Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA...

114
KEDUDUKAN HUKUM SURAT PERJANJIAN HAK ASUH ANAK DALAM CERAI TALAK (ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0343/PDT.G/2014/PA.DPK.) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: ARABBYATUL AIDAWIYAH NIM. 11150440000042 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/ 1441 H

Transcript of Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA...

Page 1: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

KEDUDUKAN HUKUM SURAT PERJANJIAN HAK ASUH

ANAK DALAM CERAI TALAK (ANALISIS PUTUSAN

NOMOR 0343/PDT.G/2014/PA.DPK.)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ARABBYATUL AIDAWIYAH

NIM. 11150440000042

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M/ 1441 H

Page 2: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang
Page 3: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang
Page 4: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang
Page 5: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

v

ABSTRAK

Arabbyatul Aidawiyah. NIM 11150440000042. KEDUDUKAN HUKUM

SURAT PERJANJIAN HAK ASUH ANAK DALAM CERAI TALAK

(ANALISIS PUTUSAN NOMOR 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.). Skripsi, Program

Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. (xv halaman dan 93 halaman).

Studi ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan surat perjanjian hak asuh

anak (hadanah) yang dibuat ketika mediasi yang dilakukan oleh pengadilan serta

untuk mengetahui pertimbangan hukum yang digunakan oleh Hakim Pengadilan

Agama Depok dalam memutuskan perkara hak asuh anak (hadanah) dalam putusan

No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normatif dengan dengan

pendekatan perundang-undangan (statute approach). Sumber data untuk

mendeskripsikan masalah utama dengan menggunakan bahan primer salinan

putusan pada Pengadilan Agama Depok hingga putusan pada tingkat kasasi, Kitab

Undang-undang Hukum Perdata dan bahan sekunder studi kepustakaan. Teknik

pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Metode

analisis yang diterapkan adalah analisis normatif, yaitu penelitian yang

mengasilkan data deskriptif analisis.

Hasil penelitian ini menjelaskan tentang kedudukan surat perjanjian hak

asuh anak yang belum mumayiz dalam fikih maupun dalam KUHPerdata. Dalam

fikih dijelaskan bahwa setelah terbentuknya perjanjian belum menjadikan

perjanjian itu mengikat. Akibat perjanjian dapat menjadikan perjanjian yang telah

terwujud menjadi tidak sah. Begitu juga dalam Pasal KUHPerdata, perjanjian dapat

dikatakan sah ketika memenuhi empat syarat. Apabila ada yang tidak terpenuhi,

maka perjanjian belum dikatakan sah. Pertimbangan hakim Pengadilan Agama

Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. mengenai kedudukan surat perjanjian hak

asuh anak pasca perceraian di mana pengasuhan anak dilakukan bersama oleh ayah

dan ibu secara permanen diperkuat oleh pertimbangan hakim Mahkamah Agung

dalam putusannya dengan memberikan hak asuh anak kepada ibu dan surat

perjanjian dinyatakan tidak sah tidak memenuhi syarat sah perjanjian menurut

KUHPerdata, meskipun dengan ditanda tanganinya surat perjanjian ini telah selaras

dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3713K/Pdt/1994 yang mengatur

kebolehan untuk membuat kesepakatan mengenai hak asuh anak pasca perceraian.

Kata Kunci : Perceraian, Perjanjian, Hadanah

Pembimbing : Fathudin, S.H.I, S.H, M.A.Hum, M.H.

Daftar Pustaka : 1974-2018.

Page 6: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta

alam, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan taufik-Nya di dunia ini,

terkhusus kepada penulis. Dengan rida Allah SWT penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul Kedudukan Hukum Surat Perjanjian Hak Asuh Anak dalam

Cerai Talak (Analisis Putusan No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.) sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Hukum Keluarga Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selawat

dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga,

sahabat dan seluruh umatnya.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis mendapat bantuan dan motivasi

dari berbagai pihak sehingga segala kesulitan dan hambatan dapat diatasi dan

tentunya dengan izin Allah SWT. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga untuk semua pihak yang telah

memberikan bantuan baik morel maupun materiel sehingga skripsi ini

terselesaikan, khususnya kepada:

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

Wakil Dekan I, II, dan III Fakultas Syariah dan Hukum.

2. Dr. Mesraini, M.Ag. Ketua Program Studi Hukum Keluarga beserta Ahmad

Chairul Hadi, M.A. Sekretaris Program Studi Hukum Keluarga, yang terus

mendukung dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan penyusunan

skripsi ini.

3. Dr. Muchtar Ali, M.Hum sebagai dosen penasehat akademik penulis, yang selalu

mendukung dan memotivasi penulis agar menyelesaikan proses penyusunan

skripsi ini.

4. Fathudin, S.HI, S.H, MA.Hum, M.H sebagai pembimbing skripsi penulis, yang

telah sabar dan terus memberikan arahannya untuk membimbing penulis dalam

proses penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Page 7: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

vii

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bantuannya

kepada penulis selama duduk di bangku perkuliahan.

6. Pimpinan dan seluruh karyawan Akademik dan Perpustakaan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memfasilitasi penulis dalam

penulis skripsi ini.

7. Peluk hangat untuk orang tua penulis yang hebat, Ayahanda Syafrizal Dt. Mudo

(Alm) dan Ibunda Yas Eni Zarti, yang tak kenal lelah untuk memberikan

dukungan serta tak henti-hentinya mendoakan penulis dalam segala kondisi

untuk menyelesaikan pendidikan ini. Kepada Abangda Artha Amanreza,

Kakanda Oktiza Devina, S.Pd, Adinda Azizul Hakim, Abanda Ipar Hernan

Gibran Ramadhan dan Kakanda Ipar Reza yang selalu bertanya kapan penulis

akan menyandang gelar sarjana sehingga penulis termotivasi dengan

kecerewetan mereka. Teristimewa untuk Om, Tante, Apak, Etek, saudara-

saudari seper-andungan yang juga selalu berisik dengan pertanyaan lulus yang

pertanyaannya membuat penulis berterima kasih karena masih setia menunggu

kelulusan penulis.

8. Keluarga IMASTHA Ciputat (Ikatan Mahasiswa Sumatera Thawalib), KMM

Ciputat (Keluarga Mahasiswa Minang) keluarga seperantauan dari ranah

Minang. Kepada Tum Kinoy (Fahmi Dzakky, S.H), Bang Ijat (Izzat Muttaqin,

S.H), Bang Ade Syamsul Falah, S.H, dan Bang Al Ahsan Sakino, S.H, Bang

Ivan Dimas Pratama, S.H selaku mentor-mentorku di PMII Komfaksyahum dan

S.H, Kak Aya, S.H, dan Kak Azka, S.H selaku mentor-mentorku di KOPRI

Komfaksyhum yang selalu membimbing dalam hal akademik dan organisasi.

Teristimewa kepada Kakak Ecy yang sudah mau mendengar semua cerita-

ceritaku.

9. Sahabat-sahabatku tersayang, khususnya kepada Muhammad Kahfi, Finza

Hasip, Depanti, Avita, Mimil, Visca, Ira Putri, Paijeh Dakwah, Helboy, Rejot,

Jabun, Adon, Waton, Sarip, seluruh sahabat Kampung Pergerakan dan Hukum

Keluarga 2015 yang selalu menghibur. Teristimewa untuk Analisa Putri, sahabat

lambe seperkasuranku yang saling mencari kala tak punya duit. Kepada Mba

Vivi dan Dede Siti, sahabat akhir seperjuangan kesana-kemari dalam

Page 8: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

viii

mempersiapkan sidang. Terkhusus untuk sahabat kecilku, Yunita Ockta

Andriani, Amd.Rad, Livia Amanda Putri, Beta Aswarni, SKM, Novia

Anggraini, Thesa Mustika, Intan Muthia Lutfi, dan Muhammad Hafiz yang

menjadi tempat berkeluh kesah. Untuk adik seperjuanganku Azkiya, Vivin,

Mitha, Fiftah, Emily, dan Dea yang selalu menanyakan perihal kelulusan

penulis.

10. Mereka yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dan

memberikan doa, semangat serta motivasi kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih perlu mendapatkan perbaikan.

Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan penulis perhatikan dengan

baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, pembaca pada

umumnya serta dicatat sebagai amal baik di sisi Allah SWT.

Jakarta, 25 Oktober 2019

Penulis

Page 9: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing

(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi

mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab

yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih

penggunaannya terbatas.

1. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar akasara Arab dan padanannya dalam aksara

Latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

ا tidak dilambangkan

B بbe

T تTe

Ts ثte dan es

J جje

{h حha dengan garis bawah

Kh خka dan ha

D دde

Dz ذde dan zet

R رer

Z سzet

Page 10: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

x

S سes

Sy شes dan ye

{s صes dengan garis bawah

{d ضde dengan garis bawah

{t طte dengan garis bawah

{z ظzet dengan garis bawah

ع

‘ koma terbalik diatas

hadap kanan

Gh غge dan ha

F فef

Q قqo

K كka

L لel

M مem

N نen

W وwe

H هha

‘ ءapostrop

Y يya

Page 11: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

xi

2. Vokal Pendek dan Vokal Panjang

Vokal Pendek Vokal Panjang

_____ ______ = a ىا = a>

_____ ______ = i ىي = i>

_____ ______ = u ىو = u>

3. Diftong dan Kata Sandang

Diftong Kata Sandang

al = )ال( ai = __ أ ي

al-sh = )الش( aw = __ أ و

wa al = )وال(

4. Tasydid (Syaddah)

Dalam alih aksara, syaddah atau tasydid dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini

tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah

kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya as-syuf‟ah,

tidak ditulis asy-syuf‟ah.

5. Ta Marbutah

Jika ta marbutah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau

diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut

diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi

huruf “t” (te) (lihat contoh 3).

Kata Arab Alih Aksara

Syarîah الشريعة

Page 12: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

xii

الشريعة االسالميةal- syarîah al-

islâmiyyah

مقارنة المذا هبMuqâranat al-

madzâhib

Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara

ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal. Berkaitan

dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia nusantara

sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama tersebut berasal dari

bahasa Arab. Misalnya Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis Nûr al-Dîn al-Rânîrî.

Istilah keislaman (serapan): istilah keislaman ditulis dengan berpedoman

kepada Kamus Besar bahasa Indonesia, sebagai berikut contoh:

No Transliterasi Asal Dalam KBBI

1 Al-Qur‟an Alquran

2 Al-Hadith Hadis

3 Mumayyiz Mumayiz

4 Nusyuz Nusyuz

5 Tafsir Tafsir

6 Fiqh

Fikih

7 Hadhanah Hadanah

Dan lain-lain (lihat KBBI)

Page 13: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ......................................................................... ix

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah.............................................................. 5

2. Pembatasan Masalah ............................................................. 6

3. Perumusan Masalah .............................................................. 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian .................................................................. 7

2. Manfaat Penelitian ................................................................ 7

D. Kajian (Review) Studi Terdahulu ................................................ 8

E. Metode Penelitian ...................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ................................................................. 12

BAB II KONSEP HADANAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN

HUKUM

A. Hadanah dalam Perspektif Fikih

1. Pengertian Hadanah ............................................................... 14

2. Dasar Hukum Hadanah .......................................................... 16

3. Rukun dan Syarat Hadanah ................................................... 18

4. Pihak yang Berhak dalam Hadanah ....................................... 19

Page 14: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

xiv

B. Hadanah dalam Perspektif Hukum

1. Hadanah dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974

............................................................................................... 22

2. Hadanah dalam Pasal 29 ayat (2) dan (3) Undang-undang No.

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak rev. Undang-

undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak ...... 23

3. Hadanah dalam Kompilasi Hukum Islam ............................. 25

C. Interpretasi Hukum oleh Hakim

4. Teori Penemuan Hukum ....................................................... 27

5. Aliran pemikiran hukum terkait dengan putusan hakim ....... 34

BAB III KONSEP PERJANJIAN DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN

HUKUM

A. Perjanjian dalam Perspektif Hukum

1. Pengertian Perjanjian/ Perikatan ......................................... 36

2. Syarat dan Ketentuan Perjanjian menurut KUHPerdata ..... 37

3. Unsur-unsur dalam Perjanjian ............................................ 41

4. Asas-asas Umum Hukum Perjanjian .................................. 42

5. Akibat Perjanjian ................................................................ 44

6. Batal dan Pembatalan Perjanjian ........................................ 44

B. Perjanjian dalam Perspektif Fikih

1. Pengertian Perjanjian (Akad) .............................................. 46

2. Rukun dan Syarat Perjanjian (Akad) .................................. 47

3. Prinsip/ Asas Perjanjian (Akad).......................................... 53

4. Berakhirnya Perjanjian (Akad) ........................................... 55

BAB IV ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEPOK

TENTANG SURAT PERJANJIAN HAK ASUH ANAK

A. Kasus Posisi ............................................................................. 57

B. Pertimbangan Hukum Hakim .................................................. 61

C. Keabsahan Perjanjian Hak Asuh Anak ................................... 80

Page 15: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

xv

D. Penegasan Hak Asuh atas/ oleh Anak ..................................... 86

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 91

B. Saran .......................................................................................... 92

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 94

LAMPIRAN

Page 16: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Direktur Pembinaan Administrasi Peradilan Agama Badan Peradilan

Agama (Badilag) Mahkamah Agung, Hasbi Hasan menuturkan bahwa dari

tahun ke tahun, angka perceraian yang ditangani pengadilan agama (PA) se-

Indonesia terus meningkat dan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Di

PA Kota Depok, sepanjang 2013 tercatat 3.000 perkara perceraian, pada 2014

meningkat 3.400 perkara perceraian, dan pada tahun 2015 tercatat 3.800

perkara.1

Perceraian yang dilakukan oleh pasangan suami dan istri akan

menimbulkan beberapa konsekuensi yang harus ditanggung. Seperti

pemberian mutah, nafkah, pembagian harta yang didapatkan selama ikatan

perkawinan berlangsung (harta gana-gini) dengan ketentuannya masing-

masing, dan hak asuh anak (hadanah).

Anak sebagai buah perkawinan merupakan elemen lain yang ikut serta

merasakan dampak dari perceraian itu sendiri, selain suami dan istri yang

berperkara. Memelihara anak adalah merawat anak-anak yang masih kecil atau

belum mumayiz, tanpa perintah daripadanya. Kemudian menyediakan

kebutuhannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan merusaknya.

Mendidik jasmani, rohani dan akalnya agar mampu berdiri sendiri menghadapi

hidup dan memikul tanggung jawab juga merupakan dari itu.2

1 Fauziah Mursid, dkk, Republika.co.id: /berita/koran/halaman-1/16/10/03/oegjc619-tingkat-

perceraian-mengkhawatirkan. (Diunduh pada 18 Juli 2019 pukul 12.30 WIB). 2 Supardi Mursalin, “Hak Hadhanah Setelah Perceraian (Pertimbangan Hak Asuh bagi Ayah

atau Ibu)”, Jurnal Mizani IAIN Bengkulu, Vol. 25, No. 25, (Agustus, 2015), h., 61.

Page 17: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

2

Aspek utama dalam penentuan hadanah yang belum mumayiz adalah

dengan melihat aspek kebaikan bagi anak itu sendiri. Pasca perceraian, Islam

menjadikan istri (ibu anak) sebagai orang yang paling berhak untuk

memelihara anak-anak yang belum mumayiz.3

Menurut para ulama, ibu adalah yang lebih berhak terhadap

pemeliharaan anaknya ketika perceraian terjadi. Namun, masa pengasuhan

tidak diberikan kepada ibu selamanya.4 Begitu juga Indonesia mengatur

masalah ini dalam Kompilasi Hukum Islam yang menekankan pada ke-

mumayiz-an (yang mencapai usia kematangan) anak. Pasal 105 Kompilasi

Hukum Islam memberikan pengasuhan anak yang belum mumayiz yang

penetapan usianya 12 tahun kepada ibunya ketika orangtua anak tersebut

bercerai. Dengan demikian, anak yang berusia diatas 12 tahun atau sudah

dianggap mumayiz, diberi pilihan untuk menentukan siapa yang dia ingin

jadikan sebagai pihak bertanggung jawab untuk mengasuhnya.5

Dalam buku terjemahan kitab Fiqh Islam Wa Adillatuhu karangan

Wahbah Zuhaili juga dijelaskan beberapa syarat utama untuk menjadi seorang

hawadhin (orang yang berhak memelihara) yaitu: balig, berakal, memiliki

kemampuan untuk mendidik anak yang di pelihara, mempunyai sifat amanah,

dan juga disyaratkan orang yang beragama Islam menurut Syafiiyah dan

Hanabilah.6

Di luar itu, di dalam Pasal 41 huruf a UU No. 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan disebutkan, akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah,

baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

3 Supardi Mursalin, Hak Hadhanah Setelah Perceraian, h., 62. 4 Asep Saepudin Jahar dkk, Hukum Keluarga, Pidana & Ekonomi (Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2013, Edisi Pertama), h., 36. 5 Asep Saepudin Jahar dkk, Hukum Keluarga, Pidana & Ekonomi, h., 37. 6 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu 10/ Wahbah az-Zuhaili; Penerjemah, Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani, 2011, Cet. Pertama), h., 66.

Page 18: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

3

perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberi

keputusan. Selanjutnya, Pasal 45 ayat (1) UU Perkawinan menyatakan, kedua

orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

Pada Pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan menyatakan, kewajiban orang tua yang

dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat

berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara

kedua orang tua putus.7 Sehingga dalam proses pengasuhan anak sebagai

akibat dari perceraian, terdapat berbagai faktor yang harus diperhatikan yang

dapat menjamin kepentingan terbaik anak. Oleh karena itu, untuk keadaan

tertentu dirasa perlu untuk membuat surat perjanjian mengenai hak asuh anak

ini dalam bentuk komunikasi yang baik untuk kepentingan anak ke depannya.

Dalam tahapan proses penyelesaian peradilan, terdapat mediasi yang

dengannya diharapkan dapat menyelesaikan perkara tanpa ada pihak yang

merasa dirugikan atau sama sama menang (win win solution).8 Dengan

demikian, dalam mediasi dapat dilakukan kesepakatan atau perjanjian yang

mengatur permasalahan ini sebelum akhirnya hakim menjatuhkan putusannya.

Dalam praktik hukum pengadilan agama, penulis menemukan

persoalan hukum perkara hadanah dalam cerai talak sepasang suami istri

sebagai berikut. Bahwa suami sebagai Warga Negara Asing dan istri sebagai

Warga Negara Indonesia telah sah menikah secara Agama Islam dihadapan

KUA. Sebelumnya suami dan istri telah terlebih dahulu memiliki 2 orang anak

diluar pernikahan sah tersebut yang kemudian telah ditetapkan oleh Pengadilan

Negeri Jakarta Selatan sebagai anak sah suami.9

7 Dinna Sabriani, hukumonline.com, Hukum Keluarga dan Waris;

/klinik/detail/ulasan/cl7013/hak-asuh-anak/ (Diakses pada 19 Juli 2018 pukul 11.20 WIB) 8 Rina Antasari, “Pelaksanaan Mediasi dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian Implementasi

Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama Kelas I A Palembang)”,

Jurnal.radenfatah.ac.id, Insitut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang Indonesia, Intizar, Vol.

19, No. 1, (2013), h., 149. 9 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 19: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

4

Selama pernikahan berlangsung, hubungan suami dan istri tidak

berjalan dengan baik sehingga suami dan istri merasa gagal dalam membina

rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Perselisihan semakin sering terjadi

dan tidak terselesaikan. Sehingga suami mengajukan permohonan

menjatuhkan talak satu raj’i terhadap istri kepada Pengadilan Agama Depok.10

Akan tetapi dalam putusan Perceraian pada Tingkat Pertama No.

0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk., hakim memberikan hak asuh anak kepada istri dan

menolak poin mengenai hak asuh anak dalam kesepakatan mediasi yang

dilakukan. Walaupun terdapat perbedaan pendapat hakim (dissenting opinion)

oleh hakim anggota mengenai pertimbangan hukum pada tingkat ini, akan

tetapi pendapat tersebut masih minoritas sehingga mengalahkan pendapat yang

lebih mendominasi.11

Kemudian, merasa tidak puas dengan hasil putusan hakim, suami

mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama Bandung. Dalam memori

bandingnya, suami meminta agar surat kesepakatan dalam mediasi pada sidang

tingkat pertama berlaku mengikat bagi suami dan istri. Dalam putusan banding

No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg., PTA Bandung membatalkan putusan

Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. Pada putusan akhir

di tingkat ini, majelis hakim sejalan dengan apa yang disampaikan salah satu

hakim anggota dalam desenting oponionnya pada tingkat pertama.12

Tidak puas dengan putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi

Agama Bandung, istri mengajukan kasasi dan dalam putusannya No.

638/K/Ag/2015 majelis hakim membatalkan putusan Pengadilan Tinggi

10 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 11 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 12 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

Page 20: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

5

Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. yang membatalkan putusan

Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.13

Berdasarkan hasil putusan berbeda yang diberikan hakim diatas,

terdapat hal menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai hak asuh anak

(hadanah) yang termuat dalam Putusan Tingkat Pertama Pengadilan Agama

Depok, dalam Putusan Tingkat Banding Pengadilan Tinggi Agama Bandung

dan dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung.

Dalam hal ini akan dijelaskan kedudukan surat perjanjian hak asuh anak

yang dibuat ketika mediasi pada peradilan tingkat pertama serta bagaimana

pertimbangan dan dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim dalam

memutuskan dan menetapkan orang yang berhak atas hak pengasuhan anak

(hadanah) tersebut.

Beranjak dari latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk

melakukan penelitian skripsi dengan judul Status Kedudukan Hukum Surat

Perjanjian Hak Asuh Anak dalam Cerai Talak (Studi Analisis Putusan

No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.)

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

a. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara hak asuh

anak pada Pengadilan Agama Depok No.

0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

b. Kedudukan surat perjanjian hak asuh anak yang dibuat oleh

suami dan istri dalam mediasi persidangan.

c. Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara Pengadilan

Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

13 Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015.

Page 21: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

6

d. Perbedaan pertimbangan hakim dalam putusan Pengadilan

Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.? dan putusan

Pengadilan Tinggi Agama Bandung No.

227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

e. Ketentuan-ketentuan hak asuh anak dalam perceraian dan hak-

hak anak pasca perceraian.

f. Ketentuan isi perjanjian hak asuh anak yang diatur dalam

undang-undang dan kebiasaan.

g. Ketentuan hak asuh anak oleh ibu atau bapak pasca perceraian.

h. Korelasi perbedaan cerai gugat dan cerai talak terhadap hak-

hak anak.

2. Pembatasan Masalah

Menyadari karena luasnya permasalahan pada perkara

perkawinan, maka penulis membatasi masalah pada kedudukan hukum

surat perjanjian hak asuh anak yang belum mumayiz dalam cerai talak.

Dalam pembahasan ini, penulis memilih salinan putusan

Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk., salinan

putusan Pengadilan Agama Tinggi Bandung No.

227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg., dan salinan putusan Mahkamah Agung

No. 638/K/Ag/2015 sebagai objek penelitian, mengingat terjadi

pembatalan putusan yang dilakukan oleh Pengadilan Tingga Agama

Bandung terhadap putusan hakim pada Pengadilan Agama Depok,

yang kemudian putusan Pengadilan Agama Depok dikuatkan oleh

Mahkamah Agung.

3. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kedudukan surat perjanjian hak asuh anak yang

belum mumayiz pada cerai talak menurut fikih dan ketentuan

undang-undang?

Page 22: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

7

2. Bagaimana pertimbangan hukum yang digunakan oleh Hakim

Pengadilan Agama Depok dalam memutuskan perkara hak

asuh anak (hadanah) dalam putusan No.

0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui kedudukan surat perjanjian hak asuh anak

(hadanah) yang dibuat ketika mediasi yang dilakukan oleh

pengadilan.

b. Untuk mengetahui pertimbangan hukum yang digunakan oleh

Pengadilan Agama Depok dalam memutuskan perkara hak asuh

anak (hadanah) dalam putusan No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

1) Dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang hukum

bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

2) Menambah dan memperkaya referensi dan literatur

kepustakaan Hukum Keluarga yang ada kaitannya dengan

analisis putusan hak asuh.

b. Manfaat Praktis

1) Menjadi kesempatan bagi penulis untuk membentuk

dan mengembangkan penalaran pola pikir ilmiah

serta dapat menguji dan mengetahui kemampuan

penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.

2) Memberi sumbangan pemikiran bagi institusi atau

lembaga yang terkait langsung dengan penelitian ini.

Page 23: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

8

D. Review Study Terdahulu

Jurnal Hukum Islam Dan Perundang-undangan Al-Qadha Vol. 4 No. 1

Tahun 2017 oleh Fakhrurrazi1 dan Noufa Istianah: Hak Asus Anak (Suatu

Analisa terhadap Putusan Mahkamah Syariah Langsa tentang Pengalihan Hak

Asuh Anak). Pembahasan ini memfokuskan kepada pemeliharaan anak akibat

terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara suami istri yang sangat

memuncak, dan tidak dapat didamaikan lagi dan berakhir dengan perceraian.

Mantan suami menghendaki hak asuh diberikan kepadanya, demikian pula

mantan istrinya. Meskipun dalam agama menetapkan bahwa wanitalah yang

paling berhak untuk mengasuh anak yang belum mumayiz, akan tetapi hal

tersebut dalam keadaan jika ibu anak tersebut belum menikah lagi.14

Skripsi oleh Muliyana: Analisis Putusan perkara Hadhanah di

Pengadilan Agama Kelas 1.A Kendari Nomor 0459/Pdt.G/2015/PA.Kdi

Perspektif Kompilasi Hukum Islam. Dalam ini dijelaskan bahwa proses

penyelesaian perkara hadanah di Pengadilan Agama Kendari secara garis besar

telah melalui tahapan yang sesuai dengan hukum acara, mulai pemeriksaan

sampai putusan. Tahapan-tahapan tersebut meliputi: pemeriksaan berkas,

perdamaian, replik, duplik, pembuktian penggugat/ tergugat, musyawarah

hakim, kesimpulan/ putusan. Putusan perkara hadanah pada Nomor

0459/Pdt.G/2015/PA.Kdi tampak tidak sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam

pada pasal 105 yang menegaskan Pemeliharaan anak yang belum mumayiz

atau belum berumur 12 tahun adalah kepada ibunya, hal ini dikarenakan ada

faktor tertentu yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara,

14 Fakhrurrazil dan Noufa Istianah, Hak Asus Anak (Suatu Analisa terhadap Putusan

Mahkamah Syar’iyah Langsa tentang Pengalihan Hak Asuh Anak), Jurnal Hukum Islam Dan

Perundang-undangan Al-Qadha Vol. 4 No. 1 (Tahun 2017).

Page 24: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

9

seperti pihak ibu dinilai tidak pantas menjadi hadhin yang mana hal ini dinilai

demi kemaslahatan anak yang merupakan bagian dari maqashid al-syariah.15

Skripsi oleh Vicky Fauziah: Hak Hadhanah dan Nafkah Anak

(Studi Putusan di Pengadilan Agama Serang, Pengadilan Tinggi Agama

Banten, dan Kasasi di Mahkamah Agung). Penelitian ini menjelaskan

tentang perbedaan putusan hakim Pengadilan Agama Serang No.

116/Pdt.G/2012/PA.Srg, Pengadilan Tinggi Agama Banten No.

99/Pdt.G/2012/PTA.Btn., dan Mahkamah Agung No. 377/K/AG/2013 serta

alasannya tentang hak hadanah dan nafkah anak pasca perceraian, Undang-

undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam.

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa hakim PA Serang mempertimbangkan

masalah hak hadanah dan nafkah anak berdasarkan kepentingan dan

kemaslahatan anak yakni pasal 3 UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindunan

anak, sedangkan PTA Banten berpegang teguh pada norma/ kaidah yang

berlaku yaitu pasal 105 KHI dan pendapat mazhab fikih. Putusan pada PA, hak

hadanah anak laki-lakinya jatuh kepada tergugat dan anak perempuannya jatuh

kepada penggugat dengan biaya nafkah sebesar Rp. 500.000,-. PTA Banten

dan MA memutuskan hak hadanah jatuh kepada pemohon dam termohon harus

membayar biaya nafkah anak sebesar Rp. 1.000.000,-. 16

Fokus kajian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tentang

adanya ketidakserasian atau putusan yang berbeda mengenai perkara hadanah

yang diselesaikan pada tingkat pertama, tingkat banding dan pada tingkat

kasasi. Oleh karena itu, penulis akan meninjau tentang teori maupun aliran

yang dipakai oleh majelis hakim dalam menyelesaikan perkara tersebut.

15 Muliyana, “Analisis Putusan perkara Hadhanah di Pengadilan Agama Kelas 1.A Kendari

Nomor 0459/Pdt.G/2015/PA.Kdi Perspektif Kompilasi Hukum Islam” (Kendari: Skripsi Fakultas

Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari 2016). 16 Vicky Fauziah, “Hak Hadhanah dan Nafkah Anak (Studi Putusan di Pengadilan Agama

Serang, Pengadilan Tinggi Agama Banten, dan Kasasi di Mahkamah Agung)” (Jakarta: Skripsi Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Jakarta 2017).

Page 25: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

10

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif

(normative legal research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan

cara melakukan pengkajian perundang-undangan yang berlaku dan

diterapkan terhadap suatu permasalahan hukum tertentu.17 Pada

penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang

tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau

hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan

patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.18

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan doktrin, yaitu

pendekatan dengan menelaah undang-undang dan regulasi yang

bersangkut paut dengan isi hukum serta menelaah ketentuan hukum

Islam mengenai isu terkait. Pendekatan ini membuka kesempatan bagi

peneliti untuk mempelajari ada atau tidaknya konsistensi dan

kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang

lainnya atau undang-undang dengan undang-undang dasar. 19

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh penulis dari lapangan berupa

berkas putusan perkara Hak Hadanah pada Cera Talak.

1) Berkas Putusan Pengadilan Agama Pengadilan Agama Depok

No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

17 Soerjono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h., 56. 18 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004), h., 118. 19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana, 2010, Cet. Keenam), H., 137.

Page 26: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

11

2) Berkas Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No.

227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

3) Berkas Putusan Mahkamah Agung No. 638/K/Ag/2015.

4) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

5) Kompilasi Hukum Islam.

6) Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

7) Undang-undang No. 23 tahun 2002 rev. Undang-undang No.

35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang memberikan penjelasan mengenai

data hukum primer dan implementasinya yang diperoleh dari bahan

kepustakaan.20 Data ini terdiri dari buku-buku yang berkaitan

dengan skripsi ini, baik yang ditulis langsung oleh penulis maupun

berupa analisis dari penulis lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Studi Pustaka

Penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi

kepustakaan untuk mendapatkan teori-teori dan konsep yang

berkenaan dengan metode putusan hakim melalui berbagai buku

dan literasi yang dipandang mewakili dan berkaitan dengan objek

penelitian ini.

b. Studi Dokumen

Melalui penelitian ini, penulis memfokuskan untuk dapat menelaah

bahan-bahan atau data-data yang diambil dari dokumentasi dan

berkas yang mengatur tentang pemeriksaan putusan yang terkait

masalah hak asuh anak (hadanah) dalam putusan perkara

Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk., putusan

20 Lexi Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), h.,

6.

Page 27: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

12

Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

dan putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015.

5. Teknik Analisis Data

Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data penelitian hukum

normatif adalah menganalisis data yang diperoleh dengan melakukan

pembahasan, pemeriksaan dan pengelompokan ke dalam bagian-

bagian tertentu untuk diolah menjadi data informasi. Metode analisis

data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis normatif, yaitu

penelitian yang mengasilkan data deskriptif analisis.21

6. Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2017.

F. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan ini, maka pembahasan dibagi atas

lima bab yang saling berkaitan satu sama lain, diantaranya:

Bab I, dalam bab ini akan menguraikan latar belakang yang menjadi

dasar mengapa penulisan ini diperlukan, identifikasi masalah, rumusan

masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dilanjutkan dengan kerangka teori,

review studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II, dalam bab ini akan dibahas tentang konsep hadanah dalam

perspektif fikih, yang terdiri dari pengertian hadanah, dasar hukum hadanah,

rukun dan syarat-syarat hadanah, pihak yang berhak dalam hadanah dan sebab-

sebab gugurnya hak hadanah. Dalam bab ini juga akan dibahas tentang hadanah

perspektif hukum, yang terdiri dari hadanah dalam Undang-undang Perkawinan

No. 1 Tahun 1974, Hadanah dalam Pasal 29 ayat (2) dan (3) Undang-undang No.

21 Jimly Asshiddiqie, Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara (Jakarta: Ind. Hill.Co,

1997, Cet. Pertama), h., 17-18.

Page 28: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

13

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak tentang Perlindungan Anak, dan

hadanah dalam Kompilasi Hukum Islam. mengenai teori penemuan hukum oleh

hakim dan aliran pemikiran hukum terkait dengan putusan hakim juga akan

dibahas pada bab ini.

Bab III, dalam bab ini akan dibahas tentang perjanjian perspektif hukum

yang terdiri dari pengertian perjanjian/ perikatan, syarat dan ketentuan perjanjian

menurut KUHPerdata, unsur-unsur dalam perjanjian, asas-asas umum hukum

perjanjian, akibat perjanjian, batal dan pembatalan perjanjian. mengenai

perjanjian perspektif fikih juga akan dibahas dalam bab ini yang terdiri dari

pengertian perjanjian, rukun dan syarat akad, prinsip/ asas akad dan berakhirnya

akad.

Bab IV, dalam bab ini akan dibahas tentang, kasus posisi,

pertimbangan hukum hakim, keabsahan perjanjian hak asuh anak, dan

penegasan hak hadanah atas/ oleh ibu.

Bab V, bab ini merupakan bab terakhir dari pembahasan skripsi yang

berisi kesimpulan sebagai jawaban dari pokok permasalahan penelitian ini dan

saran-saran.

Page 29: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

14

BAB II

KONSEP HADANAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN HUKUM

A. Hadanah dalam Perspektif Fikih

1. Pengertian Hadanah

Dalam istilah fikih, kafalah dan hadhanah ditujukan untuk maksud

yang sama dan memiliki arti sederhana “pemeliharaan” atau “pengasuhan”.

Dalam arti yang lebih lengkap, hadanah adalah pemeliharaan anak yang masih

kecil setelah terjadinya putus perkawinan. Hal ini karena secara praktis antara

suami dan istri telah terjadi perpisahan sedangkan anak-anak memerlukan

bantuan dari ayah dan/atau ibunya.1

Secara etimologi hadanah berarti di samping atau berada di bawah

ketiak. Adapun secara terminologi, hadanah adalah merawat dan mendidik

seseorang yang belum mumayiz atau kehilangan kecerdasannya, karena

mereka tidak bisa memenuhi keperluannya sendiri. Menurut Ash-Shan’ani

hadanah adalah memelihara seseorang (anak) yang tidak bisa mandiri,

mendidik dan memeliharanya untuk menghindarkan dari segala sesuatu yang

dapat merusak dan mendatangkan kemudaratan kepadanya.2

Pemeliharaan anak juga mengandung arti sebuah tanggung jawab orang

tua untuk mengawasi, memberi pelayanan yang semestinya serta mencukupi

kebutuhan hidup dari seorang anak. Selanjutnya, tanggung jawab pemeliharaan

berupa pengawasan dan pelayanan serta pencukupan nafkah anak tersebut

1 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Munakahat dan Undang-

Undang (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014, Cet. Kelima), h., 327. 2 Mardani, Hukum Keluarga Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2017,

Cetakan Kedua), h., 127.

Page 30: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

15

bersifat kontinu sampai anak tersebut mencapai batas umur yang legal sebagai

anak dewasa yang telah mampu berdiri sendiri.3

Pemeliharaan anak dalam bahasa Arab disebut dengan istilah

“hadhanah”. Hadhanah menurut bahasa berarti “meletakkan sesuatu dekat

tulang rusuk atau pangkuan”, karena ibu waktu menyusukan anaknya

meletakkan anak itu di pangkuannya, seakan-akan ibu saat itu melindungi dan

memelihara anaknya, sehingga “hadanah” dijadikan istilah yang maksudnya:

“pendidikan dan pemeliharaan anak sejak dari lahir sampai sanggup berdiri

sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu”.4

Para ulama fikih mendefinisikan, hadanah yaitu melakukan

pemeliharaan anak-anak yang masih kecil, baik laki-laki maupun perempuan,

atau yang sudah besar tetapi belum mumayiz, menyediakan sesuatu yang

menjadikan kebaikannya, menjaganya dari sesuatu yang menyakiti dan

merusaknya, mendidik jamani, rohani, dan akalnya, agar mampu berdiri sendiri

mengadapi hidup dan memikul tanggung jawab.5

Dari uraian pengertian hadanah menurut beberapa pakar di atas, dapat

dikatakan bahwa hadanah pada kesimpulannya merupakan pemeliharaan

terhadap anak ketika perceraian orang tua terjadi, dan anak masih di bawah

umur, yang dianggap masih belum bisa mandiri, berdiri sendiri, mengurus

segala kebutuhan hidupnya sendiri, sampai anak berada pada usia yang

dianggap mampu untuk menghadapi hidup dengan memegang tanggung

jawabnya sendiri.

3Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2016, Cet. Keenam), h., 293. 4 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2014,

Cet. Keenam), h., 175. 5 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h, 176.

Page 31: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

16

2. Dasar Hukum Hadanah

Para ulama sepakat bahwasanya hukum hadanah (mendidik dan

merawat anak) hukumnya adalah wajib. Tetapi mereka berbeda dalam hal,

apakah hadanah itu menjadi hak orang tua (terutama ibu) atau hak anak. Ulama

mazhab Hanafi dan Maliki misalnya berpendapat bahwa hadanah itu menjadi

hak ibu sehingga ia dapat saja menggugurkan haknya. Tetapi menurut jumhul

ulama, hadanah itu menjadi hak bersama antara orang tua dan anak. Bahkan

menurut Wahbah Zuhaili, hak-hak hadanah adalah hak bersyarikat antara ibu,

ayah, dan anak. Jika terjadi pertengkaran maka yang didahulukan adalah hak

atau kepentingan anak.6

Dalam surat at-Tahrim ayat 6, Allah SWT juga memerintahkan agar

orang tua memelihara keluarganya dari api neraka dengan berusaha

melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, dan dalam ayat ini

termasuk anak yang merupakan anggota keluarga.7

ها ي أي ها الذين آمن وا ق وا أن ف سك م وأهليك م نرا وق ود ها الناس والجارة علي

ملئكة غلظ شداد ل ي عص ون الل ما أمره م وي فعل ون ما ي ؤمر ون

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan

keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia

dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan

tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya

kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

6 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h., 293. 7 Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama; Proyek

Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN di Jakarta, Ilmu Fiqh (Jakarta:

Departemen Agama, 1984, Cet. Kedua), h., 207.

Page 32: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

17

Sedangkan dalam dalil hadis yang bersumber pada kitab Sunan Abu

Dawud, Juz 3, Hadis No. 2276 riwayat dari Abdullah ibn Amr menceritakan8:

حدثنا حممود بن خالد السلمي حدثنا الوليد عن أيب عمرو يعين األوزاعي قال حدثين

هللا إن أن امرأة قالت : ي رسول -عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده عبد هللا بن عمرو

ابين هذا كان بطين له وعاء وثديي له سقاء وحجري له حواء وإن أابه طلقين وأراد أن

. ينتزعه مين فقال هلا رسول هللا ملسو هيلع هللا ىلص :" أنت أحق به ما مل تنكحي "

Dari Abdullah bin Amr “Seorang Perempuan berkata (kepada Rasulullah

Saw): Wahai Rasulullah Saw, anakku ini yang mengandungnya, air susuku

yang diminumnya, dan dibilikku tempat kumpulnya (bersamaku), ayahnya

telah menceraikanku dan ingin memisahkannya dari aku”, maka

Rasulullah Saw, bersabda: “Kamulah yang lebih berhak untuk memelihara

anak itu, selama kamu belum menikah lagi.” (Riwayat Ahmad, Abu Daud,

dan Hakim Menshahikannya).

Hadis tersebut menegaskan bahwa seorang ibu lebih berhak untuk

mengurus hadanah anaknya meski sudah bercerai atau ditinggal mati oleh

suaminya. Maka perempuan lah yang lebih berhak dari pada kalangan laki-laki,

karena perempuan lebih dalam hal belas kasih sayang, ketelatenan dalam

merawat dan menjaganya serta memiliki kesabaran yang lebih.9 Kemudian

selama ibunya tidak menikah dengan laki-laki lain, apabila ibunya telah

menikah maka hak hadanah tersebut beralih kepada bapaknya alasannya ialah

jika ibu anak tersebut menikah maka besar kemungkinan perhatian seorang ibu

akan beralih kepada suami barunya dan bahkan mengalahkan perhatiannya

kepada anak kandungnya sendiri.10

8Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats As-Sijistani, Sunan Abu Daud, (Lebanon:Dar

Ar-Risalah Al-Alamiyah), Juz 3, h., 588. 9 Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha,

(Jakarta: Rajawali Pres), 2012, Ed. 1, Cet. 1, h., 212. 10 Ahmad Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Rajawali Pers), 2013, h., 199.

Page 33: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

18

3. Rukun dan Syarat Hadanah

Rukun Hadanah yaitu11:

a. Hadhin (orang tua yang mengasuh). Syarat Hadhin yaitu:

1) Sudah dewasa. Orang yang belum dewasa tidak akan mampu

melakukan tugas yang berat itu, oleh karenanya belum dikenai

kewajiban dan tindakan yang dilakukannya itu belum dinyatakan

memenuhi syarat.

2) Berpikiran sehat. Orang yang kurang akalnya seperti idiot tidak

mampu berbuat untuk dirinya sendiri sehingga dengan keadaannya

tersebut dia tidak mampu berbuat untuk orang lain.

3) Adil dalam arti menjalankan agama secara baik, dengan

meninggalkan dosa besar dan menjauhi dosa kecil. Kebalikan dari

adil adalah fasik yaitu tidak konsisten dalam beragama. Orang yang

komitmennya terhadap agamanya rendah tidak dapat diharapkan

untuk mengasuh dan memelihara anak yang masih kecil.

4) Beragama Islam. Ini pendapat yang dianut oleh jumhur ulama,

karena tugas pengasuhan itu termasuk tugas pendidikan yang akan

mengarahkan agama anak yang diasuh. Sehingga dikhawatirkan jika

diasuh oleh orang yang bukan beragama Islam, anak tersebut akan

jauh dari agamanya.12 Namun di dalam buku Ilmu Fiqh karangan

Zakiah Daradjat dijelaskan bahwa persamaan tidaklah menjadi

syarat bagi hadhinah kecuali jika dkhawatirkan ia akan

memalingkan si anak dari agam Islam. Sebab yang terpenting dari

hadanah adalah rasa cinta dan kasih sayang kepada anak dan

bersedia menjaga anak dengan sebaik-baiknya. Jika pendidik dan

pemelihara anak itu laki-laki, disyaratkan sama agama si anak

11 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h., 328-329. 12 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h., 329.

Page 34: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

19

dengan hadhin. Sebab laki-laki yang boleh sebagai hadhin adalah

laki-laki yang ada hubungan waris-mewarisi dengan si anak.13

5) Hadhinah hendaklah orang yang tidak membenci si anak, agar jauh

dari kekhawatiran menyengsarakan anak.

6) Hadhinah hendaklah tidak bersuamikan laki-laki yang tidak ada

hubungan mahram dengan si anak. Jika ia kawin dengan laki-laki

yang ada hubungan mahram dengan si anak, maka hadinah itu

berhak kawin dengan paman si anak dan sebagainya.14

b. Mahdhun (anak yang diasuh). Syarat untuk anak yang diasuh

(mahdhun):

1) Ia masih berada dalam usia anak-kanak dan belum dapat berdiri

sendiri dalam mengurus hidupnya sendiri.

2) Ia berada dalam keadaan tidak sempurna akalnya dan oleh karena itu

tidak dapat berbuat sendiri meskipun telah dewasa, seperti orang

idiot. Orang yang telah dewasa dan sehat sempurna akalnya tidak

boleh berada di bawah pengasuhan siapa pun.

4. Pihak yang Berhak dalam Hadanah

Para ahli fikih lebih mengedepankan kaum wanita untuk mengurus

hadanah anak karena wanita lebih lembut, kasih sayang, dan sabar dalam

mendidik. Ada kalanya yang berhak mengurus hadanah anak itu kaum wanita

saja, adakalanya yang berhak kaum laki-laki saja, dan adakalanya yang berhak

kedua-duanya tergantung usia anak.15

Jika ibu tidak ada, maka yang berhak untuk menjadi hadhin

(pemelihara) adalah ibu dari ibu (nenek) dan seterusnya ke atas, kemudian ibu

dari bapak (nenek) dan seterusnya ke atas, saudara ibu yang perempuan

13 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h., 182. 14 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h., 181. 15 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu 10/ Wahbah az-Zuhaili; Penerjemah, Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk, h., 61.

Page 35: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

20

sekandung, saudara ibu yang perempuan seibu, saudara ibu yang perempuan

seayah, anak perempuan dari saudara perempuan sekandung, anak perempuan

dari saudara perempuan seibu, anak perempuan dari saudara perempuan

seayah, bibi ibu yang sekandung dengan ibunya, anak perempuan dari saudara

laki-laki sekandung, anak perempuan dari saudara laki-laki seibu, anak

perempuan dari saudara laki-laki seayah, bibi yang sekandung dengan bapak,

bibi yang seibu dengan bapak, bibi yang sebapak dengan bapak, bibi dari ibu

yang sekandung dengan ibunya, bibi dari ibu yang seayah dengan ibunya, bibi

dari yang seayah dengan ibunya, bibi dari bapak yang sekandung dengan

ibunya, bibi dari bapak yang seibu dengan ibunya, bibi dari bapak yang seayah

dengan ibunya, demikian seterusnya.

Jika pada pihak perempuan tidak ada yang akan melakukan hadanah,

maka kewajiban hadanah jatuh kepada pihak laki-laki yang urutannya serupa

dengan pihak perempuan. Jika pada pihak laki-laki juga tidak ada yang akan

melakukan hadanah, maka kewajiban hadanah menjadi kewajiban

pemerintah.16

Para ulama sepakat bahwa masa hadanah itu dimulai sejak kelahiran

anak sampai usia mumayiz. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa seorang

hadhinah, baik itu ibu kandung maupun wanita lain lebih berhak atas anak

hingga ia tidak lagi membutuhkan bantuan wanita, yaitu ketika ia mampu

mengurus sendiri keperluan makan, minum, pakaian, dan bersuci yang kira-

kira usia anak mencapai tujuh tahun. Ada yang berpendapat bahwa usia anak

yang mampu untuk mengurus keperluannya sendiri itu adalah sembilan tahun.

Ulama Malikiyah berpendapat, masa hadanah bagi anak laki-laki adalah hingga

selesai ia balig, meskipun ia gila atau sakit menurut pendapat yang populer.

Bagi anak perempuan adalah hingga ia menikah dan melakukan hubungan

16 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h., 180.

Page 36: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

21

suami-istri. Ulama Syafiiyah berpendapat jika suami istri bercerai dan

memiliki anak yang sudah mumayiz, baik laki-laki maupun perempuan yang

sudah menginjak usia tujuh tahun atau depalan tahun dan kedua orang

tuanyasama-sama layak untuk mengurus anak dan keduanya berebut untuk

mengurus anaknya, maka anak boleh memilih salah satu di antara keduanya.

Ulama Hanabilah sependapat dengan Ulama Syafiiyah, yaitu jika anak lelaki

yang normal (tidak idiot) sudah mencapai usia tujuh tahun, maka ia

dipersilakan untuk memilih salah satu dari orang tuanya, kalau kedua orang

tuanya berebut untuk mengurusnya.17

Dasar urutan yang berhak melakukan hadanah adalah:18

a. kerabat pihak ibu didahulukan atas kerabat pihak bapak jika

tingkatannya dalam kerabat adalah sama,

b. nenek perempuan didahulukan atas saudara perempuan, karena anak

merupakan bagian dari kakek, karena itu nenek lebih berhak

dibanding dengan saudara perempuan

c. kerabat sekandung didahulukan dari kerabat yang bukan sekandung

dan kerabat seibu lebih didahulukan atas kerabat seayah,

d. dasar urutan ini ialah urutan kerabat yang ada hubungan mahram,

dengan ketentuan bahwa pada tingkat yang sama pihak ibu

didahulukan atas pihak bapak,

e. apabila kerabat yang ada hubungan mahram tidak ada, maka hak

hadanah pindah kepada kerabat yang tidak ada hubungan mahram.

17 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu 10/ Wahbah az-Zuhaili; Penerjemah, Abdul

Hayyie al-Kattani, dkk, h., 79-81. 18 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h., 1830

Page 37: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

22

B. Hadanah dalam Perspektif Hukum

1. Hadanah dalam Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

Pada dasarnya, orang tua bertanggung jawab atas pemeliharaan anak-

anaknya, baik orang tua dalam keadaan rukun maupun dalam keadaan sudah

bercerai. Mengenai pemeliharaan anak dalam keadaan orang tua sudah bercerai

ini diatur di dalam Pasal 41 Undang-undang Perkawinan, akibat putusnya

perkawinan karena perceraian ialah (1) baik ibu atau bapak tetap berkewajiban

memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan

kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,

pengadilan memberi keputusannya, (2) bapak bertanggung jawab atas semua

biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak

dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat

menetukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut, (3) pengadilan dapat

mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan dan/

atau menetukan sesuatu kewajiban bagi bekas istri.19

Garis hukum yang terkandung dalam Pasal 41 undang-undang tersebut,

tampak tidak membedakan antara tanggung jawab pemeliharaan yang

menhandung nilai materiel dengan tanggung jawab pengasuhan anak yang

mengandung nilai nonmateriel atau yang mengandung nilai kasih sayang.

Akan tetapi, Undang-undang Perkawinan penekanannya berfokus pada nilai

materielnya.20

Ketentuan hukum tentang hak asuh anak dalam hukum keluarga di

Indonesia bisa dilihat dalam Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No 1 Tahun 1974 yang

menegaskan bahwa kedua orang tua sama-sama memiliki kewajiban dalam

19 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab VIII,

Pasal 41 Ayat (1) – (3). 20 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2007, Cet.

Kedua), h., 66-67.

Page 38: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

23

memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban

kedua orang tua tersebut menurut ayat (2) berlaku sampai anak itu kawin atau

dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan

antara kedua orang tua putus atau bercerai.21

Dilanjutkan dalam Pasal 46 bahwa (1) anak wajib menghormati orang tua

dan menaati kehendak mereka yang baik, (2) jika anak telah dewasa, ia wajib

memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus

ke atas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.22

Pada Pasal 47 disebutkan bahwa (1) anak yang belum mencapai umur 18

(delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di

bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari

kekuasaannya, (2) orang tua mewakili anak tersebut mengenai segala

perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan.23

Pasal-pasal di atas menyatakan kepentingan anak tetap di atas segala-

galanya. Artinya, semangat UUP sebenarnya sangat berpihak kepada

kepentingan dan masa depan anak. Akan tetapi, UUP hanya menyentuh aspek

tanggung jawab pemeliharaan yang masih bersifat material saja dan kurang

memberi penekanan pada aspek pengasuhan nonmaterial.24

2. Hadanah dalam Pasal 29 ayat (2) dan (3) Undang-undang No. 23 Tahun

2002 tentang Perlindungan Anak rev. Undang-undang No. 35 Tahun 2014

tentang Perlindungan Anak

Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu

masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai

21 Ni Putu dkk, Penetapan Hak Asuh Anak Terkait dengan Perceraian Orang Tua (Studi Kasus

Perkara No. 182/Pdt.G/2017/PN.Sgr), Jurnal Universitas Udayana, Vol. 2, No. 6, tahun 2014, h.,8. 22 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab X, Pasal

46 Ayat (1) dan (2). 23 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab X, Pasal

47 Ayat (1) dan (2).

24 Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h., 301.

Page 39: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

24

bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak

membawa akibat hukum, baik kaitannya dengan hukum tertulis maupun

hukum tidak tertulis. Menurut Arif Gosita dalam buku Perlindungan Terhadap

Anak karangan Maidin Gultom, kepastian hukum diusahakan demi

kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang

membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan

perlindungan.25

Undang-Undang ini pada dasarnya mengatur tentang perlindungan

terhadap anak, tanpa melihat kondisi kedua orang tuanya apakah masih dalam

ikatan perkawinan atau sudah bercerai, serta tidak melihat apakah anak

memiliki kejelasan orang tua atau tidak.26

Perkawinan campuran yang dilakukan antara warga negara Indonesia

dengan warga negara asing yang di atur dalam Pasal 29 ayat menyebutkan (1)

jika terjadi perkawinan campuran antara warga negara Republik Indonesia dan

warga negara asing, anak yang dilahirkan dari pekawinan tersebut berhak

memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku, (2) dalam hal terjadi perceraian

dari perkawinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk

memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah

satu dari kedua orang tuanya, (3) dalam hal terjadi perceraian sebagaimana

dimaksud ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan pilihan dan

ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi kepentingan terbaik

anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status

kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.27

25 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak: Dalam Sistem Peradilan Pidana

Anak di Indonesia, (Bandung: Refika Aditama, 2006), h., 33. 26 Umar Haris Sanjaya, Keadilan Hukum pada Pertimbangan Hakim dalam Memutus Hak

Asuh Anak,Jurnal Universitas Airlangga,Vol.30, No.2, 2015, h., 130. 27 Undang-undang Republik Indonesia 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 29

Ayat (2) dan (3) Revisi atas Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Page 40: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

25

3. Hadanah dalam Kompilasi Hukum Islam

Dalam kompilasi Hukum Islam, masa pemeliharaan anak adalah sampai

anak itu dewasa dan dapat mengurus dirinya sendiri. Batas usianya adalah

ketika anak sudah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun sebagaimana

bunyi dari Pasal 156 poin d KHI, semua biaya hadanah dan nafkah anak

menjadi tanggungan ayah menurut kemampuannya, sekurang-kurangnya,

sampai anak tersebut dewasa dan dapat mengurus diri sendiri (21 tahun).28

Kompilasi Hukum Islam didalam pasal-pasalnya menggunakan istilah

Pemeliharaan anak yang dimuat di dalam Bab XIV Pasal 98-106. Dalam Pasal

1 huruf g menjelaskan tentang pengertian hadanah adalah kegiatan mengasuh,

memelihara, dan mendidik hingga dewasa atau mampu berdiri sendiri.29

Pemelirahaan anak diatur dalam Pasal 98, 104, 105, dan 106 KHI.

Dalam Pasal 98 disebutkan, (1) batas usia anak yang mampu berdiri sendiri

atau dewasa adalah 21 tahun, sepanjang anak tersebut tidak cacat fisik maupun

mental atau belum pernah melangsungkan perkawinan, (2) orang tuanya

mewakili anak tersebut mengenai segala perbuatan hukum di dalam dan di luar

Pengadilan, (3) pengadilan agama dapat menunjuk salah seorang kerabat

terdekat yang mampu menunaikan kewajiban tersebut apabila kedua orang

tuanya tidak mampu.30

Pasal 98 poin 1 di atas menjelaskan bahwa anak yang bisa diurus atau

dipelihara adalah anak yang usianya di bawah 21 tahun. Dengan kata lain, anak

tersebut belum menikah atau belum mencapai usia matang. Pasal ini

memberikan isyarat bahwa kewajiban kedua orang tua adalah mengantarkan

28 Achmad Muhajir, “Hadanah dalam Islam (Hak Pengasuhan Anak dalam Sektor Pendidikan

Rumah)”, Jurnal LPPM Universitas Indraprasta, Vol.2, 2017, h., 171. 29 Instruksi Presiden Indonesia Nomo 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Bab I

Pasal 1 huruf g. 30 Instruksi Presiden Indonesia Nomo 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Bab

XIV Pasal 98 Ayat (1) – (3).

Page 41: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

26

anak-anaknya, dengan cara mendidik, membekali dengan ilmu pengetahuan

untuk menjadi bekal mereka di hari dewasa.31

Poin selanjutnya dalam pasal yang sama, menjelaskan bahwa orang

tualah yang harus bertanggung jawab terhadap anak selama anak tersebut

belum dewasa atau mandiri. Bila dilihat dengan lebih seksama, dalam poin 2

ini, tidak mewajibkan pertanggung jawaban secara mutlak hanya dibebankan

kepada orang tua, tetapi bisa dibebankan kepada orang lain yang mampu

mengurus anaknya. Sedangkan poin 3 secara tegas menyatakan bahwa

pengadilan dapat menunjuk kerabat/orang yang mampu atau yang bisa

mengganti orang tua yang tidak mampu menjalankan kewajibannya terhadap

anak yang masih berada dalam tanggungan orang tua.

Akibat perceraian, tidak menghalangi anak untuk diasuh karena ia

masih tanggungan orang tua terutama anak yang usia di bawah umur 21 tahun

atau belum mandiri. Pasal hadanah yang menguraikan tentang hak

kepengasuhan anak pasca-perceraian termaktub dalam Pasal 105, yang

menyebutkan sebagai dalam hal terjadi perceraian (a) Pemeliharaan anak yang

belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, (b)

pemeliharaan anak yang sudah mumayiz diserahkan kepada anak untuk

memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya,

(c) biaya pemeliharaannya ditanggung oleh ayahnya.32

Pasal 105 menguraikan pilihan orang tua anak dalam mengurus dan

memelihara anaknya. Huruf a dengan jelas menyebutkan bahwa anak yang

masih di bawah umur (umunya masih 12 tahun) hak kepengasuhannya jatuh

kepada ibunya. Sebaliknya, apabila anak telah berusia 12 tahun, ia tidak serta

merta menjadi hak kepengasuhan kepada ayahnya, melainkan diberikan pilihan

kepada anak untuk memilih ayah atau ibunya yang harus memelihara dia. Pada

31 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, h., 65. 32 Instruksi Presiden Indonesia Nomo 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Bab

XIV Pasal 105 (a) – (c).

Page 42: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

27

dasarnya, semua biaya pemeliharaan anak dibebankan kepada ayahnya,

meskipun bisa jadi ibunya lebih mampu. Dalam hal ini Kompilasi Hukum

Islam tidak menjelaskan tentang status ibunya.

C. Interpretasi Hukum oleh Hakim

1. Teori Penemuan Hukum

Peraturan perundang-undangan yang tidak jelas, tidak lengkap, bersifat statis,

dan tidak mengikuti perkembangan masyarakat menimbulkan kekosongan

hukum yang harus diisi oleh hakim dengan menemukan hukum yang dilakukan

dengan cara menjelaskan, menafsirkan, atau melengkapi peraturan perundang-

undangannya. Penemuan hukum oleh hakim tidak semata-mata menyangkut

penerapan peraturan perundang-undangan terhadap peristiwa konkret, tetapi

juga penciptaan hukum dan pembentukan hukumnya sekaligus.33

Dalam penemuan hukum oleh hakim di peradilan, terdapat tiga teori yang dapat

dipahami sebagai berikut:34

a. Interpretasi hukum

Interpretasi merupakan penjelasan setiap istilah dari suatu perjanjian

apabila terdapat pengertian ganda atau tidak jelas dan para pihak memberikan

pengertian yang berbeda terhadap istilah yang sama atau tidak dapat

memberikan arti apaun tergadap istilah tersebut. Tujuan utama interpretasi

adalah menjelaskan maksud sebenrnya dari para pihak atau merupakan suatu

kewajiban memberikan penjelasan mengenai maksud para pihak seperti

dinyatakan dalam kata-kata yang digunakan oleh para pihak dilihat dari

keadaan-keadaan yang mengelilinya.

33 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum (Bandung: Citra

Aditya Bakti, 1993), h., 9. 34 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Progresif (Jakarta: Sinar

Grafika, 2014, Cet. Ketiga), h., 61-88.

Page 43: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

28

Sudikno Mertokusumo mengartikan interpretasi atau penafsiran

sebagai salah satu metode penemuan hukum yang meberikan penjelasan

gamblang tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup kaidah dalam

undang-undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa hukum tertentu.

Penafsiran oleh hakim haruslah penjelasan yang menuju kepada pelaksanaan

yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap

peristiwa yang konret. Tujuan akhir dari penjelasan ini adalah untuk

merealisasikan fungsi agar hukum positif itu berlaku.35

Metode penemuan hukum melalui metode interpretasi, dijelaskan

sebagai:36

1) Interpretasi gramatikal adalah menafsirkan kata-kata dalam undang-

undang sesuai kaidah bahasa dan kaidah hukum tata bahasa. Interpretasi

gramatikal merupakan upaya yang tepat untuk mencoba memahami suatu

teks aturan perundang-undangan. Metode ini disebut juga dengan metode

interpretasi objektif. Interpretasi ini biasanya dilakukan oleh hakim

bersamaan dengan interpretasi logis, yaitu memaknai berbagai aturan

hukum yang ada melalui penalaran hukum untuk diterapkan terhadap teks

yang kabur atau kurang jelas.

2) Interpretasi historis. Hakim menafsirkan dengan jalan meneliti sejarah

kelahiran pasal tertentu itu dirumuskan. Interpretasi historis terbagi dua,

pertama sejarah menurut undang-undang (wet historisch) yaitu mencari

maksud dari peraturan perundang-undangan itu seperti apa yang dilihat

oleh pembuat undang-undang ketika undang-undang itu dibentuk. dan

sejarah menurut hukum (recht historisch). Kehendak pembuat undang-

undanglah yang dianggap menetukan dalam interpretasi ini. Interpretasi

35 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, h., 14-23. Lihat

juga Sudikno, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Liberty, 2007, Cet. Kelima), h., 57

dan 73. 36 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Progresif, h., 62-73.

Page 44: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

29

ini juga disebut dengan interpretasi subjektif, karena penafsir

menempatkan dirinya pada pandangan subj ektif pembentuk/ pembuat

undang-undang. Interpretasi ini bersumber pada surat-surat dan

pembahasan di lembaga legislatif ketika undang-undang itu dalam proses

penggodokan. Kedua, interpretasi sejarah menurut hukum (rechts

historisch) adalah metode interpretasi yang ingin memahami undang-

undang dalam konteks seluruh sejarah hukum. Artinya, dalam meneliti

sejarah menurut hukum, yang diteliti tidak hanya sejarah hingga

terbentuknya undang-undang tersebut, tetapi harus diteliti lebih panjang

proses sejarah yang mendahuluinya.37

3) Interpretasi sistematis, adalah metode yang menafsirkan undang-undang

sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan, artinya tidak

satu pun dari peraturan perundang-undangan tersebut ditafsirkan seakan-

akan berdiri sendiri, tetapi harus selalu dipahami dalam kaitannya dengan

jenis peraturan yang lainnya. Menafsirkan undang-undang tidak boleh

menyimpang atau keluar dari sistem perundang-undangan atau sistem

hukum suatu negara.38

4) Interpretasi teologis/sosiologis. Metode ini digunakan apabila pemaknaan

suatu aturan hukum ditafsirkan berdasarkan tujuan pembuatan aturan

hukum tersebut dan apa yang ingin dicapai dalam masyarakat. Interpretasi

teologis sering juga disebut dengan interpretasi sosiologis. Dalam

interpretasi sosiologis ini, suatu peraturan perundang-undangan

disesuaikan dengan situasi sosial yang baru. Jadi, interpretasi sosiologis

adalah interpretasi untuk memahami suatu peraturan hukum, sehingga

peraturan hukum tersebut dapat diterapkan sesuai dengan keadaan dan

kebutuhan masyarakat.

37 Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis (Jakarta: Chandra

Pranata, 1993), h., 179. 38 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, h., 58-59.

Page 45: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

30

5) Interpretasi komparatif, yaitu interpretasi dengan jalan membandingkan

antara berbagai sistem hukum dengan tujuan hendak mencari kejelasan

mengenai makna suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Metode

ini digunakan oleh hakim pada saat menghadapi kasus-kasus yang

menggunakan dasar hukum positif yang lahir dari perjanjian internasional.

6) Interpretasi futuristik/antisipatif, yaitu seorang hakim melakukan

penafsiran berdasarkan undang-undang yang belum mempunyai kekuatan

hukum karena masih dalam tahap legislasi, belum diundangkan serta ada

kemungkinan mengalami suatu perubahan, seperti rancangan undang-

undang. Dalam keadaan ini, hakim memiliki keyakinan bahwa naskah

RUU tersebut pasti akan segera diundangkan, sehingga ia melakukan

antisipasi dengan melakukan penafsiran futuristik atau antisipasi tersebut.

Jadi, metode ini merupakan metode yang bersifat antisipasi, yang

menjelaskan undang-undang yang berlaku sekarang (ius constitutum)

dengan berpedoman pada undang-undang yang berlaku belum mempunyai

kekuatan hukum (ius constituendum).

7) Interpretasi restriktif, yaitu metode penafsiran yang sifatnya membatasi

atau mempersempit makna dari suatu aturan.

8) Interpretasi ekstensif, yaitu metode interpretasi yang membuat interpretasi

melebihi batas-batas yang biasa dilakukan melalui interpretasi gramatikal.

9) Interpretasi autentik, yaitu pembuat undang-undang memberikan

interpretasi tentang arti atau istilah yang digunakannya di dalam peraturan

perundang-undangan yang dibuatnya.

10) Interpretasi interdisipliner. Interpretasi ini dilakukan oleh hakim

apabila ia melakukan analisi terhadap kasus yang ternyata substansinya

menyangkut berbagai disiplin atau kekhususan dalam lingkup ilmu

hukum, seperti hukum perdata, hukum pidana, atau hukum internasional.

Hakim akan melakukan penafsiran yang disandarkan pada harmoninasi

Page 46: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

31

logika yang bersumber pada asas-asas hukum lebih dari satu cabang

kekhususan dalam disiplin ilmu hukum.

11) Interpretasi multidisipliner, yaitu hakim harus mempelajari dan

mempertimbangkan berbagai masukan dari disiplin ilmu lain di luar ilmu

hukum. Hakim membutuhkan verifikasi dan bantuan dari ilmu-ilmu lain

untuk menjatuhkan suatu putusan yang seadil-adilnya serta memberikan

kepastian bagi para pencari keadilan.

b. Metode konstruksi hukum

Metode ini bertujuan agar hasil putusan hakim dalam peristiwa konkret

yang ditanganinya dapat memenuhi rasa keadilan serta memberikan

kemanfaatn bagi para pencari keadilan. Adapun penemuan dengan

menggunakan metode konstruksi hukum yang dikenal selama ini ada empat,

yaitu:

1) Metode argumentum per analogium (analogi). Pada metode ini, hakim

mencari esensi yang lebih umum dari sebuah peristiwa hukum atau

perbuatan hukum baik yang telah diatur oleh undang-undang maupun yang

belum ada peraturannya.

2) Metode argumentum a contratio. Metode ini memberikan kesempatan

kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum dengan pertimbangan

bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk

peristiwa tertentu, berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu

dan peristiwa di luarnya berlaku kebalikannya. Esensi metode ini adalah

mengedepankan cara penafsiran yang berlawanan pengertiannya antara

peristiwa konkret yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur ddalam

undang-undang. Metode ini menitikberatkan pada ketidaksamaan

peristiwanya dan diperlakukan segi negatif daripada suatu undang-undang.

3) Metode penyempitan/ pengkonkretan hukum. Metode ini bertujuan untuk

mengkonkretkan/menyempitkan suatu aturan hukum yang terlalu abstrak,

pasif serta sangat umum, agar dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa

Page 47: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

32

tertentu. Dalam metode ini, dibentuk pengecualian-pengecualian atau

penyimpangan-penyimpangan baru dari peraturan yang bersifat umum.

4) Fiksi hukum. Metode ini berlandaskan pada asas-asas bahwa setiap orang

dianggap mengetahui undang-undang. Metode ini sangat dibutuhkan oleh

hakim dalam praktik peradilan karena seseorang yang didakwa melakukan

suatu tindak pidana kejahatan tidak dapat berdalih untuk dibebaskan

dengan alasan tidak mengetahui hukum dari perbuatan yang dilakukannya.

Fiksi hukum bermaksud untuk mengatasi konflik antara tuntutan-tuntutan

baru dengan sistem hukum yang ada.

c. Metode hermeneutika hukum

Hermeneutika berasal dari istilah Yunani, dari kata kerja hermeneuein

yang memiliki arti menafsirkan dan dari kata benda hermeneia yang berarti

interpretasi. Hermeneutika dalam perkembangannya diartikan sebagai proses

mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti.39

Dalam hermeneutika, semua objek dipandang netral dan tidak

bermakna dalam dirinya sendiri. Subjeklah yang kemudian memberi makna

pada objek sesuai cara pandang subjek. Untuk dapat membuat interpretasi,

seseorang terlebih dahulu harus mengerti dan memahami, sebab bila

seseorang telah mengerti maka sebenarnya ia telah melakukan interpretasi.

Tugas orang yang melakukan interpretasi adalah menjernihkan persoalan

mengerti, yaitu dengan cara menyelidiki setiap detail proses interpretasi, lalu

ia harus merumuskan seberapa jauh kemungkinan masuknya pengaruh

subjektivitas terhadap interpretasi objektif yang diharapkan.40

Hermeneutika selalu relevan dengan kegiatan interpretasi hukum dalam

bidang hukum. Setiap hukum mempunyai dua segi, yaitu tersurat dan tersirat.

Subtilitas intelligent (ketepatan pemahaman) dan subtilitas expicandi

39 M. Syamsuddin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim (Jakarta: Kencana Prenada Media

group, 2012, Cet. Pertama), h., 56. 40 M. Syamsuddin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim, h., 57.

Page 48: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

33

(ketepatan penjabarannya) adalah sangat relevan bagi hukum. Dalam

mengimplementasikan ilmu hukum untuk menyelesaikan masalah hukum,

misalnya di Pengadilan, kegiatan interpretasi itu tidak hanya dilakukan

terhadap teks yuridis, tetapi juga terhadap kenyataan yang menimbulkan

masalah hukum yang bersangkutan (misalnya menetapkan fakta-fakta yang

relevan dengan makna yuridisnya).41

Kelebihan metode hermeneutika hukum terletak pada cara dan lingkup

interpretasinya yang tajam, mendalam, dan holistik dalam bingkai kesatuan

antara teks, konteks, dan kontekstualisasinya. Peristiwa hukum maupun

peraturan undang-undang tidak semata-mata dilihat/ditafsirkan dari asoek

legalitas formal berdasar bunyi teksnya saja, tetapi juga harus dilihat aspek

yang melatar belakangi peristiwa/sengketa itu muncul.42

Dalam praktek di Pengadilan, hermeneutika memegang arti penting

terutama bagi hakim dalam melakukan penemuan hukum. Pada proses

penemuan hukum yang lazimnya dilakukan dilakukan oleh para hakim

dibedakan menjadi dua tahap, yaitu pertama, tahap sebelum pengambilan

keputusan (ex-ante) yang sering disebut dengan heuristika, yaitu proses

mencari dan berpikir yang mendahului tindakan pengambilan putusan

hukum. Pada tahap ini berbagai argumen pro kontra terhadap suatu putusan

tertentu ditimbang-timbang antara yang satu dan yang lain, kemudian

ditemukan mana yang palin tepat. Kedua, tahap setelah pengambilan

keputusan (ex post) atau disebut juga dengan legitimasi, karena selalu

berkenaan dengan pembenaran dari putusan yang sudah diambil. Pada tahap

ini putusan diberi motivasi (pertimbangan) dan argumentasi secara

suubstansial, dengan cara menyusun suatu penalaran yang secara rasional

dapat dipertanggung jawabkan. 43

41 M. Syamsuddin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim, h., 58. 42 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif , h., 88. 43 M. Syamsuddin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim, h., 61.

Page 49: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

34

2. Aliran Pemikiran Hukum dalam Putusan Hakim

Keberadaan hukum baru akan terasa jika adanya persengketaan dan sarana

terakhir untuk penyelesaiannya adalah melalui pranata pengadilan yang

berwujud pada putusan hakim. Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum berawal

dan berakhir pada putusan yang dijatuhkan oleh hakim. 44

Tugas pokok hakim adalah mengadili, memeriksa, dan memutuskan suatu

perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga tidak ada alasan bagi seorang

hakim untuk tidak menerima atau enolak suatu perkara dengan dalih hukumnya

tidak jelas atau belum ada. Memutuskan suatu perkara yang diajukan kepada

hakim merupakan suatu kewajiban baginya dan tugas utama hakim adalah

menghubungkan aturan abstrak dalam undang-undang dengan fakta konkret dari

perkara yang diperiksanya.45

Dalam memutuskan perkara oleh hakim, muncul berbagai aliran pemikiran.

Hal ini dikarenakan hubungan antara peraturan perundang-undangan di satu

pihak dengan fakta konkret yang diperiksa oleh hakim di pihak lain.

Permasalahan yang timbul adalah terkait antara peraturan hukum dan fakta

konkret yang diperiksa oleh hakim di pengadilan, manakah yang lebih berlaku?

Terhadap ini, terdapat kemungkinan dua jawaban. Pertama, bagi kaum

dogmatik, hukum adalah peraturan (tertulis), yaitu undang-undang. Kaum

dogmatik melihat adanya dua kemungkinan, adanya suatu proses di antara dua

elemen (peraturan dan fakta hukum), yaitu: (i) proses penerapan hukum oleh

hakim dengan menggunakan hukum-hukum logika, yaitu silogisme, (ii) proses

pembentukan hukum oleh hakim dan tidak sekedar menggunakan hukum-hukum

logika, melainkan sudah memberikan penilaian. Ini disebut interpretasi atau

konstruksi yang oleh kaum legisme tidak dibolehkan.46

44 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis (Jakarta:

Chandra Pranata, 1993), h., 142. 45 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h., 28. 46 M. Syamsuddin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim, h., 78-79.

Page 50: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

35

Kedua, bagi kaum nondogmatik (sosio-legal), undang-undang bukan satu-

satunya sumber hukum, melainkan masih ada sumber hukum lain, yaitu:

kebiasaan, traktat, yurisprudensi, doktrin, kaidah agama, bahkan nilai-nilai

kepatutan yang hidup dalam masyarakat. Kaum ini memandang bahwa tugas

hakim adalah menghubungkan antara sumber hukum dan fakta konkret yang

diperiksanya. Dalam penghubungan tersebut hakim melakukan penilaian atau

penemuan hukum. Oleh karena itu, yang menyelesaikan persengketaan itu

sebenarnya bukan aturan hukum yang terdapat pada undang-undang, traktat,

yuriprudensi, kebiasaan, doktrin, dan hukum agama, melainkan ketentuan

hukum yang lahir dari penilaian hakim.47

Ketentuan undang-undang yang bersifat umum dan abstrak tidak dapat

langsung diterapkan dalam suatu peristiwa yang ebrsifat konkret dan khusus.

Untuk menerapkannya, undang-undang harus diberi arti, dijelaskan, atau

ditafsirkan dan diarahkan atau disesuaikan dengan peristiwa yang terjadi. Setiap

peratuan hukum itu bersifat abstrak dan pasif. Dikatakan abstrak karena umum

sifatnya, dan pasif karena tidak akan menimbulkan akibat hukum kalau tidak

terjadi peristiwa konkret. Sehingga peraturan hukum yang abstrak itu

memerlukan rangsangan agar dapat aktif, diterapkan pada peristiwa yang

cocok.48

47 M. Syamsuddin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim, h., 79. 48 M. Syamsuddin, Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim, h., 79.

Page 51: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

36

BAB III

PERSPEKTIF HUKUM DAN FIKIH TENTANG KONSEP PERJANJIAN

A. Perjanjian dalam Perspektif Hukum

1. Pengertian Perjanjian/ Perikatan

Di dalam rumusan Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain

atau lebih. Dalam rumusan pasal ini, ditegaskan bahwa perjanjian

mengikatkan seseorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang

lain. Sehingga darinya, lahir kewajiban atau prestasi.1

Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan rumusan,

definisi, maupun arti istilah perikatan. Diawali dengan ketentuan pasal

1233 yang menyatakan, bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena

persetujuan, baik karena undang-undang. Pasal ini menegaskan bahwa

setiap kewajiban perdata dapat terjadi karena dikehendaki oleh pihak-

pihak yang terkait dalam perikatan yang secara sengaja mereka buat,

ataupun karena ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang

atau dua pihak. Pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan

itu.2

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji

kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk

melaksanakan suatu hal. Dengan peristiwa perjanjian, timbullah

hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.3

1 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004,

Cet. Kedua), h., 92. 2 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan pada Umumnya (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2004, Cet. Kedua), h., 17. 3 Subekti, Hukum Perjanjian (Jakarta: PT. Intermasa, 2001, Cet. Kedelapanbelas), h.,1.

Page 52: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

37

Perjanjian itu berupa rangkaian perkataan yang mengandung janji-

janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Suatu perjanjian juga

dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan

sesuatu. Dapat dikatakan bahwa dua perkataan (perjanjian dan

persetujuan) itu adalah sama artinya. Perkataan kontrak, lebih sempit

karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis.4

2. Syarat dan Ketentuan Perjanjian menurut KUHPerdata

Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, untuk

sahnya suatu perjanjian harus memenuhi empat syarat. Dua syarat yang

pertama disebut syarat subjektif karena berhubungan dengan orang-

orang yang melakukan perjanjian. Sedangkan syarat dua terakhir disebut

syarat objektif karena mengenai perjanjian itu sendiri atau objek dari

perbuatan hukum yang dilakukan. Ketentuan syarat tersebut adalah5:

1. Sepakat atau perizinan (toestemming) mereka yang mengikatkan

dirinya. Kedua subjek yang mengadakan perjanjian harus setuju atau

seia-sekata mengenai hal yang pokok dari perjanjian yang dibuat.

Kesepakatan bebas dianggap terjadi pada saat perjanjian dibuat oleh

para pihak tanpa adanya bukti kekhilafan atau salah pengertian

(dwaling), paksaan (dwang) maupun penipuan (bedrog).6

2. Cakap (bekwaamheid) untuk membuat suatu perjanjian. Kecakapan

ini berhungan dengan kewenangan bertindak dalam hukum. Jika

kecakapan hukum berkaitan dengan masalah kedewasaan dari orang

perorangan yang bertindak atau berbuat dalam hukum, maka

kewenangan berkaitan dengan kapasitas orang perorangan yang

bertindak atau berbuat dalam hukum.7 Pelaku perjanjian harus cakap

menurut hukum. pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau

akilbaliq dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum. Dalam

4 Subekti Hukum Perjanjian, h., 1. 5 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 17-20. 6 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 95. 7 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 127.

Page 53: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

38

Pasal 1330 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan, bahwa

orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah:

a. Orang-orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c. Orang perempuan yang dalam hal-hal yang ditetapkan

oleh undang-undang telah melarang membuat perjanjian-

perjanjian tertentu.

Sehingga orang yang membuat perjanjian dan terikat dengan

perjanjian tersebut harus memiliki kemampuan untuk memahami

tanggung jawab yang dipikulnya. Orang yang tidak cakap hukum

ialah seseorang yang telah sesuai dengan ketentuan undang-undang

tidak sempurna atau tidak sah melakukan perikatan, seperti anak di

bawah umur. Sedangkan orang yang tidak berwenang ialah seseorang

yang pada dasarnya cakap dan sah melakukan perjanjian, tetapi dalam

hal-hal tertentu tidak dapat melakukan tindakan hukum tanpa

persetujuan/ pengesahan dari pihak ketiga.8

Kecakapan adalah kemampuan menurut hukum untuk melakukan

perbuatan hukum (perjanjian). Kecakapan ini ditandai dengan

dicapainya umur 21 tahun atau telah menikah, walaupun usianya

belum mencapai 21 tahun. Termasuk janda atau duda juga telah

dikatakan cakap hukum walaupun ketika berstatus janda atau duda

usianya masih di bawah 21 tahun. Namun, kecakapan tak hanya

diukur dalam usia 21 tahun atau sudah menikah, karena ada

kemungkinan orang tersebut sudah berusia 21 tahun namun tidak

dikatakan cakap hukum karena berada di bawah pengampuan,

misalnya karena gila.9

8 M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian (Bandung: PT. Alumni, 1986, Cet.

Kedua), h., 27. 9 Ahmad Miru dan Sakka Pati, Hukum perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai

1456 BW (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011, Cet. Ketiga), h., 68

Page 54: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

39

3. Mengenai suatu hal tertentu (bepaalde onderwerp).

Dalam rumusan pasal 1333 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

disebutkan, “Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok

perjanjian berupa suatu kebendaan yang paling sedikit ditentukan

jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah kebendaan tidak

tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

Perjanjian pastilah melibatkan keberadaan atau eksistensi dari suatu

kebendaan tertentu.10

4. Suatu sebab yang halal (geoorloofde oorzaak). Sebab yang dimaksud

bukanlah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat perjanjian.

Akan tetapi sebab atau causa yang dimaksud dalam perjanjian adalah

isi perjanjian itu sendiri atau prestasi dalam perjanjian yang

melahirkan perikatan. Sebab yang halal merupakan syarat tentang isi

perjanjian dan kata halal disini bukan maksud untuk meperlawankan

dengan kata haram dalam hukum Islam, tetapi dimaksudkan di sini

adalah bahwa isi perjanjian tersebut tidak dapat bertentangan dengan

undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.11

Dalam rumusan Pasal 1335 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

disebutkan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab, atau telah dibuat

karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidaklah mempunyai

kekuatan”. Berdasarkan uraian pasal ini, yang dikatakan dengan sebab

yang halal adalah12:

a. Bukan tanpa sebab;

b. Bukan sebab yang palsu;

c. Bukan sebab yang terlarang.

10 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 155. 11 Ahmad Miru dan Sakka Pati, Hukum perikatan, h., 69. 12 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 161.

Page 55: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

40

Hal-hal yang dimaksud dengan sebab yang halal dalam perjanjian

adalah:13

a. Kausa yang halal berarti isi dari perjanjian itu tidak bertentangan

dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan undang-undang. Norma

kesusilaan menjadi ukuran yang penting dalam menilai tindakan

memenuhi kriteria kesusilaan (tindakan susila) ataukah tindakan

tidak memenuhi kriteria kesusilaan (tindakan asusila).

Kemaknaan norma kesusilaan dapat berkemungkinan mengalami

perbedaan persepsi karena istilah kesusilaan ini masih sangat

abstrak, yang isinya bisa berbeda antar daerah atau kelompok

masyarakat, dan penilaian orang terhadapnya pun berbeda-beda

sesuai perkembangan zaman.14 Pemahaman akan sejauh mana

norma kesusilaan itu berlaku juga mengalami perkembangan dari

waktu ke waktu. J. Satrio dalam buku Hukum Perikatan yang

Timbul dari Perjanjian memaknai ketertiban umum sebagai hal-

hal yang berkaitan dengan masalah kepentingan umum,

keamanan negara, keresahan dalam masyarakat, dan karenanya

dapat dikatakan dalam masalah ketatanegaraan.

b. Sebab dikatakan palsu jika diadakan untuk menutupi sebab yang

sebenarnya.

c. Sebab dikatakan terlarang jika bertentangan dengan undang-

undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

d. Suatu perjanjian tanpa sebab jika tujuan yang dimaksudkan oleh

para pihak pada saat dibuatnya perjanjian tidak akan tercapai.

Kesepakatan yang dimaksud dalam Pasal 1320 KUHPerdata ini

adalah persesuaian kehendak antara para pihak, yaitu bertemunya antara

13 Tri Wahyu Surya Lestari, “Komparasi Syarat Keabsahan ‘Sebab yang Halal’ dalam

Perjanjian Konvensional dan Perjanjian Syariah”, Jurnal Yudisia, Vol. 8, No. 2, Desember 2017, h.,

287-288. 14 Retna Gumanti, “Syarat Sahnya Perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata)”, Jurnal Pelangi

Ilmu, e-jurnal.ung.ac.id, Vol. 5, No. 1, 2012, h., 7.

Page 56: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

41

penawaran dan penerimaan. Kesepakatan ini dapat dicapai dengan cara,

baik tertulis maupun secara tidak tertulis.15

Dalam ketentuan syarat perjanjian antara syarat objektif dan subjektif

terdapat perbedaan dalam menentukan sahnya perjanjian tersebut. Jika

syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi

hukum. Artinya, dari semula perjanjian tidak dilahirkan dan dari awal

perikatan tidak pernah ada. Tujuan para pihak melakukan perjanjian

untuk melahirkan perikatan adalah gagal sehingga tidak ada dasar untuk

masing-masing pihak untuk saling menuntut di depan hakim. Dalam

bahasa inggris, dikenal dengan perjanjian void atau null.16

Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya tidak batal

demi hukum, tetapi salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta agar

perjanjian tersebut dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan

adalah pihak yang tidak cakap hukum atau pihak yang memberikan

perizinannya secara tidak bebas. Seperti anak di bawah umur, yang

berhak meminta pembatalan adalah anak itu sendiri atau orang tua atau

walinya. Dengan demikian, perjanjian tetap mengikat selama tidak

dibatalkan oleh hakim berdasarkan permintaan pihak yang berhak

meminta pembatalan. Perjanjian tersebut dalam bahasa Inggris disebut

voidable atau dalam bahasa Belanda disebut vernietigbaar. Yang mana

perjanjiannya selalu diancam dengan bahaya pembatalan (canceling).

Bahaya pembatalan ini dapat dihindari dengan adanya penguatan

(affirmation) dari orang tua, wali atau pengampu tersebut.17

3. Unsur-unsur dalam Perjanjian

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum, terdapat tiga unsur yang

terdapat dalam perjanjian18:

1. Unsur esensialia dalam perjanjian. Unsur ini mewakili ketentuan-

ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah

15 Ahmad Miru dan Sakka Pati, Hukum perikatan, h., 68 16 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 20. 17 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 21. 18Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 85-90.

Page 57: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

42

satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian

tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian

lainnya. Unsur ini merupakan unsur yang wajib ada dalam perjanjian

karena unsur inilah yang dapat membedakan perjanjian yang sedang

dijalankan dengan perjanjian lainnya.

2. Unsur naturalia dalam perjanjian. Unsur ini merupakan unsur yang

pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya

diketahui secara pasti. Misalnya, dalam jual beli, penjual memiliki

kewajiban untuk menanggung cacat dari barang yang dijualnya.

Ketentuan ini tidak dapat disimpangi oleh para pihak, karena sifat dari

jual beli menghendaki hal yang demikian. M asyarakat tidak akan

mentolerir suatu bentuk jual beli, dimana penjual tidak mau

menanggung cacat-cacat tersembunyi dari barang yang dijualnya.

3. Unsur aksidentalia dalam perjanjian. Unsur ini merupakan pelengkap

dalam suatu perjanjian yang merupakan ketentuan-ketentuan yang

dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan

kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang

ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Sehingga unsur ini

bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilaksanakan atau

dipenuhi oleh para pihak.

4. Asas-asas Umum Hukum Perjanjian

Asas-asas hukum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang

Hukum Perdata19:

1. Asas personalia. Asas ini diatur di dalam Pasal 1315 Kitab Undang-

undang Hukum Perdata berbunyi: “Pada umumnya tak seorang pun

dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta

ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Pada

dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam

19 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 14-46.

Page 58: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

43

kapasitasnya sebagai individu, subjek hukum pribadi, hanya akan

berlaku dan mengikat dirinya sendiri.

2. Asas konsensualitas. Dalam asas ini, perjanjian terbentuk karena

adanya perjumpaan kehendak (consensus) dari pihak-pihak.

Perjanjian pada pokoknya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk

dan tercapai tidak secara formil, tetapi cukup melalui consensus

belaka.20

Pada dasarnya semua perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua

atau lebih orang yang telah mengikat, dan telah melahirkan

kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut.

Kewajiban tersebut dikatakan mengikat seketika setelah orang-

orang tersebut mencapai kesepakatan, meskipun kesepakatannya

dicapai secara lisan saja. Pada prinsipnya perjanjian yang mengikat

dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak

memerlukan formalitas. Akan tetapi, untuk menjaga kepentingan

pihak debitor (atau yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi)

diadakanlah bentuk formalitas atau dipersyaratkan adanya suatu

tindakan nyata tertentu.

3. Asas kebebasan berkontrak. Dasar hukum atas asas ini ditemukan

dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dengan

asas ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian

diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau

perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja selama dan

sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah yang

dilarang undang-undang, berlawanan dengan kesusilaan baik atau

ketertiban umum.

20 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2006, Cet. Pertama), h., 95.

Page 59: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

44

5. Akibat Perjanjian

Di dalam Pasal 1340 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata

dinyatakan bahwa perjanjian-perjanjian yang dibuat hanya berlaku di

antara para pihak yang membuatnya. Namun, dalam hal jika terdapat

pihak ketiga yang membantu pemenuhan kewajiban pihak tertentu untuk

pihak lainnya, maka hal itu tidak serta merta menggugurkan kewajiban

pihak tersebut secara keseluruhan.21

Prestasi yang dibebankan oleh Kitab Undang-undang Hukum Perdata

bersifat personal dan tidak bisa dialihkan begitu saja. Semua perjanjian

yang telah dibuat dengan sah (memenuhi keempat persayaratan yang

ditetapkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata)

akan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Sebagai konsekuensi dari asas personalia, yang hanya mengikat di antara

para pihak yang membuatnya, Pasal 1338 ayat (2) Kitab Undang-undang

Hukum Perdata menentukan bahwa perjanjian-perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau

karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk

itu. 22

Dengan ketentuan tersebut jelas bahwa apa yang sudah disepakati oleh

para pihak tidak boleh diubah oleh siapapun juga, kecuali jika hal

tersebut memang dikehendaki secara bersama oleh para pihak, ataupun

ditentukan demikian oleh undang-undang berdasarkan suatu perbuatan

hukum atau peristiwa hukum atau keadaan hukum tertentu.23

6. Batal dan Pembatalan Perjanjian

Dalam perjanjian konsensuil, sahnya suatu perjanjian ditentukan oleh

terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh

undang-undang yang termaktub dalam pasal 1320 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata. Jika perjanjian tidak memenuhi salah satu atau lebih

21 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 165-166. 22 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 166. 23 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 166.

Page 60: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

45

persyaratan yang ditentukan dalam pasal tersebut, maka perjanjian

terancam batal.24

Mengenai perjanjian yang tidak mengandung sesuatu hal tertentu

dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan

karena tidak terang apa yang dijanjikan oleh masing-masing pihak. Hal

yang demikian seketika dapat diketahui oleh hakim. Tentang perjanjian

yang isinya tidak halal, terang pula bahwa perjanjian tersebut tidak boleh

dilaksanakan karena melanggar hukum dan kesusilaan. Hal demikian

juga seketika dapat diketahui oleh hakim. Dilihat dari sisi keaman dan

ketertiban, juga jelas bahwa perjanjian tersebut harus dicegah.25

Berdasarkan pada alasan kebatalannya, nulistas atau pembatalan

dibedakan dalam perjanjian yang dapat dibatalkan dan perjanjian yang

batal demi hukum. Secara prinsip, perjanjian yang sudah dibuat dapat

dibatalkan jika dalam pelaksanaannya perjanjian tersebut merugikan

pihak-pihak tertentu, termasuk pihak ketiga diluar para pihak yang

mengadakan perjanjian. Pembatalan dalam hal ini dapat terjadi ketika

sebelum perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut dilaksanakan,

maupun setelah semua prestasi yang terdapat dalam perjanjian tersebut

sudah ditunaikan.26

Mengenai perjanjian yang kurang dalam syarat subjektif yang

menyangkut kepentingan seseorang, yang mungkin tidak menginginkan

perlindungan hukum terhadap dirinya, misalnya seseorang yang oleh

undang-undang dipandang sebagai subjek yang tidak cakap hukum,

mungkin sekali sanggup memikul tanggung jawab sepenuhnya terhadap

perjanjian yang telah dibuatnya. Atau seseorang yang telah memberikan

persetujuannya karena khilaf atau tertipu, mungkin sekali malu untuk

meminta perlindungan hukum. Oleh karena itu, mengenai kekurangan

dalam syarat subjektif ini tidak begitu saja dapat diketahui hakim jika

24 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 171. 25 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 22. 26 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 172.

Page 61: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

46

tidak diajukan oleh pihak berkepentingan. Bahkan ketika sudah diajukan

sekalipun, mungkin saja akan disangkal oleh pihak lawan, dengan

demikian diperlukan adanya pembuktian. Adanya kekurangan dalam

syarat subjektif, undang-undang menyerahkannya kepada pihak

berkepentingan dalam hal ingin mengajukan pembatalan perjanjiankan

atau tidak. Perjanjian yang seperti ini bukanlah perjanjian yang batal

demi hukum, tetapi dapat dimintakan pembatalan.27

B. Perjanjian dalam Perspektif Fikih

1. Pengertian Perjanjian

Perjanjian dalam hukum Islam disebut dengan akad, yang berarti

mengikat, menyambung atau menghubungkan (ar-rabt). Sebagai suatu

istilah Hukum Islam, akad memiliki beberapa pengertian28:

a. Menurut Pasal 262 Mursyid al-Hairan karangan Basya, akad

merupakan pertemuan ijab yang diajukan oleh salah satu pihak

dengan kabul dari pihak lain yang menimbulkan akibat hukum pada

objek akad.

b. Menurut Prof. Dr. Syamsul Anwar dalam buku Hukum Perjanjian

Syariah mengatakan, bahwa akad adalah pertemuan ijab dan kabul

sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan

suatu akibat hukum pada objeknya.

Menurut bahasa, akad memiliki beberapa arti, yaitu:

a. Mengikat (Ar-Aabthu), yaitu: mengumpulkan dua ujung tali dan

mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung

sehingga menjadi sepotong benda.

b. Sambungan (Aqdatun), yaitu: sambungan yang menjadi pemegang

kedua ujungnya dan mengikatnya.

27 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 22-23 28 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007, Cet.

Pertama), h., 68.

Page 62: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

47

c. Janji (Al-ahdu), mengacu kepada pertanyaan seseorang mengerjakan

sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan orang lain, perjanjian

yang dibuat seseorang tidak memerlukan persetujuan pihak lain, baik

setuju maupun tidak setuju, tidak berpengaruh terhadap janji yang

dibuat oleh orang tersebut, karena janji mengikat orang yang

membuatnya.29

Menurut ahli hukum Islam, akad dapat diartikan secara umum dan

khusus. Pengertian akad dalam artian umum, menurut Syafi’iyah,

Malikiyah dan Hanafiyah, yaitu segala sesuatu yang dikerjakan oleh

seseorang berdasarkan keinginan sendiri, seperti wakaf, talak,

pembebasan, atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan

keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan gadai. Dalam

artian khusus diartikan sebagai perikatan yang ditetapkan dengan ijab

kabul berasarkan ketentuan syariat yang berdampak pada objeknya atau

menghubungkan ucapan salah seorang yang berakad dengan yang

lainnya sesuai syariat dan berdampak pada objeknya.30

2. Rukun dan Syarat Perjanjian (Akad)

Setiap akad harus memenuhi rukun dan syarat sahnya. Jika salah

satu rukun tidak ada, menurut hukum perdata Islam kontrak dipandang

tidak pernah ada.31

a. Rukun Akad

Rukun adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga

sesuatu itu terwujud karena adanya unsur-unsru tersebut yang

membentuknya. Bagi Mazhab Hanafi, yang dimaksud dengan rukun

adalah unsur-unsur pokok yang membentuk akad. Menurut ahli-ahli

29 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet.

Pertama), h., 44-45. 30 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu 10/ Wahbah az-Zuhaili; Penerjemah,

Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, h., 420. 31 Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih muamalat: Dinamika Teori Akad dan

Implementasinya dalam Ekomoni Syariah (Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2016, Cet. Pertama),

h., 25.

Page 63: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

48

hukum Islam kontemporer, rukun yang membentuk akad itu ada

empat, yaitu:32

1) Para pihak yang membuat akad (al-‘aqidan).

2) Pernyataan kehendak para pihak (shighatul-‘aqd). Shighat itu

adalah ijab dan kabul (serah terima), baik yang diungkapkan

dengan ijab dan kabul atau cukup dengan ijab saja yang

menunjukkan kabul dari pihak lain (secara otomatis). Shighat

merupakan ungkapan yang menunjukkan kesepakatan pihak-pihak

akad.33

3) Objek akad (mahallatul-‘aqd), yaitu harga atau barang yang

menjadi objek transaksi.34

4) Tujuan akad (maudhu’al-aqd) atau akibat hukum kontrak, yaitu

tujuan utama untuk apa kontrak itu dilakukan. Menurut fikih, akad

yang tidak melahirkan akibat hukum tidak dikategorikan sebagai

akad.35

Menurut Mazhab Hanafi akad adalah pertemuan kehendak para

pihak dan kehendak itu diungkapkan melalui pernyataan kehendak

yang berupa ucapan atau bentuk ungkapan lain dari masing-masing

pihak. Oleh karena itu, unsur pokok yang membentuk akad itu

hanyalah pernyataan kehendak masing-masing pihak berupa ijab dan

kabul. Adapun para pihak dan objek akad adalah suatu unsur luar,

tidak merupakan esensi akad, dan karena itu bukan rukun akad.

Namun mazhab ini mengakui bahwa unsur para pihak dan objek itu

harus ada untuk terbentuknya akad. Tetapi unsur-unsur ini berada di

luar akad, sehingga tidak dinamakan rukun. Rukun hanyalah substansi

internal yang membentuk akad, yaitu ijab dan kabul saja.36

32 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 96. 33 Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih muamalat, h., 27 34 Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih muamalat, h., 37 35 Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih muamalat, h., 40 36 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 96-97

Page 64: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

49

Ahli hukum Hanafi menyatakan bahwa rukun akad hanyalah ijab

dan kabul saja. Akan tetapi, mereka juga mengakui bahwa tidak

mungkin ada akad tanpa adanya para pihak yang membuatnya dan

tanpa adanya objek akad.37

b. Syarat Aqad

Syarat adalah suatu sifat yang mesti ada pada setiap rukun, tetapi

bukan merupakan esensi akad.38

1) Pelaku akad, ada dua kriteria yang harus dipenuhi oleh pelaku

akad:

a) Ahliyah (kompetensi) yaitu bisa melaksanakan kewajiban dan

mendapatkan hak sebagai pelaku akad. Ada dua jneis

kompetensi:

(1) Ahliyah wujub yaitu pelaku akad berkompeten untuk

menunaikan kewajiban dan mendapatkan hak.

(2) Ahliyatul ‘ada yaitu pelaku akad berkompeten untuk

melakukan transaksi secara benar sesuai syariat.

b) Wilayah adalah kewenangan untuk melakukan transaksi

(dengan segala konsekuensi hukumnya) menurut syariat.

Secara khusus, pelaku kontrak disyaratkan harus orang

mukallaf (‘aqil baligh, berakal sehat dan dewasa atau cakap

hukum). Mengenai batasan umur pelaku untuk kesyaratan

kontrak diserakan kepada ‘urf atau peraturan perundang-

undangan yang tentunya dapat menjamin kemaslahatan para

pihak. Pelaku akad juga tidak disyaratkan antara sesama muslim.

Sebagaimana Rasulullah pernah meminjam sejumlah uang

kepada seorang Yahudi dengan jaminan baju besinya.

37 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 97. 38 Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih muamalat, h., 25-38.

Page 65: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

50

Adapun syarat bagi pelaku akad terhadap kondisi yang

mempengaruhi kompetensi adalah:

a) Kondisi yang memengaruhi akal, sehingga pelaku akad tidak

bisa berpikir, seperti gila, pingsan, dan mabuk. Maka ketika

kondisi tersebut terjadi pada pelaku akad, maka akadnya tidak

sah dan tidak melahirkan hak dan kewajiban.

b) Kondisi yang tidak memengaruhi akal, tetapi pelaku tidak bisa

berpikir, seperti lupa, menghambur-hamburkan harta,

berhutang, dan sakaratul maut. Jika kondisi tersebut menimpa

pelaku akad, maka pelaku tersebut dilarang melakukan

transaksi.

2) Shighat, dalam shighat terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi:

a) Maksud shighat harus jelas dan bisa dipahami. Yaitu, shighat

tersebut menunjukkan keinginan niat dan maksud pelaku akad

untuk betransaksi. Jika ungkapan itu tidak jelas, maka yang

menjadi rujukan adalah maksud/ substansinya.

b) Adanya kesesuaian antara ijab dan kabul. Kabul menunjukkan

maksud dan isi ijab. Ijab dan kabul harus bersesuaian dimana

satu pihak yang melakukan ijab atas objek aad tertentu maka

kabul juga harus melakukan objek kabul tertentu tersebut. Jika

kabul tidak menunjukkan objek kabul tersebut (berbeda)

shighatnya maka menjadi batal.

c) Ijab dan kabul dilakukan berturut-turut (bersambung). Artinya,

ijab dan kabul harus dilakukan dalam satu waktu (dilakukan

dalam satu tempat) dan salah satu pihak tidak melakukan

sesuatu yang menunjukkan ketidaksesutujuan terhadap isi ijab

(pembatalan).

3) Objek akad (ma’qud ‘alaihi)

a) Barang yang masyru’ (legal), yaitu harta yang dimiliki serta

halal dimanfaatkan (mutaqawwaman). Syarat ini disepakati oleh

seluruh ulama dan berlaku dalam akad mu’awadhat (bisnis) dan

Page 66: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

51

akad tabarru’at (sosial) setiap barang yang tidak dianggap harta

bernilai atau harta yang dibolehkan syariat atau yang tidak boleh

dimanfaatkan itu tidak boleh menjadi objek akad.

b) Bisa diserah terimakan waktu akad, namun tidak berarti harus

dapat diserahkan seketika. Barang yang tidak bisa

diserahterimakan tidak boleh menjadi objek transaksi, walaupun

barang tersebut dimiliki penjual. Seluruh ulama sepakat bahwa

syarat ini berlaku dalam akad mu’awadhah, dan menurut

mayoritas ulama, syarat ini juga berlaku untuk akad tabarru’at,

kecuali malikiyah yang membolehkan harta yang diinfakkan itu

tidak bisa diserahterimakan. Menurut mereka, karena karakter

akad ini adalah sosial (ihsan), dan jika barang itu tidak jadi

diinfakkan, maka tidak akan merugikan pihak yang penerima

tabarru’ (dana sosial).

c) Jelas diketahui oleh para pihak akad. Ketidakjelasan objek

kontrak selain ada larangan Nabi untuk menjadikannya sebagai

objek kontrak, ia juga mudah menimbulkan persengketaan di

kemudian hari, dan hal tersebut harus dihindarkan. Adat

kebiasaan (‘urf) memiliki peranan penting dalam penentuan

kejelasan suatu objek kontrak.

d) Objek akad harus ada pada waktu akad. Objek akad harus sudah

ada secara konkret ketika kontrak dilangsungkan atau

diperkirakan pada masa akan datang dalam kontrak-kontrak

tertentu.

4) Tujuan akad (maudhu’al-aqd) atau akibat hukum kontrak, yaitu

tujuan utama untuk apa kontrak itu dilakukan. Menurut fikih, akad

yang tidak melahirkan akibat hukum tidak dikategorikan sebagai

akad.39

39 Oni Sahroni dan M. Hasanuddin, Fikih muamalat, h., 40.

Page 67: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

52

Masing-masing rukun yang membentuk akad, memerlukan syarat-

syarat agar unsur itu dapat berfungsi membentuk akad. Tanpa adanya

syarat yang dimaksud, rukun akad tidak dapat membentuk akad.

Dalam hukum Islam, syarat tersebut dinamakan syarat-syarat

pembentuk akad. Dengan terpenuhinya rukun dan syarat terbentuknya

akad, suatu akad memang sudah terbentuk dan mempunyai wujud

yuridis syar’i, namun belum serta merta sah. Rukun dan syarat

tersebut memerlukan kualitas tambahan sebagai unsur penyempurna

yang disebut dengan syarat keabsahan akad.40

Terpenuhinya semua rukun dan syarat akad, belum serta merta

menjadikan akad tersebut sah. Meskipun sudah terbentuk, masih ada

beberapa kualifikasi yang mesti dipenuhi agar suatu akad dapat

dikatakan sah, yaitu: (1) bebas dari gharar, (2) bebas dari kerugian

yang menyertai penyerahan, (3) bebas dari syarat-syarat fasid, (4)

bebas dari riba untuk akad atas beban, dan (5) adanya paksaan

(menurut jumhur ulama). Hal di atas membuat akad menjadi fasid

menurut mazhab Hanafi atau batal menurut mazhab lainnya yang

tidak membedakan fasid dan batal. 41 Apabila empat syarat keabsahan

akad di atas tidak terpenuhi, maka akad tersebut tidak sah dan akadnya

disebut fasid.42

Apabila rukun, syarat terbentuknya akad, dan syarat keabsahannya

sudah terpenuhi, maka suatu akad masih memiliki kemungkinan tidak

sah karena akibat hukum akad tersebut belum dapat dilaksanakan.

Akad yang belum dapat dilaksanakan akibat hukumnya itu disebut

dengan akad maukuf (terhenti/ tergantung). Ketika rukun, syarat

terbentuk akad dan syarat keabsahannya akad sudah terpenuhi, maka

suatu akad dinyatakan sah. Akad yang sah, ada kemungkinannya tidak

dapat dilaksanakan akibat hukumya karena tidak terpenuhinya

40 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 99-100. 41 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 234. 42 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h.,101.

Page 68: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

53

beberapa syarat berlakunya akibat hukum akad, yaitu (1) adanya

kewenangan atas objek (aset yang menjadi objek), dan (2) adanya

kewenangan terhadap tindakan hukum yang dilakukan. Akan tetapi,

meskipun syarat ini sudah terpenuhi, masih ada kemungkinan dalam

akad hak salah satu pihak untuk membatalkan akad secara sepihak

karena sifat dari akad itu sendiri atau karena adanya beberapa jenis

khiyar (opsi) yang dimiliki oleh salah satu pihak. Apabila akad bebas

dari adanya hak salah satu pihak untuk membatalkan akad secara

sepihak, maka itu merupakan akad yang menimbulkan akibat hukum

serta akibat hukum itu telah dapat dilaksanakan.43

Akad yang telah memenuhi rukunnya, serta syarat terbentuk, syarat

keabsahannya dan syarat berlakunya akibat hukum yang karena itu

akad tersebut sah dan dapat dilaksanakan akibat hukumnya adalah

mengikat para pihak dan tidak boleh salah satu pihak menarik kembali

persetujuannya secara sepihak tanpa kesepakatan pihak lain. Akan

tetapi, akad yang sudah mengikat ini masih bisa menyimpang jika

terdapat hak opsi untuk meneruskan atau membatalkan perjanjian.44

3. Prinsip/ Asas Perjanjian (Akad)

Dalam Hukum Islam telah menetapkan beberapa prinsip akad yang

berpengaruh kepada pelaksanaan akad yang dilaksanakan oleh pihak-

pihak yang perkepentingan adalah sebagai berikit45:

a. Asas ibadah (mabda’ al-ibahah). Asas ini dirumuskan dengan

adagium “pada asasnya segala sesuatu itu boleh dilakukan sampai

ada dalil yang melarangnya”. Asas ini merupakan kebalikan dari

asas-asas yang berlaku dalam masalah ibadah. Maka, tindakan hukum

dan perjanjian apa pun dapat dibuat sejauh tidak ada larangan khusus

mengenai perjanjian tersebut.

43 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 243. 44 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah h., 104. 45 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 83-92.

Page 69: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

54

b. Asas kebebasan berakad (mabda’ hurriyyahat-ta’aqud), yaitu suatu

prinsip hukum yang mengatakan bahwa setiap orang dapat membuat

akad jenis apa pun tanpa terikat kepada nama-nama yang telah

ditentukan dalam undang-undang Syariah dan memasukkan klausul

apa saja ke dalam akad yang dibuatnya itu sesuai dengan

kepentingannya sejauh tidak berakibat makan harta sesama secara

batil.

c. Asas kesepakatan bersama atau konsensualisme (mabda’ ar-

radha’iyyah). Asas ini menyatakan bahwa untuk terciptanya suatu

perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara para pihak

tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu. Perjanjian

pada hukum Islam pada umumnya bersifat konsesnsual.

d. Asas perjanjian itu mengikat. Memenuhi janji hukumya wajib,

sebagaimana diperintahkan dalam Surat 17:34 “dan penuhilah janji...”

e. Asas keseimbangan (mabda’ at-tawazub fi al-mu’awadhah). Hukum

perjanjian Islam menekankan perlunya ada keseimbangan, walaupun

secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara para pihak dalam

bertransaksi. Akad terhadap ketidakkeseimbangan prestasi yang

mencolok dapat dibatalkan.

f. Asas kemaslahatan (tidak memberatkan). Akad yang dibuat oleh para

pihak bertujuan mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak

boleh menimbulkan kerugian (mudharat) atau keadaan memberatkan

(masyaqqah). Apabila dalam pelaksanaan akad terjadi perubahan

keadaan yang tidak dapat diketahui sebelumnya serta membawa

kerugian yang fatal bagi pihak bersangkutan sehingga

memberatkannya, maka kewajibannya dapat diubah dan disesuaikan

kepada batas yang masuk akal.

g. Asas amanah. Masing-masing pihak haruslah beriktikad baik dalam

bertransaksi dengan pihak lainnya dan tidak dibenarkan salah satu

pihak mengeksploitasi ketidaktahuan mitranya. Bohong atau

penyembunyian informasi dapat menjadi alasan pembatalan akad bila

Page 70: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

55

di kemudian hari ternyata informasi itu tidak benar yang telah

mendorong pihak lain untuk menutup perjanjian.

h. Asas keadilan, adalah tujuan yang hendak diwujudkan oleh semua

hukum. Keadilan meupakan sendi-sendi yang dibuat oleh para pihak.

Dalam hukum Islam kontemporer, demi keadilan syarat baku itu dapat

diubah oleh pengadilan apabila memang ada alasan untuk itu.

4. Berakhirnya Perjanjian (Akad)

Akad berakhir dengan sebab fasakh dan kematian. Berakhirnya akad

dengan sebab fasakh terjadi karena beberapa kondisi:

a. Fasakh dengan sebab akad fasid (rusak), seperti jual beli yang

objeknya tidak jelas atau jual beli untuk waktu ternetu. Maka akad ini

harus difasakhkan oleh kedua belah pihak atau hakim, kecuali bila

terdapat penghalang untuk menfasakhnya, seperti barang yang dibeli

telah dijual kembali atau dihibahkan.

b. Fasakh dengan sebab khiyar. Bai orang yang memiliki hak khiyar,

dapat menfasakhkan akad.

c. Fasakh dengan iqalah (menarik kembali), apabila salah satu pihak

yang berakad merasa menyesal kemudian hari, ia boleh menarik

kembali akad yang dilakukan berdasarkan keridaan pihak lain.

d. Fasakh karena tidak ada tanfiz (penyerahan barang/ harga), pada jual

beli barang yang rusak sebelum serah terima maka akad ini menjadi

fasakh.

e. Fasakh karena jatuh tempo (habis waktu akad) atau terwujudnya

tujuan akad. Akad fasakh dan berakhir dengan sendirinya karena

abisnya waktu akad atau terwujudnya tujuan akad.

Akad juga dapat berakhir karena kematian. Menurut Hanafiyah,

ijarah berakhir dengan sebab meninggalnya salah seorang yang berakad

karena akad ini adalah akad lazim (mengikat kedua belah pihak).

Menurut para ulama selain Hanafiyah, akad ijarah tidak berakhir dengan

meninggalnya salah satu dari dua orang yang berakad. Penyebab terakhir

Page 71: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

56

dari berakhirnya akad adalah akad karena tidak ada izin untuk akad

mauquf.46

Akad akan berakhir apabila:47

a. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki

tenggang waktu.

b. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad, apabila kad itu sifatnya

tidak mengikat

c. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad bisa dianggap

berakhir jika: (a) jual beli itu fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan

salah satu rukun atau syaratnya tidak terpenuhi; (b) berlakunya khiyar

syarat, khiyar aib, atau khiyar rukyah; (c) akad itu tidak dilaksanakan

oleh salah satu pihak; dan (d) tercapainya tujuan akad itu secara

sempurna.

d. Salah satu pihak yang berakad meninggal dunia. Dalam hubungan ini

para ulama fiqh menyatakan bahwa tidak semua akad otomatis

berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang melaksanakan akad.

Akad yang bisa berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang

melaksanakan akad, di antaranya adalah akad sewa-menyewa, ar-

rahn, al-kafalah, ays-syirkah, al-wakalah, dan al-muzarara‟ah..

Luzum adalah tidak dapatnya membatalkan akad kecuali dengan

kerelaan. Artinya, pihak-pihak yang berakad tidak berhak menbatalkan

akad yang telah dilakukan kecuali dengan kerelaan pihak lain. Sama

halnya tidak akan terjadi akad tanpa kerelaan kedua belah pihak. Begitu

juga dalam membatalkan akad harus atas kerelaan kedu belah pihak.48

46 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor Keuangan

Syariah (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2017, Cet. Kedua), h., 61-62. 47 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 109. 48 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, h., 54.

Page 72: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

57

BAB IV

ANALISIS PUTUSAN PENGADILAN AGAMA DEPOK TENTANG

SURAT PERJANJIAN HAK ASUH ANAK

A. Kasus Posisi

Perkara No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. ini dimulai dari permohonan

cerai talak yang diajukan suami (Pemohon) terhadap istrinya (Termohon).

Suami adalah warga negara asing berkebangsaan Amerika Serikat dan

menikah dengan istri warga negara Indonesia dihadapan pejabat KUA

(Kantor Urusan Agama). Suami dan istri memiliki dua orang anak yang

merupakan anak di luar kawin, sehingga suami adalah ayah biologis dari

kedua anak tersebut. Setelah menikah, anak perempuan yang berusia 8

tahun dan anak laki-laki yang berusia 5 tahun tersebut dinyatakan sebagai

anak sah suami berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.1

Suami merasa bahwa hubungan perkawinannya dengan istri tidak

berjalan harmonis. Sekalipun berada di dalam rumah yang sama, suami

merasa hampa tanpa kasih sayang dari istri sebagaimana layaknya sebuah

keluarga pada umumnya. Salah komunikasi sering terjadi serta cara

pandang yang berbeda antara suami dan istri semakin membuat perselisihan

antara suami dan istri sering pula terjadi dan tidak terselesaikan.2

Ikatan lahir batin sebagai suami dan istri sesuai Pasal 33 Undang-

undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa suami istri wajib saling

cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir dan

batin yang satu kepada yang lain pun tidak dapat direalisasikan. Sehingga

alasan permohonan cerai talak oleh suami telah sesuai dengan apa yang

terdapat dalam Pasal 19F mengenai alasan perceraian Peraturan Pemerintah

No. 9 tahun 1975 tentang Perkawinan, yaitu antara suami dan istri terus-

1 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 2 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 73: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

58

menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan

hidup rukun lagi dalam rumah tangga telah tercapai.3

Pada sidang pengadilan agama tingkat pertama di Pengadilan

Agama Depok, telah dilakukan upaya mediasi dan gagal mendamaikan

suami dan istri. Akan tetapi, mediasi menghasilkan surat perjanjian yang

disepakati di depan mediator dan di tanda tangani oleh kedua belah pihak.

Salah satu isi dari perjanjian yang dibuat tersebut adalah sebagai akibat dari

perceraian suami dan istri sepakat bahwa mereka akan memegang hak asuh

hukum dan pengendalian bersama secara permanen terhadap anak-anak dan

pada poin selanjutnya disebutkan pengaturan hak asuh fisik terhadap anak-

anak antara suami dan istri.4

Permohonan yang diajukan suami kepada hakim adalah menetapkan

dan memberi izin kepada suami untuk mengikrarkan talak satu terhadap istri

dan meminta agar majelis hakim menghukum suami dan istri untuk menaati

perjanjian yang telah disepakati bersama. Dasar hukum yang dikemukakan

suami adalah bahwa perjanjian tersebut telah sejalan dengan Yurisprudensi

Mahkamah Agung No. 3713 K/Pdt/1994 tanggal 28 Agustus 1997 yang

pada pokoknya akibat perceraian seperti nafkah dan biaya untuk anak serta

masalah pengasuhan anak juga mutah dan idah untuk istri menyatakan

bahwa mendahului perceraian yang akan dijatuhkan oleh Pengadilan, maka

Para Pihak yaitu suami dan istri diperbolehkan dan diizinkan untuk

membuat perjanjian atau persetujuan yang berisi kesepakatan tentang hal-

hal berkaitan dengan yang sudah disebutkan di atas.5

Dalam jawaban yang diberikan istri terhadap permohonan cerai

suami yaitu mengakui perihal hubungan rumah tangga yang tidak harmonis

dan tidak keberatan dengan permohonan talak yang diajukan suami. Akan

tetapi, istri meminta kepada majelis hakim untuk memberikan hak asuh anak

kepadanya dengan dasar hukum Pasal 41 butir b dan c Undang-undang

3 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 4 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 5 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 74: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

59

Perkawinan tahun 1974 yang berbunyi, (b) bapak yang bertanggung jawab

atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak

tersebut, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberikan

kewajiban tersebut pengadilan dapat menetukan bahwa untuk memikul

biaya tersebut dan (c) pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami

untuk memberikan biaya penghidup dan/atau menentukan sesuatu

kewajiban bagi bekas istri.

Selanjutnya dipertegas dengan Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam

yang menetukan bahwa (a) pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau

belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya, (b) pemeliharaan anak yang

sudah mumayiz diserahkan kepada anak untuk memilih antara ayah atau

ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaan, dan (c) biaya pemeliharaan

ditanggung oleh ayahnya. Dalam Pasal 29 ayat 2 dan 3 Undang-undang No.

23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga disebutkan bahwa, (2) dalam

hal terjadi perceraian dari perkawinan campuran, anak berhak untuk

memilih atau berdasarkan keputusan Pengadilan berada dalam pengasuhan

salah satu dari orang tuanya, dan (3) jika anak belum mampu menentukan

pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia, demi

kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah wajib

mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak tersebut.6

Setelah membaca duduk perkara kasus, majelis hakim menerima

permohonan talak suami dan memberikan putusan dengan amar memberi

izin suami untuk menjatuhkan talak satu kepada istri dan menetapkan hak

asuh kedua anak yang berumur 8 tahun dan 5 tahun kepada istri sebagai ibu

kandung dari kedua anak. Meski demikian, dalam pertimbangan hakim pada

peradilan ini, terdapat satu hakim anggota yang memiliki dissenting opinion

yang menyatakan keberlakuan surat perjanjian hak asuh anak. Namun

kemudian berdasarkan pendapat hakim terbanyak, hak asuh anak tetap

diberikan kepada istri. 7

6 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 7 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 75: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

60

Merasa tidak puas dengan putusan hakim tingkat pertama

Pengadilan Agama Depok, suami mengajukan banding ke Pengadilan

Tinggi Agama Bandung. Dalam memori bandingnya, suami Pembanding)

meminta hakim untuk menyatakan surat perjanjian yang dibuat oleh suami

dan istri ketika mediasi di Pengadilan Agama Depok mengikat kedua belah

pihak dan berkekuatan hukum. Hakim banding menjatuhkan putusan

dengan amar bahwa surat perjanjian hak asuh anak yang sudah disepakati

tersebut adalah sah dan mengikat kedua pihak. Sehingga hak asuh kedua

anak tidak diberikan kepada salah satu pihak baik suami maupun istri dan

membatalkan putusan hakim Pengadilan Agama Depok yang memberikan

hak asuh anak kepada istri. Majelis hakim banding dalam pertimbangan

hukumnya sepakat dengan hakim anggota tingkat pertama yang melakukan

dissenting opinion.8

Merasa tidak puas dengan putusan hakim pada tingkat banding, istri

mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dengan alasan kasasi bahwa istri

(Pemohom Kasasi) sangat keberatan dan tidak menerima pertimbangan-

pertimbangan hukum majelis hakim pada tingkat banding yang memeriksa

dan mengadili perkara tentang kesepakatan bersama tersebut. Mengingat

bahwa pertimbangan hakim tersebut tidak cermat dan tidak teliti sehingga

keliru menerapkan hukum sebagaimana yang tertuang dalam putusannya.

Seperti pada faktanya, bahwa perkawinan yang terjadi antara suami dengn

istri adalah perkawinan campuran antara warga negara Indonesia dengan

Amerika Serikat, dan mengenai ini telah dipertimbangkan dengan benar

oleh majelis hakim tingkat pertama yang memeriksa dan mengadili perkara

dalam putusannya berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1), (2) dan (3)

Undang-undang No. 23 tahun 2002 rev. Undang-undang No. 35 tahun 2014

tentang Perlindungan Anak. Fakta berikutnya yang diajukan istri adalah

bahwa kedua anak yang dimiliki suami dan istri masih di bawah umur atau

belum mumayiz sehingga sepatutnya anak-anak tersebut berada di bawah

8 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

Page 76: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

61

pengasuhan istri sesuai dengan ketentuan Pasal 105 Kompilasi Hukum

Islam.9

Dalam amar putusannya, majelis hakim kasasi mengabulkan

permohonan istri dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Agama

Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. yang membatalkan putusan

Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. dan memberikan

izin kepada suami untuk menjatuhkan talak satu kepada istri kemudian

memberikan hak asuh kedua anak kepada istri.10

B. Pertimbangan Hukum Hakim

Setelah memeriksa perkara antara suami dan istri, hakim pada

peradilan tingkat pertama dalam amar putusannya menyatakan surat

perjanjian tidak sah dan hak asuh anak diberikan kepada istri dengan

pertimbangan bahwa surat perjanjian tidak memenuhi 4 syarat yang terdapat

dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu suatu perjanjian dianggap sah apabila

4 syaratnya sudah terpenuhi, (1) kesepakatan mereka yang mengikat

dirinya, (2) kecakapan untuk membuat suatu perikatan, (3) suatu pokok

persoalan tertentu, (4) suatu sebab yang tidak terlarang. Dalam ketentuan

Pasal 1337 KUHPerdata menyatakan, bahwa suatu sebab yang terlarang

adalah jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu

bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Dengan

demikian, majelis hakim menghukum suami dan istri untuk menaati

kesepakatan bersama tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan undang-

undang, kesusilaan atau ketertiban umum.11

Sedangkan isi perjanjian tentang hak asuh anak yang telah dibuat

tidak memenuhi syarat keempat karena mengandung sebab yang terlarang.

Terkait dengan isi perjanjian tentang pemeliharaan anak yang dibuat

9 Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015. 10 Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015. 11 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 77: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

62

tersebut, majelis hakim berpendapat bahwa tidak terjadi kesepakatan antara

suami dan istri.12

Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses

perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu

oleh mediator.13 Mediator adalah sebagai orang yang memediasi, dan

mempunyai peranan penting dalam mediasi. Kemampuan seorang mediator

sangat menentukan keberhasilan proses mediasi, tidak saja berupa

pemahaman dan penguasaan terhadap konsep dan teknik mediasi, tetapi

juga mengenai substansi masalah yang menjadi objek sengketa atau

permasalahn.14

Adapun yang menjadi pertimbangan majelis hakim pada peradilan

tingkat pertama adalah dengan dikabulkannya permohonan talak suami

maka berakhirlah pernikahan yang terjadi antara suami dan istri. Menurut

hukum, talak bermakna melepaskan ikatan perkawinan yang dilakukan oleh

suami terhadap istrinya. Artinya dengan talak tersebut telah terjadi

perceraian atau perpisahan secara hukum dan secara fisik antara suami dan

istri. Dengan demikian tidak mungkin lagi suami dan istri untuk dapat

mengasuh kedua anaknya secara bersama sebagaimana ketika suami dan

istri masih terikat dalam suatu perkawinan.15

Pertimbangan selanjutnya, bahwa ketentuan Pasal 41 huruf a

Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan, akibat

putusnya perkawinan karena perceraian ialah (a) baik ibu atau bapak tetap

berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata

berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai

pengasuhan anak-anak pengadilan memberi keputusannya, (b) bapak

bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang

diperlukan anak itu. Dan ketentuan Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-

12 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 13 Rizqah Zikirillah Aulia, “Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi oleh Pengadilan

Agama Pekanbaru”, JOM Fakultas Hukum, Vol. 2 No. 2, Oktober 2015, h., 1. 14 Raihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Rajawali Press, 2002), h.,

97. 15 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 78: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

63

undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan, (1) jika

terjadi perkawinan campuran antara warna negara Republik Indonesia dan

warga negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut berhak

memperoleh kewarganegaraan dari ayah atau ibunya sesui dengan

ketentuan yang berlaku, (2) dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), anak berhak untuk memilih atau

berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam pengasuhan salah satu dari

kedua orang tuanya.16

Majelis hakim juga menimbang, bahwa sesuai dengan Surat Edaran

No. 7 tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar

Mahkamah Agung sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan

pada Hasil Rapat Kamar Perdata MARI, yang diikuti oleh Hakim-hakim

Agung, pada Sub Kamar Perdata Umum angka XII menerangkan tentang

akibat perceraian, berdasarkan Pasal 47 dan Pasal 50 Undang-undang No. 1

tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan adanya perceraian tidak

menjadikan kekuasaan orang tua berakhir dan tidak memunculkan

perwalian (bandingkan dengan Pasal 299 KUHPerdata yang berbunyi

“selama perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada

dalam kekuasaan kedua orang tuanya, sejauh kedua orang tua tersebut tidak

dilepaskan atau dipecat dari kekuasaan itu), sehingga hakim harus

menunjuk salah satu dari kedua orang tua sebagai pihak yang memelihara

dan mendidik anak tersebut (Pasal 41 Undang-undang No. 1 tahun 1974

tentang Perkawinan) karena setelah perceraian, kedua orang tua telah putus

hubungan hukum dan fisiknya.17

Maka berdasarkan ketentuan yang dikemukakan di atas, majelis

hakim berpendapat bahwa poin mengenai pengasuhan anak dalam

perjanjian yang dibuat ketika mediasi tersebut adalah bertentangan dengan:

1. Ketentuan Pasal 41 huruf a Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang

Perkawinan.

16 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 17 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 79: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

64

2. Ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak.

3. Ketentuan Pasal 105 huruf a dan b Kompilasi Hukum Islam

4. Fakta hukum bahwa antara Tergugat Rekonpensi dan Penggugat

Rekonpensi akan melakukan cerai talak, hal mana akan mengharuskan

kepada Tergugat Rekonpensi dan Penggugat Rekonpensi melakukan

perpisahan baik secara hukum maupun secara fisik.

Oleh karena itu ketentuan poin pengasuhan dalam perjanjian yang dibuat

ketika mediasi dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum.18

Berdasarkan kutipan akta kelahiran kedua anak, dapat diketahui

bahwa anak suami dan istri seorang perempuan berumur 8 tahun dan

seorang laki-laki berumur 5 tahun. Bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal

105 huruf a, b, dan c Kompilasi Hukum Islam dinyatakan, dalam hal terjadi

perceraian, (a) pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum

berumur 12 tahun adalah hak ibunya, (b) pemeliharaan anak yang sudah

mumayiz diserahkan kepada anak untuk memilih di antara ayah atau ibunya

sebagai pemegang hak pemeliharaannya, (c) biaya pemeliharaan

ditanggung oleh ayahnya. Maka berdasarkan pertimbangan di atas, majelis

hakim menetapkan bahwa pemeliharaan kedua anak tersebut ada pada istri

selaku ibu kandung anakhingga masing-masing berumur 12 tahun. Dan

menyatakan suami selaku ayahnya dapat menjenguknya guna memberikan

kasih sayangnya, mendidiknya, mengajaknya pergi berekreasi, berbudaya

sesuai dengan kesepakatan antara suami dan istri.19

Dalam menetapkan hukum, tampaknya majelis hakim pada

peradilan tingkat pertama menggunakan teori penemuan hukum interpretasi

hukum. Interpretasi hukum ini terjadi apabila terdapat ketentuan undang-

undang yang secara langsung dapat ditetapkan pada kasus konkret yang

dihadapi, atau metode ini dilakukan dalam hal peraturannya sudah ada tetapi

18 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 19 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 80: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

65

tidak jelas untuk diterapkan pada peristiwa konkret atau mengandung arti

pemecahan atau penguraian akan suatu makna ganda, norma yang kabur,

konflik antar norma, dan ketidakpastian dari suatu peraturan perundang-

undangan.20 Teori penemuan hukum ini mengacu pada interpretasi

sistematis. Artinya, dalam menetapkan hukum hakim menafsirkan undang-

undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan,

artinya tidak satu pun dari peraturan perundang-undangan tersebut

ditafsirkan seakan-akan berdiri sendiri, tetapi harus selalu dipahami dalam

kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya. Menafsirkan undang-

undang tidak boleh menyimpang atau keluar dari sistem perundang-

undangan atau sistem hukum suatu negara.21 Pemakaian metode ini oleh

hakim terlihat dari hasil akhir putusan yang mengatakan bahwa surat

perjanjian dikatakan tidak sah karena tidak sesuai dengan ketentuan syarat

sah perjanjian yang termaktub dalam Pasal 1320 KUHperdata dan Pasal

1337 KUHPerdata, meskipun dengan ditanda tangani surat perjanjian telah

sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3713 K/Pdt/1994.

Akan tetapi, Hakim tetap berpedoman penuh pada yang dituliskan dalam

ketentuan undang-undang seperti pada Pasal KUHPerdata yang membahas

mengenai ketentuan perjanjian.

Jika dilihat dari segi kedudukannya, Yurisprudensi merupakan

keputusan hakim yang berisikan sutu pertimbangan-pertimbangan hukum

sendiri berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh Pasal 22 A.B (hakim

yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alasan bahwa

peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menyebutkan,

tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena

menolak mengadili) yang kemudian menjadi dasar putusan hakim lainnya

di kemudian hari untuk mengadili perkara yang memiliki unsur-unsur yang

20 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h., 59-

60. 21 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Liberty,

2007, Cet. Kelima), h., 58-59.

Page 81: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

66

sama, dan selanjutnya putusan hakim tersebut menjadi sumber hukum di

pengadilan. Menurut Subekti, yurisprudensi adalah putusan-putusan Hakim

yang telah berkekuatan hukum tetap dan dibenarkan oleh Mahkamah Agung

sebagai pengadilan kasasi, atau putusan Mahkamah Agung sendiri yang

sudah berkekuatan hukum tetap, maka barulah dapat dikatakan ada hukum

yang dicipta melalui yurisprudensi.22

Majelis hakim juga menggunakan metode interpretasi sosiologis.

Artinya, suatu peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan situasi

sosial yang baru. Jadi, interpretasi sosiologis adalah interpretasi untuk

memahami suatu peraturan hukum, sehingga peraturan hukum tersebut

dapat diterapkan sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat.23

Dengan metode interpretasi ini, hakim memaknai bahwa ketentuan isi

perjanjian tidak bisa direalisasikan berdasarkan kenyataan bahwa suami dan

istri sudah tidak menjadi suami istri lagi atau sudah bercerai, sedangkan

perceraian itu memutus ikatan hukum dan fisik antara suami dan istri

sehingga tidak mungkin lagi untuk merawat anak secara bersama dan tidak

mungkin lagi untuk tinggal bersama dalam satu atap.

Dalam putusan majelis hakim tingkat pertama di Pengadilan Agama

Depok, terdapat perbedaan pendapat (dissenting opinion) oleh salah satu

hakim anggota yang memuat:24

1. Dalam hal gugatan istri tentang hak pengasuhan anak agar jatuh kepada

istri selaku ibunya, hal tersebut sudah tercantum dalam kesepakatan yang

sudah dibuat ketika mediasi yang intinya bahwa anak-anak diasuh

bersama oleh istri dengan suami secara permanen. Hakim ini

berpendapat, sesuai Pasal 41 huruf a Undang-undang No. 1 tahun 1974,

menentukan bahwa akibat putusnya perkawinan karena perceraian, baik

ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-

22 M. Fauzan, Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata (Jakarta:

Prenadamedia Group, 2014, Cet. Pertama), h., 10. 23 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h., 68. 24 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 82: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

67

anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada

perselisihan mengenai penguasaan anak, pengadilan memberikan

keputusannya. Makna a contrario dari ketentuan tersebut adalah akibat

putusnya perkawinan karena perceraian dan tidak ada perselisihan

(terdapat kesepakatan dalam mediasi) mengenai hak asuh anak. Sehingga

dengan kesepakatan tersebut gugatan istri mengenai hak hadanah tidak

perlu dipertimbangkan lebih lanjut karena suami dan istri dihukum untuk

menaati isi kesepakatan.

Hal ini sejalan dengan maksud Peraturan Mahkamah Agung Republik

Indonesia Pasal 1 ayat (5) tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang

menyatakan bahwa Kesepakatan Perdamaian adalah dokumen yang

memuat syarat-syarat yang disepakati oleh para pihak guna mengakhiri

sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan

seorang mediator atau lebih berdasarkan peraturan ini.

2. Bahwa sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata tentang akibat suatu

perjanjian/ kesepakatan, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu

perjanjian/ kesepakatan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat

kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang

dinyatakan cukup untuk itu. Dan suatu perjanjian harus dilaksanakan

dengan itikad baik.

Hal ini sejalan dengan maksud bunyi Pasal 1858 KUHPerdata yang

berbunyi, segala perdamaian mempunyai di antara para pihak suatu

kekuatan seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan,

hal ini ditegaskan dalam Pasal 130 ayat (2) HIR (Herziene Indonesisch

Reglement) bahwa Putusan Akta Perdamaian memiliki kekuatan sama

seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.

3. Bahwa dengan pengasuhan bersama antara suami dan istri (sebagaimana

selama ini berjalan dengan cukup baik) justru akan sangat

menguntungkan kepentingan anak, baik dipandang dari segi

pemeliharaan maupun dari segi pendidikan yang diperlukan seorang

Page 83: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

68

anak dan sesuai dengan keterangan saksi di persidangan bahwa selama

ini anak-anak dalam keadaan sehat, gembira/ riang (vide Pasal 1 ayat 2

dan Pasal 3 Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak) sehingga suami dan istri tetap bisa mencurahkan kasih sayang

terhadap kedua orang anak secara maksimal.

Adanya perbedaan pendapat (dissenting opinion) ini merupakan

perwujudan nyata kebebasan hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu

perkara. Ini sejalan dengan tujuan kekuasaan kehakiman yang merdeka,

yang tidak lain dari kebebasan kehakiman dalam memeriksa dan memutus

perkara. Berdasarkan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009

Tentang Kekuasaan Kehakiman, pencantuman perbedaan pendapat

(dissenting opinion) dalam putusan bersifat imperative atau mandatory,

karena dengan tegas dikatakan ‘wajib’ dimuat dalam putusan. Rasio dari

pencantuman ini bertujuan untuk memperlihatkan kepada pihak yang

berperkara maupun masyarakat, bahwa putusan yang dijatuhkan benar-

benar diambil melalui pengkajian dan analisis yang matang.25 Dalam

konteks putusan hakim, penerapan dissenting opinion berarti sejalan dengan

semangat keterbukaan. Dengan pencantuman pendapat hakim tersebut hak

masyarakat untuk mendapatkan informasi secara optimal diberikan.26

Adanya dissenting opinion ini membuat masyarakat kini mempunyai

harapan baru, putusan pengadilan akan lebih berkualitas. Sebab, hakim tak

bisa lagi menyembunyikan pikirannya dalam putusan.27 Pada tataran

normatif, dissenting opinion diatur dalam pasal 30 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung yang menetapkan bahwa

dalam sidang permusyawaratan setiap hakim agung wajib menyampaikan

pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa

25 M. Yahya Harahap. Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan

Kembali Perkara Perdata. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. hlm 420 26 Sunarmi, “Dissenting Opinion sebagai Wujud Transparansi dalam Putusan Peradilan”,

Jurnal Equality, Vol. 12 No. 2 Agustus 2007, h,.150 27 Sunarmi, “Dissenting Opinion sebagai Wujud Transparansi dalam Putusan Peradilan,

h,. 152.

Page 84: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

69

dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.28 Maka, dari uraian

di atas, dapat diketahui bahwa dissenting opinion bukanlah hal baru dalam

perkara peradilan. Bahkan, dapat dikatakan, dengan adanya dissenting

opinion menandakan adanya keterbukaan di antara para hakim.

Dalam pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Agama Depok

kecuali hakim anggota yang melakukan dissenting opinion, dapat dikatakan

bahwa hakim dalam menetapkan amar putusan telah mempertimbangkan

aspek yuridis, yaitu dengan berpatokan kepada undang-undang, memahami

undang-undang dengan mencari undang-undang yang berkaitan dengan

perkara yang sedang dihadapi.29 Ini jelas terlihat dari paparan pertimbangan

hakim yang telah penulis uraikan pada pargraf-paragraf sebelumnya.

Sekaligus, hakim juga menggabungkannya dengan melihat aspek

sosiologis yaitu dengan mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup di

masyarakat.30 Ini terlihat dari pertimbangan hakim yang mengatakan bahwa

ketika isi dari perjanjian mengenai pengasuhan bersama terhadap kedua

anak pasca perceraian dilakukan, maka akan bertentangan dengan budaya

yang sudah melekat pada masyarakat kita bahwa laki-laki dan perempuan

yang tidak memiliki ikatan yang sah untuk tinggal bersama di bawah satu

atap dipandang buruk dan melanggar norma-norma yang berlaku. Seperti

dalam hukum Islam dikatakan bahwa berkumpulnya antara laki-laki dan

perempuan yang tidak mempunyai hubungan keluarga itu disebut dengan

ikhtilat, dan hukumnya haram.31

Terkait amar putusan banding yang diajukan suami, pada awalnya

antara suami dan istri dalam mediasi yang dilakukan bersama mediator telah

tercapai kesepakatan yang memuat tentang segala akibat hukum dari

28 Lilik Mulyadi, Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata Indonesia (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 2009), h., 166. 29 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h., 126. 30 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h., 126. 31 Fatma Noviani, Interaksi Mahasiswa-mahasiswi UIN SUSKA Riau yang Tinggal

Serumah di Lokasi Kulih Kerja Nyata (KKN) Menurut Hukum Islam, Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum Jurusan Hukum Keluarga 2018, Bab III, h., 55.

Page 85: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

70

terjadinya perceraian antara suami dan istri, yaitu mengenai hak

pemeliharaan anak bahwa mereka akan memegang hak asuh hukum dan

pengendalian bersama secraa permanen terhadap anak-anak yang dimuat

dalam poin 4 dalam surat perjanjian. Majelis hakim banding kemudian

meneliti pertimbangan hukum majelis hakim tingkat pertama, maka majelis

hakim tingkat banding tidak sependapat dengan petimbangan hukum

majelis hakim tingkat pertama, kecuali dengan hakim anggota yang

melakukan dissenting opinion.32

Majelis hakim tingkat banding berpendapat bahwa isi kesepakatan

pada poin 4 tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 41 huruf a Undang-

undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 29 a Undang-

undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Hal ini sesuai

dengan hakim anggota yang melakukan dissenting opnion pada tingkat

pertama. Menurut hakim banding, pertimbangan hakim anggota yang

melakukan dissenting opinion itu sudah tepat dan benar sehingga diambil

alih menjadi pertimbangan majelis hakim tingkat banding untuk

mendukung pendapat majelis hakim tingkat banding dengan beberapa

tambahan seperti, menurut majelis hakim ketentuan poin 4 tidak

bertentangan dengan pasal yang sudah disebutkan di atas karena menurut

ketentuan tersebut baik bapak maupun ibu berkewajiban memelihara dan

mendidik anak-anak. Dan apabila terjadi perselisihan mengenai penguasaan

anak, pengadilan memberikan keputusannya. Maka menurut majelis hakim

tingkat banding, pengadilan dapat saja memberikan keputusan dalam

perkara ini hak hadanah diberikan kepada suami atau istri atau sesuai

dengan kesepakatan, tetapi itupun harus sesuai dengan alasan-alasan yang

dipertimbangkan menurut hukum dan kepentingan anak.33

Majelis hakim tingkat banding juga berpendapat untuk menjaga

kepentingan suami dan istri yang harus melaksanakan kewajibannya untuk

memelihara dan mendidik anak-anak sehingga mendapatkan kasih sayang

32 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. 33 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

Page 86: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

71

baik dari bapaknya/ suami maupun dari ibunya/ istri, dan berdasarkan

keterangan saksi dan pertimbangan hakim anggota yang melakukan

dissenting opinion, bahwa pemeliharaan anak selama ini berjalan baik,

maka majelis hakim banding memutuskan, pemeliharaan terhadap anak

dimaksud sesuai dengan kesepakatan bersama sebagai hasil dari mediasi

dalam persidangan.34

Sesuai dengan ketentuan Pasal 105 huruf a Kompilasi Hukum Islam

dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 tahun 2012 tentang Rumusan

Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung RI sebagai pedoman

pelaksanaan tugas bagi pengadilan Sub Kamar Perdata Umum Angka XII

yang maksudnya, apabila terjadi perceraian hakim menunjuk salah satu dari

orang tuanya sebagai pihak yang memelihara dan mendidik anak tersebut,

maka menurut majelis hakim tingkat banding, ketentuan tersebut hanya

dipedomani jika dalam masalah tersebut tidak ada kesepakatan, karena

ketentuan tersebut tingkatnya lebih rendah dari undang-undang. Sedangkan

dalam perkara ini ada kesepatakan yang setingkat dengan undang-undang,

maka majelis hakim tingkat banding tetap berpegang dengan hasil

kesepatakan.35

Berdasarkan bunyi Pasal 1338 KUHPerdata disebutkan, persetujuan

yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali

selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan

yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilakukan dengan

itikad baik.36

Maka atas dasar pertimbangan di atas, majelis hakim tingkat

banding berpendapat bahwa kesepakatan antara suami dan istri adalah sah

dan mengikat bagi suami dan istri serta tidak bertentangan dengan undang-

undang dan fakta hukum sehingga pihak-pihak dihukum untuk menaati

34 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. 35 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. 36 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

Page 87: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

72

kesepakatan tersebut. Maka, putusan tingkat pertama yang menghukum

suami dan istri untuk menaati kesepakatan kecuali poin nomor 4 tidak dapat

dipertahankan dan harus dibatalkan.37

Majelis hakim tingkat banding juga berpendapat mengenai perkara

ini yang kemudian istri menyatakan gugatannya terhadap hak asuh anak

tidak dapat diterima karena pada dasarnya antara suami dan istri sudah

terjadi kesepakatan. Mengenai gugatan hak asuh anak tersebut dapat

diajukan oleh salah satu pihak apabila anak tersebut dipelihara pihak lain

atau secara bersama-sama tetapi wajib berdasarkan alasan yang dibenarkan

oleh undang-undang berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-undang Nomor

1 tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur bahwa kekuasaan orang

tua terhadap anaknya dapat dicabut berdasarkan keputusan pengadilan

dalam hal:38

a. Ia sangat melalaikan kewajiban terhada anaknya;

b. Ia berkelakuan buruk sekali;

Berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat disepakati bahwa anak

diasuh oleh kedua orang tua secara bersama-sama, kemudian istri menuntut

agar kedua anak diasuh oleh dirinya. Dengan adanya tuntutan tersebut,

berarti istri mencabut hak pengasuhan dari suami. Namun majelis hakim

tingkat banding tidak menemukan alasan yang kuat dari istri baik dari berita

acara sidang tingkat pertama maupun dalam kontra memori banding dari

istri untuk mengalihkan pengasuhan anak dari kesepakatan bersama

menjadi hak istri sesuai dengan ketentuan pasal di atas. Sehingga gugatan

istri mengenai hak pengasuhan anak tidak dapat diterima karena tidak

beralasan hukum.39

Dalam menetapkan hukum pada tingkat banding, tampaknya majelis

hakim menggunakan metode konstruksi hukum argumentum a contratio.

Metode ini memberikan kesempatan kepada hakim untuk melakukan

37 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. 38 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab X,

Pasal 49 Ayat (1). 39 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

Page 88: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

73

penemuan hukum dengan pertimbangan bahwa apabila undang-undang

menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu, berarti peraturan itu

terbatas pada peristiwa tertentu itu dan peristiwa di luarnya berlaku

kebalikannya. Esensi metode ini adalah mengedepankan cara penafsiran

yang berlawanan pengertiannya antara peristiwa konkret yang dihadapi

dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang. Metode ini menitik

beratkan pada ketidaksamaan peristiwanya dan diberlakukan segi negatif

dari suatu undang-undang.40 Penggunaan metode ini terlihat ketika hakim

pada tingkat banding mengungkapkan bahwa ketentuan mengenai

penunjukkan salah satu orang tua sebagai pengasuh anak hanya dilakukan

oleh hakim pengadilan jika tidak terdapat kesepakatan. Sedangkan dalam

kasus ini, antara kedua orang tua anak sudah dibuat kesepakatan yang

mengikat bagi keduanya. Maka, dalam hal ini, hak pengasuhan anak tidak

diberikan kepada salah satu dari orang tua, melainkan ketentuan pengasuhan

anak yang terdapat dalam surat perjanjian mestilah ditaati. Majelis hakim

melihat sisi kebalikan dari ketentuan hukum yang ada berdasarkan fakta

hukum pada kasus ini. Hal ini juga sejalan dengan pertimbangan hakim

anggota yang melakukan dissenting opinion pada poin pertama yang sudah

penulis uraikan di atas, yang mana hakim anggota menggunakan makna a

contrario dalam memahami perkara.

Majelis Hakim pada tingkat banding juga menggunakan interpretasi

sistematis dalam menetapkan hukum. Artinya, dengan metode ini, hakim

menafsirkan undang-undang sebagai bagian dari keseluruhan sistem

perundang-undangan, yaitu tidak satu pun dari peraturan perundang-

undangan tersebut ditafsirkan seakan-akan berdiri sendiri, tetapi harus

selalu dipahami dalam kaitannya dengan jenis peraturan yang lainnya.

Menafsirkan undang-undang tidak boleh menyimpang atau keluar dari

sistem perundang-undangan atau sistem hukum suatu negara.41

40 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, h., 14-23 41 Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, h., 58-59.

Page 89: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

74

Penggunaan metode ini terlihat ketika hakim mengatakan bahwa

kesepakatan atau perjanjian yang dibuat sudah setingkat dengan undang-

undang karena telah mencapai unsur dari apa yang terdapat pada undang-

undang, yaitu konsensus atau kesepakatan. Karena memang, antara kedua

orang tua telah dibuat perjanjian yang mengartikan bahwa kedua oang tua

telah sepakat. Pendapat ini sejalan dengan Pasal 1338 KUHPerdata tentang

akibat suatu perjanjian/ kesepakatan, bahwa semua perjanjian yang dibuat

secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

dan perjanjian itu hanya dapat ditarik kembali dengan kesepakatan kedua

belah pihak, atau karena alasan-alasan dibenarkan yang oleh undang-

undang dan pendapat ini juga diperkuat oleh Pasal 1858 KUHPerdata yang

berbunyi, segala perdamaian mempunyai di antara para pihak suatu

kekuatan seperti suatu Putusan Hakim dalam tingkat yang penghabisan, hal

ini ditegaskan dalam Pasal 130 ayat (2) HIR (Herziene Indonesisch

Reglement) bahwa Putusan Akta Perdamaian memiliki kekuatan sama

seperti putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, sehingga akta ini tidak

dapat diajukan banding maupun kasasi. Karena telah berkekuatan hukum

tetap, akta perdamaian tersebut langsung memiliki kekuatan eksekutorial.

Jika putusan tersebut tidak dilaksanakan, maka dapat dimintakan eksekusi

kepada pengadilan.42

Dalam poin ketiga dari penjabaran pertimbangan dissenting opinion

yang dilakukan hakim anggota pada tingkat pertama, hakim juga

menggunakan interpretasi sosiologis dalam memandang keadaan kedua

anak.43 Ketika perjanjian yang dibuat mengikat kedua belah pihak, maka

ketika itu anak akan menjadi tanggung jawab kedua belah pihak secara

bersama. Akibatnya, kenyamanan anak terhadap kedua orang tua tidak akan

terganggu kendati masih merasakan berada dalam pengasuhan kedua orang

tua sebagaimana biasanya.

42 Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h., 280. 43 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h., 68.

Page 90: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

75

Penulis berpendapat, dalam pertimbangan hukum yang diberikan

hakim anggota yang melakukan dissenting opinion dan majelis hakim pada

tingkat banding ini, hakim telah mempertimbangkan aspek filosofis, yaitu

aspek yang berintikan pada kebenaran dan keadilan.44 Hal ini sesuai dengan

pernyataan hakim yang mempertimbangkan tumbuh kembang anak bila

ketentuan hak asuh anak dalam perjanjian tidak dilaksanakan dan mengikat

orang tua anak. Pasalnya, seperti yang disebutkan oleh saksi yang

didatangkan dalam persidangan peradilan tingkat pertama, selama berada

dalam pengasuhan kedua orang tua, kedua anak adalah anak yang ceria dan

bahagia,45 sehingga dikhawatirkan bila anak diberikan pada salah satu dari

orang tua akan mengganggu psikologis dan perkembangan anak.

Dalam amar putusan yang diberikan hakim pada tingkat kasasi,

terdapat beberapa pertimbangan yang akhirnya putusan ditetapkan dengan

dibatalkannya putusan hakim pada tingkat banding yang membatalkan

putusan hakim pada tingkat pertama dan hak asuh kedua anak dipegang oleh

istri sebagai ibu kandung si anak. Adapun pertimbangan tersebut adalah

bahwa Pengadilan Tinggi Agama Bandung telah salah dalam menerapkan

hukum karena telah menyatakan sah seluruh isi kesepakatan perdamaian

yang dibuat dan ditanda tangani oleh suami dan istri di hadapan mediator,

tanpa terlebih dahulu meneliti dan mempertimbangkan isi masing-masing

poin kesepakatan perdamaian tersebut. Terutama isi dari sisi syarat-syarat

sahnya suatu kesepakatan yang diatur dalam Pasal 1320 jo. Pasal 1337

KUHPerdata.46

Setelah meneliti isi dari masing-masing poin kesepakatan, majelis

hakim kasasi berpendapat bahwa sebagian dari isi kesepakatan tersebut

tidak sesuai dengan ketetapan Pasal 1320 jo. Pasal 1337 KUHPerdata

karena bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban

umum. Seperti kesepakatan dalam mengasuh anak secara bersama pada

44 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h., 126. 45 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 46 Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015.

Page 91: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

76

poin 4 dan pengaturan lebih rinci mengenai ini diatur pada poin 6 isi surat

perjanjian yaitu dengan penyebutan hak asuh fisik. Penetapan hak asuh

permanen secara bersama-sama antara suami dan istri tersebut bertentangan

dengan undang-undang karena berakibat pada tidak adanya kepastian

hukum bagi kedua anak tersebut di mana akan menetap dan bertempat

tinggal. Padahal, maksud dan tujuan dari pembuat undang-undang dalam

memberikan hak kepada pengadilan untuk menetapkan hak hadanah pada

ibu atau bapak setelah bercerai adalah untuk memberikan kepastian hukum

bagi anak-anak bertempat tinggal setelah perceraian kedua orang tuanya.

Ketidakpastian tentang tempat tinggal anak tersebut akan mengganggu

psikologi anak-anak dan kemaslahatan masa depan mereka. Lagi pula,

putusan tentang hadanah ditetapkan secara bersama-sama tersebut tidak

akan bermanfaat karena tidak dapat dilaksanakan secara konkret dan sulit

untuk dieksekusi bila salah satu pihak melalaikan dan atau melaksanakan

amar putusan. Sehingga kesepakatan tersebut harus dinyatakan tidak sah

dan tidak mengikat kepada kedua belah pihak. Maka, permohonan suami

agar kedua belah pihak menaati isi kesepakatan harus dinyatakan ditolak.47

Mengenai status hak asuh kedua anak yang masih berumur 8 tahun

dan 5 tahun tersebut, termasuk dalam kategori belum mumayiz dan tidak

ada satupun alasan yang menghalangi atau menggugurkan hak hadanah istri

selaku ibu kandungnya. Maka tuntutan istri tentang hak hadanah tersebut

dapat dikabulkan.48

Pada putusan tingkat kasasi, tampaknya salah satu metode

penetapan hukum yang digunakan hakim dalam pertimbangannya adalah

interpretasi historis. Artinya, mengetahui latar belakang sejarah dari

ketentuan perundang-undangan yang ada, hakim dapat mengetahui maksud

pembuatnya, dan karena itu hakim harus menafsirkan dengan jalan meneliti

sejarah kelahiran pasal tertentu itu dirumuskan.49 Hal ini terlihat dari

47 Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015. 48 Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015. 49 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, h., 17-18.

Page 92: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

77

ungkapan pertimbangan hakim yang menyebutkan jika ketentuan poin 4

dalam surat perjanjian mengenai hak asuh anak diberlakukan, maka yang

muncul adalah tidak adanya kepastian hukum bagi anak. Padahal, tujuan

utama dari terciptanya hukum di masyarakat adalah untuk memberikan

kepastian hukum kepada pihak terkait. Seperti yang dikatakan Fence M.

Wantu bahwa hukum tanpa nilai kepastian hukum akan kehilangan makna

karena tidak lagi dapat dijadikan pedoman bagi semua orang.50 Sedangkan

dengan adanya perjanjian ini, kedua anak tidak memiliki kepastian hukum

tentang dengan siapakah mereka tinggal setelah perceraian kedua orang

tuanya. Mengingat ketika sepasang suami istri sudah bercerai, tentu tidak

mungkin lagi bagi mereka untuk tinggal bersama dalam satu atap. Jelas saja

hal itu akan menyalahi norma adat, kesusilaan dan agama yang ada di

masyarakat.

Interpretasi hukum yang juga digunakan hakim pada tingkat ini

adalah interpretasi komparatif. Artinya, majelis hakim kasasi melakukan

interpretasi dengan jalan membandingkan antara berbagai sistem hukum

dengan tujuan hendak mencari kejelasan mengenai makna suatu ketentuan

peraturan perundang-undangan.51 Ketika perjanjian yang dibuat dikatakan

telah sesuai dengan isi Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3713

K/Pdt/1994 tanggal 28 Agustus 1997 tanggal 28 Agustus 1997 pada

pokoknya menyatakan, sebagai akibat dari perceraian seperti nafkah dan

biaya untuk anak serta masalah pengasuhan anak juga mutlak’ah dan iddah

istri menyatakan bahwa mendahului perceraian yang akan dijatuhkan oleh

Pengadilan, maka Para Pihak yaitu suami dan istri diperbolehkan dan

diizinkan untuk membuat perjanjian atau persetujuan yang berisi

kesepakatan tentang hal-hal yang berkaitan dengan yang sudah disebutkan

di atas,52 hakim tidak serta merta berhenti disana. Kemudian fakta yang

50 R. Tony Prayogo, Penerapn Asas Kepastian Hukum dalam Peraturan Mahkamah Agung

No. 1 tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dan dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor

06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-undang, Direktorat Jenderal

Peraturan Perundang-undangan Kementrian Hukum dan HAM, E-jurnal.peraturan.go.id, h., 199. 51 Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab tentang Penemuan Hukum, h., 19. 52 Putusan Tingkat Pertama Pengadilan Agama Depok No. 0343/ Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 93: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

78

ditemukan hakim adalah bahwa beberapa isi dari perjanjian yang dibuat

menyalahi atau tidak memenuhi syarat yang tertuang dalam KUHPerdata.

Setelah itu, hakim kembali melihat tujuan atau dampak dari keberlakuan

surat perjanjian yang ternyata menurut hakim pada tingkat kasasi, tidak

sesuai dengan kesusilaan, ketertiban umum, dan bagi psikologis anak,

sehingga hal tersebut kembali memperkuatketidaksahan dan

ketidakberlakuannya surat perjanjian yang telah dibuat dalam mediasi pada

pengadilan tingkat pertama.

Dalam praktek peradilan di Indonesia, yurisprudensi merupakan

putusan hakim yang menjadi komplementer dengan hukum undang-undang

hasil proses legislasi dalam pembentukan hukum. Bahkan yurisprudensi

dapat mencabut ketentuan dalam undang-undang jika tidak sesuai lagi

dengan keadaan zaman. Dengan kata lain, yurisprudensi telah membentuk

dan melembagakan kaidah hukum baru.53 Jadi, keberadaan yurisprudensi

bukanlah hal yang bisa dipandang sebelah mata dan perlu dipertimbangkan

lebih dalam eksistensinya dalam sistem peradilan dan kekuaatan hukum

terhadap keberlakuannya.

Perbedaan pertimbangan hakim dari berbagai tingkat peradilan di

atas, menurut penulis hakim sama -sama memiliki legal standing yang kuat

dan dapat diterima dalam memutuskan perkara di atas. Menurut penulis,

Majelis hakim telah sama-sama mempertimbangkan nilai-nilai yang mesti

menjadi tolak ukur hakim dalam menjatuhkan putusan. Hanya saja, dalam

memandang perkara yang sama, hakim dalam tingkatannya memiliki sudut

pandang yang berbeda atau melihat nilai lain dari permasalahan yang

dihadapi, meskipun dalam menetapkan hukum masih menggunakan teori

yang sama. Nilai-nilai yang berlaku tersebut dititikberatkan pada segi

kepastian hukum, segi keadilan, dan segi kemanfaatan. Hakim dalam

memutus perkara kasuistik, selalu dihadapkan pada ketiga asas tersebut.

53 Samsul Bahri, Tesis Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia (Studi Peran

Yurisprudensi Mahkamah Agung Dalam Positivisasi Hukum Islam), Program Pascasarjana Program

Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta 2006 h., 9.

Page 94: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

79

Menurut Sudikno Mertokusumo dalam buku Bab-bab tentang Penemuan

Hukumnya menyebutkan, ketiga asas tersebut harus dilaksanakan secara

kompromi, yaitu dengan cara menerapkan ketiga-tiganya secara berimbang

dan proporsional.54

Akan tetapi dalam praktik peradilan, sangat sulit bagi hakim dalam

mengakomodir ketiga asas tersebut dalam satu putusan. Sehingga hakim

harus memilih salah satu asas prioritas kasuistis dalam ketiga asas yang ada.

Ketika dalam putusannya hakim lebih dekat dengan asas kepastian hukum,

maka secara otomatis hakim akan menjauh dari titik keadilan, dan begitu

juga sebaliknya. Posisi asas kemanfaatan berada diantara dua asas kepastian

hukum dan keadilan. Maka disinilah letak batas kebebasan hakim, di mana

hakim hanya dapat bergerak di antara dua titik pembatas tersebut. Dengan

suatu pertimbangan yang bernalar, seorang hakim akan menentukan kapan

dirinya berada dekat dengan titik kepastian hukum dan kapan berada di titik

keadilan.55

Dalam menetapkan hukum, hakim tingkat pertama kecuali hakim

anggota yang melakukan dissenting opinion dan hakim kasasi telah

menggunakan asas kepastian hukum sekaligus menggunakan asas keadilan.

Ini dibuktikan dengan pertimbangan hakim yang mengatakan bahwa

perjanjian hak asuh anak dianggap tidak sah karena tidak sesuai dengan

ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1337 KUHPerdata dan

pertimbangan hakim yang melihat sisi keadilan bagi anak yang tidak

memiliki kepastian hukum jika bentuak realisasi dari isi perjanjian tersebut

adalah dengan pengasuhan secara bergantian oleh suami dan istri.56 Begitu

juga dalam pertimbangan hakim anggota yang melakukan dissenting

opinion pada tingkat pertama dan hakim banding telah menggunakan asas

kepastian hukum dan keadilan dalam melihat perkara yang dihadapi. Ini

terlihat dari pernyataan hakim anggota sekaligus hami banding yang

54 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif (Jakarta:

Sinar Grafika, 2014, Cet. Ketiga), h., 132. 55 Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif, h., 133. 56 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 95: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

80

mengatakan bahwa surat perjanjian dianggap berlaku karena telah selaras

dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3713 K/Pdt/1994, kemudian

akibat dari sah nya perjanjian yang disebutkan dalam Pasal 1338

KUHPerdata yang mengatakan bahwa perjanjian yang telah sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya dan tidak dapat

ditarik kecuali dengan kesepatakan mereka yang membuat.57

C. Keabsahan Perjanjian Hak Asuh Anak

Dalam ketentuan perundang-undangan yang mengatur perihal

perjanjian, terdapat beberapa aspek yang harus dilihat dan dipenuhi

sehingga perjanjian yang dibuat menjadi sah menurut hukum formil. Seperti

yang dijelaskan di dalam buku Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian

Indonesia karangan Herlien Budiono, bahwa pada dasarnya perjanjian itu

dapat dibuat bebas tanpa terikat bentuk, namun tercapainya tidak secara

formil, sehingga perjanjian itu cukup berdasarkan konsensus atau

kesepakatan belaka.58 Hal ini selaras dengan apa yang hukum Islam

tetapkan mengenai asas kesepakatan bersama atau konsensualisme (mabda’

ar-radha’iyyah) dalam perjanjian. Asas ini menyatakan bahwa untuk

terciptanya suatu perjanjian cukup dengan tercapainya kata sepakat antara

para pihak tanpa perlu dipenuhinya formalitas-formalitas tertentu.

Perjanjian pada hukum Islam pada umumnya bersifat konsesnsual.59

Akan tetapi, jika dikaji lebih dalam mengenai keabsahan suatu

perjanjian. Maka ditemukan fakta bahwa suatu perjanjian, untuk dapat

dikatakan sebagai perjanjian dan mengikat bagi mereka yang berjanji tidak

hanya atas konsensus atau kesepakatan saja. Kitab Undang-undang Hukum

Perdata telah menyebutkan mengenai ketentuan-ketentuan yang harus ada

dalam suatu perjanjian hingga perjanjian tersebut dapat dikatakan mengikat.

57 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. 58 Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2006, Cet. Pertama), h., 95. 59 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, h., 85.

Page 96: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

81

Begitu juga, di dalam ilmu hukum juga telah dijelaskan mengenai

penjabaran dari ketentuan pasal yang ada pada KUHPerdata yang berlaku

di Indonesia.

Suatu perjanjian yang dibuat harus lah memenuhi empat syarat yang

disebutkan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Adapun syarat yang harus dipenuhi tersebut adalah adanya kesepakatan di

antara pihak yang membuat perjanjian, pihak yang bersepakat adalah

pribadi yang sudah cakap hukum, mengenai suatu hal tertentu, dan adanya

sebab yang halal. Dua bagian pertama dari syarat ini merupakan syarat

subyektif, yang mana syarat ini menyangkut kepada pribadi yang membuat

perjanjian. Dua bagian setelahnya disebut dengan syarat objektif yang

menyangkut tentang objek dari perbuatan hukum yang dilakukan.60

Keempat syarat ini harus ada dalam perjanjian yang dibuat. Karena, jika

syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut akan batal demi

hukum. Artinya, bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak dilahirkan

dan dari awal perikatan juga tidak pernah ada. Akibatnya, tujuan awal para

pihak dalam melakukan perjanjian untuk melahirkan perikatan dikatakan

gagal, sehingga masing-masing pihak tidak memiliki dasar untuk saling

menuntut di depan hakim. Dalam bahasa inggris keadaan ini dikenal dengan

perjanjian void atau null.61 Begitu juga jika syarat subyektif pada perjanjian

tidak terpenuhi, maka salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta agar

perjanjian tersebut dibatalkan dan perjanjian ini bukanlah perjanjian yang

batal demi hukum karena terdapat opsi untuk melanjutkan perjanjiannya kah

atau membatalkan perjanjian yang dibuat tergantung kepada subjek yang

membuat perjanjian.62

Jika melihat kasus dari duduk perkara yang sudah penulis uraikan di

atas, dapat kita telaah mengenai surat perjanjian yang menjadi fokus

60 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 17-20. 61 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 20. 62 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 21.

Page 97: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

82

pembahasan penulis pada tulisan ini. Dikatakan bahwa surat perjanjian hak

asuh anak yang dibuat oleh pemohon dan istri pada sidang mediasi

Pengadilan Agama Depok adalah perjanjian yang berdasarkan kesepakatan

atau konsesus. Hal ini karena perjanjian tersebut ditandatangi oleh kedua

pihak dan dilakukan di depan mediator yang ditunjuk oleh Pengadilan

Agama Depok.63 Secara kasat mata, perjanjian ini telah memenuhi unsur

formil sederhana yang telah penulis uraikan pada paragraf sebelumnya,64

yaitu perjanjian ini dibuat atas dasar kesepakatan dan mengikat secara

formil karena dilakukan di depan mediator lalu ditandatangi oleh pihak yang

berperkara. Perjanjian yang dibuat ketika mediasi juga merupakan

perjanjian yang dibolehkan atau perjanjian yang sudah disebutkan dalam

Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3713 K/Pdt/1994 mengenai muatan

yang terkandung di dalam perjanjian tersebut. Yurisprudensi tersebut

mengatur bahwa pasangan yang ingin bercerai, sebelum hakim pengadilan

menjatuhkan putusannya, maka mereka diijinkan untuk membuat

kesepakatan mengenai harta bersama, nafkah, mutlak’ah, dan hak asuh

anak. Sehingga putusan Yurisprudensi ini adalah dasar hukum awal suami

dan istri dalam membuat perjanjian atau kesepakatan tersebut.65

Akan tetapi, walaupun mengenai pembuatan perjanjian tersebut

sudah sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Yurisprudensi Mahkamah

Agung No. 3713 K/Pdt/1994, pengkajian mendalam mengenai isi perjanjian

tetap mesti dilakukan. Mengacu kepada rukun dan syarat perjanjian yang

harus dipenuhi berdasarkan pasal 1320 KUHPerdata, perjanjian ini tidak

memenuhi unsur keempat yang ada pasal tersebut, yaitu adanya sebab yang

halal. Ini mengacu kepada isi perjanjian yang menyatakan bahwa sebagai

akibat dari perceraian, para pihak setuju bahwa ,ereka akan memegang hak

asuh anak dan pengendalian bersama secara permanen terhadap anak-anak

dan pada poin selanjutnya disebutkan pengasuhan fisik. Isi perjanjian ini

63 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 64 Lihat Paragraf Pertama Pada Sub-Bab C, Bab IV, h., 80. 65 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Page 98: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

83

jelas telah menyimpang dan tidak sesuai dengan fakta yang ada bahwa

kedua pihak seperti yang telah disebutkan hakim dalam pertimbangannya

akan melakukan perceraian yang mengakibatkan hubungan ikatan dan

hubungan hukum di antara mereka juga akan terputus. Sehingga akibat dari

perjanjian tersebut tidak dapat direalisasikan dan menjadi terlarang

berdasarkan fakta keadaan kedua belah pihak. Dan pada Pasal 1337

KUHPerdata disebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang jika sebab itu

dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan

kesusilaan atau dengan ketertiban umum.66 Sehingga, pernyataan

pengasuhan anak secara bersama setelah perceraian tidak sesuai dengan

kesusilaan atau kebiasaan yang ada di masyarakat dan hukum Islam.

Pasangan yang sudah bercerai, maka status mereka akan kembali

menjadi orang asing. Layaknya orang asing atau bukan mahram, maka

untuk merawat anak secara bersama apalagi untuk tinggal bersama dalam

satu atap merupakan perbuatan tidak terpuji yang dalam masyarakat pun

mencela perbuatan tersebut. Penjelasan mengenai ini kemudian dipertegas

lagi pada Pasal 1339 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan

bahwa perjanjian-perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang

dengan tegas dinyatakan di dalamnya, melainkan juga untuk segala sesuatu

yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau

undang-undang.67 Maka alasan tidak sah nya perjanjian tersebut karena

bertentangan dengan fakta yang ada di masyarakat perlu dan patut

dibenarkan. Seperti yang telah dijelaskan oleh Subekti dalam bukunya

Hukum Perjanjian, yaitu mengenai perjanjian perjanjian yang isinya tidak

halal, terang pula bahwa perjanjian tersebut tidak boleh dilaksanakan karena

melanggar hukum dan kesusilaan. Hal demikian juga seketika dapat

diketahui oleh hakim. Dilihat dari sisi keaman dan ketertiban, juga jelas

bahwa perjanjian tersebut harus dicegah.68

66 Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015. 67 Lihat Bab III, h., 44. 68 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 22.

Page 99: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

84

Dalam Islam, perjanjian dikenal dengan istilah akad. Rukun dan

syarat pada akad disebut dengan syarat pembentuk akad. Dengan

terpenuhinya rukun dan syarat akad hanya menjadikan akad tersebut

berwujud, namun tidak serta merta menjadikan akad tersebut sah. Jika

mengacu kepada ketentuan fikih, ketika akad telah terwujud, masih terdapat

beberapa ketentuan tambahan mengenai keabsahan akad, setelah terpenuhi

syarat keabsahan akad juga belum menjadikan akad tersebut sah. Masih

terdapat kemungkinan akad belum sah karena akibat hukum dari akad

tersebut tidak dapat dilaksanakan. Sehingga, akad baru dapat dikatakan sah

adalah jika semua syarat di atas telah terpenuhi yang penjelasan rincinya

telah penulis uraikan pada Bab III tulisan ini.69 Maka, perjanjian yang sudah

dibuat tersebut jika mengacu pada hukum Islam maka sudah memenuhi

rukun dan syarat terbentuknya akad, begitu juga syarat keabsahan akad

dalam perjanjian sudah terpenuhi. Namun, yang menjadi masalah adalah

akibat hukum yang belum dapat dilaksanakan. Akibat hukum dari surat

perjanjian yang penulis bahas adalah pengasuhan anak yang dilakukan

secara bersama oleh suami dan istri setelah perceraian. Maka, akad ini tidak

dapat dikatakan sah menurut hukum Islam, karena dalam hukum Islam

dikatakan bahwa berkumpulnya antara laki-laki dan perempuan yang tidak

mempunyai hubungan keluarga itu disebut dengan ikhtilat, dan hukumnya

haram.70

Maka, berdasarkan teori di atas, penulis sepakat dengan apa yang

telah ditetapkan oleh hakim pada tingkat pertama kecuali hakim anggota

yang melakukan dissenting opinion dan majelis hakim kasasi bahwa surat

perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak ketika mediasi dianggap tidak

sah dengan merujuk kepada penjelasan Kartini Muljadi dalam bukunya

Hukum Perikatan yang lahir dari perjanjian yang menyatakan bahwa

69 Lihat Bab III, h., 50. 70 Fatma Noviani, Interaksi Mahasiswa-mahasiswi UIN SUSKA Riau yang Tinggal

Serumah di Lokasi Kulih Kerja Nyata (KKN) Menurut Hukum Islam, Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum Jurusan Hukum Keluarga 2018, Bab III, h., 55.

Page 100: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

85

perjanjian yang sah adalah perjanjian yang telah memenuhi keempat syarat

dalam Pasal 1320 KUHPerdata.71 Karena memang dalam konteks ini,

perjanjian yang dibuat tidak memenuhi empat syarat sah perjanjian yang

disebutkan dalam KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan, cakap hukum,

mengenai suatu hal tertentu, dan adanya sebab yang halal.72 Perjanjian ini

tidak memenuhi syarat keempatnya yaitu sebab yang halal. Adapun bunyi

dari isi perjanjian yang tidak memenuhi syarat adalah sebagai akibat dari

perceraian, maka suami dan istri sepakat akan memegang hak asuh anak

bersama, termasuk hak asuh fisik anak secara permanen.73

Akan tetapi, pasangan yang sudah bercerai, maka akan putus pula

hubungan hukum dan fisik yang ada diantara mereka, sehingga bagaimana

mungkin pasangan yang sudah bercerai dan tidak tinggal di tempat yang

sama akan memelihara anak secara bersama. Isi perjanjian ini bertentangan

dengan fakta yang terjadi di antara suami dan istri. Pun dalam

merealisasikannya, bertentangan dengan kesusilaan kala laki-laki dan

wanita yang tidak memiliki hubungan hukum dan darah tinggal bersama

dalam satu rumah. Hal ini diperkuat oleh Pasal 1337 KUHPerdata yang

mengatakan, suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh

undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau

dengan ketertiban umum.74

Meskipun dengan ditulisnya perjanjian mengenai hak asuh anak ini

telah selaras dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3713 K/Pdt/1994

yang pada pokoknya akibat perceraian seperti nafkah dan biaya untuk anak

serta masalah pengasuhan anak juga mut’ah dan iddah untuk istri

menyatakan bahwa mendahului perceraian yang akan dijatuhkan oleh

Pengadilan, maka Para Pihak yaitu suami dan istri diperbolehkan dan

diizinkan untuk membuat perjanjian atau persetujuan yang berisi

71 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 166. 72 Subekti, Hukum Perjanjian, h., 17-20. 73 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 74 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 93 dan 155.

Page 101: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

86

kesepakatan tentang hal-hal berkaitan dengan yang sudah disebutkan di

atas.75 Akan tetapi, akibat dari keberlakuan surat perjanjian tersebut

menyalahi kesusilaan masyarakat sehingga apa yang menjadi syarat sahnya

perjanjian belum dikatakan terpenuhi dan perjanjian dianggap tidak sah.

Sehingga penjelasan Pasal 1338 KUHPerdata tentang akibat suatu

perjanjian bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya, suatu perjanjian tidak dapat

ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena

alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, dan

suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik,76 belum dapat

dijadikan penguat dalam keberlakuan perjanjian karena memang dari awal

perjanjian belum dikatakan sah dan tidak mengikat.

D. Penegasan Hak Hadanah atas/ oleh Ibu

Hadanah merupakan hak pengasuhan anak yang masih kecil ketika

orang tua si anak melakukan perceraian.77 Berdasarkan kasus di atas, hakim

pada tingkat pertama dan pada tingkat banding memberikan hak asuh anak

kepada ibu si anak dengan pertimbangan bahwa anak masih berada di bawah

umur 12 tahun atau belum mumayiz.78 Hadanah hukumnya wajib

sebagaimana wajibnya memberi nafkah kepadanya, karena anak yang tidak

dipelihara akan terancam keselamatannya79.

Pada tingkat banding, hakim menyatakan bahwa surat perjanjian

yang dibuat ketika mediasi adalah sah sehingga mengikat kedua pihak yang

membuatnya. Artinya, hak asuh kedua anak setelah perceraian jatuh kepada

suami dan istri dan kedua anak berada di bawah pengasuhan mereka

75 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 76 Kartini Muljadi, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, h., 166. 77 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Munakahat dan

Undang-Undang, h., 327. 78 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 79 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu 10/ Wahbah az-Zuhaili; Penerjemah,

Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, h., 60.

Page 102: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

87

bersama secara permanen. Hal ini dilakukan oleh hakim karena mengingat

bahwa selama masa pernikahan, kedua anak telah mendapatkan kasih

sayang sepenuhnya dari kedua orang tua dan anak sama sekali tidak

memiliki masalah dengan kedua orang tuanya. Jika dengan diberlakukannya

poin perjanjian mengenai hak asuh anak secara bersama tersebut merupakan

kemaslahatan bagi anak dan kebahagiaan bagi anak, maka pemberlakuan

perjanjian mesti dilakukan.80 Sehingga apa yang disebutkan dalam

terjemahan Kitab Fiqih Islam Wa Adillatuhu karangan Wahbah az-Zuhaili

mengenai tujuan dari pemberian hak asuh anak yaitu kemaslahatan bagi

anak dapat dilihat dalam pertibangan ini.81 Di mana hakim dalam

memutuskan perkara melihat sisi kemaslahatan sebagaimana yang di atur

dalam hukum Islam.

Hakim pada tingkat pertama dan hakim pada tingkat kasasi

memberikan hak asuh anak kepada ibu si anak, mengingat bahwa kedua

anak masih berumur 5 tahun dan 8 tahun sehingga dikategorikan belum

mumayiz. Berdasarkan Pasal 105 KHI poin a disebutkan bahwa

pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun

adalah hak ibunya, sebagai akibat dari perceraian yang dilakukan oleh orang

tua si anak.82 Pada Pasal 156 KHI juga disebutkan kembali bahwa akibat

putusnya perkawinan karena perceraian ialah anak yang belum mumayiz

berhak mendapatkan hadanah dan ibunya, kecuali bila ibunya telah

meninggal.83 Dan ketentuan ini kemudian dipertegas lagi dalam Pasal 49

UUP bahwa salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut hak

kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih dalam hal ia sangat

melalaikan kewajibannya terhadap anaknya dan ia berkelakuan buruk.84

80 Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. 81 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu 10/ Wahbah az-Zuhaili; Penerjemah,

Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, h., 61. 82 Instruksi Presiden Indonesia Nomo 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Bab

XIV Pasal 105 (a) – (c). 83 Achmad Muhajir, “Hadanah dalam Islam (Hak Pengasuhan Anak dalam Sektor

Pendidikan Rumah)”, Jurnal LPPM Universitas Indraprasta, Vol.2, 2017, h., 171. 84 Nuryanto, “Hadanah dalam Perspektif Hukum Keluarga Islam”, Jurnal STAIN Jurai

Siwo Metro Lampung, Vol.14, No.2, 2014, h., 227.

Page 103: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

88

Berdasarkan alur duduk perkara yang terdapat pada salinan putusan

pada tingkat pertama, tidak terdapat pernyataan yang mengungkap bahwa

istri bukanlah ibu yang baik sehingga hak pengasuhan anak atasnya mesti

dicabut. Pasal 29 ayat (2) Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak juga menguatkan bahwa jika terjadi pernikahan

campuran antara warga negara Indonesia dan warga negara asing, anak

berhak untuk memilih atau berdasarkan putusan pengadilan, berada dalam

pengasuhan salah satu dari kedua orang tuanya. Dalam perkara ini, ayah si

anak adalah warga negara Amerika dan ibunya adalah warga negara

Indonesia. Maka, tepatlah jika pada akhirnya hak asuk anak diberikan

kepada ibu si anak.85

Dalam kondisi seperti ini, penulis sepakat dengan apa yang menjadi

pertimbangan hakim pada tingkat pertama kecuali hakim anggota yang

melakukan dissenting opinion dan kasasi mengenai hak pengasuhan anak

yang masih berumur 5 tahun dan 8 tahun ini diberikan kepada ibu. Penulis

merujuk kepada buku Hukum Perkawinan Islam di Indonesia karangan

Amir Syarifuddin dijelaskan bahwa paling berhak melakukan hadanah atas

anak adalah ibu. Alasannya adalah ibu lebih memiliki rasa kasih sayang

dibandingkan dengan ayah, sedangkan dalam umur yang sangat muda itu

lebih dibutuhkan kasih sayang.86 Ketentuan Pasal 105 KHI juga

mempertegas bahwa anak yang belum mumayiz atau belum mencapai usia

12 tahun, maka hak asuh anak diberikan kepada ibunya.87

Lalu, dengan pernikahan campuran yang dilakukan oleh suami dan

istri, mengharuskan anak untuk berada di bawah pemeliharaan salah satu

dari orang tua, seperti disebutkan dalam Pasal 29 ayat 2 dan 3 Undang-

undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga disebutkan

bahwa, dalam hal terjadi perceraian dari perkawinan campuran, anak berhak

untuk memilih atau berdasarkan keputusan Pengadilan berada dalam

85 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 86 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, h., 329. 87 Instruksi Presiden Indonesia Nomo 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Bab

XIV Pasal 98 Ayat (1) – (3).

Page 104: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

89

pengasuhan salah satu dari orang tuanya. Jika anak belum mampu

menentukan pilihan dan ibunya berkewarganegaraan Republik Indonesia,

demi kepentingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah

wajib mengurus status kewarganegaraan Republik Indonesia bagi anak

tersebut.88 Maka ketika hakim memberikan hak asuh kepada ibu, menurut

penulis sudah tepat, mengingat juga perjanjian yang dibuat pada kronologi

di atas tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum, sehingga perjanjian

dianggap tidak pernah terjadi. Maka ketentuan daripada perceraian adalah

pemeliharaan anak yang diberikan kepada salah satu dari kedua orang tua.

Ulama fikih memiliki perbedaan pendapat mengeni batas usia anak

dikatakan sudah mumayiz. Ulama Hanafiyah mengatakan batas usia

mumayiz adalah ketika anak mencapai usia tujuh tahun, sedangkan Ulama

Syafi’yah berpendapat bagi anak perempuan batas usia mumayiz adalah

ketika ia sudah menikah dan melakukan hubungan suami istri bagi anak

perempuan, sudah sudah balig bagi anak laki-laki. Akan tetapi, para ulama

fikih sepakat untuk lebih mengedepankan kaum wanita dalam untuk

mengurus hadanah anak karena sifat lembut, kasih sayang, dan sabar dalam

mendidik yang mereka miliki.89 Dalam perkara ini, anak pertama adalah

perempuan berumur 8 tahun dan anak laki-laki berumur 5 tahum. Sehingga

jika merujuk kepada kategori belum mumayiz menurut Ulama Syafi’iyah,

maka kedua anak dikatakan belum mumayiz. Maka pernyataan bahwa

kecendrungan pengasuhan anak kepada ibu karena sifat yang dimiliki

wanita telah menguatkan pemberian hak asuh anak kepada ibu dalam

perkara ini.

Penulis juga berpendapat, jika melihat kepada duduk perkara yang

terdapat pada salinan putusan, tidak terdapat pernyataan yang mengatakan

istri nusyuz ataupun yang menyebabkan dicabutnya hadanah dari istri

seperti yang disyaratkan dalam berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-

88 Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. 89 Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu 10/ Wahbah az-Zuhaili; Penerjemah,

Abdul Hayyie al-Kattani, dkk, h., 61 dan 79.

Page 105: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

90

undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur bahwa

kekuasaan orang tua terhadap anaknya dapat dicabut berdasarkan keputusan

pengadilan dalam hal ia sangat melalaikan kewajiban terhada anaknya atau

ia berkelakuan buruk sekali.90 Sehingga dengan argumentasi di atas, penulis

sepakat dengan apa yang telah diputuskan Majelis Hakim pada tingkat

pertama kecuali hakim anggota yang melakukan dissenting opinion dan

Majelis Hakim Kasasi sudah tepat dan sesuai dengan hukum positif dan

hukum Islam.

90 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Bab X,

Pasal 49 Ayat (1).

Page 106: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

91

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Perjanjian mengenai hak asuh anak sebagai akibat dari perceraian yang dibuat

sebelum pengadilan menjatuhkan putusan hukum adalah sah dan dibenarkan

dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3713K/Pdt/1994. Akan tetapi,

setelah ditelaah lebih lanjut mengenai isi dari perjanjian dan kemudian syarat

sah suatu pejanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata,

maka ditemui bahwa perjanjian hak asuh anak yang dibuat di depan mediator

Pengadilan Agama Depok tidak memenuhi syarat keempat yang terdapat

dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya sebab yang halal. Syarat ini

dikategorikan syarat objektif. Dalam ketentuan hukum perdata, jika syarat

objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian dikatakan tidak sah. Adapun sebab

atau akibat dari perjanjian ini adalah bahwa setelah perceraian, hak asuh anak

secara fisik akan menjadi tanggung jawab ayah dan ibu si anak bersama

secara permanen. Maka pengaturan hak asuh yang tidak dilimpahkan kepada

salah satu dari kedua orang tua ini lah yang menyebabkan sebab itu dilarang

karena telah melanggar kesusilaan. Bagaimana mungkin laki-laki dan

perempuan yang sudah bercerai, yang sudah tidak memiliki ikatan baik secara

fisik maupun hukum akan merawat anak bersama, apalagi dalam satu atap.

Pasal 1337 KUHPerdata menyebutkan bahwa suatu sebab adalah terlarang

jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan

dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum. Sehingga isi dari surat

perjanjian hak asuh anak yang dibuat ketika mediasi tidak berpengaruh

terhadap ketentuan pengasuhan anak pasca perceraian.

2. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Kasasi membatalkan putusan

pengadilan banding No. 227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg. yang membatalkan

putusan pengadilan tingkat pertama No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk. sehingga

Page 107: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

92

hak asuh anak diberikan kepada ibu anak dan perjanjian yang dibuat ketika

mediasi dianggap tidak terjadi sehingga tidak berkekuatan hukum tetap.

Adapun yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim Kasasi adalah bahwa si

perjanjian tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata jo. Pasal

1337 KUHPerdata. Hakim mempertimbangkan, dengan diberlakukannya isi

perjanjian tersebut akan memberikan ketidakpastian hukum kepada si anak

akarna tidak adanya tempat tinggal yang tetap bagi anak jika pengasuhan

dilakukan secara bergantian. Padahal tujuan dari pembuat undang-undang

dalam meberikan hak hadanah kepada pengadilan untuk menetapkan hak

hadanah pada ibu atau bapak setelah bercerai adalah untuk memberikan

kepastian hukum bagi anak-anak bertempat tinggal setelah perceraian kedua

orang tuanya. Sehingga isi dari perjanjian yang sudah dibuat mengenai hak

asuh anak tidak dapat direalisasikan. Maka dari itu, hak asuh anak jatuh

kepada ibu si anak. Mengenai hak asuh yang diberikan kepada ibu si anak

juga telah sesuai dengan ketentuan Kompilasi Hukum Islam Pasal 105 bahwa

pemeliharaan anak yang belum mumayiz atau belumu berumur 12 tahun

dalam perkara ini kedua anak berumur 8 tahun dan 5 tahun jauh kepada

ibunya. Hak hadanah ini diberikan selama ibu belum meninggal atau menikah

dengan laki-laki lain dan pada ibunya tidak terdapat hal-hal yang

menyebabkan hak asuh anak dicabut darinya.

B. Saran

Berdasarkan studi analisis yang sudah penulis lakukan, maka penulis perlu

untuk memberikan saran-saran sebagai bahan pertimbangan di kemudian hari.

Saran-saran tersebut penulis tujukan kepada:

1. Akademisi, hasil analisis ini dapat menjadi landasan untuk melakukan

penelitian selanjutnya. Penelitian ini belum komprehensif, kepada para

peneliti yang tertarik untuk meneliti permasalahan yang berkaitan dengan

penelitian ini dapat mengkaji lebih dalam mengenai ketentuan kausa halal

dalam perjanjian dan pemberlakuan perjanjian pengasuhan anak secara

Page 108: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

93

bersama oleh suami dan istri pasca perceraian. Dan para akademisi hendaklah

senantiasa mengembangkan dan memperdalam khazanah keilmuannya.

2. Pengadilan dalam memutus perkara hendaknya memperhatikan dan meneliti

dengan bijak setiap masalah hukum yang dihadapi. Diharapkan dalam

memutus perkara pada setiap tingkat peradilan tidak hanya melihat sisi

normatif pihak yang berperkara saja, tetapi lebih memperhatikan lagi sisi

sosiologis dari para pihak. Dalam menjatuhkan putusan, diharapkan

pengadilan memegang prinsip progresif sehingga setiap hasil putusan yang

diberikan dapat menyesuaikan perkembangan kebutuhan masyarakat.

Page 109: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

94

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman dan Soerjono. Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rineka Cipta,

2003).

Ali, Ahmad. Menguak Tabir Hukum: Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis

(Jakarta: Chandra Pranata. 1993).

Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika. 2007.

Cet. Kedua).

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah (Jakarta: PT. Grafindo Persada. 2007.

Cet. Pertama).

Asikin, Zainal dan Amiruddin. Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja

Grafindo Persada. 2004).

Asshiddiqie, Jimly. Teori & Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara (Jakarta: Ind.

Hill.Co. 1997. Cet. Pertama).

As-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy’ats. Sunan Abu Daud.

(Lebanon:Dar Ar-Risalah Al-Alamiyah). Juz 3.

Bintania, Aris. Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh al-Qadha

(Jakarta: Rajawali Pres). 2012. Ed. 1. Cet. 1.

Budiono, Herlien. Asas Keseimbangan bagi Hukum Perjanjian Indonesia

(Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2006. Cet. Pertama).

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama:

Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/ IAIN di

Jakarta. Ilmu Fiqh (Jakarta: Departemen Agama. 1984. Cet. Kedua).

Fauzan, M. Kaidah Penemuan Hukum Yurisprudensi Bidang Hukum Perdata

(Jakarta: Prenadamedia Group. 2014. Cet. Pertama).

Ghazaly, Abdul Rahman. Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

2014. Cet. Keenam).

Gultom, Maidin. Perlindungan Hukum Terhadap Anak: Dalam Sistem Peradilan

Pidana Anak di Indonesia (Bandung: Refika Aditama. 2006).

Page 110: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

95

Harahap, M. Yahya. Segi-segi Hukum Perjanjian (Bandung: PT. Alumni, 1986,

Cet. Kedua).

Harahap, M. Yahya. Kekuasaan Mahkamah Agung Pemeriksaan Kasasi dan

Peninjauan Kembali Perkara Perdata. (Jakarta: Sinar Grafika. 2008).

Hasanuddin, M dan Oni Sahroni. Fikih muamalat: Dinamika Teori Akad dan

Implementasinya dalam Ekomoni Syariah (Jakarta; PT. RajaGrafindo

Persada. 2016. Cet. Pertama).

Jahar, Asep Saepudin, dkk. Hukum Keluarga, Pidana & Ekonomi (Jakarta:

Kencana Prenada Media Group. 2013. Edisi Pertama).

Mardani. Hukum Keluarga Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenadamedia

Group. 2017. Cetakan Kedua).

Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana. 2010. Cet.

Keenam).

Mertokusumo, Sudikno. Penemuan Hukum Sebuah Pengantar (Yogyakarta:

Liberty. 2007. Cet. Kelima).

Moleong, Lexi. Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya.

2005).

Muhajir, Wahbah Muhajir. Fiqih Islam Wa adillatuhu 10/ Wahbah az-Zuhaili;

Penerjemah. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk (Jakarta: Gema Insani. 2011. Cet.

Pertama).

Muljadi, Kartini. Perikatan yang Lahir dari Perjanjian (Jakarta: PT. Raja Grafindo.

2004. Cet. Kedua).

Mulyadi, Lilik. Putusan Hakim dalam Hukum Acara Perdata Indonesia (Bandung:

PT Citra Aditya Bakti. 2009).

Pati, Ahmad dan Sakka Miru. Hukum perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233

sampai 1456 BW (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2011. Cet. Ketiga).

Pitlo, dan A. dan Sudikno Mertokusumo. Bab-bab tentang Penemuan Hukum

(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993).

Rasyid, Raihan A. Hukum Acara Peradilan Agama (Jakarta: Rajawali Press. 2002).

Page 111: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

96

Rifai, Ahmad. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Progresif (Jakarta:

Sinar Grafika. 2014. Cet. Ketiga).

Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Jakarta: Rajawali Persamaan.

2013).

Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah: Prinsip dan Implementasinya pada Sektor

Keuangan Syariah (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 2017. Cet. Kedua).

Subekti. Hukum Perjanjian (Jakarta: PT. Intermasa, 2001, Cet. Kedelapanbelas).

Syamsuddin, M. Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim (Jakarta: Kencana

Prenada Media group. 2012. Cet. Pertama).

Syarifuddin,Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Antara Munakahat dan

Undang-Undang (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. 2014. Cet.

Kelima).

Tarigan, Azhari Akmal dan Amiur Nuruddin. Hukum Perdata Islam di Indonesia

(Jakarta: Prenadamedia Group. 2016. Cet. Keenam).

Jurnal dan Makalah Hukum

Antasari, Rina. “Pelaksanaan Mediasi dalam Sistem Peradilan Agama (Kajian

Implementasi Mediasi dalam Penyelesaian Perkara di Pengadilan Agama

Kelas I A Palembang)”. Jurnal.radenfatah.ac.i. Insitut Agama Islam Negeri

Raden Fatah Palembang Indonesia. Intizar. Vol. 19. No. 1. (2013).

Aulia, Rizqah Zikirillah. “Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi oleh Pengadilan

Agama Pekanbaru”. JOM Fakultas Hukum. Vol. 2. No. 2. Oktober 2015.

Gumanti, Retna. “Syarat Sahnya Perjanjian (Ditinjau dari KUHPerdata)”. Jurnal

Pelangi Ilmu. e-jurnal.ung.ac.id. Vol. 5. No. 1. 2012.

Istianah, Noufa dan Fakhrurrazil. “Hak Asus Anak (Suatu Analisa terhadap Putusan

Mahkamah Syar’iyah Langsa tentang Pengalihan Hak Asuh Anak)”. Jurnal

Hukum Islam dan Perundang-undangan Al-Qadha Vol. 4 No. 1 (Tahun

2017).

Lestari, Tri Wahyu Surya. “Komparasi Syarat Keabsahan ‘Sebab yang Halal’ dalam

Perjanjian Konvensional dan Perjanjian Syariah”. Jurnal Yudisia. Vol. 8. No.

2. Desember 2017.

Page 112: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

97

Muhajir, Achmad. “Hadanah dalam Islam (Hak Pengasuhan Anak dalam Sektor

Pendidikan Rumah)”. Jurnal LPPM Universitas Indraprasta. Vol. 2. 2017.

Muhajir, Ahmad. “Hadhanah dalam Islam (Hak Pengasuhan Anak dalam Sektor

Pendidikan Rumah)”. Jurnal SAP. Vol.2 No.2 (Desember 2017).

Mursalin, Supardi. “Hak Hadhanah Setelah Perceraian (Pertimbangan Hak Asuh

bagi Ayah atau Ibu)”. Jurnal Mizani IAIN Bengkulu. Vol. 25. No. 25.

(Agustus, 2015).

Nuryanto. Hadanah dalam Perspektif Hukum Keluarga Islam. Jurnal STAIN Jurai

Siwo Metro Lampung. Vol.14. No. 2. 2014.

Prayogo, R. Tony. Penerapn Asas Kepastian Hukum dalam Peraturan Mahkamah

Agung No. 1 tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil dan dalam Peraturan

Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara

dalam Pengujian Undang-undang. Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-

undangan Kementrian Hukum dan HAM, E-jurnal.peraturan.go.id.

Putu, Ni dkk. Penetapan Hak Asuh Anak Terkait dengan Perceraian Orang Tua

(Studi Kasus Perkara No. 182/Pdt.G/2017/PN.Sgr). Jurnal Universitas

Udayana. Vol. 2. No. 6. tahun 2014.

Sanjaya, Umar Haris. Keadilan Hukum pada Pertimbangan Hakim dalam Memutus

Hak Asuh Anak. Jurnal Universitas Airlangga.Vol.30. No.2. 2015.

Sunarmi. “Dissenting Opinion sebagai Wujud Transparansi dalam Putusan

Peradilan”. Jurnal Equality. Vol. 12 No. 2 Agustus 2007.

Skripsi

Muliyana, “Analisis Putusan perkara Hadhanah di Pengadilan Agama Kelas 1.A

Kendari Nomor 0459/Pdt.G/2015/PA.Kdi Perspektif Kompilasi Hukum

Islam” (Kendari: Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri

(IAIN) Kendari 2016).

Fauziah, Vicky. “Hak Hadhanah dan Nafkah Anak (Studi Putusan di Pengadilan

Agama Serang, Pengadilan Tinggi Agama Banten, dan Kasasi di Mahkamah

Agung)”. (Jakarta: Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Jakarta 2017).

Page 113: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

98

Bahri, Samsul. “Tesis Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia (Studi Peran

Yurisprudensi Mahkamah Agung Dalam Positivisasi Hukum Islam)”.

Program Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu Hukum Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Noviani, Fatma. “Interaksi Mahasiswa-mahasiswi UIN SUSKA Riau yang Tinggal

Serumah di Lokasi Kulih Kerja Nyata (KKN) Menurut Hukum Islam”.

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Hukum Keluarga 2018.

Internet

Dinna Sabriani, hukumonline.com, Hukum Keluarga dan Waris;

/klinik/detail/ulasan/cl7013/hak-asuh-anak/.

Mursid, Fauziah, dkk. Republika.co.id: /berita/koran/halaman-

1/16/10/03/oegjc619-tingkat-perceraian-mengkhawatirkan.

Undang-undang

Instruksi Presiden Indonesia Nomo 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.

Salinan Putusan Mahkamah Agung No. 638 K/Ag/2015.

Salinan Putusan Pengadilan Agama Depok No. 0343/Pdt.G/2014/PA.Dpk.

Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Bandung No.

227/Pdt.G/2014/PTA.Bdg.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Undang-undang Republik Indonesia 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

Revisi atas Undang-undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Page 114: Skripsirepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/48512... · 2019-11-26 · vi KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim segala puji bagi Allah SWT.Tuhan semesta alam, yang

LAMPIRAN