6. Makalah huknaheliminasi BAB.docx
-
Upload
ifan-herawan -
Category
Documents
-
view
69 -
download
3
Transcript of 6. Makalah huknaheliminasi BAB.docx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penulisan
Kesehatan sistem pencernaan sangat penting bagi manusia, karena kinerja
sistem pencernaan akan menentukan gizi yang terserap dan pembuangan sisa yang
tidak terserap didalam tubuh. Sistem pencernaan juga akan membentuk asam
amino esensial rantai pendek (SCFA) yang berguna dalam proses kekebalan tubuh
(imunitas). Dengan demikian, memiliki percernaan yang sehat akan memperkuat
sistem tubuh yang melindungi tubuh dari berbagai penyakit, menghancurkan dan
menghilangkan organisme asing yang masuk ke dalam tubuh.
Namun demikian kesadaran akan kesehatan pencernaan pada masyarakat saat
ini masih rendah, hal ini dapat terlihat dari pola makan masyarakat sehari-hari.
Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan, sebagian besar penduduk
Indonesia masih kurang konsumsi serat dari sayur dan buah, kurang olahraga dan
bertambah makan makanan yang mengandung pengawet. Keadaan ini tentu saja
akan menimbulkan gangguan dalam pencernaan dengan keluhan yang sering
timbul antara lain tidak dapat buang air besar secara tidak lancar atau konstipasi.
Konstipasi banyak dialami penduduk dunia. Angka kejadian konstipasi
banyak meningkat. Di Amerika Serikat tercatat 2-27% dengan 2,5 juta kunjungan
ke dokter dan hampir 100.000 pasien yang mengalami konstipasi memerlukan
perawatan per tahunnya, sedangkan di Cina 15-20%. Data dari RSCM tahun 2005,
sekitar 200 orang mengalami konstipasi. Dari semua pasien dengan konstipasi 36,
4% menderita Haemorroid dan kurang lebih 8% di antaranya menderita tumor
ganas atau Ca usus besar.
Dari data-data di atas secara kasar dapat diduga bahwa jumlah penderita
konstipasi di Indonesia cukup besar. Penanganan yang kurang tepat dapat memicu
komplikasi yang lebih buruk. Ada beberapa teknik yang berguna untuk membantu
klien dengan gangguan ini memenuhi kebutuhan eliminasi fecalnya, salah satunya
1
tindakan enema. Dalam pelaksanaanya, ada berbagai hal yang perlu diperhatikan,
seperti kontraindikasi, prinsip, dan teknik pengaplikasian. Untuk itu menjadi
penting untuk perawat mengetahui lebih jauh tentang penatalaksanaan pemenuhan
kebutuhan bowel elimination pada klien dengan konstipasi.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/ i Fakultas Ilmu Keperawatan Program B RSHS Bandung mampu
melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan eliminasi
fecal: konstipasi.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa/ i Fakultas Ilmu Keperawatan Program B RSHS Bandung mampu :
a. Meningkatkan pemahaman tentang Konstipasi
b. Mengidentifikasi masalah pemenuhan kebutuhan eliminasi fecal pada klien
dengan Konstipasi
c. Mengidentifikasi dan mensimulasikan teknik penatalaksanaan pemenuhan
kebutuhan eliminasi fecal pada klien dengan konstipasi melalui pemberian
Huknah
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR Konstipasi
1. Pengertian
Definisi kontipasi bersifat relatif, tergantung pada konsistensi tinja,
frekuensi buang air besar dan kesulitan keluarnya tinja. Pada anak normal yang
hanya berak setiap 2-3 hari dengan tinja yang lunak tanpa kesulitan, bukan disebut
konstipasi. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa
berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puasnya buang air besar,
terdapat rasa sakit, harus mengejan atau feses keras.
Konstipasi berarti bahwa perjalanan tinja melalui kolon dan rektum mengalami
penghambatan dan biasanya disertai kesulitan defekasi (Sujono).
Pada tahun 1999 Komite Konsensus Internasional telah membuat suatu
pedoman untuk membuat diagnosis konstipasi. Diagnosis dibuat berdasar adanya
keluhan paling sedikit 2 dari beberapa keluhan berikut, minimal dalam waktu 1
tahun tanpa pemakaian laksans (kriteria Roma II), yaitu (Whitehead 1999) : (1)
defekasi kurang dari 3x/minggu, (2) mengejan berlebihan minimal 25 % selama
defekasi, (3) perasaan tidak puas berdefekasi minimal 25 % selama defekasi, (4)
tinja yang keras minimal 25 %, (5) perasaan defekasi yang terhalang, dan (6)
penggunaan jari untuk usaha evakuasi tinja. Jadi, konstipasi adalah gangguan
pengeluaran feses yang ditandai feses yang mengeras dan sulit dikeluarkan
sehingga membutuhkan tindakan yang lebih lanjut untuk mengeluarkan tinja
tersebut.
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan
Saluran pencernaan merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan
mempersiapkannya untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
3
(pengunyah, penelanan, dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang
terbentang mulai dari mulut sampai anus.
a. Mulut
Mulut adalah permukaan saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian luar dan
bagian dalam.
b. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan esofagus. Faring
terdiri dari nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
c. Esofagus
Esofagus terletak di mediastinum rongga torakal, anterior terhadap tulang
punggung dan posterior terhadap trakea dan jantung. Selang yang dapat
mengempis ini yang panjangnya kira-kira 25 cm menjadi distensi bila makanan
melewatinya.
d. Gaster
Lambung terletak dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh tepat
dibawah diafragma kiri. Kapasitas lambung kira-kira 1.500 ml. lambung dibagi
dalam 4 bagian yaitu : cardia, fundus, corpus, dan pylorus Merupakan bagian dari
saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster.
e. Usus halus
4
Usus halus adalah segmen yang paling panjang dari saluran GI. Usus halus dibagi
3 : duodenum (bagian atas), yeyenum (bagian tengah), illeum (bagian bawah).
Sedangkan pertemuan antara usus halus dan usus besar disebut sekum.
Dalam usus halus, isi usus dicampur dengan sekresi sel mukosa serta dengan
getah pankreas dan empedu. Pencernaan yang dimulai dari mulut dan lambung,
lengkap di dalam lumen dan sel mukosa usus halus serta produk pencernaan
diabsorbsi bersama dengan kebanyakan vitamin dan cairan.
f. Usus Besar
Panjangnya 11-12 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam
keluar yaitu lapisan lender, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan
jaringan ikat.
Fungsi dari usus halus adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri
E, Coli, dan sebagai tempat feces.
Bagian bagian dari usus besar :
1) Kolon asenden : panjangnya +13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah
kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati melengkung ke kiri,
lengkungan ini disebut fleksura hepatica.
2) Kolon tranversum : panjangnya +38 cm, membujur dari kolon asenden hingga
kolon desenden.sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri
terdapat fleksura lienalis
3) Kolon desenden : panjangnya + 25 cm, terletak di bawah abdomenbagian kiri
membujur dari atas ke bawah, dari fleksura lienalis sampai depan ileum kiri.
4) Kolon Sigmoid : Merupakan lanjutan dari kolon desenden terletak miring
dalam rongga pelvis sebelah kiri bentuknya menyerupai huruf S.
5) Rectum : Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus. Terletak dalam rongga pelvis.
6) Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum
dengan dunia luar. Terletak di dasar pelvis.
Dindingnya diperkuat 3 sfingter :
a) Sfingter ani internus : bekerja tidak menurut kehendak
b) Sfingter levator ani : bekerja juga tidak menurut kehendak.
5
c) Sfingter ani internus : bekerja menurut kehendak.
Fisiologi defekasi normal:
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut
bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari
beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi
instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum
memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai
gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum.
Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik
mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal
tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali
ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet
atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang
akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani
pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi
normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam
perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika
refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan
mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi
secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan
feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi.
6
Bagan defekasi normal:
1. Reflek Defekasi Intrinsik
Faeces masuk rektum
Distensi rektum
Rangsang fleksus mesenterikus
Terjadi peristaltik di colon ascenden, tranversum, desenden
Faeces terdorong ke anus
Sphincter interna terbuka
Sphincter eksternal relaksasi
2. Reflek Defekasi Parasimpatik
Faeces masuk ke rectum
Rangsang saraf rectum
Dibawa ke spinal cord (sakral 2-4)
Relaksasi sphincter interna Kortek serebri
Merasa ingin bab
Intensifkan peristaltik, relaksasi sphincter internal
Intensifkan reflek intrinsik
7
Defekasi
Kontraksi otot abdomen dan diafragma
Tekanan intra abdomen meningkat
Otot levator ani kontraksi
Menggerakkan faeces melalui kanal anus
Defekasi
3. Etiologi
Menurut Brunner & Suddarth (2002), ada beberapa etiologi dari konstipasi di
antaranya:
a. Pola diet tidak adekuat/ tidak sempurna
Makanan adalah merupakan faktor utama yang mempengaruhi feses, cukup
tidaknya selulosa atau serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume
feses. Makanan tertentu pada orang sulit atau tidak bisa dicerna,
ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan dibeberapa jalur
dari pengairan feses. Makanan yang teratur mempengaruhi defekasi, makanan
yang tidak teratur mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan
pada waktu yang sama setiap hari, mempunyai suatu keteraturan pola aktivitas
peristaltik di kolon.
b. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (urin, muntah) yang berlebihan untuk
beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorpsi air dari chyme ketika
feses lewat disepanjang kolon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dan
normal, menghasilkan feses yang keras. Ditambah lagi berkurangnya
8
pemasukan cairan memperlambat chyme disepanjang interstinal yang
berdampak pada konstipasi.
c. Kurang aktivitas, kurang berolahraga, berbaring lama
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltik
dan dapat menyebabkan lambatnya feses menuju rectum dalam waktu yang
lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras.
d. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur salah satu penyebab yang
paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan BAB yang tidak
teratur. Refleks defekasi yang normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks
ini terkondisi untuk menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan,
keinginan untuk defekasi habis.
Anak pada masa bermain bisa mengabaikan refleks-refleks ini; orang dewasa
mengabaikannya karena tekanan waktu dan pekerjaan.
Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu
menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman.
Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik
untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB teratur dalam
kehidupan.
e. Penggunaan laxative yang berlebihan Laxative sering digunakan untuk
menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang
berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan BAB –
refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna
laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka
mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-
menerus (toleransi obat).
f. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengaruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare, dan yang lain seperti
dosis besar dan transkuilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian
morphine dan kodein yang menyebabkan konstipasi. Laxative adalah obat yang
9
merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini
melunakkan feses, mempermudah defekasi.
g. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses tapi juga pengontrolannya.
Anak-angka tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem
neuromuskuler berkembang biasanya antara umur 2-3 tahun. Orang dewasa
juga mengalami perubahan perjalanan yang dapat mempengaruhi proses
pengosongan lambung. Diantaranya adalah atoni (berkurangnya tonus otot
yang normal) dari otot-otot polos kolon yang dapat berakibat pada
melambatnya peristaltik dan mengerasnya feses.
h. Gaya hidup
Kebiasaan untuk melatih pola BAB sejak kecil secara teratur, fasilitas untuk
BAB dan kebiasaan menahan BAB.
i. Anesthesi dan pembedahan
Anesthesi umum dapat menghalangi impuls parasimpatis, sehingga kadang-
kadang dapat menyebabkan illeus usus, kondisi ini dapat berlangsung selama
24-48 jam.
j. Nyeri
Pengalaman waktu BAB seperti adanya haemorhoid, fraktur os phubis,
episiotomi akan menghalangi keinginan untuk BAB.
k. Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan spinal cord dan injury kepala akan menimbulkan penurunan struktur
sensorik untuk defekasi.
4. Patofisiologi
Buang air besar yang normal frekuensinya adalah 3 kali sehari sampai 3 hari
sekali. Dalam praktek dikatakan konstipasi bila buang air besar kurang dari 3 kali
perminggu atau lebih dari 3 hari tidak buang air besar atau dalam buang air besar
harus mengejan secara berlebihan.
Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian
mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap,
10
serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai
mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal kolon harus
dikosongkan sekali dalam 24 jam secara teratur. Diduga pergerakan tinja dari
bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali
sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan
yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di
batang otak, dan telah dilatih sejak anak-anak.
Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat megalami gangguan, yaitu
kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul
kesulitan defekasi atau timbul obstipasi. Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan
oleh suatu penyakit atau dapat karena kelainan psikoneuorosis. Yang termasuk
gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme
(parasit, bakteri, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas,
pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna (pasca gastrektomi, pasca
kolesistektomi).
Untuk mengetahui bagaimana terjadinya konstipasi, perlu diingat kembali
bagaimana mekanisme kerja kolon. Begitu makanan masuk ke dalam kolon, kolon
akan menyerap air dan membentuk bahan buangan sisa makanan, atau tinja.
Kontraksi otot kolon akan mendorong tinja ini ke arah rektum. Begitu mencapai
rektum, tinja akan berbentuk padat karena sebagian besar airnya telah diserap.
Tinja yang keras dan kering pada konstipasi terjadi akibat kolon menyerap terlalu
anyak air. Hal ini terjadi karena kontraksi otot kolon terlalu perlahan-lahan dan
malas, menyebabkan tinja bergerak ke arah kolon terlalu lama.
Konstipasi umumnya terjadi karena kelainan pada transit dalam kolon atau
pada fungsi anorektal sebagai akibat dari gangguan motilitas primer, penggunaan
obat-obat tertentu atau berkaitan dengan sejumlah besar penyakit sistemik yang
mempengaruhi traktus gastrointestinal. Konstipasi dapat timbul dari adanya defek
pengisian maupun pengosongan rektum. Pengisian rektum yang tidak sempurna
terjadi bila peristaltik kolon tidak efektif (misalnya, pada kasus hipotiroidisme
atau pemakaian opium, dan bila ada obstruksi usus besar yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau karena penyakit hirschprung). Statis tinja di kolon
11
menyebabkan proses pengeringan tinja yang berlebihan dan kegagalan untuk
memulai reflek dari rektum yang normalnya akan memicu evakuasi. Pengosongan
rektum melalui evakuasi spontan tergantung pada reflek defekasi yang dicetuskan
oleh reseptor tekanan pada otot-otot rektum, serabut-serabut aferen dan eferen dari
tulang belakang bagian sakrum atau otot-otot perut dan dasar panggul.
Kelainan pada relaksasi sfingter ani juga bisa menyebabkan retensi tinja.
Konstipasi cenderung menetap dengan sendirinya, apapun penyebabnya. Tinja
yang besar dan keras di dalam rektum menjadi sulit dan bahkan sakit bila
dikeluarkan, jadi lebih sering terjadi retensi dan terbentuklah suatu lingkaran
setan. Distensi rektum dan kolon mengurangi sensitifitas refleks defekasi dan
efektivitas peristaltik. Akhirnya, cairan dari kolon proksimal dapat menapis
disekitar tinja yang keras dan keluar dari rektum tanpa terasa.
Bagan:
Etiologi: Kurang asupan nutrisi, kurang cairan, immobilisasi, bedrest
Makanan masuk ke lambung
Masuk ke usus halus
Masuk ke kolon
Absorpsi penyerapan air meningkat
Kontraksi kolon mendorong tinja ke rectum
12
Tinja berbentuk padat, keras dan kering
Konstipasi
5. Manifestasi Klinik
Menurut Komite Konsensus Internasional (1999) ada beberapa gejala konstipasi :
a. Konsistensi feses yang keras
b. Mengejan dengan keras saat BAB
c. Rasa tidak tuntas saat bab meliputi: 25% dari keseluruhan bab
d. Frekuensi buang air besar (BAB) 2 kali seminggu atau kurang
6. Komplikasi
Menurut Elizabeth J. Corwin (2001) ada beberapa komplikasi konstipasi, di
antaranya sindrom delirium akut, aritmia, userasi sterkoraseus, perforasi usus,
retensio urin, hidronefrosis bilateral, gagal ginjal, inkontinensia urin,
inkontinensia alvi, dan volvulus daerah sigmoid akibat implaksi feses, serta
prolaps rektum.
7. Penatalaksanaan
a. Aktivitas dan olahraga teratur
b. Asupan cairan dan serat (25 – 30 gram/ hari) yang cukup
c. Jika modifikasi perilaku di atas kurang berhasil/ efektif, ditambahkan terapi
farmakologi, dan biasanya dipakai obat – obatan golongan pencahar. Ada 4 tipe
golongan obat pencahar:
1) Memperbesar dan melunakkan massa feses antara lain:
Cereal, methy selulose, psilium.
13
2) Melunakan dan melincinkan feses, obat ini bekerja dengan menurunkan
tegangan permukaan feses, sehingga mempermudah penyerapan air
contohnya antara lain: Minyak kastor, golongan docusate.
3) Golongan osmotik yang tidak diserap, sehingga cukup aman untuk
digunakan, misalnya pada penderita gagal ginjal, antara lain:
Sorbitol, lactulose, glycerin.
4) Merangsang peristaltik, sehingga meningkatkan motilitas usus besar.
Golongan ini yang banyak dipakai. Perlu diperhatikan bahwa pencahar
golongan ini bila dipakai untuk jangka panjang, dapat merusak pleksus
mesenterikus dan berakibat dismotilitas kolon. Contohnya bisakodil,
fenolptalein.
d. Pemberian enema
e. Dijumpai konstipasi kronis yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara –
cara tersebut diatas, mungkin dibutuhkan tindakan pembedahan. Pada
umumnya, bila tidak dijumpai sumbatan karena massa atau adanya volvulus,
tidak dilakukan tindakan pembedahan.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah perifer lengkap
b. Glukosa dan elektrolit (terutama kalium dan kalsium) darah
c. Anuskopi (dianjurkan dilakukan secara rutin pada semua pasien dengan
konstipasi untuk menemukan adalah fisura, ulkus, hemoroid, dan keganasan)
d. Foto polos perut harus dikerjakan pada pasien konsitipasi, terutama yang
terjadinya akut untuk menditeksi adanya implaksi feses yang dapat
menyebabkan sumbatan dan perforasi kolon. Bila diperkirakan ada sumbatan
kolon, dapat dilanjutkan dengan barium enema untuk memastikan tempat dan
sifat sumbatan
e. Pemeriksaan yang intensif dikerjakan secara selektif setelah 3 – 6 bulan
pengobatan konstipasi kurang berhasil dan dilakukan hanya pada pusat – pusat
pengelolaan konstipasi tertentu
9. Penatalaksanaan Huknah atau Enema
14
a. Konsep Dasar Enema
Secara umum Enema atau huknah adalah tindakan yang digunakan untuk
memasukkan suatu larutan atau cairan kedalam rectum dan colon sigmoid.
Enema atau huknah diberikan tujuannya adalah untuk meningkatkan defekasi
dengan menstimulasi peristaltik dan juga sebagai alat transportasi obat-obatan
yang menimbulkan efek lokal pada mukosa rectum (Perry, Potter. 2005: 1768).
b. Macam dan Tujuan Enema atau huknah
Enema dapat diklasifikasikan kedalam 4 golongan menurut cara kerjanya
diantaranya: cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati
flatulence), retensi (menahan), dan mengembalikan aliran.
1) Cleansing Enema
Cleansing Enema merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon dan
rektum dan atau dengan meregangkan intestinal dengan memasuki volume
cairan. Ada 2 cleansing enema yaitu :
Huknah rendah
Low enema (huknah rendah) diberikan hanya untuk membersihkan
rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500ml larutan diberikan pada orang
dewasa, klien dipertahankan pada posisi sims/ miring kekiri selama
pemberian. Tujuan huknah rendah diberikan adalah :
a) Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan operasi,
colonoscopy
b) Merangsang peristaltik usus
c) Tindakan pengobatan/ pemeriksaan diagnostic
Huknah tinggi
High enema (huknah tinggi) diberikan untuk membersihkan kolon
sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 750-1000ml larutan untuk
orang dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi
dorsal cecumbent dan kemudian ke posisi lateral kanan selama
pemberian ini cairan dapat turun ke usus besar. Cairan diberikan pada
tekanan yang tinggi daripada low enema. Oleh karena itu, wadah dari
larutan digantung lebih tinggi. Cleansing enema paling efektif jika
15
diberikan dalam waktu 5-10 menit. Tujuan huknah tinggi diberikan
untuk :
a) Membantu mengeluarkan fases akibat konstipasi atau impaksi
fekal
b) Membantu defaksi yang normal sebagai bagian dari program
latihan defakasi (bowel training program)
c) Tindakan pengobatan/ pemeriksaan diagnostic
2) Huknah Gliserin
Memasukkan cairan melalui anus ke dalam kolon sigmoid dengan
menggunakan spuit gliserin bertujuan untuk melunakkan fases dan
merangsang buang air besar serta sebagai tindakan pengobatan.
3) Retention Enema
Retention enema, dimasukkan oli (pelumas) kedalam rektum dan kolon
sigmoid, pelumas tersebut tertahan untuk waktu yang lama (1-3 jam). Ia
bekerja untuk melumasi rektum dan kanal anal, yang akhirnya
memudahkan jalannya feses.
4) Carninative Enema
Carminative enema terutama diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan
dimasukkan kedalam rektum untuk mengeluarkan gas dimana ia
meregangkan peritaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180ml.
Contoh enema carminative ialah larutan GMW, yang mengandung 30ml
magnesium, 60ml gliserin, dan 90ml air.
5) Enema bilas Harris
Enema Bilas Harris (Enema arus balik), kadang kadang mengarah pada
pembilasan kolon, digunakan untuk mengeluarkan flatus. Ini adalah
pemasukan cairan yang berulang ke dalam rektur dan pengaliran cairan dari
rektum. Pertama-tama larutan (100-200ml untuk orang dewasa)
dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan
direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui rectal tube ke
dalam wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-
6 kali, sampai (perut) kembung hilang dan rasa tidak nyaman berkurang
16
atau hilang. Banyak macam larutan yang digunakan untuk enema. Larutan
khusus mungkin diminta oleh dokter.
c. Indikasi
Konstipasi
Persiapan pre operasi
Untuk tindakan diagnostik misalnya pemeriksaan radiologi
Pasien dengan melena
d. Kontra Indikasi
Pasien dengan diverticulis, ulcerative colitis, crhon’s disease
Pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, hemoroid, tumor
rectum dan kolon
e. Dampak Pemberian Huknah
Dampak positif:
Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan
operasi seperti sigmoidoscopy atau colonoscopy
Sebagai jalan alternatif pemberian obat
Menghilangkan distensi usus
Memudahkan proses defekasi
Meningkatkan mekanika tubuh
Dampak negative:
Jika menggunakan larutan terlalu hangat akan membakar mukosa usus
dan jika larutan terlalu dingin yang diberikan akan menyebabkan kram
abdomen.
Jika klien memiliki kontrol sfingter yang buruk tidak akan mampu
menahan larutan enema ( Perry, peterson & potter, 2005 ).
Beberapa perbedaan dalam tindakan cleansing enema :
Perbedaan Huknah rendah Huknah tinggi
Tindakan Tindakan memasukkan cairan Tindakan memasukkan cairan
17
Tujuan
Kanul enema
Posisi
Jumlah cairan hangat
yang diberikan untuk
dewasa
Tinggi irigator
hangat dari rectum kedalam
kolon desenden
Mengosongkan usus sebagai
persiapan tindakan operasi,
colonoscopy
Kanula Recti
Posisi sims miring kekiri
500ml
± 30 cm dari tempat tidur
hangat dari rectum dimasukkan
kedalam kolon asenden
Membantu mengeluarkan fases
akibat konstipasi atau impaksi
fekal
Kanula usus
Posisi sim’s miring ke kanan
750-1000ml
± 30-45 cm dari tempat tidur
Jumlah larutan yang diberikan tergantung pada jenis enema, berdasar usia
dan jumlah cairan yang bisa disimpan :
NUsia Jumlah Larutan
1.
2.
3.
4.
5.
Bayi
Toddler atau preschool
Anak usia sekolah
Remaja
Dewasa
150 – 250 ml
250 – 350 ml
300 – 250 ml
500 – 750 ml
750 – 1000 ml
f. Pelaksanaan enema
1) Pengertian
Tindakan yang digunakan untuk memasukkan suatu larutan atau cairan ke
dalam rectum dan colon sigmoid.
2) Persiapan alat
a) Pemberian melalui slang rectal dengan wadah enema pada enema rendah
dan enema tinggi.
b) Wadah enema (huknah)
18
c) Volume larutan hangat
Dewasa : 700-1000ml, dengan suhu 40, 5-43ºC
Anak – anak
o Bayi : 150 - 250 ml
o Usia bermain (toddler) : 250 - 350 ml
o Usia sekolah : 300 - 500 ml
o Remaja : 500 - 700 ml
Cat : Suhu cairan yang digunakan untuk anak-anak adlah 37, 7ºC, sedang
untuk dewasa dihangatkan 40, 5-43ºC
d) Selang rectal dengan ujung bulat
Dewasa : No. 22 - 30 G French (fr)
Anak – anak : No. 12 - 18 French (fr)
e) Selang menghubungkan selang rectal ke wadah (selang irrigator)
f) Klem pengatur pada selang
g) Termometer air untuk mengukur suhu larutan
h) Pelumas larutkan dalam air
i) Perlak pengalas
j) Selimut mandi
k) Kertas toilet
l) Pispot
m)Baskom, waslap dan handuk, serta sabun
n) Sarung tangan sekali pakai
o) Tiang intravena
p) Cuci tangan
q) Desinfektan
3) Persiapan pasien
a) Mengucapkan salam teraupeutik
b) Memperkenalkan diri
c) Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur, tujuan tindakan
yang akan dilaksanakan
d) Membuat kontak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan)
19
e) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam
f) Klien atau keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
g) Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta
respect selama berkomunikasi dan melakukan tindakan
h) Pasien disiapkan dalam posisi yang sesuai
4) Persiapan Lingkungan
a) Ruangan tertutup
b) Pasang sekat atau sampiran
c) Gunakan selimut untuk melindungi daerah privasi pasien
5) Hal – hal yang perlu diperhatikan :
Menurut Perry, peterson, dan potter (2005), ada beberapa hal yang penting
diperhatikan:
a) Penggunaan enema yang tidak benar dapat menyebabkan terganggunya
keseimbangan elektrolit tubuh
b) Pemberian enema berulang dapat membuat perlakuan pada jaringan kolon
c) Tindakan enema tidak dapat diberikan selagi adanya nyeri perut yang
belum diketahui penyebabnya
6) Prosedur pemasangan Huknah :
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada pasien, lalu pasang sampiran
bila pasien di rawat di bangsal umum
b) Cuci tangan
c) Atur ruangan dengan memasang sampiran bila pasien di rawat di bangsal
umum
d) Atur posisi pasien dengan posisi Sims kiri
e) Pasang pengalas di bawah glutea
f) Siapkan bengkok di dekat pasien
g) Irigator di isi dengan air hangat dan hubungkan kanula rektal. Kemudian
periksa alirannya dengan membuka kanula rekti dan keluarkan air ke
bengkok dan beri Jelly pada kanula
20
h) Gunakan sarung tangan
i) Masukkan kanula kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolon
desendens sambil pasien di minta menarik nafas panjang, dan pegang
irigator setinggi 30 cm dari tempat tidur dan buka klemnya. Alirkan air
sampai pasien menunjukkan keinginan untuk defekasi
j) Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang
pispot atau anjurkan ke toilet bila mampu. Bila pasien tidak mampu
mobilisasi, bersihkan daerah sekitar anus hingga bersih dan keringkan
dengan tissue jika telah selesai defekasi
k) Cuci tangan setelah prosedur di lakukan
l) Catat jumlah feces yang keluar, warna, kepadatan dan respons pasien
Gambar-gambar:
Gambar set huknah
/
21
Gambar letak pemberian huknah
10. Konsep Dasar Keperawatan
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Pola defekasi dan keluhan selama defekasi
Pengkajian ini antara lain: Bagaimana pola defekasi dan keluhannya selama
defekasi. Secara normal, frekuensi buang air besar pada bayi sebanyak 4-6
kali/ hari, sedangkan orang dewasa adalah 2-3 kali/ hari dengan jumlah rata-
rata pembuangan per hari adalah 150 gram.
b. Faktor yang mempengaruhi Konstipasi
Faktor yang mempengaruhi konstipasi antara lain perilaku atau kebiasaan
defekasi, diet (makanan yang mempengaruhi defekasi), makanan yang biasa
dimakan, makanan yang dihindari dan pola makan yang teratur atau tidak,
cairan (jumlah dan jenis minuman/ hari), aktivitas (kegiatan sehari-hari),
penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stres, pembedahan/ penyakit
menetap, dll.
c. Pemeriksaan Fisik
22
Meliputi keadaan abdomen seperti ada atau tidaknya distensi, simetris atau
tidak, gerakan peristaltik, adanya massa pada perut, dan tenderness.
Kemudian, pemeriksaan rektum dan anus dinilai dari ada atau tidaknya
inflamasi, seperti perubahan warna, lesi, dan massa.
d. Keadaan Feses, meliputi:
No KEADAAN NORMAL ABNORMAL PENYEBAB
1 Warna Bayi: kuning Putih, hitam/ tar, atau merah
Kurangnya kadar empedu, perdarahan saluran cerna bagian atas, atau perdarahan saluran cerna bagian bawah.
Dewasa: coklat Pucat berlemak
Malabsorbsi lemak
2 Bau Khas feses dan dipengaruhi oleh makanan
Amis dan perubahan bau
Darah dan infeksi
3 Konsistensi Lunak dan berbentuk
Cair Diare dan absorbsi kurang
4 Bentuk Sesuai diameter rektum
Kecil, bentuknya seperti pensil
Obstruksi dan peristaltik yang cepat
5 Konstituen Makanan yang tidak di cerna, bakteri yang mati, lemak, pigmen empedu, mukosa usus, dan air
Darah, pus, benda asing, mukus, atau cacing
Internal bleeding, infeksi, tertelan benda, iritasi, atau inflamasi
11. Diagnosa Keperawatan
Konstipasi berhubungan dengan kurangnya asupan serat (NOC, 2008).
23
12. Intervensi Keperawatan (NIC, 2008)
a. Anjurkan klien mengkonsumsi minuman yang tepat, jus buah, dan air putih
b. Anjurkan melakukan aktivitas
c. Instruksikan klien untuk menambahkan 20gram per hari roti gandum pada diet
d. Berikan laksatif sesuai yang diinstruksikan
e. Berikan privasi
24
BAB III
TINJAUAN KASUS
Kasus
Ny.N (33 tahun) datang ke RSC dengan keluhan tidak bisa BAB selama 5
hari. Ny. N mengatakan perut bawah terasa membuncit dan terasa penuh. Ny. N
juga mengatakan tidak suka makan sayur, buah dan jarang minum. Ny. N lebih
suka makanan fastfood dan minuman bersoda, Ny. N juga mengatakan bahwa dia
memiliki riwayat alergi obat-obat pencahar seperti dulcolax. Klien tidak memiliki
riwayat penyakit jantung maupun penyakit degeneratif lainnya. Pekerjaan Ny. N
sebagai sekretaris di perusahaan x. Aktivitas Ny. N lebih sering duduk di depan
komputer. Dan kebiasaan BAB Ny. N 2 hari sekali. Pada pemeriksaan fisik pasien
ditemukan perut kiri bawah teraba seperti adanya massa dan nyeri tekan. Pasien
datang dengan kesadaran compos mentis, HR: 88x/ i, RR: 20/ i, TD: 110/ 70
mmHg, suhu: 36, 8˚C, bising usus: 5x/ i.
I. PENGKAJIAN
A. Pengumpulan Data
1. Data Demografi:
a. Nama : Ny. N
b. Usia : 33 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Pekerjaan : Sekretaris
2. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Keluhan utama
Klien mengatakan tidak bisa BAB selama 5 hari.
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien mengeluh tidak bisa BAB selama 5 hari.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
25
Klien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, tidak pernah di
operasi, tidak pernah mendapat transfusi sebelumnya, tidak ada alergi
terhadap makanan dan cuaca, tetapi memiliki alergi terhadap obat-obat
pencahar seperti dulcolax.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum
Klien tampak sakit ringan
b. Tanda-tanda vital
Suhu : 36, 8 oC/ axilla
Nadi : 88 x/ mnt, radial, kuat, teratur
Tekanan darah : 110/ 70 mmHg, dilengan kiri
RR : 20 x/ mnt, dalam, teratur
c. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Kesadaran compos mentis, GCS= 15 (E4V5M6), ditemukan adanya
distensi abdomen, teraba massa di abdomen kiri bawah dan adanya
nyeri tekan, bising usus melemah: 5x/ i, pada pemeriksaan anus tidak
ditemukan adanya hemorroid, klien tidak memiliki riwayat penyakit
jantung dan penyakit degeneratif lainnya, tetapi memiliki alergi
terhadap obat-obat pencahar seperti dulcolax.
B. Pengelompokan Data
Data Subjektif Data Objektif
-Klien mengatakan tidak bisa BAB
selama 5 hari
-Klien mengatakan perut terasa penuh
-Klien mengatakan tidak suka makan
sayur, buah dan jarang minum
-Klien lebih suka makanan fastfood dan
minuman bersoda
-Abdomen tampak cembung dan teraba
seperti adanya massa di abdomen kiri
bawah
-Suhu : 36, 8°C/ axsilla
-Nadi : 88x/ menit, radial, kuat, teratur
-Tekanan darah: 110/ 70 mmHg, di lengan
kiri
26
-Klien mengatakan pola bab biasanya 2
hari sekali dengan konsistensi keras
-Klien tidak memiliki riwayat penyakit
jantung dan penyakit degeneratif
lainnya
-Klien memiliki alergi terhadap obat-
obat pencahar seperti dulcolax
-RR : 20x/ menit
-Bising usus: 5x/ mnt
-Aktivitas klien lebih sering duduk di depan
komputer
C. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
DS:
- Klien mengatakan tidak bisa BAB selama 5 hari
- Klien mengatakan perut terasa penuh
- Klien mengatakan tidak suka makan sayur, buah dan jarang minum.
- Klien lebih suka makanan fastfood dan minuman bersoda
- Klien mengatakan pola BAB biasanya 2 hari sekali dengan konsistensi keras
- Klien tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya
- Klien memiliki alergi terhadap obat-obat pencahar seperti dulcolax
DO:- Abdomen tampak cembung
dan teraba seperti adanya massa di abdomen kiri
Makanan rendah serat, immobilisasi, cairan yang
kurang
Masuk ke lambung
Masuk ke usus halus
Masuk ke usus besar (colon)
Terjadi proses penyerapan air lebih banyak di colon dan
pembentuk bahan buangan sisa makanan atau tinja
Kontraksi kolon mendorong tinja ke rectum
Tinja berbentuk padat, keras
Gangguan eliminasi fecal: konstipasi
27
bawah- Suhu: 36, 8°C/ axsilla- Nadi: 88x/ menit, radial,
kuat, teratur- Tekanan darah: 110/ 70
mmHg, di lengan kiri - RR: 20x/ menit - Bising usus: 5x/ mnt- Aktivitas klien lebih sering
duduk di depan komputer
dan kering
Konstipasi
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Konstipasi berhubungan dengan kurangnya asupan serat.
III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
28
NO DIAGNOSA KEPERAWATANRENCANA PERAWATAN
IMPLEMENTASITUJUAN INTERVENSI RASIONAL1. Konstipasi berhubungan dengan
kurangnya asupan serat. Yang ditandai dengan:
DS: Klien mengatakan tidak bisa
BAB selama 5 hari Klien mengatakan perut terasa
penuh Klien mengatakan tidak suka
makan sayur, buah dan jarang minum.
Klien lebih suka makanan fastfood dan minuman bersoda
Klien mengatakan pola BAB biasanya 2 hari sekali dengan konsistensi keras
Klien tidak memiliki riwayat penyakit jantung dan penyakit degeneratif lainnya
Klien memiliki alergi terhadap obat-obat pencahar seperti dulcolax.
DO: Abdomen tampak cembung dan
teraba seperti adanya massa di abdomen kiri bawah
Suhu : 36, 8°C/ axilla Nadi : 88x/ i, radial, kuat,
teratur Tekanan darah: 110/ 70 mmHg,
di lengan kiri RR : 20x/ i Bising usus: 5x/ i Aktivitas klien lebih sering
duduk di depan komputer.
Konstipasi teratasi dengan:Tujuan jangka pendek:Menunjukkan pola BAB yang normal dengan kriteria: Klien melaporkan
pengeluaran feses yang berbentuk padat dan lembut tanpa disertai mengedan pada 24 jam kedepan
Klien akan meminum setidaknya 1500ml cairan pada 8 jam kedepan
Tujuan jangka panjang:Klien akan membuat keputusan tentang diet untuk mencegah konstipasi dengan kriteria:
- Klien akan meningkatkan asupan serat pada dietnya
1.Kaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi
2.Anjurkan klien mengkonsumsi minuman yang tepat, jus buah, dan air putih
3.Berikan PendKes tentang diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat4. Anjurkan melakukan latihan fisik5.Anjurkan untuk tidak memaksakan diri mengedan saat buang air besar 6. Lakukan huknah (bila upaya di atas tidak efektif)
1.Berguna untuk mengetahui penyebab konstipasi sehingga akan tepat dalam memberikan tindakan keperawatan.2.Asupan cairan paling sedikit 1500ml diperlukan untuk mencegah feses yang kering dan keras3.Menambah pengetahuan klien tentang pentingnya serat dalam pembentukan feses4. Dapat meningkatkan peristaltik usus5. Menghindari resiko terjadinya haemorroid
6. Merangsang buang air besar atau merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan feses karena kesulitan untuk defekasi (pada pasien sembelit).
1.Mengkaji perubahan faktor yang mempengaruhi masalah eliminasi
2.Menganjurkan klien mengkonsumsi minuman yang tepat, jus buah, dan air putih
3.Memberikan PendKes tentang diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat4. Menganjurkan melakukan latihan fisik5.Menganjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam buang air besar (mengedan)
6. Melakukan huknah
29
IV. EVALUASI
a. Klien dapat membuat kemajuan yang baik dalam memilih makanan yang tinggi serat,
rendah lemak pada dietnya
b. Klien dapat meningkatkan pola aktivitas
c. Klien dapat mengeluarkan feses yang berbentuk secara teratur
31
BAB IV
KESIMPULAN
Kontipasi bersifat relatif, tergantung pada konsistensi tinja, frekuensi buang air besar dan
kesulitan keluarnya tinja. Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa
berkurangnya frekuensi buang air besar, sensasi tidak puasnya buang air besar, terdapat rasa
sakit, harus mengejan atau feses keras.
Faktor yang mempengaruhi konstipasi antara lain perilaku atau kebiasaan defekasi, diet
(makanan yang mempengaruhi defekasi), makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari
dan pola makan yang teratur atau tidak, cairan (jumlah dan jenis minuman/ hari), aktivitas
(kegiatan sehari-hari), penggunaan obat, kegiatan yang spesifik, stres, pembedahan/ penyakit
menetap, dll.
Dari masalah tersebut dapat dilakukan beberapa tindakan, antara lain:
1. Meningkatkan asupan cairan dengan banyak minum
2. Diet yang seimbang dan makan bahan makanan yang banyak mengandung serat
3. Melakukan latihan fisik, misalnya melatih otot perut
4. Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam buang air besar
5. Berika obat laksantif, misalnya dulcolax
6. Lakukan huknah
Huknah adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asendens dengan
menggunakan kanula usus. Huknah terdiri dari: huknah tinggi dan huknah rendah.
Pada prinsipnya huknah bertujuan untuk:
a. Mengosongkan usus pada pra-pembedahan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
selama operasi berlangsung, seperti BAB.
b. Merangsang buang air besar atau merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan feses
karena kesulitan untuk defekasi (pada pasien sembelit).
32
DAFTAR PUSTAKA
Aziz Alimul Hidayat, S.Kp. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta:
EGC
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Jakarta: EGC
Carol Taylor Et All. 1997. Fundamental Of Nursing. Raven Washington: Lippincott
Nettina, Sandra M. 1996. Manual Of Nursing Practice 6 Th edition. Raven Publishers:
Lippinciott
Potter, Perry. 2010. Fundamental of Nursing. Jakarta: Salemba Medika
Patricia A. Potter Et All. 1992. Fundamental Of Nursing, Concepts Process & Practice Third
Edition. Year Book Washington: Mosby
Priscilla Lemone. 1996. Medical Surgical Nursing, Critical Thinking In Client Care. Addisson
Wesley Nursing.
St. Louis. 2008. Nursing Outcomes Classification Edisi 4. America: Mosby
Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran. Jakarta: EGC
Siregar, c. Trisa. 2004. Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB. Sumatra Utara: Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Johnson M., Meridean, M., Moorhead. 2001. NANDA, NOC, and NIC Linkages. America: Mosby
Website
Anonim. 2007. http://911medical.blogspot.com. Yang diakses pada tanggal 8 Oktober 2011
pukul 16:00 wib
Harnawatiaj. 2008. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fecal. [Online]. Tersedia.
http://harnawatiaj.wordpress.com. [8 Oktober 2011]
33