[2] - repo.apmd.ac.id

46
[2]

Transcript of [2] - repo.apmd.ac.id

Page 1: [2] - repo.apmd.ac.id

[2]

Page 2: [2] - repo.apmd.ac.id

[4]

Page 3: [2] - repo.apmd.ac.id

[5]

MOTTO

"Barang siapa yang bersungguh sungguh, sesungguhnya kesungguhan tersebut untuk

kebaikan dirinya sendiri"

-Qs. Al-Ankabut: 6-

“Kunci sukses tidak lain dari sikap baik yang kita tunjukan, sabar, jujur dan kerja

keras, hal luar biasa akan terjadi pada hidup kita”

“ Sejatinya sukses adalah ketika persiapan dan kesempatan bertemu”

-Tiara Armidiana Sukma-

Page 4: [2] - repo.apmd.ac.id

[6]

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Tak lupa

pula penulis mengirimkan salam dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Skripsi yang berjudul “Upaya Komunikasi Badan Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) Dalam Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat (Studi Deskriptif

Kualitatif di Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara)”

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat menempuh ujian untuk mencapai gelar

Sarjana Ilmu Komunikasi di Sekolah Tinggi Ilmu Pemberdayaan Masyarakat Desa

“APMD” Yogyakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan dari

berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis ingin

menyampaikan terima kasih yang begitu besar kepada:

1. Allah SWT dengan segala rahmat serta karunia-Nya yang memberikan

kekuatan bagi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Kepada kedua orang tua tercinta Papa Engmianto dan Mama Rina Harmiati

yang selama ini telah membantu peneliti dalam bentuk perhatian, kasih

sayang, semangat, serta doa yang tidak henti-hentinya mengalir demi

kelancaran dan kesuksesan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini,

kemudian terima kasih banyak untuk kedua adik tercinta Dicky Hitachiano

Putra dan Sherly Okta Ferlina yang telah memberikan dukungan serta

perhatian kepada peneliti.

Page 5: [2] - repo.apmd.ac.id

[7]

3. Keluarga besar dari pihak mama maupun papa, mbah Maryati (alm) dan

Tarmudi (alm), serta apo Rumiyati dan akong Edi Simon (alm), yang telah

memberikan dukungan, perhatian dan doa pada peneliti.

4. Ibu Dr. Yuli Setyowati, S.IP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan petunjuk,

pengetahuan, bimbingan dan pengarahan selama penyusunan skripsi ini,

hingga terselesaikan.

5. Sahabat tercinta Delma, Mia, Nita dan Arin yang telah memberikan

motivasi, dukungan serta doa kepada peneliti walaupun dengan jarak jauh.

6. Saudara Anggi Surya Silalahi S. Ikom yang senantiasa memberikan

dukungan dan motivasi pada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Segenap dosen dan seluruh staf akademik yang selalu membantu dalam

memberikan fasilitas, ilmu, serta pendidikan pada peneliti hingga dapat

menunjang dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Kepada pihak BPBD Kabupaten Banjanegara, serta pihak Destana dan

Pemerintah Desa Dawuhan yang telah memberikan kesempatan bagi

peneliti untuk dapat melangsungkan penelitian dan memperoleh data.

9. Teman-teman seperjuangan ku dari Ilmu Komunikasi angkatan 2015,

Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi (IMAKO), dan UKM Musik Ganesha

yang telah memberikan dukungan pada peneliti selama perkuliahan hingga

skripsi ini terselesaikan.

10. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun

telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Page 6: [2] - repo.apmd.ac.id

[8]

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak dan

penulis khususnya. Semoga Allah SWT melindungi dan memberikan berkah-Nya

dan imbalan yang setimpal kepada semua pihak yang telah membantu dan

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Yogyakarta, Maret 2019

Penulis

Tiara Armidiana Sukma

Page 7: [2] - repo.apmd.ac.id

[9]

ABSTRAK

UPAYA KOMUNIKASI BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

(BPBD) DALAM MITIGASI BENCANA BERBASIS MASYARAKAT

(STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF DI DESA DAWUHAN, KECAMATAN

WANAYASA, KABUPATEN BANJARNEGARA, PROVINSI JAWA TENGAH)

Tiara Armidiana Sukma

15530015

Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana, baik bencana alam mapun sosial.

Salah satunya daerah Kabupaten Banjarnegara yang sebagian besar (kurang lebih 60%)

berbentuk pegunungan dan perbukitan, yang nyaris separuhnya merupakan daerah

rawan bencana tanah longsor. Tinggal di wilayah yang rawan bencana harus memiliki

sikap waspada yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan mitigasi sebagai upaya dan

kegiatan untuk mengurangi dan memperkecil bencana yang harus disosialisasikan

secara cepat dan tepat. Penelitian ini bertujuan berupa: 1) Mengidentifikasi upaya

komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam upaya mitigasi

bencana berbasis masyarakat di Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten

Banjarnegara; 2) Mendeskripsikan bentuk partisipasi masyarakat dalam

penanggulangan bencana tanah longsor melalui Desa Tangguh Bencana; 3) Mengetahui

serta menjelaskan aktor-aktor yang terlibat dalam pembentukan destana dalam

pengurangan risiko bencana tanah longsor; dan 4) Mengetahui serta menjelaskan faktor

pendukung dan penghambat dalam mitigasi bencana melalui desa tangguh bencana.

Penelitian ini merupakan studi deskriptif kualitatif. Data dianalisis menggunakan

analisis interaktif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi, dan

dokumentasi. Hasil dari penelitian ini meliputi dari: 1) Komunikasi tatap muka,

sosialisasi, pelatihan, serta komunikasi dengan HT dan grup whatsapp dilakukan oleh

BPBD Kabupaten Banjanegara dalam mitigasi bencana untuk Destana Desa Dawuhan;

2) Partisipasi yang diberikan masyarakat dalam kegiatan mitigasi bencana, berupa

bantuan tenaga, waktu, dan dana; 3) Aktor yang terilbat yakni masyarakat, pemerintah

desa, serta pihak swasta; dan 4) Faktor pendukung dari bentuk partisipasi masyarakat

dan pihak pemerintah, serta swasta dalam pendampingan dan pendanaan, adapun

penghambat yakni keterbatasan alat.

Kata Kunci : Komunikasi, Mitigasi Bencana, Partisipasi.

Page 8: [2] - repo.apmd.ac.id

[10]

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii

HALAMAN MOTTO ........................................................................................ iv

HALAMAN KATA PENGANTAR ................................................................. v

HALAMAN ABSTRAK .................................................................................... viii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1

B. KEBARUAN PENELITIAN ........................................................... 5

C. RUMUSAN MASALAH ................................................................... 8

D. TUJUAN PENELITIAN ................................................................... 9

E. MANFAAT PENELITIAN .............................................................. 9

1. Manfaat Teoritis ........................................................................... 9

2. Manfaat Praktis ............................................................................ 10

F. KAJIAN TEORI ............................................................................... 10

1. Komunikasi .................................................................................. 10

2. Teori Constructivism .................................................................... 14

3. Partisipasi Masyarakat ................................................................. 15

4. Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat ....................................... 18

G. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................. 22

H. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 22

1. Jenis Penelitian ............................................................................. 22

2. Lokasi Penelitian .......................................................................... 23

3. Data dan Sumber Data ................................................................. 24

4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 24

5. Teknik Pemilihan Informan ......................................................... 26

6. Analisis Data ................................................................................ 27

Page 9: [2] - repo.apmd.ac.id

[11]

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Kabupaten Banjarnegara ................................................................... 29

B. BPBD Kab. Banjarnegara ................................................................. 32

C. Bencana Tanah Longsor ................................................................... 41

D. Desa Dawuhan Kec. Wanayasa ........................................................ 44

E. Destana Desa Dawuhan .................................................................... 47

BAB III HASIL dan PEMBAHASAN

A. Sajian Data ........................................................................................ 50

1. Deskripsi Informan ....................................................................... 50

2. Upaya Komunikasi BPBD Kab. Banjanegara

dalam Mitigasi Bencana ............................................................... 52

3. Pendapat Masyarakat yang tergabung dalam Destana .................. 59

4. Aktor-aktor dalam mitigasi bencana melalui

pembentukan Destana .................................................................. 71

5. Faktor Pendukung dan Penghambat

Pembentukan Destana dalam mitigasi bencana ............................ 72

B. Analisis Data ..................................................................................... 78

1. Upaya Komunikasi BPBD Kabupaten Banjarnegara ................... 78

2. Partisipasi Masyarakat Desa Dawuhan ........................................ 84

3. Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat ....................................... 87

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................... 91

B. Saran ................................................................................................ 95

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 96

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 100

Lampiran A. Daftar Pertanyaan

Lampiran B. Field Note (Catatan Lapangan)

Lampiran C. Dokumentasi

Lampiran D. Surat Ijin Penelitian

Page 10: [2] - repo.apmd.ac.id

[12]

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Bagan Kerangka Pemikiran .............................................................. 22

Gambar II.2 Struktur Organisasi BPBD Kab. Banjarnegara ............................... 37

Gambar II.3 Tingkat Probabilitas dan Dampak Bencana ..................................... 46

Gambar III.4 Peta Wilayah Bencana Tanah Longsor Desa Dawuhan ................. 60

Gambar III.5 Daerah Rawan Longsor di Desa Dawuhan .................................... 60

Gambar III.6 Kegiatan Reboisasi oleh Desatana, Mayarakat dan

Pemerintahan Desa Dawuhan ......................................................................... 64

Gambar III.7 Pelatihan dalam Praktek Pertolongan Pertama

pada Gawat Darurat ......................................................................................... 64

Gambar III.8 Kegiatan Gotong Royong Masyarakat

Ketika terjadi Longsoran ................................................................................. 64

Gambar III.9 Partisipasi ibu PKK dalam sosialisasi dari Destana ....................... 65

Gambar III.10 Pelatihan Pertolongan Pertama pada Gawat Darurat

untuk anak TPQ Desa Dawuahn ..................................................................... 65

Gambar III.11 Sosialisasi Destana Desa Dawuhan

kepada masyarakat melalui brosur ....................................................................... 66

Gambar III.12 Peta Kesiapsiagaan Ancaman

Tanah Longsor Desa Dawuhan Kecamatan Wanayasa ....................................... 67

Gambar III.13 Saat menjadi relawan di desa plorengan

Kec. Kali bening Ketika terjadi gempa ........................................................... 69

Gambar III 14. Sebagai Relawan bagian Dapur Umun

di Desa Suwidak Kec. Wanayasa Ketika Gempa ............................................ 69

Gambar III.15 Berpartisipasi menjadi Relawan

Bersih Sungai di Desa Wanaraja ..................................................................... 69

Gambar III.16 Bagan Hasil Penelitian ................................................................. 76

Page 11: [2] - repo.apmd.ac.id

[13]

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Jumlah Penduduk Desa Dawuhan ........................................................ 45

Tabel II.2 Struktur Kepengurusan Destana Desa Dawuhan ................................ 49

Tabel III.3 Data Informan .................................................................................... 51

Page 12: [2] - repo.apmd.ac.id

[14]

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tinggal di wilayah yang rawan bencana harus memiliki sikap waspada yang

tinggi. Indonesia merupakan wilayah yang rawan bencana, baik bencana alam

mapun sosial. Oleh karena itu, dibutuhkan mitigasi sebagai upaya dan kegiatan

untuk mengurangi dan memperkecil bencana yang harus disosialisasikan secara

cepat dan tepat. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, tentang

Penanggulangan Bencana harus mengaplikasikan prinsip cepat dan tepat,

prioritas, koordinasi dan keterpaduan, berdaya guna dan hasil guna, transparansi

dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan, non diskriminatif dan non proletisi.

Secara astronomi, Kabupaten Banjarnegara terletak di antara 7° 12' - 7° 31'

Lintang Selatan dan 109° 20' - 109° 45' Bujur Timur. Luas Wilayah Kabupaten

Banjarnegara adalah 106.970,99 Ha. Secara administrasi pemerintahan, wilayah

Kabupaten Banjarnegara terdiri atas 20 Kecamatan yang meliputi 253 Desa dan

12 Kelurahan serta terbagi dalam 953 Dusun, 1.312 Rukun Warga (RW) dan

5.150 Rukun Tetangga (RT). Daerah Kabupaten Banjarnegara sebagian besar

(kurang lebih 60%) berbentuk pegunungan dan perbukitan, yang nyaris

separuhnya merupakan daerah rawan bencana tanah longsor (HUMAS SETDA

Banjarnegara). Curah hujan tahunan di daerah Banjarnegara berdasarkan dari data

Badan Meteorologi dan Geofisika, memiliki curah hujan yang sangat tinggi, yakni

berkisar lebih dari 2000 mm/tahun. Potensi terjadinya tanah longsor di wilayah

Kabupaten Banjarnegara sangatlah besar terutama daerah pegunungan atau tepian

Page 13: [2] - repo.apmd.ac.id

[15]

lereng. Dalam empat tahun terakhir bencana tanah longsor terjadi hampir setiap

tahun dengan kerugian yang cukup besar, dari mulai infrastruktur dan

menghilangkan penghidupan bahkan menelan korban jiwa.

Tanggal 12 Desember 2014 longsor melanda Kecamatan Karangkobar

Kabupaten Banjarnegara yaitu di Dusun jemblung Desa Sampang. Kerugian

materi mencapai ratusan juta rupiah dengan korban jiwa 123 orang dan rumah

rusak tertimbun 38 buah rumah. Pada tahun 2016 peristiwa tanah longsor masih

menjadi bencana alam yang paling sering melanda Banjarnegara. Bencana tanah

longsor cukup besar kembali terjadi pada tanggal 25 Maret 2016 di Desa Clapar,

Kecamatan madukara, Kabupaten Banjarnegara menyebabkan 21 rumah rusak

harus direlokasi, 158 orang mengungsi dan sekitar 15,9 hektar tanah yang terdiri

dari pemukiman dan lahan perkebunan rusak parah. Namun kejadian tersebut

tidak menimbulkan korban jiwa. Dua kejadian tanah longsor diatas merupakan

contoh dari puluhan kejadian yang terjadi dengan kerugian terbesar di

Banjarnegara selama empat tahun belakangan ini (Oktaviani, 2017: 3).

Upaya pencegahan atau mitigasi bencana dilakukan di Kabupaten

Banjarnegara adalah menambah informasi dan pengetahuan terkait mitigasi tanah

longsor Bekerjasama dengan BPTKPDAS Solo, Kabupaten Banjarnegara

mengadakan sosialisasi hasil penelitian “Mitigasi Tanah Longsor” di Pendopo

Dipayuda Adhigraha. Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2015, untuk membantu

proses mitigasi di kabupaten Banjarnegara. Kepala Balai BPTKPDAS Solo

menyerahkan beberapa bantuan alat ekstensometer kepada bupati Banjarnegara

saat itu. Alat tersebut mampu memantau pergerakan tanah, apabila terdapat

Page 14: [2] - repo.apmd.ac.id

[16]

pergerakan lebih dari 10 cm. Kemudian alat tersebut akan secara otomatis

mengirimkan sms kepada petugas (Badan Litbang dan Inovasi, 2015).

Namun, dalam konteks penanggulangan bencana terkadang lemah dalam

perencanaannya. Kegagalan perencanaan dapat bersumber pada penyusunan

perencanaan tidak tepat, mungkin karena informasi dan perencanaan mengikuti

paradigma yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi dan perkembangan, di mana

hal ini mengacu pada pemahaman paradigma penanganan bencana yang bersifat

reaktif bukan proaktif, sehingga tidak dapat mengatasi masalah mendasar

penanggulangan bencana. Menurut Kartasasmita, perencanaan di sini tidak

memberikan kesempatan berkembangnya prakarsa individu dan pengembangan

kapasitas serta potensi masyarakat secara penuh, di mana partisipasi dan

keterlibatan masyarakat dalam hal ini perlu terus difasilitasi dan diberdayakan

sehingga diharapkan mereka memiliki kesadaran dan butuh akan pentingnya

penanggulangan bencana (Ahdi, 2015: 13).

Terdapat beberapa peta wilayah Kabupaten Banjarnegara dengan fokus

wilayah rawan longsor. Salah satunya daerah yang resiko bencana tanah longsor

tingkat tinggi ada di Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten

Banjarnegara. Adanya kebijakan dari pemerintah yakni Peraturan Kepala Badan

Penanggulangan Bencana No 1 Tahun 2012 Tentang pedoman umum

pembentukan Desa Tangguh Bencana. Upaya Komunikasi Badan Penaggulangan

Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara dalam mitigasi bencananya,

membentuk Desa Tangguh Bencana (Destana) di wilayah tersebut melalui

anggaran Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) pada tahun

Page 15: [2] - repo.apmd.ac.id

[17]

2015. Program ini merupakan wujud tanggungjawab pemerintah terhadap

masyarakatnya, karena masyarakat merupakan penerima dampak langsung dari

bencana, dan sekaligus sebagai pelaku pertama yang akan merespon bencana di

sekitarnya. Masyarakat perlu dibekali dalam konteks pemberdayaan bukan hanya

siap menghadapi bencana tapi menjadi tangguh, diantaranya bisa dengan cepat

memulihkan diri secara mandiri. Peran masyarakat dalam mewujudkan destana

secara mandiri sangat dibutuhkan, sebagai kepanjangan tangan dari BPBD dalam

meminimalkan dampak bencana, karena personil BPBD yang terbatas akan

kewalahan jika tidak terbantu oleh masyarakat (terlatih) dalam penanggulangan

bencana.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk

meneliti “Upaya Komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Dalam Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat (Studi Deskriptif Kualitatif di

Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara)”, yang pada

dasarnya memiliki tujuan baik, yakni untuk meningkatkan penyelenggaraan

bencana daerah, dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di

Banjarnegara.

Page 16: [2] - repo.apmd.ac.id

[18]

B. KEBARUAN PENELITIAN

NO

NAMA, JUDUL,

PUBLIKASI

HASIL

PERSAMAAN

PERBEDAAN

1

Maulana Mufis Mughron,

Dyah Hariani, Titik

Djumiarti. “Efektifitas

Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD)

dalam Pelaksanaan

Program Kelurahan Siaga

Becana di Kota Semarang”

Jurnal:

https://media.neliti.com/me

dia/publications/100522-

ID-efektifitas-badan-

penanggulangan-

bencana.pdf

Faktor yang mempengaruhi BPBD Kota

Semarang dalam pelaksanaan program

kelurahan siaga bencana di Kota Semarang

yaitu, Ciri organisasi, BPBD selaku

pelaksana program kelurahan siaga bencana

di kota semarang memberikan fasilitas

pinjam pakai kepada semua kelurahan siaga

bencana yang telah terbentuk, tetapi

fasilitas pinjam pakai yang diberikan oleh

BPBD masih belum mencukupi, terutama

untuk kotak P3K dan jaket pelampung. Ciri

lingkungan, masyarakat pada golongan

remaja masih belum banyak yang memiliki

kesadaran mengenai kebencanaan dan

partisipasi dalam kegiatan yang

dilaksanakan oleh BPBD masih rendah,

Ciri Pekerja, Pekerja atau tim resceu terlibat

langsung dalam pendampingan maupun

pelatihan kepada masyarakat kelurahan

siaga bencana harus memiliki keahlian

khusus di bidang kebencanaan dan

keselamatan, Kebijakan dan Praktek

Teknik pemilihan informan

menggunakan Purposive

sampling, dan teknik

pengumpulan data

menggunakan wawancara,

observasi, dan dokumen.

Penelitian sama halnya dengan

meneliti peran dari Badan

Penaggulangan Bencana

Daerah (BPBD) dalam

program siaga bencana.

Peneliti menggunakan tiga

dimensi efektifitas, yaitu

Pencapaian Tujuan, Integrasi,

dan Adaptasi dalam

menentukan efektifitas BPBD

dalam pelaksanaan program

kelurahan siaga bencana di

Kota Semarang, sedangkan

Penelitian saya tidak

menggunakan tiga dimensi

tersebut, lebih fokus pada

upaya komunikasi BPBD

dalam melaksanakan

penanggulangan bencana

daerah dengan

memberdayakan masyarakat

melalui desa tangguh bencana.

Page 17: [2] - repo.apmd.ac.id

[19]

Manajemen, belum tersedianya kebijakan

pengurangan risiko bencana di tingkat

kelurahan.

2

Sugipto Beong, Erwin

Resmawan, Rita Kalinggi,

“Peran Badan

Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD) dalam

Penanggulangan Bencana

Alam di Kota Samarinda”

Jurnal : eJournal Ilmu

Pemerintahan, Volume 6,

Nomor 4, 2018:1775-1788

BPBD Kota Samarinda telah menjalankan

perannya cukup optimal,dengan lebih

menjalankan fungsi koordinasi,

pelaksanaan kegiatan pencegahan dan

kesiapsiagaan dalam pengurangan resiko

bencana melakukan kerja sama dengan TNI

dan POLRI serta dinas-dinas terkait yang

tergabung dalam SKPD Kota Samarinda,

untuk penyebarluasaan informasi tentang

kebencanaan melalui media sosial, poster,

sosialisasi di kelurahan/kecamatan dan

pemasangan spanduk himbauan di ruas-ruas

jalan Kota Samarinda. Dalam penanganan

tanggap darurat BPBD Kota Samarinda

menunjuk tim komando yang bekerjasama

dengan tim reaksi cepat (TRC) untuk turun

kelapangan melakukan penyelamatan dan

evakuasi korban bencana, serta membangun

posko bantuan bencana untuk dijadikan

pengungsian sementara bagi korban dan

menjadi tempat untuk berkoordinasi dengan

pihak terkait. Dalam rehabilitasi dan

rekonstruksi pasca bencana BPBD Kota

Samarinda melakukan perbaikan seperti

perbaikan daerah lingkungan bencana,

Jenis Penelitian ini

menggunakan deskriptif

kualitatif, dan teknik

pemilihan informan

menggunakan Purposive

sampling,sama halnya

dengan penelitian saya

menggunakan jenis dan

teknik penelitian tersebut.

Penelitian ini lebih fokus

pada fungsi koordinasi,

pelaksanaan kegiatan

pencegahan dan

kesiapsiagaan dalam

pengurangan resiko

bencana, dengan melakukan

kerja sama dengan TNI dan

POLRI serta dinas-dinas

terkait. Berbeda dengan

penelitian saya, yang fokus

pada upaya komunikasi

BPBD dalam melaksanakan

penanggulangan bencana

daerah dengan

memberdayakan

masyarakat.

Page 18: [2] - repo.apmd.ac.id

[20]

sarana dan prasarana, bantuan materil,

kesehatan dan perbaikan lainnya.

3

Yenny Nur Amalia dan

Maya Mustika Kartika Sari,

“Strategi Badan

Penanggulangan Bencana

Daerah (BPBD), dalam

Membangun Partisipasi

Masyarakat Tanggap

Bencana BanjirdDi

Kabupaten Gresik”

Jurnal : Kajian Moral

Kewarganegaraan. Volume

06 Nomor 02 Jilid III

Tahun 2018, 671-685.

Strategi BPBD dalam membangun

partisipasi masyarakat tanggap bencana

melalui (1) tindakan preventif yang terdiri

dari dua program yaitu program relokasi

pemukiman dan program desa tangguh

bencana. (2) tindakan pembinaan yakni

dengan membentuk forum penanggulangan

bencana serta memberikan alat

kebencanaan. Kendala dalam membangun

partisipasi masyarakat yakni kurangnya

antusias warga dikarenakan faktor usia dan

pekerjaan. Bentuk-bentuk partisipasi

masyarakat yakni dengan mengikuti

kegiatan seperti sosialisasi, pelatihan dan

simulasi serta kegiatan mandiri masyarakat

yang dilakukan untuk membangun desa

agar terhindar dari bencana banjir.

Metode kualitatif deskriptif.

Subjek dan objek ditentukan

berdasarkan purposive

sampling, berbasis

masyarakat, teknik

pengumpulan data pada

penelitian ini menggunakan

teknik observasi,

wawancara dan

dokumentasi.

Penanganannya pun juga

sama.

Penelitian ini berlokasi di

daerah rawan bencana

banjir, sedangkan penelitian

saya dilokasi daerah rawan

bencana tanah longsor.

Tentu juga peerbedaan

antara penelitian ini dengan

penelitian saya yakni

informan, dan penanganan

dalam mitigasinya.

Page 19: [2] - repo.apmd.ac.id

[21]

Dari beberapa perbandingan penelitian tersebut pada penelitian pertama lebih

fokus pada Manajemen Bencana, Pengurangan Resiko Bencana, dan

BencanaKesiapan Desa. Pada penelitian kedua fokus terhadap Peran BPBD dan

Penanggulangan Bencana Alam, sedangkan penelitian ketiga lebih fokus terhadap

Strategi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah, dan Partisipasi masyarakat.

Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini akan mengeksplorasi dari penelitian

ketiga dengan metode penelitian yang sama, yaitu metode pendekatan kualitatif

deskriptif. Subjek dan objek ditentukan berdasarkan purposive sampling yakni

seleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan

tujuan penelitian, teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan

teknik observasi, wawancara dan dokumentasi, penelitian ketiga juga berbasis

masyarakat, bahkan konsep komunikasi yang sama. Namun, berbeda pada jenis

lokasinya, yaitu penelitian ini berada di wilayah rawan bencana longsor, termasuk

dalam mitigasinya. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak

padainforman, lokasi, dan keberlanjutannya.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana upaya komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) dalam mitigasi bencana berbasis masyarakat di Desa Dawuhan,

Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara?

2. Faktor apa yang menjadi pendukung dan penghambat upaya komunikasi

BPBD dalam mitigasi bencana?

Page 20: [2] - repo.apmd.ac.id

[22]

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi upaya komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah

(BPBD) dalam mitigasi bencana berbasis masyarakat di Desa Dawuhan,

Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara.

2. Mendeskripsikan bentuk partisipasi masyarakat dalam penanggulangan

bencana tanah longsor melalui Desa Tangguh Bencana.

3. Mengetahui serta menjelaskan aktor-aktor yang terlibat dalam mitigasi

bencana melalui pembentukan Destana.

4. Mengetahui serta menjelaskan faktor pendukung dan penghambat dalam

mitigasi bencana melalui desa tangguh bencana.

E. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

a) Menambah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan peran BPBD dalam

mitigasi bencana.

b) Menambah khasanah penelitian melalui kajian Upaya Komunikasi Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam Mitigasi Bencana

Berbasis Masyarakat.

c) Memberikan informasi bagi akademisi dan masyarakat luas mengenai

peran BPBD dalam penanggulan bencana sebagai evaluasi peran BPBD

dalam menanggulangi bencana.

Page 21: [2] - repo.apmd.ac.id

[23]

2. Manfaat Praktis

a) Secara tidak langsung, informasi dalam penelitian ini bisa dimanfaatkan

oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten

Banjarnegara, dalam melaksanakan sosialisasi, upaya atau pemberdayaan

kepada masyarakat terutama dalam hal mitigasi bencana di wilayah rawan

bencana.

b) Sebagai masukan dan menekankan pemerintah daerah maupun masyarakat

untuk sadar bencana dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi

bencana.

F. KAJIAN TEORI

1. Komunikasi

Menurut Carl Hovland, Janis & Kelley (Riswandi: 2009: 1) komunikasi

adalah suatu proses melalui dimana seseorang (komunikator) menyampaikan

stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata dengan tujuan mengubah atau

membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak), sedangkan menurut

Hovland Cs (Riswandi: 2009: 2) memberikan penekanan bahwa tujuan

komunikasi adalah mengubah atau membentuk perilaku. Ada juga komunikasi

menurut Barnlund (Riswandi: 2009: 2) komunikasi timbul didorong oleh

kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara

efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.

Dari berbagai definisi tentang ilmu komunikasi di atas, terlihat bahwa para

ahli memberikan definisi sesuai dengan sudut pandangnya dalam melihat

Page 22: [2] - repo.apmd.ac.id

[24]

komunikasi. Masing-masing memberikan penekanan arti, ruang lingkup, dan

konteks yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkam bahwa

komunikasi adalah usaha untuk menyampaikan pesan atau informasi, baik secara

verbal atau nonverbal kepada satu atau lebih penerima dengan tujuan untuk

mempengaruhi penerima pesan.

Adapun fungsi dari komunikasi, fungsi adalah potensi yang dapat digunakan

untuk memenuhi tujuan-tujuan tertentu. Komunikasi sebagai ilmu, seni, dan

lapangan kerja sudah tentu memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan oleh

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Cangara, 2005: 55). Menurut

Robbins dan Judge (2008: 5) komunikasi memiliki 4 fungsi yakni:

a) Kontrol Komunikasi dengan cara-cara tertentu bertindak untuk mengontrol

perilaku anggota. Organisasi memiliki hierarki otoritas dan garis

panduan formal yang wajib ditaati oleh karyawan.

b) Motivasi Komunikasi menjaga motivasi dengan cara menjelaskan kepada para

karyawan mengenai apa yang harus dilakukan, seberapa baik pekerjaan

mereka, dan apa yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kinerja

sekiranya hasilnya kurang baik.

c) Ekspresi emosional Bagi banyak karyawan, kelompok kerja mereka adalah sumber utama

interaksi sosial. Komunikasi yang terjadi dalam kelompok merupakan

sebuah mekanisme fundamental yang meleluinya para anggota

menunjukkan rasa frustasi dan rasa puas mereka.

d) Informasi Komunikasi memberikan informasi yang dibutuhkan oleh individu dan

kelompok untuk mengambil keputusan dengan cara menyampaikan data

untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi pilihan-pilihan alternatif yang

ada.

Page 23: [2] - repo.apmd.ac.id

[25]

Dari beberapa unsur-unsur komunikasi yang ada, menurut Pratminingsih

(2006: 3) terdapa tujuh unsur yakni, sebagai berikut:

a) Sumber informasi (source) adalah orang yang menyampaikan pesan.

Pada tahap ini sumber informasi melakukan proses yang kompleks yang

terdiri dari timbulnya suatu stimilus yang menciptakan pemikiran dan

keinginan untuk berkomunikasi, pemikiran ini diencoding menjadi pesan,

dan pesan tersebut disampaikan melalui saluran atau media kepada

penerima.

b) Encoding adalah suatu proses di mana sistem pusat syaraf sumber

informasi memerintahkan sumber informasi untuk memilih simbol-

simbol yang dapat dimengerti yang dapat menggambarka pesan.

c) Pesan (Message) adalah segala sesuatu yang memiliki makna bagi

penerima. Pesan merupakan hasil akhir dari proses encoding. Pesan ini

dapat berupa kata-kata, ekspresi wajah, tekanan suara, dan penampilan.

d) Media adalah cara atau peralatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan

kepada penerima. Media tersebut dapat berupa surat, telepon atau tatap muka

langsung.

e) Decoding adalah proses di mana penerima pesan menginterpretasikan pesan

yang diterimanya sesuai dengan pengetahuan, minat dan kepentingannya. f) Umpan Balik (Feedback)adalah respon yang diberikan oleh penerima pesan

kepada pengirim sebagai tanggapan atas informasi yang dikirim sumber pesan.

Pesan ini dapat berupa jawaban lisan bahwa si penerima setuju atau tidak setuju

dengan informasi yang diterima.

g) Hambatan (Noise) adalah berbagai hal yag dapat membuat proses komunikasi

tidak berjalan efektif.

Model Komunikasi menurut Lasswell (Arni 2009: 6) ada lima pertanyaan

yang perlu ditanyakan dan dijawab dalam melihat proses komunikai yaitu:

a) Who adalah menunjuk kepada siapa siaapa orang yang mengambil

inisiatif untuk memulai komunikasi.

b) Says what adalah berhubungan dengan isi komunikasi atau apa pesan

yang disampaikan dalam komunikasi tersebut.

c) Through what adalah melalui media apa. Yang dimaksudkan dengan

media adalah alat komunikasi, seperti berbicara, gerakan badan, kontak

mata, sentuhan, radio, televisi, surat, buku dan gambar.

d) To whom adalah menanyakan siapa yang menjadi audience atau penerima

dari dari komunikasi. Atau dengan kata lain kepada siapa komunikator

berbicara atau kepada siapa pesan yag ia ingin disampaikan diberikan.

e) What effect adalah efeknya dari komunikasi tersebut. Pertanyaaan

mengenai efek komunikasi ini dapat menanyakan dua hal yaitu apa yang

ingin dicapai dengan hasil komunikasi tersebut dan kedua, apa yang

dilakukan orang sebagai hasil dari komunikasi.

Page 24: [2] - repo.apmd.ac.id

[26]

Dari beberapa defini komunikasi diatas, tujuan dari komunikasi tersebut

menurut Effendy(2003: 8) terdapat empat tujuan yaitu:

a) Perubahan sikap (attitude change) Seorang komunikan setelah menerima

pesan kemudian sikapnya berubah, baik positif maupun negatif. Dalam

berbagai situasi kita berusaha mempengaruhi sikap orang lain dan

berusaha agar orang lain bersikap positif sesuai keinginan kita. b) Perubahan pendapat (opinion change) Dalam komunikasi berusaha

menciptakan pemahaman. Pemahaman, ialah kemampuan memahami

pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator.

Setelah memahami apa yang dimaksud komunikator maka akan tercipta

pendapat yang berbeda-beda bagi komunikan. c) Perubahan perilaku (behavior change) Komunikasi bertujuan untuk

mengubah perlaku maupun tindakan seseorang d) Perubahan sosial (social change) Membangun dan memelihara ikatan

hubungan dengan orang lain sehingga menjadi hubungan yang makin

baik, dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja

meningkatkan kadar hubungan interpersonal.

Dalam berkomunikasi pasti ada hal yang menjadi hambatan didalam

prosesnya, menurut Newstrom dan Davis (Kaswan, 2012: 263) terdapat tiga jenis

hambatan dalam komunikasi, yaitu:

a) Hambatan personal

Gangguan komunikasi yang berasal dari emosi seseorang, nilai, dan

kebiasaan menyimak buruk.

b) Hambatan fisik

Gangguan komunikasi yang terjadi pada lingkungan di mana komunikasi

itu berlangsung. Gangguan fisik yang khas adalah kebisingan yang

mengganggu secara tiba-tiba yang dapat mengaburkan pesan suara.

c) Hambatan semantik

Berasal dari keterbatasan simbol yang kita gunakan dalam

berkomunikasi. Simbol biasanya memiliki memiliki aneka makna, dan

kita harus memilih satu makna dari sekian banyak. Kadang-kadang kita

memilih makna yang salah dan terjadilah kesalahpahaman.

Page 25: [2] - repo.apmd.ac.id

[27]

2. Teori Constructivism

Konstruktivisme adalah teori komunikasi yang berusaha menjelaskan

perbedaan individu dalam kemampuan orang untuk berkomunikasi dengan

terampil dalam situasi sosial. Jesse Delia percaya bahwa ada perbedaan mendasar

di antara mata-mata yang efektif secara interpersonal. Teorinya tentang

konstruktivisme menawarkan penjelasan kognitif untuk kompetensi komunikasi.

Seiring dengan jaringan periset konstruktivis, dia menggunakan Role Category

Questionnaire (RCQ) untuk membantu masuk ke dalam kepala kita (Griffin,

2011: 98). Delia dan rekan-rekannya mengungkapkan bahwa orang-orang yang

secara kognitif kompleks dalam persepsi mereka terhadap orang lain yang

memiliki keuntungan komunikasi dibandingkan mereka yang memiliki struktur

mental kurang berkembang. Individu-individu ini memiliki kemampuan untuk

menghasilkan pesan yang berpusat pada orang yang memberi mereka kesempatan

lebih baik untuk mencapai tujuan komunikasi mereka (Griffin, 2011: 101).

Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori

yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Menurut

Littlejohn dan Foss (2009: 98) menyimpulkan teori-teori aliran konstruksionis ini

berlandaskan pada ide, bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi

dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat, dan budaya.

Konstruktivisme adalah suatu filsafat pengetahuan yang menekankan

bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri, oleh karenanya

pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas) (Wibowo, 2011: 162).

Sebuah ralitas belum tentu menjadi jaminan dari kebenanran, menurut Littlejohn

Page 26: [2] - repo.apmd.ac.id

[28]

dan Foss (2011: 67) realitas tidak menunjukkan dirinya dalam bentuknya yang

kasar, tetapi harus disaring terlebih dahulu melalui bagaimana cara kita atau

seseorang melihat sesuatu.

Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan

bahwa orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan

realitas ditentukan oleh pengalaman orang itu sendiri pula (Abimanyu, 2008: 22).

Paradigma konstruktivis dipengaruhi oleh perspektif interaksi simbolis dan

perspektif strukturan fungsional. Perspektif interaksi simbolis ini mengatakan

bahwa manusia secara aktif dan kreatif mengembangkan respons terhadap

stimulus dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia

dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia

sosialnya. Realitas sosial itu memiliki makna manakala realitas sosial tersebut

dikonstruksikan dan dimaknakan secara subjektif oleh individu lain, sehingga

memantapkan realitas itu secara objektif.

3. Partisipasi Masyarakat

Menurut Made Pidarta (Dwiningrum, 2009: 31-32), partisipasi adalah

pelibatan seseorang atau beberapa orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat

berupa keterlibatan mental dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala

kemampuan yang dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang

dilaksanakan serta mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala

keterlibatan. Partisipasi merupakan keterlibatan mental dan emosi dari seseorang

di dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk menyokong kepada

pencapaian tujuan kelompok tersebut dan ikut bertanggungjawab terhadap

Page 27: [2] - repo.apmd.ac.id

[29]

kelompoknya. Partisipasi menurut Huneryear dan Heoman (Dwiningrum, 2009:

32) adalah sebagai keterlibatan mental dan emosional dalam situasi kelompok

yang mendorongnya memberi sumbangan terhadap tujuan kelompok serta

membagi tanggungjawab bersama mereka. Pengertian sederhana tentang

partisipasi dikemukakan oleh Jalal dan Supriadi (2001: 201-202), di mana

partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok

atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat,

barang, keterampilan, bahan dan jasa.

Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat di dalam setiap proses

pembuatan kebijakan publik merupakan hal penting sebagai cermin asas

demokrasi di suatu negara. Hal ini menjadi sangat tepat ketika partisipasi

masyarakat kemudian diangkat menjadi salah satu prinsip yang harus dijalankan

oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan good governance (kepemerintahan

yang baik) (Adisasmita, 2006: 4). Partisipasi masyarakat menurut Adi (2007: 27)

adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan

potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang

alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah,

dan keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi.

Partisipasi menjadi berkembang bukan hanya mengenai keterlibatan fisik, pikiran

dan perasaan saja. Bentuk keterlibatan bisa menjadi lebih bervariasi seperti

pikiran, tenaga, keahlian, barang dan uang.

Partisipasi masyarakat menekankan pada “partisipasi” langsung warga dalam

pengambilan keputusan pada lembaga dan proses kepemerintahan. Gaventa dan

Page 28: [2] - repo.apmd.ac.id

[30]

Valderma (Dwiningrum, 2009: 34-35) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat

telah mengalihkan konsep partisipasi menuju suatu kepedulian dengan berbagai

bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijaksanaan dan pengambilan

keputusan di berbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan warga

masyarakat. Pengembangan konsep dan asumsi dasar untuk meluangkan gagasan

dan praktik tentang partisipasi masyarakat meliputi :

1. Partisipasi merupakan hak politik yang melekat pada warga sebagaimana

hak politik lainnya. Hak itu tidak hilang ketika ia memberikan mandat

pada orang lain untuk duduk dalam lembaga pemerintahan. Sedangkan

hak politik, sebagai hak asasi, tetap melekat pada setiap individu yang

bersangkutan. 2. Partisipasi langsung dalam pengambilan keputusan mengenai kebijakan

publik di lembaga-lembaga formal dapat untuk menutupi kegagalan

demokrasi perwakilan. Demokrasi perwakilan masih menyisakan

beberapa kelemahan yang ditandai dengan keraguan sejauh mana orang

yang dipilih dapat merepresentasikan kehendak masyarakat. 3. Partisipasi masyarakat secara langsung dalam pengambilan keputusan

publik dapat mendorong partisipasi lebih bermakna. 4. Partisipasi dilakukan secara sistematik, bukan hal yang insidental. 5. Berkaitan dengan diterimanya desentralisasi sebagai instrumen yang

mendorong tata pemerintahan yang baik (good governance).

Partisipasi masyarakat dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap

penyelenggaraan dan lembaga pemerintahan. Demokratisasi dan desentralisasi di

negara berkembang termasuk Indonesia terjadi dalam situasi rendahnya

kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan dan lembaga pemerintah,

dengan melibatkan warga dalam proses pengambilan keputusan maka diharapkan

kepercayaan publik terhadap pemerintah dapat terus ditingkatkan, dan

meningkatnya kepercayaan warga dipercaya sebagai indikator penting bagi

menguatnya dukungan dan keabsahan pemerintah yang berkuasa. Partisipasi

masyarakat merupakan keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan dan

Page 29: [2] - repo.apmd.ac.id

[31]

pelaksanaan (implementasi) program atau proyek pembangunan yang dilakukan

dalam masyarakat lokal.

Partisipasi masyarakat memiliki ciri-ciri bersifat proaktif dan bahkan reaktif

(artinya masyarakat ikut menalar baru bertindak), ada kesepakatan yang dilakukan

oleh semua yang terlibat, ada tindakan yang mengisi kesepakatan tersebut, ada

pembagian kewenangan dan tanggung jawab dalam kedudukan yang setara.

4. Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat

Definisi bencana menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 adalah

peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau

faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologis. Sedangkan Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh

peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain

berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin

topan, dan tanah longsor. Menurut UU Nomor 24 Tahun 2007, mitigasi adalah

serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan

fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman

bencana. Mitigasi bencana dilakukan khususnya di wilayah yang rawan bencana.

Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007 juga dijelaskan bahwa rawan bencana adalah

kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis,

sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka

waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai

Page 30: [2] - repo.apmd.ac.id

[32]

kesiapan, dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya

tertentu.

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat berupa

pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness), latihan

penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan bencana

(disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana, dan perumusan

kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster management policies).

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru

kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah

dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan

pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta

memikirkan tentang langkah-langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu

dilakukan didalam menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak

bencana. Pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan istilah mitigasi bencana

yang merupakan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh

bencana. Mitigasi bencana mencakup baik perencanaan dan pelaksanaan tindakan-

tindakan untuk mengurangi resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang

dilakukan sebelum bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan

pengurangan resiko jangka panjang.

Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama (Tagana

Banten), yaitu:

a) Penilaian bahaya (hazard assestment); diperlukan untuk mengidentifikasi

populasi dan aset yang terancam, serta tingkat ancaman. Penilaian ini

Page 31: [2] - repo.apmd.ac.id

[33]

memerlukan pengetahuan tentang karakteristik sumber bencana,

probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian bencana di masa lalu.

Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana yang sangat penting

untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;

b) Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada

masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya

tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan

gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana yang

terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai saluran

komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang berwenang

maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam

harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.

c) Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur

mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang

membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena

bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui

kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi

telah aman.

Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya

sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang

diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana. Hal yang perlu

dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-sama oleh pemerintahan,

swasta maupun masyarakat dalam mitigasi bencana (Tagana Banten), antara lain:

Page 32: [2] - repo.apmd.ac.id

[34]

a) Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau

mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan tataguna tanah

agar tidak membangun di lokasi yang rawan bencana.

b) Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang kegiatannya

mulai dari identifikasi daerah rawan bencana, penghitungan perkiraan

dampak yang ditimbulkan oleh bencana, perencanaan penanggulangan

bencana, hingga penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang sifatnya

preventif kebencanaan.

c) Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif masyarakat yang

sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat terwujud koordinasi kerja

yang baik.

d) Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang merupakan

pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat preventif kebencanaan.

e) Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam

setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman bencana.

Peningkatan kapasitas masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana

urgent dilakukan, di antaranya dengan melakukan pelatihan penanggulangan

bencana atau dengan simulasi-simulasi yang dapat meningkatkan pemahaman

masyarakat dalam menanggulangi risiko bencana.

Page 33: [2] - repo.apmd.ac.id

[35]

G. KERANGKA PEMIKIRAN

Garis besar dari kerangka pemikiran penelitian ini telah tersusun dalam alur

sistematika berkut :

Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran

H. METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif

deskriptif. Metode penelitian adalah suatu cara ilmiah untuk mendapatkan

data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Darmadi, 2013:153). Penelitian

kualitatif adalah penelitian yang mendekatkan pada hal yang terpenting dari

sifat sesuatu berupa kejadian/fenomena/gejala sosial (Satori dan Komariah,

2011:22). Metode ini bertujuan untuk mendeskripsikan fenomena sosial

mengenai mitigasi bencana yang dilakukan melalui pemberdayaan dan

konstruksi sosial mengenai hal tersebut. Dalam pemahaman peneliti

Badan

Penanggulangan

Bencana Daerah

(BPBD)

Mitigasi

Bencana

Faktor

Pendukung dan

Penghambat

Masyarakat

Persepsi

Partisipasi

Desa Tangguh

Bencana

Page 34: [2] - repo.apmd.ac.id

[36]

kualitatif, realitas dikonstruksi secara sosial, yakni berdasarkan pemahaman

bersama. Hasil konstruksi itu dipengaruhi sifat hubungan antara peneliti

dengan yang diteliti, serta kendala-kendala situasional di antara keduanya

(Mulyana dan Solatun, 2013: 4).

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

konstruktivisme. Paradigma konstruktivis memandang realitas kehidupan

sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi.

Dalam ontologi paradigma konstruktivis, realita merupakan konstruksi sosial

yang diciptakan oleh individu. Namun demikian, menurut Hidayat (Bungin:

2011: 11) kebenaran suatu realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai

konteks spesifik yang dinilai relevan oleh pelaku sosial. Oleh karena itu,

konsentrasi analisis pada paradigma konstruktivis adalah menemukan

bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dengan cara apa

konstruksi itu dibentuk. Konsep mengenai konstruksionis diperkenalkan oleh

sosiolog interpretative, Peter L.Berger bersama Thomas Luckma dalam

konsep kajian komunikasi, teori konstruksi sosial bisa disebut berada diantara

teori fakta sosial dan defenisi sosial (Eriyanto, 2004: 13).

2. Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, penulis memilih tempat penelitian di Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara dan di

Desa Dawuhan, Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Banjarnegara Provinsi

Jawa Tengah.

Page 35: [2] - repo.apmd.ac.id

[37]

3. Data dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini menggunakan data primer berupa hasil

wawancara kepada informan dilengkapi dengan hasil observasi di lapangan.

Proses dalam wawancara ini yang menjadi informannya adalah, Badan

Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara, dan

Masyarakat yang tergabung dalam Desa Tangguh Bencana (Destana) Desa

Dawuhan Kecamatan Wanayasa. Data primer pada penelitian kualitatif dapat

diartikan sebagai fakta atau informasi yang diperoleh dari aktor (subjek

penelitian, informan, pelaku), aktivitas, dan tempat yang menjadi subjek

penelitiannya.

Data sekunder pada penelitian ini berupa arsip-arsip mengenai keadaan

wilayah, dokumentasi foto, catatan lapangan, dan literatur yang berkaitan

dengan fokus penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

a) Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena

yang dilakukan secara sistematis. Pengamatan dapat dilakukan secara terlibat

(partisipatif) ataupun nonpartisipatif (Idrus, 2009: 101). Menurut Bungin

(2007:69) observasi adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk

menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan mengindraan.

Observasi digunakan dalam teknik kualitatif karena suatu objek hanya

dapat diungkap datanya apabila peneliti menyaksikannya langsung (Satori &

Komariah, 2011: 104-105). Selain itu, dengan observasi juga ingin mengungkap

Page 36: [2] - repo.apmd.ac.id

[38]

gerak-gerik, sikap, suasana dan kesan yang akan ditangkap setelah melakukan

organisasi. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan mendatangi Desa

Dawuhan Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara, yang merupakan

wilayah rawan bencana. Setelah itu mengumpulkan data mengenai mitigasi

bencana yang telah dilakukan.

b) Wawancara

Penelitian kualitatif adalah meneliti informan sebagai subjek penelitian

dalam lingkungan hidup kesehariannya. Oleh karena itu, pada penelitian ini

dibutuhkan wawancara, yaitu dengan wawancara mendalam sebagai salah satu

teknik pengumpulan data. Wawancara mendalam dilakukan dalam konteks

observasi partisipasi, menurut Mc Millan da Schumacher (Satori & Komariah:

2011: 130) menjelaskan bahwa, wawancara mendalam adalah tanya jawab yang

terbuka untuk memperoleh data tentang maksud hati partisipan, bagaimana

menggambarkan dunia mereka dan bagaimana mereka menjelaskan atau

menyatakan perasaannya tentang kejadian-kejadian penting dalam hidupnya.

Wawancara dilakukan secara mendalam dengan informan yang telah

dipilih sesuai tujuan penelitian. Untuk itu para peneliti kualitatif sedapat

mungkin berinteraksi secara dekat dengan informan, mengenal secara dekat

dunia kehidupan mereka, mengamati dan mengikuti alur kehidupan informan

secara apa adanya (Idrus, 2007: 34).

c) Dokumentasi

Pengumpulan data dengan cara dokumentasi merupakan suatu hal

dilakukan oleh peneliti guna mengumpulkan data dari berbagai hal media

Page 37: [2] - repo.apmd.ac.id

[39]

cetak membahas mengenai narasumber yang akan diteleti.Menurut

Hamidi (2004: 72), metode dokumentasi adalah informasi yang berasal

dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun dari

perorangan. Dokumentasi yang diperoleh berupa foto kegiatan mitigasi

bencana serta foto peta rawan bencana yang ada di Destana Desa

Dawuhan.

5. Teknik Pemilihan Informan

Penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu seleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat oleh

peneliti berdasarkan tujuan penelitian (Kriyantono, 2007: 54). Purposive

sampling juga diartikan sebagai pengambilan sampel berdasarkan kapasitas

atau yang benar-benar paham di bidangnya di antara anggota populasi

(Hikmat, 2011: 64). Dalam teknik purposive sampling ini, sampel ditentukan

dengan memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan

masalahnya yang dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang tepat

(Susanto, 2006: 120). Jadi, intinya purposive sampling menentukan

subjek/objek sesuai tujuan. Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah

populasi, karena penelitian berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi

sosial tertentu (Satori dan Komariah, 2011: 47-48).

Peneliti mewawancarai 10 informan sesuai subjek tujuan penelitian ini,

yaitu masyarakat yang tergabung dalam Desa Tangguh Bencana (Destana)

dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten

Banjarnegara.

Page 38: [2] - repo.apmd.ac.id

[40]

6. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data interaktif menurut Miles &

Hubermen (Sutopo, 2006: 92). Teknik analisis data tersebut terdiri dari tiga

komponen utama, yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan.

Reduksi data meliputi proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan

abstraksi dari semua jenis informan yang tertulis lengkap dalam catatan

lapangan. Berdasarkan pokok-pokok yang terdapat dalam reduksi data, dan

disajikan dengan menggunakan kalimat dan bahasa penelitian yang

merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, yang

merupakan komponen sajian data. Kemudian tahapan terakhir adalah

penarikan simpulan dengan melakukan generalisasi dari hasil reduksi data

yang kemudian disajikan secara logis dan sistematis. Gambaran model

interaktif Miles dan Huberman sebagai berikut.

Miles dan Huberman (Idrus, 2009: 148)

Pennyajian

Data

Pengumpulan

Data

Penarikan

Kesimpulan

Reduksi Data

Page 39: [2] - repo.apmd.ac.id

[41]

Berdasarkan gambaran model di atas, dalam model interaktif, tiga jenis

kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data merupakan siklus dan interaktif.

Artinya, peneliti harus siap bergerak di antara empat “sumbu” kumparan itu.

Analisis ini merupakan sebuah proses yang berulang dan berlanjut secara terus

menerus dan saling menyusul.

Page 40: [2] - repo.apmd.ac.id

[42]

BAB II

DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

5. KABUPATEN BANJARNEGARA

Dalam perang Diponegoro, R.Tumenggung Dipoyudo IV berjasa kepada

pemerintah mataram, sehingga di usulkan oleh Sri Susuhunan Pakubuwono

VII untuk di tetapkan menjadi bupati banjar berdasarkan Resolutie Governeor

General Buitenzorg tanggal 22 agustus 1831 nomor I, untuk mengisi jabatan

Bupati Banjar yang telah dihapus setatusnya yang berkedudukan di Banjarmangu

dan dikenal dengan Banjarwatulembu. Usul tersebut disetujui.

Persoalan meluapnya Sungai Serayu menjadi kendala yang menyulitkan

komunikasi dengan Kasunanan Surakarta. Kesulitan ini menjadi sangat dirasakan

menjadi beban bagi bupati ketika beliau harus menghadiri Pasewakan Agung pada

saat-saat tertentu di Kasultanan Surakarta. Untuk mengatasi masalah ini

diputuskan untuk memindahkan ibukota kabupaten ke selatan Sungai Serayu.

Daerah Banjar (sekarang Kota Banjarnegara) menjadi pilihan untuk ditetapkan

sebagai ibukota yang baru. Kondisi daerah yang baru ini merupakan persawahan

yang luas dengan beberapa lereng yang curam. Di daerah persawahan (Banjar)

inilah didirikan ibukota kabupaten (Negara) yang baru sehingga nama daerah ini

menjadi Banjarnegara (Banjar: Sawah, Negara : Kota).

Berdasarkan letak geografis Kabupaten Banjarnegara memiliki ketinggian

wilayah tempat pada masing-masing wilayah umumnya tidak sama yaitu antara

40-2.300 meter dpl dengan perincian kurang dari 100 meter (9,82%), antara 100-

Page 41: [2] - repo.apmd.ac.id

[43]

500 meter (28,74%) dan lebih dari 1000 (24,40%). Menurut kemiringan tanahnya

maka 24,61% dari luas wilayah mempunyai kemiringan 0-15% dan 45,04 dari

luas wilayah mempunyai kemiringan antara 15-40% sedangkan yang 30,35% dari

luas wilayahnya mempunyai kemiringan lebih dari 40%.

Sebagai daerah yang sebagian besar (lebih kurang 60%) berbentuk

pegunungan dan perbukitan, terdapat sungai yang besar yaitu Sungai Serayu

dengan anak-anak sungainya: Kali Tulis, Kali Merawu, Kali Pekacangan, Kali

Gintung dan Kali Sapi. Dimanfaatkan sebagai sumber pengairan yang dapat

mengairi areal sawah seluas 9.813,88 hektar, rata-rata bulan basah pada umumnya

lebih banyak dari bulan kering dengan curah hujan rata-rata 3.000

milimeter/tahun, sedangkan temperatur daerah rata-rata 20-26 C.

Menurut jenis tanah yang berada di Kabupaten Banjarnegara dibagi menjadi

4, yakni:

1. 66,25% : tanah latosol

2. 11,72% : tanah grumosol

3. 14,5% : tanah andosol

4. 7,53% : tanah lainnya

Dalam pembagian wilayah berdasarkan jenis tanahnya adalah sebagai berikut:

1. Tanah Alluvial : Batur, Karangkobar, Pwj Klampok & Wanadadi.

2. Tanah Latosol : Susukan, Pwj Klampok, Purwonegoro, Wanadadi, Rakit,

Bawang, Sigaluh, Madukara, Banjarnegara, Wanayasa, Pejawaran &

Pagentan.

Page 42: [2] - repo.apmd.ac.id

[44]

3. Tanah Andosol : Kalibening, Wanayasa, Pejawaran & Batur.

4. Tanah Grumosol : Purwonegoro, Mandiraja, Kalibening, Karangkobar,

Pagentan & Banjarnegara.

5. Tanah Organosol : Batur.

6. Tanah Litosol : Banjarnegara & Punggelan.

Dari keadaan geologisnya pada umumnya terlihat struktur batuan yang ada di

Kab. Banjarnegara adalah struktur batuan berbentuk lapisan dengan kondisi

batuan mudah longsor dan banyak sesar/patahan terutama di wilayah bagian utara

sehingga cukup membahayakan bangunan fisik/prasarana.

Untuk batas-batas wilayah Kabupaten Banjarnegara meliputi:

1. Sebelah Utara : Kab. Pekalongan dan Kab. Batang

2. Sebelah Timur : Kab. Wonosobo

3. Sebelah Selatan : Kab. Kebumen

4. Sebelah Barat : Kab. Purbalingga dan Kab. Banyumas

Gambaran umum wilayah Kabupaten Banjarnegara terdiri dari 3 Zona yaitu :

1. Zona Utara, merupakan wilayah pegunungan yang lebih di kenal dengan

pegunungan Kendeng Utara, rona alamnya bergunung berbukit,

bergelombang dan curam. Potensi utamanya adalah sayur mayur, kentang,

kobis, jamur, teh, jagung, kayu, getah pinus, sapi kereman, kambing dan

domba.Juga pariwisata dan tenaga listrik panas bumi di dataran tinggi

Dieng.

Page 43: [2] - repo.apmd.ac.id

[45]

2. Zona Tengah, merupakan dataran lembah sungai Serayu. Rona alamnya

relatif datar dan subur. Potensi utamanya adalah padi, palawija, buah-

buahan, ikan, home industri, PLTA Mrica, keramik dan anyam-anyaman

bambu.

3. Zona Selatan, merupakan pegunungan kapur dengan nama pegunungan

Serayu Selatan. Rona alamnya bergunung, bergelombang dan curam.

Potensi utamanya adalah ketela pohon, gula kelapa, bambu, getah pinus,

damar dan bahan mineral meliputi: marmer, pasir kwarsa, feld spart, asbes,

andesit, pasir dan kerikil. Buah-buahan: duku, manggis, durian, rambutan,

pisang dan jambu.

6. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab. Banjarnegara

BPBD atau Badan Penanggulangan Bencana Daerah adalah lembaga

pemerintah non-departemen yang melaksanakan tugas penanggulangan bencana di

daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada

kebijakan yang ditetapkan oleh BNPB (Badan Nasional Penanggulangan

Bencana). BPBD dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008

menggantikan Satuan Koordinasi Pelaksana Penanganan Bencana (Satkorlak)

ditingkat provinsi dan Satuan Pelaksana Penanganan Bencana (Satlak PB)

ditingkat Kabupaten/Kota, yang keduanya dibentuk berdasarkan peraturan

Presiden Nomor 83 tahun 2005. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

dirancang untuk penanggulangan bencana secara menyeluruh yang merupakan

perubahan dari pendekatan konvensional yaitu tanggap darurat menuju perspektif

Page 44: [2] - repo.apmd.ac.id

[46]

baru. Perspektif ini memberi penekanan merata pada semua aspek

penanggulangan bencana dan berfokus pada pengurangan risiko.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten. Banjarnegara dibentuk

berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 11 Tahun 2011

tentang Organisasi dan Tatakerja Lembaga Teknis Daerah Kabupaten

Banjarnegara (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2008 Nomor 17

seri D Nomor 4, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor

109), sedangkan berdasarkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah Pemerintah Kabupaten Banjarnegara telah menindaklanjuti

dengan Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 2 Tahun 2016 tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten

Banjarnegara Tahun 2016 Nomor 10) merupakan hasil penataan SOTK baru)

dimana BPBD tertuang pada Bab. VI Ketentuan Lain-Lain pada Pasal 117 terdiri

dari :

1) Ketentuan mengenai Perangkat Daerah yang menyelenggarakan sub

urusan bencana diatur sesuai dengan Peraturan Per UU an mengenai

penanggulangan bencana..

2) Perda mengenai pembentuakn fungsi, tugas, struktur organisasi dan

tata kerja perangkat daerah yang menyelenggarakan sub urusan

bencana diteapkan dengan berpedoman pada peraturan Menteri.

Page 45: [2] - repo.apmd.ac.id

[47]

3) Anggaran penyelenggara Urusan Pemerintahan di Bidang

Kebencanaan sebagaimana dimaksud pada pasal 117 dibebankan pada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sampai dengan peraturan

perundang-undangan mengenai pelaksanaan Urusan Pemerintahan

Umum diundangkan.

Berdasarkan ketentuan tersebut diatas Badan Penanggulangan Bencana

Daerah Kabupaten. Banjarnegara masih merupakan sebuah lembaga eselon III dan

Pelaksanaan Tupoksi masih mengacu atau berpedoman pada Peraturan Daerah

Kabupaten Banjarnegara Nomor 893 Tahun 2011 tentang Penjabaran Tugas

Pokok, Fungsi dan tata kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten

Banjarnegara.

Berdasarkan Peraturan Daerah dimaksud, BPBD Kabupaten. Banjarnegara

mempunyai tugas:

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan

bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat,

rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan merata.

b. Menetapan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan

penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang undangan.

c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana

d. Menyusun dan menetapka prosedur tetap (Protap) penananganan

bencana

e. Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana

f. Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Bupati

Page 46: [2] - repo.apmd.ac.id

[48]

sekali dalam kondisi norman dan setiap saat dalam kondisi darurat

bencana.

g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang

h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupatn

Banjarnegara, Anggaran Propinsi Jawa Tengah, Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN) dan dari pihak lain.

i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang

undangan.

Untuk melaksanakan tugas pokok tersebut, BPBD memiliki fungsi sebagai

berikut:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan

penanganan pengungsi dengan bertindak cepat, dan tepat, efektif dan

efisien

b. Pengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana

secara terencana,terpadu, dan menyeluruh.

BPBD Kabupaten Banjarnegara dipimpin oleh Kepala BPBD yang

secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah. Untuk melaksanakan

tugas sehari hari ditunjuk Kepala Pelaksana uyang berada dibawah dan

bertanggungjawab kepada Bupati.