6. Makalah huknaheliminasi BAB.docx

48
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Kesehatan sistem pencernaan sangat penting bagi manusia, karena kinerja sistem pencernaan akan menentukan gizi yang terserap dan pembuangan sisa yang tidak terserap didalam tubuh. Sistem pencernaan juga akan membentuk asam amino esensial rantai pendek (SCFA) yang berguna dalam proses kekebalan tubuh (imunitas). Dengan demikian, memiliki percernaan yang sehat akan memperkuat sistem tubuh yang melindungi tubuh dari berbagai penyakit, menghancurkan dan menghilangkan organisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Namun demikian kesadaran akan kesehatan pencernaan pada masyarakat saat ini masih rendah, hal ini dapat terlihat dari pola makan masyarakat sehari-hari. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan, sebagian besar penduduk Indonesia masih kurang konsumsi serat dari sayur dan buah, kurang olahraga dan bertambah makan makanan yang mengandung pengawet. Keadaan ini tentu saja akan menimbulkan gangguan dalam pencernaan dengan keluhan yang sering timbul antara lain tidak dapat buang air besar secara tidak lancar atau konstipasi. 1

Transcript of 6. Makalah huknaheliminasi BAB.docx

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Kesehatan sistem pencernaan sangat penting bagi manusia, karena kinerja

sistem pencernaan akan menentukan gizi yang terserap dan pembuangan sisa yang

tidak terserap didalam tubuh. Sistem pencernaan juga akan membentuk asam

amino esensial rantai pendek (SCFA) yang berguna dalam proses kekebalan tubuh

(imunitas). Dengan demikian, memiliki percernaan yang sehat akan memperkuat

sistem tubuh yang melindungi tubuh dari berbagai penyakit, menghancurkan dan

menghilangkan organisme asing yang masuk ke dalam tubuh.

Namun demikian kesadaran akan kesehatan pencernaan pada masyarakat saat

ini masih rendah, hal ini dapat terlihat dari pola makan masyarakat sehari-hari.

Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan, sebagian besar penduduk

Indonesia masih kurang konsumsi serat dari sayur dan buah, kurang olahraga dan

bertambah makan makanan yang mengandung pengawet. Keadaan ini tentu saja

akan menimbulkan gangguan dalam pencernaan dengan keluhan yang sering

timbul antara lain tidak dapat buang air besar secara tidak lancar atau konstipasi.

Konstipasi banyak dialami penduduk dunia. Angka kejadian konstipasi

banyak meningkat. Di Amerika Serikat tercatat 2-27% dengan 2,5 juta kunjungan

ke dokter dan hampir 100.000 pasien yang mengalami konstipasi memerlukan

perawatan per tahunnya, sedangkan di Cina 15-20%. Data dari RSCM tahun 2005,

sekitar 200 orang mengalami konstipasi. Dari semua pasien dengan konstipasi 36,

4% menderita Haemorroid dan kurang lebih 8% di antaranya menderita tumor

ganas atau Ca usus besar.

Dari data-data di atas secara kasar dapat diduga bahwa jumlah penderita

konstipasi di Indonesia cukup besar. Penanganan yang kurang tepat dapat memicu

komplikasi yang lebih buruk. Ada beberapa teknik yang berguna untuk membantu

klien dengan gangguan ini memenuhi kebutuhan eliminasi fecalnya, salah satunya

1

tindakan enema. Dalam pelaksanaanya, ada berbagai hal yang perlu diperhatikan,

seperti kontraindikasi, prinsip, dan teknik pengaplikasian. Untuk itu menjadi

penting untuk perawat mengetahui lebih jauh tentang penatalaksanaan pemenuhan

kebutuhan bowel elimination pada klien dengan konstipasi.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa/ i Fakultas Ilmu Keperawatan Program B RSHS Bandung mampu

melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan eliminasi

fecal: konstipasi.

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa/ i Fakultas Ilmu Keperawatan Program B RSHS Bandung mampu :

a. Meningkatkan pemahaman tentang Konstipasi

b. Mengidentifikasi masalah pemenuhan kebutuhan eliminasi fecal pada klien

dengan Konstipasi

c. Mengidentifikasi dan mensimulasikan teknik penatalaksanaan pemenuhan

kebutuhan eliminasi fecal pada klien dengan konstipasi melalui pemberian

Huknah

2

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR Konstipasi

1. Pengertian

Definisi kontipasi bersifat relatif, tergantung pada konsistensi tinja,

frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang

hanya berak setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan, bukan disebut

konstipasi. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa

berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puasnya buang air besar,

terdapat rasa sakit, harus mengejan atau feses keras.

Konstipasi berarti bahwa perjalanan tinja melalui kolon dan rektum mengalami

penghambatan dan biasanya disertai kesulitan defekasi (Sujono).

Pada tahun 1999 Komite Konsensus Internasional telah membuat suatu

pedoman untuk membuat diagnosis konstipasi. Diagnosis dibuat berdasar adanya

keluhan paling sedikit 2 dari beberapa keluhan berikut, minimal dalam waktu 1

tahun tanpa pemakaian laksans (kriteria Roma II), yaitu (Whitehead 1999) : (1)

defekasi kurang dari 3x/minggu, (2) mengejan berlebihan minimal 25 % selama

defekasi, (3) perasaan tidak puas berdefekasi minimal 25 % selama defekasi, (4)

tinja yang keras minimal 25 %, (5) perasaan defekasi yang terhalang, dan (6)

penggunaan jari untuk usaha evakuasi tinja. Jadi, konstipasi adalah gangguan

pengeluaran feses yang ditandai feses yang mengeras dan sulit dikeluarkan

sehingga membutuhkan tindakan yang lebih lanjut untuk mengeluarkan tinja

tersebut.

2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan

mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan

3

(pengunyah, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang

terbentang mulai dari mulut sampai anus.

a. Mulut

Mulut adalah permukaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian luar dan

bagian dalam.

b. Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esofagus. Faring

terdiri dari nasofaring, orofaring, dan laringofaring.

c. Esofagus

Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang

punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat

mengempis ini yang panjangnya kira-kira 25 cm menjadi distensi bila makanan

melewatinya.

d. Gaster

Lambung terletak dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh tepat

dibawah diafragma kiri. Kapasitas lambung kira-kira 1.500 ml. lambung dibagi

dalam 4 bagian yaitu : cardia, fundus, corpus, dan pylorus Merupakan bagian dari

saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster.

e. Usus halus

4

Usus halus adalah segmen yang paling panjang dari saluran GI. Usus halus dibagi

3 : duodenum (bagian atas), yeyenum (bagian tengah), illeum (bagian bawah).

Sedangkan pertemuan antara usus halus dan usus besar disebut sekum.

Dalam usus halus, isi usus dicampur dengan sekresi sel mukosa serta dengan

getah pankreas dan empedu. Pencernaan yang dimulai dari mulut dan lambung,

lengkap di dalam lumen dan sel mukosa usus halus serta produk pencernaan

diabsorbsi bersama dengan kebanyakan vitamin dan cairan.

f. Usus Besar

Panjangnya 11-12 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam

keluar yaitu lapisan lender, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan

jaringan ikat.

Fungsi dari usus halus adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri

E, Coli, dan sebagai tempat feces.

Bagian bagian dari usus besar :

1) Kolon asenden : panjangnya +13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah

kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati melengkung ke kiri,

lengkungan ini disebut fleksura hepatica.

2) Kolon tranversum : panjangnya +38 cm, membujur dari kolon asenden hingga

kolon desenden.sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri

terdapat fleksura lienalis

3) Kolon desenden : panjangnya + 25 cm, terletak di bawah abdomenbagian kiri

membujur dari atas ke bawah, dari fleksura lienalis sampai depan ileum kiri.

4) Kolon Sigmoid : Merupakan lanjutan dari kolon desenden terletak miring

dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S.

5) Rectum : Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum

mayor dengan anus. Terletak dalam rongga pelvis.

6) Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum

dengan dunia luar. Terletak di dasar pelvis.

Dindingnya diperkuat 3 sfingter :

a) Sfingter ani internus : bekerja tidak menurut kehendak

b) Sfingter levator ani : bekerja juga tidak menurut kehendak.

5

c) Sfingter ani internus : bekerja menurut kehendak.

Fisiologi defekasi normal:

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut

bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari

beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga

bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam

kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu

menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.

Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi

instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum

memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai

gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.

Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik

mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal

tenang maka feses keluar.

Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum

dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali

ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini

meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan

meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet

atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang

akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani

pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi

normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam

perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika

refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan

mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi

secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan

feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.

6

Bagan defekasi normal:

1. Reflek Defekasi Intrinsik

Faeces masuk rektum

Distensi rektum

Rangsang fleksus mesenterikus

Terjadi peristaltik di colon ascenden, tranversum, desenden

Faeces terdorong ke anus

Sphincter interna terbuka

Sphincter eksternal relaksasi

2. Reflek Defekasi Parasimpatik

Faeces masuk ke rectum

Rangsang saraf rectum

Dibawa ke spinal cord (sakral 2-4)

Relaksasi sphincter interna Kortek serebri

Merasa ingin bab

Intensifkan peristaltik, relaksasi sphincter internal

Intensifkan reflek intrinsik

7

Defekasi

Kontraksi otot abdomen dan diafragma

Tekanan intra abdomen meningkat

Otot levator ani kontraksi

Menggerakkan faeces melalui kanal anus

Defekasi

3. Etiologi

Menurut Brunner & Suddarth (2002), ada beberapa etiologi dari konstipasi di

antaranya:

a. Pola diet tidak adekuat/ tidak sempurna

Makanan adalah merupakan faktor utama yang mempengaruhi feses, cukup

tidaknya selulosa atau serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume

feses. Makanan tertentu pada orang sulit atau tidak bisa dicerna,

ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan dibeberapa jalur

dari pengairan feses. Makanan yang teratur mempengaruhi defekasi, makanan

yang tidak teratur mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan

pada waktu yang sama setiap hari, mempunyai suatu keteraturan pola aktivitas

peristaltik di kolon.

b. Cairan

Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan

cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (urin, muntah) yang berlebihan untuk

beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorpsi air dari chyme ketika

feses lewat disepanjang kolon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dan

normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya

8

pemasukan cairan memperlambat chyme disepanjang interstinal yang

berdampak pada konstipasi.

c. Kurang aktivitas, kurang berolahraga, berbaring lama

Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltik

dan dapat menyebabkan lambatnya feses menuju rectum dalam waktu yang

lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.

d. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur salah satu penyebab yang

paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan BAB yang tidak

teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks

ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan,

keinginan untuk defekasi habis.

Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini; orang dewasa

mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.

Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu

menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman.

Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik

untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB teratur dalam

kehidupan.

e. Penggunaan laxative yang berlebihan Laxative sering digunakan untuk

menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang

berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan BAB –

refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna

laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka

mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-

menerus (toleransi obat).

f. Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengaruh terhadap

eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare, dan yang lain seperti

dosis besar dan transkuilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian

morphine dan kodein yang menyebabkan konstipasi. Laxative adalah obat yang

9

merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini

melunakkan feses, mempermudah defekasi.

g. Usia

Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses tapi juga pengontrolannya.

Anak-angka tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem

neuromuskuler berkembang biasanya antara umur 2-3 tahun. Orang dewasa

juga mengalami perubahan perjalanan yang dapat mempengaruhi proses

pengosongan lambung. Diantaranya adalah atoni (berkurangnya tonus otot

yang normal) dari otot-otot polos kolon yang dapat berakibat pada

melambatnya peristaltik dan mengerasnya feses.

h. Gaya hidup

Kebiasaan untuk melatih pola BAB sejak kecil secara teratur, fasilitas untuk

BAB dan kebiasaan menahan BAB.

i. Anesthesi dan pembedahan

Anesthesi umum dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-

kadang dapat menyebabkan illeus usus, kondisi ini dapat berlangsung selama

24-48 jam.

j. Nyeri

Pengalaman waktu BAB seperti adanya haemorhoid, fraktur os phubis,

episiotomi akan menghalangi keinginan untuk BAB.

k. Kerusakan sensorik dan motorik

Kerusakan spinal cord dan injury kepala akan menimbulkan penurunan struktur

sensorik untuk defekasi.

4. Patofisiologi

Buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari

sekali. Dalam praktek dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali

perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar

harus mengejan secara berlebihan.

Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian

mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap,

10

serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai

mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal kolon harus

dikosongkan sekali dalam 24 jam secara teratur. Diduga pergerakan tinja dari

bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali

sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan

yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di

batang otak, dan telah dilatih sejak anak-anak.

Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat megalami gangguan, yaitu

kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul

kesulitan defekasi atau timbul obstipasi. Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan

oleh suatu penyakit atau dapat karena kelainan psikoneuorosis. Yang termasuk

gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme

(parasit, bakteri, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas,

pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna (pasca gastrektomi, pasca

kolesistektomi).

Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali

bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon

akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau tinja.

Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu mencapai

rektum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap.

Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu

anyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan dan

malas, menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.

Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau

pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan

obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik yang

mempengaruhi traktus gastrointestinal. Konstipasi dapat timbul dari adanya defek

pengisian maupun pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna

terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme

atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang disebabkan oleh

kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). Statis tinja di kolon

11

menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk

memulai reflek dari rektum yang normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan

rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan

oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan eferen dari

tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan dasar panggul.

Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa menyebabkan retensi tinja.

Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja

yang besar dan keras di dalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila

dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi dan terbentuklah suatu lingkaran

setan. Distensi rektum dan kolon mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan

efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat menapis

disekitar tinja yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa.

Bagan:

Etiologi: Kurang asupan nutrisi, kurang cairan, immobilisasi, bedrest

Makanan masuk ke lambung

Masuk ke usus halus

Masuk ke kolon

Absorpsi penyerapan air meningkat

Kontraksi kolon mendorong tinja ke rectum

12

Tinja berbentuk padat, keras dan kering

Konstipasi

5. Manifestasi Klinik

Menurut Komite Konsensus Internasional (1999) ada beberapa gejala konstipasi :

a. Konsistensi feses yang keras

b. Mengejan dengan keras saat BAB

c. Rasa tidak tuntas saat bab meliputi: 25% dari keseluruhan bab

d. Frekuensi buang air besar (BAB) 2 kali seminggu atau kurang

6. Komplikasi

Menurut Elizabeth J. Corwin (2001) ada beberapa komplikasi konstipasi, di

antaranya sindrom delirium akut, aritmia, userasi sterkoraseus, perforasi usus,

retensio urin, hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin,

inkontinensia alvi, dan volvulus daerah sigmoid akibat implaksi feses, serta

prolaps rektum.

7. Penatalaksanaan

a. Aktivitas dan olahraga teratur

b. Asupan cairan dan serat (25 – 30 gram/ hari) yang cukup

c. Jika modifikasi perilaku di atas kurang berhasil/ efektif, ditambahkan terapi

farmakologi, dan biasanya dipakai obat – obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe

golongan obat pencahar:

1) Memperbesar dan melunakkan massa feses antara lain:

Cereal, methy selulose, psilium.

13

2) Melunakan dan melincinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan

tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air

contohnya antara lain: Minyak kastor, golongan docusate.

3) Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk

digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain:

Sorbitol, lactulose, glycerin.

4) Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar.

Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar

golongan ini bila dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksus

mesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya bisakodil,

fenolptalein.

d. Pemberian enema

e. Dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara –

cara tersebut diatas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada

umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus,

tidak dilakukan tindakan pembedahan.

8. Pemeriksaan Penunjang

a. Darah perifer lengkap

b. Glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) darah

c. Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan

konstipasi untuk menemukan adalah fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan)

d. Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konsitipasi, terutama yang

terjadinya akut untuk menditeksi adanya implaksi feses yang dapat

menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan

kolon, dapat dilanjutkan dengan barium enema untuk memastikan tempat dan

sifat sumbatan

e. Pemeriksaan yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3 – 6 bulan

pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat – pusat

pengelolaan konstipasi tertentu

9. Penatalaksanaan Huknah atau Enema

14

a. Konsep Dasar Enema

Secara umum Enema atau huknah adalah tindakan yang digunakan untuk

memasukkan suatu larutan atau cairan kedalam rectum dan colon sigmoid.

Enema atau huknah diberikan tujuannya adalah untuk meningkatkan defekasi

dengan menstimulasi peristaltik dan juga sebagai alat transportasi obat-obatan

yang menimbulkan efek lokal pada mukosa rectum (Perry, Potter. 2005: 1768).

b. Macam dan Tujuan Enema atau huknah

Enema dapat diklasifikasikan kedalam 4 golongan menurut cara kerjanya

diantaranya: cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati

flatulence), retensi (menahan), dan mengembalikan aliran.

1) Cleansing Enema

Cleansing Enema merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon dan

rektum dan atau dengan meregangkan intestinal dengan memasuki volume

cairan. Ada 2 cleansing enema yaitu :

Huknah rendah

Low enema (huknah rendah) diberikan hanya untuk membersihkan

rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500ml larutan diberikan pada orang

dewasa, klien dipertahankan pada posisi sims/ miring kekiri selama

pemberian. Tujuan huknah rendah diberikan adalah :

a) Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi,

colonoscopy

b) Merangsang peristaltik usus

c) Tindakan pengobatan/ pemeriksaan diagnostic

Huknah tinggi

High enema (huknah tinggi) diberikan untuk membersihkan kolon

sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 750-1000ml larutan untuk

orang dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi

dorsal cecumbent dan kemudian ke posisi lateral kanan selama

pemberian ini cairan dapat turun ke usus besar. Cairan diberikan pada

tekanan yang tinggi daripada low enema. Oleh karena itu, wadah dari

larutan digantung lebih tinggi. Cleansing enema paling efektif jika

15

diberikan dalam waktu 5-10 menit. Tujuan huknah tinggi diberikan

untuk :

a) Membantu mengeluarkan fases akibat konstipasi atau impaksi

fekal

b) Membantu defaksi yang normal sebagai bagian dari program

latihan defakasi (bowel training program)

c) Tindakan pengobatan/ pemeriksaan diagnostic

2) Huknah Gliserin

Memasukkan cairan melalui anus ke dalam kolon sigmoid dengan

menggunakan spuit gliserin bertujuan untuk melunakkan fases dan

merangsang buang air besar serta sebagai tindakan pengobatan.

3) Retention Enema

Retention enema, dimasukkan oli (pelumas) kedalam rektum dan kolon

sigmoid, pelumas tersebut tertahan untuk waktu yang lama (1-3 jam). Ia

bekerja untuk melumasi rektum dan kanal anal, yang akhirnya

memudahkan jalannya feses.

4) Carninative Enema

Carminative enema terutama diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan

dimasukkan kedalam rektum untuk mengeluarkan gas dimana ia

meregangkan peritaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.

Contoh enema carminative ialah larutan GMW, yang mengandung 30ml

magnesium, 60ml gliserin, dan 90ml air.

5) Enema bilas Harris

Enema Bilas Harris (Enema arus balik), kadang kadang mengarah pada

pembilasan kolon, digunakan untuk mengeluarkan flatus. Ini adalah

pemasukan cairan yang berulang ke dalam rektur dan pengaliran cairan dari

rektum. Pertama-tama larutan (100-200ml untuk orang dewasa)

dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan

direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui rectal tube ke

dalam  wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-

6 kali, sampai (perut) kembung hilang dan rasa tidak nyaman berkurang

16

atau hilang. Banyak macam larutan yang digunakan untuk enema. Larutan

khusus mungkin diminta oleh dokter.

c. Indikasi

Konstipasi

Persiapan pre operasi

Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi

Pasien dengan melena

d. Kontra Indikasi

Pasien dengan diverticulis, ulcerative colitis, crhon’s disease

Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, hemoroid, tumor

rectum dan kolon

e. Dampak Pemberian Huknah

Dampak positif:

Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan

operasi seperti sigmoidoscopy atau colonoscopy

Sebagai jalan alternatif pemberian obat

Menghilangkan distensi usus

Memudahkan proses defekasi

Meningkatkan mekanika tubuh

Dampak negative:

Jika menggunakan larutan terlalu hangat akan membakar mukosa usus

dan jika larutan terlalu dingin yang diberikan akan menyebabkan kram

abdomen.

Jika klien memiliki kontrol sfingter yang buruk tidak akan mampu

menahan larutan enema ( Perry, peterson & potter, 2005 ).

Beberapa perbedaan dalam tindakan cleansing enema :

Perbedaan Huknah rendah Huknah tinggi

Tindakan Tindakan   memasukkan cairan Tindakan memasukkan cairan

17

Tujuan

Kanul enema

Posisi

Jumlah cairan hangat

yang diberikan untuk

dewasa

Tinggi irigator

hangat dari rectum kedalam

kolon desenden

Mengosongkan usus sebagai

persiapan tindakan operasi,

colonoscopy

Kanula Recti

Posisi sims miring kekiri

500ml

± 30 cm dari tempat tidur

hangat dari rectum dimasukkan

kedalam kolon asenden

Membantu mengeluarkan fases

akibat konstipasi atau impaksi

fekal

Kanula usus

Posisi sim’s miring ke kanan

750-1000ml

± 30-45 cm dari tempat tidur

Jumlah larutan yang diberikan tergantung pada jenis enema, berdasar usia

dan jumlah cairan yang bisa disimpan :

NUsia Jumlah Larutan

1.

2.

3.

4.

5.

Bayi

Toddler atau preschool

Anak usia sekolah

Remaja

Dewasa

150 – 250 ml

250 – 350 ml

300 – 250 ml

500 – 750 ml

750 – 1000 ml

f. Pelaksanaan enema

1) Pengertian

Tindakan yang digunakan untuk memasukkan suatu larutan atau cairan ke

dalam rectum dan colon sigmoid.

2) Persiapan alat

a) Pemberian melalui slang rectal dengan wadah enema pada enema rendah

dan enema tinggi.

b) Wadah enema (huknah)

18

c) Volume larutan hangat

Dewasa : 700-1000ml, dengan suhu 40, 5-43ºC

Anak – anak

o Bayi : 150 - 250 ml

o Usia bermain (toddler) : 250 - 350 ml

o Usia sekolah : 300 - 500 ml

o Remaja : 500 - 700 ml

Cat : Suhu cairan yang digunakan untuk anak-anak adlah 37, 7ºC, sedang

untuk dewasa dihangatkan 40, 5-43ºC

d) Selang rectal dengan ujung bulat

Dewasa : No. 22 - 30 G French (fr)

Anak – anak : No. 12 - 18 French (fr)

e) Selang menghubungkan selang rectal ke wadah (selang irrigator)

f) Klem pengatur pada selang

g) Termometer air untuk mengukur suhu larutan

h) Pelumas larutkan dalam air

i) Perlak pengalas

j) Selimut mandi

k) Kertas toilet

l) Pispot

m)Baskom, waslap dan handuk, serta sabun

n) Sarung tangan sekali pakai

o) Tiang intravena

p) Cuci tangan

q) Desinfektan

3) Persiapan pasien

a) Mengucapkan salam teraupeutik

b) Memperkenalkan diri

c) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur, tujuan tindakan

yang akan dilaksanakan

d) Membuat kontak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)

19

e) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak

mengancam

f) Klien atau keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi

g) Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta

respect selama berkomunikasi dan melakukan tindakan

h) Pasien disiapkan dalam posisi yang sesuai

4) Persiapan Lingkungan

a) Ruangan tertutup

b) Pasang sekat atau sampiran

c) Gunakan selimut untuk melindungi daerah privasi pasien

5) Hal – hal yang perlu diperhatikan :

Menurut Perry, peterson, dan potter (2005), ada beberapa hal yang penting

diperhatikan:

a) Penggunaan enema yang tidak benar dapat menyebabkan terganggunya

keseimbangan elektrolit tubuh

b) Pemberian enema berulang dapat membuat perlakuan pada jaringan kolon

c) Tindakan enema tidak dapat diberikan selagi adanya nyeri perut yang

belum diketahui penyebabnya

6) Prosedur pemasangan Huknah :

a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien, lalu pasang sampiran

bila pasien di rawat di bangsal umum

b) Cuci tangan

c) Atur ruangan dengan memasang sampiran bila pasien di rawat di bangsal

umum

d) Atur posisi pasien dengan posisi Sims kiri

e) Pasang pengalas di bawah glutea

f) Siapkan bengkok di dekat pasien

g) Irigator di isi dengan air hangat dan hubungkan kanula rektal. Kemudian

periksa alirannya dengan membuka kanula rekti dan keluarkan air ke

bengkok dan beri Jelly pada kanula

20

h) Gunakan sarung tangan

i) Masukkan kanula kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolon

desendens sambil pasien di minta menarik nafas panjang, dan pegang

irigator setinggi 30 cm dari tempat tidur dan buka klemnya. Alirkan air

sampai pasien menunjukkan keinginan untuk defekasi

j) Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang

pispot atau anjurkan ke toilet bila mampu. Bila pasien tidak mampu

mobilisasi, bersihkan daerah sekitar anus hingga bersih dan keringkan

dengan tissue jika telah selesai defekasi

k) Cuci tangan setelah prosedur di lakukan

l) Catat jumlah feces yang keluar, warna, kepadatan dan respons pasien

Gambar-gambar:

Gambar set huknah

/

21

Gambar letak pemberian huknah

10. Konsep Dasar Keperawatan

PENGKAJIAN KEPERAWATAN

a. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi

Pengkajian ini antara lain: Bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama

defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6

kali/ hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/ hari dengan jumlah rata-

rata pembuangan per hari adalah 150 gram.

b. Faktor yang mempengaruhi Konstipasi

Faktor yang mempengaruhi konstipasi antara lain perilaku atau kebiasaan

defekasi, diet (makanan yang mempengaruhi defekasi), makanan yang biasa

dimakan, makanan yang dihindari dan pola makan yang teratur atau tidak,

cairan (jumlah dan jenis minuman/ hari), aktivitas (kegiatan sehari-hari),

penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stres, pembedahan/ penyakit

menetap, dll.

c. Pemeriksaan Fisik

22

Meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi, simetris atau

tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness.

Kemudian, pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya

inflamasi, seperti perubahan warna, lesi, dan massa.

d. Keadaan Feses, meliputi:

No KEADAAN NORMAL ABNORMAL PENYEBAB

1 Warna Bayi: kuning Putih, hitam/ tar, atau merah

Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian bawah.

Dewasa: coklat Pucat berlemak

Malabsorbsi lemak

2 Bau Khas feses dan dipengaruhi oleh makanan

Amis dan perubahan bau

Darah dan infeksi

3 Konsistensi Lunak dan berbentuk

Cair Diare dan absorbsi kurang

4 Bentuk Sesuai diameter rektum

Kecil, bentuknya seperti pensil

Obstruksi dan peristaltik yang cepat

5 Konstituen Makanan yang tidak di cerna, bakteri yang mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, dan air

Darah, pus, benda asing, mukus, atau cacing

Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi

11. Diagnosa Keperawatan

Konstipasi berhubungan dengan kurangnya asupan serat (NOC, 2008).

23

12. Intervensi Keperawatan (NIC, 2008)

a. Anjurkan klien mengkonsumsi minuman yang tepat, jus buah, dan air putih

b. Anjurkan melakukan aktivitas

c. Instruksikan klien untuk menambahkan 20gram per hari roti gandum pada diet

d. Berikan laksatif sesuai yang diinstruksikan

e. Berikan privasi

24

BAB III

TINJAUAN KASUS

Kasus

Ny.N (33 tahun) datang ke RSC dengan keluhan tidak bisa BAB selama 5

hari. Ny. N mengatakan perut bawah terasa membuncit dan terasa penuh. Ny. N

juga mengatakan tidak suka makan sayur, buah dan jarang minum. Ny. N lebih

suka makanan fastfood dan minuman bersoda, Ny. N juga mengatakan bahwa dia

memiliki riwayat alergi obat-obat pencahar seperti dulcolax. Klien tidak memiliki

riwayat penyakit jantung maupun penyakit degeneratif lainnya. Pekerjaan Ny. N

sebagai sekretaris di perusahaan x. Aktivitas Ny. N lebih sering duduk di depan

komputer. Dan kebiasaan BAB Ny. N 2 hari sekali. Pada pemeriksaan fisik pasien

ditemukan perut kiri bawah teraba seperti adanya massa dan nyeri tekan. Pasien

datang dengan kesadaran compos mentis, HR: 88x/ i, RR: 20/ i, TD: 110/ 70

mmHg, suhu: 36, 8˚C, bising usus: 5x/ i.

I. PENGKAJIAN

A. Pengumpulan Data

1. Data Demografi:

a. Nama : Ny. N

b. Usia : 33 tahun

c. Jenis Kelamin : Perempuan

d. Pekerjaan : Sekretaris

2. Riwayat Kesehatan Klien

a. Riwayat Kesehatan Sekarang

1) Keluhan utama

Klien mengatakan tidak bisa BAB selama 5 hari.

2) Riwayat penyakit sekarang

Klien mengeluh tidak bisa BAB selama 5 hari.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

25

Klien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, tidak pernah di

operasi, tidak pernah mendapat transfusi sebelumnya, tidak ada alergi

terhadap makanan dan cuaca, tetapi memiliki alergi terhadap obat-obat

pencahar seperti dulcolax.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Penampilan umum

Klien tampak sakit ringan

b. Tanda-tanda vital

Suhu : 36, 8 oC/ axilla

Nadi : 88 x/ mnt, radial, kuat, teratur

Tekanan darah : 110/ 70 mmHg, dilengan kiri

RR : 20 x/ mnt, dalam, teratur

c. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Kesadaran compos mentis, GCS= 15 (E4V5M6), ditemukan adanya

distensi abdomen, teraba massa di abdomen kiri bawah dan adanya

nyeri tekan, bising usus melemah: 5x/ i, pada pemeriksaan anus tidak

ditemukan adanya hemorroid, klien tidak memiliki riwayat penyakit

jantung dan penyakit degeneratif lainnya, tetapi memiliki alergi

terhadap obat-obat pencahar seperti dulcolax.

B. Pengelompokan Data

Data Subjektif Data Objektif

-Klien mengatakan tidak bisa BAB

selama 5 hari

-Klien mengatakan perut terasa penuh

-Klien mengatakan tidak suka makan

sayur, buah dan jarang minum

-Klien lebih suka makanan fastfood dan

minuman bersoda

-Abdomen tampak cembung dan teraba

seperti adanya massa di abdomen kiri

bawah

-Suhu : 36, 8°C/ axsilla

-Nadi : 88x/ menit, radial, kuat, teratur

-Tekanan darah: 110/ 70 mmHg, di lengan

kiri

26

-Klien mengatakan pola bab biasanya 2

hari sekali dengan konsistensi keras

-Klien tidak memiliki riwayat penyakit

jantung dan penyakit degeneratif

lainnya

-Klien memiliki alergi terhadap obat-

obat pencahar seperti dulcolax

-RR : 20x/ menit

-Bising usus: 5x/ mnt

-Aktivitas klien lebih sering duduk di depan

komputer

C. Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DS:

- Klien mengatakan tidak bisa BAB selama 5 hari

- Klien mengatakan perut terasa penuh

- Klien mengatakan tidak suka makan sayur, buah dan jarang minum.

- Klien lebih suka makanan fastfood dan minuman bersoda

- Klien mengatakan pola BAB biasanya 2 hari sekali dengan konsistensi keras

- Klien tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya

- Klien memiliki alergi terhadap obat-obat pencahar seperti dulcolax

DO:- Abdomen tampak cembung

dan teraba seperti adanya massa di abdomen kiri

Makanan rendah serat, immobilisasi, cairan yang

kurang

Masuk ke lambung

Masuk ke usus halus

Masuk ke usus besar (colon)

Terjadi proses penyerapan air lebih banyak di colon dan

pembentuk bahan buangan sisa makanan atau tinja

Kontraksi kolon mendorong tinja ke rectum

Tinja berbentuk padat, keras

Gangguan eliminasi fecal: konstipasi

27

bawah- Suhu: 36, 8°C/ axsilla- Nadi: 88x/ menit, radial,

kuat, teratur- Tekanan darah: 110/ 70

mmHg, di lengan kiri - RR: 20x/ menit - Bising usus: 5x/ mnt- Aktivitas klien lebih sering

duduk di depan komputer

dan kering

Konstipasi

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Konstipasi berhubungan dengan kurangnya asupan serat.

III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

28

NO DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA PERAWATAN

IMPLEMENTASITUJUAN INTERVENSI RASIONAL1. Konstipasi berhubungan dengan

kurangnya asupan serat. Yang ditandai dengan:

DS: Klien mengatakan tidak bisa

BAB selama 5 hari Klien mengatakan perut terasa

penuh Klien mengatakan tidak suka

makan sayur, buah dan jarang minum.

Klien lebih suka makanan fastfood dan minuman bersoda

Klien mengatakan pola BAB biasanya 2 hari sekali dengan konsistensi keras

Klien tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya

Klien memiliki alergi terhadap obat-obat pencahar seperti dulcolax.

DO: Abdomen tampak cembung dan

teraba seperti adanya massa di abdomen kiri bawah

Suhu : 36, 8°C/ axilla Nadi : 88x/ i, radial, kuat,

teratur Tekanan darah: 110/ 70 mmHg,

di lengan kiri RR : 20x/ i Bising usus: 5x/ i Aktivitas klien lebih sering

duduk di depan komputer.

Konstipasi teratasi dengan:Tujuan jangka pendek:Menunjukkan pola BAB yang normal dengan kriteria: Klien melaporkan

pengeluaran feses yang berbentuk padat dan lembut tanpa disertai mengedan pada 24 jam kedepan

Klien akan meminum setidaknya 1500ml cairan pada 8 jam kedepan

Tujuan jangka panjang:Klien akan membuat keputusan tentang diet untuk mencegah konstipasi dengan kriteria:

- Klien akan meningkatkan asupan serat pada dietnya

1.Kaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi

2.Anjurkan klien mengkonsumsi minuman yang tepat, jus buah, dan air putih

3.Berikan PendKes tentang diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat4. Anjurkan melakukan latihan fisik5.Anjurkan untuk tidak memaksakan diri mengedan saat buang air besar 6. Lakukan huknah (bila upaya di atas tidak efektif)

1.Berguna untuk mengetahui penyebab konstipasi sehingga akan tepat dalam memberikan tindakan keperawatan.2.Asupan cairan paling sedikit 1500ml diperlukan untuk mencegah feses yang kering dan keras3.Menambah pengetahuan klien tentang pentingnya serat dalam pembentukan feses4. Dapat meningkatkan peristaltik usus5. Menghindari resiko terjadinya haemorroid

6. Merangsang buang air besar atau merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan feses karena kesulitan untuk defekasi (pada pasien sembelit).

1.Mengkaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi

2.Menganjurkan klien mengkonsumsi minuman yang tepat, jus buah, dan air putih

3.Memberikan PendKes tentang diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat4. Menganjurkan melakukan latihan fisik5.Menganjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam buang air besar (mengedan)

6. Melakukan huknah

29

30

IV. EVALUASI

a. Klien dapat membuat kemajuan yang baik dalam memilih makanan yang tinggi serat,

rendah lemak pada dietnya

b. Klien dapat meningkatkan pola aktivitas

c. Klien dapat mengeluarkan feses yang berbentuk secara teratur

31

BAB IV

KESIMPULAN

Kontipasi bersifat relatif, tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan

kesulitan keluarnya tinja. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa

berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puasnya buang air besar, terdapat rasa

sakit, harus mengejan atau feses keras.

Faktor yang mempengaruhi konstipasi antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet

(makanan yang mempengaruhi defekasi), makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari

dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/ hari), aktivitas

(kegiatan sehari-hari), penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stres, pembedahan/ penyakit

menetap, dll.

Dari masalah tersebut dapat dilakukan beberapa tindakan, antara lain:

1. Meningkatkan asupan cairan dengan banyak minum

2. Diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat

3. Melakukan latihan fisik, misalnya melatih otot perut

4. Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam buang air besar

5. Berika obat laksantif, misalnya dulcolax

6. Lakukan huknah

Huknah adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asendens dengan

menggunakan kanula usus. Huknah terdiri dari: huknah tinggi dan huknah rendah.

Pada prinsipnya huknah bertujuan untuk:

a. Mengosongkan usus pada pra-pembedahan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan

selama operasi berlangsung, seperti BAB.

b. Merangsang buang air besar atau merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan feses

karena kesulitan untuk defekasi (pada pasien sembelit).

32

DAFTAR PUSTAKA

Aziz Alimul Hidayat, S.Kp. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:

EGC

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta: EGC

Carol Taylor Et All. 1997. Fundamental Of Nursing. Raven Washington: Lippincott

Nettina, Sandra M. 1996. Manual Of Nursing Practice 6 Th edition. Raven Publishers:

Lippinciott

Potter, Perry. 2010. Fundamental of Nursing. Jakarta: Salemba Medika

Patricia A. Potter Et All. 1992. Fundamental Of Nursing, Concepts Process & Practice Third

Edition. Year Book Washington: Mosby

Priscilla Lemone. 1996. Medical Surgical Nursing, Critical Thinking In Client Care. Addisson

Wesley Nursing.

St. Louis. 2008. Nursing Outcomes Classification Edisi 4. America: Mosby

Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran. Jakarta: EGC

Siregar, c. Trisa. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB. Sumatra Utara: Program Studi

Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Johnson M., Meridean, M., Moorhead. 2001. NANDA, NOC, and NIC Linkages. America: Mosby

Website

Anonim. 2007. http://911medical.blogspot.com. Yang diakses pada tanggal 8 Oktober 2011

pukul 16:00 wib

Harnawatiaj. 2008. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fecal. [Online]. Tersedia.

http://harnawatiaj.wordpress.com. [8 Oktober 2011]

33

34