5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

54
LAMPIRAN II SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH TERPUSAT PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR ……………TAHUN …… TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH TERPUSAT BUKU 4 KELEMBAGAAN, ADMINISTRASI, DAN PEMBIAYAAN A. KELEMBAGAAN Pengolahan air limbah yang dihasilkan oleh masyarakat perlu pengelolaan yang baik, oleh sebab itu perlu dibentuk kelembagaan atau institusi yang akan bertanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan sistem pelayanan. Tanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan berarti akan menjamin terjadinya hasil pengolahan air limbah melalui sistem perpipaan yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitas. Kelembagaan penyelenggara SPALT harus dilengkapi dengan sumber daya manusia yang kompeten di bidang pengelolaan SPALT sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kelembagaan pengelola dibentuk agar penyelenggaraan SPALT sesuai dengan pengaturan tujuan penyelenggaraan SPALT. Kegiatan kelembagaan dapat dimulai setelah adanya izin/kerjasama antara penyelenggara dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

Transcript of 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Page 1: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

LAMPIRAN II

SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH TERPUSAT

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM

NOMOR ……………TAHUN ……

TENTANG

PENYELENGGARAAN SISTEM PENGELOLAAN AIR

LIMBAH TERPUSAT

BUKU 4

KELEMBAGAAN, ADMINISTRASI, DAN PEMBIAYAAN

A. KELEMBAGAAN

Pengolahan air limbah yang dihasilkan oleh masyarakat perlu pengelolaan yang baik, oleh sebab itu perlu dibentuk kelembagaan atau institusi yang akan bertanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan sistem pelayanan. Tanggung jawab atas pengoperasian dan pemeliharaan berarti akan menjamin terjadinya hasil pengolahan air limbah melalui sistem perpipaan yang memenuhi syarat kuantitas dan kualitas.Kelembagaan penyelenggara SPALT harus dilengkapi dengan sumber daya manusia yang kompeten di bidang pengelolaan SPALT sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Kelembagaan pengelola dibentuk agar penyelenggaraan SPALT sesuai dengan pengaturan tujuan penyelenggaraan SPALT. Kegiatan kelembagaan dapat dimulai setelah adanya izin/kerjasama antara penyelenggara dengan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.

A.1. Penataan Organisasi Pengelola

Proses penyelenggaraan layanan umum SPALT tidak bisa dilepaskan dari peraturan yang terkait. Idealnya, pengelolaan SPALT dilakukan secara profesional oleh suatu lembaga pengelola. Pengelolaan ini perlu memperhatikan keterpisahan fungsi regulator dan operator seperti yang diamanatkan peraturan.

Dalam konteks tugas pemerintahan, yang dimaksud dengan regulator adalah pihak yang mengembangkan kebijakan, norma, dan standar, bagi pelaksanaan pelayanan publik. Regulator kemudian juga melakukan fungsi pengawasan dan pengendalian

Page 2: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

agar pelaksanaan pelayanan publik bisa berjalan sesuai koridor yang telah ditetapkan. Operator, di lain pihak, merupakan pelaksana pelayanan publik yang melakukan perencanaan dan implementasi kegiatan sesuai arahan dari regulator.

Pembedaan fungsi ini dapat membantu menghindarkan terjadinya konflik kepentingan bagi para pelaksana pelayanan publik. Dengan demikian, diharapkan timbul mekanisme check and balance yang memastikan proses pelayanan publik berjalan berkesinambungan dan menghasilkan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Agar pengelolaan SPALT berjalan dengan lancar, kelembagaan pengelola perlu telah siap saat SPALT telah terbangun. Khususnya terhadap SPALT yang investasinya dibantu oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah wajib berkontribusi menyiapkan perangkat penyelenggaranya agar SPALT yang terbangun dapat beroperasi dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Hal ini umumnya menjadi bagian dari kesepakatan tertulis antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang mendapatkan bantuan.

Organisasi pengelola perlu ditetapkan tugas dan fungsinya (sebagai organisasi), penetapan ini setidaknya dilakukan dengan memperhatikan ketentuan mengenai kewajiban layanan SPALT yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah. Berikut ini adalah Tabel 4.1 menjelaskan peran pemerintah daerah (untuk pemerintah provinsi, dan kota/kabupaten) berdasarkan Lampiran C Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Tugas Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota:

Tabel 4.1. Peran Pemerintah Daerah dalam Subbidang Air Limbah

Sub-sub Bidang

Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Pengaturan 1. Penetapan peraturan daerah kebijakan pengembangan PS air limbah di wilayah provinsi mengacu pada kebijakan nasional.

2. Pembentukan lembaga tingkatprovinsi sebagai penyelenggara PS air limbah di wilayah provinsi.

3. Penetapan peraturan daerah NSPK berdasarkan SPM yang ditetapkan oleh pemerintah.

4. Memberikan izin penyelenggaraan PS air limbah lintas kabupaten/kota.

1. Penetapan peraturan daerah kebijakan pengembangan PS air limbah di wilayah kabupaten/kota mengacu pada kebijakan nasional dan provinsi.

2. Pembentukan lembaga tingkat kabupaten/kotasebagai penyelenggara PS air limbah di wilayah kabupaten/kota.

3. Penetapan peraturan daerah berdasarkan NSPK yang ditetapkan oleh pemerintah dan provinsi.

4. Memberikan izin penyelenggaraan PS air limbah di wilayah kabupaten/kota.

Page 3: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Sub-sub Bidang

Pemerintah Daerah Provinsi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

Pembinaan 1. Fasilitasi penyelesaian masalah yang bersifat lintas kabupaten/kota.

2. Fasilitasi peran serta dunia usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan PS air limbah kabupaten/kota.

3. Fasilitasi penyelenggaraan (bantek) pengembangan PS air limbah lintas kabupaten/kota.

1. Penyelesaian masalah pelayanan di lingkungan kabupaten/kota.

2. Pelaksanaan kerjasama dengan dunia usaha dan masyarakat dalam penyelenggaraan pengembangan PS air limbah kabupaten/kota.

3. Penyelenggaraan (bantek) pada kecamatan, pemerintah desa, serta kelompok masyarakat di wilayahnya dalam penyelenggaraan PS air limbah.

Pembangun-an

1. Fasilitasi pengembangan PS air limbah lintas kabupaten/kota di wilayah provinsi.

2. Penyusunan rencana induk pengembangan PS air limbah lintas kabupaten/kota.

3. Penanganan bencana alam tingkat provinsi.

1. Penyelenggaraan pembangunan PS air limbah untuk daerah kabupaten/kota dalam rangka memenuhi SPM.

2. Penyusunan rencana induk pengembangan PS air limbah kabupaten/kota.

3. Penanganan bencana alam tingkat lokal (kabupaten/kota).

Pengawasan

1. Melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan PS air limbah di wilayahnya.

2. Evaluasi atas kinerja pengelolaan PS air limbah di wilayah provinsi lintas kabupaten/kota.

3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan NSPK.

1. Monitoring penyelenggaraan PS air limbah di kabupaten/kota.

2. Evaluasi terhadap penyelenggaraan pengembangan air limbah di kabupaten/kota.

3. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan SPM.

A.2. Lembaga Pengelola di Satu Provinsi/Kota/Kabupaten

Beberapa unit SPALT yang memiliki lahan dan spesifikasi teknis tertentu yang cukup kompleks sebaiknya dikelola secara khusus. Pilihan bentuk kelembagaan bagi pengelola SPALT semacam itu yang beroperasi di dalam satu wilayah pemerintahan provinsi/kota/kabupaten adalah:

1. Struktur di dalam SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah)

2. Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD, di bawah struktur Dinas daerah yang terkait)

3. SKPD atau Unit Kerja SKPD (UPTD) yang menerapkan PPK-BLUD (Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah; selanjutnya akan dirujuk sebagai BLUD)

Page 4: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

4. Perusahaan Daerah/Badan Usaha Milik Daerah (Perusda/BUMD)

Untuk pilihan pertama, sebenarnya pengelolaan masih belum spesifik menjadi tugas dari unit kerja tersendiri. Fungsi pengelolaan dilekatkan pada struktur jabatan/posisi yang ada pada SKPD. Kepala Daerah bisa menetapkan pengelola SPALT kepada Kepala Bidang, atau lebih rendah: seperti Kepala Subbidang atau Seksi. Lebih buruk lagi bila pengelolaan SPALT tidak spesifik ditugaskan kepada subbidang/seksi tertentu, melainkan merupakan bagian dari seluruh tugasnya saja. Tiga pilihan lainnya umumnya sudah mendapatkan tugas pengelolaan yang lebih spesifik.

Untuk pilihan bentuk lembaga ke-2 hingga ke-4, penjelasan ringkasnya adalah sebagai berikut:

- Dalam ketentuan PP No.41 Tahun 2007, setiap organisasi daerah yang berbentuk dinas dapat memiliki unit teknis di bawahnya sesuai kebutuhan; untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang. Yang dimaksud dengan kegiatan teknis operasional yang dilaksanakan unit pelaksana teknis dinas (UPTD) adalah tugas untuk melaksanakan kegiatan teknis yang secara langsung berhubungan dengan pelayanan masyarakat, sedangkan teknis penunjang adalah melaksanakan kegiatan untuk mendukung pelaksanaan tugas organisasi induknya. Pada tingkatan pemerintah provinsi, Kepala UPTD adalah pejabat eselon III, sedangkan Kepala UPTD di kabupaten/kota adalah pejabat eselon 4 dengan struktur lebih sederhana (diisi oleh jabatan fungsional). Proses pembentukan UPTD bisa dilakukan dalam waktu relatif cepat, mengingat hanya membutuhkan penetapan dari Kepala Daerah.

- BLUD merupakan lembaga yang menjalankan fungsi layanan publik, dengan pengelolaan keuangan dan SDM yang lebih leluasa/fleksibel. Bentukan asal bisa saja setingkat SKPD atau unit kerja SKPD. Keleluasaan yang dimiliki oleh BLUD pada dasarnya dirancang untuk memenuhi tuntutan layanan publik yang lebih profesional dan lebih adaptif-responsif. Keleluasaan ini termasuk: kewenangan untuk menggunakan pemasukan dari jasa layanan/produk secara langsung untuk kegiatan operasional tanpa harus diserahkan lebih dahulu kepada kas daerah, boleh merekrut tenaga profesional non-PNS, serta menetapkan struktur remunerasi sendiri. Namun keleluasaan tersebut juga diimbangi dengan tanggung gugat yang lebih besar; seperti audit keuangan oleh auditor independen, dan pengawasan kinerja yang lebih

Page 5: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

ketat oleh Dewan Pengawas. Proses pembentukan BLUD lebih rumit, karena membutuhkan kajian kepatutan dan kelayakan yang tercantum dalam rencana strategi bisnis, dan lolos persyaratan yang ditentukan. Namun penetapannya cukup oleh Kepala Daerah. Proses perencanaan dan penganggaran masih terintegrasi dan terkonsolidasi dengan SKPD induknya. Seluruh pendapatan BLUD yang bukan berasal dari APBN/APBD dilaksanakan melalui rekening kas BLUD dan dicatat dalam kode rekening kelompok pendapatan asli daerah pada jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dengan obyek pendapatan BLUD (Peraturan Menteri Dalam Negeri No.61 Tahun 2007).

- Perusda/BUMD pada dasarnya merupakan badan usaha yang modalnya sebagian terbesar atau seluruhnya menjadi milik pemerintah daerah. Secara umum dikenal sebagai bentuk quasi-governmental corporation (dikenal juga dengan istilah yang lebih singkat: quasi-government), yang merupakan badan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan namun juga menjalankan fungsi layanan publik tertentu. Meski ada juga pendapat bahwa perusda yang berbentuk PT (Perusahaan Terbuka) sudah mendekati bentuk perusahaan swasta, dan bukan lagi tergolong quasi-government. Bentukan ini sudah lazim untuk pengelola Bidang Air Minum, dan sudah digunakan juga oleh beberapa daerah untuk mengelola IPAL. Aset BUMD, seperti juga BUMN, merupakan perbendaharaan negara yang administrasinya terpisahkan. Dengan demikian proses perencanaan dan penganggaran dari BUMD lebih independen dibanding bentukan lembaga lainnya. Pemerintah daerah dapat memberikan penyertaan modal, sebagai investasi bagi BUMD, dan dapat memperoleh d4iden bila operasionalnya menghasilkan laba. Yang dicatat dalam anggaran daerah hanyalah kedua hal tersebut. Kondisi semacam ini tentu memungkinkan Perusda/BUMD bergerak lebih gesit, namun konsekuensinya juga menjadi lebih berat. Sebagai badan usaha, mereka diharuskan untuk bisa menghidupi dirinya sendiri, dan mampu berkompetisi dengan usaha swasta lainnya. Di sisi lain pemerintah daerah menjadi lebih terbatas dalam mengendalikan BUMD. Selain melalui penetapan peraturan, yang dapat dilakukan pemerintah daerah (selaku pemegang saham terbesar) adalah mengganti direksi Perusda/BUMD yang gagal menunjukkan kinerja yang diharapkan. Proses pembentukan Perusda/BUMD merupakan yang tersulit, karena menyangkut pemisahan aset daerah, maka harus melibatkan persetujuan DPRD.

Page 6: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Gambar 4.1. Karakteristik Alternatif Lembaga Pengelola

Kriteria yang dapat digunakan dalam menentukan bentuk kelembagaan yang paling sesuai bagi suatu daerah antara lain:- Kompleksitas permasalahan dan penanganan SPALT di daerah- Besaran/kapasitas SPALT yang (akan) dikelola- Kemampuan dan potensi finansial

Sebenarnya kriteria kompleksitas permasalahan dan kapasitas SPALT yang dikelola tidaklah sepenuhnya terpisah. Dapat dikatakan bahwa kapasitas SPALT selayaknya merupakan fungsi dari kompleksitas permasalahan di daerah.

Kompleksitas permasalahan umumnya terjadi karena karakteristik daerah dan atau masyarakatnya. Pada beberapa kota, permasalahan polusi akibat air limbah sudah menjadi permasalahan yang dapat mempengaruhi kenyamanan warga dan kelayakan huni kawasan permukimannya. Ada juga kota-kota tertentu yang penanganan permasalahan di atas membutuhkan perhatian lebih; misalnya karena kota tersebut tergolong dalam tujuan utama pariwisata nasional, atau karena kepadatan penduduknya yang lebih tinggi sehingga menimbulkan limbah lebih besar per rumah tangga, atau kondisi geografi dan geomorfologinya mengakibatkan kawasannya lebih rawan atas bencana banjir dan erosi. Terhadap kota-kota semacam itu, dapat dikatakan bahwa permasalahan SPALT lebih kompleks daripada daerah yang lain. Semakin kompleks, semakin perlu adanya lembaga pengelola dalam bentuk yang lebih mapan.

SKPD/UPTD

* struktur dan finansial mengikuti pemda

* kontrol internal pemda

* pembentukan oleh Kepala Daerah

BLUD

* lebih leluasa mengelola SDM dan finansial

* kontrol pemda dan auditor

* pembentukan oleh Kepala Daerah setelah lolos persyaratan

BUMD

* bisa berusaha seperti layaknya swasta

* kontrol eksternal pemda

* pembentukan harus melalui persetujuan DPRD

Page 7: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Gambar 4.2. Hubungan Pilihan Bentuk Lembaga dengan

Permasalahan PLP

Pada kasus dimana pilihan pemerintah daerah terhadap lembaga pengelola SPALT hanya di dalam struktur SKPD terkait yang ada, maka semakin kompleks kebutuhan penanganan, akan berarti juga semakin tinggi tingkatan jabatan/posisi yang perlu diberikan kepada pelaksana urusan SPALT tersebut. Hal ini dibutuhkan terutama agar pengelola SPALT SPALT mendapatkan kepastian pengalokasian anggaran yang lebih patut, dan juga kewenangan yang lebih besar dalam koordinasi pengelolaan. Meski demikian, jika suatu daerah teridentifikasi memiliki kompleksitas penanganan yang tinggi, sangat disarankan untuk memilih bentukan lembaga pengelola yang lebih spesifik, tidak hanya dilekatkan fungsinya kepada jabatan di dalam struktur SKPD semata.

Sementara itu, kriteria potensi dan kapasitas finansial cenderung menjadi pembatas.

Struktur lebih sederhana, dengan penjabat fungsional

UPTD

Struktur lebih leluasa, bisa melibatkan profesional

BLUD

Struktur menyerupai badan usaha swasta

BUMDSemakin kekanan problem semakin kompleks dan atau volume PS

PLP yang dikelola semakin besar, sehingga butuh bentuk organisasi yang lebih mapan

Page 8: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Gambar 4.3. Hubungan Pilihan Bentuk Lembaga dengan

Potensi Finansial

Yang dimaksud dengan kapasitas finansial disini adalah kemampuan daerah dalam mendanai pembentukan/pengembangan lembaga pengelola SPALT. Semakin besar kapasitasnya, semakin terbuka pilihan bentuk dan struktur lembaga pengelola. Pembentukan badan usaha, umumnya membutuhkan dana investasi awal yang lebih besar, mengingat proses pendiriannya harus juga mempertimbangkan modal kerja (working capital), yaitu cadangan dana bagi badan usaha sebelum proses usahanya stabil dan berjalan lancar. Pilihan bentuk BLUD memungkinkan perekrutan tenaga profesional, yang bisa juga berkonsekuensi biaya operasional yang lebih tinggi. Meski begitu, apabila proses operasional berjalan lancar sebagaimana yang direncanakan, pemilihan bentuk BLUD atau BUMD bisa saja di masa mendatang meringankan pembiayaan daerah, yaitu bila jasa operasional mereka bisa menutupi sebagian besar biaya atau bahkan menghasilkan laba.

Yang dimaksud dengan potensi finansial disini adalah kemungkinan pendapatan (revenue) terutama dari jasa operasional. Apabila pengoperasian SPALT yang terbangun memiliki potensi pendapatan, maka semakin besar potensi pendapatan tersebut, maka semakin terbuka pilihan pemerintah daerah atas bentuk lembaga pengelola. Bahkan, bila kemampuan finansial daerah tidak cukup memadai, namun ada potensi nyata berupa laba operasional, maka daerah perlu bersungguh-sungguh mempertimbangkan bentuk lembaga

Tidak ada tuntutan khusus secara finansial, meskipun diharapkan jasa layanannya dapat menambah retribusi

UPTD

Secara finansial diharapkan sudah dapat memperolah jasa layanan yang seimbang dengan biaya operasional

BLUD

Secara finansial diharapkan sudah mandiri, termasuk dalam hal investasi baru maupun perbaikan SPALP-T

BUMD

Pilihan bentuk semakin kekanan membutuhkan potensi/kapasitas finansial yang semakin besar

Page 9: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Biaya OM dominan subsidi

Biaya OM terpenuhi

Biaya OM &Penyusutan

terpenuhi

Retribusi < biaya pelayanan

Pendapatan≈biaya pelayanan

Pendapatan > biaya pelayanan

Masy.Penghasilan

rendah

Masy.Penghasilan

sedang

Masy.Penghasilan

tinggi

Dinas/ UPTD

BLUD

Perusda

yang lebih mapan. Karena itu aspek potensi pendapatan ini lebih kuat pengaruhnya dibandingkan kapasitas pendanaan daerah.

Secara umum, dapat dikatakan bahwa potensi pendapatan yang memungkinkan cost-recovery, dimana potensi pendapatan sekurang-kurangnya sama besar dengan biaya operasional, sudah selayaknya menerapkan PPK-BLUD. Dan jika potensi tersebut lebih besar dari biaya operasional sehingga memungkinkan diperolehnya laba bersih, tidak ada salahnya mempertimbangkan bentuk Perusda/BUMD.

Gambar 4.4. Pengaruh Potensi Finansial atas Pilihan Bentuk Lembaga

Pada akhirnya, pertimbangan pilihan bentuk lembaga adalah komposit (gabungan) dari penilaian atas kriteria yang telah dijelaskan.

Gambar berikut menjelaskan pilihan yang tersedia, dengan mengasumsikan pembagian nilai kriteria atas tiga tingkatan kondisi: tinggi, sedang, dan rendah. Perhatikan bahwa kapasitas/potensi finansial cenderung merupakan pembatas bagi ragam pilihan yang tersedia. Sebagai contoh, untuk kapasitas/potensi finansial yang rendah, opsi BLUD dan BUMD tidak lagi disarankan. Sedangkan untuk tingkatan potensi finansial yang sedang, BLUD muncul sebagai pilihan.

Page 10: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Kom

ple

ksitas P

erm

asa

lahan

/Penang

anan B

idang

PLP

dan

ata

u B

esa

rnya v

olu

me P

S P

LP y

ang h

aru

s d

ikelo

la

Besarnya potensi pendapatan dari jasa operasional dan atau kapasitas pendanaan daerah

rendah sedang tinggitin

gg

i

seda

ng

ren

dah

UPTD

BLUD

BUMD

UPTD UPTD

BLUD BLUD

BUMD

UPTD UPTD

BLUD

UPTD

BLUD

BUMD

Gambar 4.5. Ragam Pilihan Bentuk Lembaga Berdasarkan Analisis Kriteria

Pilihan bentuk BLUD masih terbilang baru bagi pengelolaan SPALT. Untuk memudahkan mempelajarinya, pembahasan mengenai BLUD beserta tata cara pembentukannya dijelaskan secara lebih rinci pada bagian Lampiran. Pembentukan BLUD juga dapat dilakukan bertahap, yaitu apabila ada syarat administratif yang belum terpenuhi (namun harus sudah lolos syarat substantif dan teknis).

Page 11: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

A.3. Kelembagaan Kerjasama Regional

Untuk pengelolaan SPALT yang beroperasi lintas kabupaten, atau lintas provinsi, dibutuhkan lembaga kerjasama regional.

Salah satu bentuk kerjasama regional yang telah dilakukan adalah TPA Regional. Ilustrasi tahapan kerjasama untuk TPA hingga pengoperasian dapat dilihat pada bagan seperti pada TPA regional sebagai berikut. Untuk air limbah (SPALT), proses kerjasama regional juga bisa mengikuti tahapan seperti pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Tahapan Kerjasama Persampahan Regional sebagai ilustrasi SPALT Regional

Unit Kerja SPALT Regional sekurang-kurangnya terdiri dari:

Page 12: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

1. Kepala Unit yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Dinas.

2. Sub Bagian Tata Usaha atau Bagian Administrasi yang dipimpin oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Unit SPALT Regional

3. Seksi Operasi dan Pemeliharaan yang dipimpin oleh Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharaan berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Unit Kerja SPALT Regional

Bagan Struktur Organisasi Unit Kerja SPALT Regional dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.7. Contoh Struktur Minimal Unit Kerja SPALT Regional

Uraian tugas untuk masing-masing bagian dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kepala Unit Kerja SPALT Regional memiliki tugas yaitu menyelenggarakan pengelolaan SPALT Regional diwilayah kerjanya dengan uraian tugas terdiri dari: a. menyusun pedoman pelaksanaan tugas dalam bentuk

rencana, program kerja dan jadwal kegiatan Unit Kerja SPALT Regional;

b. menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan untuk kelancaran pelaksanaan tugas;

c. menelaah dan mempelajari permasalahan teknis operasional dalam pengelolaan SPALT Regional serta mencari alternatif pemecahannya;

d. menyelenggarakan kegiatan pengeloaan SPALT Regional di dalamwilayah kerjanya;

e. melakukan monitoring dan evaluasi kinerja pengelolaan SPALT Regional;

Kepala Unit Kerja SPALP-T Regional

Kepala Subbagian Tata

Usaha

Kepala Seksi Operasi dan

Pemeliharaan

Page 13: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

f. melakukan kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana SPALT Regional;

g. memeriksa dan menilai kinerja bawahan sebagai bahan evaluasi serta membimbing bawahan guna meningkatkan efekt4itas dan efisiensi pelaksanaan tugas;

h. menyelenggarakan kegiatan inventarisasi, pendataan dan pemutakhiran data;

i. mengelola urusan ketatausahaan guna menunjang kinerja dinas;

j. membuat laporan kegiatan Unit SPALT Regional secara berkala sebagai pertanggungjawaban kegiatan;

k. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan bidang tugasnya guna tercapainya tujuan organisasi.

2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha atau Bagian Administrasi mempunyai tugas mengelola urusan ketatausahaan guna menunjang kegiatan Unit SPALT Regional pada wilayah kerjanya dengan uraian tugas terdiri dari:a. Mengelola penyusunan rencana dan jadwal kegiatan umum

sebagai pedoman pelaksanaan tugas;b. Menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan sesuai

dengan uraian tugas dan tanggungjawabnya untuk kelancaran pelaksanaan tugas;

c. melaksanakan koordinasi dalam unit kerja, antar unit kerja, dengan lembaga masyarakat dan/atau masyarakat terkait;

d. menyelenggarakan administrasi surat menyurat, kearsipan, perpustakaan, keprotokolan, administrasi kepegawaian, perlengkapan dan kerumahtanggaan, administrasi keuangan dan tugas satuan pemegang kas dalam pengurusan gaji dan penghasilan lain pegawai serta dalam pembiayaan kegiatan;

e. menyampaikan informasi kepada pihak yang berkepentingan untuk mewujudkan komunikasi yang sinergis;

f. menyusun rencana kebutuhan barang, rencana mekanisme kerja dan tataruang kantor serta rencana anggaran guna kelancaran pelaksanaan tugas;

g. menyusun dokumen perencanaan dan pelaporan agar diperoleh sinkronisasi perencanaan;

h. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kerja satuan organisasi untuk mengetahui kesesuaiannya dengan rencana program kerja;

i. memeriksa hasil pelaksanaan tugas bawahan sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku agar diperoleh hasil kerja yang benar dan akurat;

Page 14: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

j. memberikan bimbingan dan penilaian kinerja bawahan guna meningkatkan efekt4itas dan efisiensi pelaksanaan tugas;

k. melaporkan pelaksanaan kegiatan Sub Bagian Tata Usaha kepada atasan sebagai pertanggungjawaban kegiatan;

l. melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugasnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

3. Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharaan mempunyai tugas meyelenggarakan kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan secara teknis SPALT Regional dengan uraian tugas terdiri dari:a. Mengelola penyusunan rencana dan jadwal kegiatan operasi

dan pemeliharaan SPALT Regional sebagai pedoman pelaksanaan tugas;

b. menjabarkan dan membagi tugas kepada bawahan sesuai dengan uraian tugas dan tanggungjawabnya untuk kelancaran pelaksanaan tugas;

c. melaksanakan koordinasi dalam unit kerja, antar unit kerja, dengan lembaga masyarakat dan/atau masyarakat terkait;

d. menyelenggarakan kegiatan operasi dan pemeliharaan SPALT Regional;

e. menyusun dokumen perencanaan dan pelaporan agar diperoleh sinkronisasi perencanaan;

f. melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan program kerja satuan organisasi untuk mengetahui kesesuaiannya dengan rencana program kerja;

g. memeriksa hasil pelaksanaan tugas bawahan sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku agar diperoleh hasil kerja yang benar dan akurat;

h. memberikan bimbingan dan penilaian kinerja bawahan guna meningkatkan efekt4itas dan efisiensi pelaksanaan tugas;

i. melaporkan pelaksanaan kegiatan Seksi Operasi dan Pemeliharaan kepada atasan sebagai pertanggungjawaban kegiatan;

j. melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugasnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

A.4. Tata Kerja Organisasi

Untuk menjamin kelancaraan pelaksanaan tugas pokok dari seluruh bagian di dalam Unit Kerja SPALT Regional, maka perlu ditetapkan tata kerja organisasi sebagai berikut:

Page 15: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

1. Kepala Unit SPALT Regional dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Kepala Dinas;

2. Dalam melaksanakan tugasnya, Kepala Unit, Kepala Sub Bagian Tata Usaha dan Kepala Seksi Operasi dan Pemeliharaan wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi secara vertikal dan horisontal, baik dalam lingkungan masing-masing maupun dengan instansi lain sesuai dengan tugasnya;

3. Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Unit Kerja SPALT Regional ber tanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya serta memberikan bimbingan dan petunjuk bagi pelaksanaan tugas;

4. Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan UnitKerja SPALT Regional harus mentaati perintah/petunjuk atasan dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing serta menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya;

5. Setiap laporan yang diterima oleh pimpinan satuan organisasi dari bawahannya, wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk penyusunan laporan lebih lanjut dan untuk memberikan petunjuk kepada bawahan.

A.5. Penyusunan Standar Operasional dan Prosedur (SOP)

Untuk menjamin kelancaran pengelolaan SPALT Regional yang memenuhi persyaratan teknis maupun administratif, maka Kepala UPTD menetapkan Standar Opersional dan Prosedur (SOP) untuk pengelolaan SPALT Regional yang mengacu kepada standar nasional mapun internasional yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan atau referensi lainnya yang dianggap layak sebagai SOP.

Penyusunan SOP juga diharuskan melibatkan unsur-unsur yang memiliki kompetensi pengelolaan air limbah.

Penyusunan SOP juga terkait dengan pengelolan data dan informasi SPALT Regional yang bersangkutan agar pelaksanaan pengelolaan SPALT Regional dapat diketahui perkembangannya. Sehingga diperlukan pengembangan Sistem Informasi Manajemen Pengelolaan Air limbah SPALT Regional. Sistem Informasi Manajemen ini dilakukan secara berkelanjutan dengan keluaran berupa laporan yang harus disampaikan secara reguler setiap bulan, triwulanan, semesteran dan akhir tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Untuk selanjutnya, laporan tersebut disampaikan

Page 16: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

kepada Gubernur/Bupati/Walikota atau pihak-pihak yang terkait berdasarkan ijin dari Kepala UPTD.

Dengan demikian maka SOP yang disusun juga mencakup SOP untuk monitoring dan evaluasi (monev) penyelenggaraan SPALT Regional. Monitoring adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan operasional SPALT dan mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Sedangkan evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan (input) dengan keluaran (output) terhadap rencana dan standar yang telah ditetapkan.

Pelaksanaan evaluasi harus sistematis, obyektif dan transparan yaitu dilaksanakan sesuai dengan tata urut sehingga hasil dan rekomendasi dapat dipertanggungjawabkan; hasil evaluasi tidak dipengaruhi oleh kepentingan pelaksana kegiatan/pengelola; dan proses perencanaan, pelaksanaan serta pertanggungjawaban hasil evaluasi harus diketahui oleh pemangku kepentingan (stakeholders).

Untuk menjamin efektifitas pelaksanaan monev maka perlu ditetapkan indikator-indikator kinerja berdasarkan kajian-kajian dengan bobot dan skor yang sesuai dan dapat menggambarkan kinerja SPALT Regional yang sesungguhnya.

A.6. Peningkatan Kelembagaan PPK-BLUD

Unit SPALT Regional dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan BLUD sebagaimana yang diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, penerapan PPK-BLUD pada Unit Kerja SPALT Regional, terlebih dulu harus memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.

Unit Kerja SPALT Regional pada dasarnya telah memenuhi persyaratan substantif yaitu bahwa tugas dan fungsi Unit Kerja SPALT Regional bersifat operasional dalam menyelenggarakan pelayanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik (quasi-public goods).

Untuk memenuhi persyaratan teknis, maka kinerja pelayanan Unit Kerja SPALT Regional harus dinyatakan layak dikelola melalui BLUD,

Page 17: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

yaitu memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien, dan produktif.

Penetapan kriteria ini atas rekomendasi kepala Dinas Pekerjaan Umum. Disamping itu kinerja keuangan Unit Kerja SPALT Regional telah dinyatakan sehat, yang ditunjukkan oleh tingkat kemampuan pendapatan dari layanan yang cenderung meningkat dan efisien dalam membiayai pengeluaran.

Persyaratan administratif dapat terpenuhi, apabila Unit Kerja SPALT Regional membuat dan menyampaikan dokumen yang meliputi:

1. surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat yang dibuat oleh kepala Unit Kerja dan diketahui oleh kepala Dinas Pekerjaan Umum.

2. pola tata kelola; 3. rencana strategis bisnis; 4. standar pelayanan minimal; 5. laporan keuangan pokok atau prognosa/proyeksi laporan

keuangan; dan 6. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit

secara independen.

Selanjutnya Unit Kerja SPALT Regional mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah melalui kepala Dinas Pekerjaan Umum, dengan dilampiri dokumen persyaratan administratif. Atas permohonan tersebut, kepala daerah membentuk tim penilai untuk meneliti dan menilai usulan penerapan PPK-BLUD SPALT Regional.

Apabila hasil penilaian oleh tim penilai dinyatakan layak, maka hasil tersebut disampaikan kepada kepala daerah untuk selanjutnya ditetapkan penerapan status PPK-BLUD dengan keputusan kepala daerah. Keputusan kepala daerah selanjutnya disampaikan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah, bahwa Unit Kerja pada SKPD yang menerapkan PPK-BLUD selanjutnya disingkat BLUD-Unit Kerja, maka UPTD SPALT Regional yang telah menerapkan PPK-BLUD selanjutnya disebut dengan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) SPALT Regional.

Pada keseluruhan tahap pelaksanaan pengelolaan SPALT Regional ini, TKKSD bertugas melakukan monitoring dan evaluasi, memberikan pertimbangan apabila terjadi permasalahan serta

Page 18: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

memberikan masukan kepada Gubernur dalam penyelesaian perselisihan.

A.7. Perumusan dan Penataan Stuktur Organisasi

Untuk organisasi pengelola yang mengambil bentuk SKPD, pada prinsipnya urusan SPALT masuk dalam Bidang ke-PU-an. Dengan demikian, setidak-tidaknya ada jabatan yang mengurusi SPALT di dalam Dinas PU daerah. Meski demikian, daerah diberi kebebasan untuk mengembangkan kelembagaannya sendiri, selama masih mengacu kepada peraturan yang berlaku. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah tidak menentukan jenis perangkat daerah masing-masing daerah, namun menjelaskan bahwa pembentukannya disesuaikan dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing, dengan mengikuti perumpunan urusan-urusan wajib dan pilihan.

Karena itu, semakin besar kebutuhan daerah atas penanganan SPALT, maka sebaiknya semakin tinggi posisi jabatan yang mengurusnya.

Berikut ini ada beberapa contoh penempatan SPALT dalam struktur dinas.

1. Dinas yang menangani SPALT

Struktur paling maksimal adalah Dinas yang menjalankan fungsi penyelenggara pelayanan publik satu sektor PLP secara independen, sebagai contoh adalah Dinas Kebersihan yang menjalankan fungsi layanan pengelolaan sampah. Hal semacam ini juga bisa berlaku untuk sektor Air Limbah atau SPALT, bila kondisi daerah membutuhkannya dan pemerintah daerah memiliki kapasitas yang memadai.

Page 19: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Gambar 4.8.Contoh Struktur Dinas yang Menangani Satu Bidang PLP

Dalam contoh semacam ini, maka fungsi dari subbidang Air Limbah harus terakomodasi di dalam dinas yang lain, misalnya Dinas PU.

2. Dinas yang menangani urusan ke-PLP-an

Bentuk berikutnya adalah Dinas yang menjalankan fungsi PLP, dengan air limbah dan drainase diposisikan sebagai bidangnya. Sebagai contoh, hal ini bisa dilakukan dengan mengadopsi nomenklatur PLP, sehingga bisa disebut Dinas PLP.

Gambar 4.9. Contoh Struktur Dinas yang Menangani Bidang PLP

3. Bidang yang menangani satu atau lebih subbidang PLP dalam suatu Dinas

Page 20: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Gambar 4.10. Contoh Struktur Dinas dengan PLP Sebagai Bidang

Pada contoh di atas, PLP terkelompok sebagai Bidang, sedangkan sektornya menjadi seksi.

Pola lain adalah pola campuran, dengan satu atau lebih sektor PLP menjadi Bidang, lainnya sebagai seksi.

Gambar 4.11. Contoh Struktur dengan Pembedaan Posisi Sektor PLP sebagai Bidang dan Seksi

Bentuk paling minimal bagi pengelolaan PLP bisa berupa Seksi di bawah bidang yang lain dalam suatu dinas, seperti pada contoh berikut.

Page 21: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Gambar 4.12. Contoh Struktur dengan PLP sebagai Seksi

Untuk pemerintah daerah yang menggunakan bentuk UPTD sebagai pengelola SPALT tertentu (misalnya SPALT, IPAL, atau IPLT); penempatannya adalah di dalam struktur Dinas yang terkait (sesuai dengan tugas dan fungsi organisasi Dinas). UPTD memiliki garis komando langsung ke Kepala Dinas seperti para Kepala Bidang, meski Kepala UPTD di Kabupaten/Kota merupakan pejabat dengan eselon setingkat para Kepala Seksi di Dinas terkait (eselon 4).

Gambar 4.13. Posisi UPTD dalam Dinas Daerah

Unit pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan kelompok jabatan fungsional. Sementara untuk dinas di level pemerintahan provinsi yang belum terdapat jabatan fungsional dapat dibentuk paling banyak 2 (dua) seksi (PP No.41/2007).

Kepala Dinas

Bidang A

Seksi A1

Seksi A2

Bidang B

Seksi B2

Seksi B2

Bidang C

Seksi C1

Seksi C2

Bidang D

Seksi D1

Seksi D2

Sekretariat

UPTD

Page 22: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Penjelasan mengenai Kelompok Jabatan Fungsional, dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No.57 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Dijelaskan bahwa:

1. Pada masing-masing Perangkat Daerah dapat ditetapkan Jabatan Fungsional berdasarkan keahlian dan spesialisasi yang dibutuhkan sesuai dengan prosedur ketentuan yang berlaku;

2. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Pemerintah Daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan.

3. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang diatur dan ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan.

4. Kelompok Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk.

5. Jumlah tenaga fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

6. Jenis dan jenjang jabatan fungsional diatas diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

7. Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

8. Satuan kerja perangkat daerah yang dapat didukung oleh kelompok jabatan fungsional, selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam peraturan daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 dilakukan penyerasian dan penyesuaian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penataan struktur organisasi juga bisa mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah, yang menjelaskan pentingnya melakukan analisis beban kerja dalam merumuskan susunan organisasi.

Ketentuan mengenai analisis beban kerja dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pedoman Analisis Beban Kerja di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

Pada dasarnya, analisis dilakukan terhadap setiap substruktur dari organisasi, dan pada akhirnya dihitung beban kerja dari masing-masing substruktur tersebut. Dari hasil perhitungan, akan dapat disimpulkan apakah struktur yang ada sebenarnya masih bisa

Page 23: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

menampung tugas-tugas lainnya (ditambah tugasnya) atau sudah kelebihan beban, dan perlu diperbesar.

A.8. Tahapan Kemitraan Pengembangan Infrastruktur

Secara umum, inisiatif pengembangan infrastruktur dalam skema KPS bisa dimulai dari pihak pemerintah (solicited) maupun pihak swasta (unsolicited). Untuk proyek yang berdasarkan inisiatif pemerintah, harus melalui sembilan tahapan berikut ini:

Gambar 4.14. Tahapan Kerjasama Pemerintah-SwastaSumber: Dokumen Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

tentang KPS

Adapun penjelasan tahapannya adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan Proyek (atau identifikasi). Pemerintah (dalam hal ini instansi terkait), mengindentifikasi dan membuat prioritas proyek-proyek infrastruktur yang berpotensi KPS.

2. Konsultasi Publik. Pemerintah berupaya mendapatkan saran dari publik pada umumnya dan calon pengembang dan pemberi pinjaman untuk membantu pembentukan rancangan proyek.

3. Studi Kelayakan adalah rancangan teknis, komersial dan kontraktual proyek yang memadai untuk memfasilitasi tender proyek kepada mitra-mitra pihak swasta. Studi Kelayakan harus diselesaikan sebelum proyek ditenderkan.

4. Tinjauan Risiko adalah pengidentifikasian berbagai risiko dalam proyek dan hal-hal yang dapat mengurangi risiko tersebut, dan usulan pengalihan risiko tersebut oleh berbagai pihak dalam Perjanjian Kerjasama. Pada umumnya, tinjauan risiko ini dilakukan dan merupakan bagian dari Studi Kelayakan.

5. Bentuk Kerja Sama merupakan tinjauan agar kemitraan KPS distrukturkan untuk mengoptimalkan nilai bagi publik dan pada saat yang bersamaan tidak mengurangi minat dari mitra swasta.

1.Pemilihan

Proyek

2.Konsultasi

Publik

3.Studi

Kelayakan

4.Tinjauan

Risiko

5.Bentuk

Kerjasama

6.Dukungan

Pemerintah

7.Pengadaan

8.Pelaksanaan

9.Pemantauan

Page 24: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Pada umumnya, Bentuk Kerja Sama ini dikaji dalam Studi Kelayakan.

6. Dukungan Pemerintah merupakan penentuan atas bentuk-bentuk kontribusi pemerintah terhadap suatu proyek, dalam suatu mekanisme, misalnya insentif pajak, pembebasan tanah, dukungan/jaminan bersyarat, pembiayaan langsung dan lain-lain. Pada umumnya, kajian Dukungan Pemerintah dilakukan untuk mengetahui potensi kelayakan suatu proyek secara perbankan.

7. Pengadaan merupakan pengembangan dari paket tender, dan proses tender secara keseluruhan yang dimulai sebelum proses kualifikasi sampai dengan penandatanganan kontrak.

8. Pelaksanaan termasuk pendirian Perusahan Proyek oleh Sponsor Proyek, pembiayaan, kegiatan konstruksi, pelaksanaan awal dan pengoperasian proyek oleh Badan usaha.

9. Pemantauan adalah pemantauan terhadap kinerja Badan Usaha oleh pemerintah sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerjasama.

Pihak swasta boleh menginisiasi pengembangan infrastruktur, dengan beberapa syarat berikut ini:

- Belum termasuk/terdaftar dalam rencana pokok (master plan) di sektor terkait;

- Dapat secara teknis terintegrasi dengan rencana pokok dari sektor terkait;

- Secara ekonomi dan finansial dinilai layak; dan- Tidak memerlukan Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi

fiskal, misalnya tidak perlu bantuan secara langsung.

Sementara tahapannya juga mirip dengan Gambar III.44 di atas, kecuali bahwa langkah 1–6 dilakukan sendiri oleh pihak swasta yang memprakarsai proyek tersebut (pemrakarsa).

A.9. Pemanfaatan Program Corporate Social Responsibility

Saat ini semakin banyak perusahaan yang memahami pentingnya memenuhi tanggung jawab sosialnya kepada lingkungan dan masyarakat di sekitar lokasi usahanya. Tanggung jawab tersebut dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Program CSR tidak selalu berwujud kegiatan amal (charity), melainkan juga dapat berupa program-program pemberdayaan masyarakat termasuk dalam hal pengelolaan limbah. Program

Page 25: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

semacam itu sesungguhnya memiliki kesamaan/kemiripan dengan program pemerintah.

Kondisi ini dapat dimanfaatkan pemerintah (pusat dan daerah) untuk bersinergi dengan perusahaan-perusahaan yang hendak melaksanakan program CSR. Antara lain melalui:

1. Pemberian informasi mengenai rencana pembangunan. Dalam konteks keciptakaryaan, rencana ini terintegrasi dalam dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM). Pemahaman pihak perusahaan terhadap program akan memungkinkan perencanaan CSR mereka bisa saling mengisi dengan program pemerintah.

2. Pedoman/Petunjuk Teknis. Pelaksanaan program CSR di bidang SPALT selayaknya mengacu dan mengikuti pedoman yang berlaku. Pemerintah telah menerbitkan berbagai pedoman/petunjuk teknis terkait sektor air limbah.

3. Konsultasi Teknis dan Supervisi. Ditjen Cipta Karya – Kementerian PU, Satker PLP di provinsi, dan dinas-dinas daerah yang terkait dengan pengembangan SPALT dapat memberi bantuan teknis dalam bentuk konsultasi bagi perusahaan yang ingin memahami lebih lanjut mengenai RPIJM, penggunaan buku pedoman dan manual, perencanaan prasarana, serta bantuan teknis berupa supervisi pada tahap pelaksanaan proyek. Selain itu bisa dilakukan konsultasi mengenai berbagai alternatif skema kerjasama dan pembiayaan program, agar program berdampak lebih besar dan lebih berkelanjutan.

4. Pendanaan Program. Beberapa alternatif pendanaan pembangunan SPALT antara lain:a. Dana publik. Dana ini mengalir dari Pusat, Provinsi lalu ke

Pemerintah Kabupaten/Kota; dan terutama berasal dari pajak.

b. Dana Pembangunan Asing (Overseas Development Aid/ODA). Hibah dan pinjaman luar negeri dari lembaga-lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan ADB.

c. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Organisasi Berbasis Masyarakat (OBM)

d. Sektor Swasta/Badan Usaha.

Perusahaan dapat menyesuaikan program CSR bidang SPALT dengan program pemerintah yang didanai dari sumber lain seperti di atas, agar tercipta sinergi dan manfaat yang lebih luas.

Page 26: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

5. Fasilitasi Kerja Sama dengan Pemangku Kepentingan. Pemerintah dapat membantu memfasilitasi proses koordinasi dengan para pemangku kepentingan, seperti dinas/instansi di lingkungan pemerintah, kelompok kerja/forum (seperti Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan [AMPL]), Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang dibentuk program PNPM (sampai saat ini mencapai 12.000 BKM), lembaga donor, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Fasilitasi pertemuan multipihak memungkinkan terciptanya kolaborasi/kemitraan, serta solusi kreatif untuk permasalahan yang kompleks.

Dalam pelaksanaannya, perusahaan dapat bekerjasama langsung dengan pemerintah daerah yang menjadi lokasi program CSR-nya. Namun apabila menginginkan kerjasama dengan pemangku kepentingan yang lebih luas dan menghasilkan program yang berdampak lebih besar dan lebih luas, perusahaan dapat mempertimbangkan bekerjasama dengan tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi. Pemerintah kabupaten/kota dapat menggunakan RPIJM sebagai dasar kerjasama dengan perusahaan, sementara perusahaan dapat menggunakan rencana CSR yang telah disusunya sebagai dasar pembicaraan dengan pemerintah kabupaten/kota.

Secara singkat, kerjasama multipihak antara perusahaan yang menjalankan program CSR, Direktorat Jenderal Cipta Karya – Kementerian PU, dan pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) dapat dilihat pada bagan di bawah ini.

Page 27: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

PERUSAHAANPELAKU CSR

DIREKTORAT JENDERALCIPTA KARYA

PEMERINTAH DAERAH(PROV./KAB./KOTA)

PROGRAM CSR

INDIKASI PENDANAAN

RENSTRA CK

RPIJM

EVALUASI

DAFTAR USULAN

SINKRONISASI KEGIATAN

DAFTAR USULAN PRIORITAS

ALOKASI PENDANAAN

USULAN KEGIATAN

PENYIAPAN RENCANA RINCI USULAN KEGIATAN

EVALUASI

M O A

Gambar 4.15. Bagi Peran Para Pihak dalam Konteks CSRSumber: Buku “Mewujudkan Permukiman Layak Huni Melalui Kerjasama CSR”,

Dirjen CK

Untuk subsektor air limbah, sistem pengelolaannya dibagi menjadi

dua sistem, yaitu off site (terpusat) dan on site (setempat).

1. Kegiatan pengolahan sistem off site:a. Pembangunan instalasi pengolahan air limbah (skala

kota/komunal)b. Pengadaan dan pemasangan pipa/saluran air limbah (skala

kota/komunal)c. Pengadaan dan pemasangan sambungan rumah (skala

kota/komunal)2. Kegiatan pengolahan sistem on site

a. Pembangunan MCKb. Pembangunan tangki septik komunalc. Pembangunan instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT)

Page 28: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Apabila perusahaan dan pemerintah telah bersepakat mengenai bentuk kerjasama dan bagi peran masing-masing, maka para pihak dapat mengikatkan diri dalam “Nota Kesepakatan (Memorandum of Agreement)”

A.10. Fungsi Pemerintah Daerah atas Peran Masyarakat

Meskipun beberapa SPALT diserahkan pengelolaannya sebagian kepada komponen masyarakat, pemerintah daerah tidak boleh lupa bahwa salah satu tugasnya dalam penanganan urusan wajib ke-PLP-an tetap mencakup empat hal, yaitu: pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan (PP No.38 Tahun 2007). Katakanlah proses pembangunan sudah dilakukan, maka tiga lainnya tetap perlu menjadi perhatian pemerintah daerah. Untuk itu di dalam stuktur SKPD yang terkait perlu dilekatkan fungsi-fungsi tersebut secara jelas. Untuk pengaturan, misalnya, praktik penerapan retribusi oleh lembaga masyarakat pengelola SPALT tidak bisa dibiarkan semata-mata mengikuti mekanisme pasar, mengingat ada kepentingan publik yang lebih besar dan bahwa penyediaan SPALT pada dasarnya merupakan bentuk layanan publik oleh pemerintah. Begitu pula mengenai penggunaan/pemanfaatan beberapa sumber daya terkait SPALT, yang tidak boleh dimonopoli hanya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu saja. Pengaturan, dalam konteks ini, adalah untuk memastikan bahwa pemanfaatan dilakukan secara berkeadilan dan mencegah timbulnya konflik yang meluas.

Unsur pembinaan, selayaknya berlangsung secara menerus selama SPALT masih dapat dimanfaatkan. Pembinaan yang dilakukan pemerintah daerah bisa berupa pemberian panduan/pedoman, pelatihan SDM pengelola, pendampingan teknis, perluasan jejaring kerja dan kerjasama, serta banyak lagi lainnya. Perlu dihindari kesan bahwa dengan menyerahkan SPALT kepada komponen masyarakat maka selesai pula tanggung jawab pemerintah.

Sedangkan pengawasan dilakukan untuk memastikan kelaikan operasional SPALT yang terbangun, keadilan dalam pemanfaatan, kualitas hasil pengolahan, akuntabilitas proses pengelolaan, keberlanjutan layanan, dll.

Tentunya dengan adanya fungsi-fungsi di atas, pemerintah daerah sewajarnya juga mengalokasikan anggaran secara proporsional bagi SKPD terkait yang bertugas melakukan pengaturan, pembinaan, dan pengawasan kepada komponen masyarakat yang berperan mengelola SPALT yang ada.

Page 29: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

B. ADMINISTRASI

Kegiatan administrasi wajib dilaksanakan selama penyelenggaraan SPALT untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi. Kegiatan administrasi ini dimaksudkan untuk membantu kegiatan operasional dan pemanfaatan melalui proses pencatatan, pengarsipan, pelaporan seluruh kegiatan harian dan bulanan. Kegiatan administrasi dilaksanakan sesuai dengan pedoman akuntansi air minum dan/atau ketentuan lain yang berlaku.

Kegiatan administrasi dilaksanakan oleh Penyelenggara SPALT dan dapat dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak lain.

B.1. ADMINISTRASI PERKANTORAN

Administrasi perkantoran meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan dan kegiatan tata persuratan.

Kegiatan administrasi meliputi pencatatan:

1. Debit harian influen dan efluen 2. Pemakaian bahan kimia.3. Pemakaian listrik PLN.4. Pemakaian bahan bakar dan pelumas untuk genset.5. Kualitas pemeriksaan laboratorium untuk influen dan efluen.

Berdasarkan catatan-catatan tersebut, penyelenggaraan SPALT wajib membuat laporan bulanan untuk pertanggung jawaban kepada pemerintah. Personil yang terlibat harus detail dalam memahami dan memelihara agar instalasi ini senantiasa dalam kondisi yang baik. Kegiatan pencatatan harus dilakukan secara periodik sesuai dengan suatu standar yang spesifik. Pencatatan dilakukan dengan melakukan kegiatan inspeksi harian, inspeksi periodik dan inspeksi pemeliharaan

1. Inspeksi Harian

Inpeksi harian ditetapkan pada jam yang sama setiap hari untuk

Page 30: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

melihat apakah ada kelainan/anomali pada sistem atau peralatan yang sedang berkerja. Hasil inspeksi dicatat dalam Tabel Inspeksi Harian

2. Inspeksi Periodik

Inspeksi periodik dilakukan menurut standar inspeksi yang sudah ditetapkan sebelumnya. Ini dimaksudkan untuk memahami kondisi penyusutan sistem dan peralatan yang ada, sehingga dapat dilakukan perbaikan dan penggantiannya secara teratur. Jika ditemukan cacat atau kerusakan, langkah-langkah perbaikan harus dilakukan saat itu juga. Hasil pemeriksaan harus dicatat.

3. Inspeksi Pemeliharaan

Dengan inspeksi tahunan, 6 (enam) bulanan, 4 (empat) bulanan, bulanan atau harian, tiap-tiap sistem dan peralatan akan terus terekam kondisinya.

B.2. ADMINISTRASI KEUANGAN

Administrasi keuangan meliputi pencatatan pemasukan dan

pengeluaran tertib administrasi keuangan baik yang berasal dari

operasional maupun non-operasional (Contoh Tabel 4.2)

Adminitrasi keuangan berperan dalam mencatat aspek pembiayaan dalam pengelolaan air limbah sangat penting mengingat sektor air limbah merupakan sektor yang tidak memberikan keuntungan bagi pengelolanya. Hal ini dikarenakan banyaknya permasalahan dalam SPALT, diantaranya:

1. Ketidakseimbangan Anggaran dengan Beban Pelayanana. Banyak kota menghadapi keterbatasan anggaran untuk

melaksanakan pelayanan pengelolaan air limbah, baik anggaran untuk pengadaan/penggantian prasarana dan sarana, anggaran operasional, juga anggaran pemeliharaan/perawatan.

b. Kondisi diatas disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: prioritas dan perhatian yang masih rendah untuk sektor air limbah, keterbatasan APBD, dan perencanaan anggaran yang kurang memadai.

Page 31: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Tabel 4.2. Tabel Contoh Format Laporan Biaya Operasional & Non-Operasional

Laporan pertanggungjawaban biaya operasi dan Non-operasional

Bagian : ...........................................................

Periode : ...........................................................

No Jenis Biaya Realisasi Anggaran Selisih (+/-)

1 Controlled cost

-

-

-

Sub total cont.

cost

2 Un-controlled cost

-

-

-

Sub total un-cont.

cost

Total Biaya

Catatan:

- Controlled cost adalah biaya-biaya yang tanggung jawab pengeluaran/terjadinya sepenuhnya menjadi wewenang bagian tersebut.

- Un-controlled cost adalah biaya-biaya yang pengeluaran/terjadinya bukan menjadi wewenang bagian tersebut, walaupun menjadi beban bagian ini.

- Contohnya penyusutan, asuransi dll.

Page 32: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

2. Penerimaan Retribusi Tidak Sebanding dengan Biaya PengelolaanHingga saat ini pengelolaan air limbah kabupaten/kota masih mendapatkan subsidi. Subsidi operasional masih merupakan unsur dominan dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah. Rendahnya penerimaan retribusi dan tingginya beban subsidi ini merupakan salah satu faktor penyebab terbatasnya dana operasional yang berdampak pada rendahnya mutu pelayanan.

Administrasi keuangan yang dilakukan secara baik juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menganalisis sistem pemulihan biaya yang terjangkau. Panduan nasional tentang pengelolaan air limbah (2003) menyatakan bahwa pertimbangan–pertimbangan berikut ini perlu disertakan dalam menentukan harga layanan air limbah:

1. Kesesuaian dengan panduan yang telah ditetapkan pemerintah pusat.

2. Penerapan subsidi-silang dari kelompok ekonomi yang lebih kuat kepada yang lebih lemah.

3. Persetujuan dari bupati/walikota dan DPRD.4. Penetapan harga berdasarkan banyaknya air limbah yang

dikelola.5. Jika metode yang dinyatakan dalam butir 4 diatas tidak dapat

diterapkan, maka tarif ditentukan berdasarkan suatu persentase konsumsi air minum jika data konsumsi tersebut tersedia.

6. Pilihan lainnya adalah untuk jaringan air limbah terpusat tarif dapat ditetapkan bredasarkan fungsi, wilayah, dan klasifikasi bangunan.

7. Untuk sistem terpusat dimana terdapat jaringan perpipaan yang membawa air limbah dari sumbernya ke suatu jaringan utama pengumpul dan selanjutnya ke suatu instalasi pengolahan air limbah, tarif harus ditetapkan dengan mempertimbangkan :a. Biaya operasi dan pemeliharaan jaringan perpipaan dan

instalasi pengolahan b. Biaya rehabilitasi/perbaikan/kerusakan peralatan operasional

Untuk pencatatan administrasi keuangan ini, suatu jaringan terpusat berarti suatu jaringan air limbah yang terdiri dari jaringan pemipaan yang mengumpulkan air limbah dari sumbernya dan membawanya ke suatu instalasi pengolahan (IPAL) terpusat.

Terdapat dua jenis pengaturan kelembagaan bagi pengelolaan

jaringan air limbah semacam ini:

Page 33: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

1. Jaringan dikelola oleh perusahaan air minum milik pemerintah daerah, atau PDAM. Maka tagihan air limbah diterbitkan dan ditagihkan sebagai bagian dari tagihan air minum. Alasannya adalah

- Berdasarkan panduan nasional, tagihan air limbah dapat ditetapkan berdasarkan konsumsi air;

- Lebih mudah untuk menerapkan tindakan penertiban bagi pelanggan karena sanksi yang diberikan dapat dikaitkan dengan layanan air minum – dimana penduduk memiliki ketergantungan yang lebih tinggi ketimbang pelayanan air limbah yang manfaatnya cenderung masih belum disadari banyak orang.

Meskipun demikian, pendekatan ini juga memiliki beberapa kelemahan. Pertama. tidak semua pelanggan layanan air limbah juga sekaligus menjadi pelanggan PDAM. Kedua mengintegrasikan tagihan air limbah dan air minum memerlukan penyesuaian sistemik terhadap praktek penagihan PDAM, yang bisa mengarah pada meningkatnya kebutuhan sumber data manajemen maupun teknis.

2. Jaringan dikelola oleh instansi yang khusus dibentuk untuk mengelola air limbah. Untuk IPAL yang dikelola oleh instansi yang dibentuk khusus ini, makapen agihan melalui d4isi penagihannya sendiri, yang biasanya terdapat pada bagian keuangan. Namun jika terdapat indikasi bahwa penagihan dapat ditingkatkan maka dapat ditagihkan sebagai bagian dari utililitas lain, terutama air minum

C. PEMBIAYAAN

Pembiayaan penyelenggaraan SPAL meliputi pembiayaan untuk membangun, memperluas, mengoperasikan, dan memelihara sistem fisik serta meningkatkan sistem nonfisik. Sumber dana untuk pembiayaan dapat berasal dari:

1. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah;

2. BUMN atau BUMD;

3. koperasi;

4. badan usaha swasta;

Page 34: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

5. dana masyarakat; dan/atau

6. sumber dana lain yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Apabila Pemerintah Daerah tidak mampu melaksanakan SPAL, Pemerintah dapat memberikan bantuan pendanaan sampai dengan pemenuhan standar pelayanan minimal yang dibutuhkan secara bertahap. Tata cara penyaluran bantuan pendanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

C.1 PEMBIAYAAN INVESTASI IPAL

Perkiraan biaya investasi instalasi/proyek terdiri atas: biaya konstruksi, biaya kompensasi, biaya administrasi, biaya jasa perencanaan teknik, biaya tak terduga perubahan harga, serta biaya tak terduga perubahan fisik dan pajak pertambahan nilai (PPN). Komponen biaya instalasi/proyek dinyatakan pada Gambar 4.16.

Gambar 4.16. Pembiayaan Instalasi/Proyek

Page 35: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Pembiayaan inventasi instalasi/proyek meliputi :

1. Biaya Konstruksi

Biaya Konstruksi terdiri dari biaya langsung (dasar perkiraan dari perkalian jumlah/ volume pekerjaan dikalikan harga satuan) dan biaya tidak langsung, yang diperkirakan dari persentase biaya langsung.

2. Biaya Kompensasi

Biaya kompensasi akan meningkat bila ada pembebasan tanah dan bangunan dan segala sesuatu yang berhubungan dalam pembangunan. Biaya ini tergantung Surat Keputusan Pemerintah Daerah, yaitu Bupati atau Gubernur.

3. Biaya Administrasi

Biaya administrasi proyek adalah pengeluaran untuk Pengelola Proyek dalam pelaksanaan sebenarnya. Biaya ini adalah 5% dari biaya konstruksi, ditambah biaya tak terduga fisik.

4. Biaya Jasa Perencanaan Teknik

Biaya jasa perencanaan teknik dipakai untuk pembiayaan pekerjaan detail desain dan supervisi pekerjaan konstruksi, utamanya yang dilakukan oleh Konsultan. Biaya jasa perencanaan teknik diperkirakan 12% dari biaya konstruksi ditambah biaya tak terduga fisik.

5. Biaya Tak Terduga Harga

Biaya ini disediakan untuk mengatasi terjadinya eskalasi harga. Dari sudut pandang ekonomi, dapat diterapkan 2% per tahun untuk total porsi asing dan lokal.

6. Biaya Tak Terduga Fisik

Biaya tak terduga fisik diterapkan 10% dari biaya konstruksi. Biaya ini disediakan untuk pembiayaan pengeluaran lainnya, seperti biaya kompensasi, biaya administrasi, dan biaya untuk kejadian-kejadian lainnya dalam konstruksi.

7. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Page 36: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diterapkan 10% dari biaya konstruksi ditambah biaya tak terduga fisik. Perkiraan Biaya Proyek terdiri dari: biaya konstruksi, biaya tak terduga fisik, biaya administrasi, biaya jasa perencanaan teknik dan pajak pertambahan nilai (PPN).

C.2. PEMBIAYAAN PEMASANGAN PIPA

Biaya pekerjaan pemasangan pipa air limbah dengan metode clean construction, meliputi biaya untuk:

1. Pekerjaan persiapan

2. Pekerjaan galian dan pengangkutan tanah galian

3. Pekerjaan pemasangan pipa dan manhole

4. Pekerjaan timbunan kembali

5. Pekerjaan perbaikan jalan, kecuali untuk pekerjaan pengaspalan (overlay) dimasukkan dalam jenis pekerjaan tersendiri.

Unit biaya pemasangan pipa dikelompokkan berdasarkan:

1. Diameter pipa

2. Kedalaman pipa terpasang

Kedalaman pemasangan pipa dan kondisi tanah setempat serta tinggi muka air tanah akan menentukan metode pelaksanaan di lapangan, demikian pula lebar jalan dan kondisi lapangan akan menentukan jenis, tipe, dan kapasitas peralatan yang digunakan, dimana hal tersebut akan mempengaruhi besarnya biaya pemasangan. Pembayaran didasarkan pada hasil pengukuran pipa terpasang di lapangan, dari pusat mainhole ke mainhole berikutnya. Secara ringkas biaya pemasangan untuk setiap meter panjang pipa seperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3. Gambaran Biaya Pemasangan Pipa

Page 37: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

117.7323Equiv. Total Equiv. Total

Rp. Yen Rp. Yen Rp. Rp. Yen Rp.Pipe material (800mm) m 2,282.4 1,431,743 0 3,267,810,223 0 3,267,810,223

Pipe Jacking Work m 2,282.4 5,928,780 73,948 13,531,847,472 168,778,915 33,402,577,350 5,747,887,446 168,778,500 25,618,568,442

Temporary Facility Work m 2,282.4 290,619 351 663,308,806 801,122 757,626,788

Pipe Installation thru Shaft m 2,282.4 1,020 0 2,328,048 0 2,328,048

Invert Mortar m 2,282.4 5,195 0 11,857,068 0 11,857,068

Dewatring for jacking m 2,282.4 177,566 0 405,276,638 0 405,276,638

Temporary Facility of Shaft m 2,282.4 11,525 0 26,304,660 0 26,304,660

Pipe Cleaning m 2,282.4 12,625 0 28,815,300 0 28,815,300

Shaft Type 2 no. 4 225,739,131 435,244 902,956,524 1,740,976 1,107,925,633

Shaft Type 4 no. 8 358,093,722 627,225 2,864,749,776 5,017,800 3,455,506,911

Shaft Type 1 no. 20 113,256,526 192,507 2,265,130,520 3,850,140 2,718,416,358

Backfill for Shaft m3 1,021 119,262 0 121,766,502 0 121,766,502

Disposal m3 765 25,392 0 19,424,880 0 19,424,880

Total 24,111,576,417 180,188,954 45,325,636,359 5,747,887,446 168,778,500 25,618,568,442

10,564,133 78,947 19,858,761

Fixed Cost 25,618,568,442 <= 2 untis of Jacking Machine and equipment)Variable Cost 19,707,067,918 <= Other work item cost

Total Cost 45,325,636,359

For 2.2 km JackingFixed Cost 25,618,568,442 Rp.

Variable Cost 8,957,758 Rp./m

For 5.0 km JackingFixed Cost 25,618,568,442 Rp.

Variable Cost 8,957,758 Rp./mUnit rate for 5.0 km jacking = 14,081,472 Rp./m

Unit Rate =

Fixed Cost Amount

Fixed Cost + Variable CostTotal Length

Breakdown for the original scope

Jacking Pipe Construction - Unit Rate

Unit Rate Amount

Unit rate per meter =

Item unit Q'ty

Exchange rate (Rp/yen)

C.3. PEMBIAYAAN OPERASI, PEMELIHARAAN, DAN REHABILITASI SPALT

Beberapa IPAL menunjukkan kinerja yang baik karena dikelola oleh PDAM sehingga biaya operasional mendapatkan subsidi dari pelanggan air minum. Tarif pengelolaan air limbah menjadi satu dengan rekening air minum sehingga tingkat pembayaran lebih tinggi.

Dalam operasional SPALT, unsur-unsur biaya terdiri dari:1. Biaya investasi 2. Biaya operasi dan pemeliharaan3. Biaya pengembangan4. Biaya retribusi5. Biaya depresiasi

Penjelasan unsur-unsur biaya tersebut berikut :1. Biaya Investasi, dalam operasi dan pemeliharaan IPAL yang

termasuk dalam investasi adalah antara lain peralatan untuk mendukung operasi IPAL. Yang dimaksud dengan investasi disini bukan membuat instalasi IPAL namun alat-alat perlengkapan pendukung operasi dan pemeliharaan instalasi.

2. Biaya Operasi dan PemeliharaanBiaya operasi dan pemeliharaan terdiri dari :a. Biaya tetap (fixed cost) atau biaya tidak langsung.

1) Biaya personil (upah/gaji pegawai) termasuk lembur, uang makan dan transport.

Page 38: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

2) Biaya kantor :- Pemeliharaan gedung- Pemeliharaan kendaraan operasional kantor- Pemeliharaan peralatan kantor dan peralatan kerja, P3K- Biaya langganan listrik dan telepon- Biaya kebersihan kebun/halaman/lantai- Biaya operasional kantor (ATK, rapat, dll)- Biaya bahan : bahan kimia, laboratorium, bahan untuk

treatment lumpur kering- Biaya Perjalanan

b. Biaya operasi dan pemeliharaan IPAL :Biaya operasi dan pemeliharaan instalasi IPAL :1) Operasi dan pemeliharaan unit-unit

- Persiapan operasi (start up)- Operasi harian - Operasi mingguan

2) Biaya pemeliharaan jaringan (perpipaan/ IPAL)- Biaya tenaga kerja - Biaya pemeliharaan bangunan atau perpipaan- Biaya operasional- Biaya pemeliharaan sarana penggelontoran

3) Biaya pemeliharaan sambungan rumah ( house Connection)- Biaya tenaga kerja- Biaya pembesihan- Biaya pemeliharaan bak

4) Biaya O dan P instalasi IPAL- Biaya pembersihan saringan- Biaya perawatan mekanik (aerator, pompa)- Biaya perawatan scraper

3. Biaya PengembanganBiaya pengembangan bertalian dengan perluasan (ekspansi) instalasi maupun perluasan daerah pelayanan. Hal-hal yang menyangkut kegiatan ini direncanakan secara matang, dari segi teknis dan pembiayaan. Dari segi teknis tidak memerlukan teknologi tinggi dan dari segi pembiayaan layak secara ekonomi dan dapat dijangkau dengan kondisi keungan yang ada. Biaya pengembangan misalnya pengadaan truk tinja baru, pengadaan gerobak, vacuum pump, submersible pump dan sebagainya, penambahan sambungan rumah.

4. Biaya Retribusi

Page 39: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Biaya ini dikeluarkan setiap bulan atau setiap tahun, yang ditarik oleh Pemda. Retribusi ditetapkan dengan PERDA. Retribusi dari pemda misalnya retribusi jalur pipa, retribusi air baku untuk penggelontoran (flushing).

5. Biaya DepresiasiSemua barang-barang yang termasuk kategori investasi, akan mengalami penyusutan atau depresiasi, seperti instalasi IPAL, peralatan pendukung, peralatan kantor akan depresiasi dapat digunakan untuk pengadaan barang/investasi baru.

Selain biaya tersebut di atas, terdapat juga biaya spesifik (Tabel 4.3

dan Tabel 4.4). Biaya spesifik merupakan biaya yang diperlukan

untuk pembangunan dan/atau biaya operasi dan pemeliharaan

seluruh atau sebagian komponen sistem pengelolaan sanitasi yang

menggunakan jenis, teknologi dan bahan tertentu.

Tabel 4.4. Interval Biaya Spesifik Investasi IPAL Sistem OffSite(Harga dalam US $, 1 US$ = Rp. 9600, harga berlaku tahun 2006,

angka-angka dibulatkan)

No SISTEM

Biaya IPAL / (m3/Hari)

Biaya IPAL / JiwaBiaya IPAL /

(kg/BOD5/Hr)

Int.Bwh Int.Atas Int.Bwh Int.AtasInt.Bw

hInt.Atas

1Sanitasi Komunal Model l

538 663 44 54 1.261 1.543

2Sanitasi Komunal Model ll

7 19 18 57 504 1.740

3 Biofilter 1 2 108 131 3.599 4.114

4Aerated lagon

263 3.613 43 156 9.262 25.205

5Stabilization Pond

794 2052 118 252 3.710 7.769

6Rotating Biological Contactor

231 333 26 96

Sumber: Buku Saku Biaya Spesifik Investasi Air Limbah, Subdit Investasi PLP,

Departemen PU, 2008

Tabel 4.5. Interval Biaya Spesifik Jaringan Perpipaan Sistem OffSite

Page 40: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

(Harga dalam US $, 1 US$ = Rp. 9600, harga berlaku tahun 2006, angka-angka dibulatkan)

SISTEMBiaya / PE Biaya / m Panjang Pipa

Int. Bwh Int. Atas Int. Bwh Int .Atas

Jaringan

Perpipaan79 169 137 216

Sumber: Buku Saku Biaya Spesifik Investasi Air Limbah, Subdit Investasi PLP,

Departemen PU, 2008

C.4. CONTOH- CONTOH KASUS DI INDONESIA

C.4.1. Biaya Investasi dan Biaya Operasional Pemeliharaan IPAL

Biaya investasi dan biaya operasi serta pemeliharaan sangat bervariasi tergantung sistem pengolahan yang digunakan. Pengolahan dengan sistem kolam relatif lebih murah bila dibandingkan dengan sistem pengolahan yang lain. Contoh besarnya biaya investasi dan operasional IPAL di beberapa daerah di Indonesia terdapat pada tabel berikut :

Tabel 4.6. Biaya Investasi Beberapa IPAL di Indonesia

OperatorSistem

Pengolahan

Investasi/m3

terpakai (Rp)

Investasi/ m3

disain (Rp)

Investasi/SR

terpakai (Rp 000)

Investasi/SR

Disain (Rp 000)

Bandung Kolam : anaerobic, fakultatif

dan maturasi

475 63 2.650 892

Banjarmasin

Rotating Biological contactor

3.274 3.228 16.506 15.845

Page 41: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

(RBC)

Cirebon Kolam : fakultatif

dan maturasi

423 218 1.485 698

Jogja Kolam aerobik

1.109 812 6.649 4.871

Medan UASB. Kolam : aerobic, fakultatif

133 35 1.133 319

PD PAL Kolam aerobik

92 11 5.012 91

Solo Kolam aerobik

1.658 1.619 3.802 1.166

Sumber : AUSAID, 2006

Tabel 4.7. Biaya Operasional Beberapa IPAL di Indonesia

OperatorTotal

Biaya/Rp/bln/SRBiaya O dan P

Rp/bln/SRRevenue

Rp/bln/SR.PDAM Bandung 14.751 12.450 15.265 PDAM Banjarmasin

225.161 62.900 73.090

PDAM Medan 35.580 16.895 15.715 PDAM Solo 9.144 5.914 4.950

Sumber : AUSAID, 2006 (berdasarkan data keuangan tahun 2004)

C.4.2 Struktur Tarif

Penetapan tariff pengolahan air limbah berbeda –beda di setiap daerah. Hal ini tergantung besarnya biaya investasi dan biaya operasional yang dikeluarkan oleh SPALT yang digunakan. Berikut ini terdapat beberapa contoh penetapan tarif air limbah di beberapa daerah di Indonesia.

1. Kota Medan

a. Tarif air limbah ditetapkan pada tahun 2002 berdasarkan Keputusan Gubernur No. 539/1023/2002 tanggal 23 Desember 2002 dan SK direksi PDAM Tirtanadi NO. 151/KPTS/2002 tanggal 25 November 2002. Sejak saat itu belum pernah ada perubahan tarif. Tarif yang berlaku terlalu rendah dan tidak

Page 42: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

memadai untuk memenuhi kebutuhan operasi dan pemeliharaan sehingga perlu disubsidi. Baik oleh pemerintah daerah maupun oleh PDAM.

b. Tarif dikenakan per meter persegi bangunan dan dibagi menjadi dua kelas. Kelas A adalah untuk pelanggan dengan konsumsi air minum kurang dari 30 m3 per bulan dan kelas B adalah untuk konsumsi lebih dari 30 m3 per bulan.

Tabel 4.8. Tarif Air Limbah Kota Medan

Klasifikasi Tarif Kelas A*) Rp/m2 Kelas B **) Rp/m2

A Sosial1 Sosial Umum-S1 25 252 Sosial Khusus-S2 35 55B Non Komersial1 Rumah Tangga A-NA1 45 652 Rumah Tangga B-NA2 55 753 Rumah Tangga C-NA3 65 804 Rumah Tangga D-NA4 70 85

5Kedutaan Besar/Konsulat-NA5

80 100

6 Institusi Pemerintah 55 95C Usaha1 Usaha Kecil – N1 140 1402 Usaha kecil – N2 175 175D Industry1 Industr kecil – IN1 170 1402 Industry Besar – IN2 175 175E Komersial Khusus 575 170

Sumber : Keputusan Gubernur No. 539/1023/2002

2. Kota Banjarmasin

Tabel 4.9. Tarif Air Limbah di Kota Banjarmasin

Kategori DiskripsiTarif

(Rp/bulan)A . SosialA 1. Sosial umum Hidran Umum, WC Umum,

Tempat ibadah termasuk Musholla dan Langgar

5.000

A 2. Sosial Khusus Pusat layanan kesehatan, puskesmas, rumah sakit umum, pusat rehabilitasi, sarana social lainnya.

10.000

B NON-USAHAB 1 Rumah Tangga A1 Rumah sederhana 5.000B 2 Rumah Tangga A2 Rumah tidak sederhana & tidak

mewah10.000

Page 43: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

Kategori DiskripsiTarif

(Rp/bulan)B 3 Rumah Tangga A3 Rumah mewah 25.000B 4 Rumah Tangga A 4 Perumahan pemerintah/ABRI 25.000C .USAHAC. 1 Usaha kecilC. 1.1 Usaha kecil I Kios, pedagangan depan rumah,

bengkel kecil. Usaha rumah tangga kecil, tukang cukur

5.000

C. 1.2 Usaha kecil II Penjahit, usaha salon kecantikan di rumah

20.00

C. 1.3 Usaha klecil III Praktek dokter di rumah, apotik, gudang, WC umum di pasar, bengkel las, penjualan air, kos-kosan, usaha lain sesuai dengan ijin usahanya.

30.000

C. 2 Usaha menengah Rumah sakit swasta, motel, hotel melati, depot, pusat pembelanjaan, gedung bioskop, salon kecantikan, pusat perbaikan, praktek, klinik dokterm usaha makanan dan minuman, tempat pencucian kendaraan bermotor, usaha lainnya sesuai dengan ijin usahanya.

50.000

C. 3. Usaha besar Hotel berbintang, restoran, mall, supermarket, bank, kantor PLN dan Telkom, dealer/Showroom

100.000

D .IndustriD. 1. Industry kecil/rumah

Kerajinan, kerajinan rumah tangga, usaha konveksi kecil, usaha perternakan kecil, industri kecil lainnya.

20.000

D. 2. Industri menengah Toko mebel. Toko batako batubata,

50.000

D. 3. Industri besar Perikanan, pabrik es, pabrik makanan dan minuman, Bandar udara, pelabuhan, industri besar lain sesuai ijin usahanya

Pedagang di pasarA. Pedagang emper 5.000B. Pedagang meja 500C. Kios 10.000D. Toko 15.000E. Grosir 20.000Pembuangan Limbah Tinja ke Instalasi Pengolahan Limbah Tinja

10.000/m3

Pengolahan Air Lindi dari tempat pembuangan Akhir Basirih

2.000/m3

Sumber : PD PAL Kota Banjarmasin, 2007

Page 44: 5. Final Lampiran SPALP Buku 4 Kelembagaan Administrasi

3. DKI Jakarta

Tabel 4.10. Tarif Air Limbah di Kota Jakarta

No. Kategori PelangganTarif (Rp per m2 ) Luas Lantai/bulan

I. Rumah Tangga1. Rumah Tangga Tipe A 722. Rumah Tangga Tipe B 903. Rumah Tangga Tipe C 1084. Rumah Tangga Tipe D 126II Usaha kecil1. Toko2. Kantor (sampai 3 lantai) 1083. Salon kecantikan 1264. Katering 1445. Restoran/rumah makan

kecil180

6 Motel 1807 Usaha kecil lainnya 180III Usaha Besar1 Bangunan bertingkat 3962 Bangunan bertingkat

termasuk restoran dan pusat kebugaran

396

3 Pusat pembelanjaan/Mall 3964 Hotel Bintang l, ll, dan lll 3965 Apartement/kondominium 5406 Hotel bintang lV 5407 Pusat hiburan 5768 Rumah sakit Swasta 5769 Hotel bintang V 57610 Usaha besar Lainnya 5764 Sosial1 Tempat ibadah 402 Puskesmas 85

Sumber : Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2379 Tahun 2003