21393467-Referat-Disentri

download 21393467-Referat-Disentri

of 24

description

mm

Transcript of 21393467-Referat-Disentri

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Disentri merupakan tipe diare yang berbahaya dan seringkali

    menyebabkan kematian dibandingkan dengan tipe diare akut yang lain. Penyakit

    ini dapat disebabkan oleh bakteri (disentri basiler) dan amoeba (disentri amoeba)

    (1). Di Amerika Serikat, insiden disentri amoeba mencapai 1-5% sedangkan

    disentri basiler dilaporkan kurang dari 500.000 kasus tiap tahunnya. Sedangkan

    angka kejadian disentri amoeba di Indonesia sampai saat ini masih belum ada,

    akan tetapi untuk disentri basiler dilaporkan 5% dari 3848 orang penderita diare

    berat menderita disentri basiler. (2)

    Di dunia sekurangnya 200 juta kasus dan 650.000 kematian terjadi akibat

    disentri basiler pada anak-anak di bawah umur 5 tahun. Kebanyakan kuman

    penyebab disentri basiler ditemukan di negara berkembang dengan kesehatan

    lingkungan yang masih kurang. Disentri amoeba tersebar hampir ke seluruh dunia

    terutama di negara yang sedang berkembang yang berada di daerah tropis. Hal ini

    dikarenakan faktor kepadatan penduduk, higiene individu, sanitasi lingkungan dan

    kondisi sosial ekonomi serta kultural yang menunjang. Penyakit ini biasanya

    menyerang anak dengan usia lebih dari 5 tahun. (2)

    Spesies Entamoeba menyerang 10% populasi didunia. Prevalensi yang

    tinggi mencapai 50 persen di Asia, Afrika dan Amerika selatan(6). Sedangkan pada

    shigella di Ameriksa Serikat menyerang 15.000 kasus. Dan di Negara-negara

    1

  • berkembang Shigella flexeneri dan S. dysentriae menyebabkan 600.000 kematian

    per tahun. (7)

    I.2 Tujuan Penulisan

    Untuk dapat mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi dan

    gejala klinis sehingga dapat menegakkan diagnosis disentri serta

    penatalaksanaannya secara tepat.

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 Definisi

    Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron

    (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala

    buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang

    air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar

    (tenesmus). (2)

    Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan

    sakit perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang

    bercampur lendir dan darah. (3)

    Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang

    menyebabkan tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang

    disebut sebagai sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai

    dengan tenesmus, 2) berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. (4)

    II.2 Epidemiologi

    Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang

    dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di

    Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di

    catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang

    3

  • disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di

    beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999,

    dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella.

    Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi

    terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan

    host dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan

    minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat

    hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat

    dan kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.

    II.3 Etiologi

    Etiologi dari disentri ada 2, yaitu : (2)

    Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.

    Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili

    enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri,

    S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei

    adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan

    tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat

    terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki

    kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi

    dalam jumlah 102-103 organisme. Penyakit ini kadang-kadang bersifat

    ringan dan kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek

    akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis

  • mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja,

    perut terasa sakit dan tenesmus.

    Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.

    E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

    mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila

    kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara

    membentuk koloni di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga

    menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk

    trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista.

    Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran

    < 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal

    dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila

    pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja.

    Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding

    usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat

    mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit

    komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di

    dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit

    (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab

    terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di

    luar tubuh manusia.

    Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.

    Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung

    5

  • jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar

    tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard

    di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di

    sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. (6)

    II.4 Patogenesis dan Patofisiologi

    a. Disentri basiler

    Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan

    yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai

    eksudat inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.

    Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka

    dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air,

    makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung

    dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang

    biak didalamnya. (2)

    Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum

    terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah

    sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal

    ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi

    biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel

    limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang

    dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus

    bergaung.

  • S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain

    ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik,

    dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen

    sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan

    menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang

    khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5

    cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil.

    Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum. (6)

    b. Disentri Amuba

    Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar

    dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan

    menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai

    saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien,

    sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.

    Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan

    lisozim yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus.

    Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi

    di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi

    ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang

    minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di

    semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya

    adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.(2)

    7

  • II.5 Gejala Klinis

    a. Disentri Basiler

    Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari

    sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare

    disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja

    masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. (6)

    Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai

    yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti

    pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang

    berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya

    timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan

    lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi,

    renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul

    rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka

    menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat

    (hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti

    gejala kolera atau keracunan makanan.

    Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan

    koma uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan

    pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat

    misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik

    secara perlahan-lahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama.

    Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya

  • lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan

    pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda

    dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara

    menahun. Kejadian ini jarang sekali bila mendapat pengobatan yang baik. (2)

    b. Disentri Amuba

    Carrier (Cyst Passer)

    Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan

    karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke

    dinding usus.

    Disentri amoeba ringan

    Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya

    mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat

    timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja

    bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid,

    jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi

    ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan

    (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.

    Disentri amoeba sedang

    Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan,

    tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya

    disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan

    disertai hepatomegali yang nyeri ringan.

    Disentri amoeba berat

    9

  • Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare

    disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C-40,50C)

    disertai mual dan anemia.

    Disentri amoeba kronik

    Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare

    diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan

    berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala

    neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam

    atau makanan yang sulit dicerna. (6)

    II.6 Pemeriksaan Penunjang

    Disentri amoeba

    Pemeriksaan tinja

    Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat

    penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk

    pemeriksaan mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan

    pemeriksaan berulang-ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan

    sebelum pasien mendapat pengobatan.

    Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari

    bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan

    langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya

    terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,

    sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan

  • lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak.

    Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode

    konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng

    sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin

    kista akan mengendap.

    Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan

    tinja yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang

    mengandung darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang

    masih bergerak aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang

    seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di

    dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.

    (2)

    Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi

    Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan

    gejala disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba.

    Akan tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini

    akan didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat

    kekuningan, mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. (2)

    Foto rontgen kolon

    Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali

    ulkus tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon

    dengan barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak

    filling defect yang mirip karsinoma. (2)

    11

  • Pemeriksaan uji serologi

    Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati

    amebik dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan

    (invasif). Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri

    amoeba dan negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita

    amebiasis aktif, tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.(2)

    Disentri basiler

    Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman

    penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier

    diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil

    shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.

    Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif,

    tetapi belum dipakai secara luas.

    Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian

    besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang

    dihasilkan E.coli.

    Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan

    daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.

    Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,

    maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan

    positif pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi

    sangat kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang

    dipakai.

  • Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan

    ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi

    berada di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen

    proksimal usus besar. (2)

    II.7 Diagnosis Banding

    Diagnosis banding untuk disre darah adalah :

    Disentri amuba

    Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak

    ada/jarang. Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit

    berbatas. Tinja biasanya besar, terus menerus, asam, berdarah, bila

    berbentuk biasanya tercampur lendir. Lokasi tersering daerah sekum

    dan kolon asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus yang ditimbulkan

    dengan gaung yang khas seperti botol.

    Disentri basiler

    Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya

    toksemia, tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja

    biasanya kecil-kecil, banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan

    berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang terserang

    biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang ileum. Biasanya daerah

    yang terserang akan mengalami hiperemia superfisial ulseratif dan

    selaput lendir akan menebal.

    Eschericiae coli

    13

  • Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)

    Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan

    menginvasi epitel usus sehingga menyebabkan kematian sel

    dan respon radang cepat (secara klinis dikenal sebagai kolitis).

    Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller,

    ulserasi atau perdarahan dan infiltrasi leukosit

    polimorfonuklear dengan khas edem mukosa dan submukosa.

    Manifestasi klinis berupa demam, toksisitas sistemik, nyeri

    kejang abdomen, tenesmus, dan diare cair atau darah.

    Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

    Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan

    penyakit diare sendiri atau dengan nyeri abdomen. Diare pada

    mulanya cair tapi beberapa hari menjadi berdarah (kolitis

    hemoragik). Meskipun gambarannya sama dengan Shigelosis

    yang membedakan adalah terjadinya demam yang merupakan

    manifestasi yang tidak lazim. Beberapa infeksi disertai dengan

    sindrom hemolitik uremik.

    II.8 Diagnosis

    Disentri basiler

    Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan

    keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja

    menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan

    diagnosis dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada

    fase akut infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.

    Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis

    ulserosa. Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan

  • perbaikan klinis yang bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik

    yang adekuat. (6)

    Disentri amuba

    Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amebiasis

    tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri.

    Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit).

    Akan tetapi ditemukannya amoeba bukan berarti meyingkirkan

    kemungkinan penyakit lain karena amebiasis dapat terjadi bersamaan

    dengan penyakit lain. Oleh karena itu, apabila penderita amebiasis yang

    telah menjalani pengobatan spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut,

    perlu dilakukan pemeriksaan lain, misalnya endoskopi, foto kolon dengan

    barium enema atau biakan tinja.

    Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan

    neoplasma. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan

    neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus dapat membedakannya

    dengan abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya

    pungsi abses. (2)

    II.9 Komplikasi

    Disentri amoeba

    Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun

    ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi : (2)

    15

  • Komplikasi intestinal

    Perdarahan usus. Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus

    besar dan merusak pembuluh darah.

    Perforasi usus. Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular

    dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi.

    Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.

    Ameboma. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi

    terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan

    rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.

    Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan

    tindakan operasi segera.

    Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat

    terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.

    Komplikasi ekstraintestinal

    Amebiasis hati. Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling

    sering terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah

    infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan

    dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening.

    Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati

    kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung

    menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah

    vena porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan.

    Abses berisi nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan

  • (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah.

    Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan

    cairan empedu.

    Abses pleuropulmonal. Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses

    hati. Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini.

    Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus

    besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batuk-

    batuk dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.

    Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi

    ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat

    jarang terjadi.

    Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar

    dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding

    perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal

    dari anus.

    Disentri basiler

    Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang

    berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan

    dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi

    buruk. Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic

    uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin

    yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu

    pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-

    17

  • tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24

    jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan

    gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari

    50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-100.000/mikro liter), hiponatremia,

    hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati,

    perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.

    Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada

    masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat

    terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit

    polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis

    dapat berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula

    terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada

    usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini

    jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang

    toksik namun hal ini jarang sekali terjadi.

    Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi

    juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi.

    Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat.

    Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa

    tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat

    timbul adalah bisul dan hemoroid. (2)

    II.10 Pengobatan

  • Disentri basiler

    Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,

    mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat

    diberikan antibiotika.

    Cairan dan elektrolit

    Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan

    rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan

    terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan

    cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi

    jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau

    pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu

    tanpa gula mulai dapat diberikan.

    Diet

    Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5

    kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.

    Pengobatan spesifik

    Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien

    diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan

    perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,

    antibiotika diganti dengan jenis yang lain.

    Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan

    tetrasiklin hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten

    terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman

    19

  • terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis

    4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-

    sulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari.

    Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena

    tidak efektif.

    Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon

    seperti siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik

    untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai

    adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1

    gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian

    siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita

    hamil.

    Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman

    S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam

    nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada

    antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri

    basiler.

    Disentri amuba

    Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali

    perhari selama 20 hari.

    Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali

    selama 5 hari.

  • Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg

    tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama

    5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.

    Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg

    tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari

    selama 2 hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1

    mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. (6)

    II.11 Prognosis

    Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan

    pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan.

    Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa

    komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba.

    Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan

    pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian

    rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun

    dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang

    rendah. (2)

    II.12 Pencegahan

    Disentri amoeba

    Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat

    kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air

    minum sebaiknya dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan

    21

  • 500C selama 5 menit.

    Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier.

    Carrier dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang

    berhubungan dengan makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk

    pencegahan. Pemberian kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi

    daerah endemis tidak dianjurkan. (2)

    Disentri basiler

    Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri

    basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang

    bersih seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak

    terkontaminasi, penggunaan jamban yang bersih. (2)

  • BAB III

    KESIMPULAN

    Disentri merupaka peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut

    dan buang air besar encer yang bercampur lendir dan darah.

    Etiologi dari disentri ada 2, yaitu disenstri basiler yang disebabkan oleh

    Shigella,sp. Dan disentri amuba yang disebabkan oleh Entamoeba hystolitica.

    Manifestasi klinis disentri basiler berupa diare berlendir, alkalis, tinja kecil-kecil

    dan banyak, darah dan tenesmus serta bila tinja berbentuk dilapisi lendir.

    Manifestasi klinis disentri amuba berupa tinja biasanya besar, asam, berdarah dan

    tenesmus jarang.

    Diagnosis dari disentri dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan

    pemeriksaan lanjutan.

    23

  • DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2008. Disentri. Diakses dari http://id.wikipedia.org/

    wiki/Disentri_Amuba.

    Syaroni A., Hoesadha Y., 2006. Disentri Basiler. Buku Ajar Penyakit Dalam.

    FKUI:Jakarta.

    Hembing, 2006. Jangan Anggap Remeh Disentri. Diakses dari

    http://portal.cbn.net.id/cbprtl/cybermed.

    Simanjuntak C. H., 1991. Epidemiologi Disentri. Diakses dari

    http://www.kalbe.co.id/files/cdk.

    Oesman, Nizam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Fakultas

    kedokteran UI.: Jakarta.

    Davis K., 2007. Amebiasis. Diakses dari http://www.emedicine.com/

    med/topic116.htm.

    Kroser A. J., 2007. Shigellosis. Diakses dari http://www.emedicine.com/

    med/topic2112.htm.