2010-1-00451-MN Bab 2

download 2010-1-00451-MN Bab 2

of 27

Transcript of 2010-1-00451-MN Bab 2

  • 7

    Bab II

    Landasan Teori

    2.1 Motivasi Kerja

    2.1.1 Definisi Motivasi

    Menurut beberapa penulis dapat diperoleh bahwa definisi motivasi adalah:

    1. Menurut Kreitner dan Kinicki (2008, p210). Motivasi adalah kumpulan proses psikologis yang

    menyebabkan pergerakan, arahan, dan kegigihan dari sikap sukarela yang mengarah pada

    tujuan.

    2. Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson (2009, p178). Motivasi suatu kumpulan kekuatan yang

    energik yang mengkoordinasi di dalam dan di luar diri seorang pekerja, yang mendorong

    usaha kerja, dalam menentukan arah , intensitas, dan kegigihan.

    3. Menurut George and Jones (2005, p175). Motivasi kerja adalah suatu kekuatan psikologis di

    dalam diri seseorang yang menentukan arah perilaku seseorang di dalam organisasi, tingkat

    usaha, dan kegigihan di dalam menghadapi rintangan.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu kumpulan proses psikologis yang

    memiliki kekuatan di dalam diri seseorang yang menyebabkan pergerakan, arahan, usaha dan

    kegigihan dalam menghadapi rintangan untuk mencapai suatu tujuan.

    2.1.2 Elemen Motivasi

    Menurut George and Jones (2005, p175-176) ada tiga elemen dalam motivasi kerja dan

    tiga elemen tersebut adalah adalah: arah perilaku, tingkat usaha, tingkat kegigihan.

  • 8

    Tabel 2.1 Elemen Motivasi

    Element Definition Example Arah perilaku (Direction of Behavior)

    Perilaku apakah yang dipilih seseorang untuk ditunjukkan dalam organisasi?

    Apakah seorang engineer memberikan waktu dan usahanya untuk meyakinkan pimpinan yang skeptis dengan tujuan untuk mengubah spesifikasi desain produk baru dengan biaya yang produksi yang lebih rendah?

    Tingkat Usaha (Level of Effort)

    Seberapa keras seseorang bekerja untuk menunjukkan perilaku yang dipilihnya?

    Apakah seorang engineer mempersiapkan laporan permasalahan dengan spesifikasi sebenarnya, atau hanya menyebutkan permasalahan ketika berpapasan dengan seorang pimpinan di dalam lobby dan berharap bahwa pimpinan tersebut akan mengikuti nasihatnya dengan yakin?

    Tingkat kegigihan (Level of Persistence)

    Ketika menghadapi rintangan, jalan buntu, dan tembok batu, seberapa keras seseorang tetap mencoba untuk menunjukkan perilakunya dengan baik?

    Ketika pimpinan tidak setuju dengan engineer nya dan menunjukkan bahwa perubahan dalam spesifikasi adalah hanya menyia-nyiakan waktu, apakah seorang engineer tersebut tetap gigih untuk dapat mengimplementasikan perubahan tersebut atau menyerah walaupun ia sangat yakin bahwa hal tersebut membutuhkan perubahan.

    Sumber: George and Jones (2005, p175)

    Arah perilaku: Perilaku manakah yang dipilih seseorang untuk ditunjukkan? Dalam

    pekerjaan manapun, ada banyak perilaku (beberapa tepat, dan beberapa tidak tepat) dimana

    seorang pekerja dapat terlibat di dalamnya. Arah perilaku mengacu pada perilaku yang dipilih

    karyawan untuk ditunjukkan dari banyak potensi perilaku yang dapat mereka tunjukkan. Jika

    seorang pialang dalam perusahaan investment banking secara ilegal memanipulasi harga saham,

    jika seorang manager mengangkat karirnya sendiri dengan membebani bawahannya, atau jika

    seorang engineer menyakinkan pimpinan yang skeptis untuk mengubah spesifikasi desain dari

    sebuah produk baru dengan tujuan untuk menurunkan biaya produksi semua tindakan tersebut

    merefleksikan perilaku yang dipilih karyawan untuk ditunjukkan.

    Sebagai contoh, karyawan dapat termotivasi dengan cara berfungsi, yang dapat

    menolong perusahaan dalam mencapai tujuannya, atau dengan tidak berfungsi yang

  • 9

    menghalangi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Dengan melihat kepada motivasi, manager

    ingin memastikan bahwa arah perilaku bawahan mereka berfungsi bagi organisasi. Mereka ingin

    karyawan untuk termotivasi datang tepat waktu, melakukan tugas yang diberikan dan dapat

    dipercaya, datang dengan ide-ide baru, dan menolong sesamanya. Manager tidak ingin

    karyawannya untuk datang terlambat, mengabaikan aturan yang mengutamakan kesehatan dan

    keamanan, atau menggantikan kualitas dengan mulut manis.

    Tingkat usaha: Seberapa keras seseorang bekerja untuk menunjukkan perilaku yang

    dipilihnya? Adalah tidak cukup bagi organisasi untuk memotivasi karyawannya untuk

    menunjukkan perilaku untuk berfungsi bagi perusahaan, organisasi juga harus memotivasi

    mereka untuk bekerja keras dalam perilaku ini. Sebagai contoh, jika seorang engineer

    memutuskan untuk meyakinkan pimpinan yang skeptis untuk perubahan suatu desain, level

    motivasi engineer tersebut menentukan seberapa jauh ia akan meyakinkan pimpinannya. Apakah

    engineer tersebut hanya menyebutkan kebutuhan akan perubahan tersebut dalam percakapan

    biasa, atau ia akan mempersiapkan laporan detail yang menunjukkan permasalahan tersebut

    dengan spesifikasi sebenarnya dan mendeskripsikan spesifikasi penurunan biaya baru yang

    dibutuhkan?

    Tingkat kegigihan: Ketika menghadapi rintangan, jalan buntu, dan tembok batu,

    seberapa keras seseorang tetap mencoba untuk menunjukkan perilaku yang dipilihnya dengan

    baik? Seandainya pimpinan seorang engineer menyatakan bahwa perubahan spesifikasi adalah

    hanya menyia-nyiakan waktu. Apakah engineer tersebut gigih mencoba untuk mendapatkan

    implementasi perubahan tersebut atau menyerah walaupun dia sangat percaya bahwa hal itu

    diperlukan? Misalnya, jika mesin pabrik dari salah seorang karyawan rusak, apakah karyawan

    akan berhenti bekerja dan menunggu seseorang untuk datang memperbaikinya, atau ia mencoba

    untuk memperbaiki mesin tersebut atau paling tidak memberitahu rekan kerjanya tentang

    permasalahan tersebut?

  • 10

    2.1.3 Motivasi intrinsik dan ekstrinsik

    Menurut George dan Jones (2005, p177-179), perbedaan yang harus diperhatikan dalam

    mendiskusikan motivasi adalah perbedaan antara sumber motivasi intrinsik dan ekstrinsik.

    Perilaku dengan motivasi intrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk kepentingannya

    sendiri, dengan kata lain sumber motivasi biasanya datang dari penunjukkan perilaku itu sendiri.

    Seorang pemain violin profesional yang menikmati bermain di dalam orkestra tanpa

    menghiraukan bayaran yang relatif rendah dan seorang seorang CEO yang menghabiskan 12 jam

    kerja karena mereka menikmati pekerjaan mereka, dan itu adalah motivasi intrinsik.

    Perilaku dengan motivasi ekstrinsik adalah perilaku yang ditunjukkan untuk

    memperoleh materi atau penghargaan sosial atau untuk menghindari hukuman. Perilaku tersebut

    ditunjukkan bukan untuk kepentingannya sendiri tetapi lebih kepada konsekuensinya. Contoh

    dari motivasi ekstrinsik termasuk bayaran, pujian, status, dll.

    Seorang karyawan dapat termotivasi secara ekstrinsik, termotivasi secara instrinsik, atau

    keduanya. Ketika karyawan lebih terutama termotivasi secara ekstrinsik dan melakukan

    pekerjaan itu sendiri tidak merupakan sumber motivasi, sangat penting bagi organisasi dan

    manager untuk membuat hubungan yang jelas antara perilaku yang diinginkan perusahaan untuk

    dilakukan karyawan dan hasil atau penghargaan yang dinginkan karyawan.

    Ada hubungan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik dengan nilai kerja intrinsik dan

    ekstrinsik (akan di bahas pada sub bab kepuasan kerja). Karyawan yang memiliki nilai kerja

    intrinsik ingin menantang pencapain, kesempatan untuk membuat kontribusi dalam pekerjaan

    mereka dan perusahaan, dan kesempatan untuk mencapai seluruh potensinya di tempat kerja.

    Karyawan dengan nilai kerja ekstrinsik menginginkan beberapa dari konsekuensi kerja, misalnya

    menghasilkan uang, mendapatkan status dalam sebuah komunitas, kontak sosial, dan waktu

    bebas dari pekerjaan untuk waktu keluarga dan bersantai. Hal ini memberi alasan bahwa

  • 11

    karyawan dengan nilai kerja intrinsik yang kuat biasanya akan termotivasi secara intrinsik di

    tempat kerja dan mereka yang memiliki nilai kerja ekstrinsik akan termotivasi secara ekstrinsik.

    2.1.4 Maslows hierarchy of needs (teori kebutuhan hirarki Maslow)

    Menurut Hellriegel dan Slocum (2004, p119) ada beberapa hal yang merupakan alasan

    dasar dari hirarki Maslow:

    Sekali suatu kebutuhan terpuaskan, kepentingan peran motivasionalnya menurun. Bagaimanapun, setelah satu kebutuhan terpuaskan, kebutuhan lain pada tingkat yang lebih

    tinggi muncul untuk mengambil alih, jadi orang selalu memuaskan kebutuhannya.

    Jaringan kebutuhan untuk kebanyakan orang sangat kompleks, dengan beberapa kebutuhan yang mempengaruhi perilaku di dalam satu waktu. Jelas bahwa, ketika seseorang

    berhadapan dengan situasi darurat, seperti rasa haus yang amat sangat, kebutuhan tersebut

    akan mendominasi sampai terpuaskan.

    Kebutuhan pada level yang lebih rendah harus dipuaskan, sebelum kebutuhan pada level yang lebih tinggi diaktifkan untuk mempengaruhi perilaku.

    Ada lebih banyak cara untuk memuaskan kebutuhan pada level yang lebih tinggi daripada level yang lebih rendah.

    Menurut George dan Jones (2005, p179-183), Seorang psikolog, Abraham Maslow

    menyatakan bahwa manusia memiliki 5 kebutuhan universal yang mereka cari untuk dipuaskan:

    kebutuhan fisiologi, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan rasa penghargaan, dan

    kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan-kebutuhan ini dan bagaimana mereka dapat dipuaskan

    dijelaskan dalam tabel berikut ini. Maslow menujukkan bahwa kebutuhan-kebutuhan ini dapat

    diatur dalam kepentingan hirarki dengan kebutuhan paling dasar fisiologi dan rasa aman- di

    paling dasar. Dua kebutuhan ini harus dipuaskan sebelum individu mencari untuk memuaskan

  • 12

    kebutuhan yang lebih tinggi dalam hirarki nya. Maslow juga menyatakan bahwa setelah suatu

    kebutuhan terpuaskan, maka tidak lagi sumber motivasi.

    Tabel 2.2 Kebutuhan hirarki Maslow

    Need Level Description Examples of how needs are met or satisfied

    Self-actualization (Highest-level needs)

    Needs to realize ones full potential as a human being

    By using ones skills and abilities to the fullest and striving to achieve all that one can on a job

    Esteem needs

    Needs to feel good about oneself and ones capabilities, to be respected by others, and to receive recognition and appreciation

    By receiving promotions at work and being recognized for accomplishments on the job

    Belongingness needs

    Needs for social interaction, friendship, affection, and love

    By having good relations with co-workers and supervisors, being a member of a cohesive work group, and participating in social functions such as company picnics and holiday parties

    Safety needs Needs for security, stability, and safe environment

    By receiving job security, adequate medical benefits, and safe working conditions

    Physiological needs (Lowest-level needs)

    Basic needs for things such as food, water, and shelter that must be met in order for an individual to survive

    By receiving a minimum level of pay that enables a worker to buy food and clothing and have adequate housing

    Sumber: George dan Jones (2005, p179)

    Berdasarkan teori Maslow, kebutuhan yang tidak terpuaskan adalah motivator utama dari

    perilaku, dan kebutuhan yang berada pada level terendah dari hirarki akan didahulukan sebelum

    level yang lebih tinggi. Di waktu tertentu, bagaimanapun, hanya satu jenis kebutuhan yang

    memotivasi terjadinya perilaku, dan hal ini tidak mungkin melompati level tertentu. Setelah

  • 13

    seorang individu memuaskan satu jenis kebutuhannya, ia akan mencoba untuk memuaskan

    kebutuhan pada level berikutnya dalam hirarki, dan level ini akan menjadi fokus motivasi.

    Dengan menspesifikasi kebutuhan yang berkontribusi pada motivasi, teori Maslow

    membantu manager menentukan apa yang akan memotivasi seorang karyawan. Pelajaran yang

    sederhana namun penting dari teori Maslow adalah karyawan berbeda-beda dalam kebutuhannya

    dan mencoba memuaskannya di tempat kerja, dan apa yang memotivasi seorang karyawan

    mungkin tidak memotivasi yang lainnya. Hal yang dapat kita simpulkan adalah untuk

    memperoleh pekerja yang termotivasi, manager harus mengidentifikasi kebutuhan manakah yang

    sedang dicari untuk dipuaskan seorang karyawan di tempat kerja, dan setelah kebutuhan-

    kebutuhan ini terpenuhi, manager harus memastikan bahwa kebutuhan tersebut terpenuhi jika

    karyawan tersebut menunjukkan perilaku-perilaku tertentu.

    2.1.5 Hubungan motivasi dan kinerja

    Menurut George dann Jones (2005, p177) Kinerja adalah evaluasi dari hasil perilaku

    seseorang, termasuk menentukan seberapa baik atau buruk seseorang menyelesaikan

    pekerjaannya. Motivasi adalah salah satu faktor diantara banyak faktor yang berkontribusi

    terhadap kinerja karyawan.

    Kesimpulannya, karena motivasi hanya satu dari beberapa faktor yang dapat

    mempengaruhi kinerja, maka motivasi yang tinggi tidak selalu menghasilkan kinerja yang tinggi.

    Sebaliknya, kinerja yang tinggi tidak menunjukkan bahwa motivasi tinggi, karyawan yang

    memiliki motivasi rendah dapat menunjukkan kinerja yang tinggi jika mereka memiliki

    kemampuan yang tinggi pula. Manager harus berhati-hati untuk tidak otomatis menyimpulkan

    penyebab kurangnya kinerja karena kurangnya motivasi, atau penyebab tingginya kinerja karena

    tingginya motivasi.

  • 14

    2.2 Kepuasan Kerja

    2.2.1 Definisi Kepuasan Kerja

    Definisi kepuasan kerja menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut:

    1. Menurut Colquitt, LePine, dan Wesson (2009, p105) Job satisfaction is a pleasurable

    emotional state resulting from the appraisal of ones job and what you think about your

    job. suatu pernyataan emosi yang menyenangkan yang dihasilkan dari penghargaan

    terhadap pekerjaan seseorang dan apa yang anda pikirkan tentang pekerjaan anda.

    2. Menurut George dan Jones (2005, p75). Job satisfaction is the collection of feelings and

    beliefs that people have about their current jobs. merupakan kumpulan perasaan dan

    kepercayaan yang dimiliki seseorang tentang pekerjaan mereka.

    3. Menurut Kreitner dan Kinicki, (2008, p170) Job satisfaction is an affective or emotional

    response toward various facets of ones job. suatu respon yang mempengaruhi atau

    emosional terhadap berbagai segi dari pekerjaan seseorang.

    Dapat kita simpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu respon berupa pernyataan emosi

    perasaan dan kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap berbagai segi dari pekerjaannya.

  • 15

    2.2.2 Determinan Kepuasan Kerja

    Menurut George dan Jones (2005, p80-83) ada beberapa determinan dari kepuasan kerja.

    Sumber: George dan Jones (2005, p80)

    Gambar 2.1 Bagan Determinan Kepuasan Kerja

    Personality: Personalitas merupakan cara seseorang merasakan, berpikir, dan

    berperilaku, merupakan determinan pertama dari bagaimana orang berpiir dan merasakan

    tentang pekerjaan mereka atau kepuasan kerja. Personalitas individu mempengaruhi tingkatan

    positif atau negatif dari pemikiran dan perasaan tentang sebuah pekerjaan. Seseorang yang

    tinggi dalam sifat-sifat utama orang ekstrovert biasanya memiliki tingkat kepuasan kerja yang

    lebih tinggi daripada orang yang memiliki tingkatan yang rendah dalam sifat ini.

    Personalitas membantu menentukan kepuasan kerja dan personalitas, dan personalitas

    adalah bagian yang merupakan faktor genetis, peneliti-peneliti terkejut bahwa genetik

    PersonalityCara seseorang merasakan, berpikir, dan berperilaku

    ValuesNilai intrinsik dan ekstrinsik kerja, nilai etika

    SocialinfluenceRekan kerja Kelompok (grup) Kultur

    WorkSituationPekerjaan itu sendiri Kondisi kerja fisik Jam kerja, gaji

    JobSatisfactionkumpulan perasaan dan kepercayaan yang dimiliki seseorang tentang pekerjaanmereka

  • 16

    mempengaruhi kepuasan kerja. Richard Arvey dari Universitas Minnessota dan rekan kerjanya

    mengeksplorasi tingkatan level kepuasan kerja yang diwariskan dari orang tua mereka. Mereka

    meneliti 34 pasang kembar identik yang dibesarkan secara terpisah sejak kecil. Objek peneliti ini

    menyatakan sifat-sifat genetis yang sama tetapi terekspos dalam pengaruh situasi berbeda dalam

    beberapa tahun terakhir perkembangan kehidupan mereka. Untuk masing-masing pasangan

    kembar, peneliti mengukur derajat level kepuasan kerja yang satu sama dengan yang lainnya.

    Peneliti menemukan bahwa faktor genetik diperhitungkan sekitar 30% dari perbedaan

    level kepuasan kerja diantara anak kembar di dalam studi mereka. Penemuan menarik lainnya

    adalah pasangan kembar tersebut cenderung memegang pekerjaan yang mirip/serupa dalam hal

    kompleksitas, keahlian mesin, permintaan fisik yang dituntut dalam pekerjaan mereka. Hal ini

    menunjukkan bahwa orang mencari pekerjaan yang sesuai dengan sifat-sifat genetis mereka.

    Dengan kata lain, personalitas seseorang (yang sebagian diwariskan) mempengaruhi mereka

    untuk memilih jenis pekerjaan mereka.

    Apa arti penemuan ini bagi manager? Esensinya, mereka menunjukkan bahwa sebagian

    dari kepuasan kerja ditentukan oleh personalitas karyawan, dimana sebuah organisasi atau

    manager tidak dapat mengubahnya dalam waktu dekat. Apakah ini berarti para manager tidak

    perlu khawatir tentang level kepuasan kerja dari bawahan mereka atau ini tidak ada artinya

    untuk meningkatkan kepuasan kerja? Jelas Tidak. Walaupun secara pasti hal ini menyatakan

    bahwa faktor genetis diperhitungkan 30% dari perbedaan level kepuasan kerja, 70% dari variasi

    kepuasan kerja sisanya dapat dijelaskan. 70% inilah yang dapat dipengaruhi oleh seorang

    manager. Jadi manager harus berkonsentrasi terhadap kepuasan kerja karena ini adalah sesuatu

    yang merupakan kuasa mereka untuk mempengaruhi dan mengubah.

  • 17

    Values: Nilai memiliki dampak terhadap level kepuasan kerja karena mereka

    merefleksikan keyakinan karyawan tentang hasil yang seharusnya terjadi dan bagaimana

    seseorang seharusnya berperilaku saat bekerja.

    Ada dua macam nilai kerja, yaitu: nilai kerja intrinsik dan ekstrinsik. Contohnya,

    seseorang dengan nilai kerja intrinsik yang kuat (nilai yang berkaitan dengan alamiah dari

    pekerjaan itu sendiri), kemungkinan besar akan terpuaskan dengan pekerjaan yang menarik dan

    berarti secara personal (misalnya pekerjaan sosial) tetapi itu juga membutuhkan jam kerja yang

    panjang dan gaji yang kurang baik. Seseorang dengan nilai kerja ekstrinsik yang kuat akan

    terpuaskan dengan pekerjaan dengan gaji yang baik tetapi monoton.

    Work Situation: Mungkin sumber kepuasan kerja yang paling penting adalah situasi

    kerja itu sendiri pekerjaan yang dilakukan seseorang (contohnya, bagaimana menarik dan

    membosankannya hal itu), orang-orang yang berinteraksi dengan seseorang pekerja (customer,

    bawahan, supervisor), lingkungan dimana seseorang bekerja (tingkat keberisikan, keramaian,

    dan temperatur), dan bagaimana organisasi memperlakukan karyawannya (misalnya sebagai

    serorang petugas keamanan, mereka ditawarkan bayaran dan keuntungan yang layak). Setiap

    aspek dalam pekerjaan dan organisasi merpakan bagian dari situasi kerja dan dapat

    mempengaruhi kepuasan kerja. Mengacu pada Working Mother magazine, yang

    mempublikasikan daftar 100 perusahaan teratas untuk ibu yang bekerja, menyatakan bahwa

    fleksibilitas di tempat kerja merupakan hal yang penting. Fleksibilitas dapat mengambil berbagai

    macam bentuk mulai dari minggu kerja yang di kompres dan waktu kerja yang fleksibel sampai

    kepada kemampuan untuk mengambil cuti tambahan untuk mengurus anak yang sakit.

    Kebanyakan orang dapat menjadi lebih terpuaskan dengan sebuah pekerjaan yang

    menggaji mereka secara baik dan itu sangat aman dibandingkan pekerjaan yang menggaji

    mereka sedikit dan ancaman pemberhentian kepada karyawan untuk selalu hadir.

  • 18

    Social Influence: Faktor penentu terakhir dari kepuasan kerja adalah pengaruh sosial

    atau pengaruh yang dimiliki perorangan maupun kelompok terhadap sikap dan perilaku

    seseorang. Sekelompok rekan kerja, sebuah kelompok dimana seseorang terlibat, dan kultur

    dimana seseorang bertumbuh dan hidup di dalamnya, semuanya memiliki potensi untuk

    mempengaruhi level kepuasan kerja.

    Pengaruh sosial dari rekan kerja dapat menjadi faktor penentu yang sangat penting dari

    kepuasan kerja seorang karyawan karena rekan kerja selalu ada disekeliling mereka, dan

    memiliki tipe pekerjaan yang serupa, dan seringkali memiliki beberapa hal yang sama dengan

    seorang karyawan (misalnya latar belakang edukasi). Rekan kerja dapat memiliki pengaruh

    potensial dalam kepuasan kerja seorang karyawan baru. Karyawan baru biasanya masih

    membentuk opini tentang organisasi dan pekerjaannya. Mereka mungkin belum tau apa yang

    dapat mereka perbuat atau apakah mereka akan menyukainya atau tidak pada akhirnya. Jika

    karyawan baru dikelilingi oleh rekan kerja yang tidak terpuaskan dengan pekerjaan mereka,

    maka biasanya karyawan tersebut juga akan menjadi tidak puas dengan pekerjaan mereka, dan

    jika karyawan baru tersebut dikelilingi oleh rekan kerja yang menikmati pekerjaan maka ia pun

    akan terpuaskan dengan pekerjaan mereka.

    Kelompok dimana seseorang terlibat juga mempengaruhi level kepuasan kerja seorang

    karyawan. Keluarga dimana seorang anak bertumbuh, misalnya, dapat mempengaruhi

    bagaimana memuaskan anak tersebut dimana berpengaruh ketika ia dewasa dalam

    pekerjaannya. Seorang karyawan yang bertumbuh dalam keluarga berkecukupan mungkin tidak

    terpuaskan dengan pekerjaan sebagai seorang guru sekolah karena gajinya dibandingkan dengan

    tingginya standar kehidupannya ketika masih kecil. Seorang yang lebih rendah hati mungkin juga

    tidak menginginkan gaji yang lebih tinggi tetapi mungkin tidak terpuaskan dengan pekerjaan

    mengajar mereka karena bayarannya tersebut.

  • 19

    Variasi yang banyak di dalam suatu grup dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

    Karyawan yang memiliki grup religi biasanya tidak akan terpuaskan dengan pekerjaan yang

    menuntut untuk bekerja di hari Sabtu dan Minggu. Serikat pekerja dapat memiliki efek yang

    besar dalam level kepuasan kerja para anggotanya. Menjadi anggota serikat pekerja yang

    percaya bahwa manager tidak memperlakukan karyawan dengan baik seperti seharusnya,

    sebagai contoh, dapat mengakibatkan seorang pekerja tidak terpuaskan dengan pekerjaannya.

    Kultur dimana seseorang bertumbuh dan tinggal di dalamnya dapat menyebabkan juga

    level kepuasan kerja karyawan. Karyawan yang bertumbuh di dalam kultur (misalnya kultur

    amerika) yang menekankan pentingnya pencapaian dindividu dan prestasi biasanya terpuaskan

    dengan pekerjaan yang memberikan tekanan kepada prestasi dan menyediakan bonus dan

    bayaran lebih bagi pencapaian individu. Karyawan yang bertumbuh dalam kultur (misalnya kultur

    Jepang) yang menekankan pentingnya melakukan apa yang baik bagi semua orang mungkin

    tidak akan terpuaskan dengan pekerjaan yang menekankan kompetisi individu dan pencapaian.

    Dalam kenyataannya, pengaruh kultur dapat membentuk tidak hanya kepuasan kerja

    tetapi juga sikap yang dimiliki karyawan tentang diri mereka sendiri. Seorang Amerika akan

    memperkenalkan sebuah perkuliahan dengan sebuah guyonan yang menunjukkan pengetahuan

    dan kejenakaannya. Tetapi seorang dosen Jepang di posisi yang sama biasanya akan memulai

    dengan meminta maaf dengan kekurangan keahliannya. Mengacu pasa Dr Hazel Markus dari

    University of Michigan dan Dr. Shinobu Kitayama dari University of Oregon, kedua gaya yang

    kontras ini merefleksikan bagaimana orang Amerika dan orang Jepang menunjukkan dirinya,

    dimana berdasar pada nilai-nilai dali kultur yang mereka hormati.

    Konsisten dengan kultur Amerika, Dosen Amerika menampilkan dan membawakan

    dirinya sebagai orang yang bebas, otonom, dan berusaha untuk mencapai: hal ini membuatnya

    merasa nyaman, dan membuat pendengar Amerikanya nyaman. Sangat berbeda, kultur Jepang

  • 20

    menekankan ketergantungan diri sendiri dengan orang lain; tujuannya adalah untuk

    menyesuaikan diri, bertemu dengan kewajiban seseorang, dan memiliki relasi interpersonal yang

    baik. Gaya yang tidak menonjolkan diri dalam dosen Jepang merefleksikan nilai-nilai ini; hal ini

    menunjukkan bahwa ia merupakan bagian dari sistem yang lebih besar dan menekankan koneksi

    antara dirinya dan pendengar.

    Markus dan rekan kerjanya pernah memimpin beberapa penelitian menarik tentang

    penerangan lebih jauh tentang efek kultur terhadap sikap tentang diri seseorang. Mereka

    meminta pada murid orang Jepang dan amerika untukmendeskripsikan diri mereka

    menggunakan apa yang peneliti sebut sebagai skala Who am I. Seorang Anerika cenderung

    untuk merespon skala ini dengan mendeskripsikan karakter personal (misalnya merupakan

    seoranng yang atletik atau pandai). Murid-murid Jepang, bagaimanapun cenderung

    mendeskrpsikan diri mereka dalam peran mereka (misalnya merupakan anak kedua). Respon-

    respon ini sekali lagi mengilustrasikan bahwa orang Amerika menunjukkan diri mereka dalam

    karakteristik personal, dan orang Jepang menampilkan diri mereka dalam karakteristik sosial

    seperti posisi mereka dalam keluarga. Ini merupakan demonstrasi yang sederhana dan kuat yang

    menunjukkan bagaimana kultur dan lingkungan sosial dimana kita bertumbuh mempengaruhi

    sikap kita, bahkan sikap sebagai fundamental dari sikap tentang diri kita sendiri. (p80-83)

    2.2.3 Dampak Ketidakpuasan Kerja

    Menurut Steven P. Robbins dan Timothy A. Judge (2007, p84) ada konsekuensi ketika

    karyawan menyukai pekerjaan mereka, dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai

    pekerjaan mereka. Satu bingkai kerja teoritis (exit-voice-loyalty-neglect framework) sangat

    membantu untuk mengeri konsekuensi-konsekuensi ketidakpuasan kerja. Dalam bagan berikut

    mengilustrasikan 4 respon yang dibedakan dalam dua dimensi, yaitu: konstruktif/destriktif dan

    aktif/pasif. Dan definisi respon-respon tersebut adalah:

  • 21

    Exit keluar: ketidakpuasan ditunjukkan dengan perilaku yang mengarah kepada meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru sebaik posisi mereka ketika berhenti.

    Voice suara: ketidakpuasan kerja ditunjukkan secara aktif dan konstruktif berusaha untuk meningkatkan konsisi-kondisi yang ada, termasuk memberikan saran-saran positif,

    mendiskusikan permasalahan dengan atasan, dan berbagai bentuk kegiatan serikat pekerja.

    Loyalty kesetiaan: ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif tetapi optimistik dengan menunggu kondisi untuk menjadi lebih baik, termasuk berbicara mewakili organisasi kepada

    kritik eksternal dan mempercayai organisasi dan pihak manajemen bahwa telah melakukan

    hal yang benar.

    Neglect pengabaian: ketidakpuasan ditunjukkan secara pasif mengizinkan kondisi menjadi semakin buruk, termasuk masalah absen atau keterlambatan yang kronis, penurunan usaha,

    dan meningkatnya level kesalahan.

    Perilaku exit dan neglect meliputi kinerja, produktivitas, kemangkiran, perputaran. Dan di

    dalam model ini juga terdapat voice dan loyalty dimana merupakan perilaku konstruktif yang

    mengizinkan individu untuk mentoleransi situasi yang tidak menyenangkan dan untuk mencapai

    kondisi kerja yang memuaskan. Hal ini menolong kita untuk mengerti situasi-situasi, seperti yang

    seringkali ditemukan dalam anggota serikat pekerja, dimana kepuasan kerja yang rendah

    berjalan bersamaan dengan perputaran pekerja yang rendah. Anggota serikat pekerja seringkali

    mengekspresikan ketidakpuasan mereka melalui prosedur keluhan atau melalui negosiasi kontrak

    formal. Mekanisme suara ini mengizinkan anggota serikat pekerja untuk melanjutkan pekerjaan

    mereka ketika meyakinkan diri mereka bahwa mereka sedang bertindak untuk membuat situasi

    menjadi lebih baik.

  • 22

    Gambar 2.2 Kuadran Ketidakpuasan Kerja

    Sumber : Steven P. Robbins dan Timothy A. Judge (2007, p84)

    Gambar 2.2 Kuadran Ketidakpuasan Kerja

    2.2.4 Hubunganantarakepuasankerjadankinerja

    Menurut Steven P. Robbins dan Timothy A. Judge (2007, p84) pekerja yang senang

    biasanya merupakan pekerja yang produktif, walaupun sulit untuk mengatakan bagaimana

    kausalitasnya berjalan. Bagaimanapun, beberapa peneliti pernah mempercayai bahwa relasi

    antara kepuasan kerja dan kinerja merupakan mitos. Tetapi sebuah review dari 300 studi

    menyimpulkan bahwa korelasinya cukup kuat. Mulai dari level individu sampai kepada organisasi,

    juga ditemukan dukungan terhadap relasi kepuasan-kinerja. Ketika kepuasan dan data

    produktivitas dikumpulkan dari sebuah organisasi, kita akan menemukan bahwa organisasi

    dengan lebih banyak karyawan yang terpuaskan cenderung lebih efektif daripada organisasi

    dengan lebih sedikit karyawan yang terpuaskan.

    aktif

    konstruktif

    pasif

    destruktif

    EXIT VOICE

    NEGLECT LOYALTY

  • 23

    2.3 Sikap Kerja

    2.3.1 Definisi Sikap Kerja

    Menurut beberapa ahli, definisi sikap kerja adalah:

    1. Menurut Kreitner dan Kinicki (2008, p160) dijelaskan bahwa Attitude is a learned

    predisposition to respond in a consistenly favorable or unfavorable manner with respect to a

    given object. suatu kecendrungan yang dipelajari untuk merespon secara konsisten

    terhadap sikap yang menyenangkan dan tidak menyenangkan dengan rasa menghargai

    kepada suatu objek tertentu.

    2. Menurut George dan Jones (2005, p74) Work attitudes is collections of feelings, beliefs, and

    thoughts about how to behave that people currently hold about their jobs and organizations.

    kumpulan perasaan, kepercayaan, dan pemikiran tentang bagaimana berperilaku yang

    dipegang oleh seseorang tentang pekerjaan dan organisasinya

    3. Menurut Hellriegel dan Slocum (2004, p48) Attitudes is relatively lasting feelings, beliefs,

    and behavioral tendencies aimed at specific people, groups, ideas, issues, or objects.

    suatu perasaan, kepercayaan, dan kecendrungan perilaku yang cenderung tidak berubah

    yang ditujukan pada orang, kelompok, gagasan, permasalahan, atau objek yang spesifik.

    Berdasarkan tiga definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap kerja adalah suatu

    kumpulan persaan, kepercayaan, dan pemikiran bagaimana harus berperilaku baik itu

    menyenangkan ataupun tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu (dalam hal ini

    adalah pekerjaan dan organisasinya).

  • 24

    2.3.2 Komponen Sikap Kerja

    Menurut Kreitner dan Kinicki (2008, p160) ada tiga komponen di dalam sikap kerja, yaitu

    komponen afektif, kognitif, dan perilaku.

    1. Affective component: komponen afektif dari sikap mengandung perasaan atau emosi yang

    dimiliki seseorang terhadap objek atau situasi tertentu. Misalnya, apa yang anda rasakan

    terhadap orang yang berbicara di telepon ketika di restoran? Jika anda merasa terganggu

    atau marah terhadap orang seperti ini maka anda sedang menekspresikan pengaruh atau

    perasaan negatif terhadap seseorang. Sebaliknya, komponen yang berpengaruh terhadap

    sikap anda adalah netral jika anda tidak tertarik (acuh tak acuh) terhadap orang yang

    berbicara di telepon di restoran tadi.

    2. Cognitive component: Apa yang anda pikirkan terhadap orang yang berbicara di telepon di

    restoran? Apakah anda percaya perilaku ini tidak baik, produktif, sepenuhnya dapat diterima,

    atau kasar? Jawaban anda mewakili komponen kognitif dari sikap anda terhadap orang yang

    berbicara di telepon di restoran tersebut. Komponen kognitif dari sikap merefleksikan

    kepercayaan ide-ide yang dimiliki seseorang terhadap objek atau situasi.

    3. Behavioral Component: komponen perilaku mengacu pada bagaimana seseroang berniat

    atau berharap untuk bertindak terhadap seseorang atau sesuatu. Misalnya, bagaimana anda

    berniat untuk merespon seseorang yang sedang berbicara di telepon ketika makan malam di

    sebuah restoran jika orang ini duduk dekat anda dan tamu anda?

    Teori sikap menyatakan bahwa perilaku yang terbaik di dalam situasi seperti ini adalah

    fungsi dari ketiga komponen tersebut. Anda tidak biasa untuk mengatakan sesuatu apapun

    terhadap seseorang yang sedang menelepon di sebuah restoran. Jika anda tidak bermasalah

    dengan perilaku ini (afektif), jika anda percaya bahwa telepon genggam berfungsi untuk

  • 25

    membatu orang-orang untuk mengatur hidupnya (kognitif), dan anda tidak bermaksud untuk

    mencela berkonfrontasi dengan orang tersebut (perilaku).

    2.3.3 Indikator Sikap

    Menurut Hellriegel dan Slocum (2004, p49). Ada beberapa indikator sikap yang terdapat

    dalam tiap komponen sikap di atas.

    affective component mood, dan emosi terhadap seseorang, ide, situasi, atau objek.

    cognitive component opini, pengetahuan, atau informasi yang ada pada seseorang

    behavioral component kecendrungan untuk bertindak atas evaluasi kesukaan atau

    ketidaksukaan terhadap suatu hal.

    2.4 Kinerja Job Performance

    2.4.1 Definisi Kinerja

    Definisi kinerja menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut.

    1. Menurut Kreitner dan Kinicki (2008, p36) Kinerja adalah nilai dari sekelompok perilaku

    karyawan yang berkontribusi, baik positif atau negatif, terhadap pencapaian tujuan

    organisasi.

    2. Menurut Lloyd I. Byars dan Leslie w. Rue (2006, p222) Kinerja adalah tingkat

    prestasi/pencapaian dari suatu tugas yang membuat pekerjaan seorang karyawan menjadi

    lebih baik. Hal ini merefleksikan seberapa baik seorang karyawan memenuhi tuntutan

    pekerjaannya.

    3. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p378) kinerja adalah apa yang

    karyawan lakukan dan tidak lakukan karyawan.

  • 26

    Lloyd I. Byars dan Leslie w. Rue juga menambahkan bahwa,

    usaha (effort) mengacu pada energi yang dihabiskan, sedangkan kinerja (performance) diukur

    dengan hasil. Misal, seorang murid mungkin berusaha keras untuk mempersiapkan sebuah tes

    dan tetap mendapatkan ranking yang rendah. Dalam kasus ini usaha yang dihasilkan sangat

    tinggi, tetapi kinerjanya rendah.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah segala sesuatu yang dilakukan karyawan

    yang memberikan kontribusi bagi organisasi baik positif atau negatif, baik hal-hal yang dilakukan

    ataupun tidak dilakukan, demi mencapai tujuan organisasi dan membuat pekerjaan seorang

    karyawan menjadi lebih baik.

    2.4.2 Determinan Kinerja

    Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p113-114) ada tiga faktor utama

    yang mempengaruhi bagaimana seorang individu menunjukkan kinerjanya. Faktor-faktor tersebut

    adalah:

    1. Kemampuan individu untuk melakukan pekerjaannya.

    2. Tingkat usaha

    3. Dukungan organisasi

    Relasi diantara ketiganya diakui secara umum dalam literatur manajemen adalah sebagai berikut.

    Performance (P) = Ability (A) x Effort (E) x Support (S)

    Kinerja individu ditingkatkan sampai pada level dimana ketiga komponen tersebut hadir

    di dalam diri seorang karyawan. Akan tetapi, kinerja akan berkurang jika salah satu dari ketiga

    faktor tersebut dikurangi atau tidak ada. Sebagai contoh, kita asumsikan bahwa beberapa

  • 27

    pekerja produksi memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan mereka dan bekerja keras,

    tetapi organisasi menyediakan peralatan yang terbatas atau gaya manjemen dari atasan

    menyebabkan reaksi negatif dari pekerjanya. Contoh lain dari seorang karyawan layanan

    pelanggan di sebuah call center yang memiliki kemampuan dan pimpinan perusahaan memiliki

    dukungan yang baik. Tetapi karyawan tersebut tidak suka akan keterikatan dengan kabel telepon

    sepanjang hari dan seringkali tidak masuk karena tidak menyukai pekerjaannya sekalipun dibayar

    dengan gaji tinggi. Dalam kedua kasus tersebut, kinerja individu biasanya menjadi sedikit

    dibandingkan dengan situasi dimana ketiga komponen tersebut hadir.

    Gambar 2.3 Bagan Determinan Kinerja

    Sumber: Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p113-114)

    Gambar 2.3 Bagan Determinan Kinerja

    Effort

    Motivation WorkEthic Attendance JobDesign

    IndividualAbility

    Talents Interests Personalityfactors

    OrganizationalSupport

    Traininganddevelopment Equipmentandtechnology

    Performancestandards Managementandco

    workers

    IndividualPerformance

    (includingquantityandquality)

  • 28

    2.4.3 Jenis Informasi Kinerja

    Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006, p379) manajer menerima tiga

    jenis informasi berbeda mengenai bagaimana para karyawan melakukan pekerjaan mereka.

    a. Informasi berdasar-sifat menidentifikasi sifat karakter subjektif dari karyawan seperti sikap,

    inisiatif, atau kreativitas dan mungkin hanya mempunyai sedikit kaitan dengan pekerjaan

    tertentu. Sifat-sifat cenderung mempunyai arti ambigu, dan perusahaan-perusahaan telah

    menyatakan bahwa penilaian kinerja berdasarkan pada sifat-sifat seperti kemampuan

    beradaptasi dan sikap umum adalah terlalu samar untuk digunakan dalam mengambil

    keputusan SDM berbasis kinerja.

    b. Informasi berdasar-perilaku berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan

    kerja. Bagi seorang tenaga penjualan, perilaku persuasi verbal dapat diamati dan

    digunakan sebagai informasi pada kinerja. Meskipun lebih sulit untuk diidentifikasi, informasi

    perilaku secara jelas menentukan perilaku yang diinginkan manajemen. Masalah potensial

    timbul jika lebih dari satu perilaku dapat membawa keberhasilan kinerja dalam situasi

    tertentu. Sebagai contoh, mengidentifikasi persuasi verbal yang berhasil untuk seseorang

    tenaga penjualan akan sulit karena pendekatan yang digunakan oleh seorang tenaga

    penjualan mungkin tidak berhasil jika digunakan oleh orang lain.

    c. Informasi berdasar-hasil memperhitungkan pencapaian karyawan. Untuk pekerjaan-

    pekerjaan di mana pengukuran mudah dilakukan dan jelas, pendekatan berdasar-hasil dapat

    diterapkan. Bagaimapun, bahwa hal apa yang diukur, cenderung untuk ditekankan. Tetapi

    penekanan ini mungkin menghilangkan bagian dari pekerjaan yang sama pentingnya tetapi

    tidak terukur. Sebagai contoh, seorang staf penjualan mobil yang mendapat gaji hanya

    dengan menjual mungkin tidak bersedia untuk melakukan pekerjaan tulis-menulis atau

    pekerjaan lainnya yang tidak secara langsung berkaitan dengan penjualan mobil. Lebih jauh,

  • 29

    masalah etika atau bahkan masalah hukum dapat timbul ketika hanya hasil yang ditekankan

    dan bukan bagaimana hasil tersebut dicapai.

    2.4.4 Penilaian Kinerja Performance Appraisal

    Menurut Lloyd I. Byars dan Leslie w. Rue (2006, p223-244) Penilaian kinerja adalah

    proses evaluasi dan komunikasi terhadap seorang karyawan bagaimana performanya dalam

    bekerja dan membuat perencanaan peningkatan. Ketika direncanakan dengan baik, penilaian

    kinerja tidak hanya membiarkan karyawan mengetahui seberapa baik mereka menunjukkan

    kinerjanya tetapi juga mempengaruhi tingkat usaha dan arah mereka di masa depan. Usaha

    seharusnya ditingkatkan jika ingin memperkuat kinerja yang baik. Persepsi kerja seorang

    karyawan seharusnya diperjelas dengan membuat perencanaan peningkatan.

    Satu dari kebanyakan pengguna penilaian kinerja membuat keputusan administrasi yang

    berhubungan dengan promosi, pemberhentian, pensiun, dan peningkatan gaji karena menikah.

    Sebagai contoh, kinerja seorang karyawan seringkali menjadi pertimbangan yang paling

    signifikan untuk menentukan apakah seseorang dapat dipromosikan atau tidak. Ketika kinerja

    yang baik tercapai dalam suatu pekerjaan, tidak berarti seorang karyawan akan menjadi efektif

    di tingkat pekerjaan yang lebih tinggi, penilaian kinerja menyediakan beberapa informasi

    prediktif.

    Informasi penilaian kinerja dapat juga menyediakan input yang dibutuhkan untuk

    menentukan kebutuhan pelatihan dan pengembangan baik individual maupun organisasi. Sebagai

    contoh, informasi ini dapat digunakan untuk membantu menentukan kebutuhan pelatihan dan

    pengembangan organisasi secara umum. Untuk karyawan individual, sebuah penilaian kinerja

    lengkap seharusnya mencakup perencanaan kebutuhan pelatihan dan pengembangan yang

    spesifik.

    Kegunaan penting lainnya dari penilaian kinerja adalah untuk memperkuat peningkatan

    kinerja. Dalam hal ini, penilaian kinerja digunakan untuk mengkomunikasikan kepada karyawan

  • 30

    bagaimana mereka bekerja dan menyarankan kebutuhan terhadap perubahan di dalam perilaku,

    sikap, skill, dan pengetahuan. Umpan baik seperti ini memperjelas ekspektasi kerja seorang

    manager terhadap karyawan. Seringkali umpan balik ini harus diikuti dengan pengajaran dan

    pelatihan dari manager untuk membimbing usaha dari seorang karyawan.

    Hal yang harus diperhatikan dalam organisasi adalah seberapa sering harus membuat

    penilaian kinerja. Sepertinya tidak ada konsensus yang nyata tentang seberapa sering penilaian

    kinerja harus dilaksanakan. Tetapi secara umum, jawabannya adalah sesering dibutuhkannya

    karyawan untuk mengetahui perkerjaan macam apa yang mereka lakukan dan, jika kinerjanya

    tidak memuaskan, maka harus dilakukan peningkatan. Untuk banyak karyawan, hal ini tidak

    dapat dicapai hanya dengan penilaian kinerja tahunan. Untuk itu, direkomendasikan kepada

    kebanyakan karyawan, bahwa penilaian kinerja informal dilaksanakan dua atau tiga kali dalam

    setahun sebagai tambahan dari penilaian kinerja formal tahunan.

    2.5 Penelitian terdahulu

    2.5.1 Journal The impact of locus of control on job stress, job performance and job

    satisfaction in Taiwan

    Penulis: Jui-Chen Chen dan Colin Silverthorne

    Ket: Leadership & Organization

    Development Journal

    Vol. 29 No. 7, 2008

    Penelitian ini membahas tentang hubungan antara locus of control dan perilaku yang

    berhubungan terhadap job stress, satisfaction, dan performance para akuntan di Taiwan.

    Dikatakan di dalam teorinya bahwa It has long been assumed that higher employee satisfaction

    leads to an increase in employee performance and productivity (Lucas, 1999). Dan juga di

  • 31

    dalam kesimpulan dari jurnal tersebut mengatakan In addition, the mediating effects of locus of

    control indicate that job satisfaction affects job performance and job stress.

    Dari pernyataan yang ada di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja memang

    mempengaruhi kinerja. Hanya saja dalam jurnal tersebut, peneliti mencoba menghubungkan

    antara kepuasan kerja dengan kinerja dengan variabel perantara locus of control. Dan pada

    penelitian kali ini penulis mencoba menghubungkan kepuasan kerja dengan kinerja dengan

    variabel perantara sikap kerja.

    Dan hasil yang diperoleh dari jurnal ini adalah Respondents who had an internal LOC

    perceived lower levels of job stress, reported higher levels of job satisfaction and job

    performance. Based on individual responses, the results indicate that high performance CPA firms

    probably have more internal LOC individuals than low performance firms. The mediator function

    tests also showed that LOC is a mediator, through which job stress influences job performance.

    In addition, the mediating effects of LOC indicate that job satisfaction affects job performance

    and job stress. In other words, for an external LOC individual, job stress would have a negative

    effect on his or her performance while for an internal LOC individual job stress can enhance his

    or her performance. Compared with external LOC individuals, an internal LOC individual was

    more easily satisfied with his or her job, thus increasing job performance. Also an internal LOC

    individual finds it easier to cope with job stress.

    2.5.2 Journal Dimensions of Quality in Higher Education: How Academic Performance

    Affects University Students' Teacher Evaluations

    Penulis: Sameer T Mustafa, Dalen Chiang.

    Ket: Journal of American Academy of Business, Cambridge. Hollywood: Mar 2006.

    Vol. 8, Edisi 1; pg. 294, 10 pgs

  • 32

    Penelitian ini dilakukan terhadap 485 mahasiswa kelas akuntasi dari AACSB accredited

    accounting program. Dimana variabel-variabelnya adalah sebagai berikut: teacher abilities (Xl),

    teacher attitudes (X2), course load (X3), and course materials (X4) sebagai independent

    variables. Teacher performance (Yl) and course content (Y2) sebagai intervening variables, and

    quality of education (Y3, amount of knowledge) sebagai the dependent variable.

    Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Jurnal 2

    Dan dari penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hasil yang relevan dengan penelitian

    ini adalah sebagai berikut. Ada relasi positif signifikan antara teacher performance dan course

    content terhadap quality of education. Dengan kata lain peningkatan positif pada teaching

    performance atau course content akan berpengaruh positif pada quality of education. Selain itu

    ada relasi positif yang signifikan teacher performance dan course content. Teacher performance

    dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: teacher abilities, teacher attitudes, dan course materials.

    Teacher abilities dan attitudes memiliki pengaruh positif terhadap teacher performance, ketika

    course materials menunjukkan pengaruh negatif. Yang cukup menarik adalah ketika the course

    load tidak berpengaruh terhadap teacher performance, ia malah berpengaruh positif pada course

  • 33

    content. Untuk itu, meningkatkan course load akan meningkatkan course content secara

    langsung dan secara tidak langsung meningkatkan the quality of education tanpa mempengaruhi

    evaluasi dari teacher performance.

    2.6 Kerangka Pemikiran

    Sumber: penulis

    Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran

    Motivasikerja(X1)

    Self-actualization Esteem needs Belongingness needs Safety needs Physiological needs

    KepuasanKerja(X2)

    Personality Values Work Situation Social Influence

    Sikapkerja(X3)

    affective component cognitive component behavioral component

    Kinerja(Y)

    Effort IndividualAbility Organizational

    Support