integumen %.docx

54
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FRAMBUSIA, MORBUS HANSEN, DAN SELULITIS Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Integumen Disusun oleh : KELOMPOK 4 1 . RENDRA PRAMUDYA ATMOKO NIM.13151112301 4 2 . KARTIKA NURAINI NIM.13151112300 8 3 . R. RR. ULVANA TARA SHALLY AULIA NIM.13151112301 8 4 . AYU RIZKY BUDIANI NIM.13151112302 4 5 . EKO OKTALFIANTO NIM.13151112304 6 6 . LATIFATULMUNA NIM.13151112304 8 7 . RISNA NUR PRADANI NIM.13151112308 0

Transcript of integumen %.docx

Page 1: integumen %.docx

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATANPADA PASIEN DENGAN FRAMBUSIA, MORBUS HANSEN, DAN SELULITIS

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Integumen

Disusun oleh :KELOMPOK 4

1. RENDRA PRAMUDYA ATMOKO NIM.131511123014

2. KARTIKA NURAINI NIM.131511123008

3. R. RR. ULVANA TARA SHALLY AULIA NIM.131511123018

4. AYU RIZKY BUDIANI NIM.131511123024

5. EKO OKTALFIANTO NIM.131511123046

6. LATIFATULMUNA NIM.131511123048

7. RISNA NUR PRADANI NIM.131511123080

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERSPROGRAM ALIH JENIS B18

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA2016

Page 2: integumen %.docx
Page 3: integumen %.docx

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangMorbus hansen (lepra/ kusta) adalah suatu penyakit akibat infeksi kronik oleh

Mycobacterium leprae yang menyerang saraf perifer, kulit, mukosa traktus respiratorius, serta organ lainnya kecuali sistem saraf pusat. Mycobacterium leprae merupakan bakteri berbentuk basil gram-positif, tahan asam dan alkohol, bersifat intraselular obligat. Sampai saat ini M. leprae belum dapat dibiakkan di medium artifisial sehingga sulit untuk mempelajari tentang kuman ini. (Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et al, 2010). Selama periode 2008-2013, angka penemuan kasus baru kusta pada tahun 2013 meruakan yang terendah yaitu sebesar 6,79 per 100.000 penduduk. Sedangkan angka prevalensi kusta berkisar antara 0,79 hingga 0,96 per 10.000 (7,9 hingga 9,6 per 100.000 penduduk) dan telah mencapai target <1 per 10.000 penduduk atau <10 per 100.000 penduduk (KemenkesRI, 2016)

Frambusia disebut juga patek atau puru, disebabkan oleh Treponema pertenue, dan hanya terdapat di daerah tropis yang tinggi kelembabannya serta pada masyarakat dengan sosio-ekonomi rendah. Penyakit ini menyerang kulit umumnya di tungkai bawah, bentuk destruktif menyerang juga tulang dan periosteum. (DepkesRI, 2008).

Menurut Menkes, saat ini Indonesia merupakan penyumbang terbesar kasus Frambusia di Asia Tenggara. Meskipun secara nasional angka prevalensinya sudah sangat rendah, data frambusia tahun 2009 masih ditemukan 8.309 kasus yang tersebar di provinsi wilayah timur Indonesia yaitu NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua dan Papua Barat, kata Menkes. (Kemenkes RI, 2016). Frambusia termasuk penyakit tropis yang terabaikan (neglected tropical disease). Indonesia merupakan penyumbang kasus frambusia terbesar di Asia Tenggara selain India dan Timor Leste. Di Indonesia, sampai tahun 2009 masih ada 8.309 kasus frambusia yang menginfeksi di 18 dari 33 provinsi, lima provinsi di antaranya termasuk kategori prevalensi tinggi. Frambusia merupakan indikator keterbelakangan suatu negara.

Sampai saat ini, frambusia masih belum dapat dieliminasi dari seluruh wilayah Indonesia. Meskipun secara nasional angka prevalensinya sudah kurang dari 1 per 10.000 penduduk, beberapa provinsi masih memiliki prevalensi yang cukup tinggi, antara lain Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Tenggara, Papua, Aceh, Jambi, Maluku, dan Maluku Utara.5,8 Telah diketahui bahwa perilaku, khususnya aktivitas mandi, merupakan faktor risiko frambusia. Penyakit ini sangat terkait dengan kondisi rumah, perilaku, dan sosial ekonomi. Tingkat sosial ekonomi rendah, hunian yang padat, dan kebiasaan bergantian pakaian juga memengaruhi kejadian penyakit ini. Di Bondo Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, frambusia meningkat terus dari 174 kasus tahun 2009 menjadi 327 kasus

Page 4: integumen %.docx

pada tahun 2010 dan 369 kasus pada tahun 2011. Pada tahun 2011 ini, jumlah frambusia tertinggi (43 kasus) terjadi di Desa Mali Iha yang berada di wilayah kerja Puskesmas Bondo Kodi Kabupaten Sumba Barat Daya. (Wanti. dkk, 2013)

Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan subkutan. Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Sellulitis adalah peradangan pada jaringan kulit yang mana cenderung meluas ke arah samping dan ke dalam.

Berdasarkan dari fenomena diatas maka kami mengangkat masalah upaya penanggulangan penyakit Mobus Hansen, Frambusia, Selulitis sebagai judul makalah dengan harapan dapat lebih memahami penyakit Mobus Hansen, Frambusia, Selulitis dan penanggulangannya.

1.2 TujuanPenulisan makalah ini diharapkan dapat mencapai beberapa tujuan dalam

memahami upaya penanggulangan penyakit kusta, yakni sebagai berikut :1.2.1. Untuk mengetahui gambaran umum penyakit Mobus Hansen, Frambusia,

Selulitis yang meliputi definisi ,dan epidemiologi1.2.2. Untuk mengetahui apa saja etiologi Mobus Hansen, Frambusia, Selulitis 1.2.3. Untuk mengetahui klasifikasi Mobus Hansen, Frambusia, Selulitis 1.2.4. Untuk mengetahui manifestasi Mobus Hansen, Frambusia, Selulitis 1.2.5. Untuk mengetahui bagaimana patogenesis penyakit Mobus Hansen,

Frambusia, Selulitis 1.2.6. Untuk mengetahui bagaimana peatalaksanaan penyakit Mobus Hansen,

Frambusia, Selulitis 1.2.7. Untuk mengetahui bagaimana upaya pencegahan penyakit Mobus

Hansen, Frambusia, Selulitis

Page 5: integumen %.docx

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 Frambosia2.1.1 Definisi

Frambusia disebut juga patek atau puru, disebabkan oleh Treponema pertenue, dan hanya terdapat di daerah tropis yang tinggi kelembabannya serta pada masyarakat dengan sosio-ekonomi rendah. Penyakit ini menyerang kulit umumnya di tungkai bawah, bentuk destruktif menyerang juga tulang dan periosteum. (DepkesRI, 2008)

Termasuk penyakit treponematosis non seksual, menular, sering kambuh dan dapat menyebabkan kecacatan. Disebabkan oleh T. pertenue yang secara mikroskopik dan serologik sulit dibedakan dengan Treponema lainnya. Berbeda dengan sifilis, penyakit frambusia ini tidak mempengaruhi susunan saraf pusat dan juga tidak menimbulkan kelainan kongenital. Secara epidemiologi penyakit ini termasuk penyakit tropis dan di Indonesia pada awalnya ditemukan pada hampir seluruh propinsi khususnya pada daerah yang lembab. Setelah dilakukan penanggulangan secara nasional pada awal tahun lima puluhan, penyakit ini sudah jarang ditemukan. Akan tetapi akhir-akhir ini ternyata masih ditemukan beberapa kantong frambusia terutama di Indonesia bagian timur.

Penyakit ini terutama menyerang anak-anak dibawah umur 15 tahun, pria lebih banyak dari wanita, juga umumnya pada tingkat sosio-ekonomi rendah. Secara epidemiologi dapat ditemukan dalam bentuk stadium dini dan stadium lanjut dengan jarak waktu sekitar 5 tahun. Secara klinis dibedakan dalam bentuk stadium primer, sekunder dan tersier. Stadium dini ditandai dengan lesi berbentuk makulo papular/papiloma/papulo krustosa yang agak membasah/eksudatif, sedangkan stadium lanjut lesinya kering dan berbentuk ulkus.

Secara klinis stadium primer berupa papula /papulokrustosa soliter yang dikenal sebagai mother yaws. Stadium sekunder bentuk kelainan seperti mother yaws tapi jumlahnya lebih banyak dan terutama pada lubang tubuh berbentuk cincin (ring worm yaws). Stadium tersier berbentuk guma dengan ulkus serpiginosa dan dapat meninggalkan jaringan parut yang khas. Diagnosis ditegakkan terutama berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan serologik dan bila perlu dengan pemeriksaan histopatologik. (Sjamsoe, 2005)

2.1.2 EtiologiTreponema pallidum/pertenue

2.1.3 PatofisiologiTreponema pallidum terhadap inang (manusia) ditularkan melalui

hubungan seksual dan infeksi. Lesi langsung pada kulit atau membran selaput

Page 6: integumen %.docx

lendir pada genetalia. Pada 10–20 kasus lesi primer merupakan intrarektal, perianal atau oral atau di seluruh anggota tubuh dan dapat menembus membran selaput lendir atau masuk melalui jaringan epidermis yang rusak. Spirocheta secara lokal berkembang biak pada daerah pintu masuk dan beberapa menyebar di dekat nodul getah bening mungkin mencapai aliran darah. Dua hingga 10 minggu setelah infeksi, papul berkembang di daerah infeksi dan memecah belah membentuk ulcer yang bersih dan keras (chancre).

Inflamasi ditandai dengan limfosit dan plasma sel yang membuat ruang berupa maculapapular merah di seluruh tubuh, termasuk tangan, kaki dan papul yang lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital, axila dan mulut. (Djuanda, et al., 2007) Lesi primer dan sekunder ini sangat infeksius karena mengandung banyak spirocheta. Lesi yang infeksius mungkin akan kambuh dalam waktu 3–5 tahun. Infeksi sifilis tetap subklinis dan pasien akan melewati tahap primer dan sekunder tanpa gejala atau tanda-tanda berkembangnya lesi tersier. Pada pasien dengan infeksi laten penyakit akan berkembang ketahap tersier ditandai dengan perkembangan lesi granulommatous (gummas) pada kulit, tulang dan hati; lesi cardiovaskuler (aortitis, aortic aneurysm, aortic value insuffiency). lesi tertier treponema jarang ditemua dan respon jaringan yang meningkat ditandai dengan adanya hypersensitivitas organisme.

Treponema yang menahun dan atau laten terkadang infeksi dimata atau sistem saraf pusat (Noordhoek, et al, 1990; Bahmer, et al, 1990) Pada subspecies perteneu infeksi terjadi akibat adanya kontak berulang antar individu dalam waktu tertentu sehingga memudahkan treponema untuk berkembang biak, infeksi bakteri treponema ssp.parteneu berbentuk spirochetes tersebut ada dijaringan epidermis mudah menular di jaringan kulit lecet atau trauma terbuka. Klasifikasi Frambusia terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi pertama (primary stage) berbentuk bekas untuk berkembangnya bakteri frambusia; secondary stage terjadi lesi infeksi bakteri treponema pada kulit; latent stage bakteri relaps atau gejala hampir tidak ada; tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan, (Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al., 2005), dalam (-, 2012).

Page 7: integumen %.docx

WOC

Stadium lanjut

MK: Risiko Infeksi

MK: Kerusakan Integritas Kulit

MK: Nyeri Akut

MK: Gangguan Citra Tubuh

Destruksi tulang seperti gumma/nodus

Periosteum, tulang dan sendi terserang

Kerstoderma 3-12 bulan

Melingkar di lubang tubuh (anus,telinga,mulut hidung

dan daerah lipatan

Papula membentuk korimbiformis

Sembuh muncul jaringan parut

Papula membasah, menggeropeng

kekuninganBorok bergranulasi,

berdarah dan kuman ++

Kumpulan papula berdasar eritema

Stadium awal

FRAMBEUSIA

Spirocheta berkembang secara lokal menyebar ke nodul getah bening dan aliran darah

Daerah tropis, sosio ekonomi rendah, usia < 15 th, laki>perempuan

Pada luka melalui jaringan epidermis/masuk membran

selaput lendir genetalia

Penularan tidak langsung

Benda / serangga(jarang terjadi)

Treponema Pallidum1. Hubungan seks2. Lesi terbuka

Penularan langsung

Page 8: integumen %.docx

2.1.4 Cara penularan frambusiaPenularan penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun

tidak langsung (Depkes,2005), yaitu :a. Penularan secara langsung (direct contact)

Penularan penyakit frambusia banyak terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan selaput lendir.

b. Penularan secara tidak langsung (indirect contact).Penularan secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2 kemungkinan:

1. Infeksi effective.Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.

2. Infeksi ineffective.Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang baik dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia (DepkesRI, 2005)

2.1.5 Manifestasi klinisPada stadium awal ditemukan kelainan pada tungkai bawah berupa

kumpulan papula dengan dasar eritem yang kemudian berkembang menjadi borok dengan dasar bergranulasi. Kelainan ini sering mengeluarkan serum bercampur darah yang banyak mengandung kuman. Stadium ini sembuh dalam beberapa bulan dengan parut atrofi. Atau, bersamaan dengan ini

Page 9: integumen %.docx

timbul papula bentuk butiran sampai bentuk kumparan yang tersusun menggerombol, berbentuk korimbiformis, atau melingkar di daerah lubang-lubang tubuh (anus, telinga, mulut, hidung), muka dan daerah lipatan.a. Papul kemudian membasah, mengeropeng kekuningan.b. Pada telapak kaki dapat ditemukan keratodermia. Keadaan ini

berlangsung 3-12 bulan.c. Bila penyakit berlanjut, periosteum, tulang, dan persendian akan

terserang.Dalam keadaan ini dapat terjadi destruksi tulang yang terlihat dari luar

sebagai gumma atau nodus. Destruksi tulang hidung menyebabkan pembengkakan akibat eksostosis yang disebut goundou.

2.1.6 Penatalaksanaana. Obat terpilih adalah penisilin prokain 2,4 juta IU dosis tunggal untuk

dewasa.b. Obat alternatif diberikan kepada penderita yang peka/alergi terhadap

penisilin, walaupun menurut laporan di Negara lain hanya menghasilkan 70 – 80% kesembuhan.

c. Program pemberantasan penyakit frambusia memberikan obat alternatif sebagai berikut :1) Aureomisin.

Anak-anak: 0,75 – 1,5 gr selama 4 hari.Dewasa: 2 gr selama 5 hari

2) Teramisin (dalam dosis dibagi 3 hari berturut-turut)3 gr pada hari I2 gr pada hari II2 gr pada hari III

3) Tetrasiklin.Anak-anak: 25 mg/kgBB selama 5 hari.Dewasa: 2 gr /hari selama 5 hari

4) Obat pilihan lain eritromisin 1–2 gram/hari atau tetrasiklin 1–2 gram/hari selama 2 minggu.

2.1.7 Asuhan keperawatana. Pengkajian

1) Identitas klien : 2) Keluhan utama : Gatal-gatal, demam, nyeri tulang dan sendi, terdapat

benjolan-benjolan pada kulit.3) Riwayat penyakit4) Pemeriksaan Fisik :

B1 (Breathing)

= napas teratur, suara nafas vesikuler, tidak terdapat bunyi nafas tambahan wheezing (-) ronchi (-).

Page 10: integumen %.docx

Ekspansi dada simetris. Tidak ada penggunaan otot nafas tambahan.

B2 (blood) = irama jantung regular, tidak ada pembesaran vena jugularis, tekanan darah normal, suara jantung S1/S2 tunggal, tidak terdengar bunyi jantung tambahan murmur (-) capillary refill < 3detik

B3 (Brain) = kesadaran cm, GCS E4V5M6B4 (Bladder) = produksi urine normal, warna urin kuningB5 (Bowel) = bising usus (+), tidak ada asites, mual (-) muntah (-)B6(Bone &skin)

= gatal-gatal, nyeri tulang dan sendi, terdapat benjolan-benjolan pada kulit.Nyeri:P : nyeri muncul ketika anggota badan digunakan untuk bergerakQ : nyeri seperti di tusuk-tusukR : nyeri terlokalisir di area lesiS : skala nyeri 5-7T : hilang timbul

b. Diagnosa1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi.2) Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik3) Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulit4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan gangguan struktur tubuh.

c. Intervensi1) Diagnosa 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya

lesi.NOC: Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa; keutuhan

struktur dan fungsi fisiologis normal kulit dan membrane mukosa

Penyembuhan luka: primer; tingkat regenerasi sel dan jaringan setelah penutupan yang disengaja

Penyembuhan luka: sekunder; tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka terbuka

Tujuan dan criteria evaluasi- Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa,

serta penyembuhan luka primer dan sekunder,- Pasien akan menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau

perawatan luka yang optimal- drainase purulen atau bau luka minimal

Page 11: integumen %.docx

- nekrosis, selumur, lubang, perluasan luka kejaringan di bawah kulit, atau pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada

- eritema kulit dan eritema disekitar luka minimal

NIC: Perawatan luka : inspeksi luka pada setiap mengganti balutan Kaji luka terhadap karakteristik tersebut Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein,

mineral, kalori dan vitamin Lakukan perawatan luka atau kulit secara rutin seperti:

- pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembaban yang berlebihan

- gunakan satung tangan sekali pakai - ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan

luka tetap terbuka sesuai program

2) Diagnosa 2 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisikNOC Pain level Pain control Comfort level

Kriteria hasil :- Mampu mengontrol nyeri ( tau penyebab nyeri, mampu

menggunakan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

- Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

- Menyatakan rasa nyeri berkurangNIC Pain manajemen 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui

pengalaman nyeri pasien4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeriAnalgetik Administration1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum

pemberian obat2. Cek instruksi dokter tentang jenis, dosis dan frekuensi obat

Page 12: integumen %.docx

3. Cek riwayat alergi4. Tentukan pilihan analgesic tergatung tiipe dan beratnya nyeri 5. Evaluasi efektifitas analgesik, dan tanda gejala.

3) Diagnosa 3 : Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulitKriteria Hasil :

Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

NOC

Risk control

Knowledge: Infection control

NIC

Infection Control (Kontrol Infeksi)

- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

- Menjaga kebersihan

- Melakukan perawatan pada kulit

4) Diagnosa 4 : Gangguan citra tubuh  berhubungan dengan gangguan struktur tubuh.NOC Body image Self esteemKriteria hasil : - Body image positive- Mampu mengidentifikasi kekuatan personal- Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh- Mempertahankan interaksi socialNICBody image enhancement

- Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya- Monitor frekuensi mengkritik dirinya- Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis

penyakit- Dorong klien mengungkapkan perasaannya- Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu

Page 13: integumen %.docx

Lampiran

Gambar 1. Lesi papulokrustosa (mother jaws) Gambar 2. Mother jaws dan jaringan parut yang khas

Gambar 3. Stadium lanjut berbentuk ulkus.

Page 14: integumen %.docx

2.2 Morbus Hansen

2.2.1 Pengertian

Istilah kusta dari bahasa Sansekerta yakni kustha berarti kumpulan

gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta atau lepra disebut juga

Morbus Hansen, sesuai dengan nama yang menemukan kuman. Kusta

adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium Leprae. Kusta

menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit. Penyakit ini

adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa dari saluran

pernafasan atas dan lesi kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar. Bila

tidak ditangani, kusta dapat sangat progresif menyebabkan kerusakan pada

kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata. Tidak seperti mitos yang beredar

di masyarakat, kusta tidak menyebabkan pelepasan anggota tubuh yang

begitu mudah seperti pada penyakit tzaraath yang digambarkan dan sering

disamakan dengan kusta. (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan

RI, 2015).

Morbus hansen (lepra/kusta) merupakan penyakit infeksi yang kronik

dan penyebabnya ialah Micobacterium leprae yang bersifat intraselular

obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus

respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan

saraf pusat (Nurarif, 2015)

Mobus hansen (lepra/ kusta) adalah suatu penyakit akibat infeksi kronik

oleh Mycobacterium leprae yang menyerang saraf perifer, kulit, mukosa

traktus respiratorius, serta organ lainnya kecuali sistem saraf pusat.

Mycobacterium leprae merupakan bakteri berbentuk basil gram-positif,

tahan asam dan alkohol, bersifat intraselular obligat. Sampai saat ini M.

leprae belum dapat dibiakkan di medium artifisial sehingga sulit untuk

mempelajari tentang kuman ini. (Djuanda A, Kosasih A, Wiryadi, et al,

2010).

2.2.2 Etiologi

Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri yang bernama Mycobacterium

leprae. Dimana microbacterium ini adalah kuman aerob, tidak membentuk

spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin yang merupakan

Page 15: integumen %.docx

ciri dari spesies Mycobacterium, berukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5

micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam

sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positif, tidak mudah diwarnai

namun jika diwarnai akan tahan terhadap dekolorisasi oleh asam atau

alkohol sehingga karena itu dinamakan sebagai hasil “tahan asam”.

Mycobacterium leprae belum dapat dikultur pada laboratorium. Kuman ini

menular kepada manusia melalui kontak langsung dengan penderita

(keduanya harus ada lesi baik mikroskopis maupun makroskopis, dan

adanya kontak yang lama dan berulang-ulang) dan melalui pernafasan,

bakteri kusta ini mengalami proses perkembangbiakan dalam waktu 2-3

minggu, pertahankan bakteri ini dalam tubuh manusia mampu bertahan 9

hari di luar tubuh manusia kemudian kuman membelah dalam jangka 14-21

hari dengan masa inkubasi rata-rata dua hingga lima tahun bahkan juga

dapat memakan waktu lebih dari 5 tahun. Setelah lima tahun, tanda-tanda

seseorang penderita penyakit kusta mulai muncul antara lain, kulit

mengalami bercak putih, merah, rasa kesemutan bagian anggota tubuh

hingga tidak berfungsi sebagai mana mestinya, menyebabkan kerusakan

permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata. (Pusat Data dan

Informasi Kementrian Kesehatan RI, 2015).

2.2.3 Manifestasi Klinis

Gejala klinis timbul sesuai derajat imunitas selular seseorang. Bila

imunitas baik, maka manifestasi klinis yang muncul lebih mengarah pada tipe

tuberkuloid. Sementara jika sistem imun buruk, manifestasi klinis lebih mengarah

pada tipe lepromatosa.

Ridley dan Jopling membagi tipe klinis lepra menjadi beberapa kelas sebagai

berikut:

Page 16: integumen %.docx

Gambar 3. Spektrum Klinis Lepra Berdasarkan Klasifikasi Ridley-Jopling

Tuberculoid polar (TT) dan lepromatous polar (LL) merupakan tipe

yang stabil dan tidak mungkin berubah. Sedangkan borderline tuberculoid

(BT), mid borderline (BB), dan borderline lepramatous (BL) merupakan

bentuk yang tidak stabil sehingga dapat berubah tipe sesuai derajat imunitas.

Tipe indeterminate (I) tidak dimasukkan ke dalam spektrum. Pada fase ini,

kemungkinan untuk kembali sembuh sebesar 70%. Sementara 30% sisanya

kemungkinan dapat berkembang menjadi tipe-tipe di dalam spektrum diatas.

Pada tahun 1980, WHO membagi lepra menjadi tipe multibasilar (MB)

dan pausibasilar (PB).

Gambar 4. Perbandingan Klasifikasi Ridley-Jopling dengan Klasifikasi WHO

Klasifikasi WHO ditentukan oleh jumlah basil yang ditemukan dari

pemeriksaan slit skin smear. Tipe TT dan BT memiliki jumlah BTA yang

rendah oleh karena itu diklasifikasikan ke dalam pausibasilar. Sementara tipe

BB, BL, dan LL memiliki jumlah BTA yang tinggi sehingga diklasifikasikan ke

dalam multibasilar.

Page 17: integumen %.docx

Secara klinis, sifat lesi (jumlah, morfologi, distribusi, permukaan,

anestesia) dan kerusakan saraf dapat mengarahkan kita untuk menegakkan

diagnosis kearah tuberkuloid atau lepromatosa. Semakin ke arah tuberkuloid,

biasanya ditandai dengan lesi berbentuk makula saja / makula yang dibatasi

infiltrat dengan permukaan kering bersisik, anestesia jelas, berjumlah 1-5,

tersebar asimetris, kerusakan saraf biasanya terlokalisasi sesuai letak lesinya. Di

sisi lain, semakin mengarah ke tipe lepromatosa, lesi akan lebih polimorfik

(makula, infiltrat difus, papul, nodus) dengan permukaan yang halus berkilat,

anestesia tidak ada sampai tidak jelas, berjumlah banyak (>5 lesi), dan biasanya

tersebar simetris, kerusakan saraf biasanya lebih luas.

Gambar 5. Spektrum Klinis dan Respon Imunologi Berdasarkan Tipe Lepra3

Karena pemeriksaan slit skin smear tidak selalu tersedia, maka pada

tahun 1995 WHO menyederhanakan klasifikasi klinis kusta berdasarkan lesi di

kulit dan kerusakan saraf.

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Klinis Menurut WHO (1995)1

Pausibasilar (PB) Multibasilar (MB)

Lesi Kulit

(makula datar,

papul yang meninggi,

- Jumlah : 1-5 lesi

- Warna : Hipopigmentasi / eritema

- Distribusi : asimetris

- Jumlah : 1-5 lesi

- Distribusi : simetris

- Anestesia : kurang jelas

Page 18: integumen %.docx

nodus) - Anestesia : jelas

Kerusakan Saraf - Hanya satu cabang saraf Banyak cabang saraf

Disamping gejala klinis dari anamnesis, penting untuk melalukan

pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis lepra. Dari inspeksi, lesi kulit

yang timbul pada lepra mirip dengan lesi kulit pada penyakit-penyakit lainnya

(misal : dermatofitosis, tinea versikolor, pitiriasis alba/rosea, dermatitis,

skleroderma, dll) sehingga lepra dijuluki sebagai the greatest imitator. Ada

tidaknya baal yang dapat diketahui melalui tes sensitivitas cukup membantu

penyingkiran diagnosis banding. Tes sensitivitas dilakukan menggunakan kapas

(untuk rangsang raba), jarum (untuk rangsang nyeri), dan tabung reaksi berisi

air panas dan hinggin (untuk rangsang suhu).

2.2.4 Patofisiologi

Cara Mycobacterium leprae masuk ke tubuh belum diketahui pasti,

dari beberapa penelitian paling sering melalui kulit yang lecet dan melalui

mukosa nasal. Setelah Mycobacterium leprae masuk ke dalam tubuh,

perkembangan penyakit kusta bergantung pada kondisi seseorang. Respon

tubuh setelah masa tunas dilampaui, tergantung pada kondisi sistem

imunitas seluler (cellular mediated immune) pasien. Kalau sistem imunitas

seluler baik, penyakit berkembang kearah tuberkuloid dan bila rendah,

berkembang ke arah lepromatosa. Mycobacterium leprae berpredileksi di

daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit.

Mycobacterium leprae (Parasis Obligat Intraseluler) terutama yang

terdapat pada sel macrofag di sekitar pembuluh darah superior pada dermis

atau sel Schwann jaringan saraf, bila masuk ke dalam tubuh, maka tubuh

bereaksi dengan mengeluarkan macrofag untuk memfagosit.

Pada tipe LL terjadi kelumpuhan sistem imun seluler sehingga

macrofag tidak mampu menghancurkan kuman yang dapat membelah diri

dengan bebas merusak jaringan. Sedangkan pada tipe TT fase system imun

selulernya tinggi, sehingga macrofag dapat menghancurkan kuman setelah

kuman difagositosis. Sel epitel yang tidak bergerak aktif kemudian bersatu

Page 19: integumen %.docx

membentuk sel dahtian longhans. Bila tidak segera diatasi terjadi reaksi

berlebihan yang menyebabkan masa epitel menimbulkan kerusakan pada

saraf dan jaringan sekitar.

Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi

karena respons imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding

dengan tingkat reaksi seluler daripada intensitas infeksi. Oleh karena itu

penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologis.

WOC

Mikrobacterium LepraeM. Tuberkuloid

Menyerang kulit dan saraf tepi

MORBUS HANSEN

MK: Resiko trauma

Sensabilitas ↓

Neuritis

Macula, Nodula, Papula

Hipopigmentasi

MK : Kerusakan integritas

kulit

Menyerang saraf ulnaris, nervus popliteus, nervus

aurikularis, nervus radialisKulit terlihat rusak

Malu

Inefektif koping individu

Gangguan citra tubuh

Kelumpuhan otot

Kontraktur otot dan sendi

Gangguan aktivitas

Hambatan mobilitas fisik

Page 20: integumen %.docx

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Tes sensibilitas pada kulit yang mengalami kelainan

b. Laboratorium : basil tahan asam. Diagnosis pasti apabila adanya mati

rasa dan kuman tahan asam pada penyakit kulit yang (+) (positif).

c. Pengobatan kusta/lepra lamanya pengobatan tergantung dari berbagai

jenis kusta lepromatus pengobatan minimal 10 tahun, obat yang

diberikan Dapsone (DSS) (dosis 2 x seminggu).

d. Pemeriksaan bakterioskopik (slit skin smear)

Sediaan diperoleh dari kerokan kulit yang diwarnai dengan pewarnaan

ziehl-neelsen. Untuk pemeriksaan rutin, diambil sediaan dari 4-6 tempat

yang lesinya paling aktif. Dua tempat wajib untuk pengambilan sediaan

adalah cuping telinga kiri dan kanan, sementara 2-4 sediaan lainnya

diperoleh dari lesi yang paling aktif. Irisan yang dibuat harus sampai di

lapisan dermis, melampaui subepidermal clear zone yang mengandung sel

virchow. M. leprae tergolong basil tahan asam yang akan tampak berwarna

merah saat pemeriksaan mikroskopik. Perlu dihitung indeks bakteri (IB)

dan indeks morfologi (IM) dari pemeriksaan ini. Indeks bakteri merupakan

jumlah keseluruhan basil tahan asam yang ditemukan dari pemeriksaan

mikroskopis, nilainya bergradasi dari 0 hingga 6+. Sedangkan indeks

morfologi merupakan persentase bentuk basil yang solid dibandingkan

dengan jumlah keseluruhan basil (solid + nonsolid).

e. Pemeriksaan Histopatologik

Pada tipe tuberkuloid, gambaran histopatologik yang dapat ditemukan

adalah tuberkel (massa epiteloud yang berlebihan dikelilingi oleh sel

limfosit), kuman hanya sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.

Sedangkan pada tipe lepromatosa terdapat sel-sel virchow yang

mengandung banyak kuman di subepidermal clear zone.

f. Pemeriksaan Serologis

Page 21: integumen %.docx

Pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan, biasanya diindikasikan untuk

membantu diagnosis kusta pada kasus yang meragukan atau kusta subklinis

(lesi di kulit tidak ada). Uji yang dapat dilakukan antara lain:

1. Uji MLPA

2. Uji ELISA

3. M. leprae dipstick test

4. M. leprae flow test (Nurarif, 2015)

2.2.6 Reaksi Kusta

Merupakan episode akut pada perjalanan penyakit yang kronis, biasanya

terjadi setelah pengobatan dan berhubungan dengan reaksi imun. Terdapat 2 jenis

reaksi kusta, antara lain:

Reaksi ENL (eritema nodusum leprosum)

Reaksi ENL termasuk dalam reaksi imun humoral (antigen + antibodi +

komplemen). Biasanya terjadi pada tipe lepromatosa dan pada reaksi ini, tidak

terjadi perubahan tipe. Reaksi ENL terjadi akibat banyaknya kuman yang

hancur dan mati ketika mendapatkan pengobatan. Basil yang hancur ini

mengeluarkan banyak antigen sehingga berinteraksi dengan antibodi dan

mengaktivasi sistem komplemen. Komplek imun ini beredar di sirkulasi dan

dapat menyerang berbagai organ. Karakteristik reaksi ENL adalah

ditemukannya nodus eritematosa yang nyeri dengan predileksi di lengan dan

tungkai.

Reaksi Reversal (reaksi borderline / reaksi upgrading)

Berbeda dengan reaksi ENL, pada reaksi reversal dapat terjadi

perubahan tipe tergantung sistem imun selular. Oleh karena itu, reaksi reversal

disebut juga sebagai reaksi borderline. Reaksi reversal merupakan reaksi

hipersensitivitas tipe lambat. Pada reaksi ini, terjadi peningkatan imunitas

sehingga terjadi perpindahan tipe ke arah tuberkoloid yang terjadi secara cepat

dan mendadak. Biasanya reaksi ini terjadi pada pengobatan 6 bulan pertama.

Karakteristik reaksi reversal adalah lesi yang sudah ada semakin aktif dan

timbul lesi-lesi baru. Pada tipe ini, juga dapat muncul gejala neuritis akut yang

memerlukan tatalaksana sesegera mungkin.

Page 22: integumen %.docx

Gambar 6. Patogenesis Reaksi ENL dan Reaksi Reversal

2.2.7 Penatalaksanaan

Tujuan utama program pemberantasan morbus hansen adalah

menyembuhkan pasien kusta ( lepra) dan mencegah timbulnya cacat serta

memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang

menular kepada orang laik untuk menurunkan insiden penyakit. Regimen

pengobatan morbus hansen di Indonesia yaitu Multi Drug Therapy (MDT)

dengan kombinasi obat medikamentosa utama yang terdiri Rifampisin,

Klofamizin (Lamprene) dan DDS (Dapson / 4,4-diamino-difenil-sulfon).

Program MDT ini betujuan untuk mengatasi resistensi Dapson yang

semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka

putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi

persistensi kuman kusta dalam jaringan. Regimen pengobatan MDT di

indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang direkomendasikan oleh

WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut :

a. Penderita Pauci Baciler (PB)

1) Penderita Pauci Baciler (PB) lesi satu

Diberikan dosis tunggal ROM

Obat Rifampisin Ofloxacin Minocyclin

Page 23: integumen %.docx

Dewasa 50-70 kg 600 mg 400 mg 100 mgAnak 5-14 tahun 300 mg 200 mg 50 mgObat ditelan di depan petugas, anak dibawah 5 tahun dan ibu hamil

tidak diberikan ROM. Pengobatan sekali saja dan langsung

dinyatakan RFT (Released From Treatment = berhenti minum obat

kusta). Dalam program ROM yang tidak dipergunakan, penderita

satu lesi diobati dengan regimen PB selama 6 bulan.

2) Penderita Pauci Baciler (PB) lesi 2-5

Obat Dapson Rifampisin

Dewasa 100 mg/hari 600 mg/bulan, diawasi

Anak 10-14 th 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi

Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis

minimal yang diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai

minum 6 dosis maka dinyatakan Completion of Treatment Cure

dan pasien tidak lagi dalam pengawasan.

3) Penderita Multi Basiler (MB)

Dapson Rifampisin Klofazimin

Dewasa 100 mg / hari 600 mg / bulan,

diawasi

50 mg/hari dan 300

mg/bulan diawasi

Anak 10-14 th 50 mg / hari 450 mg / bulan,

diawasi

50 mg selang sehari

dan 150 mg/bulan

diawasi

Pengobatan MDT untuk morbus hansen tipe MB dilakukan dalam

24 dosis yang diselesaikan dalam waktu maksimal 36 bulan.

Setelah selesai minum 24 dosis maka dinyatakan RFT meskipun

secara klinisnya lesi masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA

positif. Pengobatan MB diberikan untuk dosis yang diselesaikan

dalam 12-18 bulan dan pasien langsung dinyatakan RFT. (Nurarif,

2015).

2.2.8 Disharge Planning

a. Biasakan hidup bersih dan cuci tangan sebelum melakukan aktivitas

dan sesudah aktivitas

b. Makan makanan yang bergizi seimbang

Page 24: integumen %.docx

c. Hindari penularan melalui penggunaan handuk pisau cukur secara

bersamaan

d. Kenali dan kendalikan stress emosional yang dapat memicu terjadinya

masalah kulit

e. Menghilangkan sumber penularan yaitu dengan mengobati semua

penderita

(Nurarif, 2015).

2.2.9 Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

1) Identitas pasien

Mencakup nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, pendidikan

agama

2) Keluhan utama

Klien dengan morbus hansen datang berobat dengan keluhan adanya

lesi dapat tunggal atau multipel, neuritis (nyeri tekan pada saraf)

kadang-kadang gangguan keadaan umum penderita (demam ringan)

dan adanya komplikasi pada organ tubuh dan gangguan perabaan

( mati rasa pada daerah yang lesi ).

3) Riwayat penyakit sebelumnya

Biasanya klien pernah menderita penyakit atau masalah dengan kulit

misalnya: penyakit panu.kurap. dan perawatan kulit yang tidak

terjaga atau dengan kata lain personal higine klien yang kurang baik

4) Riwayat Keluarga

Morbus hansen merupakan penyakit menular yang menahun yang

disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang masa

inkubasinya diperkirakan 2-5 tahun. Jadi salah satu anggota keluarga

yang mempunyai penyakit morbus hansen akan tertular

5) Riwayat lingkungan

Tinggal di daerah endemik dengan kondisi yang buruk seperti tempat

tidur yang kurang memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi yang

buruk dan adanya penyertaan penyakit lain seperti HIV yang

menekan sistem imun.

Page 25: integumen %.docx

6) Pemeriksaan fisik

Diagnosa Keperawatan

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipopigmentasi

2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya proses penyakit

3) Resiko trauma berhubungan dengan penurunan sensibilitas

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot dan

sendi

b. Intervensi

1) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan hipopigmentasi

Kriteria Hasil :

Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,

temperature, hidrasi, pigmentasi)

Lesi berkurang

Perfusi jaringan baik

NOC

Tissue Integrity : Skin and Mucous Membranes

B1 (Breathing)

= nafas teratur, suara nafas vesikuler, tidak terdapat bunyi nafas tambahan wheezing (-) ronchi (-). Ekspansi dada simetris. Tidak ada penggunaan otot nafas tambahan.

B2 (blood) = irama jantung regular, tidak ada pembesaran vena jugularis, tekanan darah normal, suara jantung S1/S2 tunggal, tidak terdengar bunyi jantung tambahan murmur (-) capillary refill < 3detik

B3 (Brain) = kesadaran cm, GCS E4V5M6B4 (Bladder) = produksi urine normal (±1500 cc), warna urin

kuningB5 (Bowel) = bising usus (+), tidak ada asites, mual (-)

muntah (-)B6(Bone &skin)

= terdapat plak hipopigmentasi dan eritematosa pada tepinya, multipel, berukuran numular, bentuk bulat dan oval, berbatas sirkumskrip, dan persebarannya diskret.

Page 26: integumen %.docx

Hemodyalis akses

NIC

- Anjurkan pasien unttuk menggunakan pakaian yang longgar

- Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih

- Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali )

- Monitor status nutrisi pasien

- Oleskan lotion agar kulit tetap lembab

2) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya proses penyakit

Kriteria Hasil :

Body image

Mampu mengidentifikasikan kekuatan personal

Mempertahankan interaksi sosial

NOC

Body image

Self esteem

NIC

Body image enhancement

- Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap

tubuhnya

- Monitor frekuensi mengkritik dirinya

- Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan, dan

prognosis penyakit

3) Resiko trauma berhubungan dengan penurunan sensibilitas

Kriteria Hasil :

Pasien terbebas dari trauma fisik

Lingkungan aman

Dapat mendeteksi resiko

NOC

Knowledge: personal safety

Tissue integrity: Skin and mucous membrane

NIC

Page 27: integumen %.docx

Environmental management safety

- Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien

- Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi

fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat pnyakit terdahulu

- Menghindarkan lingkungan yang berbahaya

- Menyediakan tempat tidur nyaman dan bersih

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kontraktur otot dan

sendi

Kriteria Hasil :

Klien meningkat dalam aktivitas fisik

Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas

NOC

Join Movement: Active

Self Care: ADLs

Mobility Level

NIC

Exercise therapy: ambulation

- Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon

pasien saat latihan

- Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencaca ambulasi

sesuai dengan kebutuhan

- Bantu klien unttuk melakukan mobilitas fisik

- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara

mandiri sesuai kemampuan

Page 28: integumen %.docx

2.3 Selulitis2.3.1 Definisi

Selulitis adalah penyebaran infeksi pada kulit yang meluas hingga jaringan subkutan. Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis, biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Sellulitis adalah peradangan pada jaringan kulit yang mana cenderung meluas ke arah samping dan ke dalam.

2.3.2 EtiologiPenyakit selulitis disebabkan oleh:

a. Infeksi bakteri dan jamur : 1) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus2) Pada bayi yang terkena penyakit ini disebabkan oleh Streptococcus

grup B3) Infeksi dari jamur, tapi Infeksi yang diakibatkan jamur termasuk

jarang4) Aeromonas Hydrophila.5) S. Pneumoniae (Pneumococcus)

b. Penyebab lain : 1) Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.2) Kulit kering3) Eksim4) Kulit yang terbakar atau melepuh5) Diabetes6) Obesitas atau kegemukan7) Pembekakan yang kronis pada kaki

Page 29: integumen %.docx

8) Penyalahgunaan obat-obat terlarang9) Menurunnyaa daya tahan tubuh10) Cacar air11) Malnutrisi12) Gagal ginjal

Beberapa faktor yang memperparah resiko dari perkembangan selulitis :a. Usia

Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinkan.

b. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga mempermudah infeksi.

c. Diabetes mellitusTidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.

d. Cacar dan ruam sarafKarena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan masuk bakteri penginfeksi.

e. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.

f. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kakiInfeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan menambah resiko bakteri penginfeksi masuk

g. Penggunaan steroid kronikContohnya penggunaan corticosteroid. & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia

h. Penyalahgunaan obat dan alcoholMengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi berkembang

i. MalnutrisiSedangkan lingkungan tropis, panas, banyak debu dan kotoran, mempermudah timbulnya penyakit ini.

Page 30: integumen %.docx

2.3.3 PatofisiologiSelulitis terjadi jika bakteri masuk ke dalam kulit melalui kulit yang

terbuka. Dua bakteri yang paling sering menyebabkan infeksi ini adalah streptococcus dan staphylococcus. Lokasi paling sering terjadi adalah di kaki, khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Karena cenderung menyebar melalui aliran limfatik dan aliran darah, jika tidak segera diobati, selulitis dapat menjadi gawat. Pada orang tua, sellulitis yang mengenai extremitas bawah dapat menimbulkan komplikasi sebagai tromboflebitis. Pada penderita dengan edema menahun, sellulitis dapat menyebar atau menjalar dengan cepat sekali sedangkan penyembuhannya lambat. Daerah nekrotik yang mendapat superinfeksi bakteri gram negatif akan mempersulit penyembuhan.

Page 31: integumen %.docx

MK: Kerusakan Integritas Kulit

MK: Hipertermi

Demam, menggigil

MK: Resiko Tinggi Infeksi

Trauma jaringan lunak

MK: Gangguan Citra Tubuh

MK: Nyeri Akut

Rangsang reseptor nyeri

Lesi semakin luas

Gejala SistemikOedema, kemerahan

Infeksi Bakteri:- Streptococcus grup A- Stafilcoccus aureus

Masuk ke dalam aliran limfe & aliran darah

Eritema lokal pada kulit yang

mengalami lesi

Terjadi Peradangan Akut

SELLULITIS

Menyebar ke dalam lapisan kulit & jaringan

subcutan

Adanya lesi

Faktor Lain:- Usia- Imuno Defisiansi- DM- Cacar & Ruam Saraf- Gigitan binatang- Eksim

Page 32: integumen %.docx

2.3.4 Manifestasi klinika. Riwayat: Biasanya didahului oleh lesi-lesi sebelumnya, sepeti ulkus

statis, luka tusuk: sesudah satu atau dua hari akan timbul eritem local dan rasa sakit.

b. Gejala sistemik: Malaise, demam (suhu tubuh dapat mencapai 38,5°C), dan menggigil. Eritem pada tempat infeksi cepat bettambah merah dan menjalar. Rasa sakit setempat terasa sekali.

c. Lesi Kulit: Daerah kulit yang teraba merupakan infiltrat edematus yang teraba, merah, panas, dan luas. Pinggir lesi tidak menimbul atau berbatas tegas. Terdapat limfadenopati setempat yang disertai dengan limfangitis yang menjalar kearah proksimal. Vesikula permukaan dapat terjadi dan mudah pecah. Abses local dapat terbentuk dengan nekrosis kulit di atasnya. Sellulitis yang terdapat di kulit kepala di tandai oleh beberapa nodula kecil dan abses.. Proses ini biasanya kronik dengan kecenderungan membentuk terowongan kulit. Biasanya penyakit ini terjadi pada dewasa muda dan sering disertai jerawat atau hidradenitis supurativa. Sellulitis perianal yang terdapat pada anak merupakan merupakan proses yang sakit karena terjadi edem di sekitar anus, yang konsistensinya lunak. Penyebabnya biasanya Streptococcus group A.Penampakan yang paling umum adalah bagian tubuh yang menderita selullitis berwarna merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilap. Gejala tambahan yaitu demam, malaise, nyeri otot, eritema, edema, lymphangitis. Lesi pada awalnya muncul sebagai makula eritematus lalu meluas ke samping dan ke bawah kulit dan mengeluarkan sekret seropurulen. Gejala pada selulitis memang mirip dengan eresipelas, karena selulitis merupakan diferensial dari eresipelas. Yang membedakan adalah bahwa selulitis sudah menyerang bagian jaringan subkutaneus dan cenderung semakin luas dan dalam, sedangkan eresipelas menyerang bagian superfisial kulit.

2.3.5 PenatalaksanaanPemeriksaan Laboratoriuma. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah

leukosit dan rata-rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.

b. BUN levelc. Creatinin leveld. Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga

Page 33: integumen %.docx

e. Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak tersasa sakit, tidak ada tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan tidak ada faktor resiko.

f. Pemeriksaan Imagingg. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak

lengkap (seperti kriteria yang telah disebutkan)h. CT (Computed Tomography)

Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata kilinis menyarankan subjucent osteomyelitis. Jika sulit membedakan selulitis dengan necrotizing fascitiis, maka pemeriksaan yang dilakukan adalah : MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.

2.3.6 PencegahanJika memiliki luka,a. Bersihkan luka setiap hari dengan sabun dan airb. Oleskan antibioticc. Tutupi luka dengan perband. Sering-sering mengganti perban tersebute. Perhatikan jika ada tanda-tanda infeksiJika kulit masih normal,a. Lembabkan kulit secara teraturb. Potong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hatic. Lindungi tangan dan kakid. Rawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superfisial

2.3.7 Tindak lanjutPerawatan lebih lajut bagi pasien rawat inap:a. Beberapa pasien membutuhkan terapi antibiotik intravenous b. Pelepasan antibiotic parenteral pada pasien rawat jalan menunjukan

bahwa dia telah sembuh dari infeksiPerawatan lebih lanjut bagi pasien rawat jalan :

Perlindungan penyakit cellulites bagi pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan cara memberikan erythromycin atau oral penicillin dua kali sehari atau intramuscular benzathine penicillin.

Page 34: integumen %.docx

2.3.8 Komplikasia. Bakteremiab. Nanah atau local Abscessc. Superinfeksi oleh bakteri gram negatived. Lymphangitise. Trombophlebitisf. Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan

meningitis sebesar 8%.g. Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan

dimana harus melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.

2.3.9 ASUHAN KEPERAWATAN2.3.9.1 Pengkajian1. IdentitasMenyerang sering pada lingkungan yang kurang bersih, selulitis biasanya menyerang pada usia tua (>60 tahun)2. Riwayat Penyakita. Keluhan utamaPasien biasanya mengeluh nyeri pada luka, terkadang disertai demam, menggigil dan malaiseb. Riwayat penyakit dahuluDitanyakan penyebab luka pada pasien dan pernahkah sebelumnya mengidap penyakit seperti ini, adakah alergi yang dimiliki dan riwat pemakaian obat. Serta penyakit diabetes melitus dan pernah mengalami gigitan serangga atau manusiac. Riwayat penyakit sekarangTerdapat luka pada bagian tubuh tertentu dengan karakteristik berwarna merah, terasa lembut, bengkak, hangat, terasa nyeri, kulit menegang dan mengilapd. Riwayat penyakit keluargaBiasanya dikeluarga pasien terdapat riwayat mengidap penyakit selulitis atau penyekit kulit lainnya3. Keadaan emosi psikologiPasien cenderung menutupi luka yang diderita4. Keadaan social ekonomiBiasanya menyerang pada social ekonomi yang sederhana5. Pemeriksaan fisikKeadaan umum : LemahTD                   : Menurun (< 120/80 mmHg)Nadi                : Turun (< 90)Suhu                : Meningkat (> 37,50)RR                   : Normal

Page 35: integumen %.docx

B1 (breathing) : nafas spontan, RR normal 20x/menit, PCH (-), retraksi kosta (-), tidak ada tanda-tanda dispneaB2 (Blood): TD cenderung normal, tidak ada tanda-tanda perdarahan, CRT<2 detik, perfusi perifer baik, B3 (Brain) : umumnya pasien tidak mengalami gangguan kesadaran, kesadaran komposmentis, GCS 456, pupil isokor,B4 (Bladder) : BAK spontan, produksi urinne kunumg jernih B5 (Bowel): kemungkinan penurunan nafsu makan karena malaise, B6 (Bone): h. Ekstremitas : Adakah luka pada ekstremitasi.  Integumen : Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan yang terasa di suatu daerah yang kecil di kulit. Kulit yang terinfeksi menjadi panas dan bengkak, dan tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas (peau d’orange). Pada kulit yang terinfeksi bisa ditemukan lepuhan kecil berisi cairan (vesikel) atau lepuhan besar berisi cairan (bula), yang bisa pecah.

 2.3.9.2 Diagnosa Keperawatan1. Nyeri berhubungan dengan iritasi kulit, gangguan integritas kulit, iskemik

jaringan.2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya eritema lokal3. Intoleransi aktivitas b.d intoleran jaringan / organ distal4. Hipertermia b.d proses fagositosis dan proses peradangan5. Gangguan citra tubuh b.d infeksi permukaan tubuh6. Risiko infeksi b.d lesi dan adanya eritema lokal

2.3.9.3 Intervensi Keperawatan Diagnosa 1: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya lesi.

NOC: Integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa; keutuhan struktur dan fungsi

fisiologis normal kulit dan membrane mukosa Penyembuhan luka: primer; tingkat regenerasi sel dan jaringan setelah

penutupan yang disengaja Penyembuhan luka: sekunder; tingkat regenerasi sel dan jaringan pada luka

terbukaTujuan dan criteria evaluasi- Menunjukkan integritas jaringan: kulit dan membrane mukosa, serta

penyembuhan luka primer dan sekunder,- Pasien akan menunjukkan rutinitas perawatan kulit atau perawatan luka yang

optimal- drainase purulen atau bau luka minimal

Page 36: integumen %.docx

- nekrosis, selumur, lubang, perluasan luka kejaringan di bawah kulit, atau pembentukan saluran sinus berkurang atau tidak ada

- eritema kulit dan eritema disekitar luka minimal

NIC: Perawatan luka : inspeksi luka pada setiap mengganti balutan Kaji luka terhadap karakteristik tersebut Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori

dan vitamin Lakukan perawatan luka atau kulit secara rutin seperti:- pertahankan jaringan sekitar terbebas dari drainase dan kelembaban yang

berlebihan - gunakan satung tangan sekali pakai - ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka

sesuai program

Diagnosa 2 : Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisikNOC Pain level Pain control Comfort levelKriteria hasil :- Mampu mengontrol nyeri ( tau penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik

non farmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri- Mampu mengenali nyeri ( skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)- Menyatakan rasa nyeri berkurangNIC Pain manajemen 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif2. Observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri

pasien4. Ajarkan tentang teknik non farmakologi5. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeriAnalgetik Administration1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian

obat2. Cek instruksi dokter tentang jenis, dosis dan frekuensi obat3. Cek riwayat alergi4. Tentukan pilihan analgesic tergatung tiipe dan beratnya nyeri 5. Evaluasi efektifitas analgesik, dan tanda gejala.

Page 37: integumen %.docx

Diagnosa 3 : Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan pada kulitKriteria Hasil :

Tidak terdapat tanda dan gejala infeksi

Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

NOC

Risk control

Knowledge: Infection control

NIC

Infection Control (Kontrol Infeksi)

- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain

- Menjaga kebersihan

- Melakukan perawatan pada kulit

Diagnosa 4 : Gangguan citra tubuh  berhubungan dengan gangguan struktur tubuh.NOC Body image Self esteemKriteria hasil : - Body image positive- Mampu mengidentifikasi kekuatan personal- Mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh- Mempertahankan interaksi socialNICBody image enhancement- Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya- Monitor frekuensi mengkritik dirinya- Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit- Dorong klien mengungkapkan perasaannya- Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu

Page 38: integumen %.docx

DAFTAR PUSTAKA

Referensi-, 2012. Issue https://herodessolution.files.wordpress.com/2012/01/penyakit-frambusia-patek-yaws.pdf..

DepkesRI, 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Frambusia, Direktur Jendral PPM & PL. JAKARTA: s.n.

DepkesRI, 2008. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

KemenkesRI, 2016. Kusta dan Frambusia Penyakit Terabaikan.

Nurarif, 2015. NANDA NIC NOC. II penyunt. Jakarta: Medika Salemba.

Sjamsoe, E., 2005. Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia. Jakarta: PT Meadical Multimedia Indonesia.