2012-1-00260-SK Bab2001

22
6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Acuan Reference frames atau kerangka acuan adalah suatu sistem koordinat atau sekumpulan sumbu yang digunakan untuk mengukur posisi, dan orientasi dari suatu objek. Dalam skripsi ini ada beberapa kerangka acuan yang perlu diperhatikan, yaitu: Dunia/World (x w , y w , z w ) Kerangka acuan yang tetap terhadap dunia, misalnya saja salah satu sudut suatu ruangan. Kerangka acuan ini berguna untuk menunjukkan hubungan posisi antar objek. Kamera/Camera (x c , y c , z c ) Kerangka acuan yang menempel pada kamera dan titik awalnya berada pada pusat proyeksi dari kamera, berbeda dengan world, kerangka acuan ini bisa berubah - ubah bergantung pada posisi dan orientasi kamera. Bidang gambar/Image plane (x f , y f ) Kerangka acuan yang berada pada bidang gambar. Pada umumnya, titik paling kiri atas dijadikan sebagai titik awal. Kerangka acuan image plane terdiri dari dua yaitu physical dan pixel. Perbedaanya terletak pada satuan yang digunakan. Physical diukur dalam satuan milimeter dan merupakan sekumpulan persegi dari photosensor. Sedangkan pixel, dinyatakan dalam satuan pixel. Sebuah pixel menunjukkan nilai integer dari sebuah sampel gambar. Yang digunakan pada gambar digital adalah satuan pixel ini.

description

sk bab

Transcript of 2012-1-00260-SK Bab2001

Page 1: 2012-1-00260-SK Bab2001

6

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kerangka Acuan

Reference frames atau kerangka acuan adalah suatu sistem koordinat atau

sekumpulan sumbu yang digunakan untuk mengukur posisi, dan orientasi dari

suatu objek. Dalam skripsi ini ada beberapa kerangka acuan yang perlu

diperhatikan, yaitu:

• Dunia/World (xw, yw, zw)

Kerangka acuan yang tetap terhadap dunia, misalnya saja salah satu

sudut suatu ruangan. Kerangka acuan ini berguna untuk menunjukkan

hubungan posisi antar objek.

• Kamera/Camera (xc, yc, zc)

Kerangka acuan yang menempel pada kamera dan titik awalnya berada

pada pusat proyeksi dari kamera, berbeda dengan world, kerangka acuan

ini bisa berubah - ubah bergantung pada posisi dan orientasi kamera.

• Bidang gambar/Image plane (x f , y f)

Kerangka acuan yang berada pada bidang gambar. Pada umumnya, titik

paling kiri atas dijadikan sebagai titik awal. Kerangka acuan image plane

terdiri dari dua yaitu physical dan pixel. Perbedaanya terletak pada satuan

yang digunakan. Physical diukur dalam satuan milimeter dan merupakan

sekumpulan persegi dari photosensor. Sedangkan pixel, dinyatakan

dalam satuan pixel. Sebuah pixel menunjukkan nilai integer dari sebuah

sampel gambar. Yang digunakan pada gambar digital adalah satuan pixel

ini.

Page 2: 2012-1-00260-SK Bab2001

7

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Reference frames dan Bidang Gambar

(Sumber: Camera Parameters by Prof. George Bebis)

Gambar 2.1 (b) menunjukkan bidang gambar yang terdiri dari sekumpulan

photosensor yang dikenal sebagai CCD (Charge-Coupled Device) array. Setiap

kotak menunjukkan satu buah photosensor yang berfungsi untuk mengubah

energi cahaya menjadi tegangan listrik. Nilai dari tegangan listrik akan

dikirimkan ke sebuah alat yang dinamakan sebagai frame grabber, untuk

dikonversi dari sinyal kontinu menjadi sinyal digital yang dapat diproses

menggunakan komputer. Sinyal digital hasil konversi inilah yang dinamakan

sebagai pixel.

Page 3: 2012-1-00260-SK Bab2001

8

Gambar 2.2 Digital image acquisition system

(Sumber: Camera Parameters by Prof. George Bebis)

2.2 Parameter Kamera

Secara umum parameter kamera yang diperlukan dalam skripsi ini terdiri dari

dua yaitu extrinsic dan intrinsic.

Gambar 2.3 Transformasi antar Kerangka Acuan

(Sumber: Camera Parameters by Prof. George Bebis)

Parameter extrinsic mendefinisikan posisi (Translasi) dan orientasi (Rotasi) dari

kerangka acuan kamera terhadap kerangka acuan dunia. Pada stereo vision, salah

satu kerangka acuan kamera dijadikan kerangka acuan dunia, biasanya kerangka

acuan kamera kiri dan parameter extrinsic mendefinisikan kerangka acuan

kamera kanan terhadap kerangka acuan kamera kiri.

Page 4: 2012-1-00260-SK Bab2001

9

Gambar 2.4 Extrinsic Parameter (Sumber: E.Trucco, A.Verri, 1998)

Parameter intrinsic mendefinisikan transformasi posisi sebuah point gambar dari

koordinat kamera ke koordinat pixel. Parameter ini menunjukkan karakter

geometri, digital dan optikal dari kamera yaitu koordinat principal point dan

focal length, dalam satuan pixel dari setiap kamera serta distorsi yang

diakibatkan oleh lensa yang digunakan kamera. Proyeksi objek pada bidang

gambar dapat dinyatakan dengan persamaan:

Gambar 2.5 Proyeksi perspektif dasar (f=focal length)

(Sumber: http://www.cse.psu.edu/~rcollins/CSE486/)

Sedangkan transformasi dari bidang gambar menjadi koordinat pixel:

Page 5: 2012-1-00260-SK Bab2001

10

yyimyyim

xximxxim

osyysoyy

osxxsoxx

+−=→−−=+−=→−−=

/)(

/)(

dengan,

xim = koordinat x dalam satuan pixel

yim = koordinat y dalam satuan pixel

x = koordinat x dalam satuan milimeter

y = koordinat y dalam satuan milimeter

ox = principal point sumbu x

oy = principal point sumbu y

sx = ukuran pixel efektif dalam arah horizontal

sy = ukuran pixel efektif dalam arah vertikal

Persamaan ini dapat dinyatakan dalam notasi matriks, sebagai berikut:

−−

=

1100

/10

0/1

1

y

x

os

os

y

x

yy

xx

im

im

2.2.1 Rodrigues’ Rotation Formula

Matriks rotasi dapat diperoleh dari hasil perkalian antara tiga buah matriks,

yaitu matriks rotasi sumbu x, y, dan z. Selain menggunakan ketiga buah

matriks ini, rotasi juga dapat dilakukan dalam representasi sumbu-sudut

(axis-angle). Formula rotasi rodrigues adalah sebuah algoritma yang

digunakan untuk melakukan rotasi dalam representasi sumbu-sudut

tersebut. Yang diketahui dalam representasi ini adalah sumbu rotasi dan

besarnya sudut rotasi yang perlu dilakukan. Sumbu rotasi dinyatakan

arahnya dengan sebuah vektor unit. Formula rodrigues dinyatakan sebagai:

[ ] ( ) Tx kkkIR θθθ cos1sincos −++=

Page 6: 2012-1-00260-SK Bab2001

11

[ ]

−−

−=

0

0

0

12

13

23

kk

kk

kk

k x ( )zyx kkkk ,,=

k adalah vektor unit yang merepresentasikan sumbu rotasi dan I adalah

matriks indentitas.

2.3 Median Filter

Salah satu proses low-level pada pengolahan gambar yang bertujuan untuk

mengeleminasi noise pada gambar. Hal ini dicapai dengan menggantikan nilai

setiap pixel yang ada pada gambar dengan nilai tengah dari nilai pixel itu sendiri

dan nilai pixel yang berada disekeliling pixel tersebut. Untuk menentukan nilai

tengah, maka nilai dari satu pixel dan pixel tetangganya akan diurutkan terlebih

dahulu. Lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.6 Median Filtering (window 3x3)

(Sumber: http://users.ecs.soton.ac.uk/msn/book/new_demo/median/)

Keunggulan dari median filter adalah dapat mengeliminasi noise dan pada saat

yang bersamaan menjaga tepi (edge) pada gambar. Tentunya hal ini juga

bergantung pada besar window yang digunakan.

Page 7: 2012-1-00260-SK Bab2001

12

Gambar 2.7 Contoh Median Filtering

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Median_filter)

Median filter efektif digunakan untuk mengeliminasi salt and pepper noise,

yaitu noise berupa pixel hitam dan putih yang muncul secara acak pada gambar.

Gambar 2.8 Salt and Pepper Noise

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Salt_and_pepper_noise)

2.4 Canny Edge Detector

Canny edge detector adalah salah satu metode yang dapat digunakan untuk

mendeteksi tepi dari gambar, Tahapan-tahapan dari algoritma canny edge

detector adalah:

Page 8: 2012-1-00260-SK Bab2001

13

• Noise reduction, dengan melakukan konvolusi antara gambar dengan

filter gaussian. Hasil yang diperoleh adalah gambar yang lebih halus

(smooth) dari gambar asli, mengurangi intensitas pixel yang gradasinya

berbeda jauh dengan pixel disekitarnya.

• Finding intensity gradient, menggunakan operator sobel untuk

menentukan besar dan arah gradasi intensitas dari pixel-pixel gambar.

Operator sobel menggunakan dua buah 3x3 matriks konvolusi, satu untuk

mengestimasi gradasi pada arah x (Gx) dan satu lagi pada arah y (Gy).

Gambar 2.9 Matriks Konvolusi Operator Sobel (Sumber: Green, 2002)

Hasil pengukuran gradasi Gx dan Gy dapat digunakan untuk menentukan

besar (G) dan arah (θ) gradasi menggunakan persamaan:

=+=Gx

GyGyGxG arctan22 θ

Arah gradasi pada suatu matriks gambar hanya terdiri dari 4 arah, yaitu

horizontal, vertikal, diagonal positif dan diagonal negatif, oleh karena itu

perlu dilakukan pengelompokkan arah gradasi hasil perhitungan kedalam

salah satu kelompok arah ini. Hal ini dilakukan sebagai berikut:

Gambar 2.10 Pengelompokan Arah Gradasi (Sumber: Green, 2002)

Page 9: 2012-1-00260-SK Bab2001

14

Semua arah gradasi yang berada dalam daerah warna:

* Kuning akan dinyatakan dengan nilai arah gradasi 00 (0

0 - 22.5

0,

157.50

- 1800)

* Hijau akan dinyatakan dengan nilai arah gradasi 450 (22.5

0 - 67.5

0)

* Biru akan dinyatakan dengan nilai arah gradasi 900 (67.5

0 - 112.5

0)

* Merah akan dinyatakan dengan nilai arah gradasi 1350 (112.5

0 -

157.50)

• Non-maximum suppression, mengkonversikan tepi yang blur menjadi

tepi yang lebih tipis/tajam dengan cara menolkan pixel yang tidak

dianggap sebagai tepi. Pixel yang dianggap sebagai tepi pada langkah ini

adalah pixel-pixel yang memiliki nilai terbesar pada suatu arah gradasi.

Oleh karena itu hasil dari langkah ini adalah sebuah tepi berupa garis

yang tipis.

Gambar 2.11 Ilustrasi Non-maximum Suppression

(Sumber: www.cse.iitd.ernet.in/~pkalra/csl783/canny.pdf)

Besar intensitas pixel ditunjukkan dengan warna dan angka, sedangkan

arah ditunjukkan dengan tanda panah. Berikut ini adalah contoh hasil dari

Non-maximum suppression:

Page 10: 2012-1-00260-SK Bab2001

15

Gambar 2.12 Non-maximum Suppression

(Sumber: www.cse.iitd.ernet.in/~pkalra/csl783/canny.pdf)

• Hysteresis, penggunaan dua buah nilai threshold, high dan low untuk

mengeliminasi streaking. Streaking adalah putusnya sebuah tepi akibat

dari nilai output operator yang naik turun pada nilai threshold.

• Lebih besar high � ditandai sebagai tepi

• Lebih kecil low � tidak ditandai sebagai tepi

• Diantara dua threshold � ditandai sebagai tepi jika terkoneksi

dengan pixel yang intensitasnya lebih besar dari high.

2.5 Stereo Vision

Stereo vision adalah suatu kemampuan untuk memperoleh informasi struktur 3D

dan kedalaman dari suatu scene melalui dua atau lebih gambar yang diambil dari

sudut pandang yang berbeda (Trucco, Verri, 1998). Sistem ini dibuat dengan

meniru mata manusia yang terdiri dari dua buah dan terletak pada posisi yang

berbeda secara paralel, sekitar 2-3 inchi. Dengan koordinasi seperti ini akan ada

dua buah informasi visual yang diperoleh dari suatu area pada suatu waktu

dengan sudut pandang yang sedikit berbeda.

Page 11: 2012-1-00260-SK Bab2001

16

Pada computer stereo vision, mata digantikan dengan dua buah kamera yang

memiliki spesifikasi yang sama dan diletakkan pada posisi bidang y dan z yang

sama, namun berbeda pada sumbu horizontal, seperti halnya mata manusia.

Jarak antara dua kamera pada sumbu horizontal dikenal dengan baseline.

Gambar 2.13 Geometri Stereo Vision

(Sumber: http://www.cse.psu.edu/~rcollins/CSE486/)

Dengan melakukan komparasi dua buah gambar yang diperoleh maka akan

didapatkan informasi berupa disparity, yang nilainya berbanding terbalik secara

proporsional dengan kedalaman atau jarak suatu objek. Disparity dari semua

pixel akan membentuk sebuah disparity map yang dapat ditampilkan sebagai

sebuah gambar.

2.5.1 Stereo Matching

Proses pencarian untuk menentukan pasangan pixel antara gambar kiri dan

Page 12: 2012-1-00260-SK Bab2001

17

kanan. Dalam melakukan proses pencarian ada satu gambar yang dijadikan

acuan dan proses pencarian dilakukan pada gambar yang lain. Misal gambar

kiri dijadikan acuan, maka pixel yang merupakan pasangan dari pixel

gambar kiri, akan dicari pada gambar kanan, atau sebaliknya. Performa dari

proses pencarian ini dapat dipengaruhi oleh occlusion, suatu kondisi dimana

pixel tidak memiliki pasangan dan fakta bahwa suatu gambar memiliki dua

dimensi yaitu x dan y.

Ada beberapa batasan yang dapat digunakan untuk mempermudah proses

pencarian pasangan pixel ini, yaitu left-right consistency dan epipolar

constraint. Left-right consistency, suatu batasan dimana pasangan pixel

dinyatakan benar ketika proses pencarian dengan acuan gambar kiri dan

acuan gambar kanan menghasilkan pasangan pixel yang sama. Hal ini untuk

mengatasi masalah occlusion. Batasan yang kedua, yaitu epipolar constraint

untuk mengurangi dimensi pencarian menjadi satu dimensi, hal ini didukung

dengan fakta bahwa pasangan pixel berada pada conjugate epipolar lines.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan pixel

mana yang merupakan pasangan pixel yang tepat dengan pixel acuan, salah

satunya adalah metode korelasi/area. Pada metode ini, yang akan dicocokan

adalah dua buah window dengan suatu ukuran yang tetap. Window yang

pertama adalah window dengan pusat pixel acuan, sedangkan window yang

kedua adalah window dengan pusat kandidat pixel yang berada pada gambar

yang lain. Korelasi antar kedua window ini ditentukan berdasarkan suatu

kriteria tertentu. Pixel kandidat yang dijadikan sebagai pasangan pixel acuan

Page 13: 2012-1-00260-SK Bab2001

18

adalah pixel kandidat dengan window yang paling memenuhi kriteria yang

digunakan, dengan kata lain window yang paling mirip dengan window pixel

acuan.

Gambar 2.14 Ilustrasi Metode Korelasi/Area

2.5.2 Disparity

Perbedaan koordinat dari pasangan pixel gambar kiri dan kanan dikenal

sebagai disparity. Pada sistem stereo vision yang menjadi perhatian adalah

perbedaan koordinat pada sumbu x, mengingat dua buah kamera diatur agar

tepat berada pada posisi yang sama pada dua sumbu yang lain, yaitu sumbu

y dan z.

Gambar 2.15 Disparity

(Sumber: http://www.cse.psu.edu/~rcollins/CSE486/)

Page 14: 2012-1-00260-SK Bab2001

19

2.5.3 Epipolar Geometry

Gambar 2.16 Epipolar Geometry (Sumber: E.Trucco, A.Verri, 1998)

Digunakan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan dalam proses

pencarian pasangan pixel. Geometri ini menggambarkan proyeksi suatu

point pada bidang gambar kiri dan kanan (stereo). Pada gambar 2.16 ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu epipolar plane, epipole el dan er,

dan epipolar line elpl dan erpr. Epipolar plane adalah sebuah bidang yang

dibatasi oleh titik P, Ol dan Or. pl dan pr adalah proyeksi titik P pada bidang

gambar kiri (πl) dan kanan (πr), sedangkan Pl dan Pr adalah vektor proyeksi

titik P tersebut. Epipole adalah proyeksi pusat kamera pada bidang gambar

yang lain. el, proyeksi pusat kamera kanan (Or) pada pada bidang gambar

kiri dan er, proyeksi puat kamera kiri (Ol) pada bidang gambar kanan. Dan

yang dimaksudkan dengan epipolar line adalah perpotongan antara epipolar

plane dengan bidang gambar kiri dan kanan.

Dari geometri inilah bisa dibuktikan adanya epipolar constraint, jika

diketahui pl maka pasangan pixel-nya pr pasti berada pada epipolar line dari

epipolar plane yang sama (conjugate epipolar lines), begitu pula

sebaliknya.

Page 15: 2012-1-00260-SK Bab2001

20

2.5.4 Rektifikasi

Suatu proses untuk menentukan transformasi setiap gambar agar pasangan

dari epipolar line menjadi segaris dan paralel dengan salah satu sumbu

gambar, biasanya sumbu horizontal.

Gambar 2.17 Rektifikasi. Hitam sebelum rektifikasi, abu sesudah rektifikasi

(Sumber: E.Trucco, A.Verri, 1998)

Setelah melakukan rektifikasi maka disparity antar pasangan pixel hanya

akan berada pada sumbu horizontal saja. Proses rektifikasi terdiri dari

beberapa langkah, yaitu:

• Putar kamera kanan dengan matriks rotasi R (extrinsic parameter) agar

orientasi kedua kamera sama.

• Putar kamera kiri dan kanan agar vektor translasi paralel dengan

sumbu horizontal (1;0;0).

• Aplikasikan frame yang baru diperoleh ini pada sekumpulan pasangan

point/gambar input untuk mendapatkan gambar yang terektifikasi

Proses ini dapat dilakukan dengan asumsi bahwa:

• Pusat dari image reference frame adalah principal point

• Focal length sama dengan f

Page 16: 2012-1-00260-SK Bab2001

21

2.5.5 Rekonstruksi 3D

Proses rekonstruksi point 3D menggunakan informasi yang diperoleh dari

gambar 2D. Informasi jarak (depth) dapat diperoleh melalui nilai disparity,

sedangkan informasi posisi X dan Y dapat diperoleh melalui proses

proyeksi balik dari gambar 2D menjadi kerangka acuan kamera/dunia.

2.6 DBSCAN

Singkatan dari density-based spatial clustering of applications with noise adalah

sebuah algoritma untuk mengelompokkan data, agar data yang berada dalam

suatu kelompok (kluster) memiliki kesamaan dengan data lain yang berada

dalam kelompok yang sama dibandingkan dengan data lain yang berada dalam

kelompok yang berbeda.

Gambar 2.18 Clustering (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Cluster_analysis)

Algortima ini diusulkan oleh Martin Ester, Hans-Peter Kriegel, Jörg Sander and

Xiaowei Xu pada tahun 1996. DBSCAN adalah algoritma pengelompokkan

(clustering) berdasarkan pada kepadatan (density), kluster adalah kumpulan data

yang lebih padat dibandingkan dengan kumpulan data yang lain, sedangkan

kepadatan itu sendiri adalah jumlah data dalam radius (eps) tertentu.

Page 17: 2012-1-00260-SK Bab2001

22

Gambar 2.19 DBSCAN (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/DBSCAN)

Konsep:

• Ada dua parameter yang diperlukan yaitu eps, suatu nilai input jarak dan

minPts, jumlah data minimum untuk memulai sebuah kluster

• Sebuah data dikategorikan sebagai inti, jika disekitarnya terdapat data

lain dengan jumlah lebih besar sama dengan minPts dalam radius eps.

• Sebuah data dikategorikan sebagai tepi, jika disekitarnya terdapat data

lain dengan jumlah lebih kecil dari minPts dalam radius eps tapi masih

berada dalam radius inti.

• Sebuah data dikategorikan sebagai noise, jika tidak termasuk dalam

kategori inti maupun tepi.

Gambar 2.20 Inti, Tepi dan Noise

(Sumber: home.etf.rs/~vm/os/dmsw/3323_11_Milan_Micic_DBSCAN.ppt)

Page 18: 2012-1-00260-SK Bab2001

23

Pseudocode:

Gambar 2.21 DBSCAN Pseudocode

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/DBSCAN)

Keunggulan:

• Tidak memerlukan informasi awal (input) mengenai jumlah kluster yang

ada dalam sebuah kelompok data.

• Dapat menemukan kluster dengan berbagai bentuk, bahkan menemukan

kluster yang berada didalam kluster yang lain.

• Menyadari keberadaan noise.

Kelemahan:

• Performanya bergantung pada fungsi yang digunakan untuk mengukur

jarak antar data.

• Tidak dapat mengelompokkan data dengan baik, jika kepadatan dari

setiap kluster yang ada berbeda jauh.

Page 19: 2012-1-00260-SK Bab2001

24

2.7 Delaunay Triangulation

Salah satu cara untuk menghubungkan sekumpulan titik agar membentuk sebuah

mesh segitiga. Mesh yang terbentuk memenuhi suatu kriteria yaitu tidak ada satu

titik pun yang berada didalam circumcircle (lingkaran yang melewati ketiga titik

sudut segitiga) dari semua segitiga yang terbentuk.

Gambar 2.22 Delaunay Triangulation dengan Circumcircle

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Delaunay_triangulation)

Delaunay triangulation memaksimalkan nilai minimum dari semua sudut

segitiga yang terbentuk atau dengan kata lain menghindari terbentuknya segitiga

yang kurus (skinny). Delaunay triangulation biasanya diaplikasikan pada suatu

kondisi untuk mengaproksimasikan ketinggian sebuah titik yang berada diantara

titik-titik yang diketahui ketinggiannya.

Gambar 2.23 Contoh Delaunay Triangulation (Eguchi, 2001)

2.8 Piecewise Linear Function

Sebuah fungsi yang terdiri dari dua atau lebih garis lurus, dimana setiap garis

didefinisikan pada sebuah interval tertentu, biasanya dalam interval yang sama.

Page 20: 2012-1-00260-SK Bab2001

25

Gambar 2.24 Piecewise Linear Function

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Piecewise_linear_function)

Gambar 2.24 menunjukkan aproksimasi menggunakan piecewise linear function

(merah) terhadap suatu kurva (biru) yang sudah diketahui fungsinya. Semakin

kecil interval yang digunakan maka semakin akurat aproksimasi yang dihasilkan

(sampai batas tertentu).

2.9 Least Square

Least square adalah suatu metode standar untuk mengaproksimasi solusi dari

sebuah overdetermined system, yaitu suatu sistem dimana jumlah persamaan

yang diketahui lebih banyak dibandingkan dengan jumlah variabel yang tidak

diketahui. Solusi least square adalah solusi yang meminimalisasi total error2

yang diperoleh dari setiap persamaan.

Least square juga dapat diartikan sebagai suatu prosedur matematika untuk

menemukan kurva yang paling sesuai dalam menggambarkan sekumpulan titik

yang dikethui (input) dengan meminimalisasi total dari offset2 (offset: jarak

antara titik dengan kurva)

Page 21: 2012-1-00260-SK Bab2001

26

Gambar 2.25 Least Square (a) vertikal offset; (b), (c) kurva yang diperoleh

menggunakan metode least square beserta sekumpulan titik input

(Sumber: http://mathworld.wolfram.com/LeastSquaresFitting.html)

2.10 Anaglyph

Suatu metode untuk menampilkan dua buah gambar dari suatu lingkungan

(scene) yang sama dengan perspektif yang sedikit berbeda dalam satu buah

gambar. Perbedaan gambar kiri dan kanan ditampilkan dengan dua warna yang

kontras satu dan lainnya. Gambar kiri ditampilkan dengan warna merah dan

gambar kanan ditampilkan dengan warna cyan (hijau+biru).

Gambar 2.26 Anaglyph Image

(Sumber: http://www.cse.psu.edu/~rcollins/CSE486/)

Page 22: 2012-1-00260-SK Bab2001

27

Gambar 2.27 Kacamata Red-Cyan

(Sumber: http://www.cse.psu.edu/~rcollins/CSE486/)

Jika melihat gambar anaglyph dengan sebuah kacamata khusus seperti yang

terlihat pada gambar 2.27 maka objek pada gambar akan terlihat dalam 3D.

Kacamata ini berfungsi sebagai filter, pada mata kiri terdapat filter warna merah

yang mengakibatkan hanya warna merah yang akan terlihat mata kiri, begitu

pula untuk mata kanan terdapat filter cyan yang mengakibatkan hanya warna

cyan yang terlihat oleh mata kanan. Hal ini mengakibatkan mata kiri hanya

melihat gambar kiri dan mata kanan hanya melihat gambar kanan, kedua

informasi gambar ini akan diproses oleh otak dan menghasilkan sebuah tampilan

berbentuk 3D.