31.docx

4
3.1 PENGARUH OPERASI DAN ANESTESI PADA PASIEN HIPOALBUMINEMIA Hati merupakan salah satu organ vital tubuh. Fungsi utama hati terutama bertanggungjawab terhadap metabolisme glukosa dan lemak, sistesis protein (albumin, globulin, dan faktor koagulan), ekskresi bilirubin, metabolisme obat dan hormon dan detoksifikasi. Organ hati memegang peran penting dalam pengaturan sirkulasi darah karena sekitar 25% curah jantung akan bersirkulasi melalui hati. Aliran darah di hati melalui dua pembuluh darah, yaitu arteri hepatika bertanggung jawab terhadap 25 -30% total aliran darah hati (namun memberikan 50% pasokan oksigen ke hati), dan vena porta menyumbangkan 75% dari total aliran darah ke hati. Aliran vena porta menerima darah dari lambung, limpa, pankreas dan usus yang kaya akan nutrien, namun pasokan oksigen ke hati tidak lebih dari 50- 55%. Pada pasien yang tidak memiliki gangguan fungsi hati, pemberian obat anestesi, analgetik, sedatif, dan tindakan pembedahan dapat meningkatkan kadar transaminase, alkali fhosfhatase, dan kadar bilirubin, namun umumnya bersifat sementara. Sebaliknya pasien dengan penyakit hati penurunan pasokan darah ke hati akibat tindakan operasi maupun anestesi dapat memicu dekompensasi hati. Kerusakan hati yang berat (pada sirosis hati atau hepatitis fulminan) dapat menimbulkan hipoalbuminemia, trombositopenia, koagulopati, menurunnya imunitas, intoksikasi, perubahan hemodinamik, ensefalopati dan sindrom hepatorenal. Keadaan tersebut menjadi faktor penyulit pada saat tindakan operasi dan anestesi. Hati berfungsi sebagai organ sintesis protein albumin dan globulin. Pada pasien dengan gangguan hati dapat terjadi hipoalbuminemia. Kondisi hipoalbuminemia sangat menghambat proses penyembuhan luka. Penurunan sintesis globulin di hati menyebabkan seseorang menjadi peka terhadap infeksi karena sistem imunitas tubuh secara fungsional kemampuannya menurun. Pada disfungsi hati yang berat metabolisme glukosa juga terganggu. Terganggunya penggunaan glukosa dan meningkatnya

Transcript of 31.docx

Page 1: 31.docx

3.1 PENGARUH OPERASI DAN ANESTESI PADA PASIEN HIPOALBUMINEMIA

Hati merupakan salah satu organ vital tubuh. Fungsi utama hati terutama bertanggungjawab terhadap metabolisme glukosa dan lemak, sistesis protein (albumin, globulin, dan faktor koagulan), ekskresi bilirubin, metabolisme obat dan hormon dan detoksifikasi. Organ hati memegang peran penting dalam pengaturan sirkulasi darah karena sekitar 25% curah jantung akan bersirkulasi melalui hati. Aliran darah di hati melalui dua pembuluh darah, yaitu arteri hepatika bertanggung jawab terhadap 25 -30% total aliran darah hati (namun memberikan 50% pasokan oksigen ke hati), dan vena porta menyumbangkan 75% dari total aliran darah ke hati. Aliran vena porta menerima darah dari lambung, limpa, pankreas dan usus yang kaya akan nutrien, namun pasokan oksigen ke hati tidak lebih dari 50-55%.

Pada pasien yang tidak memiliki gangguan fungsi hati, pemberian obat anestesi, analgetik, sedatif, dan tindakan pembedahan dapat meningkatkan kadar transaminase, alkali fhosfhatase, dan kadar bilirubin, namun umumnya bersifat sementara. Sebaliknya pasien dengan penyakit hati penurunan pasokan darah ke hati akibat tindakan operasi maupun anestesi dapat memicu dekompensasi hati. Kerusakan hati yang berat (pada sirosis hati atau hepatitis fulminan) dapat menimbulkan hipoalbuminemia, trombositopenia, koagulopati, menurunnya imunitas, intoksikasi, perubahan hemodinamik, ensefalopati dan sindrom hepatorenal. Keadaan tersebut menjadi faktor penyulit pada saat tindakan operasi dan anestesi.

Hati berfungsi sebagai organ sintesis protein albumin dan globulin. Pada pasien dengan gangguan hati dapat terjadi hipoalbuminemia. Kondisi hipoalbuminemia sangat menghambat proses penyembuhan luka. Penurunan sintesis globulin di hati menyebabkan seseorang menjadi peka terhadap infeksi karena sistem imunitas tubuh secara fungsional kemampuannya menurun. Pada disfungsi hati yang berat metabolisme glukosa juga terganggu. Terganggunya penggunaan glukosa dan meningkatnya kadar hormon pertumbuhan dan glukagon dapat memicu intoleransi glukosa. Sintesis faktor pembekuan darah yang diproduksi di hati mengalami penurunan pada pasien yang mengalami disfungsi hati. Koagulopati dan trombositopenia (akibat hipertensi portal) meningkatkan risiko perdarahan baik pre maupun pasca-operasi. Gangguan faktor pembekuan darah terjadi akibat menurunnya sintesis faktor prokoagulan dan antikoagulan, terganggunya pembersihan faktor koagulasi yang teraktifasi, defisiensi nutrisi (vitamin K, asam folat), splenomegali, defek kualitatif trombosit dan akibat penekanan trombopoiesis sumsum tulang.

Pada pasien sirosis, umumnya mengalami perubahan pola hemodinamik yang bersifat hiperdinamik berupa peningkatan curah jantung, menurunnya resistensi vaskular sistemik dan meningkatnya volume intravaskular. Perfusi jaringan menurun karena adanya shunting arterio-venosa. Respons sistem kardiovaskular terhadap simpatomimetik eksogen dan endogen menurun. Shunting intra-pulmomal, meningkatnya cairan ekstravaskular, diafragma yang mengalami elevasi karena desakan asites menyebabkan timbulnya mismatch rasio ventilasi terhadap aliran darah, hipoksemia dan hipoventilasi. Aliran darah ke ginjal juga cenderung menurun sehingga risiko terjadinya sindrom hepatorenal meningkat.

Page 2: 31.docx

Hati berperan dalam metabolisme dan eliminasi berbagai jenis obat. Metabolisme obat pada pasien dengan disfungsi berat akan terganggu karena menurunnya jumlah hepatosit dan pasokan aliran darah hati. Waktu paruh beberapa obat menjadi meningkat dan eliminasi menurun. Risiko intoksikasi obat meningkat. Contohnya, kerja obat penyekat neuromuskular (neuromuscular blocking) menjadi lebih panjang karena aktivitas enzim pseudokolinesterase menurun pada pasien dengan gangguan fungsi hati.

Morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan penyakit hati dipengaruhi oleh faktor stres tindakan operasi dananestesi. Tindakan operasi dan anestesi menurunkan pasokan aliran darah menuju hati. Pasien dengan penyakit hati tingkat lanjut (sirosis, misalnya) sangat peka terhadap perubahan hemodinamik. Semakin banyak perdarahan semakin banyak penurunan pasokan darah ke hati. Pada operasi abdomen, aliran darah hati regional menurun karena oklusi struktur vaskular, terutama apabila arteri hepatika atau vena porta diklemp untuk mengurangi aliran darah selama reseksi hati. Penempatan refraktor di hati dan manipulasi visera abdominal dapat menurunkan pasokan darah ke hati mencapai 50-60%. Pemberian obat anestesi secara regional maupun general dapat menurunkan aliran darah hati sampai 30-50 %.7 Pada orang normal yang menjalani tindakan operasi dan anestesi penurunan aliran darah ke hati tidak menimbulkan iskemia hepatik karena mekanisme kompensasi berupa penurunan kebutuhan oksigen dan meningkatnya ekstraksi oksigen oleh sel hati. Pada seseorang yang mengalami gangguan fungsi hati, mekanisme autoregulasi terganggu sehingga penurunan aliran ke hati sedikit saja mempengaruhi fungsi dan integritas sel hati. Ketidakcukupan pasokan oksigen merupakan penyebab utama dekompensasi hati pasca-operatif.

3.2 RESIKO PEMBEDAHAN DAN ANESTESI PADA HIPOALBUMINEMIA

Luas disfungsi hati dan tipe operasi menentukan tingkat morbiditas dan mortalitas pasien dengan gangguan fungsi hati. Pasien dengan tingkat kerusakan hati minimal memiliki risiko mortalitas lebih kecil dibandingkan pasien yang mengalami sirosis atau hepatitis akut yang berat. Tipe operasi dan sifat operasi (emergensi atau tidak) menentukan risiko mortalitas. Pada pasien sirosis hati yang menjalani operasi abdomen terbuka memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan operasi laparoskopi. Seperti disebutkan, penempatan refraktor di hati dan manipulasi visera abdominal pada operasi abdomen terbuka dapat menyebabkan penurunan pasokan darah ke hati sebesar 50-60%. Operasi abdomen terbuka mortalitasnya dapat mencapai 57% dibandingkan laparoskopi yang hanya 20%. Operasi laparoskopi lebih aman dibandingkan operasi terbuka. Pada studi retrospektif yang melibatkan 226 pasien sirosis (Child Pugh A atau B) yang menjalani kolesistektomi laparoskopi, dilaporkan kematian hanya 2 orang (0,88%). Operasi bedah emergensi dibandingkan operasi elektif lebih memberikan risiko mortalitas. Pada pasien dengan sirosis hati operasi jantung emergensi menyebabkan mortalitas sebesar 80% dibandingkan operasi elektif (3-46 %).

Tingkat kerusakan hati berkorelasi dengan mortalitas pasien. Pasien sirosis hati dengan nilai prothrombine time (PT) di atas normal, 47% di antaranya meninggal dibandingkan pasien yang memiliki PT normal yaitu 7%. Pasien sirosis dengan kategori

Page 3: 31.docx

Child kelas A yang meninggal hanya 10% dibandingkan Child kelas B 31% dan Child kelas C 76%. Zacks et al10 melaporkan risiko mortalitas perioperatif pada 86 753 pasien dengan penyakit hati yang menjalani tindakan kolesistektomi. Disimpulkan bahwa pasien dengan gangguan hati yang menjalani operasi risiko mortalitasnya meningkat 8 kali. Kelompok yang memiliki risiko meninggal terbesar pasien dengan penyakit hati yang mengalami komplikasi mortalitasnya 17,6% (odd ratio/OR 20,44), hepatitis akut mortalitasnya 16,78% (OR 19,49), penyakit hati terkait alkohol 6,45% (OR 6,67), sirosis hati 5,38% (OR 5,50), dibandingkan dengan pasien yang tanpa mengalami gangguan fungsi hati mortalitasnya hanya 1,02% (OR 1).

Pada pasien dengan hepatitis kronis, risiko pembedahan berkorelasi dengan beratnya penampilan klinis, biokimiawi dan histologi. Operasi elektif aman untuk hepatitis kronis ringan asimptomatik. Sebaliknya risiko pasien dengan hepatitis kronis dengan penampilan klinis yang nyata dan gambaran histologisnya lebih berat, tindakan operasi memberikan risiko yang lebih besar.