terselesaikan/dibahas di kelas.

Dengan pelaksanaan model pemecahan masalah diatas

diharapkan dapat membantu siswa dalam pemahaman kosep

matematoka lebih mendalam.