Makalah 6 Fix

31
BAB I PENDAHULUAN Sejak permulaan sejarah yang tersurat mengenai umat manusia, sudah dikenal hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu sang pengobat dan penderita. Dalam zaman modern, hubungan ini disebut hubungan kesepakatan terapeutik antara dokter dan penderita (pasien) yang dilakukan dalam suasana saling percaya mempercayai (konfidensial) serta senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani. Sejak terwujudnya sejarah kedokteran, seluruh umat manusia mengakui serta mengetahui adanya beberapa sifat mendasar (fundamental) yang melekat secara mutlak pada diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu sifat ketuhanan, kemurnian niat, keluhuran budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmiah dan sosial, serta kesejawatan yang tidak diragukan. Inhotep dari Mesir, Hippocrates dari Yunani, Galenus dari Roma, merupakan beberapa ahli pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan sendi-sendi permulaan untuk terbinanya suatu tradisi kedokteran yang mulia. Beserta semua tokoh dan organisasi kedokteran yang tampil ke forum internasional, kemudian mereka bermaksud mendasarkan tradisi dan disiplin kedokteran tersebut alas suatu etik profesional. Etik tersebut, sepanjang masa mengutamakan penderita yang berobat serta demi keselamatan dan kepentingan penderita. Etik ini 1

description

FORENSIIKK

Transcript of Makalah 6 Fix

Page 1: Makalah 6 Fix

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak permulaan sejarah yang tersurat mengenai umat manusia, sudah dikenal

hubungan kepercayaan antara dua insan yaitu sang pengobat dan penderita. Dalam zaman

modern, hubungan ini disebut hubungan kesepakatan terapeutik antara dokter dan penderita

(pasien) yang dilakukan dalam suasana saling percaya mempercayai (konfidensial) serta

senantiasa diliputi oleh segala emosi, harapan dan kekhawatiran makhluk insani.

Sejak terwujudnya sejarah kedokteran, seluruh umat manusia mengakui serta

mengetahui adanya beberapa sifat mendasar (fundamental) yang melekat secara mutlak pada

diri seorang dokter yang baik dan bijaksana, yaitu sifat ketuhanan, kemurnian niat, keluhuran

budi, kerendahan hati, kesungguhan kerja, integritas ilmiah dan sosial, serta kesejawatan

yang tidak diragukan.

Inhotep dari Mesir, Hippocrates dari Yunani, Galenus dari Roma, merupakan

beberapa ahli pelopor kedokteran kuno yang telah meletakkan sendi-sendi permulaan untuk

terbinanya suatu tradisi kedokteran yang mulia. Beserta semua tokoh dan organisasi

kedokteran yang tampil ke forum internasional, kemudian mereka bermaksud mendasarkan

tradisi dan disiplin kedokteran tersebut alas suatu etik profesional. Etik tersebut, sepanjang

masa mengutamakan penderita yang berobat serta demi keselamatan dan kepentingan

penderita. Etik ini sendiri memuat prinsip-prinsip, yaitu: beneficence, non maleficence,

autonomy dan justice.

Etik kedokteran sudah sewajarnya dilandaskan alas norma-norma etik yang mengatur

hubungan manusia umumnya, dan dimiliki asas-asasnya dalam falsafah masyarakat yang

diterima dan dikembangkan terus. Khusus di Indonesia, asas itu adalah Pancasila yang sama-

sama kita akui sebagai landasan Idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan

struktural.

Dengan maksud untuk lebih nyata mewujudkan kesungguhan dan keluhuran ilmu

kedokteran, para dokter Indonesia baik yang tergabung secara profesional dalam Ikatan

Dokter Indonesia, maupun secara fungsional terikat dalam organisasi bidang pelayanan,

pendidikan serta penelitian kesehatan dan kedokteran, dengan Rakhmat Tuhan Yang Maha

Esa, telah merumuskan Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).

1

Page 2: Makalah 6 Fix

BAB II

SKENARIO KASUS

Seorang pasien bayi dibawa orang tuanya datang ke tempat praktek dokterA, seorang

dokter anak. Ibu pasien bercerita bahwa ia adalah pasien seorang dokter obsgin B sewaktu

melahirkan, dan anaknya menderita penyakit atau cedera sewaktu lahir dan dirawat disana.

Sepuluh hari pasca lahir orang tua bayi menemukan benjolan dipundak kanan bayi.

Setelah diperiksa oleh dokter anak A dan pemeriksaan radiologi sebagai

penunjangnya, pasien dinyatakan menderita fraktur klavikula kanan yang sudah berbentuk

kalus. Kepada dokter A mereka meminta kepastian apakah benar terjadi patah tulang

klavikula, dan kapan kira-kira terjadinya. Bila benar bahwa patah tulang tersebut terjadi

sewaktu kelahiran, mereka akan menuntut dokter B karena telah mengakibatkan patah tulang

dan C karena lalai tidak dapat mendiagnosisnya. Mereka juga menduga bahwa dokter C

kurang kompeten sehingga sebaiknya ia merawat anaknya ke dokter A saja. Dokter A

berpikir apa yang sebaiknya ia katakan.

2

Page 3: Makalah 6 Fix

BAB III

PEMBAHASAN

I. Aspek Hukum

Beberapa undang-undang yang mengatur mengenai kelalaian medik pada kasus ini adalah

sebagai berikut:

    KUH Perdata Pasal 1365

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,

mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti

kerugian tersebut.

    KUH Perdata Pasal 1366

Setiap orang bertanggung-jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan

perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-

hatiannya

    KUH Perdata Pasal 1367

Seorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya

sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang

menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah

pengawasannya.

Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 55

(1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan

tenaga kesehatan.

KUH Perdata Pasal 1371

Penyebab luka atau cacatnya sesuatu anggota badan dengan sengaja atau karena

kurang hati-hati memberikan hak kepada si korban untuk selain penggantian biaya-

biaya penyembuhan, menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau

cacat tersebut. Juga penggantian kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan

kemampuan kedua belah pihak, dan menurut keadaan.

3

Page 4: Makalah 6 Fix

Pasal 7 Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kewajiban

pelaku usaha adalah:

o Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan.

o Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau

jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Di bidang pidana juga ditemukan pasal-pasal yang menyangkut kelalaian, yaitu :

KUHP Pasal 360

(1) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain

mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun

atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

(2) Barangsiapa karena kesalahannya (kelalaiannya) menyebabkan orang lain luka-

luka sedemikianrupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan

jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling

lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda

paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

KUHP Pasal 361

Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu

jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah

dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan,

dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

4

Page 5: Makalah 6 Fix

II. Kode Etik

Etik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas.1 Kata etik atau etika berasal

dari dua kata bahasa Latin, yaitu kata mores dan ethos. Umumnya sebagai rangkaian :

mores of community (kesopanan masyarakat) dan ethos of the people (akhlak manusia).

Mengenai etik kedokteran ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Etik jabatan kedokteran (medical ethics)

2. Etik asuhan kedokteran (ethics of the medical care)

Etik jabatan kedokteran menyangkut masalah yang berhubungan dengan sikap

para dokter terhadap sejawat, para pembantunya serta terhadap masyarakat dan

pemerintah. Dalam hal ini sebenarnya setiap profesi mempunyai etikanya masing-masing

sehingga dikenal juga etik kehakiman, etik kewartawanan, dan sebagainya. Etik asuhan

kedokteran, yang merupakan etik kedokteran dalam kehidupan sehari-hari, adalah

peraturan tentang sikap dan tindakan seorang dokter terhadap penderita yang menjadi

tanggung jawabnya.

Dapat dikatakan bahwa etik jabatan termasuk mores, sedangkan etik asuhan

termasuk ethos. Akan tetapi, harus ditekankan bahwa kedua istilah tersebut saling

berkaitan satu sama lain.2

Etika menyangkut manusia secara pribadi atau sebagai individu dan etika

menyangkut juga manusia dalam hubungan-hubungan sosialnya. Dalam konteks sosial,

etika secara khusus penting dalam pelaksanaan profesi karena melalui profesinya

manusia mengerjakan sesuatu terhadap masyarakat atauy sesama tertentu yang bisa

membawa kebaikan atau keburukan untuk mereka.3

III.Etika Kedokteran

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu

sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas.

Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu

keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules

dibawahnya. Keempat kaidah dasar moral tersebut adalah :4

5

Page 6: Makalah 6 Fix

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak

otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian

melahirkan doktrin informed consent.

2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan

ke kebaikan pasien. Dalam beneficence tidak hanya dikenal perbuatan untuk kebaikan

saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih besar daripada sisi

buruknya (mudharat).

3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan paasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau

“above all do no harm”.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).

Dari empat kaidah dasar moral tersebut, yang utama adalah prinsip non-maleficence

dimana terdapat makna “do no harm” artinya tindakan medis yang dilakukan oleh seorang

dokter tidak boleh memperburuk kondisi pasien. Namun dari semua prinsip tersebut yang

mempunyai peran paling penting adalah prinsip otonomi karena pada akhirnya prinsip

otonomi merupakan penentu suatu tindakan medis dilakukan atau tidak melalui adanya

informed consent.

Pada kasus ini, prinsip otonomi yang dimiliki pasien yang merupakan seorang bayi

tidak berlaku dan diambil alih oleh orang tuanya karena bayi tersebut dianggap belum

kompeten atau belum mampu mengambil keputusan. Sehingga dokter A harus membuat

informed consent dan menjelaskan kepada orang tua pasien mengenai tindakan medis yang

akan dilakukan.

IV.Hubungan Dokter-Pasien

Jenis hubungan dokter-pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran,

sebagai konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atau

rambu-rambu hubungan tersebut.4

Pada awalnya hubungan dokter – pasien adalah hubungan yang bersifat paternalistik,

dengan prisip moral beneficience. Sifat hubungan paternalistik ini kemudian dinilai telah

6

Page 7: Makalah 6 Fix

mengabaikan nilai otonomi pasien, dan dianggap tidak sesuai dengan perkembangan

moral (orang barat) saat ini, sehingga berkembanglah teori kontraktual (sekitar tahun

1972-1975). Konsep ini muncul dengan merujuk kepada teori social contract di bidang

politik. Veatch (1972) mengatakan bahwa dokter dan pasien adalah pihak-pihak yang

bebas, yang meskipun memiliki perbedaan kapasitas yang dalam membuat keputusan,

tetapi saling merhargai. Dokter akan mengemban tanggung jawab atas segala keputusan

teknis, sedangkan pasien tetap memegang kendali keputusan yang penting, terutama yang

terkait dengan nilai moral dan gaya hidup pasien. Hubungan kontrak mengharuskan

terjadinya pertukaran informasi dan negosiasi sebelum terjadinya kesepakatan, namun

juga memberikan peluang kepada pasien untuk menyerahkan pengambilan keputusan

kepada dokter.4

Walaupun hubungan dokter pasien ini bersifat kontraktual, namun mengingatkan sifat

praktek kedokteran yang berdasarkan ilmu empiris, maka prestasi kontrak tersebut

bukanlah hasil yang akan dicapai (resultaat verbintennis) melainkan upaya nya sungguh-

sungguh (inspaining verbintennis). Hubungan kontrak semacam ini harus dijaga dengan

peraturan perundang-undangan dan mengacu kepada suatu standard. Oleh karena itu sejak

sebelum Masehi telah ada code of Hammurabi yang mengancam dengan pidana dokter

yang karena salahnya telah mengakibatkan cedera atau matinya pasien.

Dengan menganggap bahwa teori kontrak telah terlalu menyederhanakan nilai

hubungan dokter-pasien maka smith dan newton (1984) lebih memilih hubungan yang

berdasarkan atas virtue sebagai ubungan yang paling cocok bagi hubungan dokter pasien.

Hubungan kontrak mereduksi hubungan dokter-pasien menjadi “peraturan” dan

“kewajiban” saja, sehingga dokter dianggap “baik” bila ia telah melakukan kewajiban

dan peraturan . Hubungan kontrak tidak lagi mengindahkan emphaty, compassion,

perhatian, keramahan, kemanusiaan, sikap saling mempercayai, itikad baik, dan lain-lain

yang merupakan bagian dari virtue-based ethics.

Hubungan dokter-pasien yang virtue-based dirumuskan bahwa hubungan itu

bertumbuh dan berkembangsedemikian rupa sehingga tidak salah satupun ketentuan yang

ditentukan pada pemulaan dapat menentukan masa depan. Komunikasi yang baik dokter-

pasien membutuhkan prinsip-prinsip moral, termasuk informed concent yang berasal dari

prinsip autonomy.

7

Page 8: Makalah 6 Fix

V. Hubungan Rekan Sejawat

Menurut Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) terdapat 4 kewajiban seorang

dokter dalam menjalani profesinya dan salah satunya itu adalah mengenai kewajiban

terhadap teman sejawat. Pasal-pasal dalam KODEKI yang mengatur mengenai kewajiban

terhadap teman sejawat adalah sebagai berikut: 4

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui

memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan

penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien.

Seorang dokter harus menghargai hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya dan hak

tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin

diperlakukan.

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Dalam kasus ini, diketahui pasien (bayi) menderita fraktur klavikula kanan yang oleh

ibunya dicurigai disebabkan karena kelalaian medis yang telah dilakukan oleh dokter B

dan dokter C. Tindakan kita sebagai dokter A tidak boleh langsung menghakimi dan

menyatakan kedua dokter tersebut lalai dan mendukung si ibu untuk menuntut mereka,

karena kita tidak tahu pasti kejadian yang telah dialami pasien sebelumnya dan tindakan

apa yang telah dilakukan kedua dokter tersebut. Selain itu, dokter B yang merupakan

dokter obsgyn dan dokter C yang merupakan dokter anak seharusnya cukup kompeten

untuk dapat mendiagnosa kelainan tersebut, kecil kemungkinan mereka untuk melakukan

kelalaian berdasarkan keilmuan dan kompetensi yang sudah mereka miliki.

Karena itu, jalan keluar terbaik adalah meminta si ibu untuk datang kembali kepada

dokter B dan dokter C untuk menanyakan langsung serta meminta penjelasan terhadap

kelainan yang terjadi pada si bayi, apakah fraktur terjadi saat kelahiran atau terjadi karena

trauma setelah lahir.

8

Page 9: Makalah 6 Fix

VI. Informed Consent

Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif

antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang

tidak akan dilakukan terhadap pasien. Tujuan dari informed consent adalah agar pasien

mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan

dilaksanakan. Jika dilihat dari aspek hukum, ini bukanlah perjanjian antara dua pihak,

melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.4

Perkembangan terakhir di Indonesia mengenai PTM adalah ditetapkannya Peraturan

Menteri Kesehatan No. 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik

(informed consent).

Informed consent dapat diberikan secara dua bentuk, yaitu:

Expressed atau dinyatakan.

o Dinyatakan secara lisan.

o Dinyatakan secara tertulis.

Implied atau tidak dinyatakan. Pada hal ini pasien tidak menyatakan baik secara lisan

maupun tertulis, namun melakukan tingkah laku yang menunjukkan jawabannya.

Informed consent memiliki lingkup terbatas pada hal-hal yang telah dinyatakan sebelumnya,

dan tidak dapat dianggap sebagai persetujuan atas semua tindakan yang akan dilakukan.

Dokter dapat bertindak melebihi dari yang telah disepakati hanya apabila dalam keadaan

gawat darurat dan keadaan tersebut membutuhkan waktu singkat untuk mengatasinya.

Informed consent memiliki tiga elemen, yaitu:

Threshold elements, yaitu pemberi consent harus seseorang yang kompeten, yang

berkapasitas untuk membuat keputusan medis. Secara hukum, seorang yang dianggap

kompeten adalah seorang yang telah dewasa (usia mencapai 21 tahun atau telah

pernah menikah), sadar, dan berada dalam keadaan mental yang tidak di bawah

pengampuan. Keadaan mental yang dianggap tidak kompeten adalah apabila seorang

memiliki penyakit mental sedemikian rupa, atau perkembangan mental yang

terbelakang sehingga kemampuan membuat keputusannya terganggu.

9

Page 10: Makalah 6 Fix

Information elements, terdiri dari dua bagian, yaitu disclosure (pengungkapan) dan

understanding (pemahaman). Informasi dapat dinilai “baik” untuk diberikan kepada

pasien dapat dilihat dari tiga standar, yaitu:

o Standar Praktek Profesi, bahwa kewajiban memberikan informasi dan criteria

keadekuatan informasi ditentukan bagaimana biasanya dilakukan dalam

komunitas tenaga medis.

o Standar Subjektif, bahwa keputusan harus didasarkan atas nilai-nilai yang

dianut oleh pasien secara pribadi, sehingga informasi yang diberikan harus

memadai pasien tersebut dalam membuat keputusan.

o Standar pada Reasonable Person, merupakan hasil kompromi dari kedua

standar sebelumnya, yaitu dianggap cukup apabila informasi yang diberikan

telah memenuhi kebutuhan orang awam.

Consent elements, terdiri dari dua bagian, voluntariness (kesukarelaan, kebebasan)

dan authorization (persetujuan). Kesukarelaan mengharuskan tidak ada tipuan,

misrepresentasi ataupun paksaan.

Informed consent tidak berlaku pada beberapa keadaan, sebagai berikut:

Keadaan darurat medis.

Ancaman terhadap kesehatan masyarakat.

Pelepasan hak memberikan consent (waiver).

Clinical privilege.

Pasien yang tidak kompeten memberikan consent.

Pada keadaan contextual circumstances, yaitu contohnya pada seorang yang dianggap

sudah pikun, memiliki mental lemah untuk menerima kenyataan, dan dalam keadaan terminal

sering mempengaruhi pola perolehan informed consent. Selain itu, pengaruh budaya

Indonesia atau budaya Timur juga sangat terasa, karena dalam budaya ini cenderung terjadi

penyerahan kuasa kepada pendapat umum di kelompoknya. Umumnya, keputusan medis

dipahami sebagai proses dalam keluarga, sehingga persetujuan tindakan medis umumnya

diberikan oleh keluarga dekat pasien oleh karena pasien cenderung untuk menyerahkan

permasalahan medisnya kepada keluarga terdekatnya. Hal ini juga terlihat pada rahasia

kedokteran.

10

Page 11: Makalah 6 Fix

HAL-HAL YANG DIINFORMASIKAN

Hasil Pemeriksaan

Pasien memiliki hak untuk mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan.

Apabila infomasi sudah diberikan, maka keputusan selanjutnya berada di tangan pasien.

 Risiko

Risiko yang mungkin terjadi dalam terapi harus diungkapkan disertai upaya antisipasi

yang dilakukan dokter untuk terjadinya hal tersebut.

 Alternatif

Dokter harus mengungkapkan beberapa alternatif dalam proses diagnosis dan terapi.

Ia harus dapat menjelaskan prosedur, manfaat, kerugian dan bahaya yang ditimbulkan dari

beberapa pilihan tersebut.

 Rujukan/ konsultasi

Dokter berkewajiban melakukan rujukan apabila ia menyadari bahwa kemampuan

dan pengetahuan yang ia miliki kurang untuk melaksanakan terapi pada pasien-pasien

tertentu. Pengadilan menyatakan bahwa dokter harus merujuk saat ia merasa tidak mampu

melaksanakan terapi karena keterbatasan kemampuannya dan ia mengetahui adanya dokter

lain yang dapat menangani pasien tersebut lebih baik darinya.

 Prognosis

            Pasien berhak mengetahui semua prognosis, komplikasi, sekuele, ketidaknyamanan,

biaya, kesulitan dan risiko dari setiap pilihan termasuk tidak mendapat pengobatan atau tidak

mendapat tindakan apapun. Pasien juga berhak mengetahui apa yang diharapkan dari dan apa

yang terjadi dengan mereka. Semua ini berdasarkan atas kejadian-kejadian beralasan yang

dapat diduga oleh dokter. Kejadian yang jarang atau tidak biasa bukan merupakan bagian dari

informed consent. 

11

Page 12: Makalah 6 Fix

PASIEN INKOMPETEN

Pada beberapa keadaan, pasien tidak dapat memutuskan sendiri. Karena dianggap tidak

berkompeten. Pasien yang tidak berkompeten atau inkompeten adalah mereka yang tidak

mampu membuat keputusan untuk diri mereka sendiri seperti anak, individu dengan

gangguan psikologi atau neurologi berat dan pasien yang tidak sadar. Mengikuti WMA

declaration of the patient, apabila pasien tidak mampu membuat keputusan untuk dirinya

sendiri, perlulah mendapat kebenaran dari wakilnya. Apabila tidak dapat ditemukan wakil

dan pasien memerlukan tindak medis segera,dokter perlulah memikirkan bahwa pasien sudah

bersetuju dengan tindakan yang bakal dilakukan melainkan telah tercatat bahwa pasien tidak

bersetuju dengan tindakan tersebut sebelumnya. Apabila pasien adalah anak, hak diberikan

kepada mereka yang bertanggung jawab terhadapnya. Namun, pasien harus ikut serta dalam

pembuatan keputusan dan memahami tindakan yang bakal dilakukan.

VII. Kelalaian Medik

Kelalaian medik adalah salah satu bentuk dari malpraktek medis, sekaligus merupakan

bentuk malpraktek medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi bila

seseorang melakukan sesuatu yang seharusnta tidak dilakukan atau tidak melakukan sesuatu

yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang mempunyanyai kualifikasi yang sama pada

keadaan yang sama. Perlu diingat bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-

orang bukanlah merupakan perbuatan yang dapat dihukum kecuali apabila dilakukan oleh

orang yang seharusnya (berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati dan telah

mengakibatkan kerugian atau cedera bagi orang lain.1,5

Pengertian istilah kelalaian medik tersirat dari pengertian malpraktek medis menurut

World Medical Association (1992), yaitu: “medical malpractice involves the physician’s

failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or lack of

skill, or negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to

the patient”. WMA mengingatkan pula bahwa tidak semua kegagalan medis adalah akibat

malpraktek medis. Suatu peristiwa buruk yang tidak dapat diduga sebelumnya

(unforeseeable) yang terjadi saat dilakukan tindakan medis yang sesuai standar tetapi

mengakibatkan cedera pada pasien tidak termasuk ke dalam pengertian malpraktek. “An

injury occurring in the course of medical treatment which could not be foreseen and was not

12

Page 13: Makalah 6 Fix

the result of the lack of skill or knowledge on the part of the treating physician is untoward

result, for which the physician should not bear any liability”.

Sebagaimana diuraikan di atas, di dalam suatu layanan medik dikenal gugatan ganti

kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian medik. Suatu perbuatan atau tindakan medis disebut

sebagai kelalaian apabila memenuhi empat unsur di bawah ini:

1) Duty. Dasar dari adanya kewajiban ini adalah adanya hubungan kontraktual-

profesional antara tenaga medis dengan pasiennya, yang menimbulkan kewajiban

umum sebagai akibat dari hubungan tersebut dan kewajiban profesional bagi tenaga

medis tersebut.

2) Dereliction of the duty. Dalam menilai kewajiban dalam bentuk suatu standar

pelayanan tertentu, harus ditentukan terlebih dahulu tentang kualifikasi si pemberi

layanan (orang dan institusi), pada situasi seperti apa dan pada kondisi bagaimana.

Suatu standar pelayanan umumnya dibuat berdasarkan syarat minimal yang harus

diberikan atau disediakan (das sein), namun kadang-kadang suatu standar juga

melukiskan apa yang sebaiknya dilakukan atau disediakan (das sollen). Dalam hal ini

harus diperhatikan adanya Golden Rule yang menyatakan “What is right (or wrong)

for one person in a given situation is similarly right (or wrong) for any other in an 

identical situation”. 

3) Damage. Yang dimaksud dengan kerugian adalah segala sesuatu yang dirasakan oleh

pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan/kedokteran yang diberikan oleh

pemberi layanan. Jadi, unsur kerugian ini sangat berhubungan erat dengan unsur

hubungan sebab-akibatnya. Kerugian dapat berupa kerugian materiel dan kerugian

immateriel. Kerugian yang materiel sifatnya dapat berupa kerugian yang nyata dan

kerugian sebagai akibat kehilangan kesempatan. Kerugian yang nyata adalah “real

cost” atau biaya yang dikeluarkan untuk perawatan/pengobatan penyakit atau cedera

yang diakibatkan, baik yang telah dikeluarkan sampai saat gugatan diajukan maupun

biaya yang masih akan dikeluarkan untuk perawatan/pemulihan. Kerugian juga dapat

berupa kerugian akibat hilangnya kesempatan untuk memperoleh penghasilan (loss of

opportunity). Kerugian lain yang lebih sulit dihitung adalah kerugian immateriel

sebagai akibat dari sakit atau cacat atau kematian seseorang.

13

Page 14: Makalah 6 Fix

4) Direct causal relationship. Dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab-akibat antara

penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya merupakan “proximate

cause”.

Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya keempat

unsur di atas, dan apabila salah satu saja diantaranya tidak dapat dibuktikan maka gugatan

tersebut dapat dinilai tidak cukup bukti.

VIII. Dampak Penuntutan Hukum

Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa

melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan

Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban (etik dan disiplin

profesinya). Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas,

profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi

yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan

kedokteran. MKEK dalam perjalanannya telah diperkuat dengan landasan hukum yang diatur

dalam UU No.18 tahun 2002 tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),

lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No.29/2004, akan menjadi majelis yang

menyidangkan dugaan/pelanggaran disiplin profesi kedokteran. MKDKI bertujuan

menegakkan disiplin dokter atau dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik kedokteran.

Domain atau yurisdiksi MKDKI adalah “disiplin pofesi”, yaitu permasalahan yang timbul

akibat dari pelanggaran seseorang professional atas peraturan internal profesinya, yang

menyimpangi apa yang diharapkan akan dilakukan oleh orang (profesional) dengan

pengetahuan dan ketrampilan yang rata-rata. Dalam hal MKDKI dalam sidangnya

menemukan adanya pelanggaran etika, maka MKDKI akan meneruskan kasus tersebut

kepada MKEK.

Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses

persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya

berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI,sedangkan gugatan

perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan

14

Page 15: Makalah 6 Fix

umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat

diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa dipengadilan tanpa adanya keharusan saling

berhubungan diantara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK

belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.

Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan

anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai

penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian

sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap

berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.

Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh:

Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait

(pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya

yang dibutuhkan.

Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah / brevet

dan pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin

Praktek Tenaga Medis, Perijinan Rumah Sakit tempat kejadian, bukti hubungan

dokter dengan Rumah Sakit, hospital by laws SOP dan SPM setempat, rekam medis,

dan surat-surat lain yang berkaitan dengan kasusnya.

Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak

dapat dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam

bentuk permintaan keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan

kesaksian ahli di pemeriksaan penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan

tentang jalannya persidangan dan putusan MKEK. Eksekusi Putusan MKEK Wilayah

dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi

yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan kepada Dinas Kesehatan

setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima keterangan telah

menjalankan putusan.

15

Page 16: Makalah 6 Fix

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Etik adalah cabang ilmu filsafat yang mempelajari moralitas. Etik harus dibedakan dengan

sains yang mempelajari moralitas, yaitu etik deskriptif. Etik deskriptif mempelajari

pengaturan empiris tentang moralitas atau menjelaskan pandangan moral yang saat itu

berlaku tentang issue-issue tertentu.

Etik terbagi ke dalam etik normatif dan metaetik (etik analitik). Pada etik normatif,

para filosof mencoba menegakkan apa yang benar secara moral dan mana yang salah secara

moral dalam kaitannya dengan tindakan manusia. Pada metaetik, para filosof memperhatikan

analisis kedua konsep moral di atas.

Bioetika adalah salah satu cabang dari etik normatif di atas. Bioetik atau biomedical

ethics adalah etik yang berhubungan dengan praktek kedokteran dan atau penelitian di bidang

biomedics.

Etika kedokteran

Di dalam menentukan tindakan di bidang kesehatan atau kedokteran, selain

mempertimbangkan keempat kebutuhan dasar (kebutuhan fisiologis, kebutuhan psikologis,

kebutuhan sosial, kebutuhan kreatif dan spiritual), keputusan hendaknya juga

mempertimbangkan hak-hak asasi pasien. Pelanggaran atas hak pasien akan mengakibatkan

juga pelanggaran atas kebutuhan dasar di atas, terutama kebutuhan kreatif dan spiritual

pasien.

Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar-salahnya suatu

sikap dan atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian

baik, buruk, benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang

cukup banyak jumlahnya. Terdapat dua teori etika yang paling banyak dianut orang adalah

teori deontologi dan teleologi. Deontologi mengajarkan bahwa baik-buruknya suatu

perbuatan harus dilihat dari perbuatannya itu sendiri (I Kant), sedangkan teleologi

mengajarkan untuk menilai baik-buruk tindakan dengan melihat hasilnya atau akibatnya (D

huma, J Bentham, JS Mills). Deontologi lebih mendasarkan pada ajaran agama, tradisi, dan

budaya, sedangkan teleologi lebih kepada azas manfaat (aliran utilitarian).

16

Page 17: Makalah 6 Fix

Beauchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai ke suatu

keputusan etik diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle) dan beberapa rules

dibawahnya. Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak

otonomi pasien (the rights to self determination). Prinsip moral inilah yang kemudian

melahirkan doktrin informed consent.

2. Prinsip beneficience, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang

ditujukan ke kebaikan pasien. Dalam beneficience tidak hanya dikenal perbuatan

untuk kebaikan saja, melainkan juga perbuatan yang sisi baiknya (manfaat) lebih

besar daripada sisi buruknya.

3. Prinsip non-maleficience, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang

memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai “primum non nocere” atau

“above all do no harm”.

4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam

bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice).

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, dan terbuka), privacy

(menghormati hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien), fidelity

(loyalitas dan promise keeping).

Selain prinsip atau kaidah dasar moral di atas yang harus dijadikan pedoman dalam

mengambil keputusan klinis, professional kedokteran juga mengenal etika profesi sebagai

panduan dalam bersikap dan berperilaku (code of ethical conduct). Nilai-nilai dalam etika

profesi tercermin di dalam sumpah dokter dank ode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan

suatu “kontrak moral” antara dokter dengan Tuhan sang penciptanya, sedangkan kode etik

kedokteran berisikan “kontrak kewajiban moral” antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu

masyarakat profesinya.

Kode Etik Kedokteran Indonesia

Kodeki terdiri dari 4 kewajiban, yaitu kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien,

kewajiban terhadap teman sejawat dan kewajiban terhadap diri sendiri. Bunyi pasal-pasalnya

adalah sbb:

1. Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, dan mengamalkan sumpah

dokter.

17

Page 18: Makalah 6 Fix

2. Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan

standar yang tertinggi.

3. Dalam melaksanakan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh

dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan

kemandirian profesi.

4. Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

5. Setiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemakan daya tahan psikis

maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah

memperoleh persetujuan pasien.

6. Setiap dokter senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap

penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-

hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

7. Setiap dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa

sendiri kebenarannya.

7a. Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan

medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa

kasih sayang (compassion) dan penghormatan atau martabat manusia.

7b. Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan

sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki

kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau

penggelapan, dalam menangani pasien.

7c. Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak

tenaga kesehatan lainnya dan harus menjaga kepercayaan pasien.

7d. Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup

makhluk insani.

8. Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan

masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang

menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitative), baik fisik maupun

psiko-sosial,, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang

sebenar-benarnya

18

Page 19: Makalah 6 Fix

9. Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan

bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

10. Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan

keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ia tidak mampu melakukan

suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib

merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

11. Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat

berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam

masalah lainnya.

12. Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang

seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

13. Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas

perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu

memberikannya.

14. Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia ingin

diperlakukan

15. Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali

dengan persetujuan atauberdasarkan prosedur yang etis.

16. Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik.

17. Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi kedokteran/kesehatan.

19

Page 20: Makalah 6 Fix

BAB V

KESIMPULAN

Pada kasus ini, didapatkan orang tua dari pasien bayi baru lahir yang diduga

menderita fraktur klavikula kanan yang tidak diketahui kapan terjadinya. Orangtua bayi

datang ke dokter A untuk meminta kejelasan apakah fraktur tersebut disebabkan oleh

kelalaian dokter B dan C dan jika memang benar, orangtua bayi akan menuntut kedua dokter

tersebut.

Yang dapat kita lakukan sebagai dokter A adalah menjalankan prosedur pemeriksaan

secara benar untuk memastikan apakah benar terjadi patah tulang klavikula pada bayi, dan

menjelaskan kondisi pasien sejujurnya pada orangtua bayi tanpa menyalahkan pihak tertentu.

Sebagai dokter, kita tidak boleh menyalahkan rekan sejawat karena itu melanggar kewajiban

dokter terhadap teman sejawat. Yang dapat kita lakukan adalah menginformasikan kepada

orang tua tentang kondisi pasien dan selanjutnya menyarankan orang tua untuk kembali pada

dokter B dan C agar mengklarifikasikan kondisi yang terjadi pada pasien bayi tersebut.

20

Page 21: Makalah 6 Fix

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

1. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik Dan Hukum Kedokteran. 2nd ed. Jakarta:

Pustaka Dwipar; 2007. p.24

2. Samil RS. Etika Kedokteran Indonesia. 2nd ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo; 2001. p.6

3. Bertens K. Etika Biomedis. Yogyakarta: Kanisius; 2011. P. 35-6

4. Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik Dan Hukum Kedokteran. 2nd ed. Jakarta:

Pustaka Dwipar; 2007. p. 79-85.

5. Sampurna B. Kelalaian Medik. Available at: http://www.freewebs.com/kelalaianmedik.

Accessed on April 18, 2013.

21