53146209 Neuralgia Trigeminal
-
Upload
syairah-banu-djufri -
Category
Documents
-
view
114 -
download
3
description
Transcript of 53146209 Neuralgia Trigeminal
PENDAHULUAN
Definisi
Neuralgia trigeminal merupakan suatu keluhan serangan nyeri wajah satu sisi
yang berulang. Disebut trigeminal neuralgia, karena nyeri di wajah ini terjadi pada
satu atau lebih saraf dari tiga cabang saraf trigeminal. Saraf yang cukup besar ini
terletak di otak dan membawa sensasi dari wajah ke otak. Rasa nyeri disebabkan oleh
terganggunya fungsi saraf trigeminal sesuai dengan daerah distribusi persarafan salah
satu cabang saraf trigeminal yang diakibatkan oleh berbagai penyebab.
Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai
semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk.
Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena
setrum listrik.
Epidemiologi
Prevalensi penyakit ini diperkirakan sekitar 107.5 pada pria dan 200.2 pada
wanita per satu juta populasi. Penyakit ini lebih sering terjadi pada sisi kanan wajah
dibandingkan dengan sisi kiri (rasio 3:2), dan merupakan penyakit pada kelompok
usia dewasa (dekade enam sampai tujuh). Hanya 10 % kasus yang terjadi sebelum
usia empat puluh tahun.
Sumber lain menyebutkan, penyakit ini lebih umum dijumpai pada mereka
yang berusia di atas 50 tahun, meskipun terdapat pula penderita berusia muda dan
anak-anak.
Neuralgia trigeminal merupakan penyakit yang relatif jarang, tetapi sangat
mengganggu kenyamanan hidup penderita, namun sebenarnya pemberian obat untuk
mengatasi trigeminal neuralgia biasanya cukup efektif. Obat ini akan memblokade
sinyal nyeri yang dikirim ke otak, sehingga nyeri berkurang, hanya saja banyak orang
yang tidak mengetahui dan menyalahartikan neuralgia trigeminal sebagai nyeri yang
ditimbulkan karena kelainan pada gigi, sehingga pengobatan yang dilakukan tidaklah
tuntas
1
Klasifikasi
Neuralgia Trigeminal (NT) dapat dibedakan menjadi:
1. NT Tipikal
2. NT Atipikal
3. NT karena Sklerosis Multipel
4. NT Sekunder
5. NT Paska Trauma
6. Failed Neuralgia Trigeminal
Bentuk-bentuk neuralgia ini harus dibedakan dari nyeri wajah idiopatik (atipikal) serta
kelainan lain yang menyebabkan nyeri kranio-fasial.
Etiologi
Mekanisme patofisiologis yang mendasari NT belum begitu pasti, walau sudah sangat
banyak penelitian dilakukan. Kesimpulan Wilkins, semua teori tentang mekanisme
harus konsisten dengan:
1. Sifat nyeri yang paroksismal, dengan interval bebas nyeri yang lama.
2. Umumnya ada stimulus 'trigger' yang dibawa melalui aferen berdiameter besar
(bukan serabut nyeri) dan sering melalui divisi saraf kelima diluar divisi untuk
nyeri.
3. Kenyataan bahwa suatu lesi kecil atau parsial pada ganglion gasserian atau
akar saraf sering menghilangkan nyeri.
4. Terjadinya NT pada pasien yang mempunyai kelainan demielinasi sentral.
Kenyataan ini tampaknya memastikan bahwa etiologinya adalah sentral dibanding
saraf tepi. Paroksisme nyeri analog dengan bangkitan dan yang menarik adalah sering
dapat dikontrol dengan obat-obatan anti kejang (karbamazepin dan fenitoin).
Tampaknya sangat mungkin bahwa serangan nyeri mungkin menunjukkan suatu
cetusan 'aberrant' dari aktivitas neuronal yang mungkin dimulai dengan memasukkan
input melalui saraf kelima, berasal dari sepanjang traktus sentral saraf kelima.
Patogenesis
Neuralgia trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang melibatkan sistem
persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus, tampaknya yang menjadi
etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di dekatnya yang mengalami
pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada pangkal tempat keluarnya
2
saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen kasus disebabkan oleh adanya
tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti meningioma, tumor epidermoid,
atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus karena sklerosis multipel. Ada sebagian
kasus yang tidak diketahui sebabnya. Menurut Fromm, neuralgia trigeminal bisa
mempunyai penyebab perifer maupun sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini, apapun
penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada nukleus/ inti
saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada saraf trigeminal.
Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan pengurangan inhibisi,
mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak terbendung akhirnya akan
menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial antidromik ini dirasakan oleh pasien
sebagai serangan nyeri trigerminal yang paroksismal. Stimulus yang sederhana pada
daerah pencetus mengakibatkan terjadinya serangan nyeri.
Gambaran Klinis
Serangan neuralgia trigeminal dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai
semenit. Beberapa orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk.
Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup kerap, berat, seperti nyeri saat kena
setrum listrik. Penderita neuralgia trigeminal yang berat menggambarkan rasa
sakitnya seperti ditembak, kena pukulan jab, atau ada kawat di sepanjang wajahnya.
Serangan ini hilang timbul dan bisa jadi dalam sehari tidak ada rasa sakit. Namun,
bisa juga sakit menyerang setiap hari atau sepanjang minggu kemudian, tidak sakit
lagi selama beberapa waktu. Neuralgia trigeminal biasanya hanya terasa di satu sisi
wajah, tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di
kedua sisi wajah dlm waktu bersamaan.
Diagnosis
Kunci diagnosis adalah riwayat. Umumnya, pemeriksaan dan tes neurologis (misalnya
CT scan) tak begitu jelas. Faktor riwayat paling penting adalah distribusi nyeri dan
terjadinya 'serangan' nyeri dengan interval bebas nyeri relatif lama. Nyeri mulai pada
distribusi divisi 2 atau 3 saraf kelima, akhirnya sering menyerang keduanya.
Biasanya, serangan nyeri timbul mendadak, sangat hebat, durasinya pendek (kurang
dari satu menit), dan dirasakan pada satu bagian dari saraf trigeminal, misalnya bagian
3
rahang atau sekitar pipi. Nyeri seringkali terpancing bila suatu daerah tertentu
dirangsang (trigger zone)
Trigger zones sering dijumpai di sekitar cuping hidung atau sudut mulut. Yang
unik dari trigger zone ini adalah rangsangannya harus berupa sentuhan atau tekanan
pada kulit atau rambut di daerah tersebut. Rangsang dengan cara lain, misalnya
dengan menggunakan panas, walaupun menyebabkan nyeri pada tempat itu, tidak
dapat memancing terjadinya serangan neuralgi. Pemeriksaan neurologis pada
neuralgia trigeminal hampir selalu normal.
Suatu varian neuralgia trigeminal yang dinamakan tic convulsive ditandai
dengan kontraksi sesisi dari otot muka yang disertai nyeri yang hebat. Keadaan ini
perlu dibedakan dengan gerak otot muka yang bisa menyertai neuralgi biasa, yang
dinamakan tic douloureux. Tic convulsive yang disertai nyeri hebat lebih sering
dijumpai di daerah sekitar mata dan lebih sering dijumpai pada wanita.
Tatalaksana
Sebagian besar obat yang digunakan pada penyakit ini mempunyai cukup banyak efek
samping. Penyakit ini juga terutama menyerang mereka yang sudah lanjut usia.
Karena itu, pemilihan dan pemakaian obat harus memperhatikan secara cermat
kemungkinan timbulnya efek samping. Dasar penggunaan obat pada terapi neuralgia
trigeminal dan neuralgia saraf lain adalah kemampuan obat untuk menghentikan
hantaran impuls aferen yang menimbulkan serangan nyeri.
Carbamazepine
Obat yang hingga kini dianggap merupakan pilihan pertama adalah carbamazepine.
Bila efektif maka obat ini sudah mulai tampak hasilnya setelah 4 hingga 24 jam
pemberian, kadang-kadang bahkan secara cukup dramatis. Dosis awal adalah 3 x 100
hingga 200 mg. Bila toleransi pasien terhadap obat ini baik, terapi dilanjutkan hingga
beberapa minggu atau bulan. Dosis hendaknya disesuaikan dengan respons
pengurangan nyeri yang dapat dirasakan oleh pasien. Dosis maksimal adalah 1200
mg/hari. Karena diketahui bahwa pasien bisa mengalami remisi maka dosis dan lama
pengobatan bisa disesuaikan dengan kemungkinan ini. Bila terapi berhasil dan
pemantauan dari efek sampingnya negatif, maka obat ini sebaiknya diteruskan hingga
sedikitnya 6 bulan sebelum dicoba untuk dikurangi. Bila nyeri menetap maka
sebaiknya diperiksa kadar obat dalam darah. Bila ternyata kadar sudah mencukupi
4
sedangkan nyeri masih ada, maka bisa dipertimbangkan untuk menambahkan obat
lain, misalnya baclofen. Dosis awal baclofen 10 mg/hari yang bertahap bisa dinaikkan
hingga 60 hingga 80 mg/hari.
Gabapentin
Gabapentin adalah suatu antikonvulsan baru yang terbukti dari beberapa uji coba
sebagai obat yang dapat dipertimbangkan untuk nyeri neuropatik. Obat ini mulai
dipakai di Amerika pada 1994, sebagai obat anti epilepsi. Waldeman menganjurkan
pemberian obat ini bila carbamazepin dan phenitoin gagal mengendalikan nyerinya.
Dosis awal 300 mg, malam hari, selama 2 hari. Bila tidak terjadi efek samping yang
mengganggu seperti pusing, ngantuk, gatal, dan bingung, obat dinaikkan dosisnya
setiap 2 hari dengan 300 mg hingga nyeri hilang atau hingga tercapai dosis 1800
mg/hari. Cara kerja gabapentin dalam menghilangkan nyeri masih belum jelas benar.
Yang pasti dapat dikemukakan adalah bahwa obat ini meningkatkan sintesis GABA
dan menghambat degradasi GABA. Karena itu, pemberian gabapentin akan
meningkatkan kadar GABA di dalam otak.
5
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS
Nama : Ny. M.S
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Pineleng Manado
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Bali
Tanggal MRS : 18 Juli 2009
Tanggal pemeriksaan : 19 Juli 2009
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Nyeri hebat pada wajah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri hebat pada wajah dialami penderita 1 hari yang lalu, terjadi secara tiba-
tiba. Nyeri dirasakan penderita seperti tersengat listrik terutama di daerah pipi kiri.
Nyeri bersifat konstan dan berlangsung beberapa detik. Nyeri dirasakan berkurang
apabila penderita berbaring. Nyeri bertambah hebat jika ditekan didaerah pipi.
Riwayat Penyakit Dahulu
Hipertensi terkontrol sejak 15 tahun yang lalu
Riwayat Kebiasaan
Penderita lebih dominan menggunakan tangan kanan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari, kebiasan merokok dan minum minuman beralkohol tidak pernah.
6
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Cukup
Kesadaran : Compos mentis
Tanda vital : Tensi : 160/100 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu badan : 36,7 oC
Kepala : Bentuk : Mesocephal
Mata : Pupil bulat isokor, diameter ± 2-3 mm, refleks
cahaya +/+, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterus
-/-
Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
Mulut : Bibir sianosis (-), deviasi lidah, uvula (-)
Telinga : Sekret (-)
Leher : Trakea letak di tengah, pembesaran KGB (-)
Thorax : Paru-paru : Inspeksi : Simetris kiri = kanan
Palpasi : Stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Auskultasi : Suara pernapasan vesikuler
Ronkhi -/-, wheezing -/-
Jantung : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : SI-SII normal, bising (-)
Abdomen : Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, hepar/lien : tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Extremitas : Akral hangat, edema (-)
Status Neurologis
Kesadaran (GCS) : E4 V5 M6
Tanda Rangsangan Meningeal : Kaku kuduk (-), TRM (-). Laseq (-), Kerniq (-)
7
Pemeriksaan N. Kranialis : kesan parese N. V sinistra
Status Motorik :
Status Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Gerakan Normal Normal Normal Normal
Kekuatan otot 5/5/5/5 5/5/5/5 5/5/5/5 5/5/5/5
Tonus otot Normal Normal Normal Normal
Status sensoris: sensibilitas kiri = sensibilitas kanan
Status otonom : BAB, BAK normal
LABORATORIUM
Eritosit : 5,5 x 106 mm3
Leukosit : 12.700
Trombosit : 275.000
Hb : 14,9 mg/dl
PCV : 46,8 %
Tatalaksana
Carbamazepine 3 x 200 mg (tab)
Ranitidine 2 x 150 mg (tab)
Captopril 3 x 25 mg (tab)
Ceftriaksone 2 x 1g (vial)
Bellarphen 3 x 1 tab
8
RESUME
Seorang penderita perempuan, umur 52 tahun, pekerjaan karyawan swasta,
dikonsulkan ke Bagian Rehabilitasi Medik RSU Prof. Kandou dengan keluhan utama
kelumpuhan anggota gerak kiri sejak ± 13 hari yang lalu. Kelumpuhan terjadi secara
perlahan-lahan saat penderita bangun dari tidur dan menghebat saat penderita
berjalan. Rasa keram-keram pada ekstremitas kiri (+). Rasa mual dan muntah (-),
kejang-kejang (-), penurunan kesadaran (-), bicara pelo (-), kesedakan waktu
makan/minum (-). BAB/BAK : biasa.
Riwayat penyakit dahulu : stroke (+) 3 tahun lalu, darah tinggi (+) 11 tahun
lalu tidak terkontrol, kencing manis (+) 5 tahun lalu tidak terkontrol, asam urat (+) 2
tahun yang lalu.
Pemeriksaan fisik :
GCS : E4 V5 M6
T : 170/110, N : 80 x/mnt, R : 24 x/mnt, Sb : 36,7 oC
Pupil bulat isokor, RC +/+, diameter ± 2-3 mm, TRM (-)
Indeks Barthel : 80 (ketergantungan sedang)
N. kranialis : Kesan N I-XII dalam batas normal
Sensorik : n ↓ n ↓
Motorik : KO : 5/5/5 5/5/5 TO : n n RF : n n RP : (-) 5/5/5 5/5/5 n n n n
Laboratorium :
Gula darah puasa : 180 mg/dL Ureum : 48 mg/dL
Total kolesterol : 187 mg/dL Kreatinin : 1,0 mg/dL
Trigliserida : 160 mg/dL SGPT : 14 U/L
Asam urat : 5,6 mg/dL SGOT : 16 U/L
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Hemiparesa sinistra e causa post stroke non hemoragik
reattack II
Diagnosis topis : Subkortikal
Diagnosis etiologis : Suspek trombosis
9
DAFTAR PUSTAKA
1. Harrisons. Principle of Internal Medicine 17th Edition. Publisher McGraw-Hill.
Philadelphia. 2008
2. Goetz. Textbook of Clinical Neurology 3rd Edition. Publisher Elsevier-
Saundres. 2007
3. Simon R. Clinical Neurology 7th Edition. Publisher McGraw-Hill.
Philadelphia. 2009
10