231785604 proyek-case

64
Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ PRESENTASI KASUS TBC PARU – PNEUMONIA KOMUNITAS PEMBIMBING : dr. SUKAENAH BT SHEBUBAKAR, Sp.P PENYUSUN : AHMAD RUDIANSAH 030.10.014

Transcript of 231785604 proyek-case

Page 1: 231785604 proyek-case

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/PRESENTASI KASUS

TBC PARU – PNEUMONIA KOMUNITAS

PEMBIMBING :

dr. SUKAENAH BT SHEBUBAKAR, Sp.P

PENYUSUN :

AHMAD RUDIANSAH

030.10.014

Page 2: 231785604 proyek-case

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

PERIODE 2 JUNI – 9 AGUSTUS 2014

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BUDHI ASIH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

LAPORAN KASUS

I. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis yang dikombinasikan dengan alloanamnesis kepada

anak laki – laki pasien yang kebetulan sedang menjaga pasien serta tinggal satu rumah dengan

pasien yang dilakukan pada tanggal 8 Juni 2014 pukul 11.00 WIB

A. Identitas

Nama : Ny.S

Usia : 74 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Jl.Kebon Sayur, RT 05 / 03 No.30 Kelurahan : Manggarai,

Kecamatan : Tebet, Jakarta

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SD

Status Pernikahan : Janda

Suku : Jawa

Agama : Islam

Page 3: 231785604 proyek-case

B. Keluhan Utama

Seorang pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih pada tanggal 2 Juni 2014 pukul 03.46

WIB dengan keluhan tidak nafsu makan sejak 4 hari sebelum masuk Rumah Sakit.

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluh tidak nafsu makan sejak 4 hari SMRS. Selain itu juga, pasien merasa

adanya mual, tetapi menyangkal pernah muntah.

Pasien juga mengeluh batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk yang dialami pasien tidak

berdahak, tetepi menurut pengakuan anak pasien, pasien mengaku sulit mengeluarkan

dahaknya, padahal jelas terdengar dari suara nafasnya seperti ada lendir. Menurut pengakuan

anak pasien, dalam waktu sekitar 2 minggu terakhir batuk yang dialami pasien semakin parah

dan pasien pernah batuk dengan mengelurkan dahak yang berwarna kehijauan.

2 minggu SMRS, pasien juga mengeluh adanya sesak nafas. Sesak timbul tiba – tiba dan

dirasakan terus menerus. Pada waktu sesak nafas, tidak terdengar bunyi “ngiik”. Sesak nafas

yang dirasakan tidak dipengaruhi oleh posisi ( baik berbaring ataupun duduk). Sesak nafas

dirasakan membaik setelah pasien pergi berobat ke klinik didekat rumah pasien untuk di uap

dan diberikan obat - obatan. Pasien juga mengaku sebelumnya pernah mengalami sesak nafas,

tetapi sesak nafas yang dialami sekarang lebih berat daripada serangan yang terjadi

sebelumnya. Pasien mengaku memiliki riwayat asma sejak kecil, tetapi menurut pengakuan

pasien, serangan sesaknya jarang timbul. Pasien tidak ingat kapan terakhir kali serangan.

Menurut pengakuan anak pasien, pasien tidak memiliki alergi terhadap debu, udara dingin,

makanan ataupun obat – obatan. Biasanya serangan sesak yang terdahulu timbul tiba – tiba

juga. Pasien menyangkal adanya nyeri dada.

Pada waktu serangan sesak yang terjadi 2 minggu yang lalu, pasien juga mengeluh adanya

demam. Demam yang dirasakan timbul mendadak, dan tidak naik – turun. Demam yang

dirasakan pasien juga sangat tinggi, hingga pasien menggigil. Demam yang dirasakan hanya

berlangsung tiga hari, karena demam berangsur turun semenjak pasien berobat ke klinik yang

berada di sekitar rumah pasien. Selain itu juga, pasien mengaku adanya keluhan sering

berkeringat pada malam hari. Pasien juga mengeluh adanya rasa lemas dan penurunan nafsu

makan serta penurunan berat badan sejak 1 bulan yang lalu, tetapi penurunan nafsu makan

Page 4: 231785604 proyek-case

pada pasien bertambah berat pada 4 hari terakhir, sehingga anak pasien memutuskan

membawa pasien untuk berobat ke RS. Mual + dan muntah di sangkal pasien.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal pernah menderita penyakit paru sebelumnya dan pasien menyangkal

pernah minum OAT sebelumnya. Pasien menyangkal adanya obat – obatan yang rutin

dikonsumsi. Pasien juga tidak memiliki riwayat alergi obat. Pasien menyangkal adanya

riwayat DM, hipertensi dan penyakit jantung.

E. Riwayat Hidup Pribadi dan Kebiasaan

Pasien menyangkal adanya anggota keluarga maupun tetangga yang memiliki keluhan yang

sama dengan pasien. Pasien memiliki 10 orang anak dari 2 kali pernikahannya. Pasien hidup

di pemukiman yang padat penduduk bersama 1 anak laki – laki serta 1 orang menantunya.

Pada siang hari, lampu rumah pasien harus dinyalakan supaya rumah pasien tidak gelap,

karena sinar matahari tidak bisa masuk kedalam rumah. Selain itu, pasien jarang membuka

jendela rumahnya. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan merokok, tetapi anak laki – laki

pasien merokok, tetapi tidak didalam rumah. Pasien menyangkal adanya kebiasaan

mengkonsumsi makanan atau minuman yang manis – manis, makanan bersantan maupun

berminyak. Pasien mengakui memiliki kebiasaan telat makan dan gemar memakan makanan

yang asam dan pedas.

F. Riwayat Penyakit Keluarga

Menurut pengakuan pasien, salah satu anak laki – laki pasien memiliki gejala batuk – batuk

yang lama dan telah meninggal 4 tahun yang lalu. Menurut pengakuan pasien, orang tua

pasien memiliki riwayat DM dan asma.

G. Tinjauan Keluhan Menurut Sistem

Umum

Penurunan berat badan, lemas, demam.

Page 5: 231785604 proyek-case

Kulit

Tidak ada

Kepala, mata, telinga, hidung, sinus, mulut dan tenggorokan

Pusing, presbiakusis, nyeri menelan.

Leher

Pembesaran KGB submandibula sisi sebelah kanan dan kiri.

Buah dada

Tidak ada

Pernafasan

Batuk, sulit mengeluarkan dahak, sesak.

Kardiovaskular

Tidak ada

Gastrointestinal

Penurunan nafsu makan

Saluran kemih

BAK berwarna kemerahan sejak meminum obat paru

Sistem reproduksi

Tidak ada

Punggung dan ekstremitas

Tidak ada

Neuropsikiatri

Tidak ada

Page 6: 231785604 proyek-case

II. Pemeriksaan Fisik

A. Keadaan umum

Kesadaran : CM

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Kesan gizi : Tampak gizi kurang

Sianosis : -

Ikterik : -

Odem anasarka : -

Habitus : Astenikus

Mobilitas : Aktif

Umur sesuai taksiran: Sesuai dengan usia sebenarnya

B. Tanda vital

Tekanan darah : 170 / 90 mmHg

Nadi : 120 x / menit

Pernafasan : 22 x / menit

Suhu : 36,7 0C

BB : -

TB : -

Page 7: 231785604 proyek-case

C. Statug generalisata

Kulit

Warna kulit sawo matang, tidak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak ada

efloresensi kulit yang bermakna. Perabaan suhu terasa hangat.

KGB

Preaurikuler : Tidak teraba membesar

Retroaurikuler : Tidak teraba membesar

Submandibula : Teraba membesar

Kanan : berjumlah 1, berukuran ±

2 cm, lunak, bisa digerakan,

tidak

nyeri tekan, kulit diatas benjolan

tidak merah

Kiri : Berjumlah 1, berukuran ± 1

cm, lunak, bisa digerakan, tidak

nyeri tekan. kulit diatas benjolan

tidak merah

Submental : Tidak teraba membesar

Sepanjang M. Sternokleidomastoideus : Tidak teraba membesar

Supraklavikula : Tidak teraba membesar

Infraklavikula : Tidak teraba membesar

Axilla : Tidak dilakukan pemeriksaan

Inguinal : Tidak dilakukan pemeriksaan

Kepala

Bentuk kepala normocephali, warna rambut keputihan dengan distribusi merata

dan tidak mudah dicabut.

Mata

Konjungtiva anemis (+), Sklera ikterik (-),Arcus senilis (+), Edema palpebra (-)

Page 8: 231785604 proyek-case

Telinga

Normotia, liang telinga lapang, tidak ada sekret, membran timpani intak, tidak

ada nyeri tekan tragus dan mastoid.

Hidung

Bentuk hidung normal, tidak ada deformitas, tidak ada septum deviasi, tidak

ada pernafasan cuping hidung, cavum nasi lapang, tidak ada sekret.

Mulut

Bibir : Kering

Lidah : Normoglosia, lidah kotor

Mukosa : Hiperemis

Gigi geligi : Sudah tidak ada gigi, Oral hiegiene buruk

Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis, detritus -/-, kripta melebar (-)

Dinding faring posterior: Sedikit hiperemis, tidak terdapat massa.

Leher

Tekanan vena jugular (JVP) : 5+2 cmH2O

Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar

Thoraks

Inspeksi :

Simetris lapang paru kanan dan kiri pada keadaan statis maupun dinamis,

efloresensi -bermakna (-), retrasi sela iga (-), gerak nafas tidak ada yang

tertinggal, sela iga melebar, tipe pernafasan torako-abdominal

Palpasi :

Simetris lapang paru kanan dan kiri pada keadaan statis dan dinamis, ictus

cordis teraba pada ICS 5 1 cm medial linea midclavicularis kiri, tidak

teraba adanya thrill, vocal fremitus sama kuat pada kedua lapang paru

Perkusi :

Page 9: 231785604 proyek-case

Sonor pada seluruh lapang paru. Batas paru dan hepar : setinggi ICS 5 linea

midklavikula kanan dengan suara redup. Batas jantung kanan setinggi ICS

3-5 linea sternalis kanan dengan suara redup. Batas kiri jantung setinggi ICS

5, 1 cm medial linea midklavikularis kiri dengan suara redup. Batas atas

jantung setinggi ICS 3 garis parasternal kiri dengan suara redup.

Auskultasi

o Cor : BJI, BJ II reguler murmur (-), gallop (-)

o Pulmo : Vesikuler melemah, Rh +/+, Wh -/-

Abdomen

Inspeksi :

Bentuk abdomen rata, kulit berwarna sawo matang, tidak pucat, tidak

ikterik, tidak ada spider navy, tidak ada efloresensi yang bermakna, kulit

tampak kering,dan keriput.

Auskultasi :

BU (+) 4x/ menit

Palpasi :

Supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-) defense muscular (-), organomegali (-).

Perkusi :

Timpani diseluruh lapang abdomen.

Ekstremitas

Oedem

- -

- -

Kekuatan otot

Page 10: 231785604 proyek-case

4 4

4 4

Akral hangat

+ +

+ +

Refleks

Tidak di lakukan pemeriksaan.

III. Pemeriksaan penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium (Tanggal 2 Juni 2014)

Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal

Leukosit 10,9 ribu/µL 3,6 – 11 ribu/µL

Trombosit 367 ribu/µL 150 – 440 ribu/µL

Eritrosit 4,0 Juta/µL 3,8 - 5,2 Juta/µL

Hemoglobin (Hb) 11,3 g/dL 11,7 - 15,5 g/dl

Hematokrit 32 % 35 – 47 %

MCV 81 fl 80 – 100 fl

MCH 28,3 pg 26 – 34 pg

MCHC 34,9 g/dL 32 – 36 g/dl

RDW 14, 5 % <14 %

Glukosa Darah

Sewaktu

189 mg/dl <110 mg/dl

Na 133 mmol/L 135 – 155 mmol/L

K 3,4 mmol/L 3,6 - 5,5 mmol/L

Page 11: 231785604 proyek-case

Klorida 94 mmol/L 98 – 109 mmol/L

Kalsium 7,8 mg/dl 8,4 – 9,7 mmol/L

B. EKG

Page 12: 231785604 proyek-case

Interpretasi :

- Sinus Tachicardia

- ST segmen elevation (Anterior)

- T wave near baseline (Lateral)

- Small positive T wave (Inferior)

- Axis : + 600 ( tidak ada deviasi )

Kesan : Susp. Kelainan ekg e.c elektrolit imbalance

C. Rontgen

Page 13: 231785604 proyek-case

Interpretasi :

- Terdapat bercak infiltrate pada kedua lapang paru

- Terdapat cavitas pada hemithoraks kiri dan kanan

- CTR < 50 %

- Sinus costofrenikus tajam

Kesan : TB paru duplex aktif disertai dengan susp. Pneumonia

IV. Daftar masalah

Page 14: 231785604 proyek-case

1. Geriatri

Hal ini dikarenakan bahwa usia pasien > 60 tahun.

2. TB Paru

Data yang mendukung ditegakannya diagnosis TBC paru yaitu dari hasil anamnesis

didapatkan batuk sejak 1 bulan SMRS, sesak nafas yang disertai demam, sering

berkeringat pada malam hari, adanya penurunan nafsu makan serta penurunan berat badan.

Selain itu, dilihat dari faktor risikonya, pasien ini memiliki faktor risiko untuk menderita

TBC paru yaitu usia lanjut, malnutrisi, riwayat anak pasien yang meninggal karena sakit

paru serta melihat dari kondisi ventilasi dan pencahayaan rumah pasien yang buruk. dilihat

dari foto rontgen thoraks ditemukan bercak infiltrate pada lobus superior kedua lapang

paru merupakan keterangan pendukung yang begitu berarti untuk mendiagnosis TBC paru

pada pasien ini.

3. Pneumonia Komunitas

Data yang mendukung ditegakannya diagnosis pneumonia komunitas yaitu dari hasil

anamnesis didapatkan batuk sejak 1 bulan SMRS tetapi memburuk dalam 2 minggu

terakhir, riwayat mengeluarkan dahak berwarna kehijauan, batuk yang disertai demam

tinggi serta sesak nafas serta yang terpenting adalah bahwa keluhan itu semua sudah mulai

dirasakan pasien sebelum pasien dirawat di Rumah sakit. Pada pemeriksaan fisik

didapatkan suara ronkhi pada kedua lapang paru. Selain itu, apabila melihat hasil foto

rontgen, terdapat gambaran konsolidasi yang diakibatkan oleh kuman bukan TBC,

walaupun gambaran ini masih kurang jelas. Tetapi menurut kriteria diagnosis pneumonia

komunitas yang dikeluarkan oleh Persatuan Dokter Paru Indonesia tahun 2003, yaitu

Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat baru

atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah ini :1

• Batuk-batuk bertambah

• Perubahan karakteristik dahak / purulen

• Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

• Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki

• Leukosit > 10.000 atau < 4500

Maka diagnosis pasti pneumonia komunitas sudah bisa ditegakan.

Page 15: 231785604 proyek-case

4. DM Tipe 2

Hal ini dibuktikan dengan hasil pemeriksaan gula darah yang menunjukan hasil

abnormal lebih dari 1 kali. Tetapi untuk lebih memastikannya mungkin diperlukan

pemeriksaan tambahan yaitu berupa HbA1 c yang berguna untuk mengetahui apakah

pasien benar – benar menderita DM tipe 2 atau hanya dalam keadaan toleransi glukosa

terganggu.

5. Intake Sulit

6. Malnutrisi

7. Hiponatremia, hipokalsemia, hipoklorinemia, hipokalemia

Hal ini didasarkan dari hasil pemeriksaan laboratorium serta gejala lemas yang pasien

raskan.

8. Hipertensi grade II

Hal ini disimpulkan berdasarkan hasil pemeriksaan tekanan darah pasien yang

menunjukan hasil 170/90 mmHg, sedangkan menurut JNC 7, yang di maksud hipertensi

grade II yaitu tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan diastol ≥ 110 mmHg.

Tetapi pada pasien ini belum tentu menderita penyakit hipertensi, karena kemungkinan

hasil tekanan darah pasien yang tinggi pada saat pengukuran, belum tentu pasien tersebut

menderita hipertensi, karena banyak sekali faktor yang mempengaruhi tekanan darah.

Oleh karena itu, diperlukan observasi lebih lanjut terhadap tekanan darah pasien untuk

memastikan apakah pasien benar – benar menderita hipertensi ataupun tidak.

V. Resume

Seorang pasien datang ke UGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan tidak nafsu makan

sejak 4 hari SMRS. Selain itu juga, pasien merasa adanya mual, tetapi menyangkal pernah

muntah.

Pasien juga mengeluh batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuk tidak berdahak. Dalam 2

minggu terakhir batuk yang dialami pasien semakin parah dan pasien pernah batuk dengan

mengelurkan dahak yang berwarna kehijauan. Pasien juga mengeluh adanya sesak nafas

sejak 2 minggu SMRS. Sesak timbul tiba – tiba dan dirasakan terus menerus. Pada waktu

sesak nafas, tidak terdengar bunyi “ngiik”. Sesak nafas yang dirasakan tidak dipengaruhi

Page 16: 231785604 proyek-case

oleh posisi. Sesak nafas dirasakan membaik setelah pasien pergi berobat ke klinik didekat

rumah pasien untuk di uap dan diberikan obat – obatan. Riwayat asma sejak kecil.

Pada waktu serangan sesak yang terjadi 2 minggu yang lalu, pasien juga mengeluh

adanya demam. Demam yang dirasakan timbul mendadak, dan tidak naik – turun. Demam

yang dirasakan pasien juga sangat tinggi, hingga pasien menggigil. Selain itu juga, pasien

mengaku adanya keluhan sering berkeringat pada malam hari. Pasien juga mengeluh

adanya rasa lemas dan penurunan nafsu makan serta penurunan berat badan sejak 1 bulan

yang lalu, tetapi penurunan nafsu makan pada pasien bertambah berat pada 4 hari terakhir,

sehingga anak pasien memutuskan membawa pasien untuk berobat ke RS. Pasien tinggal di

lingkungan padat penduduk dengan kondisi ventilasi serta pencahayaan di dalam rumah

yang kurang baik.

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien yang tampak sakit

sedang, postur tubuh pasien yang astenikus dengan status gizi tampak gizi kurang. Selain

itu tekanan darah pasien menunjukan angka 170/90 mmHg. Adanya konjungtiva anemis,

tampak bibir kering, lidah tampak kotor, mukosa mulut yang hiperemis, adanya

pembesaran KGB submandibula pada kedua sisi. Sedangkan pada auskultasi paru

ditemukan rhonkhi pada kedua lapang paru. Dilihat dari hasil lab, ditemukan bahwa kadar

Hb = 11,3 g/dl, GDS = 189 mg/dl, Na = 133 mmol/L, K = 3,4 mmol/L, Cl = 94 mmol/L,

Ca = 7,8 mg/dl. Albumin = 2,2 g/gl. Dari hasil Ekg didapatkan adanya ST elevasi.

Sedangkan dari foto Thoraks didapatkan adanya bercak infiltrate serta cavitas pada kedua

lapang paru.

Page 17: 231785604 proyek-case

VI. Follow up

Tanggal S O A P

2/6/201

4

= Data dasar Kesadaran : CM

TD : 170/90

N : 120 x/ menit

S : 36,7ºC39,5

RR : 22 x/menit

Lab :

- Hb = 11,3 g/dl

- GDS = 189 mg/dl

- Na = 133 mmol/L

- K = 3,4 mmol/L

- Cl = 94 mmol/L

- Ca = 7,8 mg/dl

1. Low intake

2. Geriatri

3. Susp.Tb Paru

4. Hiperglikemia

5. Hipertensi grade II

6. Hiponatremia

7. Hipokalemia

8. Hipoclorinemia

9. Hipokalsemia

-Nacl 0,9 % (1) :

Aminofluid (2)

-Ambroxol sy 3 x cth

1

-Ranitidin 2x1amp

- Tab PCT 3 x 500 k/p

- Amlodipin

1 x 10 mg

3/6/201

4

= Data dasar Kesadaran : CM,TSB

TD : 170/90

N : 120 x/ menit

S : 36,7ºC39,5

RR : 22 x/menit

Ro.Thoraks:

Tb. Paru Duplex

1. Low intake

2. Geriatri

3. Tb Paru

4. Hiperglikemia

5. Hipertensi grade II

6. Hiponatremia

7. Hipokalemia

8. Hipoclorinemia

9. Hipokalsemia

-Cairan RD (1) : Nacl

+ lasal 2cc (2)

-Ambroxol sy 3 x cth

1

-Ranitidin 2x1amp

- Tab PCT 3 x 500 k/p

- Ca Glukonas 2 x 1

Amp

- Aspar K 3 x 1

- Rifampisin

1 x 300mg

- INH 1 x 300 mg

- Etambutol

2 x 500 mg

Page 18: 231785604 proyek-case

4/6/201

4

Penurunan

kesadaran,

demam,

menggigil,

batuk jarang

Kesadaran : Somnolen

TD : 120/70

N : 88 x/ menit

S : 37,7ºC

RR : 30 x/ menit

pulmo: Stridor +/+, Wh +/+

Laboratorium :

Albumin = 2,2 g/dl

Ekg = ST elevasi

SGOT / SGPT ; dbn

1. Low intake

2. Geriatri

3. Tb Paru

4. Hiperglikemia

5. Hiponatremia

6. Hipokalemia

7. Hipoclorinemia

8. Hipokalsemia

9. Hipoalbuminemia

10. Susp.MCI

Triway :

1. Aminofluid : RD /

12 jam

2. Nacl 0,9 % / 12 jam

-Ambroxol sy

3 x cth 1

-Ranitidin 2x1amp

- Tab PCT 3 x 500 k/p

- Ca Glukonas 2 x 1

Amp

- Aspar K 3 x 1

- Rifampisin

1 x 300mg

- INH 1 x 300 mg

- Etambutol

2 x 500 mg

- NGT

5/6/201

4

Sesak

berkurang,

benjolan

mengecil,

Kesadaran : CM

TD : 130/ 70 mmHg

N : 84 x/menit

S : 38ºC

RR : 20x/menit

Cor : dbn

Pulmo : dbn

Lab :

GDS : 260 mg/dl

1. Low intake

2. Geriatri

3. Tb Paru

4. DM tipe 2

5. Hiponatremia

6. Hipokalemia

7. Hipoclorinemia

8. Hipokalsemia

9. Hipoalbuminemia

Triway :

3. Aminofluid : RD /

12 jam

4. Nacl 0,9 % / 12 jam

-Ambroxol sy

3 x cth 1

-Ranitidin 2x1amp

- Tab PCT 3 x 500 k/p

- Ca Glukonas 2 x 1

Amp

- Aspar K 3 x 1

- Rifampisin

Page 19: 231785604 proyek-case

1 x 300mg

- INH 1 x 300 mg

- Etambutol

2 x 500 mg

- NGT

6/6/14 Bengkak

dileher

mengecil,

batuk

membaik

Kesadaran : CM

TD : 130/ 70 mmHg

N : 80 x/menit

S : 35,9ºC

RR : 19 x/menit

Cor : dbn

Pulmo : dbn

Lab:

Hb = 10,4 g/dl

GDS : 192 165 mg /dl

K = 2,4 mmol/L

1. Low intake

2. Geriatri

3. Tb Paru

4. DM tipe 2

5. Hiponatremia

6. Hipokalemia

7. Hipoclorinemia

8. Hipokalsemia

9. Hipoalbuminemia

- Kcl 50 meq dalam

assering / 8 jam.

- Terapi lain lanjut

7/6/14 Kondisi

membak,

ketajaman

pendengaran

berkurang

Kesadaran : CM

TD : 120/ 70

N : 90x/ menit

Suhu : 36,ºC

RR : 20 x/ menit

CA +/+,

Pulmo ; rh - /+

1. Low intake

2. Geriatri

3. Tb Paru

4. DM tipe 2

5. Hiponatremia

6. Hipokalemia

7. Hipoclorinemia

8. Hipokalsemia

9. Hipoalbuminemia

- Kcl 50 meq dalam

assering / 8 jam.

- Terapi lain lanjut

8/6/14 - Kesadaran : CM

TD : 120/ 60

N : 90x/ menit

Suhu : 36,5ºC

1. Low intake

2. Geriatri

3. Tb Paru

4. DM tipe 2

+ Kcl 50 meq dam

nacl 100 cc 2 x

- Terapi lanjut

Page 20: 231785604 proyek-case

RR : 20 x/ menit

Pulmo ; rh - /+

Lab:

Ca = 8

Na = 129 mmol/L

K = 2,7 mmol/L

Cl = 91 mmol/L

5. Hiponatremia

6. Hipoclorinemia

7. Hipokalsemia

8. Susp. CAP

9/6/14 Sakit

menelan,

batuk,

ketajaman

pendengaran

berkurang.

Kesadaran : CM

TD : 120/ 70

N : 90x/ menit

Suhu : 36,2ºC

RR : 24 x/ menit

Faring: Hiperemis

KGB Submandibula :

membesar

Pulmo : Rh -/+

Lab :

Na = 132 mmol/L

K = 4,5 mmol/L

Cl = 95 mmol/L

1. Low intake

2. Geriatri

3. Tb Paru

4. DM tipe 2

5. Hiponatremia

6. Hipoclorinemia

7. Hipokalsemia

8. Susp. CAP

- kcl 50 meq dalam

nacl 100 cc- Stop

-Ambroxol sy

3 x cth 1

-Ranitidin 2x1amp

- Tab PCT 3 x 500

- Ca Glukonas 2 x 1

Amp

- Aspar K 3 x 1

- Rifampisin

1 x 300mg

- INH 1 x 300 mg

- Etambutol

2 x 500 mg

VII. Prognosis

Ad Vitam : Dubia Ad Bonam

Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam

Ad Functionam : Dubia Ad malam

TINJAUAN PUSTAKA

Page 21: 231785604 proyek-case

1. Pneumonia Komunitas dan Geriatri

A. Definisi

Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh

mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit), tidak termasuk Mycobacterium tuberculosis.

Sedangkan Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat. 1

B. Epidemiologi

Pada populasi geriatri Amerika, pneumonia masuk dalam lima besar penyebab kematian

terkait infeksi.2,3 Angka kejadian tahunan pneumonia pada pasien geriatri diperkirakan mencapai

25 – 44 kasus per 1000 penduduk.4

World Health Organization (WHO) menyebutkan, Pneumonia yang merupakan lower

respiratory tract infections (LRTI's) menduduki urutan ke-3 sebagai penyebab kematian pada

semua usia, data tahun 2004 dan insidensi Community- Acquired Pneumonia (CAP) menduduki

urutan tertinggi pada usia lanjut. Fung et. al., dalam Am J Geriatr Pharmacother tahun 2010,

memaparkan tentang berbagai hal terkait dengan faktor resiko yang dapat menyebabkan

pneumonia pada usia lanjut. Dibagi menjadi faktor eksternal / sosial, antara lain, nutrisi yang

kurang padatnya lingkungan serta kurangnya pemahaman akan pentingnya kesehatan. Faktor

yang berasal dari individu yakni komorbiditas, penggunaan obat, gangguan fungsi kognitif,

gangguan refleks batuk serta immunosenescence. Munculnya gejala dan tanda klinis yang

atipikal maupun severe illness disebabkan oleh faktor immunosenescence.

Bewick T, et, al., dalam penelitian Thorax 2012, untuk melihat prevalensi serotipe S.

Pneumoniae pada pasien dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan CAP. Peserta CAP ≥16

tahun pada September 2008 hingga 2012, didiagnosis CAP berdasarkan gejala dan tanda, foto

rontgen dan pemeriksaan penunjang lain. Positif dikatakan CAP dengan kultur darah, kultur

sputum atau deteksi antigen S. Pneumoniae pada urin. Hasilnya, 366 pasien (40%) dari total

partisipan didagnosis CAP, dengan serotipe S. Pneumoniae ditemukan pada 242 pasien (66%)

berdasarkan 40 kultur darah, 18 sputum dan 184 deteksi urin.

C. Patofisiologi

Page 22: 231785604 proyek-case
Page 23: 231785604 proyek-case

Pasien geriatri lebih mudah terinfeksi pneumonia karena adanya gangguan reflex muntah,

melemahnya imunitas, gangguan respons pengaturan suhu dan berbagai derajat kelainan

kardiopulmoner. Kelainan sistem saraf pusat dan refleks muntah juga turut berperan

mengakibatkan pneumonia aspirasi. Selain itu, kelainan kardiopulmoner secara langsung

mempengaruhi penurunan fungsi jantung dan paru.5 Gangguan respons pengaturan suhu terkait

proses penuaan meliputi gangguan respons simpatoneural - vasomotor yang terjadi bersama

gangguan produksi panas tubuh dan gangguan persepsi suhu.6

Sistem imunitas humoral tergantung pada keutuhan fungsi limfosit B. Pasien geriatri

memiliki banyak gangguan sistemik yang dapat mengganggu fungsi limfosit B sehingga

menurunkan produksi antibodi. Gangguan ini juga menjadi faktor predisposisi infeksi

mikroorganisme patogen yang merupakan penyebab umum pneumonia bakterial.5

Sekali mikroorganisme pathogen berada di alveolus, mediator proinflamasi akan dilepaskan dan

respons inflamasi terpicu sehingga menimbulkan manifestasi klinis.2

Respons imun terhadap infeksi bakteri

Bakteri ekstraseluler dapat hidup dan berkembang biak di luar sel pejamu, misalnya pada

sirkulasi, jaringan ikat, lumen saluran napas dan saluran cerna. Penyakit yang ditimbulkan oleh

bakteri ekstraseluler dapat berupa inflamasi yang menimbulkan destruksi jaringan di tempat

infeksi dengan membentuk radang supuratif.7

Komponen imunitas alami yang utama terhadap bakteri ekstraseluler adalah komplemen,

fagosit dan respons infl amasi. Bakteri yang mengekspresikan manosa pada permukaannya,

dapat diikat lektin yang homolog dengan C1q, sehingga mengaktifkan komplemen melalui jalur

lektin, meningkatkan opsonisasi dan fagositosis. Produk dari aktivasi komplemen berperan

dalam mengerahkan dan mengaktifkan leukosit. Fagosit yang teraktivasi melepaskan sitokin

yang menginduksi infiltrasi leukosit ke tempat infeksi, menginduksi panas dan sintesis acute

phase protein. Antibodi merupakan komponen imunitas humoral utama terhadap bakteri

ekstraseluler yang berfungsi untuk menyingkirkan mikroba dan menetralkan toksinnya melalui

berbagai mekanisme. Sel T helper (Th) 2 memproduksi sitokin yang merangsang respons sel B,

aktivasi makrofag dan inflamasi.

Respons imun terhadap infeksi jamur

Resistensi alamiah terhadap jamur pathogen tergantung fagosit. Neutrofi l merupakan sel

Page 24: 231785604 proyek-case

paling efektif, terutama terhadap kandida dan aspergilus. Jamur merangsang produksi sitokin,

seperti interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosing factor-α (TNF-α) yang meningkatkan ekspresi

molekul adhesi di endotel setempat sehingga meningkatkan infiltrasi neutrofi l ke tempat infeksi.

Makrofag merupakan pertahanan pertama terhadap spora jamur yang terhirup dengan

membentuk granuloma melalui aktivasi Th1. Natural killer cell (sel NK) diaktivasi oleh TNF

dan interferon-γ (IFN-γ) untuk melepaskan granul yang mengandung sitolisin yang dapat

membunuh jamur.

Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan sekresi kulit berperan

dalam imunitas alami. Efektor utamanya adalah neutrofi l dan makrofag. Neutrofi l diduga

melepas bahan fungisidal seperti reactive oxygen intermediate (ROI) dan enzim lisosom.7

Perubahan sistem imun dalam mekanisme pertahanan paru pada geriatri

Studi pada subjek manusia sehat menyimpulkan bahwa penambahan usia membawa

perubahan penting pada respons imun alami dan adaptif, disebut immunosenescence.

Konsekuensi klinis immunosenescence meliputi peningkatan kerentanan terhadap infeksi,

keganasan dan penyakit autoimun, penurunan respons vaksinasi serta gangguan proses

penyembuhan luka pada pasien geriatrik.8

Dampak proses penuaan terhadap imunitas alami

Perubahan imunitas sistemik yang berkaitan dengan usia lanjut dapat diamati dari perubahan-

perubahan pada imunitas alami dan imunitas adaptif. Imunitas alami adalah elemen kunci

respons imun terdiri dari beberapa komponen seluler seperti makrofag, sel NK dan neutrofi l

yang menjadi pertahanan lini pertama terhadap invasi mikroba patogen. Fungsi sel-sel tersebut

menurun sejalan usia. Walaupun produksinya meningkat pada pasien geriatri, kemampuan

makrofag mensekresi TNF yang merupakan sitokin proinflamasi utama telah berkurang.9

D. Etiologi

Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan bakteri Gram

positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia

menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia

komuniti adalah bakteri Gram negatif.1

Page 25: 231785604 proyek-case

Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan,

Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan bahan dan metode

pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut :

o Klebsiella pneumoniae 45,18%

o Streptococcus pneumoniae 14,04%

o Streptococcus viridans 9,21%

o Staphylococcus aureus 9%

o Pseudomonas aeruginosa 8,56%

o Steptococcus hemolyticus 7,89%

o Enterobacter 5,26%

o Pseudomonas spp 0,9%

E. Diagnosis

Diagnosis pneumonia dapat ditegakan apabila terdapat infiltrat baru atau perubahan

infiltrat progresif pada foto toraks, dengan disertai sekurang – kurangnya 1 gejala mayor atau 2

gejala minor berikut:

Gejala Mayor: batuk, sputum produktif ,demam (suhu>37,80c)

Gejala Minor: sesak napas, nyeri dada, konsolidasi paru pada pemeriksaan fisik, jumlah leukosit

>12.000/mL

Pneumonia pada usia lanjut seringkali memberikan gejala yang tidak khas. Selain batuk

dan demam pasien tidak jarang datang dengan keluhan gangguan kesadaran (delirium), tidak

mau makan, jatuh, dan inkontinensia akut.

Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala klinis pemeriksaan fisis,

foto toraks dan laboratorium. Diagnosis pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto

toraks terdapat infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau lebih gejala di bawah

ini :1

• Batuk-batuk bertambah

• Perubahan karakteristik dahak / purulen

• Suhu tubuh > 380C (aksila) / riwayat demam

• Pemeriksaan fisis : ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan ronki

• Leukosit > 10.000 atau < 4500

Page 26: 231785604 proyek-case

Penilaian derajat Keparahan penyakit

Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat dilakukan dengan menggunakan

sistem skor menurut hasil penelitian Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti

tabel di bawah ini :

Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan PORT

Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau lebih' kriteria di bawah ini.

Kriteria minor:

• Frekuensi napas > 30/menit

• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg

Page 27: 231785604 proyek-case

• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

• Tekanan sistolik < 90 mmHg

• Tekanan diastolik < 60 mmHg

Kriteria mayor adalah sebagai berikut :

• Membutuhkan ventilasi mekanik

• Infiltrat bertambah > 50%

• Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)

• Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada penderita riwayat penyakit ginjal

atau gagal ginjal yang membutuhkan dialisis

Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk indikasi rawat inap pneumonia

komuniti adalah :

1. Skor PORT lebih dari 70

2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu dirawat inap bila dijumpai salah satu

dari kriteria dibawah ini.

Frekuensi napas > 30/menit

Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg

Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral

Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus

Tekanan sistolik < 90 mmHg

Tekanan diastolik < 60 mmHg

3. Pneumonia pada pengguna NAPZA

Kriteria perawatan intensif:

Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah penderita yang

mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu (membutuhkan ventilasi mekanik dan

membutuhkan vasopressor >4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2

kurang dari 250 mmHg, foto toraks parumenunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik <

90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk perawatan

Ruang Rawat Intensif.

Page 28: 231785604 proyek-case

F. Penatalaksanaan

Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila

keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada

tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan

mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin. Yang

termasuk dalam faktor modifikasis adalah: (ATS 2001)

a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin

• Umur lebih dari 65 tahun

• Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir

• Pecandu alkohol

• Penyakit gangguan kekebalan

• Penyakit penyerta yang multipel

b. Bakteri enterik Gram negatif

• Penghuni rumah jompo

• Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru

• Mempunyai kelainan penyakit yang multipel

• Riwayat pengobatan antibiotik

c. Pseudomonas aeruginosa

• Bronkiektasis

• Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari

• Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir

• Gizi kurang

Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:

a. Penderita rawat jalan

• Pengobatan suportif / simptomatik

- Istirahat di tempat tidur

- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi

- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun panas

- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran

Page 29: 231785604 proyek-case

Pemberian antiblotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa

Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit

- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam

c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif

• Pengobatan suportif / simptomatik

- Pemberian terapi oksigen

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit Pemberian obat

simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik

• Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam

• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik

Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat kegawatannya, bila dapat

distabilkan maka penderita dirawat map di ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress

maka penderita dirawat di Ruang Rawat Intensif.

Page 30: 231785604 proyek-case
Page 31: 231785604 proyek-case

Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan / memburuk maka pengobatan

disesuaikan dengan bakteri penyebab dan uji sensitiviti.

Page 32: 231785604 proyek-case

Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan obat suntik ke oral

dilanjutkan

dengan berobat jalan, hal ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi

nosokomial.

Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang diberikan

secara iv dan

antibiotik oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah

digunakan.

Page 33: 231785604 proyek-case

Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama), switch over (obat

berbeda,

potensi sama) dan step down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).

• Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin

• Contoh switch over : seftasidin iv ke siprofloksasin oral

• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim oral.

Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian pada hari ke 4 diganti obat

oral dan penderita dapat berobat jalan.

Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia komuniti :

• Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi

• Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna

• Penderita sudah tidak panas ± 8 jam

• Gejala klinik membaik (mis : frekuensi pernapasan, batuk)

• Leukosit menuju normal/normal

Evaluasi pengobatan

Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24 - 72 jam tidak ada perbaikan, kita

harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan

bakteri penyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 1.

Page 34: 231785604 proyek-case

G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi :Efusi pleura, empiema, abses paru, pneumotoraks, gagal

napas, sepsis.

H. Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita, bakteri penyebab

dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat

mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita

pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita yang

dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease Society Of America ( IDSA )

angka kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan

kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal

ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti dengan

peningkatan risiko kelas.Di RS Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998

adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20

35%.

Page 35: 231785604 proyek-case

I. Pencegahan

• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok

• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza)

sampai saat ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin tersebut

diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes,

penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun.

Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu

hipersensitiviti tipe 3.

2. TBC Paru

A. Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobakterium

tuberkulosa. 10

B. Etiologi

Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang

dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam

lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan

terhadap asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap

gangguan kimia dan fisis2. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin

(dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat

dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis aktif

lagi11. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.

Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid.

Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi jaringan yang tinggi

kandungan oksigennya12. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari

bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberculosis.

Page 36: 231785604 proyek-case

C. Faktor risiko

D. Manifestasi klinis

Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk berdahak kronis,

demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas, nyeri dada, dan penurunan nafsu

makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas penderita bahkan kematian.

Page 37: 231785604 proyek-case

Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:

Page 38: 231785604 proyek-case

Klasifikasi TBC berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum

a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :

i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA positif dan kelainan radiologi

menunjukkan ganbaran tuberculosis aktif

iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan radiologis

menunjukkan tuberkulosis aktif

ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan Myccobacterium tuberculosis

positif.

Klasifikasi TBC berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:

1). Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang

dari satu bulan (4 minggu).

2). Kasus kambuh (Relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau

kultur).

3). Kasus setelah putus berobat (Default )

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus berobat 2 bulan atau

lebih dengan BTA positif atau BTA negatif.

4). Kasus setelah gagal (Failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada

bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

5). Kasus Pindahan (Transfer In)

Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan

Page 39: 231785604 proyek-case

pengobatannya.

6). Kasus lain:

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus

Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori:

1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat seperti meningitis, TB

milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis dengan gangguan neurologik dan lain-lain.

2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).

3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB diluar paru selain

kategori I.

4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.

E. Alur Diagnosis TBC

Page 40: 231785604 proyek-case

F. Penatalaksanaan

Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif 2-3 bulan dan fase

lanjutan 4 atau 7 bulan.13 Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah

kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya

resistensi kuman terhadap OAT.14

Obat Anti Tuberkulosis

Obat yang dipakai :

1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah :

INH, Rifampisin, Pirazinamid, Etambutol, Streptomisin.

2) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

Kanamisin, PAS (para amino salicylic acid), Ofloksasin, Tiasetazon, Etionamid,

Sikloserin, Protionamid, Viomisin, Kapreomisin, Amikasin, Norfloksasin, Levofloksasin,

Klofazimin.15

Kemasan :

1) Obat tunggal : obat disajikan secara terpisah.

2) Obat kombinasi dosis tetap/KDT (Fixed Dose Combination-FDC)

Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari 3 atau 4 obat dalam satu tablet. In ternational union

Againts Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarankan untuk

menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam pengobatan TB

primer pada tahun 1998. Dosis obat kombinasi tetap berdasarkan WHO seperti terlihat

pada table berikut

Page 41: 231785604 proyek-case

Obat kombinasi dosis tetap mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:

a) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat

dan mengurangi efek samping.

b) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi

obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep

c) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi

sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.

d) Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan

standar14

Paduan obat Anti Tuberkulosis

Menurut buku Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia pengobatan

tuberkulosis dibagi menjadi :13

1) Pasien kasus baru TB paru dengan BTA positif, dan TB dengan BTA negatif beserta

gambaran foto toraks lesi luas (termasuk luluh paru).

Paduan obat yang dianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3atau 2RHZE/6HE

Pengobatan fase inisial resimennya 2HRZE, maksudnya Rifampisin (R), Isoniazid (H),

Pirazinamid (Z) dan Etambutol (E) diberikan setiap hari selama dua bulan. Kemudian

diteruskan ke fase lanjutan 4RH atau 4R3H3 atau 6HE, maksudnya Rifampisin dan Isoniazid

diberikan selama empat bulan setiap hari atau tiga kali seminggu, atau

diberikan selama 6 bulan. Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan

disesuaikan dengan hasil uji resistensi.

2) Pasien baru TB paru dengan BTA negatif beserta gambaran foto toraks lesi minimal.

Panduan obat yang dianjurkan : 2RHZE/4RH atau 2RHZE/4R3H3 atau 6RHE

3) Pasien TB paru kasus kambuh.

Page 42: 231785604 proyek-case

Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai

dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan RHE

selama 5 bulan.

4) Pasien TB paru kasus gagal pengobatan.

Paduan obat yang dianjurkan : 2RHZES/1RHZE/5RHE.

Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan : 3-6

bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin,

etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan fase awal dapat diberikan

2RHZES/1RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat

hasil uji resistensi dapat diberikan RHE selama 5 bulan.

5) Pasien TB kasus putus obat.

Paduan obat yang disediakan oleh Program Nasional TB : 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3.

Pasien TB paru kasus lalai berobat akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan

kriteria berikut :

a) Berobat < 4 bulan

Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat

dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Bila BTA negatif, gambaran foto

toraks positif, TB aktif pengobatan diteruskan.

b) Berobat ≥ 4 bulan

Bila BTA saat ini negatif, klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka

pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiolologi aktif, lakukan analisis lebih

lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan

penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan

paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Bila BTA

saat ini positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan

jangka waktu pengobatan yang lebih lama.

6) Pasien TB paru kasus kronik.

a) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi berikan RHZES.

Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal

terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah dengan obat lini 2 seperti

kuinolon, betalaktam, makrolid, dan lain-lain. Pengobatan minimal selama 18 bulan.

Page 43: 231785604 proyek-case

b) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup

c) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.

f) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.

Sedangkan menurut buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis

pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi :14

1) Kategori-1 (2HRZE/ 4R3H3) Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

a) Pasien baru TB paru BTA positif.

b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

c) Pasien TB ekstra paru

2) Kategori -2 (2RHZES/ RHZE/5R3H3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

a) Pasien kambuh

b) Pasien gagal

c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Efek samping obat dan penatalaksanaannya

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat

diatasi dengan obat simptomats maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.14

Page 44: 231785604 proyek-case
Page 45: 231785604 proyek-case

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”: Jika seorang pasien

dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab

lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal

tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu

kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit

tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.14

Page 46: 231785604 proyek-case

Daftar Pustaka

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia komuniti, pedoman dan

penatalaksanaan di Indonesia.. Balai Penerbit FK UI, 2003.

2. Marrie TJ. Pneumonia. In: Halter JB, Ouslander JG, Tinetti ME, Studenski S, High KP,

Asthana S. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology, 6th ed. McGraw Hill, 2009;

126: 1531-45.

3. Hoyert DL, Kung HC, Smith BL. Deaths preliminary data for 2003. Natl Vital Stat. Rep

2005; 53(15): 1-48.

4. Janssens JP, Krause KH. Pneumonia in the very old. Lancet Infect Dis 2004; 4(2): 112-24

5. Cunha BA. Pneumonia in the elderly. Clin Microbiol Infect 2001; 7: 581-88.

6. Frank SM, Raja SN, Bulcao C, Goldstein DS. Age-related thermoregulatory diff erences

during core cooling in humans. Am J Physiol Regul Integr Comp Physiol 2000; 279:

R349-R354

7. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Imunologi infeksi. Dalam: Baratawidjaja KG, Rengganis

I. Imunologi Dasar, ed 9. Balai Penerbit FK UI, 2010; 15: 399-449.

8. Busse PJ. Age-related changes in immune function: Eff ect on airway infl ammation. J

Allergy Clin Immunol 2010; 691-99.

9. Ongradi J, Kovesdi V. Factors that may impact on immunosenescence: appraisal.

Immunity and Ageing 2010; 7: 7.

10. Aru W. Sedoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan Penyakit

Dalam FKUI.2006

11. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis Paru. FKUI

Jakarta, 1985.

12. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis dan

Pentalaksanaan di Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra Grafka, 2006.

14. Abdul A, et all. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis ed 2. Jakarta :

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007.

15. Aru W, Bambang S, Idrus A et all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam vol.2 ed.4.

Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2006.