Daftar Usul Tunjangan Profesi Guru Triwulan IV Tahun 2013 Revisi3 (1)
5 Uji Jominy revisi3.doc
-
Upload
siti-aisyah -
Category
Documents
-
view
208 -
download
19
Transcript of 5 Uji Jominy revisi3.doc
BAB V
JOMINY TEST
5.1 PENDAHULUAN
Di dalam dunia engineering pengujian terhadap kemampukerasan suatu material
sangatlah penting. Penetahuan kemampukerasan berguna untuk menyeleksi kombinasi
yang tepat pada campuran logam dan perlakuan panas untuk meminimalisasi tegangan
panas dan distorsi dalam menghasilkan komponen pada perbedaan ukuran. Adapun
aplikasi pengujian jominy dalam dunia manufaktur adalah pada industri pembuatan roda
gigi. Sebagai contoh, kebanyakan industri manufaktur roda gigi menggunakan grafik
kekerasan untuk mengetahi tingkat kekerasan yang diperlukan untuk desain roda gigi
dengan pitch tertentu.
Jominy End-Quench Test adalah suatu metode untuk menguji sifat
kemampukerasan suatu matrial. Kemampukerasan mempunyai definisi yang berbeda
dengan kekerasan. Sedangkan kekerasan adalah kemampuan suatu material untuk
menahan penetrasi pada permukaannya. Kemampukerasan suatu material adalah
kemampuan suatu material untuk dikeraskan dalam yang ditandai dengan kemudahan
metrial tersebut untuk dibentuk martensitnya.
Data laju pendinginan pada umumnya berlaku untuk berbagai jenis baja karbon
dan baja paduan rendah, oleh karena memiliki berat jenis, kapasitas panas dan daya
hantar panas yang setara.
Selain dengan jominy end-quench test, kemampukerasan suatu material dapat
diperoleh dari diagram temperatur transformasi dan waktu (diagram TTT) dan diagram
pendinginan kontinu (CCT) dari pendinginan kritisnya.
Pada percobaan ini, batang baja bulat dengan ukuran tertentu dipanaskan pada
temperatur 8500 C dan penahanan selama 3 jam, agar kandungan karbonnya homogen
dengan austenit dan dicelup pada ujungnya dalam air dengan kecepatan aliran dan
tekanan tertentu. Makin besar laju pendinginan kritis makin panjang daerah celup dingin
pada pengujian Jominy, makin baik kemampukerasannya.
(www.industrialheating.com/CDA/ArticleInformation/features/BNP__Features__Item/)
5.2 TUJUAN
1. Melakukan percobaan Jominy
2. Mengetahui Hardenability atau kemampukerasan material baja
3. Mengetahui nilai kekerasan suatu material melalui kurva
kemampukerasan
5.3 DASAR TEORI
A. Baja : Kemampukerasan
Pengertian kekerasan dan kemampuankerasan (hardenability) adalah dua
hal yang berbeda. Kalau definisi Kemampukerasan adalah Sifat yang
menentukan kedalaman dan distribusi kekerasan yang dipengaruhi oleh proses
quenching dari kondisi austenitik. Sedangkan kekerasan adalah ukuran daripada
daya tahan terhadap deformasi plastik. Kemampukerasan dari sebuah materi baja
bergantung terutama pada (1) komposisi baja, (2) ukuran kesatuan berat
austenitic (the austenitic grain size), dan (3) Struktur baja sebelum di-
quenching.
Kekerasan baja setelah dicelup dingin umumnya tergantung pada
persentase karbonnya. Kekerasan baja akan meningkat seiring dengan
meningkatnya material kadar karbon sekitar 0.6 % C. Melewati atau meningkat
diatas 0.6 % setelah dicelup dingin nilai kekerasan baja juga meningkat tetapi
peningkatan gradien lebih kecil kalau kadar karbon meningkat. Umum diketahui
bahwa struktur martensit yang dinormalkan lebih keras daripada struktur ferit–
perlit atau perlit. Berikut kita lihat hubungan antara kekerasan dengan
meningkatnya kadar karbon dalam baja :
Gambar 5.1 Hubungan antara kekerasan maksimum dan kadar karbon
dalam baja karbon.(Van Vlack, Lawrence, hal 464)
Dari gambar diatas tampak bahwa kekerasan maksimum akibat martensit
dibandingkan dengan kekerasan yang ditimbulkan oleh struktur mikroperlit.
Untuk dapat mencapai kekerasan maksimum, harus dicegah terjadinya reaksi
γ→α + karbida selama penyemprotan.
( Van Vlack, Lawrence,hal.464)
Agar mendapatkan kekuatan dan keuletan pada baja, hal pertama yang
dilakukan pada material baja adalah mengeraskan dengan mencelup dingin.
Lebih utama memiliki 100 % martensit setelah dicelup dingin. Namun untuk
mendapatkan 100 % martensit material baja harus didinginkan pada pendinginan
tertentu yang lebih besar dari pendinginan kritis dari fasa austenit. Tetapi pada
umumnya bagi butiran austenit yang berukuran besar susah untuk mendapat laju
pendinginan yang lebih besar dari laju pendinginan kritis ditengah – tengahnya.
Kekerasan maksimun dapat dicapai dengan dengan membentuk martensit
100 %. Salah satunya adalah material baja bertransformasi lambat dari austenit
menjadi ferit dan karbida maka akan memiliki kemampukerasan yang besar.
Sebaliknya baja yang dengan cepat bertransformasi dari austenit menjadi ferit
dan karbida mempunyai kemampukerasan yang rendah karena dengan terjadinya
transformasi pada suhu tinggi, martensit tidak terbentuk. Kekerasan mendekati
maksimun dapat dicapai pada baja dengan kemampukerasan yang tinggi dengan
pencelupan sedang dan di bagian tengah baja dapat dicapai kekerasan yang
tinggi meskipun laju pendinginan lebih lambat.
Untuk dapat mencapai kekerasan maksimun karbon harus larut sempurna
dalam austenit. Laju pendinginan minimal yang dapat menghasilkan 100 %
martensit disebut kecepatan pendinginan atau pencelupan kritis. Selain itu harus
diusahakan agar jumlah austenit sisa dapat ditekan karena austenit akan
melunakkan struktur.
Mampukeras baja dapat diperoleh dari diagram temperatur transformasi
dan waktu (diagram TTT) dan diagram pendinginan kontinu (CCT) dari
pendinginan kritisnya, atau dengan pengujian Jominy yang dinamakan pengujian
celup dingin ujung (The Jominy End- Quench Test), untuk mendapatkan
panjang daerah celup dingin.
Pada percobaan ini, batang bulat dengan ukuran tertentu dipanaskan di
daerah austenit dan dicelup pada ujungnya dalam air dengan kecepatan aliran
dan tekanan tertentu. Ujung yang terkena air mengalami pendinginan yang
cepat, oleh karena itu mempunyai kekerasan maksimum untuk kadar karbon baja
yang sedang diuji. Makin besar laju pendinginan kritis makin panjang daerah
celup dingin pada pengujian Jominy, makin baik kemampu kerasannya.
Gambar 5.2 Spesimen untuk pengujian Jominy
(Materials Science and Engineering, W.D Callister, hal 326)
Gambar 5.3. a.Spesimen dan Kelengkapan end-quench hardenability test
b.Skema Ilustrasi dari end-quench hardenability test.
(William Smith, hal 519)
Penambahan B sebanyak 0,0005 – 0,005 % sangat memperbaiki mampu
keras, tetapi masih belum mencapai laju pendinginan kritis. Faktor lain pada
mampu keras adalah ukuran butir austenit. Makin besar ukuran butir austenit
makin baik pengaruhnya terhadap mampu keras, karena transformasi
proeutektoid dan perlit terjadi pada batas butir austenit, sehingga makin banyak
batas butir makin banyak tempat pengintian , jadi transformasi demikian mudah
terjadi. Kalau luas batas butir mengecil maka transformasi berkurang, hal ini
menyebabkan mudah terjadinya transformasi austenit.
(Pengetahuan Bahan Teknik,Tata Surdia dan Shinroku Saito, edisi 5)
Gambar 5.4 Jarak dari ujung yang dicelup (jarak jominy).
(Ilmu dan teknologi Bahan, edisi 5, Van Vlack, Hal 465)
Ujung yang terkena air mengalami pendinginan yang sangat cepat, oleh
karena itu mempunyai kekerasan maksimum untuk kadar karbon baja yang
sedang diuji. Laju pendinginan pada titik – titik menjauhi ujung celup lebih
rendah. Oleh karena itu nilai kekerasannya pun lebih rendah. Data laju
pendinginan pada gambar 5.5 pada umumnya berlaku untukberbagai jenis baja
karbon dan baja paduan rendah karena memiliki berat jenis, kapasitas panas dan
daya hantar panas yang setara, ketiga sifat ini mempengaruhi difusivitas termal.
Gambar 5.5
Hubungan antara laju pendinginan dan jarakdari ujung yang dicelup pada batang
Jominy.
(Ilmu dan teknologi Bahan, edisi 5, Van Vlack, Hal 466)
Gambar 5.6 Korelasi antara Mampu Keras dan Pendinginan Kontinu untuk
campuranbesi-karbon pada komposisi eutectoid.
(Materials Science and Engineering, W.D Callister, hal 327)
Bagi setiap jenis baja terdapat hubungan langsung dan konsisten antara
kekerasan dan laju pendinginan. Akan tetapi hubungan ini tidak linier. Selain itu
landasan teori untuk analisa kuantitatif cukup rumit (mencakup variabel seperti :
unsur paduan, ketidakmurnian, besar butir, dan suhu austenitisasi).
Gambar 5.7 Diagram Transformasi isotermal untuk Dekomposisi austenit (SAE 1080)
(Sumber : William Callister D , Jr , Willey Jhon & Sons. Third edition. 1994 )
Selain dengan pengujian Jominy mampu keras baja juga dapat diperoleh
dari diagram temperatur transformasi dan waktu (diagram TTT), seperti yang
ditunjukkan pada gambar 5.7. Diagram TTT singkatan dari bahasa Inggris
Temperature, Time, dan Transformation. Dalam diagram itu suhu diukur secara
lurus pada garis vertical dan pada garis horizontal, waktu diukur secara
logaritmis. Untuk baja tertentu, grafik yang diperoleh secara demikian
menunjukkan permulaan dan akhir dari transformasi. Laju reaksi, transformasi
isotermal ditunjukan dalam diagram TTT (gambar 5.7). Pada gambar terlihat
data waktu untuk reaksi pada baja eutektoid (AISI-SAE1080). Garis ts yang
terdapat di sebelah kiri menyatakan waktu yang diperlukan untuk memulai
dengan dekomposisi. Garis tf yang terdapat disebelah kanannya menyatakan
waktu berakhirnya reaksi γ→ ( α + C ) Garis-garis yang terdapat pada gambar
tersebut dinamakan dengan diagram transformasi Isotermal atau diagram T-I.
Gambar T-I diperoleh dari : potongan-potongan contoh baja eutektoid yang
dipanaskan sampai mencapai suhu austenit dan dibiarkan untuk waktu tertentu
agar transformasi ke austenit selesai sepenuhnya. Potongan-potongan sampel
kemudian dicelupkan lebih lanjut sampai mencapai suhu ruang. Perubahan γ→
( α + C ) tidak terjadi pada contoh yang dibiarkan pada suhu 6200C selama
kurang dari satu detik, dan transformasi sempurna menjadi α + karbida baru
terjadi setelah 10 detik berlalu.
(William Callister D , Jr , Willey Jhon & Sons,hal 211)
Dengan diagram T-I membuktikan bahwa transformasi austenit
berlangsung dengan lambat, baik pada suhu tinggi (dekat suhu eutektoid)
maupun suhu rendah . Reaksi yang lamban pada suhu tinggi disebabkan karena
tidak cukup pendinginan lanjut yang dapat menimbulkan nukliasi ferit dan
karbida baru dari austenit semula.
Gambar 5.8. Kurva Transformasi pendinginan kontinu (kurva CCT).
(William Callister. D, hal 212)
Kurva CCT terbentuk dari proses pendinginan kontinu. Proses
pendinginan kontinu Sepotong baja yang panas dikeluarkan dari dapur
kemudian didinginkan dalam udara., atau baja dicelup ke dalam air. Keduanya
tidak mengalami masa isotermal, sewaktu terbentuk ( α + C ) Pada
pencelupan cepat kurva transformasi tidak terpotong, hasilnya austenit berubah
menjadi martensit dan tidak terbentuk perlit ( α + C ). Perlit terbentuk pada
waktu pendinginan kontinu (perlahan-lahan), akan tetapi dekomposisi baru
terjadi agak lama (pada suhu yang lebih rendah). Transformasi isotermal lebih
cepat. Keterlambatan ini disebabkan , karena benda berada pada suhu yang lebih
tinggi dimana reaksi mulai lebih lambat. Jadi kurva transformasi isotermal
bergeser ke bawah kanan untuk transformasi pendinginan kontinu.
Kurva kemampukerasan juga tergantung pada kandungan karbon. Efek
ini dapat dilihat dari gambar 5.9 untuk seri pada baja alloy dimana hanya
konsentrasi karbon yang bervariasi. Kekerasan disetiap posisi jominy meningkat
dengan konsentrasi karbon.
Dari gambar 5.9 dapat terlihat bahwa perbandingan perilaku pada baja
8640 dengan baja 8660. pada baja 8660 nilai kemampukerasannya lebih tinggi
bila dibandingkan dengan baja 8640. Karena kurva 8660 lebih landai daripada
8640.
B. Fasa Pada Sistim Besi-Karbon
Diagram besi karbon adalah diagram keseimbangan antara besi dengan
zat arang yang dapat bersenyawa menjadi Fe3C (karbid besi), sehingga karena
itu diagram besi karbon dapat disebut juga diagram keseimbangan besi karbid
besi atau diagram Fe-Fe3C.
(Syamsul, Arifin. Ilmu Logam Jilid 1, Hal 93)
Bila kadar karbon baja melampaui 0,2%, suhu di mana ferit mulai
terbentuk dan mengendap dari austensit turun. Baja dengan kadar karbon 0,8%
Gambar 5.9 Kurva kemampukerasan dari empat alloy seri 8600, dari kandungan karbon yang ditentukan
(William Callister, hal 328)
disebut baja eutektoid dan strukutur terdiri dari 100% perlit. Titik eutektoid
adalah suhu terendah dalam logam di mana terjadi perubahan dalam keadaan
larutan padat dan merupakan suhu keseimbangan terendah terendah dimana
austenit terurai menjadi ferit dan sementit.
Bila kadar karbon baja lebih besar daripada eutektoid, perlu diamati garis
pada diagram besi-karbida besi yang bertanda Acm. Garis ini menyatakan suhu
dimana karbida suhu mulai memisah dari austensit. Sementit merupakan karbida
besi dengan rumus Fe3C. Sementit ini sangat keras dan rapuh. Baja yang
mengandung karbon kurang dari eutektoid (0,8%) disebut baja hipoeutektoid,
sedangkan baja dengan kadar karbon lebih dari eutektoid disebut juga
hipereutektoid.
Bila baja hipoeutektoid didinginkan secara perlahan-lahan, austensit
bertransformasi menjadi ferit dan perlit. Baja dengan susunan demikian lunak
dan ulet. Bila baja didinginkan dengan lebih cepat, akan dihasilkan susunan
yang berlainan, baja akan lebih keras, tetapi kurang ulet. Pendinginan yang cepat
seperti pencelupan dalam air akan menghasilkan struktur martensit.
(Amstead, BH.dkk.Teknologi Mekanik, hal140)
Gambar 5.10 Diagram fasa Fe-Fe3C
(Ilmu dan Teknologi Bahan, edisi 5, Van Vlack, hal 380)
Titik penting dalam diagram fasa ini adalah :
A : Titik cair besi
B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan titik peritetik
H : Larutan padat alpha yang ada hubungannya dengan reaksi peritetik
J : Titik peritetik selama pendinginan austenit pada komposisi j fasa
gamma terbentuk pada larutan padat pada cairan dan komposisi pada
komposisi B
N : Titik transformasi dari titik alpha menjadi titik gamma. Titik
transformasi dari titik A4 dari besi murni
C : Titik eutetik selama pendinginan fasa gamma dengan komposisi C
dan sementit pada komposisi f terbentuk dari cairan pada komposisi
C. Fasa ini disebut deleburit
E : Titik yang menyatakan fasa gamma ada hubungannya dengan titik
eutetik.
G : Titik transformasi dari alpha menjadi gamma. Titik transformasi A3
untuk besi
P : Titik yang menyatakan ferit, fasa alpha ada hubungannya dengan
reaksi eutektoid
S : Titik eutektoid selama pendinginan ferrit pada komposisi alfa dan
sementit pada komposisi terbentuk simultan dari austenit pada
komposisi s. Reaksi eutektoid ini dinamakan transformasi A1 dan
fasa eutektoid ini dinamakan ferrit.
A2 : Titik transformasi megnetik untuk besi atau ferit
A3 : Titik transformasi magnetic untuk sementit
Diperoleh tiga jenis data dari diagram fasa yang pada hakekatnya
merupakan penggambaran dari kurva batas daya larut :
1. Diagram fasa menunjukkan jenis fasa yang terdapat dalam keadaan
keseimbangan pada berbagai suhu dan komposisi.
2. Diagram fasa juga menunjukkan komposisi kimia untuk semua fasa
berimbang:
a. Dalam daerah fasa tunggal komposisi sama dengan komposisi paduan
b. Dalam daerah dua fasa, komposisi ditentukan oleh perpotongan isoterm
dengan kurva baas daya larut.
Komposisi kimia dinyatakan dalam persen komponen.
3. Akhirnya kita dapat menghitung fraksi kuantitas fasa-fasa dalam paduan dua
fasa secara interpolasi sepanjang isoterm. Hal ini sama dengan “kaidah
pengungkit”. Jumlah ini dapat dinyatakan dalam persen fasa.
(Ilmu dan Teknologi Bahan, edisi 5, Van Vlack, hal 380)
Ferit atau besi -
Modifikasi struktur dari besi murni pada suhu ruang disebut besi atau
ferit. Ferit lunak dan ulet, dalam keadaan murni (komersil) kekuatan tariknya
kurang dari 310 Mpa. Bersifat feromagnetik pada suhu dibawah 7700C. Karena
ferrit mempunyai struktur kubik pemusatan ruang, ruangan antar atom kecil dan
pepat sehingga tidak dapat menampung atom karbon yang kecil sekalipun. Oleh
sebab itu, daya larut karbon dalam ferit rendah < 1 karbon per 1000 atom besi.
Atom karbon terlalu kecil untuk membentuk larutan pada substitusi dan terlalu
besar untuk larutan padat intertisi.
(a) (b)
Gambar 5.11 (a) Struktur Ferrit (b)Penampang Struktur Kristal Ferrit
(Sumber: (a)Ilmu dan Tekhnologi Bahan, Lawrence Van Vlac, 1984, hal 383
(b) www.efunda.com)
Martensit
Martensit terjadi pada suhu dibawah suhu eutektoid ( namun masih
diatas suhu ruang) karena struktur austenit (FCC) tidak stabil sehingga berubah
menjadi struktur pemusatan ruang secara serentak. Pada reaksi ini tidak terjadi
difusi akan tetapi suatu pergeseran. Semua atom bergeser serentak tanpa ada
atom yang bergerak melebihi fraksi manometer. Karena berlangsung tanpa
difusi, perubahan ini sangat cepat. Semua karbon yang tertinggal tetap dalam
larutan padat. Struktur pemusatan ruang yang terjadi berbentuk tetragonal dan
berbeda sekali dengan ferit. Karena martensit mempunyai struktur bukan kubik,
karbon terperangkap dalam kisi dan slip sulit terjadi, oleh karena itu martensit
keras,kuat dan rapuh.
Gambar 5.12 Martensit
(Ilmu dan Teknologi Bahan, edisi 5, Van Vlack, hal 409)
Gambar 5.13 Struktur Tetragonal Pemusatan Ruang
(Materials Science and Engineering, W. D. Calister, hal 300)
Perlit
Perlit adalah mikrostruktur yang dihasilkan dari campuran lapisan ferit
(matriks yang lebih terang) dan karbida (yang lebih gelap). Perlit terjadi dari
austenit yang mempunyai komposisi eutektoid. Oleh karena itu jumlah dan
komposisi perlit sama dengan jumlah dan komposisi austenit eutektoid. Bila laju
pendinginan perlahan, karbon dapat berdifusi lebih lama dan dapat menempuh
jarak lebih jauh dan terjadilah perlit yang kasar (lapisan tebal). Bila laju
pendinginan dipercepat, difusi terbatas pada jarak dekat. Hasilnya adalah perlit
halus dengan lapisan tipis yang banyak. Jumlah perlit dapat berkisar dari 0
sampai 100 %, bila kadar karbon meningkat dari 0 sampai komposisi eutektoid
(0,8 % dalam baja karbon).
Gambar 5.14 Pearlite
(Ilmu dan Teknologi Bahan, edisi 5, Van Vlack, hal 420)
Sementit (Karbida besi)
Pada paduan besi karbida, karbon melebihi batas larut membentuk fasa
kedua yang disebut karbida besi (sementit). Karbida besi memiliki komposisi
kimia Fe3C. hal ini berarti karbida besi membentuk molekul-molekul Fe3C, akan
lawan satu. Fe3C mempunyai satu sel satuan Orthorombik dengan 12 atom besi
dari 4 atom karbon per sel. Jadi kandungan karbon : 6,7 % ( berat), berat jenis :
7,6 % Mg/m3. Dibandingkan dengan austenit dan ferrit, cementit sangat keras.
Karbida besi dalam ferrit meningkatkan kekerasan baja, akan tetapi karbida
murni tidak ulet, karbida ini tidak mampu menyesuaikan diri dengan konsentrasi
tegangan sehingga kurang akurat.
(a) (b)
Gambar 5.15 (a)Struktur Kristal Cementit (b)Penampang Struktur kristal cenmentit
(Sumber: www.efunda.com)
Austenit
Modifikasi besi dan struktur kubik pemusatan sisi (pr). Bentuk besi
murni ini stabil pada suhu 912C dan 1394C, perbandingan langsung antara
sifat-sifat mekanis austenit dan ferrit sulit karena harus dibandingkan pada suhu
berlainan. Pada suhu stabil austenit lunak dan ulet sehingga mudah dibentuk,
austenit tidak bersifat ferromagnetic pada suhu manapun. Besi dengan struktur
kubik kps mempunyai jarak antar atom yang lebih besar dibandingkan ferrit.
(a) (b)
Gambar5.16 (a) Struktur Austenit(b)Penampang Struktur Austenit
(Sumber: (a)Ilmu dan Tekhnologi Bahan, Lawrence Van Vlac, 1984, hal 394 (b)
www.efunda.com)
Bainit
o Mikrostrukturnya terdiri dari ferrit dan cementit, sehingga proses difusi
terlibat dalam pembentukannya.
o Reaksi Bainit memiliki persamaan dengan martensit dan perlit.
o Transformasinya mencakup perubahan struktur yang diikuti dengan
perubahan distribusi kembali dari karbon yang berpresipitasi sebagai
karbida.
o Bainit bawah sangat mirip dengan martensit temper pada temperature sama
dan sulit dibedakan.
o Bainit atas juga mirip dengan bairit bawah tapi bairit atas lebih keras dari
pada perlit halus.
o Bairit diperoleh dari pendinginan austenit pada kecepatan sedang.
o Struktur kristalnya BCC /kpr, daya larut karbon kecil akan tetapi lebih
besar daripada ferrit.
Gambar 5.17 Struktur kristal bainit
(Sumber: Introduction to Physical Metallurgy, Sidney H Avner, 1974, hal 268)
Besi Delta
Besi delta sama dengan besi alpha kecuali daerah suhunya, oleh karena
itu biasanya disebut ferrit delta. Diatas 13940C, austenit bukan besi yang paling
stabil karena struktur kristal berubah kembali menjadi fasa kubik pemusatan
ruang (besi delta). Daya larut karbon dalam ferrit delta kecil, akan tetapi lebih
besar jika dibandingkan ferrit alpha karena suhu yang tinggi.
Gambar 5.18 Struktur Mikro Besi Delta
5.3 LANGKAH PENGUJIAN
5.4.1 Langkah-langkah Percobaan
1. Spesiemen yang akan digunakan dibubut sehingga mempunyai ukuran
diameter 25 mm dengan panajng 100 mm.
2. Spesimen dimasukkan ke dalam tungku pemanas sampai temperatur
850˚C dan ditahan selama 3 jam.
3. Meletakkan spesimen yang sudah dipanaskan pada penjepit (mounting
fixture) dan mengukur temperatur dengan menggunakan thermocopel
bersamaan dengan menghidupkan pompa.
4. Mengambil spesimen setelah mendekati suhu kamar ( dilihat dengan
menggunakan termocopel), kemudian menggrinda spesimen dengan
memakai mesin pemotong.
5. Kemudian mengamplas permukaan yang datar untuk menghingkan kerak
yang ada hingga rata dan halus.
6. Melakukan pengukuran jarak antara tiap titik (jarak tiap titik 4 mm).
7. Melakukan pengujian kekerasan Rockwell pada 14 titik.
8. Mencatat hasil pengujian dan membuat kurva kemampukerasan.
5.4.2 Diagram Alir
tidak
ya
Mulai
Membubut spesimen dengan ukuran
diameter 25mm dan panjang 100mm
Memasukan spesimen ke tungku pemanas
hingga suhu 8500C dan di tahan selama 3 jam
Melakukan uji kekerasan Rockwell pada 14 titik
Mengamplas permukaan datar spesiemen
Menggrinda spesimen dengan alat
Mengukur jarak tiap titik
Menggrinda spesimen dengan alat pemotong
Mengukur jarak tiap titik
Mencatat hasil uji kekerasan
Mengamplas permukaan datar spesiemen
Melakukan uji kekerasan Rockwell
Membuat kurva kemampukerasan
Selesai
Mengukur suhu spesimen dengan thermocopel dan
mengangkatnya bila telah mendekati suhu kamar
Meletakan spesimen pada penjepit (mounting
fixture) dan menghidupkan pompa
Suhu 280C
5.5 ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Bak pengujian
Gambar 5.19 Bak pengujian
2. Rockwell Hardness Tester Model HR-150A
Gambar 5.20 Rockwell Hardness Tester Model HR-150A
3. Vernier caliper
Gambar 5.21 Vernier Caliper
4. Furnace Chamber HOFMANN TYPE K – 1
Gambar 5.22 Furnace Chamber HOFMANN TYPE K – 1
850 : 1 JAM
500 ●
600
500 ● ● Skip
300
500 ●
30 30
Gambar 5.23 Hoffman Furnace Chamber dan panel controlnya
Keterangan
1. Display
adalah layar yang yang digunakan untuk menampilkan keterangan suhu,
kecepatan pemanasan, waktu penahanan, maupun kecepatan
pendinginan.
2. Unit
Bagian yang menunjukkan satuan-satuan dari angka-angka yang
ditampilkan pada bagian display.
3. Program Number
Program number merupakan untuk tiap program yang ada dalam mesin
tersebut.
4. Heating Program
Diagram pemanasan dimana pada diagram tersebut terlihat adanya
kenaikan suhu dan penahanan suhu.
5. Relais
Dalam percobaan heat treatment ini tidak dipergunakan, juga kurang
jelas fungsinya.
6. Program Button
Adalah tombol untuk memilih-milih program yamg dinginkan, yang
selanjutnya akan ditampilkan pada layar program number (3).
7. Segment Button
Tombol yang digunakan untuk memindahkan tahapan-tahapan suhu
yang dapat dilihat pada diagram pemanasan.
8. Up/down button
Tombol untuk menaikkan atau menurunkan suhu, kecepatan pemanasan
seperti yang ditampilkan pada display (1).
9. Key Button
Adalah tombol untuk mengunci bila kita menginginkan program tersebut
menjadi salah satu program dalam mesin.
10. Relais button
Seperti halnya pada point (5), kurang jelas pada kegunaannya
11. Comsumption button
Tombol ini tidak dipergunakan dalam uji jominy dan kurang jelas
fungsinya.
12. Start stop button
Tombol untuk memulai jalannya program dan menghentikannya.
5. Mesin Amplas
Gambar 5.24 Mesin amplas
6. Thermocopel
Gambar 5.25 Thermocopel
7. Mesin Grinda
Gambar 5.26 Mesin Grinda
8. Mesin Bubut
Gambar 5.27 Mesin Bubut
9. Amplas
B. Bahan
Baja ST-40 dan ST-60
Gambar 5.28 Baja ST-40 dan ST-60
5.6 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA
A. Baja ST – 40
Suhu air : 27˚C
Suhu pemanasan : 850˚C
Lama penyemprotan : ± Setengah jam
Perhitungan
HRA = 112,3 –
HB = 0,951 x HV
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
Jarak 4 mm
HRA = 49
HV = 6,85 x 10 5
(112,3 – 42)2
=
HB = 0,951 x 149,7
=
No Jarak (mm) Kekerasan Skala HR Kekerasan Skala
Brinnel
Kekerasan Skala
Vickers
1 2 56.6 209 220.79
2 4 49 162.57 170.95
3 6 46 148.19 155.83
4 8 45 143.81 151.23
5 10 44.5 141.71 149.01
6 12 43.5 137.62 144.71
7 14 43 135.64 142.63
8 16 42.5 133.70 140.59
9 18 42 131.81 138.60
10 20 41.5 129.95 136.65
11 22 41.5 129.95 136.65
12 24 40.5 126.36 132.87
13 26 40 124.62 131.04
14 28 39 121.244 127.49
15 30 37.5 116.43 122.42
16 32 33.5 104.91 110.31
Data ini diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
Analisa Data
Grafik Kemampukerasan Baja ST-40
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jarak (mm)
Kekera
san
Kekerasan baja ST-40
Gambar 5.22 Grafik Kemampukerasan Baja ST 40
Kekerasan skala Brinnel
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jarak (mm)
Kekera
san
Kekerasan skala Brinnel
Kekerasan Skala Vickers
0
50
100
150
200
250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jarak (mm)
Ke
ke
ra
sa
n
Kekerasan Skala Vickers
Analisa :
Dari data hasil percobaan didapat berbagai nilai kekerasan yang berbeda di
setiap daerah ujung batang sampai jarak tertentu dari ujung batang. Secara teoritis
nilai kekerasan yang paling tinggi terdapat pada ujung batang dan akan semakin
berkurang pada jarak yang semakin jauh dari ujung batang. Hal ini dikarenakan
pada ujung batang yang terkena semprotan air akan mengalami pendinginan yang
lebih cepat daripada daerah lain.
Dan dari grafik terlihat bahwa jarak dari ujung yang dicelup mempunyai
kekerasan yang maksimum, yaitu pada 56.6 HRA pada jarak 2 mm dan terlihat
juga kurva cenderung turun dari kiri atas ke kanan bawah. Namun, kurva tidak
halus. Hal ini dikarenakan adanya beda perlakuan antara titik yang satu dengan
titik yang lain. Titik yang paling dekat dengan ujung celup mempunyai kekerasan
paling tinggi karena pada titik ini spesimen diperlakukan dengan pendinginan
cepat memakai air (quenching). Pendinginan dengan media air akan menyebabkan
kadar karbon pada fasa austenit tidak mengalami perubahan difusi sehingga
terperangkap dalam kisi atau slip dan terbentuk martensit yang bersifat keras, kuat,
dan. Sedangkan titik terjauh dari ujung celup mempunyai kekerasan paling rendah
karena pada titik ini tidak terkena media pendingin air secara langsung
( didinginkan dengan udara / suhu kamar ). Pendinginan dengan media udara
mengalami proses pendinginan yang lambat sehingga tidak terbentuk martensit.
Pada pendinginan yang lambat ini akan terbentuk struktur baja yang lunak (bainit)
atau terbentuk struktur 50% bainit dan 50% perlit yang lebih lunak dari martensit.
Selisih nilai kekerasan tertinggi dan terendah adalah 23,1 HRA.
B. Baja ST – 60
Suhu air : 27˚C
Suhu pemanasan : 850˚C
Lama penyemprotan : ± Setengah jam.
No Jarak (mm) Kekerasan Skala HR Kekerasan Skala
Brinnel
Kekerasan Skala
Vickers
1 2 64.5 285.11 299.80
2 4 64 279.23 293.62
3 6 63.5 273.54 287.64
4 8 62.5 262.67 276.20
5 10 62 257.47 270.74
6 12 61 247.53 260.28
7 14 60.5 242.77 255.28
8 16 59.5 233.67 245.70
9 18 58.5 225.06 236.66
10 20 58 220.93 232.32
11 22 58 220.93 232.32
12 24 57.5 216.92 228.10
13 26 56 205.52 216.10
14 28 55.5 201.91 212.32
15 30 55.5 201.91 212.32
16 32 55.5 201.91 212.32
Data ini diperoleh dari hasil perhitungan dengan rumus sebagai berikut :
HRA = 112,3 –
HB = 0,951x HV
Analisa Data :
Grafik Kekerasan Baja ST-60
50
55
60
65
70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jarak (mm)
Kekera
san
Grafik Kekerasan Baja ST-60
Gambar 5.23 Grafik Kemampukerasan Baja ST 60
Kekerasan skala Brinnel
050
100150200250300350
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
jarak (mm)
Kekera
san
Kekerasan skala Brinnel
Kekerasan skala Vickers
0
50
100
150
200
250
300
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
jarak (mm)
Kekera
san
Kekerasan skala Vickers
Analisa :
Kemampukerasan merupakan perbandingan antara penurunan kekerasan
terhadap jarak dari ujung quench. Pada kurva diatas terlihat adanya kecenderungan
pada kurva untuk turun dari kiri atas ke kanan bawah. Hal ini dikarenakan adanya
beda perlakuan antara titik yang satu dengan titik yang lain. Titik terendah
mempunyai kekerasan paling tinggi karena pada titik ini spesimen diperlakukan
dengan pendinginan cepat memakai air (quenching). Sedangkan titik yang paling
tinggi mempunyai kekerasan paling rendah karena pada titik ini tidak terkena
media pendingin air secara langsung (didinginkan dengan udara / suhu kamar ).
Perlu diketahui bahwa ukuran butir austenit sangat mempengaruhi
kemampukerasan baja, hal ini berarti bahwa untuk laju pendinginan tertentu
austenit yang kasar lebih mudah berubah menjadi martensit daripada austenit
butir halus. Butiran yang besar juga membuat tempat pengintian semakin banyak,
oleh karena itu transformasi austenit jadi semakin mudah terjadi. Kalau luas butir
mengecil maka transformasi berkurang, transformasi terjadi pada batas butir
austenite.
Berhubungan dengan kecepatan perubahan suhu bahwa permukaan batang
uji lebih keras karena pendinginan lebih cepat. Oleh karena itu, pada batang uji
makin ke pusat inti pendinginan makin lambat dan kekerasan makin kecil
Dan dari grafik kemampukerasan baja ST-60 tersebut dapat dilihat bahwa
nilai kekerasan tertinggi adalah 64,5 HRA pada jarak 2 mm. Selisih niali
kekerasan tertinggi dan nilai kekerasan terendah adalah 9 HRA.
Analisa Perbandingan tingkat kemampukerasan baja ST-40 dan baja ST-60
Perbandingan baja ST-40 dan baja ST-60
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
kekerasan baja ST-40
kekerasan baja ST-60
Gambar 5.24 Perbandingan tingkat kemampukerasan Baja St 40 dan St 60
Dari grafik kemampukerasan baja ST-40 dengan baja ST-60 dapat dilihat
bahwa kekerasan dari baja ST-60 lebih baik daripada ST-40. Hal ini sesuai
dengan hubungan antara kekerasan dengan meningkatnya kadar karbon dalam
baja, kekerasan maksimum hanya dapat dicapai bila terbentuk martensit 100 %.
Dan baja ST-60 memiliki kadar karbon yang lebih banyak/besar dibandingkan ST-
40 ,sehingga baja ST-60 mempunyai kekerasan yang lebih besar. Dan terlihat juga
bahwa kemampukerasan baja ST 40 lebih baik dari baja ST-60. Semakin jauh
jaraknya maka makin berkurang kekerasannya, walau pada kurva ST-60 selisihnya
tidak terlalu besar dibandingkan ST-40. Namun hal ini bertentangan dengan teori
yang menyebutkan bahwa baja yang dengan cepat bertransformasi dari austenit
menjadi ferit dan karbida mempunyai kemampukerasan yang rendah karena
dengan terjadinya transformasi pada suhu tinggi, martensit tidak terbentuk.
Sebaliknya baja dengan transformasi yang lambat dari austenit ke ferit dan karbida
mempunyai kemampukerasan yang lebih besar. Dengan teori tersebut seharusnya
ST-60 yang kemampuan transformasi austenit menjadi ferit dan karbidanya lebih
tinggi akan memiliki kemampukerasan yang lebih rendah dibandingkan baja ST-
40.
Jika data percobaan jominy yang didapat tidak sesuai dengan teori yang
mendasari tentang kemapukerasan baja, maka diduga terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan ketidaksesuaian tersebut. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi adalah :
1. Proses penyemprotan
Ada percikan air yang mengenai bagian yang bukan pada ujung batang
sehingga titik tersebut mempunyai kekerasan yang lebih tinggi daripada titik
yang terdekat.
2. Kadar karbon
Spesimen yang digunakan sebelum pengujian Jominy memiliki kadar karbon
yang tidak sama di setiap titiknya (tidak homogen). Hal ini mengakibatkan
data yang diperoleh tidak valid dan tidak sesuai dengan teori yang ada.
3. Kondisi spesimen
Spesimen saat pengujian kekerasan memiliki tekstur yang kurang rata dan
kurang halus karena pengikirannya yang kurang maksimal. Hal ini
mengakibatkan data yang didapat kurang valid.
4. Posisi spesimen
Pada saat pengujian kekerasan dengan skala Rockwell, ujung spesimen
menggantung, sehingga mempengaruhi nilai kekerasannya.
5. Laju penyemprotan
Saat penyemprotan laju airnya berubah-ubah (kurang konstan) sehingga
mengakibatkan data yang diperoleh tidak sesuai dengan nilai teoritis yang
seharusnya, sebab proses pendinginan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
6. Kesalahan pembacaan skala
Untuk kasus penyimpangan yang tidak terlalu mencolok dapat dimungkinkan
terjadi karena salah pembacaan skala.
7. Waktu pemanasan
Setelah dilakukan pemanasan hingga temperatur standar yang diharapkan yaitu
900oC dan sebelum dilakukan pendinginan biasanya terdapat jeda waktu
hingga terjadi penahanan. Dengan berbagai macam waktu penahanan yang
terjadi maka kemungkinan ketidakvalidan data menjadi lebih besar.
Dengan diketahuinya bahwa kemampukerasan baja ST-40 lebih baik dari baja
ST-60 maka proses pengerasan baja ST-60 idealnya dalam bentuk spesimen yang kecil
dan baja ST-40 dapat dikeraskan dalam bentuk spesimen yang lebih besar.
5.7 KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari data hasil percobaan Jominy maka dapat kita ketahui beberapa hal di bawah
ini:
1. Uji Kemampukerasan/Jominy Test adalah sebuah percobaan pemanasan
material yang kemudian didinginkan dengan cara disemprot pada ujung
material yang bertujuan untuk mengetahui kemampukerasan suatu material.
2. Ukuran butir austenit mempengaruhi kekerasan suatu material, semakin
besar butir austenit maka semakin besar kemampukerasannya.
3. Kekerasan material baja bergantung pada jumlah komposisi karbon, semakin
besar kadar karbon dalam suatu baja maka semakin keras baja tersebut.
4. Material pada temperatur austenit bila diquench akan menyebabkan struktur
material tersebut akan berubah menjadi martensit.
5. Kekerasan pada kurva kemampukerasan berbanding terbalik dengan jarak
sehingga semakin besar jarak maka nilai kekerasan yang didapatkan akan
semakin menurun.
6. Semakin cepat laju pendinginan semakin keras bahan tersebut karena
martensit akan semakin banyak terbentuk.
7. Dari uji jominy yang dilakukan diketahui bahwa baja ST-60 memiliki sifat
kemampukerasan yang lebih tinggi dari baja ST-40.
B. Saran
1. Ketika perlakuan quench dilakukan pada benda uji, diusahakan
penyemprotan merata dipermukaan benda uji sehingga air tidak memercik
kedaerah batang yang tidak seharusnya mendapat perlakuan quenching.
2. Temperatur yang digunakan pada saat pemanasan harus sama dengan
temperatur standard, yaitu 900o C.
3. Sebelum dilakukan pengujian kekerasan, spesimen harus benar – benar rata
dan halus.
4. Penyemprotan yang dilakukan harus dengan kecepatan yang stabil atau
konstan..
5. Sebaiknya dihindari terbentuknya struktur ferit-perlit agar material tersebut
dapat dimampukeraskan .
6. Spesimen yang diuji sebaiknya menggunakan standar ASTM (American
Standar for Testing Material) sehingga kadar karbon disetiap titik pada
batang uji homogen.