5. ISI

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi saluran nafas bawah, termasuk pneumonia dan influensa, masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang maupun negara maju. Menurut laporan dari International Vaccine Access Center (2) At The Johns Hopkins University Bloomberg School Of Public Health pada bulan November tahun 2010, penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1 di India, nomor 2 di Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke 8. (2) Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematianya tinggi, tidak saja di negara berkembang, tapi juga di Negara maju. Pengobatan pneumonia kebanyakan dilakukan secara empiris yaitu menggunakan antibiotik spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan beberapa kemungkinan penyebab infeksi. Tanpa disadari penggunaan antibiotik spektrum luas yang tidak terkendali dapat menimbulkan efek samping obat dan potensi terjadinya resistensi obat. (4) Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai sesak atau napas cepat. Penyakin ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa, dan pada orang usia lanjut. (3) 1

description

skripsi anemia

Transcript of 5. ISI

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang Infeksi saluran nafas bawah, termasuk pneumonia dan influensa, masih menjadi masalah kesehatan di negara berkembang maupun negara maju. Menurut laporan dari International Vaccine Access Center (2) At The Johns Hopkins University Bloomberg School Of Public Health pada bulan November tahun 2010, penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian nomor 1 di India, nomor 2 di Nigeria dan di Indonesia pada urutan ke 8.(2)Pneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematianya tinggi, tidak saja di negara berkembang, tapi juga di Negara maju. Pengobatan pneumonia kebanyakan dilakukan secara empiris yaitu menggunakan antibiotik spektrum luas yang bertujuan agar dapat melawan beberapa kemungkinan penyebab infeksi. Tanpa disadari penggunaan antibiotik spektrum luas yang tidak terkendali dapat menimbulkan efek samping obat dan potensi terjadinya resistensi obat.(4)Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai sesak atau napas cepat. Penyakin ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa, dan pada orang usia lanjut.(3) Hingga saat ini Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Kematian pada Balita (berdasarkan Survei Kematian Balita tahun 2005) sebagian besar disebabkan karena pneumonia 23,6%. (5)Evaluasi kualitas penggunaan antibiotika dilakukan untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotika. Gyssens et. al. mengembangkan evaluasi penggunaan antibiotika untuk menilai ketepatan penggunaan antibiotika seperti: ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektivitas, toksisitas, harga dan spektrum, lama pemberian, dosis, interval, rute dan waktu pemberian.(13)

1.2. Rumusan masalahBerdasarkan latar belakang maka rumusan masalah dapat diketahui: Bagaimana penggunan antibiotik pada Pasien Pneumonia Anak di RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat Periode Januari Desember 2014 dengan menggunakan alur Gyssens.1.3. Tujuan penelitian 1. Mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotika pada Pasien Rawat Inap Pneumonia Anak di RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat Periode Januari Desember 2014 menggunakan metode Gyssens.2. Mengetahui ketepatan jenis antibiotik pada Pasien Rawat Inap Pneumonia Anak di RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat Periode Januari Desember 2014 dengan Pedoman Penatalaksanaan Penyakit Pneumonia pada anak.3. Mengetahui ketepatan dosis dan frekuensi antibiotik pada Pasien Rawat Inap Pneumonia Anak di RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat Periode Januari Desember 2014.1.4. Manfaat penelitian 1. Sebagai bahan evaluasi bagi rumah sakit untuk meningkatkan penggunaan antibiotika pada anak secara lebih rasional dan bijak.2. Sebagai bahan bagi apoteker untuk lebih meningkatkan perannya dalam penggunaan antibiotika pada anak.3. Sebagai bahan penelitian selanjut tentang pneumonia pada anak.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1. Pneumonia2.1.1. Definisi PneumoniaPneumonia adalah peradangan pada parenkim paru, yaitu bagian distal dari bronkhiolus terminalis yang mencakup bronkhiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Istilah pneumonia lazim dipakai bila peradangan terjadi oleh karena proses infeksi akut sebagai penyebab tersering, sedangkan istilah pneumonitis biasa dipakai untuk proses non infeksi.(6)Pneumonia adalah penyakit respiratorik yang ditandai dengan batuk, sesak nafas, demam, ronki basah halus, dengan gambaran infiltrat pada foto polos dada.(7) Pneumonia adalah keradangan parenkrim paru dimana asinus terisi dengan cairan dan sel radang, dengan tau tanpa disertai infiltrasi sel radang kedalam dinding alveoli dan rongga interstisium.(1) Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat.(3)Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkrim paru.(8) Berdasarkan defenisi-defenisi diatas maka yang dimaksud dengan pneumonia menurut peneliti adalah suatu peradangan parenkim paru yang dapat disebabkan oleh mikroorganisme seprti virus, fungi, parasit, dan benda-benda asing.2.1.2. Etiologi Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme (virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia (hidrokarbon, lipoid substances) / benda asing yang teraspirasi.(11)Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan bakteri Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri anaerob.(12)Berbagai penyebab pneumonia dikelompokkan menurut umur, berat ringannya penyakit dan penyulit dan menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagsi penyebab pneumonia adalah virus, terutama Respiratory Synctial Virus (RSV) yang mencapai 40%; sedangkan golongan bakteri yang ikut berperan terutama Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza type b (Hib). Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah atau droplet, kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran nafas bagian atas ke jaringan yaitu parenkim paru dan sebagian kecil karena penyebaran melalui aliran darah. (3)Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia yang bersumber dari data negara maju dapat dilihat pada Tabel 1 Spektrum etiologi tersebut tertentu saja tidak dapat begitu saja diekstrapolasikan pada Indonesia atau negara berkembang lainnya, oleh karena faktor risiko pneumonia yang tidak sama. Di negara maju, pelayanan kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan sangat baik (Said, 2008).Tabel 1 Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju.UsiaEtiologi yang seringEtiologi yang jarang

Lahir 20 HariBakteriBakteri

E.colliBakteri anaerob

Streptococcus group BStreptococcus group D

Listeria monocytogenesHaemophilus influenza

Streptococcus pneumonia

Ureaplasma urealyticum

Virus

Virus Sitomegalo

Virus Herpes simpleks

3 Minggu-3 Bulan

BakteriBakteri

Chlamydia trachomatis Bordetella pertussis

Streptococcus pneumonia Haemophilus influenza tipe B

VirusMoraxella catharalis

Virus Adeno Staphylococcus aureus

Virus Influenzae Ureaplasma urealyticum

Virus Parainfluenza1,2,3 Virus

Respiratory Syncytial virus Virus Sitomegalo

4 Bulan-5 Tahun

BakteriBakteri

Chlamydia pneumonia Haemophilus influenza tipe B

Mycoplasma pneumonia Moraxella catharalis

Streptococcus pneumonia Neisseria meningitides

VirusStaphylococcus aureus

Virus Adeno Virus

Virus Influenzae Virus Varisela-Zoster

Virus Parainfluenzae

Virus Rino

Respiratory Syncytial virus

5 Tahun-Remaja

BakteriBakteri

Chlamydia pneumonia Haemophilus influenza

Mycoplasma pneumonia Legionella sp

Streptoccocus pneumonia Staphylococcus aureus

Virus

Virus Adeno

Virus Epstein-Barr

Virus Influenza

Virus Parainfluenza

Virus rino

Respiratory Syncytial Virus

Virus Varisela-Zoster

2.1.3. Klasifikasi PneumoniaPembagian pneumonia tidak ada yang memuaskan.Pada umumnya diadakan pembagian atas dasar anatomis dan etiologis. (3)Pembagian anatomis : 1. Pneumonia lobaris 2. Pneumonia lobularis (bronkopneumonia) 3. Pneumonia interstitialis (bronkiolitis) Pembagian etiologis : 1. Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,Streptococcus hemolyticus,Streptococcus aureus,Haemophilus influenza,Bacillus Friedlander,Mycobacterium tuberculosis. 2. Virus : Respiratory syncytial virus, virus influenza, adenovirus, virus sitomegalik. 3. Jamur : Histoplasma capsulatum, Cryptococcus neoformans, Blastomyces dermatitides, Coccidiodes immitis, Aspergillus species, Candida albicans. 4. Aspirasi : Makanan, kerosen (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing. 2.1.4. Gejala dan Tanda1. Anak umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, terjadinya Pneumonia berat ditandai, antara lain: a. Batuk atau (juga disertai kesulitan bernafas) b. Nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam (severe chest indrawing) c. Dahak berwarna kehijauan atau seperti karet Pada kelompok usia ini dikenal juga Pneumonia sangat berat dengan gejala batuk dan kesukaran bernafas karena tidak ada ruang tersisa untuk oksigen di paru-paru. 2. Anak di bawah umur 2 bulan, terjadinya Pneumonia berat ditandai,antara lain: a. Frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih (juga disertai).b. Penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam.(3) 2.1.5. Manifestasi Klinis Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celsius, sesak nafas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, nafsu makan berkurang dan sakit kepala. Tanda dan gejala lainnya adalah batuk non produktif, ingus (nasal discharge), suara nafas lemah, retraksi interkostal, penggunaan otot bantu pernafasan, demam, ronkhi, sianosis, leukositosis dan foto toraks yang menunjukkan infiltrasi melebar.(3)2.1.6. Patologi dan pathogenesisUmumnya mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori.Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit, cairan edema dan ditemukannya kuman di alveoli.Stadium ini disebut stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal.(14)2.1.7. Penatalaksanaan PneumoniaDalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah:1. Pneumokokus resisten terhadap penisilina. Umur lebih dari 65 tahunb. Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhirc. Pecandu alcohold. Penyakit gangguan kekebalane. Penyakit penyerta yang multipel2. Bakteri enterik Gram negativea. Penghuni rumah jompob. Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paruc. Mempunyai kelainan penyakit yang multipled. Riwayat pengobatan antibiotik3. Pseudomonas aeruginosaa. Bronkiektasisb. Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/haric. Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhird. Gizi kurangPenatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:1. Penderita rawat jalanPengobatan suportif / simptomatika. Istirahat di tempat tidurb. Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasic. Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panasd. Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektorane. Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

2. Penderita rawat inap di ruang rawat biasaPengobatan suportif / simptomatika. Pemberian terapi oksigenb. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolitc. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitikd. Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam3. Penderita rawat inap di Ruang Rawat IntensifPengobatan suportif / simptomatika. Pemberian terapi oksigenb. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitikc. Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jamd. Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanike. Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka pengobatandisesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.

2.2. Antibiotik2.2.1. Definisi Antibiotik Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh berbagai jenis mikroorganisme (bakteri, fungi, aktinomisetes). Namun belakangan pengertian antibiotika ini diperluas hingga meliputi senyawa antimikroba sintetik seperti sulfonamide dan kuinolon.(9) Pengertian lain dari antibiotika adalah : zat kimiawi yang dihasilkan oleh mikroorganismeatau secara semisintesis, yang memiliki kemampuan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain dimana antibiotika bersifat kurang toksik untuk pejamunya.(10) Antibiotika ditemukan dalam berbagai sediaan, dan penggunaannya dapat melalui jalur topikal, oral, maupun intravena (Peterson, 2005).

2.3. Obat RasionalSecara praktis, penggunaan obat dikatakan rasional jika memenuhi kriteria: (15)2.3.1. Tepat DiagnosisPenggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka pemilihan obat akan terpaksa mengacu pada diagnosis yang keliru tersebut. Akibatnya obat yang diberikan juga tidak akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya.2.3.2. Tepat Indikasi PenyakitSetiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifi k. Antibiotik, misalnya diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian, pemberian obat ini hanya dianjurkan untuk pasien yang member gejala adanya infeksi bakteri.2.3.3. Tepat Pemilihan ObatKeputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis ditegakkan dengan benar. Dengan demikian, obat yang dipilih harus yang memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.2.3.4. Tepat DosisDosis, cara dan lama pemberian obat sangat berpengaruh terhadap efek terapi obat. Pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat yang dengan rentang terapi yang sempit, akan sangat beresiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.2.3.5. Tepat Cara PemberianObat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula antibiotik tidak boleh dicampur dengan susu, karena akan membentuk ikatan, sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektivtasnya.2.3.6. Tepat Interval Waktu PemberianCara pemberian obat hendaknya dibuat sesederhana mungkin dan praktis, agar mudah ditaati oleh pasien. Makin sering frekuensi pemberian obat per hari (misalnya 4 kali sehari), semakin rendah tingkat ketaatan minum obat. Obat yang harus diminum 3 x sehari harus diartikan bahwa obat tersebut harus diminum dengan interval setiap 8 jam.2.3.7. Tepat lama pemberianLama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masingmasing. Untuk Tuberkulosis dan Kusta, lama pemberian paling singkat adalah 6 bulan. Lama pemberian kloramfenikol pada demam tifoid adalah 10-14 hari. Pemberian obat yang terlalu singkat atau terlalu lama dari yang seharusnya akan berpengaruh terhadap hasil pengobatan.2.3.8. Waspada terhadap efek sampingPemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, karena itu muka merah setelah pemberian atropin bukan alergi, tetapi efek samping sehubungan vasodilatasi pembuluh darah di wajah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan pada anak kurang dari 12 tahun, karena menimbulkan kelainan pada gigi dan tulang yang sedang tumbuh.

2.3.9. Tepat penilaian kondisi pasienRespon individu terhadap efek obat sangat beragam. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida sebaiknya dihindarkan, karena resiko terjadinya nefrotoksisitas pada kelompok ini meningkat secara bermakna.Beberapa kondisi berikut harus dipertimbangkan sebelum memutuskan pemberian obat.1. -bloker (misalnya propranolol) hendaknya tidak diberikan pada penderita hipertensi yang memiliki riwayat asma, karena obat ini memberi efek bronkhospasme.2. Antiinfl amasi Non Steroid (AINS) sebaiknya juga dihindari pada penderita asma, karena obat golongan ini terbukti dapat mencetuskan serangan asma.3. Peresepan beberapa jenis obat seperti simetidin, klorpropamid, aminoglikosida dan allopurinol pada usia lanjut hendaknya ekstra hati-hati, karena waktu paruh obatobat tersebut memanjang secara bermakna, sehingga resiko efek toksiknya juga meningkat pada pemberian secara berulang.4. Peresepan kuinolon (misalnya siprofl oksasin dan ofloksasin), tetrasiklin, doksisiklin, dan metronidazol pada ibu hamil sama sekali harus dihindari, karena memberi efek buruk pada janin yang dikandung.2.3.10. Obat yang diberikan harus efektif dan aman dengan mutu terjamin, serta tersedia setiap saat dengan harga yang terjangkauUntuk efektif dan aman serta terjangkau, digunakan obat-obat dalam daftar obat esensial. Pemilihan obat dalam daftar obat esensial didahulukan dengan mempertimbangkan efektivitas, keamanan dan harganya oleh para pakar di bidang pengobatan dan klinis.Untuk jaminan mutu, obat perlu diproduksi oleh produsen yang menerapkan CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dan dibeli melalui jalur resmi. Semua produsen obat di Indonesia harus dan telah menerapkan CPOB.2.3.11. Tepat informasiInformasi yang tepat dan benar dalam penggunaan obat sangat penting dalam menunjang keberhasilan terapi2.3.12. Tepat tindak lanjut (follow-up)Pada saat memutuskan pemberian terapi, harus sudah dipertimbangkan upaya tindak lanjut yang diperlukan, misalnya jika pasien tidak sembuh atau mengalami efek samping. Sebagai contoh, terapi dengan teofi lin sering memberikan gejala takikardi. Jika hal ini terjadi, maka dosis obat perlu ditinjau ulang atau bisa saja obatnya diganti. Demikian pula dalam penatalaksanaan syok anafi laksis, pemberian injeksi adrenalin yang kedua perlu segera dilakukan, jika pada pemberian pertama respons sirkulasi kardiovaskuler belum seperti yang diharapkan.2.3.13. Tepat penyerahan obat (dispensing)Penggunaan obat rasional melibatkan juga dispenser sebagai penyerah obat dan pasien sendiri sebagai konsumen. Pada saat resep dibawa ke apotek atau tempat penyerahan obat di Puskesmas, apoteker/asisten apoteker menyiapkan obat yang dituliskan peresep pada lembar resep untuk kemudian diberikan kepada pasien. Proses penyiapan dan penyerahan harus dilakukan secara tepat, agar pasien mendapatkan obat sebagaimana harusnya. Dalam menyerahkan obat juga petugas harus memberikan informasi yang tepat kepada pasien.2.3.14. Pasien patuh terhadap perintah pengobatan yang dibutuhkan,ketidaktaatan minum obat umumnya terjadi pada keadaan berikut:1. Jenis dan/atau jumlah obat yang diberikan terlalu banyak2. Frekuensi pemberian obat per hari terlalu sering3. Jenis sediaan obat terlalu beragam4. Pemberian obat dalam jangka panjang tanpa informasi5. Pasien tidak mendapatkan informasi/penjelasan yang cukup mengenai cara minum/menggunakan obat6. Timbulnya efek samping (misalnya ruam kulit dan nyeri lambung), atau efek ikutan (urine menjadi merah karena minum rifampisin) tanpa diberikan penjelasan terlebih dahulu.

BAB IIIMETODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian dilakukan secara non eksperimental (observasional) yaitu penelitian dengan menggunakan data-data yang telah ada tanpa memberikan intervensi terhadap subjek uji.Hasil penelitian disusun berdasarkan metode deskriptif non-analitik yaitu suatu metode yang dilakukan untuk mendapatkan gambaran tentang suatu keadaan secara objektif. Data diperoleh dari penelusuran catatan rekam medik pasien secara retrospektif yaitu menelusuri data dari rekam medik pasien pada kasus yang telah lampau3.2. Alat penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar pengumpulan data pasien,diagram alur Gyssens (Gyssens clasification), dan pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti di Indonesia tahun 20033.3. Teknik SamplingPengumpulan data secara retrospektif dari rekam medik pasien pneumonia anak di RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat dengan menggunakan tehnik purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan ciri-ciri yang sesuai kriteria inklusi.3.4. Analisis Data Analisis data dilakukan dengan metode analisis deskriptif3.5. Populasi dan Sampel3.5.1. PopulasiPopulasi pada penelitian ini adala pasien anak dengan diagnosa pneumonia yang tercatat dalam kartu rekam medik selama bulan Januari Desember 2014 di RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat

3.5.2. SampelSampel pada penelitian ini adalah pasien pneumonia anak di RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat yang terpilih. Sampel yang dipilih adalah sampel yang memenuhi criteria inklusi (pasien rawat inap, pasien dengan diagnosa pneumonia.3.6. Tempat dan Waktu Penelitian3.6.1. Tempat PenelitianPengambilan data dilakukan di RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat.3.6.2. Waktu Pelaksanaan PenelitianPengambilan data ini berlangsung selama kurang lebih 30 hari pada Juni - Juli 2015.3.7. Cara Pengambilan DataBerikut langkah-langkah penelitian yang dilakukan: a. Penelusuran catatan rekam medik pasien pneumonia.b. Mencatat data pasien. c. Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia dengan menggunakan metode Gyssens. Diagram alur penilaian kualitas pemberian antibiotik metode Gyssens dapat dilihat pada Gambar 1

Evaluasi antibiotika dimulai dari kotak yang paling atas, yaitu dengan melihat apakah data lengkap atau tidak untuk mengkategorikan penggunaan antibiotika. 1. Bila data tidak lengkap, berhenti di kategori VI Data tidak lengkap adalah data rekam medis tanpa diagnosis kerja, atau ada halaman rekam medis yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Pemeriksaan penunjang/laboratorium tidak harus dilakukan karena mungkin tidak ada biaya, dengan catatan sudah direncanakan pemeriksaannya untuk mendukung diagnosis. Diagnosis kerja dapat ditegakkan secara klinis dari anamnesis dan pemeriksaan fisis. Bila data lengkap, dilanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotika?2. Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V Bila antibiotika memang terindikasi, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah pemilihan antibiotika sudah tepat? 3. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVa. Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lain yang kurang toksik?4. Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti di kategori IVb.Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lebih murah?5. Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti di kategori IVc. Pada alternatif lain yang lebih murah, peneliti berpatokan pada daftar harga obat yang dikeluarkan RSPAD Gatot Soebroto DITKESAD Jakarta pusat dan semua antibiotika dianggap sebagai obat generik dalam penghitungan harganya.Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah ada alternatif lain yang spektrumnya lebih sempit?6. Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit, berhenti di kategori IVd.Jika tidak ada alternatif lain yang lebih sempit, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, apakah durasi antibiotika yang diberikan terlalu panjang? 7. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori IIIa.Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan apakah durasi antibiotika terlalu singkat? 8. Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori IIIb. Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah dosis antibiotika yang diberikan sudah tepat? 9. Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIa. Bila dosisnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, apakah interval antibiotika yang diberikan sudah tepat?10. Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIb. Bila intervalnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya. Apakah rute pemberian antibiotika sudah tepat? 11. Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIc. Bila rute tepat, lanjutkan ke kotak berikutnya. 12. Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, antibiotika tersebut merupakan kategori I.15