2008-2-00519-TI bab 2

55
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Total Productive maintenance (TPM) Total Productive Maintenance mula mula berasal dari pemikiran PM ( Preventive Maintenance dan Production Maintenance), dari Amerika masuk ke Jepang dan berkembang menjadi suatu sistem baru khas Jepang yang kemudian dikenal sebagai TPM (Total Productive Maintenance). 2.1.1 Definisi Total Productive Maintenance (TPM) Total Productive Maintenance adalah konsep pemeliharaan yang melibatkan seluruh pekerja yang bertujuan mencapai efektifitas pada seluruh sistem produksi melalui partisipasi dan kegiatan pemeliharaan yang produktif, proaktif, dan terencana. [Suzaki Kyoshi, 1999] 2.1.2 Sejarah Total Productive Maintenance (TPM) Total Productive Maintenance merupakan suatu konsep baru tentang kegiatan pemeliharaan yang berasal dari Amerika yang dipopulerkan di Jepang dan berkembang menjadi suatu sistem baru khas jepang yang dikenal sebagai sistem total productive maintenance yang kita kenal seperti sekarang ini. Total productive maintenance berkembang dari filosofi yang dibawa oleh Dr. W. Edward Deming yang mempopulerkannya di Jepang setelah perang dunia ke-2 dengan pendekatan pemanfaatan data untuk melakukan kontrol kualitas dalam produksi, dan lambat

description

Seru

Transcript of 2008-2-00519-TI bab 2

Page 1: 2008-2-00519-TI bab 2

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Total Productive maintenance (TPM)

Total Productive Maintenance mula mula berasal dari pemikiran PM ( Preventive

Maintenance dan Production Maintenance), dari Amerika masuk ke Jepang dan

berkembang menjadi suatu sistem baru khas Jepang yang kemudian dikenal sebagai

TPM (Total Productive Maintenance).

2.1.1 Definisi Total Productive Maintenance (TPM)

Total Productive Maintenance adalah konsep pemeliharaan yang melibatkan

seluruh pekerja yang bertujuan mencapai efektifitas pada seluruh sistem produksi

melalui partisipasi dan kegiatan pemeliharaan yang produktif, proaktif, dan

terencana. [Suzaki Kyoshi, 1999]

2.1.2 Sejarah Total Productive Maintenance (TPM)

Total Productive Maintenance merupakan suatu konsep baru tentang kegiatan

pemeliharaan yang berasal dari Amerika yang dipopulerkan di Jepang dan

berkembang menjadi suatu sistem baru khas jepang yang dikenal sebagai sistem total

productive maintenance yang kita kenal seperti sekarang ini. Total productive

maintenance berkembang dari filosofi yang dibawa oleh Dr. W. Edward Deming

yang mempopulerkannya di Jepang setelah perang dunia ke-2 dengan pendekatan

pemanfaatan data untuk melakukan kontrol kualitas dalam produksi, dan lambat

Page 2: 2008-2-00519-TI bab 2

laun pendekatan pemanfaatan data juga dilakukan untuk melakukan kegiatan

pemeliharaan dalam berproduksi. Perusahaan yang pertama kali mengimplementasi

penggunaan total productive maintenance adalah Nippondenso corp, yang dipelopori

oleh Seiichi Nakajima. Tidak lama kemudian, Nippondenso meraih pengakuan dan

penghargaan atas kesuksesan mengimplementasikan total productive maintenance

dari Japanese Institute Of Plant Engineering (JIPE). Seiichi nakajima-lah yang

kemudian mempopulerkan dan mengkampanyekan total productive maintenance

dengan menulis berbagai buku dan artikel pada akhir tahun 80an dan terus

berkembang di awal tahun 90an.

2.1.3 Karakteristik Total Productive Maintenance (TPM)

1. Motif Total Productive Maintenance :

Mengadopsi pendekatan lifecycle untuk meningkatkan performa

dan realibility mesin.

Meningkatkan produktivitas dengan memotivasi operator disertai

dengan perluasan tanggung jawab pekerjaan.

Menggunakan peran maintenance staff untuk fokus pada machine

failure dan bertanggung jawab terhadap kelancaran permesinan.

2. Keunikan Total Productive Maintenance :

Operator dan maintenance staff berkolaborasi untuk menjamin dan

membuat mesin dapat terus menerus berjalan dengan baik.

Page 3: 2008-2-00519-TI bab 2

3. Tujuan Total Productive Maintenance :

Bertujuan untuk mencapai zero defect, zero breakdown dan zero

accident.

Mengkolaborasikan dan melibatkan seluruh operator, maintenance

staff, dan production engineering staff yang terkait dalam

pertanggung jawaban permesinan, serta seluruh karyawan pada

umumnya.

Fokus pada pengurangan defect dan self maintenance.

Menuntut operator untuk dapat mengatasi kerusakan ringan yang

terjadi pada mesin sehingga tidak menjadi kerusakan mesin kronis.

4. Keuntungan Langsung Total Productive Maintenance :

Meningkatkan produktivitas dan efisiensi permesinan.

Mengurangi manufacturing cost.

Mengurangi kecelakaan kerja.

Memuaskan keinginan konsumen terhadap produk yang dihasilkan.

5. Keuntungan Tidak Langsung Total Productive Maintenance :

Meningkatkan kepuasan dan kepercayaan diri operator dan

karyawan pada umumnya.

Menjaga lingkungan kerja tetap bersih, rapih dan menarik.

Membawa kebiasaan baik bagi operator.

Saling berbagi pengetahuan dan pengalaman terkait.

Page 4: 2008-2-00519-TI bab 2

2.2 Mentalitas Dasar

Mentalitas dasar dalam pelaksanaan total productive maintenance adalah hal

yang sangat esensial dan mendasar, karena merupakan dasar kesuksesan penerapan

total produtive maintenance itu sendiri. Setiap pekerja harus dapat bekerja secara

bersama-sama dan berpartisipasi aktif dalam segala masalah yang timbul dalam

lingkungan kerjanya. Juga, pekerja harus sadar akan pentingnya pemeliharaan dari

semua peralatan demi kelancaran proses produksi. Adapun rumusan mentalitas dasar

adalah sebagai berikut :

1. Pengendalian pemeliharaan

Maksud dalam pengendalian pemeliharaan adalah harus membuat rencana

sebelum memulai pekerjaan, melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai

rencana, memverifikasi hasil pekerjaan terhadap hasil semula dan

melakukan perbaikan yang perlu dilakukan.

2. Fokus kepada proses (bukan pada hasil)

Orientasi pengendalian yang dilakukan adalah selama masa proses

perbaikan berjalan bukan setelah proses perbaikan berakhir. Hal ini

dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas pemeliharaan dan meningkatkan

kuantitas serta mengurangi kerusakan.

3. Tidak menyalahkan orang lain

Maksudnya adalah saat seseorang membuat kesalahan, harus diingatkan

untuk tidak melakukannya dengan sengaja dan tidak memusatkan perhatian

Page 5: 2008-2-00519-TI bab 2

pada kesalahan, akan tetapi kepada langkah bagaimana mengatasi dan

mencegah agar kesalahan yang sama tidak terjadi lagi.

4. Fokus kepada hal vital

Maksudnya dalam mengambil tindakan harus berprinsip memprioritaskan

pada hal-hal penting walau jumlahnya sedikit, daripada kepada hal yang

tidak begitu penting walau jumlahnya banyak.

5. Fokus kepada data dan histori dengan satuan terukur

Maksudnya adalah menganalisis data dengan cermat, sehingga membuat

hal yang tidak tampak menjadi tampak, salah satunya melalui penggunaan

analisis statistika.

6. Fokus pada tindakan perbaikan dan pencegahan

Maksudnya melakukan tindakan perbaikan sesegera mungkin untuk

menghilangkan gejala kerusakan yang akan timbul, serta mencegah

terulangnya kerusakan yang sama.

7. Penetapan sasaran kuantitatif

Maksudnya dilakukan dengan pengendalian, pengecekan dan evaluasi

secara empiris dan terukur.

8. Berpegang pada konsep “ mencegah lebih baik daripada mengobati”

Memelihara mesin dengan baik sebelum mesin mengalami kerusakan fatal.

9. Menggunakan prosedur tertulis terstandardisasi sebagai dasar pemeliharaan

Page 6: 2008-2-00519-TI bab 2

Setiap tindakan harus dicatat dalam form yang sudah disediakan, hal ini

dilakukan untuk menghindari penyimpangan, kesalahan, kadaluarsa dan

mencegah ketidaktaatan dalam pengambilan tindakan.

Disamping perhatian yang tertuju pada operator, juga perlu diperhatikan

mengenai hubungan antara atasan dan bawahan yang baik yang akan bermanfaat

dalam pengendalian pemeliharaan yang terpadu. Adapun uraiannya sebagai berikut :

a) Penentuan masalah

Atasan sebaiknya memberikan saran-saran dan rekomendasi kepada

bawahannya dan menghindari hal-hal yang bersifat perintah, sehingga

diharapkan bawahan dapat berpartisipasi penuh.

b) Pencapaian sasaran

Atasan harus dapat memberikan dorongan, informasi dan delegasi

wewenang kepada bawahan. Sedangkan bawahan harus dapat memberikan

respon yang positif pada perhatian yang diberikan atasan.

c) Evaluasi hasil

Dalam hal ini, atasan harus dapat bersikap terbuka, adil dan objektif serta

dapat memberikan penghargaan terhadap hasil kerja bawahannya, dilain

pihak bawahan harus terus meningkatkan kemampuannya.

d) Tindakan hukuman

Hindari hukuman yang memberatkan. Orientasi pada pemecahan masalah

baik atasan maupun oleh bawahan.

Page 7: 2008-2-00519-TI bab 2

2.3 Sistem Manajemen

Sistem manajemen sangat menentukan dalam melakukan implementasi total

productive maintenance untuk meraih kesuksesan dan berjalan sesuai dengan harapan

dan rencana yang telah ditentukan. Sinergis vertikal dan horizontal perlu dilakukan

untuk memudahkan semua orang dari semua tingkatan manajemen dapat dengan jelas

mengetahui tentang rencana menyangkut implementasi total productive maintenance.

Gambar 2.1 Sistem dan Aktivitas Manajemen

2.3.1 Organisasi

Sebagaimana dijelaskan gambar diatas, terdapat beberapa level dalam penerapan

total productive maintenance untuk saling terkait agar dapat sesuai dengan rencana

yang telah ditentukan. Adapun uraian dari level tersebut adalah sebagai berikut :

Rencana Kegiatan

Top

Midlle

manajemen

Low

Manajemen

manajemen

RencanaStrategis

Kelompok Pemeliharaan

Page 8: 2008-2-00519-TI bab 2

Top manajemen

Berfokus pada penentuan kebujakan perusahaan, menetapkan sasaran

perusahaan dan bertindak selaku “steering committee” perusahaan.

Middle manajemen

Berfokus kepada kegiatan berupa penentuan kebijakan ditingkat

departemen, menetapkan sasaran departemen dan bertindak selaku komite

total productive maintenance.

Low manajemen (front line)

Kelompok kecil yang terbentuk dikalangan pekerja level bawah, yang

benar-benar menetapkan sasaran dan melakukan kegiatan maintenance

untuk meningkatkan pemeliharaan mesin.

Seorang foreman, supervisor atau manajer merupakan pimpinan dari kelompok

kelompok dalam leveling tersebut. Dengan demikian seorang foreman merupakan

pimpinan kelompok dari kelompok kecil maintenance yang terdiri dari anak buahnya.

Demikian pula, dia juga merupakan salah satu anggota kelompok kecil maintenance

yang dipimpin oleh atasannya, semisal supervisor ataupun manajer. Struktur

demikian terbentuk dari level paling bawah hingga level paling atas.

2.3.2 Kelompok maintenance

Total productive maintenance memiliki tujuan yang diuraikan dalam empat unsur

yaitu adalah sebagai berikut :

Page 9: 2008-2-00519-TI bab 2

1. Memaksimalkan efektifitas pemakaian mesin

2. Mengembangkan sistem pemeliharaan produktif

3. Menuntut keterlibatan semua departemen

4. Mempromosikan manajemen motivasi berupa kegiatan autonomous

maintenance

Seperti telah diuraikan diatas, sistem manajemen dalam hal penerapan total

productive maintenance memerlukan suatu basis kelompok-kelompok maintenance

yang berfokus kepada pemeliharaan dan optimasi-optimasi yang terkait dengan

pemeliharaan itu sendiri. Disinilah peran dari kelompok-kelompok maintenance

tersebut sangat diperlukan. Bentuk fisik dari kelompok kecil maintenance ini terdiri

dari beberapa pekerja dengan seorang pemimpin kelompok. Adapun elemen didalam

kelompok-kelompok kecil ini adalah sebagai berikut :

a) Posisi

b) Pimpinan Kelompok dan anak buah

c) Waktu Kegiatan (scheduling)

d) Tema dan sasaran (focusing)

2.3.3 Perkembangan kelompok maintenance

Kelompok kecil maintenance memiliki organisasi resmi yang berhubungan

langsung dengan struktrur organisasi perusahaan. Hal ini lebih memudahkan untuk

membentuknya kelompok kecil tersebut. Namun demikian untuk menjamin

beroperasinya kelompok ini secara efektif, efisien dan berlangsung secara terus

Page 10: 2008-2-00519-TI bab 2

menerus, masih memerlukan waktu perkembangan yang terdiri dari empat tahap

dibawah ini:

1. Membentuk pusat kegiatan

2. Pendidikan dan pelatihan

3. Membentuk kelompok

4. Memilih pimpinan kelompok

Dalam penerapannya, awal kegiatan ditetapkan bahwa total productive maintenance

akan diterapkan dengan mempromosikan ke individu-individu terkait.

2.3.4 Evaluasi kemajuan kelompok maintenance

Setelah empat pokok dalam pengembangan kelompok maintenance telah

terbangun. Maka dalam melaksanakan tugasnya kelompok kecil maintenance tersebut

memiliki dasar program tersendiri yang terdiri dari tiga tahap yaitu :

1. Tahap pengembangan diri

Penguasaan terhadap teknis dan peningkatan terhadap motivasi kerja.

2. Penyelesaian masalah

Kelompok melatih diri untuk melakukan penanggulangan masalah dengan

sistematis dan terencana dengan baik.

3. Kegiatan peningkatan

Kelompok melakukan evaluasi terhadap kinerja dan melakukan perbaikan

yang perlu dilakukan dengan terus mengembangkan kemampuannya.

Page 11: 2008-2-00519-TI bab 2

2.4 Pemeliharaan Terencana

Pemeliharaan terencana adalah jenis pemeliharaan yang memang sudah

diorganisir, dilakukan perencanaan, pelaksanaan sesuai jadwal, dan pengendalian dan

pencatatan terhadap hasil yang diperoleh.

Pemeliharaan terencana melakukan penekanan pada aspek mesin. Dalam sistem ini

instruksi dibuat lebih rinci dibanding dalam sistem pemeliharaan rutin dan juga

memerlukan jasa pemeliharaan yang terprogram. Pemeliharaan yang terencana harus

memperhitungkan perubahan-perubahan dalam berbagai kondisi operasi berkaitan

dengan pemakaian suku cadang (sparepart) mesin. Penggantian sparepart dan

penyesuaian sparepart harus tercakup dalam rencana inspeksi secara menyeluruh.

Selama servis terencana itu dilakukan, instruksi-instruksi yang rinci harus diikuti

untuk mengurangi kemungkinan timbulnya kerusakan selama periode itu ke periode

pelayanan pemeliharaan berikutnya.

Sistem ini memberikan perhatian sesuai dengan keperluan yang dibutuhkan mesin

yang menyebabkan memerlukan kemampuan dan keputusan prima dalam

perencanaan. Semakin pendek interval dan makin rinci penggantian yang dilakukan,

tentunya mambuat semakin baik jaminan terhadap kerusakan.

Untuk memperoleh hasil yang baik dari sistem ini, maka perencanaan harus

dilakukan secara menyeluruh dan pencatatan harus dilakukan terus menerus. Analisis

terhadap data yang terekam akan membantu dalam penjadwalan penggantian dan

kaitannya terhadap rencana baku produksi.

Page 12: 2008-2-00519-TI bab 2

Kerusakan-kerusakan terdahulu yang disebabkan oleh kurang baiknya material

dari sparepart dapat dihindari pada masa yang akan datang dengan cara pemilihan

sparepart dengan cermat dan memilih suplier yang terpercaya.

Analisa terhadap penyebab kerusakan akan menunjukan langkah yang dibutuhkan

berkaitan dengan pelatihan operator, penyediaan sparepart pada ruang sparepart, dan

tentunya kemempuan yang baik dari sparepart itu sendiri. Keuntungan dari sistem ini

hanya dapat diperoleh dengan cara pencatatan dan interpretasi kondisi yang benar.

2.5 Preventif Maintenance

Pertama kali diterapkan di Jepang pada tahun 1971. Konsep preventive

maintenance adalah jenis pemeliharaan yang dilakukan dengan interval tertentu yang

dimaksudkan untuk meniadakan atau mengeliminir kemungkinan kerusakan mesin.

Terdapat tiga dasar utama dalam preventive maintenance seperti dibawah ini :

1. Membersihkan (inspeksi)

Pekerjaan ini adalah tugas yang harus dilakukan pada setiap mesin dan

fasilitas lain setelah digunakan. Pembersihan dapat berupa menghilangkan

debu dari sisa produksi dan membersihkan peralatan lain yang digunakan.

2. Memeriksa (inspeksi)

Pekerjaan ini dilakukan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

3. Memperbaiki (repair)

Page 13: 2008-2-00519-TI bab 2

Pekerjaan memperbaiki bila terdapat kerusakan-kerusakan sehingga mesin

dapat digunakan kembali pada performa awalnya.

2.5.1 Karakteristik umur pakai suatu peralatan (life characteristic curve)

Berikut adalah kurva karakteristik umur pakai suatu peralatan yang berbentuk

bathtub. ( Balbir S. Dhillon & Hans Reiche)

Gambar 2.2 Bathtub Hazard Rate Curve

Adapun penjelasan dari kurva bathtub hazard rate adalah sebagai berikut :

1. Wilayah Burn-in

Suatu wilayah dimana peralatan baru digunakan sehingga disebut juga fase

kerusakan awal ( 0 - ta). Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh kurangnya

pengendalian kualitas, metode pemanufaktur yang kurang baik, material

dibawah standar, kesalahan pemasangan awal, perakita yang sulit,

pengecekan yang tidak cermat, kasalahan mesin dan kesalahan manusia.

Page 14: 2008-2-00519-TI bab 2

2. Wilayah Useful-life

Merupakan fase umur pakai berguna (ta- tb). Fase kerusakan pada wilayah

ini relatif konstan. Dalam wilayah ini kerusakan tidak dapat diprediksi,

maka sering disebut sebagai wilayah fase kerusakan acak. Sedangkan

beberapa contoh alasan kerusakannya antara lain kerusakan alamiah,

kesalahan manusia, faktor keselamatan yang rendah, tingkat stress

peralatan yang tinggi, dan kerusakan yang tidak dapat dijelaskan.

3. Wilayah Ware-out

Wilayah dimana umur ekonomis suatu peralalatan telah habis dan telah

melebihi batas yang diizinkan, sehingga resiko kerusakannya akan tinggi.

Beberapa alasan dari terjadinya kerusakan paa wilayah ini adalah

kurangnya perawatan, kerusakan karena telah dipakai terlalu lama, lifetime

peralatan. Pada wilayah ini preventive maintenance diperlukan untuk

mengurangi tingginya kerusakan.

2.5.2 Distribusi Kerusakan

Distribusi kerusakan adalah informasi dasar mengenai umur pakai suatu peralatan

dalam suatu populasi. Distribusi yang umum digunakan adalah distribusi

eksponensial, lognormal, normal dan weibull, distribusi kerusakan ini dapat

memenuhi berbagai macam fase kerusakan. Distribusi eksponensial biasanya

digunakan jika laju kerusakan konstan terhadap waktu. Distribusi lognormal memiliki

kemiripan dengan distribusi weibull sehingga jika pada suatu kasus memiliki

Page 15: 2008-2-00519-TI bab 2

distribusi weibull maka distribusi log normal juga dapat digunakan. Distribusi normal

biasanya digunakan pada fenomena terjadinya wear-out region. Sedangkan distribusi

weibull digunakan pada model yang mengalami laju kerusakan menaik maupun

menurun. Dalam perhitungan nilai distribusi kumulatif (F(ti)) digunakan pendekatan

median rank karena metode ini memberikan hasil yang lebih baik untuk distribusi

kerusakan yang mempunyai penyimpangan distribusi. Adapun nilai (F(ti)) tersebut

dapat didekati dengan persamaan : (Ebeling, hal 364)

4.03.01)(

n

tF i

1. Distribusi Eksponensial

Distribusi ini memiliki laju kerusakan yang tidak berubah dan konstan

terhadap waktu (constant failure rate model). Penaksiran parameter

distribusi esponensial dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (least

square method), yaitu : (Ebeling, hal 364)

tixi

)(1

1tiF

Inyi

)4.0()3.0(

nitiF

Page 16: 2008-2-00519-TI bab 2

Parameter :

n

ii

n

iii

x

yxb

1

2

1.

dimana : ti = data kerusakan ke-i

i = 1,2,3…,n sedangkan

n = jumlah data kerusakan

F(t) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank.

Fungsi kerusakan distribusi eksponensial sebagai berikut : (Ebeling, hal 42)

Fungsi kepadatan probabilitas

tetf .)(

Fungsi distribusi kumulatif

tetF .1)(

Fungsi keandalan

tetR .)(

Fungsi laju kerusakan

)()(

tRtft

Nilai rata-rata distribusi eksponensial

1

MTTF

Page 17: 2008-2-00519-TI bab 2

2. Distribusi Lognormal

Distribusi lognormal memiliki dua parameter yaitu parameter bentuk (s)

dan parameter lokasi (tmed). Seperti distribusi weibull, distribusi lognormal

memiliki bentuk yang bervariasi. Tetapi yang sering terjadi, data yang

dapat didekati dengan distribusi weibull juga bisa didekati dengan

distribusi lognormal (Ebeling, hal 73). Distribusi lognormal dilakukan

dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (least square method), yaitu:

tixi ln

)((1 tiFziyi

4.0

3.0)(

iitiF

Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

xxn

yxyxnb

1

2

1

2

1 11

.

...

n

xb

n

ya

n

ii

n

ii

11

Parameter : b

s 1 , dan

asmed et .

Page 18: 2008-2-00519-TI bab 2

dimana : ti = data kerusakan ke-i

i = 1,2,3…,n sedangkan

n = jumlah data kerusakan

iz = nilai dari tabel distribusi normal

F(t) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank.

Fungsi kerusakan distribusi lognormal sebagai berikut : (Ebeling, hal 75)

Fungsi kepadatan probabilitas

2

2 ln.21

2.1)(

nedtt

se

tstf

Fungsi distribusi kumulatif

medtt

stF ln1)(

Fungsi keandalan

medtt

stf ln11)(

Fungsi laju kerusakan

medtt

s

tftfln11

)()(

Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv

Nilai rata-rata distribusi lognormal

Page 19: 2008-2-00519-TI bab 2

2.

2xetMTTF med

3. Distribusi normal

Bentuk distribusi normal menyerupai lonceng sehingga memiliki nilai

simetris terhadap nilai rataan dengan dua parameterbentuk yaitu (nilai

tengah) dan (standar deviasi). Parameter memiliki sembarang nilai,

positif maupun negatif, sedangkan parameter selalu memiliki nilai

positif (Ebeling, hal 69). Distribusi normal dilakukan dengan menggunakan

metode kuadrat terkecil (least square method) yaitu : (Ebeling, hal 370)

tixi

)((1 tiFziyi

4.0

3.0)(

iitiF

Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

xxn

yxyxnb

1

2

1

2

1 11

.

...

n

xb

n

ya

n

ii

n

ii

11

Page 20: 2008-2-00519-TI bab 2

Parameter : ba

, dan

b1

dimana : ti = data kerusakan ke-i

i = 1,2,3…,n sedangkan

n = jumlah data kerusakan

iz = nilai dari tabel distribusi normal

F(t) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank.

Fungsi kerusakan distribusi normal sebagai berikut : (Ebeling, hal 69)

Fungsi kepadatan probabilitas

2

221

21)(

tetf

Fungsi distribusi kumulatif

ttF )(

Fungsi keandalan

ttR 1)(

Fungsi laju kerusakan

Page 21: 2008-2-00519-TI bab 2

t

tftf1

)()(

Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv

Nilai rata-rata distribusi normal

MTTF

4. Distribusi weibull

Distribusi weibull sering dipakai sebagai pendekatan untuk mengetahui

karakteristik fungsi kerusakan karena perubahan nilai akan mengakibatkan

distribusi weibull mempunyai sifat tertentu ataupun ekuivalen dengan

distribusi tertentu. Distribusi weibull dilakukan dengan menggunakan

metode kuadrat terkecil (least square method), yaitu :

tixi

)(1

1lnlntiF

yi

4.0

3.0)(

iitiF

Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

xxn

yxyxnb

1

2

1

2

1 11

.

...

Page 22: 2008-2-00519-TI bab 2

n

xb

n

ya

n

ii

n

ii

11

Parameter :

ba

e

dimana : ti = data kerusakan ke-i

i = 1,2,3…,n sedangkan

n = jumlah data kerusakan

F(t) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank.

Fungsi kerusakan distribusi weibull sebagai berikut : (Ebeling, hal 58)

Fungsi kepadatan probabilitas

t

ettf1

.)(

Fungsi distribusi kumulatif

t

etF 1)(

Fungsi keandalan

t

etf )(

Fungsi laju kerusakan

1

)(

ttf

Untuk rumus microsoft excel 1 adalah Normsinv

Page 23: 2008-2-00519-TI bab 2

Nilai rata-rata distribusi weibull

11.MTTF

11)( xxx

Dimana : )(x adalah fungsi gamma.

2.5.3 Index of fit

Ukuran korelasi linear antara dua peubah yang paling banyak digunakan adalah

koefisien korelasi, index of fit atau koefisien korelasi (r). Hal ini menunjukan

hubungan linier yang kuat antara dua peubah acak xi dan yi. Pada distribusi

kerusakan, nilai dari xi dan yi adalah :

Distribusi eksponensial

tixi .ln

)(11ln

tiFyi

Distribusi eksponensial

tixi .ln

)(11lnln

tiFyi

Distribusi normal

tixi

yi nilai normalitas dari )(tiF

Page 24: 2008-2-00519-TI bab 2

Distribusi lognomal

tixi .ln

yi nilai normalitas dari )(tiF

dimana:

ti data time to failure (untuk MTTF)

ti data downtime kerusakan (untuk MTTR)

Semakin besar nilai r menandakan bahwa hubungan linear antara xi dan yi semakin

baik. Nilai r = 0 berarti antara xi dan yi tidak ada hubungan linear, namun bukan

berarti tidak memiliki hubungan sama sekali (Walpole, hal 370). Beberapa kriteria

bisa digunakan untuk mengidentifikasi index of fit. Diantaranya adalah memilih index

of fit terbaik, yaitu yang terbesar untuk menentukan jenis distribusi suatu data

(Ebeling, hal 408).

n

i

n

iii

n

i

n

iii

n

i

n

ii

n

iiii

yynxxn

yxyxnr

1

2

1

2

1

2

1

2

1 11

..

...

Bila melakukan perhitungan dengan menggunakan program minitab 14, maka

langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Buka lembar kerja baru (worksheet) dan masukan nilai variabel x pada

kolom C1 dan masukan nilai variabel y pada kolom C2.

Page 25: 2008-2-00519-TI bab 2

2. Pilih menu Stat-Basic Statistic-Corelation.

3. Pda dialog box (variable), masukan kolom C1 dan C2 kemudian pilih

select.

4. Pilih Ok.

2.5.4 Goodness of fit

Pengujian kecocokan distribusi data dimaksudkan untuk mengetahui bahwa

distribusi data yang telah dipilih benar-benar mewakili data. Pengujian kecocokan

distribusi yang digunakan adalah uji spesifik goodness of fit karena uji ini memiliki

probabilitas yang lebih besar dalam menolak suatu distribusi yang tidak sesuai

(Ebeling, hal 392).

Goodness of fit terbagi menjadi dua yaitu general test dan specific test. General

test biasanya menggunakan chi square test dengan ukuran sampel yang relatif besar.

Sedangkan specific test, menggunakan least square test dengan ukuran data yang

lebih kecil. (Ebeling, hal 408)

Uji goodness of fit secara manual dapat digunakan dengan menggunakan :

(Ebeling, hal 392)

Bartlett’s test untuk distribusi eksponensial.

Mann’s test untuk distribusi weibull.

Kolmogorov-Smirnov test untuk distribusi normal dan lognormal.

Page 26: 2008-2-00519-TI bab 2

Namun dengan menggunakan program minitab 14, langkah-langkahnya adalah

sebagai berikut :

1. Masukan data time to failure (untuk MTTF) atau data downtime (untuk

MTTR) pada kolom C1.

2. Pilih menu stat - quality tools – individual distribution identification.

3. Check pada dialog box (single column), pilih C1.

4. Pilih specify distribution (lognormal, normal, weibull dan eksponensial).

5. Pilih Ok.

6. Distribusi yang terpilih adalah yang memenuhi nilai p-value terbesar.

2.5.5 Model penentuan interval waktu penggantian pencegahan optimal

Model penentuan pencegahan optimal berdasarkan kriteria minimasi downtime

digunakan dengan menentukan waktu terbaik dilakukannya pergantian sehingga total

downtime per unit waktu dapat terminimasi. Model ini digunakan untuk mengetahui

interval waktu penggantian pencegahan yang optimal sehingga meminimasi total

downtime. Model penentuan interval penggantian pencegahan berdasarkan kriteria

minimasi downtime yang digunakan adalah age replacement model (Jardine, hal 94).

Dalam penggunaan model ini perlu diketahui konstuksi permodelannya, kontruksi

modelnya adalah sebagai berikut :

Tf downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan.

Tp downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan.

Page 27: 2008-2-00519-TI bab 2

)(tf fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan.

Pada age replacement model, tindakan pencegahan dilakukan pada saat

pengoperasian telah mencapai umum yang telah ditetapkan tp. Hal ini dilakukan jika

pada selang waktu tp tidak terjadi kerusakan. Apabila sebelum waktu tp, sistem tidak

mengalami kerusakan maka dilakukan penggantian sebagai tindakan corrective

maintenance (breakdown maintenance). Penggantian selanjutnya akan dilakukan

pada saat tp dengan mengambil waktu acuan dari waktu beroperasinya sistem setelah

dilakukan tindakan corective maintenance. Model ini digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.3 Age Replacemet Model

Total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan pada saat tp

dinotasikan dengan tpD yaitu : (Jardine, hal 96)

tpD Total ekspektasi downtime per siklusekspektasi panjang siklus

Total ekspektasi downtime per siklus = )(1)(. tpRtpRTp

Page 28: 2008-2-00519-TI bab 2

Espektasi panjang siklus = )(1.)()(. tpRTtMtpRTt fppp

Dengan demikian total downtime per unit waktu adalah :

)(1.)()(.

)(1)(.)(

tpRTtpMtpRTttRtpRT

tDfpp

ppp

dimana :

tp = Interval waktu penggantian pencegahan

fT = downtime yang terjadi karena penggantian kerusakan

(didapat dari data MTTR)

Tp = downtime yang terjadi karena kegiatan penggantian menerut perusahaan

)(tf = fungsi distribusi interval antar kerusakan yang terjadi

)(tpR = probabilitas terjadinya penggantian pada saat tp

)(tpM = waktu rata-rata terjadinya kerusakan jika penggantian pencegahan

dilakukan pada saat tp

)(tpD = downtime per satuan waktu

Sementara nilai ketersediaan (availability) dari interval penggantian pencegahan

[D(tp)min] dapat diketahui dengan rumus min)(1)( tpDtpA .

2.5.6 Model penentuan interval waktu penggantian pemeriksaan optimal

Selain tindakan pencegahan, juga perlu dilakukan tindakan pemerikasaan secara

teratur agar dapat meminimasi downtime mesin akibat kerusakan yang terjadi secara

Page 29: 2008-2-00519-TI bab 2

tiba-tiba. Konstruksi model interval waktu pemeriksaan optimal tersebut adalah :

(Jardine, hal 108)

1 = waktu rata-rata perbaikan

i1 = waktu rata-rata pemeriksaan

Total donwtime per unit waktu merupakan fungsi dari frekuensi pemerikasaan (n) dan

didenotasikan dengan D(n), yaitu :

innnD

)()(

dimana :

)(n = laju kerusakan yang terjadi

n = jumlah pemeriksaan per satuan waktu

= berbanding terbalik dengan 1

i = berbanding terbalik dengan i1

Diasumsikan laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah pemeriksaan :

nkn )(

Karena : (Jardine, hal 109)

innnD

)()(

Maka :

Page 30: 2008-2-00519-TI bab 2

2)('n

kn dan

inknD 1.

)('2

Dimana :

tahunjajam

MTTR/ker)/1(

1

Nilai berbanding terbalik dengan 1

tahunjajam

anpemerikasasatukaliwaktui /ker

)()/1(

1

Nilai i berbanding terbalik dengan i1

Nilai k adalah nilai konstan dari jumlah kerusakan per satuan waktu, sehingga jumlah

pemeriksaan optimal dapat diperoleh :

ikn

Interval waktu pemeriksaan

n

tahunjaJamti /ker)(

Sementara nilai tingkat ketersediaan (availability) jika dilakukan ‘n’ pemeriksaan

bisa diketahui dengan rumus : )(1)( nDnA

2.5.7 Tingkat ketersediaan (availability) total

Pada perhitungan availability total perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui

tingkat ketersediaan atau kesiapan mesin untuk beroperasi kembali setelah mesin

Page 31: 2008-2-00519-TI bab 2

tersebut selesai diperbaiki. Tingkat ketersediaan berdasarkan waktu penggantian

pencegahan dan tingkat ketersediaan berdasarkan interval pemeriksaan merupakan

dua kejadian yang saling bebas dan tidak saling mempengaruhi. Sehingga

berdasarkan teori peluang dua kejadian bebas, nilai peluang kejadian saling bebas

sama dengan perkalian kedua availability tersebut. (Walpole, hal 101)

2.5.8 Reliabilitas dibawah preventive maintenance

Berdasarkan sistem yang ada, peningkatan tingkat keandalan (realibility) sering

dicapai dengan program preventive maintenance. Preventive maintenance ini dapat

mengurangi kerusakan karena usia mesin yang sudah tua atau sudah saatnya

mengalami kerusakan (ware-out) dan mempunyai pengaruh yang besar dalam umur

ekonomis suatu sparepart atau sistem.(Ebeling, hal 204)

medtt

sTR ln11)(

n

medtt

sTR

ln11)( 2

medtnt

sTntR .ln11).(

).()()( TntRTRtRM n

dimana :

T = Age replacement

Page 32: 2008-2-00519-TI bab 2

n = Jumlah penggantian ke-n

R(t) = Keandalan sebelum dilakukan perawatan (current condition)

R(T)n = Probabilitas keandalan hingga mulai dilakukannya perawatan

R(t-n.T) = Probabilitas reliability untuk waktu (t-n.T) dari tindakan preventive

maintenance yang terakhir.

Rm(t) = Keandalan setelah dilakukan preventive maintenance

2.6 Efektifitas Peralatan

Objektivitas dari setiap kegiatan perawatan dan perbaikan dalam produksi adalah

menaikkan produktivitas dengan meminimalkan biaya-biaya yang menyangkut

penjaminan tingkat produktivitas. Berkaitan dengan preventive maintenance,

efektifitas peralatan menjamin pada kelancaran produksi dan minimasi dalam biaya

perawatan dan perbaikan. Total preventive maintenance mengarah pada usaha untuk

memaksimalkan output dengan menjaga kondisi operasi ideal dan mengoperasikan

alat dengan efektif. Sebuah mesin ataupun peralatan yang mengalami breakdown,

pengurangan kecepatan secara periodik, penurunan spesifikasi output, dan defect

merupakan sasaran untuk dilakukan efektifitas, baik dengan jalan perbaikan maupun

perawatan dengan seksama.

Page 33: 2008-2-00519-TI bab 2

Enam kerugian besar (Six big losses)

Efektifitas mesin dan peralatan yang menyeluruh dapat dicapai dengan

mengeliminasi atau menghilangkan kendala-kendala menyangkut efektifitas tersebut.

Kendala-kendala tersebut disebut “six big losses”, yaitu :

1. Kerusakan mesin atau peralatan karena downtime

Dua jenis kerugian yang ditimbulkan oleh breakdown adalah, time losses

saat produksi yang menyebabkan kuantitas output berkurang, dan quantity

losses karena cacat produk yang tidak bisa lagi ditanggulangi.

Sifat breakdown dibedakan menjadi :

a) Breakdown sporadik, yaitu breakdown yang terjadi mendadak,

dramatis dan tidak terduga. Breakdown jenis ini biasa terjadi dan

relatif mudah ditangani.

b) Breakdown kronik, yaitu merupakan minor breakdown tetapi

frekuensi kejadiannya sering. Breakdown jenis ini sering diabaikan

namun dapat juga menyebabkan dampak pada kegiatan produksi.

Breakdown jenis ini biasanya setelah dilakukan perbaikan akan

terulang kembali ataupun malah tidak bisa diperbaiki sama sekali

dan terus menerus seperti itu

Untuk memaksimalkan efektivitas mesin dan peralatan, semua breakdown

harus dikurangi sampai mencapai titik nol kejadian. Usaha ini memerlukan

investasi dan perubahan cara berpikir terhadap breakdown.

Page 34: 2008-2-00519-TI bab 2

2. Setup dan adjusment losses

Kerugian ini ditimbulkan akibat downtime dan cacat produksi. Oleh sebab

itu saat mesin atau peralatan telah diperbaiki ataupun mengalami kendala

cacat pada produk maka mesin atau peralatan tersebut harus di-adjust

kembali agar siap pada kondisi dan spesifikasi awalnya. Kegiatan demikian

tentunya akan memakan waktu produksi. Sehingga output produk yang

dihasilkan sudah barang tentu akan berkurang dari planned.

3. Idling dan minor stoppage losses

Minor stoppage terjadi saat produksi dihentikan karena kegagalan

pemakaian sementara atau saat mesin tidak jalan. Sebagai contoh : salah

satu sensor tidak dapt berfungsi dengan baik karena kotoran (debu),

sehingga mengaktifkan tanda bahaya yang menyebabkan mesin dihentikan.

Kerugian jenis ini berbeda dengan breakdown. Produksi normal dapat

segera dicapai dengan cara menyingkirkan kotoran yang menutupi sensor

dan melakukan resseting.

4. Idling dan minor stoppage losses

Kerugian jenis ini ditimbulkan oleh perbedaan antara kecepatan design

mesin dengan kecepatan operasi sesungguhnya. Mesin beroperasi pada

kecepatan dibawah kecepatan ideal-nya dengan beberapa alasan antara lain

problem mekanis dan mutu, problem terdahulu, problem kualitas bahan

cutting tool,dan lain sebagainya.

Page 35: 2008-2-00519-TI bab 2

5. Quality defect dan rework

Merupakan kerugian dalam mutu yang ditimbulkan oleh fungsi dari

peralatan produksi. Defect bisa bersifat sporadik ataupun kronik. Defect

sporadis meliputi peningkatan tiba-tiba jumlah cacat, atau kejadian

dramatis lainnya.

6. Start-up losses

Merupakan yield losses yang terjadi selama tahap awal produksi dari saat

mesin start-up sampai dapat bekerja dengan stabil. Volume kerugian

bervariasi tergantung pada pencapaian kondisi stabilitas mesin atau

peralatan, pemeliharaannya, keahlian operator dan lain-lain.

2.7 Autonomous maintenance

Sampai saat ini orang masih berpendapat bahwa antara kegiatan pemeliharaan

dengan kegiatan produksi merupakan dua kegiatan yang terpisah satu sama lain.

Pelaksanaan penempatan pekerja terbagi menjadi dua bagian yang terpisah sehingga

ada dua pihak yang bertanggung jawab terhadap efektifitas pemakaian mesin dengan

lingkup tanggung jawab maupun cara kerjanya masing-masing. Bagian pemeliharaan

(maintenance) bertanggung jawab atas ketersedian mesin sementara bagian produksi

bertanggung jawab pada pengoperasian mesin. Seorang operator produksi hanya

bertugas mengerjakan benda kerja dan mengawasi mutu prosesnya, tidak memikirkan

kondisi mesin yang digunakannya bahkan tidak tahu segi teknis dari mesin yang

Page 36: 2008-2-00519-TI bab 2

dioperasikannya sehingga kondisi demikian akan membuat dan mempercepat

kerusakan mesin tanpa adanya sinyal-sinyal pencegahan. Pada total productive

maintenance hal tersebut tidak dapat ditolerir,operator mesin harus bertanggung

jawab juga sebagai pemelihara dalam batas-batas tertentu. Dengan cara ini

diharapkan pengoperasian mesin bisa sesuai dengan spesifikasi dan kondisi terbaik

performanya. Tanggung jawab operator mesin dalam bidang pemeliharaan ini dikenal

sebagai “autonomous maintenance”, karena operator merupakan pekerja yang paling

dekat dengan mesin maka dialah yang seharusnya mengetahui kondisi mesin dari

waktu ke waktu. Ia pun seharusnya menjadi yang paling dulu mengetahui apabila

terdapat kondisi-kondisi abnormal pada mesin dan cepat tanggap untuk

menanggulangi sesuai dengan batasannya.

Autonomous maintenance mengajarkan kepada operator mengenai cara-cara

memelihara mesin melalui :

Pemeriksaan harian (daily check)

Lubrikasi

Penggantian sparepart mesin

Reparasi kecil, dan

Deteksi dini kondisi abnormal

Kesuksesan pelaksanaan kegiatan autonomous maintenance oleh operator sangat

tergantung pada kemampuan operator itu sendiri yang meliputi :

Mampu menentukan kondisi normal dan kondisi abnormal

Page 37: 2008-2-00519-TI bab 2

Berpedoman kepada sistem dan ketentuan yang berlaku

Cepat tanggap terhadap kondisi abnormal

Mampu menentukan kondisi normal dan abnormal artinya operator memahami

benar kondisi mesin setiap saat sehingga bila terjadi sesuatu ke-abnormalan dapat

diketahui sesegera mungkin. Data yang ter-record dengan tepat dan cepat

memungkinkan tersedianya waktu untuk persiapan penanggulangan kondisi abnormal

tersebut.

Berpedoman pada sistem yang ada artinya operator senantiasa mentaati prosedur

pemeliharaan maupun pengoperasian mesin agar kondisi mesin tersebut bisa dijaga

dan dipertahankan.

Cepat tanggap terhadap kondisi abnormal artinya operator memiliki kemampuan

yang memadai untuk melakukan antisipasi apabila terjadi gangguan pada mesin yang

dioperasikannya. Selain mengatasi gangguan, seorang operator juga dituntut untuk

mampu memulihkan kondisi mesin yang telah mengalami penurunan performa.

Didalam total productive maintenance, seorang operator tidak cuma mampu untuk

memasukan benda kerja dan mengoperasikan mesin untuk memproses sesuai dengan

spesifikasi yang telah ditentukan, tetapi lebih dari itu ia juga harus memiliki

kewajiban memelihara msin yang dioperasikannya. Untuk itu ia juga harus menguasai

keterampilan dalam pemeliharaan yaitu :

Mendeteksi kondisi abnormal dan meningkatkan kemampuan mesin.

Page 38: 2008-2-00519-TI bab 2

Memahami fungsi alat dan mekanisme yang terlibat didalamnya serta

mendeteksi penyebab terjadinya kondisi abnormal.

Memahami hubungan antara kondisi mesin dengan kualitas, sehingga bisa

melakukan prediksi masalah kualitas, serta melakukan deteksi atas

penyebab terjadinya masalah penyimpangan kualitas terhadap output yang

dihasilkan.

Melakukan reparasi dalam batasan-batasan tertentu.

Sulit untuk disangkal bahwa operator memang seharusnya memikul tanggung jawab

dalam pemeliharaan mesin dalam batasan tertentu. Pemakaian mesin hanya efektif

bila kinerja pengoperasiannya tinggi dan ini tergantung juga pada keterampilan

operator. Kinerja pengoperasian tinggi akan menghasilkan hasil produksi yang tinggi

pula, namun demikian hasil produksinya tentu saja akan berkurang apabila mesin

yang dioperasikan berada pada kondisi offline dan menunggu atau sedang diperbaiki

akibat gangguan yang terjadi.

2.7.1 Kegiatan bagian produksi

Didalam total productive maintenance, untuk meningkatkan efektifitas pemakaian

mesin dilakukan dua kegiatan, yaitu :

1. Kegiatan pemeliharaan

Merupakan kegiatan pemeliharaan berupa pencegahan breakdown dan

perbaikan mesin. Perwujudan terdiri dari preventive maintenance dan

corrective maintenance.

Page 39: 2008-2-00519-TI bab 2

2. Kegiatan peningkatan

Merupakan kegiatan peningkatan yang bertujuan memperpanjang masa

pakai mesin, mempersingkat waktu untuk pemeliharaan dan

menyederhanakan pemeliharaan.

Disamping itu dari sisi operator pun memiliki kewajiban untuk menjaga kondisi dasar

pada mesin yang terdiri dari :

Mencegah penurunan performa mesin

Mengukur besarnya penurunan performa yang terjadi

Memulihkan kondisi mesin

Mencegah penurunan kondisi mesin memiliki arti operator mampu mempertahankan

kondisi mesin agar tetap berada pada spesifikasi dan performanya. Penurunan

performa mesin memang sering kali tanpa disadari. Untuk dapat mencegah atau

meminimalisir penurunan performa mesin dapat dilakukan cara seperti dibawah ini :

Mengoperasikan mesin dengan benar.

Melakukan routine maintenance seperti cleaning,lubrication dan calibration

Melakukan penyetelan mesin dengan benar.

Me-record terjadinya breakdown dan gangguan lainnya agar dapat

dicarikan solusinya juga antisipasinya dengan menggunakan data

breakdown yang ada.

Bekerjasama dengan maintenance staff untuk mempelajari symptom-

symptom guna mempelajari dan menerapkan kegiatan peningkatan.

Page 40: 2008-2-00519-TI bab 2

Mengukur besarnya penurunan performa yang terjadi dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana penurunan yang terjadi, hal tersebut dapat dilakukan dengan cara :

Melakukan kegiatan inspeksi harian

Menyusun jadwal pemeriksaan secara periodik

Memulihkan kondisi mesin artinya mengembalikan kondisi mesin ke pspesifikasi dan

performanya seperti semula, dapat dicapai dengan hal berikut ini :

Melakukan perbaikan ringan

Melaporkan secara teliti bila terjadi breakdown

Bagian pemeliharaan melaksanakan pemeliharaan secara periodik, pemeliharaan

preventif dan meningkatkan kemampuan pemeliharaan. Diantara kegiatan-kegiatan

tersebut, meningkatkan kemampuan pemeliharaan sering kali terlupakan sekalipun

kegiatan tersebut sengatlah penting. Tugas dari maintenance staff adalah membantu

dan membina serta berbagi pengetahuan dan pengalaman kepada para operator

produksi dalam melaksanakan autonomous maintenance. Kemajuan perkembangan

pelaksanaan outonomous maintenance menjadi tanggung jawab bagian pemeliharaan.

Kegiatan lain yang dilakukan oleh bagian pemeliharaan meliputi :

1. Penelitian dan pengembangan teknik pemeliharaan

2. Menyusun standar pemeliharaan

3. Menyimpan data pemeliharaan

4. Bekerjasama dengan bagian production engineering

Page 41: 2008-2-00519-TI bab 2

2.7.2 Perkembangan kemampuan operator

Kemampuan operator untuk melaksanakan autonomous maintenance memerlukan

waktu yang cukup. Perkembangan kemampuan terdari tujuh tahap, yaitu :

1. Pembersihan awal

2. Menghilangkan sumber bau asing

3. Menyusun standar kebersihan dan pelumasan

4. Melaksanakan inspeksi total

5. Inspeksi mandiri

6. Melaksanakan koordinasi di lingkungan kerja

7. Menerapkan program pemeliharaan mandiri sepenuhnya

Semua tahap tersebut harus dilaksanakan untuk pencapaian total productive

maintenance dengan sukses.

1. Pembersihan awal

Pada tahap perkembangan ini operator diperkenalkan pengertian “pembersihan

sama dengan inspeksi”. Selama ini mereka memiliki pengertian bahwa kegiatan

pembersihan adalah menyingkirkan kotoran dari tempatnya sehingga

pelaksanaan tidak memerlukan pengetahuan apa-apa. Dalam total productive

maintenance kegiatan pembersihan memiliki pengertian yang berbeda sebab

operator membersihkan mesin sekaligus melakukan pemeriksaan terjadinya

kondisi abnormal. Pembersihan awal memanfaatkan panca indera yang ada pada

manusia untuk mengetahui dan mendeteksi kondisi kendur, masalah pada vibrasi,

Page 42: 2008-2-00519-TI bab 2

keausan, defleksi, suara abnormal, terlalu panas dan kebocoran pelumasan.

Dengan melakukan pembersihan sesuatu yang tadinya tersembunyi (mis:

keretakan) bisa dapat diketahui. Selain inspeksi, kesempatan ini juga digunakan

untuk mengamati dan membedakan antara ondisi normal dan kondisi abnormal,

serta melihat penyebabnya. Dalam tahap perkembangan ini sedapat mungkin

operator bisa menanggulangi kondisi-kondisi abnormal yang ditemukan sesuai

dengan batasan prosedurnya.

2. Menghilangkan sumber bau asing

Dalam tahap ini dikembangkan cara-cara untuk menghilangkan sumber-sumber

penyebab kontaminasi dan kebocoran-kebocoran yang ditemukan untuk dicoba

dihilangkan. Bila tidak bisa dihilangkan, diusahakan untuk dikurangi dan bila

pengurangan juga tidak tidak memungkinkan, maka lindungi lingkungan kerja

terhadap kondisi tersebut. Umumnya akan ditemui adanya mesin yang memilki

lokasi yang sulit untuk dibersihkan sehingga pembersihan memakan waktu lama

atau malah tidak dapat dijangkau sama sekali. Untuk ini diupayakan agar lokasi

menjadi mudah dicapai, pelaksanaan pembersihan dipersingkat (mis: membuat

alat pembersih yang dibuat khusus), namun demikian tidak semua kondisi bisa

ditingkatkan.

Peningkatan kondisi yang bisa dilakukan adalah :

1. Memudahkan pembersihan alat

2. Mengurangi penyebaran debu maupun kotoran

Page 43: 2008-2-00519-TI bab 2

3. Menghentikan sumber debu dan kotoran

4. Mengurangi dan mencegah ceceran pelumas

5. Melancarkan aliran pelumas agar tidak terjadi gumpalan dan penyumbatan

6. Membuat kemudahan dalam inspeksi alat

7. Menghilangkan kotoran pada bak pelumasan

8. Mengencangkan pengikat yang kendur

9. Memasang lebih banyak pengukur pelumasan

10. Meringkaskan tata letak kabel

11. Meringkaskan tata letak pipa

12. Memudahkan penggantian komponen mesin

3. Menyusun standar kebersihan dan pelumasan

Berdasarkan pengalaman yang diperoleh pada dua tahap sebelumnya, operator

mencoba untuk menetapkan kondisi minimal kebersihan dan pelumasan yang

dibutuhkan oleh mesin. Standar yang disusun meliputi :

Apa yang dikerjakan

Mengapa dikerjakan

Dimana dikerjakan

Bagaimana mengerjakannya

Kapan waktu pengerjaannya

Pada awalnya menyusun suatu standar merupak suatu hal yang tidak mudah bagi

operator, karena ia sendiri belum terbiasa dengan penyusunan suatu standar.

Page 44: 2008-2-00519-TI bab 2

Namun demikian hal ini akhirnya akan menjadi suatu kebiasaan. Adapun kriteria

penyusunan standar adalah sebagai berikut :

Pelaksana harus mengetahui seberapa penting pembersihan dan

pelumasan yang dilakukan.

Pembersihan dan pelumasan yang dilakukan harus senantiasa dilakukan

improvement.

Waktu yang diperlukan untuk pembersihan dan pelumasan diupayakan

merupakan bagian dari jadwal harian.

4. Melaksanakan inspeksi total

Pada tahap ini operator menerima instruksi dasar dalam bidang pelumasan,

komponen alat, pneumatik, hidrolik, sistem penggerak dan teknologi dasar lain

seperti pencegahan bahaya kebakaran. Semua ini dimaksudkan untuk dipakai

pada saat melakukan inspeksi ataupun mencari kondisi abnormal. Adapun

pelaksanaan untuk kegiatan dasar ini berupa :

Pelatihan dasar

Penyeragaman pengetahuan

Menerapkan pengetahuan

Promosi dan kontrol visual

Inspeksi yang sifatnya menyeluruh dilakukan untuk mendeteksi kemunduran

kondisi mesin secara dini. Suatu kegiatan inspeksi tidak selamanya berhasil

dalam srti memenuhi sasarannya.

Page 45: 2008-2-00519-TI bab 2

Terdapat beberapa kendala yang mempengaruhi hasil inspeksi, yaitu :

Kurangnya motivasi dan pengarahan pada operator

Salah mengalokasikan waktu

Ketidakmampuan operator

Hal penting lain adalah interval inspeksi. Interval inspeksi bisa dalam harian,

mingguan atau bulanan. Penentuan inspeksi ini tidak mudah karena banyak

variasi perubahan kegiatan dilapangan yang menyangkut dengan load produksi.

Cara yang paling tepat adalah berdasarkan pada pengalaman sebelumnya, karena

kegiatan inspeksi ini melibatkan dua pihak, yaitu bagian produksi dan

maintenance, maka dalam menentukan kapan saat inspeksi dilakukan harus

melalui koordinasi yang baik diantara kedua belah pihak.

Penentuan waktu yang diperlukan untuk pekerjaan inspeksi tergantung pada jenis

mesin dan kondisi lingkungan kerjanya. Beberapa faktor yang harus di

pertimbangkan adalah :

Kontinuitas kerja operator

Fungsi mesin dalam proses produksi

Kemungkinan pelaksanaan tanpa menghentikan mesin

Segi lain yang membetasi adalah alokasi waktu yang tersedia, sebab kegiatan

operasi bukan hanya terdiri dari kegiatan pemeliharaan saja.

Page 46: 2008-2-00519-TI bab 2

5. Inspeksi mandiri

Disini disusun standar dasar yang merupakan gabungan antara standar yang telah

disusun pada tahap tiga dengan ditambah inspeksi total harian. Hasilnya

dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu :

Inspeksi yang bisa dilakukan secara mandiri

Inspeksi yang pelaksanaannya memerlukan spesialis

Dengan demikian bila terjadi breakdown yang bersifat sporadis, operator

bersama dengan staff maintenance menyusun sistem inspeksi dengan maksud

agar breakdown seperti ini tidak terulang lagi. Adapun pelaksanaannya dapat

dilakukan sebagai berikut :

1. Telaah kembali pembersihan, inspeksi dan pelumasan

2. Titik inspeksi dikonsultasikan dengan bagian pemeliharaan untuk

mendapatkan urutan kerja yang spesifik namun jelas

3. Periksa kembali kemungkinan menghemat waktu pada tugas inspeksi

4. Periksa kemungkinan peringkat keterampilan inspeksi yang bisa

ditingkatkan

5. Pastikan inspeksi bisa dilaksanakan oleh operator dengan benar

6. Melaksanakan perbaikan tempat kerja

Bagaimanapun juga ketertiban kerja dimulai dari tempat kerja masing-masing.

Organisasi dan ketertiban kerja merupakan prinsip dasar perbaikan tempat kerja.

Keduanya memiliki arah yang sama yaitu standardisasi. Organisasi meliputi

Page 47: 2008-2-00519-TI bab 2

identifikasi tujuan yang diatur dan set standar yang terkait. Ketertiban

berhubungan dengan set standar dan berhubungan dengan operator. Tugas dari

kelompok maintenance untuk menaikan sekaligus menyederhanakan standar-

standar tersebut. Dengan organisasi dan ketertiban akan meningkatkan

penyederhanaan standar yang meliputi apa yang harus diorganisir dan apa yang

harus dikontrol.

Concern Unsur

Tanggung jawab op. Menyusun standar tanggung jawab op.

Pekerjaan Menampilkan operasi yg tertib dan terorganisir

(seperti kotrol produk, aliran bahan, waste, dst)

Dies, Jig dan piranti Menjaga agar terorganisir dan mudah dalam

pencarian secara visual, menyusun standar dan

Alat perkakas dan

alat pencegah cacat

Inventori alat perkakas dan alat pencegah cacat,

menyusun standar inspeksi dan perbaikan

Peralatan presisi

operasi dan

perbaikan

Pemeriksaan terhadap presisi alat, memastikan

dan memonitor operasi, set-up dan penyetelan,

proses, cek standar kualitas,peningkatan

kemampuan penanggulangan masalah

Tabel 2.1 Program manajemen lokasi kerja

Page 48: 2008-2-00519-TI bab 2

7. Menerapkan program outonomous maintenance

Bila semua tahapan sebelumnya sudah dilalui dengan sukses maka tahap terakhir

adalah mengandalkan kelancaran program autonomous maintenance sepenuhnya

kepada operator dan pekerja lain yang terkait. Namun demikian harus dilakukan

eavaluasi secara periodik pada waktu tertentu.

2.7.3 Kondisi dasar mesin

Kondisi mesin harus dipertahankan agar tidak mengalami penurunan performa.

Penurunan performa ini bisa diketahui dengan berkurangnya kinerja mesin

dibandingkan dengan spesifikasi awalnya. Bila hal ini dibiarkan maka, kondisi mesin

akan semakin menurun dan penurunan ini umumnya tidak dirasakan oleh operator

hingga tiba saatnya mesin terpaksa diganti sebelum waktunya ataupun pergantian

komponen mesin tersebut. Hal ini justru merugikan dari sisi perusahaan, baik

kerugian maintenance cost juga kerugian lost opportunity (berkurangnya produksi).

Tiga hal utama yang mampu mempertahankan kondisi mesin agar tetap pada kondisi

awalnya adalah sebagai berikut :

1. Kebersihan

Kebersihan berarti menyingkirkan bendaasing (mis: debu,

kotoran,serpihan,dll) dari mesin maupun benda kerja. Benda asing akan

menimbulkan kerugian pada beberapa peralatan atau komponen seperti

sistem elektrik, sistem hidrolik, sistem otomatis dan tingkat kepresisian

mesin. Ditekankan disini bahwa kebersihan tidak hanya menyingkirkan

Page 49: 2008-2-00519-TI bab 2

benda asing saja melainkan juga pemeriksaan yang meliputi keterlibatan

panca indera (mis: getaran abnormal mesin bisa dirasakan melalui sentuhan

dan dislokasi komponen yang dapat diketahui melalui visualisasi). Agar

kegiatan bisa dilakukan secara menyeluruh diperlukan suatu titik-titik

(area) periksa atau biasa disebut checkpoint disekujur mesin.

Kegiatan pembersihan mesin meliputi tiga kegiatan utama, yaitu :

Melaksanakan pembersihan awal

Menghilangkan sumber benda asing dan mengusahakan agar

pembersihan bisa dilaksanakan denga cara termudah

Senantiasa meningkatkan standar kebersihan dan pelumasan

Adapun pemeriksaan kebersihan meliputi batasan batasan dibawah ini :

Kebersihan bagian utama mesin

Kebersihan alat bantu

Pelumasan

Kebersihan disekitar mesin

Penyebab datangnya benda asing

Meningkatkan cara mencapai lokasi yang akan dibersihkan

Standar kebersihan

2. Pelumasan

Pelumasan merupaka persyaratan kedua dalam menjaga kondisi standar

mesin. Pelumasan secara tidak langsung akan mencegah penurunan

Page 50: 2008-2-00519-TI bab 2

performa msin dan mencegah terjadinya defect. Tapi terkadang karena

pengaruhnya tidak langsung pada mesin, pelumasan ini sering luput dari

perhatian yang intensive.

3. Pengikatan (kondisi kekencangan mur atau baut)

Kondisi mur-baut merupakan persyaratan ketiga dalam menjaga kondisi

dasar mesin. Banyak kerugian yang ditimbulkan oleh kondisi mur-baut

yang tidak benar seperti misalnya: dies dan piranti pecah dan tombol alat

bantu salah fungsi. Dalam hal ini kelompok kecil maintenace bisa berperan

aktif menaggulangi permasalahan yang terjadi, terutama untuk perbaikan

yang tidak memerlukan mesin perkakas dan alat bantu.

2.8 Maintenance Prevention

Pada mesin yang baru dipakai sering kali timbul masalah terutama pada saat uji

jalan sehingga sulit untuk menetapkan standar operasi normalnya. Mungkin saja pada

saat itu mesin dapat beroperasi dengan normal tetapi bagian pemeliharaan akan dibuat

repot dengan banyaknya perbaikan ringan, inspeksi, penyetelan, pelumasan dan

pembersihan yang diluar kebiasaan. Oleh karena itu jika ingin membeli mesin perlu

diteliti dahulu apakah mesin yang akan dibeli tersebut sudah dilengkapi dengan

sistem pencegahan pemeliharaannya, sebab apabila tidak dilengkapi dengan sistem

pemeliharaan pencegahan bagian pemeliharaan akan dibuat repot sepeti hal yang

Page 51: 2008-2-00519-TI bab 2

dijelaskan diatas. Pelaksanaan maintenance prevention harus dilakukan pada waktu

proses pendesainan dan pembuatan, jadi dilakukan oleh pabrik pembuatnya.

Dengan menerapkan maintenance prevention pada mesin atau peralatan

diharapkan masalah-masalah tersebut dapat bisa dihilangkan atau ditekan seminim

mungkin. Maintenance prevention dilaksanakan pada mesin yang akan memasuki lini

produksi dengan lingkup :

Memperkecil biaya pemeliharaan dan kemunduran kondisi mesin yang

baru dengan cara mempertimbangkan pengalaman yang lalu

dikombinasikan dengan teknologi mutakhir yang ada, untuk memperoleh

keandalan, kemampu-peliharaan, dan keselamatan.

Kolaborasi antara departemen production engineering dengan maintenance.

Sukses daripada maintenance prevention sangat ditentukan oleh pekerja yang

mengerjakan dan dengan kondisi yang dihadapi. Dengan demikian kualitas

maintenance prevention sangat tergantung pada :

1. Keterampilan teknis dan desain dari production engineering maunpun

maker mesinnya sendiri.

2. Jumlah dan kualitas data yang tersedia.

3. Kemudahan untuk memilih data yang diperlukan.

Data yang dikumpulkan oleh departemen maintenance tidak bisa dipakai begitu

saja oleh pihak production engineering untuk kepentingan desain keperluan

maintenace prevention. Sebaliknya production engineering tidak bisa membuat

Page 52: 2008-2-00519-TI bab 2

standar data teknis dan pemeliharaan yang tidak bisa dipakai oleh departemen

pemeliharaan. Untuk mengatasi kondisi demikian, yang terpenting adalah komunikasi

yang baik antara departemen pemeliharaan dan production engineering. Maintenance

staff membantu pihak production engineering untuk mengumpulkan data yang

diperlukan untuk maintenance prevention. Sebagai timbal bailk, production

engineering bertanggung jawab pada waktu fabrikasi dan instalasi. Data pemeliharaan

meliputi catatan peningkatan alat, catatan breakdown, catatan pemeliharaanperiodik,

catatan inspeksi dan sebagainya. Data-data ini tidak seluruhnya bisa dimengerti oleh

staff dari departemen production engineering dan untuk keperluan ini data harus

disesuaikan kedalam bentuk yang mudah dimengerti oleh staff departemen

production engineering.

2.9 Sistem pendidikan dan pelatihan

Dalam konsep total productive maintenance dipersyaratkan bahwa peningkatan

tempat kerja (workplace environment) harus senantiasa mempertimbangkan faktor-

faktor sebagai berikut :

1. Motivasi

2. Peningkatan skill

3. Lingkungan kerja

Dalam konteks total productive maintenance, ketiga faktor diatas merupakan faktor-

faktor yang menjadi dasar dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

Page 53: 2008-2-00519-TI bab 2

operator maupun staff serta peningkatan penggunaan mesin dan peralatan. Untuk

dapat menghilangkan enam kerugian besar (six big losses), pertama kali yang harus

dilakukan adalah meningkatkan motivasi dengan melakukan perubahan sikap, dan

meningkatkan kompetensi melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan, serta

menyiapkan tempat kerja yang sesuai untuk kesuksesan penerapan total productive

maintenance. (seiichi nakajima, 1988)

2.9.1 Perubahan sikap karyawan

Kegiatan pemeliharaan mandiri yang dilakukan oleh operator adalah merupakan

salah satu ciri khas dari total productive maintenance. Sebelum diterapkan total

productive maintenance, perusahaan harus membagi-bagi fungsi dan tanggung jawab

pekerjaan melalui pembagian kerja yang spesifik. Fungsi dan tanggung jawab para

operator dan maintenance deparment staff dipisahkan secara spesifik. Akibatnya,

sikap operator didasari atas pola pikir “ I operate – you fix “ atau sebaliknya “ I fix –

you operate, don’t touch anything” Cara berpikir yang demikian itu akan sangat

menghambat keberhasilan penerapan total productive maintenance. Semua karyawan,

khususnya baik operator dan maintenance staff haruslah sepakat bahwa operator

mesin bertanggung jawab atas pemeliharaan mesin yang dipakainya setiap hari.

Untuk dapat bertanggung jawab, maka para operator harus diberikan pengetahuan dan

keterampilan yang cukup untuk dapat berfungsi secara mandiri.

Page 54: 2008-2-00519-TI bab 2

2.9.2 Peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan

Bagaimana seseorang akan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang terasa asing

baginya, terasalah perlunya terlebih dahulu mempelajari cara bagaimana

mengerjakannya. Hampir tidak ada, seseorang yang mampu melaksanakan pekerjaan

dengan baik, jika sebelumnya ia tidak mempelajarinya terlebih dahulu. Sekalipun

pekerjaan itu mudah, selalu orang yang belum mempunyai pengalaman akan

mengalami kesulitan baik dalam teknis ataupun psikologis dalam melaksanakannya.

Di dalam suatu perusahaan dimana seseorang karyawan ditugaskan untuk melakukan

tugas yang baru baginya, bila diharapkan karyawan tersebut sekses mengerjakan

tugas-tugasnya, perlu dilakukan pelatihan terlebih dahulu. Memang seorang

karyawan yang ditugaskan untuk mengerjakan pekerjaan tertentu sudah mempunyai

pengetahuan, namun itu belum cukup, agar ia mampu mengerjakannya dengan baik

masih diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan scara spesifik.

Peningkatan pengetahuan dan keterampilan karyawan mengenai total productive

maintenance dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan baik itu dilakukan didalam

perusahaan maupun diluar perusahaan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan

karyawan mengenai total productive maintenance merupakan tanggung jawab

manager dan manager mengambil peranan dalam proses pendidikan. Seorang

manager dapat meminta bantuan kepada satu atau lebih ahli total productive

maintenance dari luar untuk melakukan pemberian materi dan pelatihan di dalam

perusahaan. Bersamaan dengan berjalannya pendidikan dan pelatihan didalam

Page 55: 2008-2-00519-TI bab 2

perusahaan, perlu dipersiapkan kebersihan, intensitas cahaya, getaran, kebisingan,

temperatur dan kelembaban.

2.9.3 Pelatihan untuk operator

Dalam kesehariannya, seorang operator harus menjaga agar mesin dan peralatan

yang digunakannya dapat terus-menerus beroperasi dengan baik. Untuk itu

dibutuhkan suatu pelatihan untuk operator dengan tujuan agar operator dapat menjaga

apa yang disebut dengan kondisi dasar mesin. (Basic machine or equipment

condition)