BAB II - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9744/2/T1_162012801_BAB...
Transcript of BAB II - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/9744/2/T1_162012801_BAB...
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kepuasan Kerja
Setiap orang yang bekerja berharap memperoleh kepuasan dari tempatnya
bekerja. Dole dan Schroeder (2001) dalam Koesmono (2005), mengemukakan
bahwa kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu
terhadap lingkungan pekerjaannya. Lebih lanjut Koesmono (2005)
mengemukakan bahwa kepuasan kerja merupakan penilaian, perasaan atau sikap
seseorang atau karyawan terhadap pekerjaannya dan berhubungan dengan
lingkungan kerja, jenis pekerjaan, kompensasi, hubungan antar teman kerja,
hubungan sosial ditempat kerja dan sebagainya. Menurut Luthans (2006) dalam
Rahmi (2013) kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai
seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Kepuasan
kerja merupakan keadaan emosi yang senang atau emosi positif yang berasal dari
penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang.
Robbins dan Judge (Andre, 2014) memberikan definisi kepuasan kerja
sebagai perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari
karakteristiknya. Pendapat ain dikemukakan oleh Robert L. Mathins (Anita,
2014), kepuasan kerja yang tinggi tidak akan membuat pergantian karyawan
menjadi rendah, tetapi hal tersebut mungkin membantu.
Lima dimensi kepuasan kerja menurut Siagian (Anita, 2014) : (1)
Pekerjaan itu sendiri. Dalam hal ini dimana pekerjaan memberikan tugas yang
menarik, (2) Kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima
tanggung jawab, (3) Gaji, sejumlah upah yang diterima dan tingkat dimana hal ini
7
bisa dipandang sebagai hal yang dianggap pantas dibandingkan dengan orang lain
dalam organissasi, (4) Kesempatan promosi. Kesempatan untuk maju dalam
organisasi, pengawaasan.kemampuan penyelia untuk memberikan bantuan teknis
dan (5) dukungan perilaku dan rekan kerja.
Sehingga dapat disimpulkan pengertian kepuasan kerja adalah sikap yang
positif dari tenaga kerja meliputi perasaan dan tingkah laku terhadap pekerjaannya
melalui penilaian salah satu pekerjaan sebagai rasa menghargai dalam mencapai
salah satu nilai-nilai penting pekerjaan.
2.1.1 Teori Kepuasan Kerja
Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat
sebagian orang lebih puas terhadap suatu pekerjaan daripada beberapa lainnya.
Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan
kerja. Teori tentang kepuasan kerja menurut Rivai (Febri, 2015) adalah :
1. Teori ketidaksesuaian (discrepancy theory) Teori ini mengukur kepuasan
kerja seseorang dengan menghitung selisih antara susuatu yang seharusnya
dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya diperoleh
melebihi dari yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi,
sehingga terdapat discrepancy, tetapi merupakan discrepancy yang positif.
Kepuasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang
dianggap akan didapatkan dengan apa yang dicapai.
2. Teori keadilan (equity theory) Teori ini mengemukakan bahwa orang akan
merasa puas atau tidak puas, tergantung pada ada atau tidaknya keadilan
dalam suatu situasi, khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen
utama dalam teori keadilan adalah input, hasil, keadilan dan ketidakadilan.
Input adalah faktor bernilai bagi karyawan yang dianggap mendukung
pekerjaannya, seperti pendidikan, pengalaman, kecakapan, jumlah tugas dan
peralatan atau perlengkapan yang dipergunakan untuk melaksanakan
pekerjaannya. Hasilnya adalah sesuatu yang dianggap bernilai oleh seorang
karyawan yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti: upah/gaji, keuntungan
sampingan, simbol, status, penghargaan dan kesempatan untuk berhasil atau
aktualisasi diri. Sedangkan orang selalu membandingkan dapat berupa
8
seseorang di perusahaan yang sama, atau ditempat lain atau bisa pula dengan
dirinya di masa lalu.
3. Teori dua faktor (two factor theory) Kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja
itu merupakan hal yang berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap
pekerjaan itu bukan suatu variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan
karakteristik pekerjaan menjadi dua kelompok yaitu satisfies atau dissatisfies.
Satisfies ialah faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber
kepuasan kerja yang terdiri dari: pekerjaan yang menarik, penuh tantangan,
ada kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh penghargaan dan
promosi. Terpenuhinya faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun
tidak terpenuhinya faktro ini tidak selalu mengakibatkan ketidakpuasan.
Dissatisfies (hygiene factors) adalah faktor-faktor yang menjadi sumber
ketidakpuasan, yang terdiri dari: gaji/upah, pengawasan, hubungan
antarpribadi, kondisi kerja dan status. Faktor ini diperlukan untuk memenuhi
dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan. Jika tidak terpenuhi
faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya faktor ini
memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan kecewa
meskipun belum terpuaskan
Berdasarkan beberapa teori yang telah disebutkan, dapat disimpulkan
bahwa kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun
perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif dalam lingkungan kerja
perusahaan
2.1.2. Indikator Kepuasan Kerja
Indikator kepuasan kerja yang dikembangkan oleh Celluci, Anthony J dan
David L. De Vries dalam Mas’ud (Febri, 2015) yang meliputi antara lain :
1) Kepuasan terhadap gaji, yaitu senang atau tidak senang karyawan akan gaji
yang diterima.
2) Kepuasan dengan promosi, yaitu sikap senang atau tidak senang karyawan
akan promosi yang dilakukan perusahaan.
3) Kepuasan terhadap rekan kerja, yaitu sikap senang atau tidak senang
karyawan akandukungan dari rekan kerjanya.
4) Kepuasan terhadap supervisor, yaitu sikap senang atau tidak senang karyawan
akan perlakuan dari pimpinan.
9
Kepuasan keja yang tinggi merupakan tanda bahwa organisasi yang
dikelola dengan baik pada dasarnya merupakan hasil manajemen perilaku yang
efektif. Kepuasan kerja adalah tingkat perasaan senang seseorang sebagai
penilaian positif terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya.
2.2 Kepemimpinan
Kepemimpinan sangat dibutuhkan dalam sebuah perusahaan dalam upaya
pencapaian tujuan sebuah perusahaan. Kepemimpinan merupakan faktor yang
sangat penting dalam mempengaruhi prestasi perusahaan karena kepemimpinan
merupakan aktivitas utama dengan harapan tujuan organisasi dapat dicapai.
Pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk mengendalikan kekuasaan
dan memberi kekuasaan pada orang lain untuk pencapaian tujuan. Davis (Kistoyo,
2008 : 28) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses mendorong,
membantu orang lain untuk bekerja sama dengan antusias mencapai tujuan.
George R. Terry (Floriana Sari, 2013 : 15) mengatakan bahwa kepemimpinan
sebagai aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan untuk
mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
suatu organisasi karena sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu
organisasi ditentukan oleh kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Menurut
Sudarmanto (2009), kepemimpinan adalah cara mengajak karyawan agar
bertindak benar, mencapai komitmen dan memotivasi karyawan untuk mencapai
10
tujuan bersama (Wijayanti, 2012). Sedangkan kepemimpinan menurut Anoraga
(2003) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mempengaruhi orang
lain, melalui komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
maksud untuk menggerakkan orang-orang tersebut agar dengan penuh pengertian,
kesadaran dan senang hati bersedia mengikuti kehendak-kehendak pemimpin itu
(Wijayanti, 2012)
Kepemimpinan merupakan cara seorang pemimpin dalam mempengaruhi
bawahan dengan karakteristik tertentu sehingga dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Kepemimpinan juga merupakan energi yang dapat mempengaruhi dan
memberi arahan yang terdapat dalam diri seorang pemimpin sehingga dapat
mencapai tujuan organisasi.
2.2.1 Gaya Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan tulang punggung organisasi, karena tanpa
pemimpin yang baik akan sulit untuk mencapai tujuan organisasi. Jika seorang
pemimpin berusaha untuk mempengaruhi perilaku orang lain, maka orang tersebut
perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Menurut Kartono yang dikutip
Syahrial (2009), gaya kepemimpinan adalah cara bekerja dan bertingkah laku
pemimpin dalam membimbingpara bawahannya untuk berbuat sesuatu.
Sedangkan menurut Luthans (Syahrial, 2009) suatu hal yang pasti, gaya
kepemimpinan dapat membuat perbedaan, baik positif maupun negatif. Gaya
kepemimpinan merupakan suatu sikap cara seorang pemimpin dalam memimpin
dan membimbing karyawan di dalam suatu organisasi atau
11
perusahaan.Kepemimpinan memegang peran yang signifikan terhadap kesuksesan
dan kegagalan sebuah organisasi. Robbins (2006) dalam Zulkifli (2015 : 14-16)
mengidentifikasi empat jenis gaya kepemimpinan, antara lain :
1. Gaya kepemimpinan kharismatik
Para karyawan terpacu kemampuan kepemimpinan yang heroic atau yang luar
biasa ketika mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu pemimpin mereka.
Terdapat lima karakteristi pokok pemimpin kharismatik :
a. Visi dan artikulasi. Dia memiliki visi ditujukan dengan sasaran ideal yang
mampu mengklarifikasi pentingnya visi yang dapat dipahami orang lain.
b. Rasio personal. Pemimpin kharismatik bersedia menempuh resiko
personal tinggi, menanggung biaya besar, dan terlibat ke dalam
pengorbanan diri untuk meraih visi.
c. Peka terhadap lingkungan. Mereka mampu menilai secara realistis kendala
lingkungan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat perubahan.
d. Kepekaan terhadap kebutuhan karyawan. Pemimpin kharismatik perseptif
(sangat pengertian) terhadap kemampuan orang lain dan responsive
terhadap kebutuhan dan perasaan mereka.
e. Perilaku tidak konvensional. Pemimpin kharismatik terlibat dalam perilaku
yang dianggap baru dan berlawanan dengan norma.
2. Gaya kepemimpinan transaksional
Pemimpin transaksional merupakan pemimpin yang memandu atau
memotivasi para karyawan mereka menuju sasaran yang ditetapkan dengan
memperjelas persyaratan peran dan tugas. Gaya kepemimpinan transaksional
lebih berfokus pada hubungan pemimpin-bawahan tanpa adanya usaha untuk
menciptakan perubahan bagi bawahannya. Terdapat empat karakteristik
pemimpin transaksional :
a. Imbalan kontingen : kontrak pertukaran imbalan atas upaya yang
dilakukan, menjanjikan imbalan atas kinerja baik, mengakui pencapaian.
b. Manajemen berdasar pengecualian (aktif) : melihat dan mencari
penyimpangan dari aturan dan standar, menempuh tindakan perbaikan.
c. Manajemen berdasa pengecualian (pasif) : mengintervensi hanya jika
standar tidak dipenuhi.
d. Laissez-Faire : melepas tanggung jawab, menghindari pembuatan
keputusan.
3. Gaya kepemimpinan transformasional
Pemimpin transformasional mencurahkan perhatian pada hal-hal dan
kebutuhan pengembangan dari masing-masing karyawan. Pemimpin
transformasional mengubah kesadaran para karyawan akan persoalan-
persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan cara-
cara baru dan mereka mampu menggairahkan, membangkitkan, dan
12
mengilhami para karyawan untuk mengeluarkan upaya ekstra demi mencapai
sasaran kelompok. Terdapat empat karakteristik pemimpin transformasional :
a. Kharisma : memberikan visi dan rasa atas misi, menanamkan kebanggaan,
meraih penghormatan dan kepercayaan.
b. Inspirasi : mengkomunikasikan harapan tinggi, menggunakan simbol
untuk memfokuskan pada usaha, menggambarkan maksud penting secara
sederhana.
c. Stimulasi intelektual : mendorong intelegensia, rasionalitas, dan
pemecahan masalah secara hati-hati.
d. Pertimbangan individual : memberikan perhatian pribadi, melayani
karyawan secara pribadi, melatih, dan menasehati.
4. Gaya kepemimpinan visioner
Kemampuan menciptakan dan mengartikulasikan visi yang realistis, kredibel,
dan menarik mengenai masa depan organisasi atau unit organisasi yang tengah
tumbuh dan membaik disbanding saat ini. Visi ini jika diseleksi dan
diimplementasikan secara tepat, mempunyai kekuatan besar sehingga bisa
mengakibatkan terjadinya lompatan awal ke masa depan dengan
membangkitkan ketrampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya.
2.2.2 Fungsi Kepemimpinan dan Sifat Pemimpin
Menurut Kartini Kartono (Floriana Sari, 2013 : 17) fungsi dari
kepemimpinan ialah memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi
atau membangunkan motivasi-motivasi kerja, mengemudikan perusahaan,
menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik, memberikan supervise atau
pengawasan yang efisien, dan membawa para karyawannya kepada sasaran yang
dituju, sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan. Floriana Sari juga
mengutip pendapat dari Suwanto dan Doni Juni Priansa (2011 : 149) yang
menyatakan bahwa seorang pemimpin yang efektif adalah orang yang mampu
menampilkan dua fungsi penting, yaitu fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan.
Fungsi tugas berhubungan dengan segala sesuatu yang harus dilaksanakan
untuk memilih dan mencapai tujuan-tujuan secara rasional,tugas-tugas tersebut
13
antara lain menciptakan kegiatan, mencari informasi, memberi informasi,
memberikan pendapat, menjelaskan, mengkoordinasikan, meringkaskan, menguji
kelayakan, mengevaluasi, dan mendiagnosis. Fungsi pemeliharaan berhubungan
dengan kepuasan emosi yang diperlukan untuk mengembangkan dan memelihara
kelompok, masyarakat atau untuk keberadaan perusahaan.
Terdapat sepuluh sifat pemimpin yang unggul yang diutarakan G. R. Terry
(Floriana Sari 2013 : 18), yaitu :
1. Kekuatan
2. Stabilisaai emosi
3. Pengetahuan tentang relasi insane
4. Kejujuran
5. Objektif
6. Dorongan pribadi
7. Ketrampilan berkomunikasi
8. Kemampuan mengejar
9. Ketrampilan sosial
10. Kecakapan teknis atau kecakapan manajerial.
2.2.3. Indikator Kepemimpinan
Menurut Wahjosumidjo (Wijayanti, 2012), secara garis besar indikator
kepemimpinan adalah sebagai berikut:
a. Bersifat adil
Dalam kegiatan suatu organisasi, rasa kebersamaan diantara para anggota
adalah mutlak, sebab rasa kebersamaan pada hakikatnya merupakan
pencerminan dari pada kesepakatan antara para bawahan maupun antara
pemimpin dengan bawahan dalam mencapai tujuan organisasi
b. Memberi sugesti
Sugesti biasanya disebut sebagai saran atau anjuran. Dalam rangka
kepemimpinan, sugesti merupakan pengaruh dan sebagainya, yang mampu
menggerakkan hati orang lain dan sugesti mempunyai peranan yang sangat
penting di dalam memelihara dan membina harga diri serta rasa pengabdian,
partisipasi, dan rasa kebersamaan diantara parabawahan.
c. Mendukung tujuan
Tercapainya tujuan organisasi tidak secara otomatis terbentuk, melainkan
harus didukung oleh adanya kepemimpinan. Oleh karena itu, agar setiap
organisasi dapat efektif dalam arti mampu mencapai tujuan yang telah
14
ditetapkan, maka setiap tujuan yang ingin dicapai perlu disesuaikan dengan
keadaan organisasi serta memungkinkan para bawahan untuk bekerja sama.
d. Katalisator
Seorang pemimpin dikatakan berperan sebagai katalisator, apabila pemimpin
itu selalu dapat meningkatkan segala sumber daya manusia yang ada,
berusaha memberikan reaksi yang menimbulkan semangat dan daya kerja
cepat semaksimal mungkin.
e. Menciptakan rasa aman
Setiap pemimpin berkewajiban menciptakan rasa aman bagi para
bawahannya. Dan ini hanya dapat dilaksanakan apabila setiap pemimpin
mampu memelihara hal-hal yang positif, sikap optimisme di dalam
menghadapi segala permasalahan, sehingga dalam melaksanakan tugas-
tugasnya, bawahan merasa aman, bebas dari segala perasaan gelisah,
kekhawatiran, merasa memperoleh jaminan keamanan dari pimpinan.
f. Sebagai wakil organisasi
Setiap bawahan yang bekerja pada unit organisasi apapun, selalu memandang
atasan atau pimpinannya mempunyai peranan dalam segala bidang kegiatan,
lebih-lebih yang menganut prinsip-prinsip keteladanan atau panutan-panutan.
Seorang pemimpin adalah segala-segalanya, oleh karena itu segala perilaku,
perbuatan, dan kata-katanya akan selalu memberikan kesan-kesan tertentu
terhadap organisasinya.
g. Sumber inspirasi
Seorang pemimpin pada hakikatnya adalah sumber semangat bagi para
bawahannya.Oleh karena itu, setiap pemimpin harus selalu dapat
membangkitkan semangat para bawahan sehingga bawahan menerima dan
memahami tujuan organisasi dengan antusias dan bekerja secara efektif ke
arah tercapainya tujuan organisasi.
h. Bersikap menghargai
Setiap orang pada dasarnya menghendaki adanya pengakuan dan
penghargaan diri pada orang lain. Demikian pula setiap bawahan dalam
organisasi memerlukan adanya pengakuan dan penghargaan dari atasan.Oleh
karena itu, menjadi suatu kewajiban bagi pemimpin untuk mau memberikan
penghargaan atau pengakuan dalam bentuk apapun kepada bawahannya.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi, menggerakkan, mengarahkan,
mendorong, dan mengajak orang lain untuk bekerja samadan mau bekerja secara
produktif guna pencapaian tujuan tertentu.
15
2.3 Budaya Organisasi
Budaya merupakan pola yang terintegrasi dari perilaku manusia, yang
terdiri dari pikiran, bahasa, perbuatan, dan hasil-hasil budaya lainnya. Budaya
membedakan masyarakat satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan
bertindak menyelesaikan suatu pekerjaan. Robbins (2006) yang dikutip oleh
Hafizh (2014 : 15) mengatakan bahwa budaya organisasi merupakan suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu atau sistem
makna bersama yang dihargai oleh organisasi.
Menurut Schein (Hendriawan, 2014 ), budaya organisasi adalah pola dasar
yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,
membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
mempersatukan anggota-angota organisasi. Sedangkan menurut Peter F. Drucker
dalam Hendriawan (2014) budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-
masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten
oleh suatu kelompok yang kemudian diwariskan kepada angota-angota baru
sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan dan merasakan terhadap
masalah-masalah yang terkait.
Luthans (Hafizh, 2014 : 18) menyatakan bahwa budaya organisasi
mempunyai sejumlah karakteristik penting, beberapa diantaranya yaitu :
a. Aturan perilaku yang diamati
Ketika anggota organisasi berinteraksi satu sama lain, mereka menggunakan
bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan dengan rasa hormat dan cara
berperilaku.
b. Norma
Ada standar perilaku, mencakup pedoman mengenai seberapa banyak
pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan menjadi “jangan
melakukan terlalu banyak, jangan terlalu sedikit”.
c. Nilai dominan
Organisasi mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama.
Contoh : kualitas produk tinggi, sedikit absen, dan efisiensi tinggi.
d. Aturan
Terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.Pendatang
baru harus mempelajari teknik dan prosedur yang ada agar diterima sebagai
anggota kelompok yang berkembang.
16
e. Iklim organisasi
Ini merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan dengan pengaturan
yang bersifat fisik, cara peserta berinteraksi, dan cara anggota organisasi
berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar.
Dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem
pemahaman dalam bertindak yang dimengerti dan menjadi pegangan seluruh
karyawan yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya.
2.3.1 Sumber-sumber Budaya Organisasi
Menurut Robbins (Gogy, 2013 : 26-27), isi dari suatu organisasi terutama
berasal dari tiga sumber yaitu :
1. Pendiri organisasi
Pendiri sering disebut memiliki kepribadian dinamis, nilai yang kuat, dan visi
yang jelas tentang bagaimana organisasi seharusnya.Pendiri mempunyai
peranan kunci dalam menarik karyawan. Sikap dan nilai mereka diterima oleh
karyawan dalam organisasi, dan tetap dipertahankan sepanjang pendiri berada
dalam organisasi tersebut, atau bahkan setelah pendirinya meninggalkan
organisasi
2. Pengalaman organisasi menghadapi lingkungan eksternal
Pengalaman organisasi terhadap tindakan tentunya dan kebijakannya
mengarah pada pengembangan berbagai sikap dan nilai.
3. Karyawan, hubungan kerja
Karyawan membawa harapan, nilai, sikap mereka ke dalam
organisasi.Hubungan kerha mencerminkan aktivitas utama organisasi yang
membentuk sikap dan nilai.
Budaya organisasi sering juga dibentuk karena pengaruh dari orang yang
telah mendirikan organisasi atau perusahaan yang bersangkutan, karena
pengalaman dan lingkungan eksternal tempat organisasi atau perusahaan tersebut
berdiri, dan karena karyawan juga hubungan kerja organisasi tersebut.
17
2.3.2 Manfaat Budaya Organisasi
Manfaat budaya organisasi menurut Wibowo (Gogy, 2013 : 27-28) adalah
sebagai berikut :
1. Membantu mengarahkan sumber daya manusia pada pencapaian visi, misi,
dan tujuan organisasi
2. Meningkatkan kekompakan tim antar berbagai departemen, divisi, atau unit
dalam organisasi sehingga mampu menjadi perekat yang mengikat orang
dalam organisasi bersama-sama.
3. Membentuk perilaku staf dengan mendorong pencampuran corevalues dan
perilaku yang diinginkan sehingga memungkinkan organisasi bekerja dengan
lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi, menyelesaikan konflik
dan memfasilitasi koordinasi dan kontrol.
4. Meningkatkan motivasi staff dengan memberi mereka perasaan memiliki,
loyalitas, kepercayaan dan nilai-nilai, dan mendorong mereka berfikir positif
tentang mereka dan organisasi
5. Dapat memperbaiki perilaku dan motivasi sumber daya manusia sehingga
mampu meningkatkan kinerjanya dan pada gilirannya meningkatkan kinerja
organisasi untuk mencapai tujuan organisasi.
Jadi budaya organisasi bermanfaat bagi kemajuan perusahaan,
meningkatkan kinerja karyawan, dan dapat memperbaiki sumber daya manusia di
dalam suatu perusahaan.
2.3.3. Fungsi Budaya Organisasi
Menurut Kreitner dan Kinicki (Hendriawan, 2014)yaitu :
1. Member anggota identitas organisasional, menjadikan perusahaan diakui
sebagai perusahaan yang inovatif dengan mengembangkan produk. Identitas
organisasi menunjukkan cirri khas yang membedakan dengan organisasi lain
yang mempunyai sifat khas yang berbeda
2. Memfasilitasi komitmen kolektif, perusahaan mampu membuat pekerjaan
bangga menjadi bagian daripadanya. Anggota organisasi mempunyai
komitmen bersama norma-norma dalam organisasi yang harus di ikuti dan
tujuan bersama yang harus di capai
3. Meningkatkan stabilitas system social sehingga mencerminkan bahwa
lingkungan kerja dirasakan positif dan di perkuat,konflik dan perubahan dapat
di kelolah secara efektif. Dengan kesepakatan bersama tentang budaya
18
organisasi yang harus di jalani mampu membuat lingkungan dan interaksi
social berjalan dengan stabil dan tampa gejolak
4. Membentuk perilaku dengan membantu anggota menyadari atas
lingkungannya. Budaya organisasi dapat menjadi alat untuk membuat orang
berfikiran sehat dan masuk akal.
Sedangkan menurut Robbins (Hendriawan, 2014) terciptanya dan
kelangsungan suatu budaya organisasi diturunkan dari filsafat pendirinya,
kemudian nilai-nilai tersebut dipengaruhi secara kuat oleh kriteria tertentu untuk
diseleksi. Jadi dapat disimpulkan bahwa fungsi budaya organisasi merupakan
batas terhadap lingkungan dan membentuk perilaku seseorang.
a. Tinjauan Penelitian Terdahulu Yang Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Zulkifli Daud (2015) dengan judul “Pengaruh
Gaya Kepemimpinan, Perubahan Lingkungan Organisasi, dan Motivasi Kerja
Terhadap Kinerja Pegawai BKDD Kabupaten Bone”. Dalam penelitian
tersebut kesimpulannya adalah terdapat pengaruh positif dan signifikan antara
gayakepemimpinan, perubahan lingkungan organisasi, dan motivasi
kerjaterhadap kinerja pegawai BKDD Kabupaten Bone.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Gogy Bara Kharisma (2013) dengan judul
“Pengaruh Budaya Organisasi dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja
Karyawan Koperasi Serba Usaha Setya Usaha di Kabupaten Jepara”. Dalam
penelitian tersebut kesimpulannya adalah terdapat pengaruh positif dan
signifikan antara budaya organisasi dan lingkungan kerja terhadap kinerja
karyawan koperasi serba usaha setya usaha di kabupaten Jepara secara parsial
maupun simultan.
19
3. Penelitian yang dilakukan oleh B. Maptuhah Rahmi (2013) dengan judul
“Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Terhadap Organizational
Citizenship Behavior dan Komitmen Organisasional denagn Mediasi
Kepuasan Kerja (Studi pada Guru Tetap SMA Negeri di Kabupaten Lombok
Timur)”. Dalam penelitian tersebut kesimpulannya adalah terdapat pengaruh
positif dan signifikan antara kepuasan kerja terhadap Organizational
Citizenship Behavior, terdapat pengaruh yang positif tidak signifikan
kepuasan kerja terhadap komitmen organisasional.