2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

download 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

of 28

Transcript of 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    1/28

    8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1Tinjauan Umum Klinik Sanitasi

    2.1.1 Klinik Sanitasi

    2.1.1.1Pengertian

    Klinik adalah balai pengobatan khusus seperti keluarga berencana, penyakit

    paru-paru atau juga merupakan organisasi kesehatan yg bergerak dalam

    penyediaan pelayanan kesehatan kuratif (diagnosis dan pengobatan), biasanya thd

    satu macam gangguan kesehatan. Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam

    pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan

    langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan

    usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi dasar

    adalah Sarana sanitasi rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana

    pengelolaan sampah dan limbah rumah tangga.

    Klinik sanitasi merupakan wahana untuk mengatasi masalah kesehatan

    masyarakat melalui upaya terintegrasi kesehatahn lingkungan-pemberantasan

    penyakit dengan bimbingan, penyuluhan dan bantuan teknis dari petugas

    puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit pelayanan yang berdiri sendiri,

    tetapi sebagai bagian dari kegiatan puskesmas. Bekerja sama dengan program

    yang lain dari sektor terkait di wilayah kerja puskesmas.

    Klinik sanitasi lingkungan merupakan suatu upaya/kegiatan yang

    mengintegrasikan pelayanan kesehatan antara promotif, preventif dan kuratif yang

    difokuskan pada penduduk yang menderita pnyakit berbasis lingkungan dan

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    2/28

    9

    masalah kesehatan lingkungan pemukiman yang dilaksanakan oleh petugas

    puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara aktif dan pasif di

    dalam dan di luar puskesmas (Depkes RI, 2002).

    Klinik sanitasi merupakan pengembangan dari konsep yang di perkenalkan

    oleh puskesmas wanasaba kabupaten Lombok timur provinsi NTB pada tahun

    1995. Selanjutnya kegiatan ini di ikuti oleh beberapa puskesmas di NTB, provinsi

    jawa timur, provinsi Sulawesi tenggara, provinsi Sulawesi selatan, provinsi

    Sumatra selatan dan Kalimantan selatan. Sampai pada tahun 2004, klinik sanitasi

    sudah tersebar diseluruh provinsi di Indonesia, sudah mencapai 23,4 % yaitu

    1.527 puskesmas yang melaksanakan klinik sanitasi dari 6.521 jumlah puskesmas

    di seluruh Indonesia (Aini, 2004).

    Timbulnya konsep ini karena ditemukannya data 10 jenis penyakit terbanyak

    yang diderita pasien puskesmas Wanasaba berkaitan erat dengan masalah kondisi

    lingkungan pemukiman maupun sarana sanitasi yang tidak memenuhi syarat

    kesehatan seperti penyakit diare, ISPA, kulit dan kecacingan (Depkes RI, 2003).

    Dalam pelaksanaan kegiatan klinik sanitasi masyarakat difasilitasi oleh petugas

    puskesmas, klinik sanitasi diharapkan dapat memperkuat tugas dan fungsi

    puskesmas dalam melaksanakan pelayanan pencegahan dan penularan penyakit

    berbasis lingkungan dan semua persoalan yang ada kaitannya dengan kesehatan

    lingkungan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

    Secara umum tujuan klinik sanitasi yaitu meningkatnya derajat kesehatan

    masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang di lakukan secara terpadu,

    terarah dan terus menerus.

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    3/28

    10

    2.1.1.2Pasien

    Penderita penyakit yang di duga berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang

    di rujuk oleh petugas medis ke ruang klinik sanitasi.

    2.1.1.3Klien

    Merupakan masyarakat umum bukan penderita penyakit yang datang ke

    puskesmas untuk berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan kesehatan

    lingkungan.

    2.1.1.4Bengkel Sanitasi

    Adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan untuk menyimpan

    peralatan pemantauan dan perbaikan kualitas lingkungan.

    2.1.1.5Ruang Klinik Sanitasi

    Adalah suatu ruangan atau tempat yang dipergunakan oleh Sanitarian/Tenaga

    Kesling/Tenaga Pelaksana kegiatan Klinik Sanitasi untuk melakukan fungsi

    penyuluhan, konsultasi, konseling, pelatihan perbaikan sarana sanitasi dan

    sebagainya.

    2.1.1.6Konseling

    Adalah kegiatan wawancara mendalam dan penyuluhan yang bertujuan untuk

    mengenali masalah lebih rinci kemudian di upayakan pemecahannya yang di

    lakukan oleh tenaga sanitarian/tenaga pelaksana klinik sanitasi, sehubungan

    dengan konsultasi penderita/klien yang datang ke puskesmas.

    Pada waktu konseling membantu klien/pasien, maka terjadi langkah-langkah

    komunikasi secara timbal balik yang saling berkaitan (komunikasi interpersonal)

    untuk membantu klien/pasien dalam membuat keputusan Jadi konseling bukan

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    4/28

    11

    semata-mata dialog, melainkan juga proses sadar yang memberdayakan orang

    agar mampu mengendalikan hidupnya dan bertanggung jawab atas tindakan-

    tindakannya. Oleh karena itu seorang petugas konseling harus dapat menciptakan

    hubungan dengan pasien/klien, dengan menunjukkan perhatian dan penerimaan

    melalui tingkah laku verbal dan non verbal yang akan mempengaruhi keberhasilan

    pertemuan tersebut.

    Tujuan diadakannya konseling di klinik sanitasi adalah:

    1) Menyediakan dukungan teknis bagi mereka yang mempunyai masalah

    kesehatan lingkungan dan penyakit berbasis lingkungan.

    2)

    Mencegah penularan penyakit berbasis lingkungan, misalnya malaria,

    demam berdarah dengue (DBD), TB paru, ISPA, diare, penyakit kulit dan

    lain-lain.

    3)

    Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan klien/pasien

    untuk menggali potensi dan sumber daya serta pelayanan kesehatan yang

    dapat membantu klien memecahkan masalah kesehatan lingkungan dan

    penyakit berbasis lingkungan yang mereka hadapi.

    4)

    Peningkatan kualitas hidup yang lebih baik

    2.1.1.7

    Kunjungan rumah

    Kunjungan rumah adalah kegiatan sanitarian/tenaga kesling/tenaga pelaksana

    klinik sanitasi untuk melakukan kunjungan ke rumah untuk melihat keadaan

    lingkungan rumah sebagai tindak lanjut dari kunjungan penderita atau klien ke

    ruang klinik sanitasi (Depkes RI, 2002).

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    5/28

    12

    2.1.2 Kegiatan Klinik Sanitasi

    2.1.2.1

    Kegiatan dalam gedung (I ndoor Activity)

    Kegiatan dalam gedung di fokuskan pada identifikasi penyakit yang di derita

    pasien, kegiatan konseling yaitu tenaga kesling/sanitarian mewawancarai dan

    memberikan penyuluhan kepada pasien serta janji kunjungan rumah. Kegiatan di

    dalam gedung di lakukan adalah membahas segala permasalahan, cara pemecahan

    masalah, hasil monitoring/evaluasi dan perencanaan klinik sanitasi dan dalam

    mini lokakarya puskesmas yang melibatkan seluruh penanggung jawab kegiatan

    dan di laksanakan sebulan sekali.

    2.1.2.2Kegiatan luar gedung (outdoor Activity)

    Kegiatan luar gedung merupakan tindak lanjut dari kegiatan konselingberupa

    kunjungan rumah. Pada kunjungan rumah ini dilakukan inspeksi sanitasi terhadap

    kondisi lingkungan tempat tinggal pasien serta penyuluhan yang lebih terarah ,

    baik kepada pasien, keluarga pasien maupun tetangga sekitar.

    Kunjungan ini merupakan kegiatan rutin yang dipertajam sasarannya, karena

    saat kunjungan petugas telah mempunyai data tentang sarana sanitasi lingkungan

    yang bermasalah yang perlu diperiksa dan faktor-faktor perilaku yang berperan

    besar dalam terjadinya penyakit. Apabila dalam kunjungan tersebut perlu

    dilakukan suatu perbaikan atau pembangunan sarana sanitasi dasar dengan biaya

    besar, maka petugas dapat mengusulkan kepada instansi terkait (Depkes RI,

    2002).

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    6/28

    13

    Gambar 2.1

    Skema Alur Kegiatan Klinik Sanitasi

    Ket :

    Penderita

    Klien

    Petugas

    Umpan Balik

    Sumber Data Depkes RI, 2002

    Pemantauan

    Penilaian - Pws

    Pemantauan

    Penilaian - Pws

    Kunjungan rumah dan

    lingkungan : lingkungan

    kerja, TTU, TPM,

    Transportasi

    Implementasi dan

    rekomendasi Perbaikan

    lingkungan

    PULANG

    Lok Mini

    Klinik Sanitasi

    Apotik

    PoliklinikL

    O

    K

    E

    T

    P u s k e s m a s

    Klien Masyarakat

    Umum

    Penderita

    - Dep. Agama

    -

    Dep. PU- PMD

    - Pariwisata

    - Pertanian

    - Sektor Terkait

    Lainnya

    Koordinasi

    Lintas Sektor

    - Pustu

    -Polindes/Blindes

    Koordinasi

    Lintas Program

    - Toga

    -Toma

    - LKMD

    - Guru

    -

    Kader

    Koordinasi

    Masyarakat

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    7/28

    14

    Keterangan :

    1.

    Pasien datang ke puskesmas, mendaftar di loket, diperiksa oleh

    medis/paramedik jika indikasinya menderita penyakit berbasis lingkungan

    maka dirujuk ke klinik sanitasi, di klinik sanitasi pasien dikonseling, diberikan

    penyuluhan serta membuat perjanjian kunjungan rumah untuk memecahkan

    masalah kesehatan lingkungan yang dialaminya kemudian pasien mengambil

    obat di apotek kemudian pulang.

    2. Petugas berkoordinasi dengan lintas program melalui loka karya mini atau

    pertemuan bulanan.

    3.

    Petugas melakukan kunjungan rumah dengan memberikan implementasi dan

    rekomendasi perbaikan lingkungan.

    4. Klien datang ke puskesmas untuk berkonsultasi mengenai masalah kesehatan

    lingkungan yang dihadapi untuk mencari cara pemecahan masalah.

    5. Pemantauan wilayah setempat untuk dijadikan tolak ukur pelaksanaan klinik

    sanitasi (Depkes RI, 2002).

    2.1.3 Hambatan dan peluang

    1.

    Beberapa hambatan yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan

    klinik sanitasi sebagai berikut yaitu :

    a.

    Masih terbatasnya tenaga puskesmas sebagai pelaksana klinik sanitasi,

    sehingga kegiatan ini belum menjadi prioritas puskesmas.

    b. Terbatasnya jangkauan petugas klinik sanitasi untuk membina desa

    yang ada di wilayah puskesmas karena luasnya wilayah, kondisi

    geografi s, d an terb atasnya transportasi.

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    8/28

    15

    c.

    Terbatasnya dana untuk kegiatan klinik sanitasi.

    2.

    Beberapa peluang yang mungkin ditemui dalam pelaksanaan

    klinik sanitasi sebagai berikut yaitu :

    a. Adanya dana operasional Puskesmas yang dapat

    dimanfaatkan untuk kegiatan klinik sanitasi.

    b. Penyakit berbasis lingkungan masih mendominasi kasus yang terjadi.

    c. Adanya mekanisme lokakarya mini di puskesmas yang dapat digunakan untuk

    pengembangan dan koordinasi kegiatan klinik sanitasi.

    d. Pendayagunaan tenaga kesehatan lingkungan yang saat ini bekerja di luar

    bidang tugasnya untuk pelaksanaan klinik sanitasi.

    e. Adanya dana sektor lain yang dapat dialokasikan di desa sehingga dapat

    menunjang kegiatan klinik sanitasi.

    f.

    Semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan

    di desa sebagai dampak dari pemberdayaan masyarakat selama ini.

    g. Tela h te rsedi aannya alat (wat er test kit dan m edia penyuluhan).

    h. Penerapan paradigma sehat yang selaras dengan pelaksanaan

    klinik sanitasi.

    2.1.4

    Kriteria Keberhasilan

    1.

    Kunjungan Klien Meningkat, Pasien Turun

    2. Cakupan SAB/S Swadaya Meningkat

    3. Kunjungan Lapangan Meningkat

    4. Penyakit Lingkungan Kurang

    5. Hub. baik dg L/P dan L/S

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    9/28

    16

    2.2 Tinjauan Umum Penyakit ISPA

    2.2.1

    Pengertian ISPA

    Saluran pernafasan bagian atas terdiri dari rongga hidung dan sinus paranasal.

    Rongga hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu masuk menuju

    rongga hidung. Adalah dua kanal sempit yang satu sama lainnya di pisahkan oleh

    sputum. Dinding rongga hidung di lapisi oleh mukosa respirasi serta sel epitel

    batang, bersilia, dan berlapis semu. Sedangkan sinus paranasal berperan dalam

    menyereksi mukus, membantu pengaliran air mata melalui saluran nasoklarimalis,

    dan membantu dalam menjaga permukaan rongga hidung tetap bersih dan lembab

    (Muttaqin, 2008).

    Saluran pernafasan merupakan jalur pemaparan yang paling penting pada

    lingkungan industri. Berbagai jenis zat padat terbawa dalam udara lingkungan

    kerja. Efek paparan zat melalui saluran pernafasan sangat beragam, tergantung

    pada konsentrasi dan lamanya pemaparan serta status kesehatan orang yang

    terpapar (Mulia, 2005). Infeksi pernapasan akut adalah penyakit infeksi akut yang

    menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung

    (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk saluran adneksanya seperti

    sinus, rongga telinga tengah dan pleora (Depkes RI, 2002).

    Infeksi saluran pernafasan atas adalah infeksi yang di sebabkan oleh

    mikroorganisme di struktur saluran nafas atas yang tidak berfungsi untuk

    pertukaran gas, termasuk rongga hidung, faring, laring, yang di kenal dengan

    ISPA antara lain pilek, faringitis atau radang tenggorok, laringitis, dan influenza

    tanpa komplikasi. Sebagian besar ISPA disebabkan oleh virus, meskipun bakteri

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    10/28

    17

    juga dapat terlibat sejak awal atau yang bersifat sekunder terhadap infeksi virus.

    Semua jenis infeksi mengaktifkan respons imun dan inflamasi sehingga terjadfi

    pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi inflamasi

    menyebabkan peningkatan produksi mukus yang berperan menimbulkan ISPA,

    yaitu kongesti atau hidung tersumbat, sputum berlebihan, dan rabas hidung

    (pilek). Sakit kepala, demam ringan, dan malaise juga dapat terjadi akibat reaksi

    inflamasi (Elizabeth, 2009).

    Infeksi saluran nafas atas mengenai saluran hidung, faring, tonsil dan

    epiglotis yang sebagian besar adalah infeksi minor yang di peroleh di masyarakat

    dan di sebabkan oleh virus. Infeksi saluran nafas atas dapat menimbulkan

    konsekuensi serius bagi pasien berusia lanjut atau sangat mudah (Dinah &

    Crhistine, 2003).

    2.2.2

    Gambaran klinis

    Gambaran klinis ISPA bergantung pada tempat infeksi serta mikroorganisme

    penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses peradangan dan

    adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme (Elizabeth, 2009) Manifestasi

    klinis antara lain :

    Batuk

    Bersin dan kongesti nasal

    Pengeluaran mucus dan rabas dari hidung serta turun ke tenggorok.

    Demam derajat ringan.

    Malaise (tidak enak badan)

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    11/28

    18

    2.2.3 Etiologi ISPA

    Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang komplek

    dan heterogen, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Etiologi ISPA terdiri dari

    300 lebih jenis virus, bakteri dan riketsia serta jamur (Departemen Kesehatan,

    2004b). Virus merupakan penyebab tersering Infeksi Saluran Pernapasan Atas

    Akut (ISPA-A). Virus penyebab ISPA meliputi rhinovirus, coronavirus, influenza

    virus, parainfluenza virus, adenovirus, respiratory sincytial virus (RSV), dan

    coxsackieviru (Suhaeni, 2006).

    Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan ISPA melalui infeksi primer atau

    superinfeksi. Sebagai contoh, sebanyak 5-10% kasus faringitis disebabkan oleh

    Streptococcus haemolytic group A. Bakteri lainnya penyebab faringitis antara

    lain Streptococcus haemolytic group C, diphtheriae, Neisseria gonorrhoeae,

    Arcanobacterium haemolyticum, Chlamydia pneumoniae, Mycoplasma

    pneumoniae. Superinfeksi bakteri sering terjadi pada sinusitis akut oleh virus, dan

    penyebab terseringnya adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophylus

    influenzae, dan Moraxella catarrhalis(Aswan, 2008).

    Menurut publikasi World Health Organization(WHO), penelitian di berbagai

    negara menunjukkan bahwa di negara berkembang, Streptococcus pneumoniae

    dan Haemophylus influenzae merupakan bakteri penyebab tersering pneumonia

    dan selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi aspirat paru atau spesimen

    darah penderita pneumonia (Departemen Kesehatan, 2004b). Beberapa jenis virus

    juga diketahui merupakan penyebab pneumonia antara lain respiratory syncytial

    virus, adenovirus, influenza virus, dan parainfluenza virus.

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    12/28

    19

    2.2.4 Perjalanan alamiah penyakit ISPA

    Perjalanan alamiah penyakit dibagi menjadi 5 tahap yaitu :

    Tahap pertama adalah tahap kerentanan yang mana pada tahap ini terjadi

    interaksi antar agent, penjamu dan lingkungan diluar tubuh, bentuk penyakit

    ketika terjadi dan beberapa keadaan dapat merupakan faktor resiko terjadinya

    penyakit.

    Tahap kedua adalah presimptomatik yang mana pada tahap ini telah terjadi

    interaksi dari berbagai faktor yang mengakibatkan perubahan-perubahan

    patogenik yang masih dibawah garis korim klinik.

    Tahap ketiga adalah klinik, tahap ini telah muncul tanda-tanda atau gejala

    penyakit dan dapat diketahui dengan jelas, keadaaan ini disebabkan karena

    perubahan anatomik ataupun kelainan fungsional.

    Tahap keempat adalah penyakit klinis berlanjut, pada tahap ini perjalanan

    penyakit akan berlanjut menjadi lebih berat kalau tidak mendapat perhatian dan

    Tahap kelima adalah tahap kecacatan dengan upaya tindakan kesehatan

    secara spontan dan beberapa penyakit masih dapat disembuhkan tetapi sebagian

    masih meninggalkan gejala yang dapat berlangsung dalam waktu panjang dan

    masih merupakan gangguan kesehatan penderita.

    Perjalanan alamiah penyakit ISPA dimulai dengan adanya interaksi antara

    kuman penyebab, manusia dan lingkungan serta waktu, sehingga jika tidak

    interaksi ini berjalan terus akan mengakibatkan perubahan tanpa gejala (Elizabeth

    2009).

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    13/28

    20

    2.2.5 Cara Penularan ISPA

    Penyakit ISPA termasuk dalam kelompok penyakit yang ditularkan melalui

    udara (airborne diseases). Sumber penularan penyakit adalah penderita ISPA.

    Karena beragamnya etiologi ISPA, maka awal dan lamanya penderita dapat

    menularkan penyakitnya ke orang lain juga berbeda-beda. Penderita influenza

    dapat menularkan penyakitnya ke orang lain sejak awal timbulnya gejala, kadang-

    kadang 0-24 jam sebelum gejala timbul, sampai dengan 5-10 hari (Muttaqin,

    2008).

    Penularan organisme penyebab ISPA terjadi melalui aerosol, droplet atau

    kontak langsung tangan dengan sekret yang terinfeksi yang kemudian menyentuh

    hidung atau mata. Penularan melalui udara terjadi karena terdapatnya bibit

    penyakit di udara yang umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang

    melayang di udara. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada 2,

    yakni: droplet nuclei (sisa dari sekresi saluran pernafasan yang dikeluarkan dari

    tubuh secara droplet dan melayang di udara); dan dust (campuran antara bibit

    penyakit yang melayang di udara) (Depkes RI, 2004b).

    Kuman dilepaskan ke udara ketika penderita batuk bersin atau berbicara. Pada

    umumnya virus dalam bentuk aerosol hanya dapat bertahan di udara dalam bentuk

    yang dapat menular selama kurun waktu tidak lebih dari 1 jam. Virus influenza

    lebih stabil dalam kondisi kelembaban yang rendah. Percobaan pada tikus

    menunjukkan bahwa kondisi kelembaban yang tinggi dapat menurunkan

    kemampuan infeksi virus influenza dalam bentuk aerosol dari 24 jam menjadi 1

    jam. Dalam penelitian menunjukkan bahwa virus penyebab ISPA juga

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    14/28

    21

    mempunyai kemampuan bertahan hidup di atas permukaan suatu objek.

    Diperkirakan virus influenza tetap memiliki kemampuan untuk menimbulkan

    infeksi sampai selama 2 jam, kadang-kadang sampai 8 jam, di atas permukaan

    objek yang tercemar. Penularan melalui perantaraan objek yang tercemar ini

    terutama terjadi pada infeksi oleh rhinovirus karena dosis infektifnya lebih kecil

    (Aswan, 2008).

    Penularan terjadi bila kuman tersebut terhirup oleh orang lain yang rentan.

    Selain itu, penularan ISPA juga dapat terjadi melalui kontak langsung tangan

    dengan permukaan objek yang terkontaminasi sekret infektif, lalu kemudian

    menyentuh hidung atau mata. Permulaan infeksi akan terjadi apabila terjadi

    kontak antara bibit penyakit tersebut dengan selaput lendir saluran pernapasan.

    Kemampuan penularan (transmissiblility) adalah kapasitas suatu agen infeksi

    untuk menyebar dari satu orang ke orang lain. Inhalasi sedikitnya tiga partikel

    infektif virus influenza dapat menularkan infeksi, dan sebagian besar orang yang

    terinfeksi akan timbul gejala-gejala influenza, yang kemudian akan meningkatkan

    kemungkinan penularan. Anak-anak adalah kelompok yang paling mungkin

    terkena infeksi dan menularkan penyakit. Bila ada salah seorang anggota keluarga

    menderita influenza, maka 20-60% dari anggota keluarga lainnya yang terpapar

    akan terinfeksi dan separuh atau lebih diantaranya akan timbul gejala-gejala

    penyakit influenza. Adanya infeksi rhinovirus dalam suatu keluarga akan

    menyebabkan infeksi pada dua pertiga anggota keluarga lainnya.

    Kemungkinan bahwa kuman akan menularkan dari satu orang ke orang

    lainnya dan penyakit akan ditimbulkan ditentukan oleh jumlah organisme dalam

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    15/28

    22

    sekret, kapasitas kuman untuk bertahan hidup, jumlah kuman dibutuhkan untuk

    infeksi, virulensi kuman, faktor berkaitan dengan patogenisitas infeksi, dan status

    kekebalan pejamu.

    2.2.6 Patogenesis

    Sejak dapat ditemukan dari biakan sel dan organ pada tahun 1950, infeksi

    oleh rhinovirus telah digunakan dalam penelitian untuk mengetahui patogenesis

    common cold yang merupakan bentuk ISPA yang paling sering ditemukan.

    Setelah masuk melalui rongga hidung, virus dibawa ke nasofaring posterior

    terutama oleh sel-sel epitel bersilia. Di nasofaring, virus memasuki sel-sel tubuh

    dengan cara melekatkan diri pada reseptor virus di permukaan sel-sel epitel

    hidung dan adenoid. Infeksi virus ini akan merangsang sistem saraf parasimpatis

    dan mengaktifkan beberapa jalur mekanisme peradangan. Respon tubuh terhadap

    virus diyakini merupakan penyebab utama timbulnya gejala-gejala common cold.

    Bila infeksi virus berlanjut, virus akan bergerak ke depan ke dalam hidung. Ini

    akan merangsang peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan terjadi

    transudasi cairan ke dalam selaput lendir hidung. Mediator-mediator peradangan

    seperti interleukin ditemukan pada sekresi hidung penderita common cold. Ini

    menyebabkan selaput lendir hidung membengkak dan tampak kemerahan, tetapi

    tidak terdapat kerusakan langsung pada sel epitel hidung (WHO, 2001).

    Gejala mulai timbul setelah 16 jam masuknya virus ke dalam hidung atau

    tampak setelah 24-48 jam pasca masuknya virus. Virus dapat hilang dari tubuh

    dalam 24 jam, tetapi kadar puncaknya adalah pada hari ke-2 sampai ke 3.

    Penyebaran virus tetap bertahan sampai gejala penyakit berkurang, dan pada 10-

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    16/28

    23

    20% penderita virus masih dapat ditemukan pada biakan hingga 2-3 minggu

    setelah infeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit berlangsung rata-

    rata 9,5 11 hari. Gejala awal yang dialami oleh pasien biasanya adalah hidung

    berair dan tersumbat, batuk, dan sakit kepala.

    Mekanisme hiperaktivitas saluran pernapasan yang dipicu oleh rhinovirus,

    belum sepenuhnya dipahami. Tetapi faktor-faktor yang berperan seperti

    peningkatan refleks bronkokontriksi, pelepasan mediator kekebalan tubuh,

    peningkatan respon saluran napas terhadap tachykinins, penumpukan dan aktivasi

    sel-sel peradangan, dan induksi Ig E.

    Faringitis terjadi akibat virus patogen menginvasi sel mukosa nasofaring dan

    rongga mulut. Bakteri menempel dan menginvasi selaput lendir saluran

    pernapasan bagian atas menyebabkan edem dan hiperemia membran mukosa dan

    tonsil. Banyak manifestasi klinis infeksi terjadi akibat reaksi imun terhadap

    produk sel bakteri. Infeksi pada sinus paranasal baik oleh virus atau bakteri

    menyebabkan gangguan aktivitas silia pada lapisan epitel sinus dan meningkatkan

    sekresi lendir. Ini akan menyebabkan obstruksi ostium sinus paranasal yang akan

    menghambat drainase cairan. Multiplikasi bakteri dalam rongga sinus akan

    mengubah lendir menjadi eksudat mukopurulen. Adanya pus akan menyebabkan

    iritasi pada lapisan selaput lendir dan menyebabkan bertambahnya edema,

    kerusakan epitel dan obstruksi ostium. Otitis media akut umumnya terjadi setelah

    ISPA atas yang menyebar dari nasofaring melalui tuba eustachius ke telinga

    tengah (Suhaeni, 2006).

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    17/28

    24

    Agen infeksi mencapai saluran pernapasan bagian bawah melalui inhalasi

    aerosol, aspirasi kuman dari saluran pernapasan atas, atau penyebaran melalui

    aliran darah. Bila bronkus terinfeksi, selaput lendir akan menjadi hiperemia dan

    membengkak dan menghasilkan sekret bronkus. Kerusakan mukosa dapat

    bervariasi dari yang paling sederhana berupa kehilangan fungsi mukosilia sampai

    kerusakan epitel saluran pernapasan.

    Masa inkubasi penyakit yang tergolong dalam ISPA bervariasi menurut

    etiologinya. Sebagai contoh, masa inkubasi influenza berkisar antara 12-72 jam,

    sedangkan pada common cold oleh rhinovirus mempunyai masa inkubasi 8-16

    jam, kadang-kadang 2 jam.

    2.2.7 Faktor Resiko

    Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan

    berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor risiko infeksi saluran

    pernapasan akut pada balita meliputi kondisi rumah yaitu ventilasi, kelembaban,

    pencahayaan, kamarisasi, letak dapur, kepadatan penghuni, status gizi; status

    imunisasi; pemberian ASI; pemberian vitamin A; dan berat badan lahir (Aswan,

    2008).

    2.3

    Tinjauan Umum Sanitasi Dasar

    2.3.1 Perumahan

    Perumahan yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang di lengkapi dengan

    berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat

    sampah, sumber air bersih (Chandra, 2007). Rumah merupakan tempat untuk

    berlindung atau bernaung dari hubungan keadaan alam sekitarnya (misalnya

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    18/28

    25

    hujan, matahari, dan lain-lain) serta merupakan tempat untuk beristirahat setelah

    bertugas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Suharmadi, 1985).

    Rumah bagi manusia saat ini mempunyai arti lebih dari hanya sekedar tempat

    berlindung dari cuaca alam. Rumah tinggal sekarang adalah segala-galanya.

    Rumah merupakan shelter, sense of security, tempat yang sehat dan nyaman untuk

    di tempati sebagai hunian. Rumah sehat terdiri dari atap, dari segi teknis tujuan

    pembuatan atap antara lain untuk mencegah pengaruh panas, angin, dan curah

    hujan. Atap melindungi ruang di bawahnya, manusia, dan elemen bangunan dari

    pengaruh cuaca, hujan, dan panas matahari. Oleh karena itu atap harus kedap air

    agar tidak mudah rusak oleh pengaruh cuaca, panas dan hujan (Wardana, 2005).

    Lantai rumah merupakan bagian dari rumah yang harus memenuhi syarat

    yang harus di penuhi agar fungsi dan manfaatnya maksimal. Permukaan lantai

    yang basah atau lembab terjadi karena air yang berada dalam tanah meresap ke

    permukaan. Dinding atau tembok sebagai bagian dari rumah yang berfungsi untuk

    melindungi penghuni dari terpaan panas dan hujan. Bahan dinding yang di

    gunakan untuk rumah sebaiknya aman, kuat, dan tidak membahayakan kesehatan

    bagi penghuni rumah (Wardana, 2005).

    Kunsen-pintu-jendela adalah bukan dinding yang sangat krusial dan sering

    dianggap sebagai symbol dari sebuah rumah. Fungsi dari kunsen-pintu-jendela

    antara lain untuk keluar masuk (pintu), untuk melihat dari dalam keluar (jendela),

    sebagai ventilasi untuk pertukaran sirkulasi udara dalam rumah serta untuk

    menambah estetika rumah (Wardana, 2005).

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    19/28

    26

    Sanitasi rumah adalah usaha untuk kesehatan masyarakat yang

    menitikberatkan pada pengawasan terhadap struktur fisik, dimana orang

    menggunakannya sebagai tempat berlindung yang mempengaruhi derajat

    kesehatan manusia. Sarana sanitasi tersebut antara lain konstruksi bangunan,

    jendela, ventilasi, kepadatan hunian, kamarisasi, lantai, pencahayaan, kelembaban,

    saran pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran manusia, dan penyediaan

    air bersih. Sanitasi rumah sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit

    menular dan penyakit berbasis lingkungan, terutama ISPA. Lingkungan

    perumahan sangat berpengaruh pada terjadinya dan tersebarnya penyakit ISPA.

    Hubungan antara rumah dengan kondisi kesehatan sudah di ketahui. Pada

    komunitas Aborigin prevalensi penyakit yang tinggi disebabkan oleh sanitasi

    dasar yang buruk, kontrol kondisi lingkungan yang buruk, kepadatan hunian yang

    tinggi dan penyediaan air bersih yang tidak memadai. Rumah yang jendelanya

    kecil menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik,

    akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul di dalam rumah (Triska

    dan Lilis, 2005).

    2.3.1.1Kriteria Rumah sehat

    Menurut criteria rumah sehat yang tercantum dalam Residential Environment

    dari WHO (1974) yaitu :

    1. Harus dapat melindungi dari hujan, panas, dingin, dan berfungsi sebagai

    tempat istrahat.

    2. Mempunyai tempat-tempat untuk tidur,masak, mandi, mencuci, kakus, dan

    kamar mandi.

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    20/28

    27

    3.

    Dapat melindungi dari bahaya kebisingan dan bebas dari pencemaran.

    4.

    Bebas dari bahan bangunan yang berbahaya.

    5. Terbuat dari bahan bangunan yang kokoh dan dapat melindungi

    penghuninya dari gempa, keruntuhan, dan penyakit menular.

    6. Memberi rasa aman dan lingkungan tetangga yang serasi (Chandra,2007).

    Sementara itu, kriteria rumah sehat menurut Winslow, antara lain :

    1. Dapat memenuhi kebutuhan fisiologis.

    2. Dapat memenuhi kebutuhan psikologis.

    3. Dapat menghindarkan dari terjadinya kecelakaan.

    4.

    Dapat menghindarkan terjadinya penularan penyakit (Chandra,2007)

    Di Indonesia, terdapat suatu criteria untuk rumah sehat sederhana (RSS),

    yaitu :

    1.

    Luas tanah antara 60-90 meter persegi

    2. Luas bangunan antara 21-36 meter persegi

    3. Memiliki fasilitas kamar tidur, WC (kamar mandi), dan dapur

    4. Berdinding batu bata dan di plester

    5.

    Memiliki lantai dari ubin keramik dan langit-langit dari triplek

    6.

    Memiliki sumur atau air PAM

    7.

    Memiliki fasilitas listrik minimal 450 watt

    8. Memiliki bak sampah dan saluran air kotor (Chandra,2007)

    2.3.1.2 Syarat Rumah Sehat

    Menurut Winslow dan APHA Syarat-syarat rumah sehat :

    1) Bahan bangunan

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    21/28

    28

    1.

    Lantai ubin atau semen adalah baik

    2.

    Dinding tembok adalah baik

    3. Atap genteng untuk daerah tropis.

    4. Lain-lain (tiang, kaso dan seng. Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso

    dan adalah umum di pedesaan.

    2) Ventilasi

    Venilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dan bakteri-bakteri

    terutama bakteri pathogen, karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus

    menerus. Bakteri yang dibawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya

    adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap dalam kelembaban

    (humidity) yang optimum ( Notoatmodjo, 2003).

    Ada 2 macam ventilasi yakni :

    1.

    Ventilasi alamiah

    Di mana aliran udara di dalam ruangan tersebut terjadi secara alamiah melalui

    jendela, pintu, lubang angin, lubang-lubang pada dinding dan sebagainya. Di

    pihak lain ventilasi alamiah ini tidak menguntungkan, karena merupakan jalan

    masuknya nyamuk dan serangga lainnya ke dalam rumah. Untuk itu harus ada

    usaha-usaha lain melindungi kita dari gigitan-gigitan nyamuk tersebut.

    2.

    Ventilasi buatan

    Dengan mempergunakan alat-alat khusus untuk mengalirkan udara tersebut,

    misalnya kipas angin, dan mesin pengisap udara. Tetapi jelas alat ini tidak cocok

    dengan kondisi rumah di pedesaan.

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    22/28

    29

    Perlu di perhatikan disini bahwa sistem pembuatan ventilasi harus di jaga

    agar udara tidak membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah

    harus ada jalan masuk dan keluarnya udara (Notoatmodjo, 2003).

    Ventilasi yang baik adalah

    1) Berukuran 1020 % dari luas lantai.

    2) Memberikan udara segar dari luar.

    3) Suhu optimum 2224C.

    4) Kelembaban 60 %

    5) Pencahayaan yang cukup

    Memberi kesempatan cahaya matahari masuk, minimal 60 lux dan tidak

    menyilaukan sehingga cahaya matahari mampu membunuh kuman-kuman

    pathogen dan jika pencahayaan kurang sempurna akan mengakibatkan ketegangan

    mata (Kusnoputranto, 2002). Seyogyanya jalan masuk cahaya (jendela) luasnya

    sekurang-kurangnya 15 % sampai 20 % dan luas lantai yang terdapat didalam

    ruangan rumah (Notoatmodjo, 2003).

    3) Kamarisasi

    Kamarisasi berfungsi untuk mengisolasi penderita ISPA dalam ruangan

    tertentu sehingga membatasi kontak antara penderita dengan penghuni rumah

    lainnya dan membatasi sebaran kuman di udara dalam rumah. Bila kamarisasi

    rumah tidak memenuhi syarat dan ada penderita ISPA dalam rumah, maka

    kemungkinan kontak penderita dengan penghuni lainnya tidak dibatasi dan kuman

    dapat tersebar bebas di udara ke bagian rumah lainnya sehingga menimbulkan

    risiko yang lebih besar bagi penghuni lainnya untuk tertular penyakit ISPA

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    23/28

    30

    (Aswan, 2008). Luas ruang tidur minimal 8 m2, dan tidak dianjurkan lebih dari 2

    orang tidur dalam satu ruang tidur, kecuali dibawah umur 5 tahun (Kusnoputranto,

    2002).

    4) Kepadatan hunian rumah

    Setiap orang membutuhkan ruang dalam rumah dengan ukuran yang cukup

    untuk beristrahat dan beraktivitas. Jumlah penghuni rumah yang padat

    menyebabkan berkurangnya ruang bagi setiap penghuni, sehingga kontak antar

    penghuni terjadi lebih sering dan lebih lama. Akibatnya bila ada penderita ISPA di

    dalam rumah akan lebih mudah terjadi penularan ke penghuni rumah lainnya yang

    lebih rentan seperti balita dan orang berusia lanjut. Hal ini menyebabkan

    kemungkinan infeksi silang kepada penghuni lainnya lebih besar. Menurut United

    Nations Centre for Human Settlements, penularan penyakit akan meningkat di

    antara orang-orang yang tinggal bersama-sama di tempat yang padat penghuni,

    dengan rasio ruangan 9m2/orang menunjukan tidak ada padat penghuni. Secara

    spesifik, kepadatan penghuni meningkatkan risiko infeksi karena meningkatnya

    jumlah orang yang potensial tertular. Akibatnya, anak-anak yang tinggal di tempat

    yang padat penghuni menderita infeksi lebih sering dan bahkan lebih (Aswan,

    2008).

    2.3.2 Lingkungan Perumahan/Pemukiman Dan Hubungannya Dengan

    Kesehatan

    Di dalam program kesehatan lingkungan, suatu pemukiman/perumahan

    sangat berhubungan dengan kondisi ekonomi, social,pendidikan,tradisi/kebiasaan,

    suku, geografi, dan kondisi local.selain itu lingkungan perumahan dan pemukiman

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    24/28

    31

    di pengaruhi oleh beberapa factor yang dapat menentukan kualitas lingkungan

    perumahan tersebut, antara lain fasilitas pelayanan, perlengkapan, peralatan, yang

    dapat menunjang terselenggaranya kesehatan fisik, kesehatan mental,

    kesejahteraan social, bagi individu dan keluarganya (Mukono, 2008).

    2.3.3 Aspek Kesehatan Dari Perumahan

    2.3.3.1Memenuhi kebutuhan fisiologis

    Secara fisik kebutuhan fisiologis meliputi kebutuhan suhu dalam rumah yang

    ideal berkisar antara 18-200C, yang di pengaruhi oleh suhu udara luar, pergerakan

    udara, dan kelembaban udara ruangan. pencahayaan yang optimal, intensitas

    cahaya pada suatu ruangan pada jarak 85cm di atas lantai maka intensitas

    penerangan minimal tidak boleh kurang dari 5foot-candle. perlindungan terhadap

    kebisingan, ventilasi memenuhi persyaratan, dan tersedianya ruang yang optimal

    untuk bermain anak.

    2.3.3.2Memenuhi kebutuhan psikologis

    Kebutuhan psikologis berfungsi untuk memnjamin Privacy bagi penghuni

    perumahan. Perlu adanya kebebasan untuk kehidupan keluarga yang tinggal di

    rumah tersebut secara normal.

    2.3.3.3

    Perlindungan terhadap penularan penyakit

    Untuk mencegah penularan penyakit di perlukan sarana air bersih, fasilitas

    pembuangan air kotor, fasilitas peyimpanan makanan, menghindari adanya

    intervensi dari serangga dan hama atau hewan lain yang dapat menularkan

    penyakit.

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    25/28

    32

    2.3.3.4Perlindungan/pencegahan terhadap bahaya kecelakaan dalam rumah

    Agar terhindar dari kecelakaan maka konstruksi rumah harus kuat dan

    memenuhi syarat bangunan, desain pencegahan terjadinya kebakaran dan

    tersedianya alat pemadaam kebakaran, pencegahan kecelakaan jatuh, dan

    kecelakaan mekanis laninnya.

    2.3.4 Beberapa Faktor Dari Rumah Yang Berpangaruh Terhadap

    Kesehatan

    Faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah :

    1. Kualitas bangunan rumah meliputi kualitas bahan dan konstruksinya serta

    denah rumah.

    2. Pemanfaatan bangunan rumah yang secara teknis memenuhi syarat kesehatan,

    tetapi apabila peruntukannya tidak sesuai maka akan menganggu kesehatan.

    3.

    Pemeliharaan bangunan akan mempengaruhi terjadinya penyakit.

    Selain yang tersebut di atas, rumah sehat harus memiliki unsur tersebut di

    bawah ini :

    1. Komponen bangunan rumah seperti atap, dinding, jendela, pintu, lantai,

    dan pondasi.

    2.

    Fasilitas kelengkapan bangunan rumah seperti sarana air bersih, selokan,

    kakus, tempat pembuangan sampah, dan fasilitas penerangan.

    3. Penataan bangunan rumah seperti perencanaan ruang, dan konstruksi

    bangunan rumah.

    4. Aturan membangun dan kerukunan bertetangga serta perawatan rumah.

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    26/28

    33

    2.4 Tinjauan Umum Sumber Daya

    Tenaga pelaksana

    Tenaga pelaksana merupakan petugas klinik sanitasi yang berperan aktif di

    dalamnya seperti tenaga inti ahli di bidang kesehatan lingkungan (sanitarian),

    tenaga pendukung seperti tenaga kesehatan lainnya yaitu bidan, perawat kesehatan

    masyarakat, petugas gizi dan petugas lainnya. Tenaga-ternaga tersebut di atas,

    perlu mendapatkan pengetahuan/organisasi tentang klinik sanitasi.

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    27/28

    34

    2.5 Kerangka Pikir

    Gambar 2.5 Kerangka Pikir

    KLINIK SANITASI

    Sanitasi dasar Perumahan

    Biologi Fisik

    Virus, Bakteri

    Terjadi melalui

    aerosol, droplet

    Kontak langsung

    dengan penderita

    Tipe Rumah

    Ventilasi

    Kamarisasi

    Kepadatan

    hunian

    Kondisi fisik rumah

    Kusades/Tindak Lanjut

    Tidak Melaksanakan saran

    Pasien/Penderita

    Kusades/Tindak Lanjut

    Tidak Melaksanakan saran

    Klien

    Tenaga Inti di Bidang Kesling

    Sumber Da a

    Kejadian Penyakit

    ISPA

    Sanitasi dasar SAB Sanitasi dasar JAGA

    mikroorganisme

    Jenis sarana

    air bersih

    Kualitas air

    bersih

    Jenis sarana

    Status

    kepemilikan

  • 7/24/2019 2013-1-13201-811409076-bab2-26072013104322

    28/28

    35

    2.6 Kerangka Konsep

    Gambar 2.6 Kerangka Konsep

    Variabel yang di teliti yaitu kondisi fisik rumah penderita ISPA yang meliputi

    tipe rumah, ventilasi, kamarisasi dan kepadatan hunian setelah pelaksanaan klinik

    sanitasi.

    Perumahan

    Tipe rumah

    Ventilasi

    Kamarisasi

    Kepadatan hunian

    Sumber Daya

    Tenaga pelaksana

    (sanitarian).

    KLINIK SANITASI