3 PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii ATAU Sargassum polycystum PADA...

15
3 PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii ATAU Sargassum polycystum PADA BERAS TIRUAN TERHADAP KARAKTERISTIK SENSORI DAN FISIKOKIMIANYA Pendahuluan Latar belakang Rumput laut sebagai bahan baku berbagai produk olahan bernilai ekonomi tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan membuat rumput laut banyak dibudidayakan dan diperdagangkan di pasar lokal dan internasional. Di sisi lain, potensi rumput laut coklat di Indonesia sebagai sumber bahan bioaktif membuka peluang yang cukup besar untuk diteliti dan dikembangkan. Ekspedisi laut Sibolga mencatat adanya 555 jenis alga yang tumbuh di wilayah Perairan Indonesia. Penelitian lanjutan mencatat ada 23 jenis diketahui telah digunakan secara tradisional sebagai bahan makanan, baik berupa sayuran maupun dibuat penganan. Ekspedisi Danish menemukan sebanyak 25 jenis alga merah, 28 jenis alga hijau dan 11 jenis alga coklat (Firdaus 2011). Eucheuma cottonii merupakan salah satu rumput laut karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagenan. Alga polisakarida yang mengandung karagenan merupakan sumber nutrisi yang baik untuk diet serat (dietary fiber) terutama bagi penderita diabetes mellitus (Yuan 2008). Bahan pangan berserat tinggi memiliki sifat hipoglikemik (Brennan et al. 2004). Faridah (2005) melaporkan bahwa penambahan rumput laut sebagai sumber serat pangan mempengaruhi daya cerna pati dan kandungan serat pangan dari beras tiruan yang dihasilkan. Persentase penambahan rumput laut sebagai sumber serat pangan yang semakin tinggi menyebabkan menurunnya daya cerna pati. Daya cerna yang rendah dapat menghambat penyerapan glukosa sehingga dapat mengurangi kadar glukosa darah. Efek hipoglikemik dari serat pangan larut air sangat berguna untuk mencegah dan mengelola kondisi metabolik pada pasien diabetes melitus. Rumput laut yang kaya akan serat dapat ditambahkan ke dalam beras tiruan dengan pencampuran sumber bahan pangan lokal seperti beras, jagung dan singkong yang merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji lebih lanjut. Penelitian mengenai beras tiruan dengan penambahan rumput laut ini telah dilakukan. Dewi dan Halim (2011) melakukan penelitian pembuatan beras analog berbasis umbi garut dan tepung rumput laut sebagai pangan pokok alternatif penderita penyakit degeneratif. Pengembangan beras analog dari bahan baku tepung mocaf (modified cassava flour) dan alginat telah dilakukan oleh Subagyo dan inovasi teknologi beras analog dari tepung mocaf dengan penambahan rumput laut E. cottonii telah dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (BBP2HP 2013). Rumput laut jenis Sargassum sp. mengandung polifenol yang dikenal dengan phlorotannin yang termasuk dalam golongan tanin (Yuan 2008). Phlorotannin adalah salah satu jenis tanin yang secara spesifik terkandung dalam rumput laut coklat dan diketahui beraktivitas antioksidan, penghambat glikasi,

Transcript of 3 PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii ATAU Sargassum polycystum PADA...

17

3 PENGARUH PENAMBAHAN RUMPUT LAUT

Eucheuma cottonii ATAU Sargassum polycystum PADA

BERAS TIRUAN TERHADAP KARAKTERISTIK

SENSORI DAN FISIKOKIMIANYA

Pendahuluan

Latar belakang

Rumput laut sebagai bahan baku berbagai produk olahan bernilai ekonomi

tinggi untuk tujuan pangan maupun non pangan membuat rumput laut banyak

dibudidayakan dan diperdagangkan di pasar lokal dan internasional. Di sisi lain,

potensi rumput laut coklat di Indonesia sebagai sumber bahan bioaktif membuka

peluang yang cukup besar untuk diteliti dan dikembangkan. Ekspedisi laut

Sibolga mencatat adanya 555 jenis alga yang tumbuh di wilayah Perairan

Indonesia. Penelitian lanjutan mencatat ada 23 jenis diketahui telah digunakan

secara tradisional sebagai bahan makanan, baik berupa sayuran maupun dibuat

penganan. Ekspedisi Danish menemukan sebanyak 25 jenis alga merah, 28 jenis

alga hijau dan 11 jenis alga coklat (Firdaus 2011).

Eucheuma cottonii merupakan salah satu rumput laut karaginofit, yaitu

rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagenan. Alga

polisakarida yang mengandung karagenan merupakan sumber nutrisi yang baik

untuk diet serat (dietary fiber) terutama bagi penderita diabetes mellitus (Yuan

2008). Bahan pangan berserat tinggi memiliki sifat hipoglikemik (Brennan et al.

2004). Faridah (2005) melaporkan bahwa penambahan rumput laut sebagai

sumber serat pangan mempengaruhi daya cerna pati dan kandungan serat pangan

dari beras tiruan yang dihasilkan. Persentase penambahan rumput laut sebagai

sumber serat pangan yang semakin tinggi menyebabkan menurunnya daya cerna

pati. Daya cerna yang rendah dapat menghambat penyerapan glukosa sehingga

dapat mengurangi kadar glukosa darah. Efek hipoglikemik dari serat pangan larut

air sangat berguna untuk mencegah dan mengelola kondisi metabolik pada pasien

diabetes melitus.

Rumput laut yang kaya akan serat dapat ditambahkan ke dalam beras tiruan

dengan pencampuran sumber bahan pangan lokal seperti beras, jagung dan

singkong yang merupakan suatu hal yang penting untuk dikaji lebih lanjut.

Penelitian mengenai beras tiruan dengan penambahan rumput laut ini telah

dilakukan. Dewi dan Halim (2011) melakukan penelitian pembuatan beras analog

berbasis umbi garut dan tepung rumput laut sebagai pangan pokok alternatif

penderita penyakit degeneratif. Pengembangan beras analog dari bahan baku

tepung mocaf (modified cassava flour) dan alginat telah dilakukan oleh Subagyo

dan inovasi teknologi beras analog dari tepung mocaf dengan penambahan rumput

laut E. cottonii telah dikembangkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan

(BBP2HP 2013).

Rumput laut jenis Sargassum sp. mengandung polifenol yang dikenal

dengan phlorotannin yang termasuk dalam golongan tanin (Yuan 2008).

Phlorotannin adalah salah satu jenis tanin yang secara spesifik terkandung dalam

rumput laut coklat dan diketahui beraktivitas antioksidan, penghambat glikasi,

18

inhibitor α-glukosidase dan amilase. Komponen polifenol yang terdapat dalam

rumput laut coklat dapat menghambat peningkatan kadar glukosa darah bagi

penderita diabetes melitus (Mohamed et al. 2012). Tanin dapat menekan

peningkatan gula darah bagi penderita diabetes melitus tipe 2 (Firdaus 2011).

Beberapa penelitian yang memanfaatkan rumput laut coklat dalam

kaitannya dengan kesehatan sudah dilakukan. Hall et al. (2012) telah

menambahkan rumput laut coklat dalam roti untuk menurunkan energy intake,

nilai glikemik dan kolesterol. Penambahan rumput laut sebesar 4% Ascophyllum

nodosum dapat menurunkan energy intake sebesar 16,4%. Kadam dan

Prabashankar (2010) meneliti beberapa sumber pangan dari laut yang

diaplikasikan dalam produk roti dan pasta, kaya akan polisakarida yang memiliki

keunggulan dalam mengatasi beberapa penyakit termasuk diabetes.

Teknologi ekstrusi merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk

pembuatan beras tiruan. Ekstrusi adalah suatu proses yang mengkombinasikan

beberapa proses meliputi pencampuran, pemasakan, pengadonan, penghancuran,

pencetakan dan pembentukan (Estiasih dan Ahmadi 2009).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi yang tepat dalam

pembuatan beras tiruan berbahan dasar beras, jagung dan singkong dengan

penambahan rumput laut E. cottonii sebagai sumber serat pangan atau S.

polycystum sebagai sumber phlorotannin dan serat pangan serta

mengkarakterisasinya berdasarkan nilai sensori dan fisikokimia.

Metode

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai dengan April

2014. Bertempat di Laboratorium Pengolahan, Organoleptik, dan Kimia Balai

Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan, dan Seafast Center IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan baku dan bahan

kimia. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan beras tiruan adalah tepung

beras, tepung jagung, tepung singkong, rumput laut Eucheuma cottonii, dan

rumput laut Sargassum polycystum. Beras dipilih dari jenis beras pera Indica

IR42, jagung diperoleh dari PAU-IPB jenis Pionir, sedangkan singkong yang

dipilih adalah singkong (Manihot utilissima) segar. Rumput laut E. cottonii

diperoleh dari Kepulauan Seribu sedangkan rumput laut jenis S. polycystum dari

Pulau Tahuna, Sulawesi utara.

Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain HCl 0,2N,

bromocresol green, H3BO3, metilen merah, K2SO4, CuSO4.5H2O, H2SO4, H2O2

30%, NaOH, kloroform, etanol, asam asetat, iod, buffer Na-fosfat, dinitrosalisilat,

maltosa murni, petroleum eter benzena, maltosa standar, buffer fosfat,

dinitrosalisilat, enzim amilase pankreatin, NaOH, etanol, natrium tungstan, asam

fosfomolibdat, asam fosfat, dan Na2CO3 .

19

Alat yang digunakan yaitu disc mill buatan lokal, ekstruder ulir tunggal hasil

perekayasaan Balai Besar Pengujian Penerapan Hasil Perikanan dengan

spesifikasi yang tertera pada Lampiran 27, ayakan 60 mesh merk De dalal, oven

merk Shellab, blender merk Miyako, timbangan analitik merk AND tipe GR-202,

tungku pengabuan (furnace) merk Vulcan A-550, alat destruksi kjeldahl merk

Gerhardt, alat destilasi uap merk Velp Scientica UDK 142, ekstraktor soxhlet

merk Electrothermal, rotavapor merk Heidolph Instrument Laborata 4000,

desikator, spektrofotometer merk Hach DR2800, serta peralatan gelas merk Iwaki

Pyrex.

Preparasi Bahan

Tahap preparasi rumput laut E. cottonii seperti disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Alur proses preparasi rumput laut E. cottonii (Wonggo 2010).

Tahap preparasi rumput laut S. polycystum menurut Chaidir (2006)

disajikan pada Gambar 7.

Pengkomposisian dan Proses Ekstrusi

Komposisi terpilih ditambahkan rumput laut E. cottonii pada berbagai

konsentrasi yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30% atau S. polycystum pada berbagai

konsentrasi yaitu 0%, 5%, 10%, dan 15%. Persentase penambahan E. cottonii

berdasarkan rekomendasi dari American Diabetes Association yaitu maksimum

50 g/ hari untuk diet tinggi serat (ADA 2008) dan asupan serat pangan harian

sebesar 20 - 38 g/orang/hari (Kemenkes 2013). Persentase penambahan

Pembersihan dari kotoran

Pembersihan dan

Pencucian

Perendaman 1 malam

Pencucian

Penghancuran

Dilakukan 2 kali

Rumput laut

Bubur rumput laut

20

S. polycystum mengacu pada penelitian Hall et al. (2012). Komposisi yang sudah

ditambah rumput laut diproses lebih lanjut menjadi beras tiruan dengan teknologi

ekstrusi (Gambar 8).

Gambar 7 Alur proses preparasi rumput laut S. polycystum (Chaidir 2006).

Metode Analisis

Analisis yang dilakukan meliputi sensori, rendemen, densitas kamba,

proksimat, daya cerna pati secara in vitro, serat pangan dan phlorotannin.

Sensori (Setyaningsih et al. 2010)

Analisis sensori (pengujian dengan panca indera) dilakukan dengan metode

kuantitatif yaitu uji kesukaan (hedonik) (Setyaningsih et al., 2010). Panelis terdiri

dari dari pegawai BBP2HP Jakarta sebanyak 25 orang. Waktu pengujian sekitar

pukul 09.00-11.00 dan 14.00-16.00. Panelis mengisi kuesioner terhadap sampel

produk beras tiruan baik yang mentah maupun matang dalam bilik-bilik pencicip.

Penilaian sensori meliputi warna, rasa, tekstur dan bau. Disiapkan air mineral

untuk menetralkan indera perasa panelis setelah mencicip sampel beras tiruan.

Skor kesukaan menggunakan skala 1 sampai dengan 9, yaitu skor 1 (amat sangat

tidak suka) sampai dengan skor 9 (amat sangat suka).

Rendemen (Wardani et al. 2012)

Rendemen dihitung berdasarkan persentase produk akhir dengan bahan

awal.

Rumput laut

Pembersihan dan

Pencucian

Pencucian dengan air

tawar

Perendaman 9 jam

Pencucian

Penghancuran

Dilakukan 2 kali

Bubur rumput laut

21

Gambar 8 Alur proses pembuatan beras tiruan dengan penambahan

rumput laut E.cottonii atau S. polycystum (Estiasih dan

Ahmadi 2009).

Densitas kamba (Hussain et al. 2008)

Densitas kamba dihitung berdasarkan perbandingan antara berat bahan

dalam suatu wadah gelas berukuran tertentu dibagi volume wadah gelas (g/mL).

Analisis proksimat (AOAC 2005)

(a) Analisis kadar air

Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan alat oven pada suhu

105 °C selama 20 jam. Kadar air ditentukan dengan menghitung perbandingan

bobot sampel yang hilang setelah dioven dan bobot sampel awal kemudian dikali

seratus persen.

(b) Analisis kadar abu

Analisis ini menggunakan metode gravimetri dengan tanur pada suhu

550 °C selama 24 jam. Kadar abu ditentukan dengan menghitung perbandingan

antara berat sampel akhir dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen.

(c) Analisis kadar protein

Kadar protein diuji dengan metode Kjeldahl, prinsipnya menangkap

nitrogen yang terdapat dalam sampel. Tahap uji protein yaitu destruksi, destilasi

Pencampuran hingga homogen

Bahan tepung dan

rumput laut E. cottonii

atau S. polycystum

Pencampuran kering dengan

bahan lain

Penambahan air

Ekstrusi 90 °C

Pengeringan oven 60 °C,

3 jam

Beras tiruan

22

dan titrasi. Sampel ditimbang sebanyak 0,75 g pada kertas timbang, dibungkus

dan dimasukkan ke dalam labu destruksi. Sebanyak 5,25 g kalium sulfat dan

0,62 g CuSO4.5H2O dimasukkan ke dalam labu destruksi. Di dalam ruang asam,

ditambahkan 15 mL H2SO4 pekat (95-97 %) dan 3 mL H2O2 secara perlahan-

lahan dan didiamkan selama 10 menit. Destruksi dilakukan pada suhu 410 °C

selama ± 2 jam atau sampai larutan jernih dan didiamkan hingga mencapai suhu

kamar lalu ditambahkan akuades sebanyak 50-75 mL. Hasil destruksi selanjutnya

didestilasi. Alat destilasi dicuci dengan cara melakukan destilasi akuades sebelum

dilakukan destilasi dan apabila destilat yang tertampung mengubah warna garam

borat (merah violet menjadi hijau) maka dilakukan pencucian/destilasi ulang

sampai hasil destilat yang tertampung tidak berubah warna (merah violet).

Erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan H3BO3 4 % yang mengandung indikator

sebagai penampung destilat. Labu yang berisi hasil destruksi dipasang pada

rangkain alat destilasi uap. Natrium hidroksida-thiosulfat ditambahkan sebanyak

50-75 mL. Destilasi dilakukan dan destilat ditampung dalam erlenmeyer hingga

volume mencapai 150 mL. Hasil destilat dititrasi dengan HCl 0,2 N yang sudah

dibakukan sampai warna berubah dari biru menjadi merah muda.

(d) Analisis kadar lemak

Analisis yang dilakukan yaitu mengekstrak lemak dengan metode soxhlet

pada suhu 80 °C selama 8 jam dengan pelarut khloroform. Kemudian dilakukan

evaporasi sampai kering dan labu alas bulat yang sudah kering dimasukkan ke

dalam oven bersuhu 150 °C selama 2 jam untuk menghilangkan sisa khloroform

dan uap air. Kadar lemak ditentukan dengan menghitung perbandingan antara

berat lemak dan berat sampel awal kemudian dikali seratus persen.

(e) Analisis kadar karbohidrat

Analisis kadar karbohidrat dilakukan dengan metode by-difference yaitu

pengurangan dari total keseluruhan dengan presentasi kadar lemak, protein, air

dan abu.

Daya cerna pati in vitro (Muchtadi 1989)

Pengukuran daya cerna pati secara in vitro meliputi pembuatan kurva

standar dan analisa sampel. Didalam pembuatan kurva standar, sebanyak 1 mL

maltosa standar yang mengandung 100, 150, 200, 250, 300, 350 dan 400 mg/L

maltosa dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup kemudian ditambahkan

masing-masing 3 mL larutan dinitrosalisilat (DNS). Larutan dipanaskan dalam air

mendidih selama 5 menit kemudian diukur absorbansinya dengan

spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

Dalam analisa sampel, Sebanyak 0,5 g sampel pati dimasukkan ke dalam

erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 50 mL akuades. Erlenmeyer kemudian

ditutup dengan alumunium foil dan dipanaskan dalam penangas air hingga

mencapai suhu 90 °C terus diaduk lalu didinginkan. Sebanyak 1 mL larutan

sampel tersebut dipipet ke dalam tabung reaksi bertutup lalu ditambahkan 1,5 mL

akuades dan 2,5 mL larutan buffer phospat pH 7. Masing-masing sampel dibuat

dua kali, yang salah satunya digunakan sebagai blanko. Tabung ditutup dan

diinkubasikan pada suhu 37 °C selama 15 menit. Larutan sampel dan blanko

diangkat dan ditambahkan 2,5 mL larutan enzim amilase pankreatin (1 mg/mL

dalam larutan buffer phospat pH 7 untuk sampel dan 2,5 ml larutan buffer phospat

untuk blanko). Kedua tabung tersebut diinkubasi kembali selama 30 menit.

23

Kemudian larutan sampel dan blanko ditambahkan masing-masing 3 mL DNS.

Larutan dipanaskan dalam air mendidih selama 5 menit kemudian diukur

absorbansinya pada panjang gelombang 550 nm.

Serat pangan metode enzimatik (Asp et al. 1983)

Sampel ditimbang seberat 1 g kemudian ditambah 50 mL buffer phospat pH

6 dan 100 μL termamyl. Larutan dipanaskan sambil ditutup dan diinkubasi pada

suhu 100 °C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Sampel didinginkan

kemudian ditambahkan 20 mL akuades dan HCl 4 M hingga pH 1,5. Sampel

ditambahkan 100 mg pepsin lalu erlenmeyer ditutup dan ditambahkan 20 mL

akuades dan diatur pHnya hingga 6,8 dengan cara ditambahkan NaOH. Sampel

ditambahkan enzim pankreatin, lalu erlenmeyer ditutup dan diinkubasi pada suhu

40 °C selama 60 menit sambil diaduk, kemudian sampel ditambahkan HCl

kembali hingga pH 4,5. Sampel disaring kemudian endapan dicuci dengan 10 mL

akuades sebanyak dua kali.

- Pengukuran serat pangan tidak larut

Residu dari hasil persiapan sampel dicuci dengan 10 mL etanol 95 % sebanyak

2 kali dan 10 mL aseton sebanyak dua kali. Residu dikeringkan pada suhu

105 °C hingga diperoleh berat yang tetap kemudian dimasukkan ke dalam

desikator dan ditimbang (D1). Suspensi yang telah kering diabukan dengan

suhu 500 °C selama 5 jam, didinginkan, dimasukkan dalam desikator dan

ditimbang (L1).

- Pengukuran serat pangan larut

Volume dari filtrat yang didapat dari persiapan sampel ditambahkan akuades

hingga 100 mL. Filtrat ditambahkan etanol 95 % dengan suhu 60 °C sebanyak

400 mL, kemudian diendapkan selama 1 jam. Filtrat disaring, kemudian dicuci

dengan 10 mL etanol 95 % dan 10 mL aseton sebanyak dua kali. Sampel

dikeringkan pada suhu 105 °C selama 24 jam, kemudian dimasukkan ke dalam

desikator dan ditimbang (D2). Sampel yang telah kering diabukan dengan

suhu 500 °C selama 5 jam, didinginkan, dimasukkan dalam desikator dan

ditimbang (L2).

Penetapan blanko

Analisis ini menggunakan blanko yang diperoleh dengan cara yang sama

tetapi tanpa adanya sampel (akuades). Nilai blanko harus diperiksa ulang terutama

jika menggunakan enzim dari kemasan yang baru. Total serat pangan diperoleh

dengan menjumlahkan serat pangan larut dan tidak larut.

24

Keterangan :

1 = menunjukkan berat sampel pada analisis serat pangan

tidak larut 2 = menunjukkan berat sampel pada analisis serat pangan

larut W = berat sampel (g)

B = berat blanko bebas serat (g)

D = berat setelah analisis dan dikeringkan (g)

L = berat setelah diabukan (g)

Kadar phlorotannin (tanin) (AOAC 2005)

Dalam analisis kadar phlorotannin meliputi pembuatan kurva standar dan

persiapan contoh. Dalam pembuatan kurva standar, ditambahkan 2 mL pereaksi

folin denis ke dalam labu takar 100 mL yang telah diisi air suling 50-70 mL.

Kemudian di pipet masing-masing 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 mL larutan standar

asam tanat, lalu ditambahkan 5 mL larutan Na2CO3 jenuh dan ditepatkan hingga

100 mL dengan air suling. Larutan dihomogenkan dan dibiarkan selama 40 menit,

kemudian diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 725 nm. Dalam persiapan contoh, ditimbang contoh ± 2 g yang telah

dihaluskan, kemudian dimasukkan ke dalam labu didih 500 mL lalu ditambahkan

350 mL air suling. Larutan kemudian direfluks selama 3 jam lalu didinginkan.

Kemudian larutan disaring dan dipindahkan ke dalam labu takar 500 mL

kemudian ditepatkan dengan air suling dan dihomogenkan. Dipipet 2 mL filtrat

ke dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan 2 mL pereaksi folin denis serta

5 mL Na2CO3 jenuh. Larutan ditepatkan dengan air suling, dihomogenkan dan

dibiarkan selama 40 menit kemudian diukur absorbansinya dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm.

Keterangan :

X = banyaknya tanin contoh (mg), X diperoleh dari persamaan

regresi Y=a+bX

B = bobot contoh (g)

Analisis data

Rancangan percobaan (Steel dan Torrie 1993)

Rancangan percobaan yang digunakan dalam pembuatan beras tiruan adalah

rancangan acak lengkap. Perlakuan pada penelitian ini adalah persentase rumput

laut E. cottonii atau S. polycystum. Model rancangan yang digunakan adalah

sebagai berikut:

Yij = μ + Ʈi + €ij

Keterangan : Yij = respon yang diamati dari satuan percobaan ke-j yang

memperoleh perlakuan ke-i

25

μ = nilai tengah umum

Ʈi = pengaruh perlakuan ke-i (i untuk E. cottonii adalah 0%,

10%, 20%, 30% dan untuk S. polycystum adalah 0%, 5%,

10% dan 15%) €ij = galat percobaan

Sebelum dilakukan analisis ragam dilakukan terlebih dahulu uji kenormalan

data. Uji kenormalan yang digunakan adalah uji Kolmogorov Smirnov. Apabila

data yang diperoleh dengan analisis ragam (ANOVA) menunjukkan adanya

pengaruh, maka dilanjutkan uji lanjut dengan menggunakan uji Tukey.

Pengujian nilai kesukaan panelis menggunakan analisis non parametrik

yaitu Kruskall Walis. Prosedur pengujian Kruskall Walis menggunakan rumus :

Keterangan :

n = jumlah data total

ni = banyaknya pengamatan pada perlakuan ke-i

Ri2 = jumlah peringkat dari perlakuan ke-i

T = banyaknya pengamatan seri dalam tiap ulangan

H = simpangan baku

H1 = H terkoreksi

t = banyaknya pengamatan seri

FK = faktor koreksi

Data hasil uji Kruskall Wallis apabila menunjukkan beda nyata, maka

dilanjutkan dengan uji Tukey untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

Hasil dan Pembahasan

Karakteristik sensori beras tiruan dengan penambahan rumput laut

E. cottonii atau S. polycystum

Beras tiruan yang berasal dari tiga jenis sumber karbohidrat, komposisi

beras:jagung:singkong=1:3:1 dan suhu ekstruder 90 °C adalah komposisi terpilih.

Komposisi terpilih kemudian ditambahkan rumput laut E. cottonii sebesar 10%,

20%, dan 30% atau S. polycystum sebesar 0%, 5%, 10%, dan 15% kemudian

diproses lebih lanjut dengan alat ekstruder menjadi beras tiruan. Hasil uji

kesukaan beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii atau S.

polycystum disajikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Hasil uji kesukaan beras

26

merupakan rata-rata nilai uji sensori dari parameter kenampakan/warna, tekstur,

rasa dan bau baik mentah maupun matang. Produk beras tiruan rumput laut

disajikan pada Gambar 9 dan Gambar 10.

Tabel 4 Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan E. cottonii.

Perlakuan Tingkat Kesukaan Kategori

Kontrol 6,15±0,32b

Agak suka

Beras Tiruan+RLC 10% 6,06±0,19b

Agak suka

Beras Tiruan+RLC 20% 8,02±0,21c

Sangat suka

Beras Tiruan+RLC 30% 5,46±0,66a Netral

Keterangan : RLC=Rumput laut E. cottonii. Angka-angka dalam huruf superscript

yang berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).

Gambar 9 Beras tiruan rumput laut dengan penambahan E. cottonii. (a1)

beras tiruan kontrol mentah, (a2) beras tiruan kontrol matang,

(b1) beras tiruan E. cottonii 10% mentah, (b2) beras tiruan E.

cottonii 10% matang, (c1) beras tiruan E. cottonii 20% mentah,

(c2) beras tiruan E. cottonii 20% matang, (d1) beras tiruan E.

cottonii 30% mentah, (d2) beras tiruan E. cottonii 30% matang.

Tabel 5 Hasil uji kesukaan beras tiruan dengan penambahan S. polycystum.

Perlakuan Tingkat Kesukaan Kategori

Kontrol 6,15±0,32c

Agak suka

Beras Tiruan+RLS 5%

Beras Tiruan+RLS 10%

Beras Tiruan+RLS 15%

4,50±0,40a

4,67±0,26a

5,33±0,39b

Agak tidak suka

Biasa

Biasa Keterangan : RLS=Rumput laut S.polycystum. Angka-angka dalam huruf superscript

yang berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).

Hasil uji kruskall wallis terhadap parameter kesukaan beras tiruan rumput laut

menunjukkan perbedaan pada setiap perlakuannya. Hasil uji lanjut tukey

menunjukkan menunjukkan hasil berbeda nyata (Lampiran 6). Komposisi beras

a2 a1 b1 b2

c1 c2 d1 d2

27

tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% memiliki tingkat

kesukaan tertinggi yaitu 8,02±0,21 dibandingkan dengan komposisi lain.

Gambar 10 Beras tiruan rumput laut dengan penambahan S. polycystum (a1)

beras tiruan kontrol mentah, (a2) beras tiruan kontrol matang,

(b1) beras tiruan S. polycystum 5% mentah, (b2) beras tiruan S.

polycystum 5% matang, (c1) beras tiruan S. polycystum 10%

mentah, (c2) beras tiruan S. polycystum 10% matang, (d1) beras

tiruan S. polycystum 15% mentah, (d2) beras tiruan S.

polycystum 15% matang.

Proporsi beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 30%

membentuk tekstur nasi yang terlalu kenyal dan lengket sehingga lebih tidak

disukai panelis. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa beras tiruan menurun

dengan meningkatnya konsentrasi bubur rumput laut. Hal ini dapat terjadi karena

bubur rumput laut memiliki rasa yang netral/ hambar sehingga semakin tinggi

penambahan bubur rumput laut menyebabkan rasa hambar yang dihasilkan lebih

dominan. Beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% memiliki

kenampakan yang lebih menarik, warna yang lebih cerah, bau dan rasa yang

netral, serta tekstur yang lebih mirip dengan beras pada umumnya.

Hasil uji kruskall wallis terhadap parameter kesukaan beras tiruan dengan

penambahan rumput laut S. polycystum menunjukkan perbedaan dan hasil uji

lanjut tukey menunjukkan hasil berbeda nyata (Lampiran 7). Beras tiruan dengan

penambahan rumput laut S. polycystum 15% memiliki tingkat kesukaan yang

lebih tinggi dibandingkan dengan penambahan rumput laut 5% dan 10%. Proporsi

rumput laut 15% memiliki kenampakan warna coklat tua menyerupai beras

merah, dibandingkan dengan komposisi lain yang berwarna coklat pucat.

Rumput laut coklat mengandung pigmen fotosintetik antara lain karoten,

fukosantin, klorofil a, dan klorofil c. Pigmen yang memberi warna coklat adalah

fukosantin (Fitton et al. 2008). Tanin berciri bau agak memusingkan dan terasa

sepat (Firdaus 2011). Pada penelitian ini, tingkat kesukaan panelis terhadap beras

tiruan dengan penambahan rumput laut masih lebih rendah jika dibandingkan

dengan kontrol yang warnanya kuning cerah sehingga terlihat menarik. Rasa yang

agak sedikit pahit dan bau yang kurang enak pada beras tiruan dengan

a2 a1 b1 b2

c1 c2 d1 d2

28

penambahan rumput laut dibandingkan beras kontrol diduga mempengaruhi

penilaian yang rendah.

Karakteristik fisikokimia beras tiruan dengan penambahan rumput laut

E. cottonii atau S. polycystum

Beras tiruan selanjutnya dianalisis untuk mengetahui karakteristik

fisikokimianya. Karakteristik fisikokimia beras tiruan dapat dilihat pada Tabel 6

dan Tabel 7.

Tabel 6 Karakteristik fisikokimia beras tiruan dengan penambahan E. cottonii.

Parameter Kontrol

Beras

Tiruan + RL

10%

Beras

Tiruan + RL

20%

Beras

Tiruan +

RL 30%

Rendemen (%) 83,33±1,15a

88,67±2,31b

91,20±1,31b

92,00±0,40b

Densitas kamba

(g/ml)

1,59±0,10b

1,61±0,03b

1,51±0,01a

1,54±0,02a

Daya cerna pati (%) 19,24±0,05d

17,89±0,11c

15,99±0,05b

15,35±0,01a

Air (%) 8,84±0,01c

8,73±0,00b

8,68±0,06b

8,46±0,01a

Abu (%) 0,52±0,05a

1,19±0,25b

1,39±0,01b

1,45±0,06b

Protein (%) 8,54±0,18a

8,01±0,01a

8,39±0,35a

8,37±0,34a

Lemak (%) 1,75±0,20b

1,67±0,14b

1,38±0,11b

0,80±0,07a

Karbohidrat (%) 80,36±0,44ab

80,41±0,10ab

80,16±0,29a

80,92±0,19c

Serat Pangan (%) 6,77±0,04a

7,11±0,10b

8,18±0,04c

8,22±0,06c

Keterangan : RL=Rumput laut. Angka-angka dalam baris yang sama diikuti huruf

superscript berbeda (a,b,c,d) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).

Tabel 7 Karakteristik fisikokimia beras tiruan dengan penambahan

S. polycystum.

Parameter Kontrol Beras Tiruan

+ RL 5%

Beras Tiruan

+ RL 10%

Beras Tiruan

+ RL 15%

Rendemen (%) 83,33±1,15a

90,60±0,72a

87,67±8,39a

86,87±4,29a

Densitas

kamba (g/ml)

1,59±0,10b

1,52±0,01a

1,55±0,03a

1,49±0,02a

Daya cerna pati

(%)

19,24±0,01b

17,52±0,04a

17,26±0,18a

17,24±0,01a

Air (%) 8,84±0,01c

7,56±0,07b

5,73±0,09a

7,67±0,01b

Abu (%) 0,52±0,05a

0,57±0,37a

0,84±0,15a

0,98±0,09a

Protein (%) 8,54±0,18ab

8,21±0,17a

8,38±0,02a

8,73±0,02b

Lemak (%) 1,75±0,20b

1,41±0,01a

2,39±0,01c

2,16±0,11c

Karbohidrat

(%)

80,36±0,44a

82,25±0,27b

82,66±0,07b

80,45±0,06a

Serat pangan

(%)

6,78±0,04a

6,78±0,18a

7,22±0,02b

8,11±0,03c

Phlorotannin

(mg/100g)

- 23,88±0,03a

34,58±0,02b

44,79±0,07c

Keterangan : RL=Rumput laut. Angka-angka dalam baris yang sama diikuti huruf

superscript berbeda (a,b,c) menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05).

29

Rendemen beras tiruan berkisar antara 83,33 – 92,00%. Hasil analisis ragam

beras tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii menunjukkan perbedaan,

kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut tukey dan menunjukkan hasil yang

berbeda nyata (Lampiran 9). Penambahan rumput laut dapat membantu

memperlancar kerja mesin ekstruder sehingga tidak banyak adonan yang

tertinggal dalam ulir dan die nya.

Keberadaan bahan terdispersi juga akan mempengaruhi proses ekstrusi

seperti protein dan selulosa/serat (Estiasih dan Ahmadi 2009).

Daya cerna pati menunjukkan kemampuan pati untuk dicerna dan diserap

oleh tubuh. Hasil analisis ragam terhadap daya cerna pati menunjukkan adanya

perbedaan. Hasil uji lanjut tukey, menunjukkan nilai yang berbeda nyata dengan

kontrol (Lampiran 9). Semakin besar proporsi rumput laut yang ditambahkan,

menunjukkan nilai daya cerna pati yang semakin rendah. Meningkatnya

kandungan serat pangan berkaitan dengan menurunnya daya cerna pati. Artinya,

semakin tinggi proporsi penambahan rumput laut, beras tiruan akan lebih lama

dicerna. Nilai daya cerna beras tiruan rumput laut pada penelitian ini masih lebih

rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasan et al. (2011)

yang meneliti sifat fisikokimia oyek dan tiwul dari umbi garut, suweg dan

singkong yang mencapai kisaran 18,87 – 28,75%.

Beberapa hal yang diduga sebagai penyebab rendahnya daya cerna pati

pada beras tiruan rumput laut adalah kadar serat pangan rumput laut (E. cottonii

dan S. polycystum) yang tinggi terutama serat pangan larut air yang berpengaruh

terhadap rendahnya penyerapan glukosa darah (Lubis 2009; Hardoko 2007; Yuan

2008), kadar tanin yang terdapat pada S. polycystum yang menghambat enzim α-

amilase untuk memecah karbohidrat menjadi glukosa (Firdaus 2011). Beras dan

jagung merupakan bakal tanaman untuk tumbuh dan mengandung komponen

minor seperti protein dan lemak (Shih 2004; Godber dan Juliano 2004) yang

berpengaruh terhadap rendahnya daya cerna pati dibandingkan dengan umbi

garut, suweg dan singkong. Pada penelitian ini, komposisi beras tiruan rumput

laut didominasi oleh sumber pati beras dan jagung.

Rumput laut mengandung polisakarida dalam jumlah besar seperti

karagenan yang terkandung dalam rumput laut E. cottonii. Sebagian besar

polisakarida ini tidak dicerna dalam saluran pencernaan manusia dan kemudian

digunakan sebagai serat pangan. Daya cerna yang rendah akan memperlambat laju

peningkatan glukosa darah sehingga nilai indeks glikemiknya juga rendah.

Disamping itu, serat larut air dalam rumput laut memiliki efek-efek hipoglikemik

yang berkaitan dengan waktu transit dalam organ pencernaan (Groff et al. 1999).

Serat mampu menghambat pelepasan gula dari tepung dengan cara menyerap,

mengikat dan membungkus partikel-partikel tepung dan segera mengeluarkannya

keluar tubuh. Hal ini menyebabkan ketersediaan gula menurun sehingga akan

mengurangi permintaan insulin dari pankreas dan kondisi gula darah stabil (Lubis

2009). Semakin tinggi penambahan rumput laut, maka kandungan serat pangan

semakin besar. Rumput laut memiliki kandungan serat pangan 78,94% (Astawan

et al. 2004) dan asupan serat pangan yang dianjurkan untuk orang normal 20-38

g/orang/hari (Kemenkes 2013).

Nilai serat pangan tertinggi yaitu beras tiruan dengan penambahan rumput

laut E. cottonii 30%. Hasil analisis ragam terhadap serat pangan menunjukkan

30

adanya perbedaan (Lampiran 9). Hasil uji lanjut tukey menunjukkan hasil yang

berbeda nyata (Lampiran 9). Kisaran nilai serat pangan beras tiruan dengan

penambahan rumput laut adalah 7,0 – 8,0%, artinya jika rata-rata orang

mengkonsumsi karbohidrat dari beras tiruan rumput laut sebesar 300 – 400 g//hari

maka asupan serat pangan sebesar (21 - 28%) – (28 - 32%) per hari. Kisaran serat

pangan tersebut sudah memenuhi standar asupan serat pangan harian.

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang sangat berpengaruh

dalam proses penyimpanan beras tiruan. Beras tiruan hasil penelitian ini

mempunyai kadar air yang berkisar antara 8,46 – 8,84%. Standar Nasional

Indonesia (SNI) mensyaratkan kadar air maksimum beras giling adalah 14%

(BSN 2008). Hal ini berarti beras tiruan hasil penelitian sesuai dengan persyaratan

SNI. Hasil analisis ragam terhadap kadar abu menunjukkan perbedaan dan hasil

uji lanjut tukey menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 8). Penambahan

rumput laut memberikan pengaruh terhadap nilai kadar abu. Hal ini diduga bahwa

rumput laut mengandung trace element terutama iodium. Hasil analisis ragam

terhadap kadar protein tidak menunjukkan adanya perbedaan pada tiap perlakuan

(Lampiran 8). Nilai kadar protein berada pada kisaran 8,01 – 8,54%. Menurut

Juliano (1972), beras dengan kadar protein lebih besar dari 8% cenderung pera.

Hal ini berhubungan dengan sifat polaritas protein terhadap air. Protein beras

bersifat menghambat penyerapan air dan pengembangan granula pati ketika beras

ditanak, sehingga membatasi kemampuan membentuk gelatinisasi secara optimal.

Kadar lemak berada pada kisaran nilai 0,80 – 1,75%. Rendahnya nilai kadar

lemak disebabkan oleh kadar lemak rumput laut yang rendah yaitu sekitar 0,1 –

0,2% (Depkes 2005) sehingga tidak mempengaruhi kadar lemak beras tiruan.

Hasil analisis ragam terhadap rendemen tidak menunjukkan adanya

perbedaan pada tiap perlakuan (Lampiran 11). Rendemen beras tiruan dengan

penambahan rumput laut S. polycystum berkisar antara 83,33 – 90,60%.

Struktur produksi ekstrusi terbentuk dari biopolimer yang meleleh dan

pengembangan gelembung uap air sehingga menjadi perubahan bentuk bahan

menjadi berongga. Keberadaan bahan terdispersi akan mempengaruhi proses

ekstrusi. Misalnya yaitu protein dan selulosa/serat (Estiasih dan Ahmadi 2009).

Berdasarkan analisis ragam terhadap densitas kamba, penambahan rumput laut

S. polycystum menunjukkan adanya perbedaan, kemudian dilakukan uji lanjut

tukey dan memberikan hasil yang berbeda nyata (Lampiran 11).

Daya cerna pati menunjukkan kemampuan pati untuk dicerna dan diserap

oleh tubuh. Hasil analisis ragam terhadap daya cerna pati menunjukkan perbedaan

dan hasil uji lanjut tukey menunjukkan hasil yang berbeda nyata dibandingkan

kontrol (Lampiran 11). Komposisi beras tiruan dengan penambahan rumput laut

S. polycystum 15% menunjukkan nilai daya cerna pati yang paling rendah. Nilai

daya cerna pati yang rendah akan berpengaruh terhadap kontrol glukosa darah.

Phlorotannin pada S. polycystum akan membentuk senyawa kompleks

dengan protein dan pati yang bersifat tidak larut sehingga cenderung menurunkan

daya cerna protein dan daya cerna pati (Firdaus 2011). Dampak dari kompleks

antara pati dengan phlorotannin menyebabkan sisi atau bagian pati yang secara

normal dihidrolisis oleh enzim pencernaan menjadi tidak dikenali. Semakin

banyak ikatan pati dengan phlorotannin maka semakin banyak sisi-sisi yang tidak

dapat dikenali oleh enzim pencernaan, sehingga kemampuan hidrolisis pati

menurun. Akibatnya, daya cerna pati menjadi rendah (Thomas et al. 1997).

31

Prinsip aktivitas phlorotannin sebagai antihiperglikemik adalah pengikatan

phlorotannin pada sisi aktif α-glukosidase dan α-amilase. Enzim α-glukosidase

dan α-amilase adalah enzim yang berperan dalam pemecahan dan pemutusan

polisakarida (pati) menjadi glukosa. Enzim α-amilase beraktivitas di rongga mulut

sedangkan α-glukosidase di usus halus. Penghambatan aktivitas kedua enzim ini

dapat menghambat kecepatan pemutusan pati sehingga glukosa darah tidak segera

naik setelah mengkonsumsi makanan. Pencegahan peningkatan glukosa darah

secara cepat ini merupakan salah satu cara pengobatan penderita hiperglikemik

(Firdaus 2011). Hasil analisis ragam terhadap phlorotannin menunjukkan adanya

perbedaan kemudian dilakukan uji lanjut tukey dan hasilnya menunjukkan

perbedaan nyata (Lampiran 11).

Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang sangat berpengaruh

dalam proses penyimpanan beras tiruan. Beras tiruan hasil penelitian ini

mempunyai kadar air yang berkisar antara 5,73 – 8,84%. Standar Nasional

Indonesia (SNI) mensyaratkan kadar air maksimum beras giling adalah 14%

(BSN 2008). Hal ini berarti beras tiruan hasil penelitian sesuai dengan persyaratan

SNI. Hasil analisis ragam terhadap kadar abu menunjukkan bahwa penambahan

rumput laut tidak memberikan perbedaan (Lampiran 10). Kadar abu rumput laut

coklat berkisar 19 - 40% (Yuan 2008), jika dibandingkan dengan nilai kadar abu

beras tiruan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa penambahan rumput laut

tidak banyak memberikan pengaruh terhadap kadar abu. Hasil analisis ragam

terhadap kadar protein menunjukkan perbedaan kemudian dilakukan analisis uji

lanjut tukey dan memberikan hasil berbeda nyata (Lampiran 10). Kadar lemak

rumput laut coklat Sargassum sp. berada pada kisaran 2 - 3% (Yuan 2008). Pada

penelitian ini, hasil analisis ragam menunjukkan nilai kadar lemak menunjukkan

perbedaan dan hasil uji lanjut tukey menunjukkan perbedaan nyata (Lampiran 10).

Kesimpulan

Komposisi beras tiruan terpilih adalah perbandingan beras, jagung dan

singkong 1:3:1 pada suhu ekstruder 90 °C dengan penambahan rumput laut E.

cottonii 20% atau S. polycystum 15%. Nilai sensori, rendemen, densitas kamba,

daya cerna pati, air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan serat pangan untuk beras

tiruan dengan penambahan rumput laut E. cottonii 20% berturut-turut 8,02 (sangat

suka), 91,20%, 1,51 g/mL, 15,99%, 8,68%, 1,39%, 8,39%, 1,38%, 80,16%, dan

8,18%. Sedangkan nilai sensori, rendemen, densitas kamba, daya cerna pati, air,

abu, protein, lemak, karbohidrat, serat pangan, dan phlorotannin dengan

penambahan rumput laut S. polycystum 15%. berturut-turut 5,33 (biasa), 86,87%,

1,49 g/mL, 17,24%, 7,67%, 0,98%, 8,73%, 2,16%, 80,45%, 8,11%, dan 44,79

mg/100g.