Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

52
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Skenario 3 Tema : Skenario Fraktur Dentoalveolar Judul : Anak jatuh dari sepeda Seorang anak berusia 12 tahun dating ke Poli Bedah Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut YARSI pasca kecelakaan jatuh dari sepeda. Pada pemeriksaan terlihat luka laserasi pada mukosa regio 11 dan 21, gigi tersebut goyang derajat 2. Pada palpasi dijumpai kegoyangan fragmen tulang di region tersebut. 1.2 Brainstorming Laserasi: luka yang disebabkan oleh robekan, bentuk tidak teratur yang biasanya disebakan oleh trauma. Fragmen tulang: terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya Fraktur dentoalveolar: kerusakan atau putusnya kontinuitas tulang yang diikuti avulsi, subluksasi atau fraktur gigi yang berkaitan dengan fraktur tulang alveolar. 1.3 Pertanyaan 1. Apa saja tanda-tanda klinis fraktur dentoalveolar? - Adanya kegoyangan dan pergerakan beberapa gigi - Laserasi pada gingiva dan vermilion border - Pembengkakan atau luka pada dagu 1 Universitas YARSI

description

jguygjkh

Transcript of Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Page 1: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Skenario 3

Tema : Skenario Fraktur Dentoalveolar

Judul : Anak jatuh dari sepeda

Seorang anak berusia 12 tahun dating ke Poli Bedah Mulut Rumah Sakit Gigi dan Mulut

YARSI pasca kecelakaan jatuh dari sepeda. Pada pemeriksaan terlihat luka laserasi pada

mukosa regio 11 dan 21, gigi tersebut goyang derajat 2. Pada palpasi dijumpai

kegoyangan fragmen tulang di region tersebut.

1.2 Brainstorming

Laserasi: luka yang disebabkan oleh robekan, bentuk tidak teratur yang biasanya

disebakan oleh trauma.

Fragmen tulang: terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya

Fraktur dentoalveolar: kerusakan atau putusnya kontinuitas tulang yang diikuti avulsi,

subluksasi atau fraktur gigi yang berkaitan dengan fraktur tulang alveolar.

1.3 Pertanyaan

1. Apa saja tanda-tanda klinis fraktur dentoalveolar?

- Adanya kegoyangan dan pergerakan beberapa gigi

- Laserasi pada gingiva dan vermilion border

- Pembengkakan atau luka pada dagu

- Fraktur pada gigi dan tulang disekitarnya

- Hematom pada mukosa

2. Apakah penyebab fraktur dentoalveolar?

- Trauma

- Tekanan berbeda dari gigi lawan

- Kecelakaan lalu lintas

- Tawuran

- Olahraga keras

3. Apakah perawatan pada kasus skenario?

1 Universitas YARSI

Page 2: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

- Splinting

- Penambalan pada gigi yang fraktur

- Penjahitan luka laserasi

- Pemberian antibiotik

- Kontrol sakit dengan analgesik

- Kompres air dingin pada hematom

4. Apa saja macam-macam derajat kegoyangan gigi?

- Derajat 0: tidak ada kegoyangan

- Derajat 1: bergerak dalam arah horizontal, tidak melebihi 1 mm

- Derajat 2: bergerak dalam arah horizontal sampai 1 mm

- Derajat 3: bergerak dalam arah horizontal melebihi 1 mm

- Derajat 4: bergerak dalam arah horizontal dan vertikal

5. Apa saja pemeriksaan dari fraktur dentoalveolar?

- Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda vital dan keadaan umum

- Pemeriksaan ekstraoral dan intra oral

- Pemeriksaan radiografi

1.1 Hipotesis

Fraktur dentoalveolar merupakan fraktur yang berkaitan dengan gigi dan tulang

alveolar yang disebabkan oleh trauma dengan tanda-tanda klinis adanya

kegoyangan gigi, laserasi dan hematom yang dapat diketahui dengan pemeriksaan

fisik, ekstra dan intraoral,

2 Universitas YARSI

Page 3: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

3 Universitas YARSI

Fraktur Dentoalveolar

Definisi Etiologi Klasifikasi Gejala klinis Pemeriksaan

Klinis

Radiografi

Perawatan

Page 4: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

BAB 2

LEARNING ISSUE DAN LEARNING OBJECTIVE

2.1 Memahami dan Menjelaskan Fraktur Dentoalveolar

2.1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Fraktur Dentoalveolar

Fraktur dentoalveolar adalah kerusakan atau terputusnya kontinuitas pada tulang yang meliputi avulsi, subluksasi atau fraktur gigi yang berkaitan dengan fraktur tulang alveolar.1

2.1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi Fraktur Dentoalveolar

Penyebab trauma dibagi menjadi dua, langsung dan tidak langsung. Trauma

langsung jika benturannya itu langsung mengenai gigi, biasanya pada regio

anterior. Trauma tidak langsung terjadi ketika ada benturan rahang bawah ke

rahang atas, gigi patah pada bagian mahkota atau mahkota-akar di gigi premolar

dan molar, dan juga pada kondilus dan simfisis rahang. Faktor yang memengaruhi

hasil trauma adalah kombinasi dari energi impaksi, resiliensi objek yang terkena

impaksi, bentuk objek yang terkena impaksi, dan sudut arah gaya impaksi.2

Trauma pada gigi dan jaringan pendukungnya sering tejadi pada pasien trauma.

Cedera yang terjadi dapat hanya mengenai gigi dan struktur pendukungnya saja

seperti pada seorang anak yang terjatuh, ataupun dapat juga berhubungan dengan

cedera multisistim, seperti yang terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor.

Cedera dentoalveolar biasanya terjadi karena seseorang terjatuh, kecelakaan di

taman bermain, penganiayaan, kecelakaan sepeda, kecelakaan sepeda motor,

dan kecelakaan olahraga. Pemeriksaan klinis pada fraktur dentoalveolar meliputi

kemungkinan adanya luka pada bibir dan umumnya terjadi edema dan

echymosis.3

Trauma dentoalveolar dapat mengakibatkan cedera jaringan keras dan lunak.

Manifestasi trauma pada jaringan keras dapat mengakibatkan fraktur

dentoalveolar. Fraktur dentoalveolar dapat berupa fraktur pada jaringan keras gigi

tersebut atau dapat juga pada tulang pendukungnya. Cedera yang berakibat pada

tulang pendukung biasanya disebut luksasi. Insidensi kasus luksasi lebih banyak

terjadi pada anak karena sifat jaringan pendukung atau tulang yang menopang

akar lebih berongga dan rasio antara akar dan mahkotanya lebih kecil

dibandingkan dengan gigi permanen. Pasien trauma pada anak berbeda dengan

4 Universitas YARSI

Page 5: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

orang dewasa meskipun memiliki luka yang serupa. Pasien anak memiliki

kemampuan penyembuhan cepat dan komplikasi yang minimal karena

vaskularisasi yang baik dari wajah dan kemampuan pertumbuhan yang merupakan

sifat pada anak untuk beradaptasi. Pemulihan jaringan orofasial yang rusak dapat

dimaksimalkan dan hilangnya fungsi dapat diminimalkan. Cedera pada wajah

karena trauma berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan pasien anak.

Hal ini membuat tindak lanjut penanganan jangka panjang perlu diperhatikan.3

Traumatic Dental Injury (TDI) terjadi oleh benturan yang dapat menyebabkan energi mekanis yang cukup untuk menghasilkan suatu injuri/luka. Peristiwa TDI terjadi karena aktivitas yang menyebabkan kejadian TDI seperti jatuh, benturan, aktivitas fisik diwaktu senggang, kecelakaan lalu lintas, permaian yang kasar, kekerasan, penggunaan gigi yang tidak sesuai, serta menggigit benda keras. Perilaku manusia seperti pengambilan resiko, masalah hubungan dengan kawan, hiperaktivitas, dan perilaku stress juga merupakan penyebab terjadinya TDI.4

a. Jatuh dan benturanSering terjadi pada anak dan orang tua. Seperti jatuh dari tangga, di garasi, teras, dan anak2 pada area bermain.

b. Aktivitas fisik (olahraga)Olahraga beresiko tinggi terhadap TDI contohnya American football, hockey, ice hockey, lacrosse, martial sport, rugby, dan skating. Olahraga yang beresiko medium misalnya basket, selam, squash, gymnastic, parachuting, dan waterpolo.

c. Kecelakaan lalu lintasTermasuk kedalamnya pejalan kaki, sepeda, dan mobil/motor. Trauma disini didominasi oleh multiple dental injuri, meliputi tulang pendukung, jaringan lunak, bibir, dan dagu.

d. Penggunaan gigi yang tidak sesuai Contohnya adalah menggigit pulpen, membuka bungkus makanan, memotong atau memegang barang dengan gigi, dan lainnya.

e. Mengigit benda kerasTDI dapat terjadi pada pasien pemakai tindikan pada lidah dan oral. Tindikan telah dilaporkan dapat mengakibatkan potong dan frakturnya suatu gigi dan restorasi, kerusakan pulpa, gigi yang retak, dan abrasi gigi.

5 Universitas YARSI

Page 6: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

f. Keadaan sakit, keterbatasan fisikPenderita epilepsi, cerebral palsy, anemia, dan kepusingan beresiko mengalami TDI.

g. Penyiksaan fisik Penyiksaan dan pemukulan terhadap anak atau orang sering mengakibatkan

terjadinya TDI. Pasien-pasien tersebut dibawa ke rumah sakit karena trauma

fasial. Penyembuhan fraktur multipel pada gigi atau rahang, terutama dengan

tahapan penyembuhan yang berbeda dapat menjadi tanda terjadinya suatu

penyiksaan. Pukulan saat berkelahi pun termasuk pada kategori ini. Penyiksaan ini

sering mengakibatkan kegoyangan, avulsi, atau fraktur gigi dan laserasi jaringan

lunak.

2.1.3 Memahami dan Menjelaskan Klasifikasi Fraktur Dentoalveolar

1. Klasifikasi fraktur menurut Ellis5,6

Klasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam kelompok dasar:a. Fraktur email: fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau

hanya sedikit mengenai dentin.b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa: fraktur mahkota yang mengenai

cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa.c. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa: fraktur mahkota yang

mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.d. Fraktur akare. Luksasi gigif. Intrusi gigi

2. Klasifikasi menurut Ellis dan Davey5,6,7

Ellis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu :

Kelas 1: Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email.Kelas 2: Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa.Kelas 3: Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya pulpa.Kelas 4: Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

6 Universitas YARSI

Page 7: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Kelas 5: Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi.Kelas 6: Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.Kelas 7: Perubahan posisi atau displacement gigi.Kelas 8: Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan.Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

3. Klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dan modifikasi oleh Andreasen7,8,9

Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai klasifikasi dengan nomor kode yang sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases), sebagai berikut:a. 873.60: Fraktur email

Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh atau retak pada email.

b. 873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya pulpaFraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka.

c. 873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpaFraktur yang rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa yang terbuka.

d. 873.63: Fraktur akarFraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut fraktur akar horizontal.

e. 873.64: Fraktur mahkota-akarFraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau tidak dengan terbukanya pulpa.

f. 873.66: LuksasiPergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi lateral, luksasi ekstruksi, dan luksasi intrusi.

g. 873.67: Intrusi atau ekstrusih. 873.68: Avulsi

Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya.i. 873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak

Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Andreasen (1981) menurut contoh berikut:6,9

a. 873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak rumit tanpa terbukanya pulpa.b. 873.64: Fraktur mahkota-akar yang rumit dengan terbukanya pulpa.

873.64 (Fraktur mahkota-akar komplit atau tidak komplit)

7 Universitas YARSI

Page 8: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

c. 873.66: Konkusi (concussion), injuri pada struktur pendukung gigi yang bereaksi terhadap perkusi.

d. 873.66: Subluksasi, suatu injuri pada struktur pendukung gigi dengan kegoyahan abnormal tetapi tanpa pemindahan gigi.

e. 873.66: Luksasi lateral, pemindahan gigi pada arah lain daripada ke aksial, diikuti oleh fraktur soket alveolar.

873.66 (Konkusi, subluksasi, lateral luksasi)

Klasifikasi fraktur mahkota gigi menurut World Health Organization(WHO) dengan nomor kode yang sesuai dengan klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases)  tahun 1995, sebagai berikut:a. (S 02.50): Infraksi enamel. Sebuah fraktur tidak utuh atau retaknya enamel

tanpa kehilangan substansi giginya.b. (S 02.50): Fraktur enamel. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi

yang mengenai enamel.c. (S 02.51): Fraktur enamel-dentin. Sebuah fraktur dengan hilangnya

substansi gigi yang melibatkan enamel dan dentin tanpa terbukanya pulpa.d. (S 02.52): Fraktur mahkota yang mengenai enamel dan dentin, dengan

terbukanya pulpa.e. (S 02.53): Fraktur akar. Sebuah fraktur yang mengenai dentin, sementum,

dan pulpa.f. (S 02.54): Fraktur mahkota-akar. Sebuah fraktur yang mengenai enamel,

dentin, dan sementum dengan atau tanpa terbukanya pulpa.

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization(WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi  jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut:6

I. Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.

Gambar 1. Infraksi(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

8 Universitas YARSI

Page 9: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.

Gambar 2. Fraktur enamel(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.

Gambar 3. Fraktur enamel-dentin(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.

Gambar 4. Fraktur enamel-dentin-pulpa(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

II. Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar

1. Fraktur mahkota-akar (N 502.53), yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture (N 502.54)) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture (N 502.54)).

9 Universitas YARSI

Page 10: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Gambar 5. Fraktur mahkota-akar tanpa pulpa exposure(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

Gambar 6. Fraktur mahkota-akar dengan pulpa exposure(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan lapisan email.

Gambar 7. Fraktur akar(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.

4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.

Gambar 8. Fraktur alveolar

10 Universitas YARSI

Page 11: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

III. Kerusakan pada jaringan periodontal.

1. Concussion (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.

Gambar 9. Concussion(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

2. Subluxation (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.

Gambar 10. Subluxation(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

4. Luksasi ekstrusi (partial displacement)  (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.

11 Universitas YARSI

Page 12: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Gambar 11. Extrusive luxation(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.

Gambar 12. Lateral Luxation(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

5. Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.

Gambar 13. Intrusive luxation(International Association of Dental Traumatology (IADT) Online, 2011)

6. Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket.

IV. Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut

1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.

12 Universitas YARSI

Page 13: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.

3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.

5. Klasifikasi menurut Andreasen

Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai berikut:

a) Fraktur SpontanMerupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada hal ini elemen-elemen enamel gigi mengalami atrisi dan aus karena adanya gesekan pada saat mengunyah. Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami fraktur. Fraktur spontan lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah. 

b) Fraktur Traumatik Fraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tiba-tiba. Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami fraktur, fraktur traumatrik dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut:

- Fraktur MahkotaFraktur mahkota merupakan jenis fraktur yang terjadi pada bagian enamel hingga ke bagian tulang gigi dengan atau tanpa patahnya sebagian elemen. Dalam hal ini, yang termasuk dalam jenis fraktur ini adalah jenis fraktur Ellis 1 dan Ellis 2. Fraktur mahkota juga dapat dibagi menjadi:

Infraksi Mahkota: Pada jenis ini, pada beberapa kasus fraktur yang terjadi tidak membentuk suatu patahan, namun hanya berupa garis retak saja yaitu sekitar 10-13%. Retak biasa mencapai dentin hingga pulpa. 

Fraktur Mahkota Tanpa Komplikasi: Merupakan fraktur yang terjadi pada sebagian email, dan dentin. Fraktur ini biasanya terjadi pada gigi anterior dan patah pada bagian sudut mesial maupun sudut distal. Biasanya jenis fraktur ini tidak menimbulkan rasa sakit, namun apabila fraktur terjadi hingga mencapai dentin, maka rasa sakit akan terasa terutama pada saat makan maupun karena

13 Universitas YARSI

Page 14: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

perubahan suhu. Rasa sakit pada saat mengunyah juga bisa terjadi karena jaringan periodontal juga mengalami kerusakan.

Fraktur Mahkota dengan Komplikasi: Pada jenis fraktur ini, bagian besar mahkota dan tulang gigi patah sehingga pulpa terbuka dan mengalami pendarahan kapiler. Rasa sakit biasanya timbul pada saat mengunyah dan jika terjadi perubahan suhu. Sekitar 4% penderita fraktur gigi mengalami fraktur jenis ini.

- Fraktur Akar Fraktur akar terjadi pada daerah sekitar akar gigi. Diagnosis fraktur dapat ditegakkan melalui pemeriksaan foto rontgen untuk mnegetahui kondisi gigi yang mengalami fraktur.

c) Fraktur Mahkota Akar Fraktur mahkota akar yang terjadi dari insisal sampai 2-3 mm di bawah pengikatan gingival pada elemen pada arah vestibulolingual, dan pulpa sering terlibat dalam hal ini. Pada gigi premolar atas, tonjol vestibular sering patah. Pada kasus yang terakhir, bagian yang patah biasanya ditahan pada tempatnya oleh serabut periodontal, sehingga retak pada mulanya kurang menarik perhatian. Keluhan yang terjadi pada pasien seperti keluhan pada pulpitis, dan sakitnya akan bertambah ketika digunakan untuk menggigit.

d) Fraktur Akar Gigi yang baru erupsi memiliki resiko untuk lepas dari alveolus apabila terjadi benturan, sedangkan gigi yang telah tumbuh sempurna memiliki resiko patah.

Andreasen (1981) juga mengklasifikasi trauma terhadap gigi berdasarkan gejala pada gambaran klinis, seperti:10

1. Perubahan warna enamel menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.2. Perubahan warna enamel yang mengalami hipoplasia, menjadi lebih putih atau kuning hingga kecokelatan.3. Dilaserasi mahkota.4. Malformasi gigi.5. Dilaserasi akar.6. Gangguan pada erupsi.

2.1.4 Memahami dan Menjelaskan Gejala Klinis Fraktur Dentoalveolar

Tanda-tanda klinis fraktur alveolar diantaranya adalah adanya kegoyangan

dan pergeseran beberapa gigi dalam satu segmen, laserasi pada gingiva dan vermil

ion bibir, serta adanya pembengkakan atau luka pada dagu. Untuk menegakkan

diagnose diperlukan pemeriksaan klinis yang teliti dan pemeriksaan radiografi.

14 Universitas YARSI

Page 15: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Tanda-tanda klinis lainnya dari fraktur alveolar yaitu adanya luka pada gingiva

dan hematom diatasnya, serta adanya nyeri tekan pada daerah garis fraktur. Pada

kasus frakturalveolar mungkin dapat terjadi trauma tidak langsung pada gigi atau

tulang pendukung yang dihasilkan dari pukulan pada dagu. Tulang pendukung

yang dihasilkan dari pukulan atau tekanan pada ragu. Hal ini bisa terlihat dengan

adanya pembengkakan atau hematom pada dagu serta luka pada bibir.11

2.1.5 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Fraktur Dentoalveolar

1. AnamnesisYang dimaksud dengan anamnesis adalah riwayat terjadinya trauma. Anamnesis dapat dilakukan dengan menanyakan langsung kepada penderita atau pengantar. Dalam melakukan anamnesis, ada beberapa informasi yang harus diketahui antara lain sebagai berikut:3

a). Kapan terjadinya traumaKarena jarak antara kecelakaan dan perawatan sangat penting diketahui bukan hanya untuk menentukan jenis perawatan yang akan dilakukan tetapi berpengaruh juga terhadap prognosisnya. Seperti pada gigi yang mengalami avulsi, semakin cepat gigi tersebut di replantasi, maka prognosisnya akan semakin baik. Juga pada fraktur rahang yang proses penyembuhannya akan berpengaruh jika perawatannya ditunda.3

b). Dimana tempat trauma terjadi.Hal ini penting karena mungkin saja penderita memerlukan suntikan anti tetanus karena luka akibat trauma tersebut terjadi di daerah yang kotor yang dengan mudah akan terkontaminasi dengan bakteri. Demikian juga pada kecelakaan mobil perlu diperhitungkan kemungkinan ada pecahan kaca pada bibir dan daerah muka.3

c). Bagaimana trauma terjadi.Informasi ini penting untuk mengetahui apakah trauma tersebut mengenai benda keras atau tumpul atau lunak. Karena trauma pada benda keras dapat mengakibatkan fraktur mahkota gigi, sedangkan trauma pada benda yang lunak atau tumpul seperti siku biasanya dapat mengakibatkan fraktur akar gigi dan luksasi.3

d). Perawatan yang sudah didapat.3

e). Riwayat trauma pada gigi.3

f). Penyakit sistemik yang diderita.3

15 Universitas YARSI

Page 16: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

g). Keluhan lain.3

h). Gangguan pengunyahan.3

2. Pemeriksaan klinisPemeriksaan klinis adalah informasi objektif yang diperoleh melalui pemeriksaan oleh dokter gigi dengan melihat temuan klinis pada pasien. Pemeriksaan secara klinis terbagi menjadi 3 bagian, yakni pemeriksaan fisik, pemeriksaan ektra oral, dan pemeriksaan intra oral.

1) Pemeriksaan fisikPemeriksaan menyeluruh diperlukan untuk menilai sejauh mana cedera yang terjadi. Informasi penting harus dikumpulkan untuk setiap pasien termasuk tanda tanda vital, review dari semua bagian kepala, sistem dan pemeriksaan leher. Hal ini penting untuk mengurangi cedera kepala, kerusakan mata, cedera tulang belakang, dan leher. Sebuah evaluasi dari ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya dapat menetapkan adanya cedera kepala. Hal penting yang harus diperhatikan ketika terjadi cedera yang cukup berat adalah tanda-tanda syok, seperti muka yang pucat, suhu badan dingin, nadi yang tidak beraturan, dan hipotensi.2

Pemeriksaan terhadap keadaan umum penderita, meliputi pemeriksaan denyut nadi, pernafasan, tekanan darah, tingkat kesadaran dan suhu tubuh.3

2) Pemerikasaan ekstra oralPemeriksaan ekstra oral adalah mengevaluasi kondisi sekitar mulut yang berhubungan dengan cedera yang dialami pasien anak fraktur dentoalveolar. Temuan klinis pada ektra oral harus dicatat untuk melengkapi penegakkan diagnosis, prognosis, dan rencana perawatan. Pasien dengan fraktur dentoalveolar harus diperiksa kondisi kepalanya. Luka ekstra oral seperti bengkak, memar, dan laserasi dapat mengindikasikan adanya fraktur pada tulang dan gigi. Tulang fasial pun harus dipalpasi untuk mengetahui ada tidaknya diskontinuitas tulang. Pemeriksaan lainnya adalah inspeksi pada kondisi sendi temporomandibular, jika ada bengkak, kliking, atau krepitasi.12

Pada kasus trauma gigi anterior ini dapat dilakukan dengan cara visual dan palpasi. Palpasi pada wajah dilakukan untuk melihat diskontinuitas tulang rahang yang menunjukkan adanya fraktur, gangguan pergerakan rahang, kelainan saraf serta hematoma.3 Kondisi pergerakan mandibula atau deviasi mandibula harus dicurigai adanya fraktur atau dislokasi rahang.2

16 Universitas YARSI

Page 17: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

3) Pemeriksaan intra oralPemeriksaan intra oral, Pemeriksaan ini penting untuk mendapatkan informasi agar dapat memberikan pertolongan pertama. Tindakan yang sebaiknya dilakukan pada pemeriksaan intra oral meliputi antara lain:3

a). Perkusi gigib). Pencatatan kegoyangan abnormal dari gigi atau tulang alveolar.c). Pencatatan adanya perubahan warna gigid). Pencatatan kerusakan jaringan lunak, seperti pada bibir, gusi, langit- langit

dan lidahe). Pencatatan perubahan letak gigif). Tes vitalitas dari gigig). Pencatatan adanya kerusakan prosesus alveolaris, dengan cara

palpasi prosesus alveolaris.

Pemeriksaan intra oral dievaluasi kondisi dalam rongga mulut, baik jaringan keras maupun jaringan lunaknya. Benda asing yang terdapat di rongga mulut seperti gumpalan darah, kotoran yang masih menempel, fragmen gigi, dan tanah harus dibersihkan dengan menggunakan H2O2 3%, larutan salin, dan air hangat.13

Pemeriksaan kondisi jaringan lunak sangat penting dan harus dilakukan secara hati-hati. Bagian yang harus menjadi perhatian di antaranya adalah bibir, mukosa oral, free dan attached gingiva, dan frenulum. Bagian tersebut dievaluasi jika ada laserasi atau hematoma yang disebabkan trauma. Hemoragi pada submukosa bibir atas biasanya disebabkan oleh fraktur dari tulang labial. Mobilitas dan lengkung gigi pun harus dievaluasi untuk mengetahui keparahan trauma setelah jaringan lunak diinspeksi.14

Berikut adalah pemeriksaan intra oral yang harus dilakukan dokter gigi pada pasien fraktur dentoalveolar:3

1). Kegoyangan gigi2). Reaksi pada perkusi3). Warna gigi4). Reaksi terhadap tes sensitifitas5). Tes vitalitas pulpa

3. Pemerikasaan radiografiPemeriksaan ini diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis kelainan akibat trauma dengan tepat dan benar. Pemeriksaan radiografi dapat menunjukkan kondisi yang tidak dapat terlihat secara klinis. Pada usia anak pemeriksaan ini agak sulit dilakukan karena ketakutan atau kurang kooperatifnya anak tersebut, sehingga diperlukan bantuan dari orang tua saat proses pengambilan foto rontgen.15

17 Universitas YARSI

Page 18: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Kegunaan pemeriksaan radiologisPemeriksaan ini diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosa kelainan akibat trauma gigi anterior yang tepat dan benar. Biasanya pemeriksaan radiologis dilakukan pada saat sebelum memulai perawatan, pada saat kontrol, sesudah perawatan sebagai evaluasi terhadap perawatan yang telah dilakukan. Pemeriksaan ini berguna untuk memberikan informasi, misalnya:3

a) Untuk melihat arah garis frakturb) Adanya fraktur akarc) Bagaimana tingkat keparahan dari gigi yang mengalami instrusi

atau ekstrusid) Adanya kelainan dari jaringan periodontale) Tingkat perkembangan akarf) Ukuran kamar pulpa dan saluran akarg) Adanya fraktur rahangh) Melihat keadaan fragmen gigi dan jaringan lunak lain disekitar rongga

mulut, seperti dasar mulut, bibir dan pipi.

Macam-macam foto rontgenTeknik foto rontgen yang biasa digunakan dalam melakukan pemeriksaan riologis pada kasus trauma gigi anterior adalah teknik intra oral (foto periapikal dan foto oklusal), dan kadangkala diperlukan teknik ekstra oral (foto panoramik, foto lateral dan foto postero-anterior) jika dengan foto intra oral garis fraktur tidak terlihat.3 Terdapat macam-macam teknik foto rontgen yang biasa dilakukan oleh dokter gigi untuk melengkapi informasi dalam upaya penegakkan diagnosis pada kasus trauma, berikut adalah macam-macamnya:3

1). Periapikal, dapat memberikan gambaran terperinci pada trauma alveolar dan gigi.

2). Foto oklusal, memberikan gambaran lebih mendetail fraktur prosesus alveolaris dan gigi.

3). Panoramik, dapat memberikan informasi gambaran fraktur mandibula keseluruhan. Foto panoramik juga dapat memberikan informasi mengenai keadaan nasal, septum nasi, dan periorbital bawah.

4). Posteroanterior, dapat menujukkan pergeseran medial atau lateral fragmen fraktur, angulus, korpus, simfisis, orbita, dan sinus maksilaris.

Macam-macam foto rontgen untuk kasus trauma dentoalveolar pada anakTidak semua teknik foto rontgen bisa dilakukan pada anak terutama saat mereka dalam kondisi trauma karena rendahnya tingkat kooperatif pasien, macam teknik foto rontgen yang dapat dilakukan pada pasien anak, yaitu:16

1). Foto oklusal maksila anterior atau oklusal mandibula anterior2). Foto panoramic3). True lateral maxilla untuk kasus intrusi pada gigi sulung anterior

18 Universitas YARSI

Page 19: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Literatur lain mengatakan bahwa pemeriksaan radiografi anak harus didasarkan pada kemampuan anak untuk melakukan prosedur pengambilan foto tersebut dan suspek injurinya, berikut adalah sudut yang direkomendasi pada pemeriksaan radiografi pada anak agar kondisi fraktur yang ingin diperiksa dapat diidentifikasi dengan baik:1). Sudut horisontal 90°2). Occlusal view (ukuran 2 film, arah horisontal)3). Ektra-oral arah lateral yang berguna untuk mengetahui hubungan apeks dengan gigi yang berpindah dan posisi benih gigi dalam keterlibatannya jika ada dislokasi (ukuran 2 film, arah vertikal)

Pemeriksaan radiografi pada anak selain yang telah disebutkan di atas, dokter gigi pada umumnya lebih sering memilih teknik foto rontgen periapikal karena lebih sederhana, mudah didapatkan, dan hasilnya lebih detail dibandingkan dengan panoramik atau oklusal. Kesulitan pada saat pengambilan foto dapat dibantu oleh orang tua pasien anak tersebut.

2.1.6 Memahami dan Menjelaskan Perawatan Fraktur Dentoalveolar

Perawatan/ Penanggulangan Trauma Secara Umum dan Segera Kondisi Saluran PernapasanPasien yang mengalami trauma orofasial harus diperhatikan benar-benar mengenai pernapasannya. Tindakan pertama adalah aspirasi darah, pengambilan serpihan gigi atau protesa. Dasar dari usaha mempertahankan jalan napas adalah dengan mengontrol perdarahan dari mulut/hidung dan membersihkan orofaring. Gigi yang sangat goyang yang dikhawatirkan akan terlepas sendiri, atau terhisap sebaiknya dicabut. Fraktur-fraktur tertentu misalnya fraktur bilateral melalui region mentalis atau fraktur maksilla dengan pergesaran ke arah posteroinferior menuju faring, cenderung menyumbat saluran pernapasan. Jika fragmen symphysis mandibulae bergeser ke posterior, maka dukungan ke arah anterior terhadap lidah akan hilang, sehingga mengakibatkan kolaps lidah ke arah posterior (ke faring). Pergeseran maksilla ke arah inferoposterior bisa mengakibatkan penyumbatan mekanis langsung pada orofaring. Lidah bisa dikontrol dengan melakukan penjahitan menggunakan benang sutera tebal pada ujung lidah dan menahan lidah untuk tetap pada posisi anterior. Keterlibatan maksila tidak mudah diatasi dan mungkin tergantung pada reduksi dari fraktur, atau paling tidak pada imobilisasi sementara yang dilakukan dengan jalan mengfiksasinya terhadap mandibula yang masih utuh.4

Sumbatan Jalan Napas yang TertundaSumbatan tertunda dari jalan napas bisa disebabkan karena pembengkakan atau edema lidah atau faring yang diakibatkan oleh hematom sublingual, luka-luka lingual, menghisap udara panas atau menelan bahan kausatik. Hematom bisa

19 Universitas YARSI

Page 20: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

menyebabkan elevasi dan penempatan lidah ke arah posterior. Luka-luka dan luka bakar sering menyebabkan terjadinya edema lidah yang besar dan juga menyebabkan lidah tergeser ke arah posterior. Cedera pada saraf sering mempersulit masalah yang sudah ada, yakni berupa gangguan dalam melakukan kontrol gerakan lidah. Apabila diperkirakan akan terjadi edema lingual atau faringeal, maka penggunaan fiksasi maksilomandibular ditunda. Fiksasi interdental yang kaku menyebabkan lidah tidak dapat diprotrusikan, sehingga membuat lidah cenderung bergerak ke arah posterior dan berakibat fatal. Apabila kondisi saluran pernapasan diragukan, bisa dilakukan pemasangan alat bantu pernapasan oro- atau nasofaringeal, intubasi endotracheal dan tracheostomi pada kasus tertentu.4

PerdarahanPerdarahan yang menyertai trauma orofasial jarang berakibat fatal. Penekanan, baik langsung dengan jari atau secara tidak langsung dengan menggunakan kasa, bisa menghentikan sebagian besar kasus perdarahan rongga mulut. Untuk membatasi perdarahan kadang-kadang diperlukan klem dan pengikat pembuluh yang terlibat (biasanya a. maksillaris, a. lingualis, a. karotis eksterna). Walaupun perdarahan yang tertunda jarang menimbulkan masalah yang serius, tetapi karena diperlukan untuk tindakan bedah pada waktu selanjutnya, maka pada sebagian besar trauma orofasial mayor harus dilakukan pemeriksaan golongan darah untuk keperluan tranfusi.4

AntibiotikTerapi antibiotic profilaksis diberikan berdasarkan pada kondisi individu. Terapi ini diperuntukkan pada individu resiko tinggi, terutama untuk pasien di mana daerah yang mengalami fraktur terbuka (berhubungan dengan permukaan kulit atau mukosa) dan kemungkinan besar terkontaminasi, atau apabila perawatan definitif harus ditunda.4

Kontrol Rasa SakitTerapi untuk menghilangkan rasa sakit biasanya minimal, karena pasien yang mengalami cedera yang relatif berat, tidak terlalu menderita seperti kelihatannnya. Karena analgesic narkotik cenderung menimbulkan edema serebral dan menyulitkan penentuan tingkat kesadaran, pemberiannya ditunda sampai pasien jelas mengalami cedera kranioserebral. Pada mulanya obat-obatan narkotik untuk pemberian intravena atau intramuscular sering digunakan. Namun selanjutnya, kombinasi narkotik/ non narkotik mulai dapat diberikan secara oral dan sering terdapat dalam bentuk cairan. Aplikasi dingin pada bagian yang mengalami cedera bisa mengurangi ketidaknyamanan, dan sekaligus mengontrol edema.4

Perawatan Pendukung

20 Universitas YARSI

Page 21: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Karena pasien biasanya tidak bisa makan secara normal, terapi pendukung untuk pasien orofasial terdiri atas pemberian cairan yang cukup. Di rumah sakit hal ini dilakukan dengan pemberian cairan intravena (biasanya larutan elektrolit yang seimbang). Untuk perawatn di rumah, maka pemberian cairan bisa dilakukan lewat mulut. Pasien diberi diet cairan, kadang ditambah dengan protein atau vitamin. Seringkali pasien trauma orofasial harus berpuasa selama menunggu pembedahan.4

Perawatan fraktur Mahkota dan AkarSeperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, ada beberapa hal yang mampu menyebabkan fraktur pada mahkota maupun pada akar, klasifikasikan pun sudah diterangkan sebelumnya. Disini akan dibahas mengenai langkah-langkah perawatan yang harus dilakukan untuk memperbaiki fraktur tersebut sehingga gigi bisa berfungsi kembali dengan normal.4

1. Fraktur EmailYang dimaksud dengan fraktur email disini adalah fraktur tidak mengenai jaringan gigi yang lebih dalam (dentin mauapun pulpa) namun hanya sebatas email. Sebenarnya kasus ini memiliki prognosis yang baik.. Namun tidak memungkinkan timbulnya pergeseran letak gigi (luksasi). Perawatan yang dapat diberikan antara lain dengan menghaluskan bagian email yang kasar akibat fraktur tersebut atau dengan memperbaiki struktur gigi tersebut.4

2. Fraktur Makhota dengan Pulpa Masih TertutupFraktur ini mengenai jaringan gigi yang lebih dalam, tidak hanya sebatas pada email namun juga sudah mengenai dentin namun pulpa masih terlindungi. Perawatan yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan material komposit untuk mengembalikan struktur gigi atau dengan cara yang lebih konservatif lagi yakni menempelkan kembali fragmen fraktur tersebut pada jaringan gigi setelah sebelumnya dilakukan etsa asam dan dengan bantuan bonding agent.4

3. Fraktur Mahkota dengan Pulpa TerbukaFraktur jenis ini adalah tipe fraktur yang bisa dikatakan complicated, karena fraktur melibatkan daerah email, dentin dan juga pulpa. Perawatannya pun agak sedikit berbeda dan tidak sesederhana dua kasus di atas. Hal lain yang harus diperhatikan saat menangani kasus ini adalah maturasi gigi, ini penting untuk menentukan apakah apeks gigi sudah menutup sempurna atau belum karena akan membedakan langkah perawatan yang akan diberikan.4

a. Gigi dengan apeks yang masih terbukaKondisi ini sangat tidak memungkinkan dilakukan pulpektomi, karena dinding akar masih tipis, vitalitas gigi harus tetap dipertahankan demi kelangsungan hidup

21 Universitas YARSI

Page 22: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

gigi selanjutnya. Hal yang bisa dilakukan pada tahap ini adalah dengan melakukan pulpotomi dangkal dengan formokresol. Tahap yang bisa dilakukan:4

o Anestesi lokal dan pemasangan isolator karet

o Pembuangan jaringan pulpa bagian koronal sampai garis serviks dengan

bur bulat steril.o Kemudian lakukan irigasi dengan akuades steril atau garam fisiologis

(NaOCl) dan keringkan dengan cotton pellet steril.o Letakkan cotton pellet yang sudah diberi formokresol di atas sisa jaringan

pulpa (3 menit)o Setelah tiga menit, angkat dan letakkan adukan encer pasta Zn oksid dan

formokresol di atas jaringan pulpa.o Tambahkan adukan kental semen ZOE

o Tutup kavitas dengan semen Zn oksifosfat

o Lakukan pemeriksaan radiografis selang 6 bulan sampai penutupan apeks

memungkinkan untuk dilakukan perawatan saluran akar.

Namun jika ingin hasil restorasi yang lebih estetik dapt dilakukan restorasi komposit, dengan tahapan:4

o Lakukan langkah a-c seperti di atas.

o Diberikan pelapis CaOH.

o Tambahkan semen glass ionomer

o Lakukan restorasi komposit sesuai dengan aturan yang berlaku.

Pada perawatan dengan CaOH ini , jika memungkinkan dilakukan pembukaan gigi kembali sekitar 6-12 bulan kemudian untuk membuang lapisan kalsium hidroksida dan menggantinya dengan material adhesif. Hal ini dikarenakan CaOH adalah bahan yang semakin lama akan makin terdisintegrasi. Pembongkaran kembali ini diharapkan dapat meminimalisir kebocoran mikro yang nantinya akan menyebabkan adanya rongga antara jembatan dentin yang baru dengan restorasi yang menutupinya. Lain halnya jika kita menggunakan MTA (mineral trioksid agregat), jika menggunakan material ini maka tidak diperlukan pembukaan gigi kembali setelah 6-12 bulan. Namun ada tahapan yang berbeda yakni, pengaplikasian MTA harus pada keadaan gigi yang lembab diletakkan sedikit demi sedikit pada pulpa lalu biarkan mengeras selama 6-12 jam (tidak perlu ditutupi restorasi, pada saat ini pasien diharapkan tidak menggunakan gigi tersebut). Setelah itu barulah diberikan tambalan komposit.4

b) Gigi dengan apeks yang sudah menutup sempurnaPerawatan yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pulpektomi disertai dengan perawatan saluran akar. Perawatan saluran akar biasanya dilakukan jika fraktur yang terjadi sudah mencapai daerah margin ginggiva dan diperlukan

22 Universitas YARSI

Page 23: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

pembuatan mahkota pasak dan inti. Perawatan saluran akar tentunya akan sangat membantu sebagai tahap persiapan.4

Lain halnya jika fraktur dengan pulpa terbuka ini terjadi pada gigi sulung. Ada dua hal yang diindikasikan yakni pencabutan dan pulpotomi. Semua ini bergantung pada usia pasien, jika setengah bagian apeks sudah resorpsi maka pencabutan adalah indikasi utama. Namun, jika akar belum mengalami resorpsi bisa dilakukan perawatan saluran akar dengan pasta OSE yang bisa diresorpsi, mahkota yang fraktur kemudian bisa direstorasi menggunakan komposit.4

4. Fraktur Mahkota dengan pulpa nekrotik dan terbukaPerawatan untuk kasus seperti ini juga dibedakan berdasarkan keadaan di derah apeks, jika apeks sudah tertutup maka perawatannya sama seperti perawatan abses alveolar akut. Namun jika apeks masih terbuka maka perawatan yang bisa dilakukan:4

o Perawatan seperti abses alveolar akut

o Jika terjadi drainase maka biarkan terbuka dan pasien diminta datang 5-7

hari kemudiano Pada kunjungan berikutnya, dilakukan pembersihan saluran akar

o Kemudian dikeringkan dengan kertas isap steril

o Pasta campuran CaOH dan CMCP diletakkan di saluran akar

o Penutupan kavitas dengan semen ZnOe dan Zn oksifosfat.

o Pasien diminta datang 6 bulan kemudian untuk pemeriksaan klinis dan

radiografik.

5. Fraktur AkarFraktur pada akar tidak selalu memerlukan perawatan saluran akar, hal terpenting yang harus dilakukan adalah dengan menempatkan kembali segmen koronal dan distabilkan dengan splin selama kurang lebih 12 minggu. Kemudian pasien diminta datang untuk melakukan pemeriksaan apakah fraktur sudah membaik serta mengetahui kevitalan pulpa.4

a) Fraktur Sepertiga Serviks dengan Pulpa Nekrotiko Perawatan yang bisa dilakukan antara lain:4

o Melakukan anestesi lokal

o Melepaskan segmen korona

Lakukan ginggivektomi dan alveoplasti agar akar terlihat sehingga bisa dilakukan perawatan saluran akar dan preparasi untuk pasak dan mahkota.

b) Fraktur Sepertiga TengahPerawatan yang bisa dilakukan antara lain dengan stabilisasi fragmen fraktur, implan endosseous atau pengambilan kedua fragmen fraktur.4

o Stabilisasi fragmen fraktur4

23 Universitas YARSI

Page 24: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Kunjungan pertama Penstabilan gigi dengna menggunakan splin Preparasi kedua segmen saluran akar dan lakukan pembersihan. Preparasi saluran akar dengan file Tutup kavitas dengan cotton pellet dan semen ZnOE. Pasien diminta datang 1-2 minggu kemudian.

Kunjungan kedua Lakukan irigasi dan pembersihan saluran akar Keringkan dengan kertas isap (paper point) Pilih pin chrome-cobalt yang sesuai dengan panjang saluran akar, dapat di

cek dengan bantuan rontgen. Jika letaknya sudah sesuai maka pada bagian pin kita beri takik kira-kira

pada bagian orifis agar bisa dipisahkan ketika sementasi. Sterilkan pin dan kemudian dimasukkan ke dalam saluran akar dengan

bantuan semen saluran akar, sambil ditekkan ke arah apeks dilakukan pemutaran pin agar patah pada bagian takik yang sudah dibuat.

Periksa kedudukan pin, jika sudah pas bisa dilakukan restorasi tetap.

o Penempatan implant endosseous4

Pada perawatan jenis ini, diharapkan penyembuhan akan memungkinkan tulang baru terbentuk di sekitar pin dan gigi akan menjadi stabil. Tahapan yang dilakukan:4

Preparasi saluran akar Pengambilan bagian apeks dengan teknik bedah, bagian apeks dibuka dan

fragmen akar diangkat. Pilih pin chrome-cobbalt yang sesuai, masukkan melalui lubang preparasi. Usahakan posisi pin mencapai posisi ujung akar semula, namun jangan

sampai menyentuh tulang. Setelah di dapat posisi yang pas, maka buat takik pada pin.

Ketika saluran akar sudah bersih dan sudah dikeringkan dapat dimasukkan adukan semen saluran akar, ulasi pin dengan adukan semen yang sama. Masukkan pin ke dalam saluran akar.

Tutup kavitas dengan restorasi kemudian flap dijahit. Selama periode penyembuhan dapat dipakai splin jika sesudah perawatan

gigi terlihat goyang.

c) Fraktur sepertiga apeksPerawatannya bisa berupa stabilisasi kedua fragmen seperti pada kasus fraktur sepertiga tengah atau dengan preparasi fragmen korona secara konvensional dan diisi gutta perca, fragmen apeks dibiarkan dan jaringan pulpa mungkin tetap vital. Terapi lain yang mungkin diberikan adalah dengan preparasi fragmen korona dan

24 Universitas YARSI

Page 25: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

mengisinya secara konvensional, fragmen apeks di angkat dengan cara bedah dan dilakukan pengisian retrogard dengan amalgam.4

6. Fraktur Mahkota-AkarFraktur mahkota akar sangat sulit dirawat dan keberhasilannya tergantung pada kedalaman garis fraktur di palatal. Bila pasien datang, fragmen korona sering sangat goyang dapat tetap melekat melalui ligament periodontal. Biasanya anestesi local perlu diberikan agar fragmen dapat dilepas dan dilakukan pemeriksaan dari luas fraktur. Bila fraktur terletak superficial, maka perawatan saluran akar dapat dilakukan dan dilakukan pembuatan mahkota pasak. Bila fraktur lebih dalam, akan lebih sulit untuk mengisolasi gigi untuk perawatan saluran akar dan ekstruksi ortodonti dari akar perlu dipertimbangkan sebelum merestorasi dengan mahkota pasak. Bila fraktur sangat dalam maka apa yang tertinggal terlalu kecil untuk mendukung restorasi bahkan setelah dilakukan ekstruksi ortodonti; gigi seperti ini juga cenderung tanggal.4

Penanggulangan Gigi Sulung yang Terkena TraumaKoordinasi yang buruk pada pasien anak yang sedang belajar berjalan , serta rasio antara pulp-chamber yang relatif besar, menyebabkan banyak terjadinya trauma dentoalveolar pada anak. Dalam mengelola pasien tersebut, mungkin memerlukan sedasi dan restraint (pengekangan). Dengan demikian, faktor-faktor tambahan harus ditangani selama dilakukan pengobatan. Displacement lebih banyak terjadi daripada patah gigi pada gigi primer karena daerah sekeliling tulangnya masih resilien. Begitu pula dengan cedera ini yang lebih sering terjadi pada gigi anak dibandingkan pada gigi permanen.17

Mengobati trauma pada gigi primer ditentukan oleh kemungkinan bahaya terhadap benih gigi permanen, sekunder ke posisi bukal - oklusal gigi primer terhadap benih gigi permanen.17

25 Universitas YARSI

Page 26: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

.

Gambar 14. Posisi bukal - oklusal gigi primer terhadap benih gigi permanen17

Transmisi gaya pada gigi yang berkembang memungkinkan terjadinya displacement yang dapat menyebabkan gangguan odontogenesis, sehingga menghasilkan perubahan warna enamel dan atau hyploplasia.17

Fraktur Mahkota SebagianPada fraktur mahkota sebagian, bagian runcing dari mahkota harus di haluskan atau restorasi morfologi mahkota dapat didapatkan dengan cooperation reasonable.17

Gambar 15. (a) Posisi normal gigi sulung ke kuncup gigi permanen. (b) Intrusi apikal akar gigi sulung menyangkut pada kuncup gigi permanen, tanda panah biru

menandakan kuncup gigi permanen. (c) Hypoplasia sekunder gigi permanen ke intrusi apikal.17

Andreasen dan Raven melaporkan tentang prognosis pada trauma gigi pengganti permanen, juga gaya yang diberikan oleh gigi primer. Mereka menemukan bahwa

26 Universitas YARSI

Page 27: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

usia individu pada saat cedera dan jenis cedera berperan penting dalam pengembangan gigi permanen.17

Gambar 16. Asosiasi tipe luksasi injury dengan malformasi dentisi permanen. Adaptasi dari Andreasen JO dan Ravn JJ.17

Crown FractureDalam kasus fraktur yang tidak parah dengan tepian tajam dipinggirnya, abrasive disc atau bur dapat digunakan untuk menghaluskan fraktur. jika pasien menginginkan hasil yang estetis, dan pasien mampu, mahkota dapat diperbaiki dengan resin komposit.4

Fraktur mahkota yang parah merupakan kasus yang sulit untuk dihadapi jika kurangnya kerjasama dari anak dan karena perawatan (pulpotomy) adalah teknik-sensitif. Pilihan perawatan parsial pulpotomy dengan kalsium hidroksida atau pulpotomy dengan formocresol atau seng oksida eugenol. tampaknya hasilnya sama baik antara pilihan yang tersedia, mendukung indikasi untuk pendekatan konservatif untuk mengobati luka. dalam satu studi klinis, tingkat keberhasilan dari pulpotomy adalah 76%. studi clinical lain, pulpotomy (menggunakan formocresol) dan pulpectomy (menggunakan seng oksida eugenol) yang dibandingkan dan ditemukan memiliki tingkay keberhasilan masing-masing dari 86% dan 78%. Temuan yang menghalangi keberhasilan pulpectomy bahwa sebagian besar kasus menunjukkan resorpsi lengkap partikel seng oksida di daerah gingiva. prosedur ini biasanya tidak direkomendasikan.4

Trioksida mineral agregat (MTA) baru-baru ini telah diusulkan untuk pulpotomy tapi penelitian klinis jangka panjang diperlukan sebelum merekomendasikan penggunaan secara umum.4

27 Universitas YARSI

Page 28: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Crown-Root FractureEkstraksi merupakan pilihan perawatan yang sering dilakukan.4

Root FractureFraktur akar dengan sedikit perpindahan fragmen koronal dapat dibiarkan tidak diobati dan akan resorbsi pada waktu yang diharapkan. ketika fragmen mahkota sangat longgar fragmen koronal yang ekstruksi harus diekstraksi untuk mencegah anak menghirup itu. fragmen apikal dapat dibiarkan untuk resorpsi fisiologis. jika anak mampu mengatasi dan fragmen koronal tidak berpindah, kawat-komposit splint telah dianjurkan selama 3 minggu. Namun, nilai perawatan semacam ini tampaknya dipertanyakan.4

EkstrusiEkstrusi gigi primer dapat mangalami reposisi dan stabil untuk waktu yang singkat jika anak segera diobati jika ada cedera. jika bekuan darah sudah masuk ke dalam soket alveolar dan tidak terjadi reposisi, gigi dapat kembali normal secara spontan atau diekstraksi tergantung pada tingkat ekstrusi dan mobilitas.4

Lateral LuxationDalam beberapa kasus lateral luksasi mungkin terdapat gangguan occlusal. dalam kasus ini, setelah penggunaan anestesi lokal, gigi yang posisinya kombinasi antara gabungan tekanan labial dan palatal. jika perlu dan mungkin, splint dapat digunakan selama 2-3 minggu.4

Karena open bite anterior pada anak kecil lebih sering terlukasi lateral gigi utama tidak mengalami gangguan oklusal dapat sembuh tanpa pengobatan, dan reposisi spontan dipengaruhi oleh kekuatan fisiologis lidah biasanya dapat terjadi dalam waktu 3 bulan. Namun, dalam studi lanjutan, 5% dari gigi yang terluksasi lateral tidak sepenuhnya reposisi setelah 1 tahun.4

Untuk mengobati lateral luxations tanpa open bite yang tidak dapat direposisi, mengikis tepi incisal gigi atas dan bawah atau sementara menambahkan komposit ke permukaan occlusal molar untuk membuat artifisial anterior.4

Concussio and subluxationCedera ini tidak memerlukan perawatan akut, namun harus memberitahukan orangtua untuk menjaga kebersihan mulut anak untuk mencegah kontaminasi bakteri melalui ligamentum periodontal. chlorhexidine dapat diaplikasi ke gingiva gigi dua kali sehari selama 7 hari dapat direkomendasikan.4

IntrusionPerawatan gigi instrusi dapat dibagi 3, yaitu : Reposisi dengan pesawat ortodonti, reposisi gigi dengan tindakan bedah dan observasi gigi dengan cara reerupsi.

28 Universitas YARSI

Page 29: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Sebaiknya jika gigi yang intrusi akarnya belum tumbuh sempuma, dapat diobservasi dengan cara re-erupsi, sedangkan jika akar gigi sudah tumbuh sempurna reposisi secara bedah atau dengan pesawat ortodonti merupakan pilihan.4

Perawatan gigi intrusi masih diperdebatkan. masalah penting adalah pencegahan dari cedera gigi susu berlanjut pada gigi permanen. dalam studi eksperimen pada monyet, di mana gigi insisif primer yang sengaja menghambat penggantian gigi permanen, tampaknya mengganggu ekstraksi dari gigi insisif primer histologis mengakibatkan kerusakan ringan pada epitel enamel gigi pengganti. Namun, dalam studi makroskopik yang sama, ditemukan frekuensi dan tingkat makroskopik cacat enamel yang hampir identik dalam dua kelompok.4

Studi klinis juga menunjukkan hanya sebagian kecil dan perbedaan yang tidak signifikan dalam tingkat perkembangan dan frekuensi pengganggu dalam pertumbuhan gigi permanen ketika perawatan atau ekstraksi dari intrusi gigi primer telah dibandingkan.4

AvulsionGigi yang mengalami avulsi atau hiksasi kedua-nya merupakan suatu masalah gigi dan emosional. Keadaan ini biasanya adalah akibat trauma pada gigi anterior anak kecil atau remaja. Syok dan rasa sakit injuri dan lepasnya gigi yang dipcrlukan untuk makan, bicara dan senyum, scring menyebabkan pergolakan pada pasien dan orangtuanya. Situasi menjadi lebih sulit karena adanya kebutuhan perawatan darurat, untuk meningkatkan prognosis. Makin lama gigi yang mengalami hiksasi keluar dari soketnya makin kecil kemungkinannya gigi tetap sehat dan berfungsi setelah replantasi.

Hal- hal yang dapat di lakukan untuk dapat mengoptimalkan dalam replantasi gigi setelah terjadi avulse adalah diberitahu incngenai kecelakaan dan dalam per-siapan untuk kunjungan dalam waktu dekat:

1. Cuci gigi dengan air yang mengalir tanpa mcnyikat atau membersihkannya, dan periksa giginya untuk meyakinkan bahwa gigi masih utuh

2. Minta kepada pasien untuk berkumur. Tempatkan gigi kembali dalam soketnya dengan tekanan jari yang lembut dan mantap. Bila pasien kooperatif dan mampu, minta kepada pasien untuk mengatupkan gigi-giginya secara hati-hati, untuk mengatupkan gigi kembali pada posisinya semula.

3. Bawa pasien segera kedokter gigi.

Bila pasien atau orang tua tidak dapat menempatkan kemhali gigi pada soketnya, maka cepat membawa gigi tersebut ke doktergigi merupakan suaru keadaan yang penting. Gigi harus dihawa di dalam sarana yang basah untuk menjaga kelangsungan hidup ligamen periodontal yang tersobek. Sarana yang paling mudah tersedia adalah mulut pasien di mana gigi dapat direndam dalam saliva pada temperatur badan. Bila hal ini tidak dapat dilakukan dengan aman, misalnya

29 Universitas YARSI

Page 30: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

pada anak yang masih terlaJu muda, maka gigi ditempatkan ke dalam botol susu, bila ada, untuk dibawa ke dokter gigi. Gigi jangan dibungkus di dalam sapu tangan atau lisu kering karena ligamen periodontal akan mengalami dehidrasi.

Karena beberapa studi menunjukkan bahwa waklu di luar mulut bagi gigi yang terlepas, maksimal tidak boleh melebihi 30 merit, pasien harus segera dibawa ke dokter gigi . Makin cepat di-replantasi makin baik prognosisnya.

Sctelah pasien tiba di tempat dokter gigi, di-lakukan prosedur berikut:

1. Bila gigi di dalam soketnya, lakukan ligasi, slabilisasi, dan buka oklusi gigi yang di-replantasi. Bila gigi keluar dari soketnya atau posisinya tidak baik, gigi direplantasi secara baik sebelum dilakukan ligasi.

2. Buat suatu radiograf untuk memeriksa posisi gigi di dalam soket dan untuk mengetabui apakah terdapat fraktur akar atau tulang alveolar. Pcriksa gigi-gigi di dekatnya uniuk kemungkinan adanya fraktur akar.

3. Jangan mencoba melakukan perawatan endodontik pada waktu ini kecuali bila gigi memerlukan drainase. Dalam kasus seperti itu, kamar pulpa dibuka, kamar pulpa dan saluran akar di bersihkan,masukkan medikamen intrakanal dan tutup kavitas. perawatan endodontic diselesaikan pada lain waktu.

Traumatik injuri pada rongga mulut dan sekitarnya merupakan kasus yang banyak terjadi di kalangan anak dan remaja, sehingga mernbutuhkan perhatian baik dan teliti mengenai perawatan dari dokter gigi. Penyebab trauma pada gigi permanen antara lain jatuh dari sepeda, berkelahi, kecelakaan lalu linlas dan olahraga.4

Keparahan trauma pada gigi geligi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yang salah satu diantaranya adalah lepasnya seluruh bagian gigi dari soket atau yang biasa kita sebut dengan avulsi. Keberhasi1an perawatan dari gigi yang avulsi tergantung dari berapa lama terjadinya, tempat kejadian, tindakan apa yang dilakukan pertama kali ketika terjadinya gigi avulsi dan bagaimana cara penanganan gigi avulsi tersebut. Penanganan pendahuluan terhadap gigi yang mengalami avulsi ini terdiri dari replantasi, splinting serta kontrol secara periodik. Kemudian dilanjutkan dengan perawatan saluran akar dan restorasi resin komposit.4

Meskipun beberapa laporan telah dipublikasikan pada replantasi gigi avulsi, pada praktikya tidak dapat direkomendasikan sampai bukti lebih lanjut menunjukkan bahwa pengganti permanen tidak akan terlibat, karena replantasi gigi primer dapat menggantikan coagulum ke dalam folikel gigi insisal permanen. Selanjutnya, inflamasi periapical dapat menjadi nekrosis pulp pada replantasi gigi permanen karena gangguan mineralisasi pertumbuhan gigi permanen. ruang yang dihasilkan dari kehilangan gigi incisal primer rahang atas dapat dikembalikan untuk tujuan estetik dengan manggunakan fixed appliances. Namun, perlu

30 Universitas YARSI

Page 31: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

perhatian khusus dalam kasus-kasus ini terhadap kemungkinan gangguan pada fisiologis ekspansi rahang atas.4

Macam-macam Alat Stabilisasi untuk Fraktur Dentoalveolar8,10

Splinting properties

Rigiditas dari splint dapat digambarkan sebagai berikut :

1. Flexible dan semi-rigid : optimal untuk pulpa dan periodontal healinga. Lebih mobility daripada gigi non-injuredb. Sama dengan mobilitas normal gigi

2. Rigid : dapat digunakan pada cervical root fracture dan replantasi gigi setelah PDL removal dan perawatan fluoride.a. Kurang dari mobilitas normal gigiSplint yang optimal dapat memenuhi mayoritas dari seluruh persyaratan dibawah ini : Aplikasi direct intraoral Mudah dibuat dengan matetial yang tersedia dalam praktek dental Tidak meningkatkan periodontal injury atau memicu caries Tidak iritasi terhadap jaringan lunak oral Pasif, tidak menggunakan tekanan orthodontic pada gigi Serbaguna dalam mencapai rigid, semi-rigid, atau fleksibel splint Mudah dikembalikan dan berakibat minimal atau tidak ada kerusakan

permanen pada gigi Memungkinkan tes pulpa dan perawatan endodontic Hygiene dan estetik

Tipe-tipe splinting

a. Suture splintTipe paling simple adalah letak suture pada incisal edge dari palatal/lingual gingival menuju buccal gingival. Fiksasi seperti ini dapat digunakan, contohnya, dalam mencegah reposisi incisor dari ekstruding, tapi hanya akan efektif untuk jangka waktu pendek. Setelah autotransplantasi pada premolar, suture diletakkan pada permukaan oklusal pada transplant. Suture splint ditemukan untuk meningkatkan prognosis gigi autotransplanted dibandingkan rigid splint.

b. Arch barBeberapa decade yang lalu, rigid splinting dari gigi luxasi dianggap perlu, dan jenis splint yang digunakan adalah arch bar atau cap splint. Splint ini menyebabkan kerusakan pada gigi yang terluka, dikarenakan reposisi tidak akurat, yang dapat menekan jaringan longgar gigi terhadap dinding soket. Selanjutnya, terdapat resiko invasi bakteri ke dalam jaringan periodontal karena dekatnya letak splint dan wire terhadap margin gingival.

c. Orthodontic appliance

31 Universitas YARSI

Page 32: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Orthodontic ligature wire bonded dengan composite atau attached pada bracket telah dianjurkan. Bagaimanapun, orthodontic bracket wire dan composite dapat mengakibatkan iritasi pada mukosa oral, gangguan pada oral hygiene dan ketidaknyamanan, terutama pada awal dari periode splinting. Selanjutnya, permintaan untuk splinting pasif (dengan gigi pada posisi netral) terancam jika bracket bersatu dengan rectangular orthodontic wire. Maka dari itu, direkomendasikan untuk menggunakan malleable steel wire.

d. CompositeSplint yang sepenuhnya terdiri dari composite resin bersifat estetik dan mudah untuk dibuat, tetapi telah ditemukan untuk fraktur pada daerah interdental, sebagaimana material tersebut fragile. Splint bersifat rigid dan dengan demikian melanggar permintaan untuk splinting pada kebanyakan kasus. Terlebih lagi, karena kecocokan warna dan bonding strength pada goresan enamel, hal ini sulit untuk mengembalikannya tanpa merusak underlying tooth structure. Jika splint dengan material ini harus digunakan, maka dianjurkan untuk splint pada gigi luxasi dengan hanya satu gigi yang berdekatan.

e. Wire-compositeSatu dari keuntungan utama adalah splint CONSTRUCTED dari material yang secara rutin tersedia di kantor dental. Mudah dimodifikasi menjadi rigid splint oleh perubahan dimensi dari wire atau oleh penambahan composite selama labial wire up pada ruang interdental. Bagaimanapun, terdapat masalah yang sama pada resiko kerusakan potensial pada underlying enamel sebagaimana dengan composite splint.Pada studi comparative baru pada berbagai tipe dari splint pada sukarelawan, wire-composite splint terbukti dapat diterima dengan baik, tidak mengakibatkan kerusakan besar pada mukosa oral dan memperbolehkan sukarelawan mempertahankan oral hygiene yg bagus.

Pada beberapa studi yang menggunakan fiber glass daripada wire telah dideskripsikan dan secara berkala digunakan. Fiber glass ribbon dibasahkan dengan composite resin dan tidak ada material pengisi yang digunakan. Fleksibilitas dapat divariasikan dengan sejumlah layer dan extention pada splint.

f. ResinProtemp dan Luxatemp merupakan multi-fase material resin digunakan dalam restorasi temporary prosthetic dan untuk lining prefabricated crown. Protemp merupakan chemical cured; sedangkan Luxatemp merupakan dual cured (chemical dan light cured).bhal ini memungkinkan untuk menerima material dalam tahapannya, keuntungan dengan multiple displaced dan reposition teeth. Material ini tidak menggunakan tenaga pada gigi selama aplikasi dan secara estetik dan hygiene dapat diterima. Selanjutnya, keduanya telah menunjukkan untuk memperbolehkan penggunaan semi-rigid splinting.Pada kasus kehilangan gigi atau dalam mixed dentition, dimana gigi yang bersebelahan tidak sepenuhnya erupsi, hal ini diperlukan untuk merentangkan area edentulous. Pada kasus ini, diperlukan reinforcement. Hal ini dapat dicapai dengan metal bars, orthodontic wire, nylon line, glass

32 Universitas YARSI

Page 33: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

fiber, atau synthetic fiber atau tape yang terdapat di market (Kevlar, Dupont Corp., Fiber-splint, Polydent Corp., Mezzovico, Switzerland) dan yang dapat dipadukan dengan resin. Jika tidak tersedia, bahkan paperclip dapat diluruskan untuk mencapai tujuannya. Diperbolehkan beberapa material yang bersifat fleksibel dan splint diterima secara direct pada etched crown surface.

g. Metal (TTS) splintSecara komersial, dental splint yang tersedia telah diperkenalkan. Prefabricated splint yang terbuat dari titanium telah dilaporkan oleh von Arx dan co-author. Prefabricated titanium trauma splint (TTS) mempunyai ketebalan hanya 0,2 mm dan dapat dengan mudah dibengkokan dengan jari dan beradaptasi pada dental arch. Karena desain rhomboid dari splint, dapat juga beradaptasi dengan panjangnya. TTS berikatan pada enamel dengan light cured composite resin dan dikembalikan dengan ‘peeling’ pada permukaan gigi. Splint ini telah ditemukan agar dapat bertoleransi dengan baik dan mengakibatkan ketidaknyamanan hanya pada sebagian kecil pasien.

Tabel 1. perbandingan jenis splint yang berbeda. (+) : secara kuat berhubungan, (+) : sedikit bethubungan, dan (-) : tidak ada hubungan terhadap splint yang bersangkutan.

Type of splint

Accuracy of reposition

Easily discolored

Flexibility Rigidity Easily fracture

Easy to construct

Suitability after dental trauma

Suture splint

+ + - + + +

Arch bar splint

- - - + - - -

Arch bar splint with acrylic

- - - + - - -

Flexible wire-composite

+ + + - - + +

Rigid wire-composite

+ + - + - + +

Composie splint

+ + - + + + +

Protemp, Luxatemp

+ + + - + + +

TTS splint + + + + - + +

33 Universitas YARSI

Page 34: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

Orthodontic splint

+ + + + - + +

Rekomendasi untuk tipe splinting dan durasi

Ekstrusive luxation : 2 minggu; tipe fiksasi : fleksibel Lateral luxation : 4 minggu; tipe fiksasi : fleksibel Intrusive luxation : 6-8 minggu; tipe fiksasi : fleksibel Avulsion : 1-2 minggu; tipe fiksasi : fleksibel Root fracture; setengah atau sepertiga apical : 4 minggu; tipe fiksasi : rigid Root fracture; sepertiga servikal : 3 bulan; tipe fiksasi : fleksibel Alveolar fracture : 4 minggu; tipe fiksasi : fleksibel

34 Universitas YARSI

Page 35: Isi Wrapup Sk3 Blok 15 Kel 5

DAFTAR PUSTAKA

1. Budihardja A, Rahmat M. Trauma Oral dan Maksilofasial. EGC. Jakarta 2012.2. Welbury RR, Duggal MS, Hosey MT. 2005. Paediatric dentistry 3rd ed. New

York, Oxford University Press.3. Miftah A Z. 2014. Referat dentoalveolar. Jakarta. 4. Selvi A. S, Intan S. F, Akhyar D. Z. 2014. Fraktur dentoalveolar. Jatinagor:

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran.5. Braham RL, Morris ME.1980.Textbook of pediatric Dentistry.USA: Williams and

Wilkias.6. Rao A. 2008.Principles and practice of pedodontics. New Delhi, Jaypee.7. McDonald RE, Avery DR, Dean JA.2003.Dentistry for the child and adolescent.

St. Louis, Missouri: Mosby.8. Walton, Richad E. 1997. Prinsip dan praktik ilmu endodonsi. Jakarta: EGC.9. Grossman LI. 1995.Ilmu endodontik dalam praktek. Jakarta: EGC.10. Mathewson RJ, Primosch RE. 1995.Fundamentals of pediatric dentistry. USA:

quintessenic Books.11. Pederson GW. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno,

Jakarta: EGC; 1996.12. McTigue DJ. Introduction to dental traumatic Injuries in The primary Dentition.

In: Pinkham JR. Eds. 2005. Pediatric dentistry infancy through adolescence. 3rd ed. St. Louis: WB Saunders.Company.

13. Ravel. 2003. Pediatric dental health. Management of dental trauma in children.14. Flores MT, Andersson L, Andreasen JO, et al. 2007. Guidelines for the

management of traumatic dental injuries. I. Fractures and luxations of permanent teeth. Dent Traumatol.

15. Andreasen JO, Andreasen FM, Andersson L, eds. 2007. Textbook and color atlas of traumatic injuries to the teeth, 4th Ed. Oxford: Blackwell Munksgaard.

16. Cameron A C, Widmer R P. 2008. Handbook of pediatric. Mosby: Elsevier17. Peterson LJ, 2003. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 4th ed. St Louis,

Mosby.

35 Universitas YARSI