PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU …repo.apmd.ac.id/1037/1/PENYELENGGARAAN...
Transcript of PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU …repo.apmd.ac.id/1037/1/PENYELENGGARAAN...
i
PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DI
KANTOR P2TSP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TESIS
Diajukan Guna Memenuhi Sebagaian Syarat Untuk Mencapai Derajat
Magister Pada Program StudiI lmu Pemerintahan
Konsentrasi Pemerintahan Daerah
Disusun oleh :
FERNANDITA FATIMA MADEIRA REIS LEMOS
16610062
PROGRAM MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI PEMBANGUNAN MASYARAKAT DESA “APMD”
YOGYAKARTA
2019
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………........................... I
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................................
INTISARI ........................................................................................................................
ABSTRACT ....................................................................................................................
ii
iii
vi
BAB I PENDAHULUAN DIY …..………………………………………………... 1
A. Latar Belakang Masalah .……………………………………………... 1
B. Fokus Penelitian .……………………………………………………... 11
C. Rumusan Masalah …………………………………………………..... 11
D.
E.
F.
Tujuan Penelitian ..…………………………………………………....
Manfaat Penelitian .…………………………………………………...
Kerangka Konseptual ............................................................................
12
12
13
F.1. Reformasi Birokrasi ....................................................................... 13
F.2. Pelayanan Publik ............................................................................ 16
G. Kerangka Berpikir (Framework) Penelitian .......................................... 39
H. Metode Penelitian ……………………………………………………. 41
BAB II PROFIL KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU
PINTU (KP2TSP) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA ..…………
46
A. Selayang Pandang KP2TSP DIY ..........……………………………… 44
B. Visi, Misi dan Tujuan ............................................................................ 48
ix
C. Tujuan dan Sasaran Jangka Menengah KP2TSP .................................. 49
D. Struktur Organisasi ............................................................................... 50
E. Komposisi Kepegawaian …................................................................... 51
F. Tugas dan Fungsi KP2TSP DIY …....………………………............... 56
G. Sarana dan Prasarana KP2TSP DIY ..................................................... 61
BAB III ANALISIS TENTANG PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU
PINTU …........................................................................................................
62
A. Pelaksanaan Pelayanan Perizinan ......................................................... 62
B. Kendala atau Hambatan dalam Pelayanan Perizinan di KP2TSP DIY
…..……………………………….................................................
90
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………………. 94
1. Kesimpulan .............………………………………………………….. 94
2. Saran ..………..……………………………………………………….. 95
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 97
INTERVIEW GUIDE ..................................................................................................... 102
LAMPIRAN-LAMPIRAN ….......................................................................................... 103
INTISARI
Tesis ini membahas tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu di Kantor P2TSP DIY. KP2TSP DIY adalah satuan kerja di Pemerintah Daerah DIY
yang memiliki tugas untuk melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan
administrasi di bidang perizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi,
singkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian. KP2PTSP DIY dibentuk berdasarkan
pada Perda No. 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY. Pembentukan
Kantor P2TSP DIY ini merupakan wujud dari komitmen Pemerintah Daerah DIY untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal serta menciptakan iklim
investasi yang kondusif dalam memberi pelayanan dan kepastian berusaha bagi investor serta
kepuasan masyarakat. Meskipun ada investastor yang merasa masih kurang responsif,
informatif dan Birokratis dalam pelayanan. Kualitas pelayanan perizinan yang diberikan
kepada masyarakat harus bisa terukur agar dapat terindetifikasi sejauh mana pelayanan
tersebut diterima oleh masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan perizinan maka
diperlukan upaya perbaikan yang dilakukan secara terus menerus berdasarkan hasil
pengukuran yang dapat dipertanggunjawabkan. Oleh karena itu penulis melakukan penelitian
mengenai bagaimanakah Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan di Kantor P2TSP DIY? dan
Hambatan apa sajakah yang ditemui dalam Pelayanan Perizinan di Kantor P2TSP DIY?
Metode dalam penelitian ini mengacu jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Sedangkan
informan dalam penelitian ini adalah Kepala Kantor P2TSP DIY, Kepala Seksi Pelayanan,
Kepala Seksi Pengembangan Data dan Sistem Informasi, Kepala Seksi Pengawasan dan
Pengaduan, Staf dan konsumen pemohon izin. Untuk menganalisis data menggunakan teknik
analisis deskriptif kualitatif dengan model analisis interaktif, yaitu analisis yang bergerak
dalam empat komponen, yaitu; pengumpulan data, reduksi data, analisis data, penarikan
kesimpulan atau verifikasi.
Berdasrkan hasil temuan penelitian, Karakteristik yang menjadi panduan dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di KP2TSP DIY adalah : 1.
Ketepatan Waktu; untuk membuat proyeksi yang realistis terhadap kapasitas pemberian
layanan yang dapat memproses berbagai aplikasi perizinan sekaligus satu waktu, 2. Informasi
yang Akurat dan Transparan; dimulai dengan memberikan informasi yang jelas dan akurat
kepada pelanggan tentang status hukum perizinan, konsekuensi hukum dari perizinan
tersebut, besarnya biaya pengurusan, syarat-syarat untuk memperoleh izin, serta prosedurnya,
3. Retribusi ; Keterangan yang jelas mengenai pajak / retribusi yang berlaku bagi pengurusan
perizinan yang diterapkan secara konsisten, 4. Evaluasi Berkas dan Tinjauan Lapangan ; Hal
ini menjadi penting khususnya untuk perizinan yang membutuhkan verifikasi lapangan yang
hasilnya akan mempengaruhi proses penilaian kelayakan persyaratan bagi penerbitan
perizinan, 5. Dokumentasi dan Pengarsipan ; Proses pengarsipan dilakukan dengan
penyusunan rekapitulasi secara sistematis tentang izin yang telah terbit, data izin terbit
diinput ke dalam database dan berkas disimpan secara teratur sesuai standar kearsipan, 6.
Layanan Simpati ; Pelayanan terpadu yang efektif memiliki kapasitas untuk memberikan
layanan yang membantu dan ramah, pelayanan yang demikian dapat mendorong masyarakat
untuk menggunakan layanan yang disediakan pelayanan terpadu dan 7. Mekanisme
Pengaduan ; Pelayanan terpadu yang ideal harus memiliki mekanisme pengaduan yang
efektif, mekanisme pengaduan secara langsung yang dapat dilakukan pelanggan kapan saja
sebaiknya ditanggapi oleh staf pelayanan terpadu.
Kata Kunci : Pelayanan Perizinan,Terpadu
ABSTRACT
This thesis discusses the Implementation of One Stop Integrated Licensing Services
in DIY P2TSP Office. KP2TSP DIY is a work unit in the Regional Government of DIY that
has the task to carry out coordination and carry out administrative services in the field of
licensing in an integrated manner with the principles of coordination, integration,
synchronization, simplification, security and certainty. KP2PTSP DIY was formed based on
Perda No. 3 of 2015 concerning the Regional Government Institutions of DIY. The
establishment of DIY P2TSP Office is a manifestation of the commitment of the Regional
Government of DIY to provide maximum services to the community and create a conducive
investment climate in providing services and business certainty for investors and community
satisfaction. Even though there are investors who feel they are still not responsive,
informative and bureaucratic in service. The quality of licensing services provided to the
community must be measurable in order to be able to identify the extent to which the service
is received by the community. To improve the quality of licensing services, continuous
improvement efforts are needed based on the results of measurements that can be accounted
for. Therefore, the authors conducted research on how the Implementation of Licensing
Services in P2TSP DIY Office? and What are the obstacles encountered in the Licensing
Services at P2TSP DIY Office
The method in this study refers to the type of descriptive qualitative research with
data collection techniques using observation, interviews and documentation. While the
informants in this study were the Head of DIY P2TSP Office, Head of Service Section, Head
of Data and Information System Development Section, Head of Supervision and Complaints
Section, Staff and consumers who applied for licenses. To analyze data using descriptive
qualitative analysis techniques with interactive analysis models, namely analysis that moves
in four components, namely; data collection, data reduction, data analysis, drawing
conclusions or verification
Based on the research findings, the Characteristics that guide the Operation of the
One-Stop Integrated Licensing Service at DIY KP2TSP are: 1. Timeliness; to make realistic
projections of service delivery capacity that can process various licensing applications at one
time, 2. Accurate and Transparent Information; starts by providing clear and accurate
information to customers about the legal status of the permit, the legal consequences of the
permit, the amount of the maintenance fee and the conditions for obtaining permits and
procedures, 3. Retribution; A clear description of the tax / levy that applies to licensing that is
applied consistently, 4. File Evaluation and Field Review; This is especially important for
permits that require field verification, the results of which will affect the eligibility
assessment process for licensing issuance, 5. Documentation and Archiving; The archiving
process is carried out by compiling a systematic recapitulation of the licenses that have been
issued, the data of the issuance permits is inputted into the database and the files are stored
regularly according to the archival standards, 6. Simpati Service; Effective integrated services
have the capacity to provide services that are helpful and friendly, such services can
encourage the public to use services provided by integrated services and 7. Complaints
Mechanisms; The ideal integrated service must have an effective grievance mechanism, a
direct grievance mechanism that customers can do at any time should be responded to by
integrated service staff
Keywords: Integrated Licensing, Service
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah (Pemda). Undang-Undang tersebut memberi kerangka
dasar bagi pemerintah pusat dalam melakukan pengaturan terhadap Pemda di
Indonesia. Dengan adanya aturan tersebut, maka penataan organisasi terhadap
berbagai elemen yang berkaitan dengan pemerintah daerah sebagai manifestasi
dari otonomi daerah menjadi suatu yang tak bisa dihindari untuk merubah
paradigma lama yang sentralistik menuju ke arah yang lebih desentralistik.
Penataan organisasi daerah tersebut telah tertuang dalam Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah. Kebijakan penataan ini lebih diarahkan pada upaya rightsizing, yaitu
upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang diarahkan untuk
mengembangkan organisasi yang lebih proporsional, datar, hierarki yang
pendek, dan kewenangan yang terdesentralisasi. Sehingga tujuan utama dari
penataan tersebut adalah untuk memberdayakan Pemda agar mampu
menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara ekonomis, efektif, efisien, dan
akuntabel (URDI, 2000).
Selaras dengan tujuan di atas, desentralisasi atau otonomi daerah telah
memberi peluang bagi pemerintah daerah dengan kewenangan yang dimilikinya
berusaha memperkuat pelayanan publik yang berpihak pada kepentingan umum.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan Soenarto (Bulletin Pengawasan, 2001)
2
bahwa dengan adanya otonomi daerah telah memindahkan sebagian besar
kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah
otonom, sehingga daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan
masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Dengan otonomi daerah, pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan dapat berjalan lebih cepat dan berkualitas. Keberhasilan
pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan
daerah, sumberdaya manusia yang dimiliki, serta kemampuan daerah untuk
mengembangkan potensi yang ada. Oleh karena itu, daerah dengan segenap
kemampuan yang ada, berusaha sekuat tenaga untuk menggali potensi
ekonominya secara maksimal. Salah satu potensi ekonomi yang menjadi
prioritas bagi pemasukan daerah adalah berasal dari pelayanan perizinan.
Dalam hal pelayanan perizinan, pemerintah pusat telah membuat
pedoman bagi penyelenggaraan pelayanan publik (terutama perizinan) yang
berorientasi pada masyarakat. Pemerintah pusat melalui Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara berinisiatif melakukan regulasi dengan
menerbitkan tiga Keputusan Menteri (Kepmen) dan dua Peraturan Menteri yang
merupakan dasar hukum untuk dijadikan pedoman oleh pemerintah daerah
dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Pertama, Keputusan MENPAN
Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Kedua, Keputusan MENPAN Nomor Kep/25/M.PAN/2/2004
tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Unit
Pelayanan Instansi Pemerintah. Ketiga, Keputusan MENPAN Nomor
3
Kep/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas.
Keempat Peraturan MENPAN Nomor PER/20/M.PAN/04/2006 tentang
Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik (SPP). Kelima Peraturan
Meneg-PAN Nomor PER/05.M.PAN/4/2009 tentang Pedoman Umum
Penanganan Pengaduan Masyarakat Bagi Instansi Pemerintah. Dalam
Penyelenggaraan Pelayanan Publik Selain regulasi dari Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara, ada juga Kebijakan yang berkaitan dengan
pelayanan publik. Pertama Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal. Kedua Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang
Pelayanan Publik. Ketiga Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah. Keempat Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007
Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Kelima Peraturan Presiden Nomor 27
Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang Penanaman Modal.
Keenam Peraturan Kepala BKPM Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan
Pelayanan Penanaman Modal di Daerah Ketujuh Surat Edaran Bersama Menteri
Dalam Negeri, Menteri Negara PAN-RB dan Kepala BKPM Nomor :
570/3727/A/SJ, SE/08/M.PAN-RB/S/2016 Tahun 2016 Tentang Sinkronisasi
Pelaksanaan Pelayanan Penanaman Modal di Daerah.
Regulasi tersebut disusun dalam paradigma dimana sebagian besar
urusan pemerintah dalam pelayanan publik menjadi kewenangan daerah,
sehingga keputusan-keputusan tersebut menjadi pedoman bagi penyusunan
pelayanan sesuai dengan kemampuan daerah. Ini berarti pemerintah daerah
dapat menetapkan sistem dan pola pelayanan publik yang disesuaikan dengan
4
keadaan dan kebutuhan daerah, sehingga dapat memberikan pelayanan kepada
publik dengan kualitas yang lebih baik (Sahetapy, 2004;7).
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009, maka daerah
diberikan kewenangan untuk meningkatkan tugas pemerintah salah satunya ialah
melayani masyarakat. Dengan diwujudkan optimalisasi pelayanan maka tidaklah
sulit untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kenapa Demikian? karena
dapat kita lihat bahwa menurut kajian yang telah dilakukan oleh Worldbank
dalam menetapkan indikator untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sebagai berikut : Membentuk lembaga Promosi Investasi, Menciptakan Strategi
Promosi Investasi, Membangun Kemitraan yang efektif, Memperkuat citra
Daerah yang kondusif, Melihat dan membangkitkan peluang investasi, Aspek
pelayanan publik kepada investor , Monitoring dan evaluasi aktifitas investasi
dan Pemanfaatan teknologi informasi.
Berdasarkan kebijakan di atas, beberapa pemerintah daerah melakukan
berbagai pembenahan dan terobosan inovatif dalam melakukan reformasi
pelayanan yang terkait dengan perizinan. Upaya reformasi pelayanan perizinan
yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak hanya berusaha untuk
meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan juga sebagai
tanggungjawab untuk melindungi masyarakatnya terhadap eksternalitas negatif
dari aktifitas sosial ekonomi. Sebab dengan adanya pelayanan perizinan yang
baik, maka akan tercipta lingkungan sosial ekonomi yang kondusif.
Suhirman (2002;9) mengatakan bahwa perizinan merupakan hakekatnya
instrumen kebijakan pemerintah untuk melakukan pengendalian atas
5
eksternalitas negatif yang mungkin ditimbulkan oleh aktifitas sosial maupun
ekonomi. Perizinan juga merupakan instrumen untuk alokasi barang publik saja
secara efisien, adil, mencegah asimetri informasi, dan perlindungan hukum atas
kepemilikan atau penyelenggaraan kegiatan. Sebagai instrumen pengendalian,
perizinan memerlukan rasionalitas yang jelas dan tertuang dalam bentuk
kebijakan pemerintah sebagai sebuah acuan. Tanpa rasionalitas dan desain
kebijakan yang jelas, maka perizinan akan kehilangan maknanya sebagai
instrumen untuk membela kepentingan masyarakat atas tindakan yang
berdasarkan pada kepentingan individu.
Namun dalam realitasnya, sejak otonomi daerah dilaksanakan, perbaikan
terhadap kinerja pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik yang
terkait dengan perizinan masih dirasakan belum adanya perubahan ke arah yang
lebih baik. Hal ini diperkuat dengan hasil survei REDI dengan PEG-USAID dan
TAF (The Asia Fondation) 2002 terhadap seribu empat belas pengusaha di dua
belas provinsi yang ada di Indonesia menunjukkan bahwa selama penerapan
otonomi daerah ternyata belum memberikan perbaikan yang signifikan pada
iklim usaha di daerah. Bahkan di beberapa daerah, kondisi iklim usaha
cenderung memburuk. Menurut Indra N. Fauzi (2003;7) terdapat tiga aspek
masalah yang menyebabkan belum maksimalnya pelayanan perizinan.
Pertama, aspek birokrasi perizinan tidak transparan dan biaya tinggi.
Dalam hal transparansi biaya pengurusan perizinan usaha, lima puluh delapan
persen (58%) responden menyatakan masih belum transparan. Sedangkan dua
puluh satu koma tujuh persen (21,7%) responden yang menyatakan biaya
6
pengurusan izin saat ini sudah lebih transparan. Kurangnya transparansi biaya
dalam pengurusan izin merupakan salah satu faktor yang menyebabkan pelaku
usaha harus membayar izin usaha lebih besar dari yang seharusnya.
Kedua, aspek pungutan liar. Pelaku pungutan liar setelah otonomi daerah
ini makin bervariasi dengan modus yang bermacam-macam, sehingga
membebani para pengusaha. Hasil analisis terhadap aspek pungutan berupa
pajak dan retribusi 21 daerah menunjukkan lima puluh dua persen (52%)
responden menyatakan membebani pengusaha.
Ketiga, aspek orientasi dan arah kebijakan pemerintah daerah. Pada
aspek orientasi dan arah Pemda, sebagian responden mempunyai persepsi yang
negatif terhadap hal tersebut, lima puluh tiga persen (53%) responden
menyatakan bahwa saat ini Pemda lebih berorientasi pada peningkatan PAD.
Selain ketiga aspek di atas, pelayanan publik juga diperparah dengan
adanya kelemahan dari birokrasi pemerintah dalam melaksanakan fungsi
pelayanannya. Sebagaimana yang dikemukakan Mohammad Ismail (dalam
Sudrajat, 2006) bahwa di Indonesia terdapat berbagai kelemahan birokrasi di
dalam memberikan pelayanan publik, antara lain:
a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi hampir disetiap tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai
dengan tingkatan pertanggungjawaban instansi. Respon terhadap berbagai
keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau
bahkan diabaikan sama sekali.
7
b. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan
kepada masyarakat sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
c. Kurang aksesibel. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang
memerlukan pelayanan tersebut.
d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan
lainnya sangat kurang terkoordinasi. Akibatnya sering terjadi tumpang
tindih atau pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan
instansi pelayanan yang lain. Hasil penelitian yang dilakukan Rustiani 22
(2001) menunjukkan bahwa persoalan tumpang tindih muncul dalam soal
persyaratan perizinan.
Tabel 1.1.
Persyaratan Perizinan yang Tumpang Tindih
TDP TDUP SIUP SIUK IUUG/HO
Akta
pendirian
perusahaan
Akta
pendirian
perusahaan
Akta pendirian
perusahaan
Akta
pendirian
perusahaan
Akta pendirian
perusahaan
KTP KTP KTP KTP KTP
SK
pengesahan
akta
SK
pengesahan
akta
SK
pengesahan
akta
Daftar
riwayat
hidup
IMB, site plan,
denah dan situasi
SIUP/SIUK Neraca
Perusahaan
TDUP FS/Proposal Sertifikat tanah
NPWP NPWP NPWP NPWP NPWP
Ada biaya Tanpa biaya SITU/IUU G IUUG/HO Pernyataan Tetangga
- - Tanpa biaya Tanpa
biaya
Bukti pelunasan
PBB
- - - - AMDAL (jika dibutuhkan) Ada
biaya
Sumber: Rustiani, 2001
8
e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perizinan) pada umumnya
dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level. Sehingga
penyelesaian pelayanan terlalu lama. Berkaitan dengan penyelesaian
masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk
dapat menyelesaikan masalah sangat kecil. Dilain pihak kemungkinan
masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan dalam
rangka penyelesaian masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan juga
sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu
yang lama untuk penyelesaian. Hal ini diperkuat dengan penelitian yang
dilakukan Rustiani (2001) yang mengemukakan bahwa perizinan sangat
birokratis dan inkonsistensi terkait biaya dan waktu dalam penyelesaian
pengurusan perizinan. Hal ini dapat dilihat dalam tabel 1.2
Tabel 1.2.
Perbandingan Biaya dan Waktu Berdasarkan Peraturan dan Kenyataan
Jenis Izin Biaya Waktu (Hari)
Peraturan Kenyataan Peraturan Kenyataan
TDP PT 100
Kop 5
CV 25
Firma 25
PO 10
BPL 50
Asing 250
0 - 100 07 1 -90
TDI 0 0 - 750 14 2 - 30
SIUP 0 0 – 1.000 5 1 - 90
IUI 0 1.000 14 30 - 90
MD 0 0 - 300 90 30 - 90
Sumber: Rustiani, 2001
9
f. Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya
aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar
keluhan/saran/aspirasi dari masyarakat pengguna layanan. Akibatnya,
pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu
ke waktu.
g. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan dalam pelayanan
(khususnya dalam pelayanan perizinan) seringkali tidak relevan dengan
pelayanan yang diberikan. Berdasarkan tabel 1.1. dan tabel 1.2. di atas,
menunjukkan bahwa banyak di antara syarat-syarat tersebut kurang atau
bahkan tidak relevan dengan kegiatan usaha, sehingga pelayanan menjadi
tidak efisien.
Idealnya, kebijakan perizinan harusnya diarahkan untuk memperbaiki
kelembagaan, perilaku birokrat, dan prosedur yang memungkinkan terciptanya
iklim usaha yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Menurut
Fahmi Radhi (Kedaulatan Rakyat, 2 Agustus 2006) upaya untuk menerapkan
kebijakan perizinan yang memungkinkan terciptanya iklim usaha yang kondusif
harus dilakukan dengan menerapkan kebijakan Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
dan One Stop Service (OSS).
Sejak otonomi daerah, beberapa daerah telah menata ulang kebijakan
perizinan dengan kebijakan UPT yang dikenal dengan Pelayanan Satu Atap.
Pada dasarnya tidak ada perubahan berarti dengan UPT, dalam pengurusan izin
usaha masih melibatkan berbagai dinas terkait. Perubahannya adalah berbagai
dinas terkait yang berwenang mengeluarkan izin ditempatkan di satu atap,
10
sehingga pelaku usaha atau masyarakat tidak perlu bolak balik mendatangi
beberapa dinas terkait yang sebelumnya terpisah tempatnya. Upaya lain yang
bisa diterapkan dalam kebijakan perizinan adalah dengan menerapkan OSS. OSS
agak berbeda dengan UPT yang masih melibatkan beberapa dinas terkait. OSS
hanya melibatkan satu dinas saja, misalnya dengan membentuk Dinas Perizinan
yang berwenang memproses dan memberikan izin usaha. Penerapan OSS ini
dapat lebih menyederhanakan prosedur pemberian izin dan mempercepat proses
perizinan usaha.
Pelayanan Terpadu Satu Pintu adalah Penyelenggaraan Perizinan dan non
Perizinan berdasarkan pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga
atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang
proses pengelolaannya dimulai dari tahap terbitnya izin dokumen, dilakukan
secara terpadu dalam satu tempat. Pelayanan perizinan dengan sistem terpadu
satu pintu (One Stop Service) ini membuat waktu pengurusan izin menjadi lebih
singkat. Pasalnya dengan pengurusan administrasi berbasis teknologi informasi,
input data cukup dilakukan sekali dan administrasi bisa dilakukan simultan.
Tujuannya adalah meningkatkan kualitas pelayanan publik yang cepat, murah,
mudah, transparan, pasti dan terjangkau, disamping untuk meningkatkan hak-
hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Pemerintah Daerah Daerah
Istimewa Yogyakarta telah melakukan pembenahan organisasi perizinan dengan
menyusun langkah-langkah strategis untuk melakukan reformasi pelayanan
11
perizinan yang semula UPT menjadi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu.
Berdasarkan masalah-masalah yang berhasil diidentifikasikan, maka
kaitan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pelaksanaan tentang
“Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kantor
P2TSP DIY” dan Kendala apa sajakah yang dihadapi dalam Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kantor P2TSP DIY”.
B. Fokus Penelitian
Untuk mempermudah penulis dalam menganalisis hasil penelitian, maka
Penelitian ini difokuskan pada Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu untuk
Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik Bidang Pelayanan Perizinan di Kantor P2TSP
DIY Melalui:
1. Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dalam Hal ini Bidang
Pelayanan Perizinan di Kantor P2TSP DIY.
2. Kendala-kendala apa saja yang menjadi penghambat dalam melaksanakan
Pelayanan Perizinan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(KP2TSP) DIY.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada Latar Belakang Penelitian, dapat
diidentifikasikan masalah-masalah yang berkaitan dengan Penyelenggaraan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Kantor P2TSP DIY, Semua masalah
12
yang teridentifikasi merupakan faktor-faktor penting yang berdampak pada
Kualitas Pelayanan Publik di Bidang Pelayanan Perizinan pada Kantor P2TSP
DIY, yaitu :
1. Bagaimanakah Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di
Kantor P2TSP DIY?
2. Hambatan apa sajakah dalam Pelayanan Perizinan di Kantor P2TSP DIY?
D. Tujuan Penelitian
Adapun Tujuan Penelitian adalah sebagai berikut :
1. Untuk mendiskripsikan tentang penyelenggaraan pelayanan perizinan di
Kantor P2TSP DIY.
2. Untuk mengetahui kesenjangan antara kualitas pelayanan perizinan yang
diterima dibandingkan dengan kualitas pelayanan yang dianggap penting
oleh masyarakat pemohon izin di Kantor P2TSP DIY.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang dilakukan yaitu :
1. Manfaat Teoritis. Untuk memberikan kontribusi tentang penyelenggaraan
pelayanan perizinan di Kantor P2TSP.
2. Manfaat Praktisnya. Untuk Memberikan sumbangan pemikiran bagi ilmu
pengetahuan sosial terutama tentang kualitas pelayanan perizinan pada
Kantor P2TSP DIY.
13
F. Kerangka Konseptual
F.1. Reformasi Birokrasi
Di Indonesia reformasi birokrasi merupakan bagian dari tuntutan
reformasi secara total yang meliputi aspek politik, ekonomi dan sosial.
Reformasi Birokrasi sendiri menurut Khan (1981) dalam bukunya Warsito
Utomo mendefinisikan reformasi sebagai usaha melakukan perubahan-
perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah
struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.
Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses
untuk mengubah proses dan prosedur birokrasi publik dan sikap serta
tingkah laku birokrat untuk mencapai efektifitas birokrasi dan tujuan
pembangunan nasional yang meliputi bebrapa aspek. Konsep Kualitas
Pelayanan Sektor Publik saat ini menjadi kata kunci untuk membangkitkan
kembali kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Dalam penelitian ini,
aspek birokrasi yang menjadi fokus penelitian adalah : aspek sumberdaya
manusia aparatur, aspek kelembagaan, dan aspek ketatalaksanaan.
Dalam bidang publik, konsep birokrasi dimaknai sebagai proses
dan sistem yang diciptakan secara rasional untuk menjamin mekanisme dan
sistem kerja yang teratur pasti dan mudah dikendalikan. Sedangkan dalam
dunia bisnis reformasi birokrasi diarahkan untuk efisiensi pemakaian
suberdaya dengan pencapaian output dan keuntungann optimum.
Istilah birokrasi berasal dari bahasa perancis, yaitu bereuw yang
berarti kantor atau meja tulis, dan kata yunani kratein yang berarti
14
mengatur. Dalam pengertian yang lebih luas, birokrasi diartikan sebagai
suatu tipe organisasi yang dimaksudkan untuk mencapai tugas – tugas
administratif dengan cara mengkoordinasi secara sistematis pekerjaan dari
banyak anggota organisasi. Orang – orang yang bekerja dalam organisasi
pemerintahan bekerja secara profesional.
Reformasi merupakan proses sistematis, terpadu, dan
komprehensif, ditujukan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik
(Good Governance): Sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien dengan menjaga
sinergi yang konstruktif diantara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Birokrasi merupakan sistem penyelengaraan pemerintahan yang
dijalankan pegawai negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Birokrasi adalah struktur organisasi yang digambarkan dengan hierarki yang
pejabatnya diangkat atau ditunjuk, garis tanggug jawab dan kewenangannya
diatur oleh peraturan yang diketahui (termasuk sebelumnya), dan justifikasi
setiap keputusan membutuhkan referensi untuk mengetahui kebijakan yang
pengesahannya ditentukan oleh pemberi mandat di luar struktur organisasi
itu sendiri. Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang, setiap jenjang
diduduki oleh pejabat yang ditunjuk/diangkat, disertai aturan tentang
kewenangan dan tanggung jawabnya, dan setiap kebijakan yang dibuat
harus diketahui oleh pemberi mandat. Pemberi mandat, pada sektor swasta
adalah para pemegang saham, pada sektor publik adalah rakyat.
15
Birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan
berdasarkan aturan, bagian, unsur, yang terdiri dari pakar yang terlatih.
Birokrasi organisasi yang memiliki pemusatan kewibawaan yang
menekankan unsur tata susila, pengetahuan teknis, dan tata cara impersonal.
Birokrasi juga berarti alat kontrol yang memiliki hierarki yang berbeda
dengan organisasi.
Wujud birokrasi berupa organisasi formal yang besar merupakan
ciri nyata masyarakat modern dan bertujuan menjalankan tugas
pemerintahan serta mencapai keterampilan dalam bidang kehidupan.
Konsep birokrasi pertama kali dikemukakan Vincent de Gournay
(1712-1759) ahli ekonomi, Jhon Stuart Mill dan Gaetano Mosca, kemudian
Max Weber, yang menyatakan ciri birokrasi :
1. Pembagian tugas menurut aturan dan tata cara formal.
2. Sistem peraturan, ditetapkan terlebih dahulu untuk segala tugas yang
dijalankan pegawai, untuk memastikan keseragaman pelaksanaan
tugas dan menyesuaikan berbagai tugas.
3. Kewajiban tersusun berdasarkan hierarki, seperti bawahan diawasi
atasan, hubungan subordinat ditentukan aturan tertentu.
4. Tata cara impersonal, seorang pegawai melaksanakan tugasnya
secara formal dan impersonal, artinya berdasarkan aturan tanpa
diikuti emosi, kemarahan/kegairahan.
16
5. Penentuan pegawai didasarkan kelayakan seseorang, dan tidak boleh
dihentikan sewenang-wenang, penghasilan dan kenaikan pangkat
ditetapkan organisasi kinerjanya.
Birokrasi menurut Weber adalah suatu tipe ideal, karena itu dalam
bentuk yang murni memang tak berwujud dalam suatu masyarakat, karena
organisasi formal yang terwujud dalam masyarakat hanya mendekati tipe
ideal dalam derajat berlainan satu sama lain. Ciri pokok dari struktur
birokrasi seperti yang diuraikan Max Weber (dikutip oleh Mas’ud Said
2007:3) tentang reformasi birokrasi adalah bahwa sistem administrasi rutin
yang dilakukan dengan keseragaman, diselenggarakan dengan cara-cara
tertentu, didasarkan aturan tertulis, oleh orang yang berkompeten
dibidangnya. Dengan pengertian yang hampir sama, maka birokrasi
diartikan sebagai sistem administrasi dan pelaksanaan tugas keseharian yang
terstruktur dalam sistem hierarki, yang dilakukan dengan aturan tertulis, dan
dilakukan oleh bagian tertentu yang terpisah dengan bagian lainnya, oleh
orang yang dipilih karena kemampuan dan keahlian dibidangnya.
F.2. Pelayanan Publik
Pengertian pelayanan publik secara umum dikemukakan oleh Roth
(1987) dalam Istianto (2011) sebagai suatu pelayanan yang disediakan untuk
kepentingan publik. Jika disediakan oleh pemerintah contohnya museum,
jika disediakan oleh swasta contohnya yaitu restoran (any service available
to the public whether provided publicity (as is a museum) or privately (as is
a reastaurant meal). Dengan penjelasan di atas sudah terlihat perbedaan
17
antara barang publik (museum) dan barang privat (restoran). Oleh sebab itu
untuk selanjutnya pelayanan publik yang akan dibahas pada penelitian ini
adalah pelayanan yang penyediaannya menjadi tanggung jawab pemerintah
(barang publik).
Ratminto dan Winarsih (2010) mendefinisikan pelayanan publik
atau pelayanan umum sebagai bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk
barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di
lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah,
dalam upaya Pelayanan publik (public service) oleh birokrasi publik adalah
salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat
disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik
dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat, pelayanan publik oleh
Lembaga Administrasi Negara (1998) diartikan sebagai bentuk kegiatan
pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dipusat, di
daerah dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara / Daerah dalam bentuk
barang dan jasa baik dalam rangka upaya kebutuhan masyarakat maupun
dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan per Undang-Undangan.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik pasal 1 ayat 1 pengertian pelayanan publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif
18
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara
pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi,
lembaga independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang untuk
kegiatan pelayanan publik dan badan hukum lain yang dibentuk semata-
mata untuk kegiatan pelayanan publik (pasal 1 ayat 2).
Penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur dalam
Undang-undang diatas pasal 4 berasaskan pada kepentingan umum,
kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban,
keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif,
keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok
rentan, ketepatan waktu dan kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan.
Pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama (Mahmudi, 2007), yaitu :
1. Pelayanan kebutuhan dasar
Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah meliputi
kesehatan, pendidikan dasar dan bahan kebutuhan pokok masyarakat.
2. Pelayanan umum
Pelayanan umum yang harus diberikan pemerintah terbagi dalam tiga
kelompok, yaitu:
a. Pelayanan administratif
Pelayanan administratif adalah pelayanan berupa penyediaan berbagai
bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pembuatan
Kartu Tanda Penduduk (KTP), sertifikat tanah, akta kelahiran, akta
19
kematian, Buku Pemilik Nomor Kendaraan Bermotor (BPKB), Ijin
Mendirikan Bangunan (IMB), Ijin Usaha Industri (IUI) dll.
b. Pelayanan barang
Pelayanan barang adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
barang yang menjadi kebutuhan publik, misalnya jaringan telepon,
penyediaan air bersih dan penyediaan tenaga listrik.
c. Pelayanan jasa
Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk
jasa yang dibutuhkan publik, misalnya pendidikan tinggi dan menengah,
penyelenggaraan transportasi, jasa pos, sanitasi lingkungan,
persampahan, drainase, jalan dan trotoar, penanggulangan bencana dan
pelayanan sosial. Wasistiono (2003) dalam Istianto (2011) menjelaskan
bahwa ada enam alasan mengapa pemerintah harus memahami dan
commited terhadap pentingnya manajemen pelayanan publik yaitu :
1. Instansi pemerintah pada umumnya menyelenggarakan kegiatan
yang bersifat monopoli sehingga tidak terdapat iklim kompetisi di
dalamnya. Padahal tanpa kompetisi tidak akan tercipta efisiensi dan
peningkatan kualitas.
2. Dalam menjalankan kegiatannya, aparatur pemerintah lebih
mengandalkan kewenangan daripada kekuatan pasar ataupun
kebutuhan konsumen.
3. Belum atau tidak diadakannya akuntabilitas terhadap kegiatan suatu
instansi pemerintah, baik akuntabilitas vertikal ke bawah, ke
20
samping maupun ke atas. Hal ini disebabkan karena belum adanya
tolak ukur kinerja setiap instansi pemerintah yang dibakukan secara
nasional berdasar standar yang dapat diterima secara umum.
4. Dalam aktivitasnya, aparat pemerintah seringkali terjebak pada
pandangan “etic”, yakni mengutamakan pandangan dan keinginan
mereka sendiri (birokrasi) daripada pandangan “emic” yakni
pandangan dari mereka yang menerima jasa layanan pemerintah.
5. Kesadaran anggota masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai
warga negara maupun konsumen masih relative rendah, sehingga
mereka cenderung menerima begitu saja layanan yang diberikan oleh
instansi pemerintah.
6. Penyelenggaraaan pemerintahan yang tidak demokratis dan
cenderung represif seperti yang selama ini dipraktekkan, selalu
berupaya menekan adanya control social dari masyarakat.
Islamy (2000) dalam Rohman, dkk (2010) mengemukakan bahwa
untuk mencapai sasaran dan tujuan tugas-tugas administrasi dalam
kepentingan publik maka tiap aparatur harus mengembangkan lima macam
prinsip pelayanan sebagai berikut :
1. Prinsip aksesibilitas. Pada hakikatnya setiap jenis pelayanan harus
dapat dijangkau pengguna layanan. Jarak tempat dan lokasi harus
benar-benar dapat diakses oleh masyarakat warga.
2. Prinsip kontinuitas. Setiap pelayanan selayaknya harus tersedia terus
menerus kepastian dan kejelasan bagi publik.
21
3. Prinsip teknikalitas. Pada level pelayanan tertentu, mekanisme dan
proses pelayanan harus ditangani oleh tenaga professional yang
memahami secara teknis yang berdasar pada sasaran ada kejelasan,
ketepatan, kemantapan sistem, prosedur dan instrumen pelayanan.
4. Prinsip profitabilitas. Proses pelayanan publik pada akhirnya harus
dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien, serta memberikan
keuntungan ekonomi dan sosial bagi pemerintah maupun bagi
masyarakat luas.
5. Prinsip akuntabilitas. Produk dan kualitas pelayanan yang telah
diberikan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
publik.
Selanjutnya Mahmudi (2007) menyebutkan adanya beberapa pola
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pola tersebut antara lain :
1. Pola fungsional
Pola pelayanan fungsional adalah pelayanan publik diberikan oleh
penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya.
Sebagai contoh, untuk pelayanan pajak akan ditangani oleh unit organisasi
yang berfungsi melakukan pemungutan pajak, misalnya KPPD (Kantor
Pelayanan Pajak Daerah).
2. Pola Terpusat
Pola pelayanan terpusat adalah pelayanan publik diberikan secara tunggal
oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari
penyelenggara terkait lainnya yang bersangkutan.
22
3. Pola Terpadu
Pola pelayanan terpadu terdiri atas dua bentuk, yaitu :
a. Terpadu satu atap
Pola pelayanan terpadu satu atap diselenggarakan dalam satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan
proses dan dilayani melalui beberapa pintu. Terhadap jenis pelayanan yang
sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatuatapkan.
b. Terpadu Satu Pintu
Pola pelayanan terpadu satu pintu diselenggarakan pada satu tempat yang
meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan
dilayani melalui satu pintu.
4. Pola gugus tugas
Pola pelayanan gugus tugas adalah pola pelayanan publik yang dalam hal
ini petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus
tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian
pelayanan tertentu.
Selain pola pelayanan sebagaimana tersebut di atas, instansi yang
melakukan pelayanan publik dapat mengembangkan pola penyelenggara
pelayanannya dalam rangka menemukan dan menciptakan inovasi
peningkatan pelayanan publik.
1.1. Konsep Kualitas Pelayanan Sektor Publik
Konsep Kualitas Pelayanan Sektor Publik Kualitas pelayanan pada
sektor publik saat ini menjadi kata kunci untuk membangkitkan kembali
23
kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Menurut Gaster (1996) ada tiga
argumen bagi pemerintah untuk mempromosikan kebijakan kualitas dalam
pelayanan publiknya. Pertama, kebijakan kualitas menguat di pemerintahan
lokal disebabkan adanya desakan dari eksternal. Kedua, kebijakan kualitas
akan memberikan kontribusi terhadap popularitas dan keberlangsungan dari
pemerintah lokal. Ketiga, Kebijakan kualitas dapat membawa pemerintah
lokal dan masyarakatnya lebih dekat dan fokus pada konsumen atau citizen
sehingga menjadi baseline bagi pelayanan publik dan nilai-nilai demokratik.
Secara definitif, kualitas pelayanan dimaknai sebagai fitness for
purpose atau fitness use dengan tujuan untuk mempertemukan kenyataan
dan harapan dari konsumen. Haywood-Farmer (Ghobadian,1994)
berpendapat bahwa organisasi pelayanan mempunyai kualitas yang tinggi
(high quality), jika ia dapat mempertemukan preferensi dan harapan
konsumen secara konsisten. Elemen kunci dalam mencapai hasil dari
kualitas pelayanan adalah dengan mengidentifikasi segala sesuatu yang
memenuhi persyaratan yang disesuaikan dengan harapan konsumen. Untuk
mampu mencapai kualitas pelayanan yang tinggi, maka ada tiga atribut
dasar yang harus dipenuhi, yaitu: Pertama, fasilitas fisik, proses, dan
prosedur pelayanan. Kedua, tingkah laku birokrat yang ramah dan
komunikatif. Ketiga, pertimbangan profesionalisme dalam memberikan
pelayanan.
Menurut Ghobadian (1994; 46-47), ada beberapa tantangan yang
muncul dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, yaitu; lack of
24
visibility, difficulties in assigning specific accountability, time requered to
improve service quality, and delivery uncertinties. Untuk mengatasi
tantangan ini, maka pemerintah perlu melakukan upaya peningkatan
pelayanan publik dengan memfokuskan diri pada konsumen,
memberdayakan front line staff, melatih dan memberikan motivasi pada
staf, serta mempunyai visi yang jelas tentang kualitas.
Di Indonesia, dengan adanya model demokrasi saat ini telah terjadi
perubahan kualitas pelayanan publik. Pemerintah daerah sebagai
representasi masyarakatnya, secara otonom dapat melayani secara langsung
kebutuhan masyarakatnya. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan
masyarakat, Pemerintah daerah dihadapkan pada tuntutan perubahan yang
menyangkut responsibilitas personal, isu-isu kualitas, orientasi pada
pengguna, orientasi pada hasil layanan, menjalankan mekanisme pasar,
orientasi ke budaya inovasi dan diversifikasi (Supriyono, 2002).
1.2. Reformasi Organisasi Sektor Publik
Brunsson dan Olsen dalam bukunya The Reforming Organization
(dalam 32 Amstrong,1997) mengemukakan bahwa reformasi organisasi
terjadi ketika gap antara kinerja organisasi dan harapan dapat diselaraskan
supaya menjadi lebih nyata dan reformasi harus dipahami sebagai “the idea
that, by making deliberate goal-directed choice between organizational
forms, new forms can be created, which improve and lead to better result”.
Secara spesifik Pollitt (2000) melihat reformasi organisasi dengan
merujuk pada perubahan institusi pemerintah dan prosedur yang
25
menegaskan pada satu atau lebih karakteristik yang diakui secara luas
dengan new public management (NPM) atau reinventing government.
Berangkat dari definisi di atas, kajian mengenai reformasi
organisasi mengalami pasang surut sesuai dengan perkembangan pemikiran
dalam ilmu administrasi publik. Perkembangan tersebut terjadi seiring
dengan adanya kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh administrator
publik (Muluk, 2006).
Menurut Antonius Tarigan (2003;29-30), perkembangan reformasi
organisasi publik telah mengalami transformasi dari model administrasi
publik klasik menuju model manajemen publik baru. Model administrasi
publik klasik terfokus pada interaksi dan kerjasama di dalam organisasi
pemerintah yang dibangun melalui hierarki. Model ini memberikan peran
besar kepada pemerintah, baik dalam merumuskan kebijakan maupun dalam
penyampaian pelayanan publik. Model administrasi publik klasik kemudian
disempurnakan oleh model manajemen publik baru. Model ini
menghadirkan pola organisasi yang lebih efisien, menciptakan fleksibilitas
organisasi, menghindari adanya standarisasi dalam organisasi,
mengembangkan pola pelayanan yang variatif, memperkuat 33
desentralisasi tanggungjawab kegiatan dan anggaran ketingkat yang paling
bawah, pergeseran pola manajemen dari sistem hierarki menuju sistem
contracting out dan memberikan perhatian pada membangun jaringan kerja
(networking) dengan organisasi lain di luar pemerintah.
26
1.3. Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Saat ini pelayanan perizinan sebagai salah satu bentuk pelayanan
publik menghadapi tantangan globalisasi. Semua negara berlomba-lomba
untuk memberikan pelayanan terbaik mereka agar kegiatan penanaman
modal dapat berjalan lancar dan dapat meningkat seiring pertambahan
tahun. Adanya penanaman modal ini merupakan salah satu instrumen dalam
rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional. Tidak
hanya antar negara, namun persaingan di dalam negeri bahkan antar daerah
juga berlomba-lomba untuk memberikan pelayanan terbaiknya. Hal ini
berkaitan dengan salah satu teori pelayanan publik yang dikemukakan
Istianto (2011) yaitu Pressure to be Competitive. Saat ini investor maupun
masyarakat umum menuntut agar pemberian layanan publik yang diberikan
oleh pemerintah harus bisa berdaya saing. Jika pelayanan perizinan yang
diberikan tidak memuaskan, maka dapat menyebabkan calon investor
enggan untuk menanamkan modalnya, atau bisa jadi investor yang sudah
menanamkan modalnya akan menarik usahanya di daerah lain yang
pengurusan izinnya lebih mudah. Bukan hanya investor saja, namun
masyarakat umum yang mengurus izin selain izin penanaman modal juga
malas mengurus izinnya. Hal ini akan berdampak pada penurunan investasi
serta timbulnya ketidakpercayaan masyarakat / publik terhadap pelayanan
yang diberikan.
Bank Dunia setiap tahunnya menerbitkan Ease of Doing Business
(EoDB/Kemudahan dalam berbisnis), yaitu sebuah indeks yang
27
menunjukkan kemudahan untuk berbisnis dan perlindungan atas hak milik.
Tahun 2018, Indonesia naik sebanyak 19 peringkat dibanding tahun
sebelumnya. EoDB Indonesia pada tahun ini tercatat di posisi ke-72
dibandingkan tahun lalu yang mencapai peringkat ke-91 dari 109 negara.
Adanya lompatan signifikan tersebut merupakan indikasi
pengakuan dunia bahwa pemerintah Indonesia serius melakukan reformasi
perekonomian. Bank Dunia menyebut Indonesia sebagai negara dengan
perbaikan terbesar sejak 2005 hingga 2018. Lonjakan ini merupakan kali
kedua berturut-turut, karena pada EoDB 2017 posisi Indonesia juga berhasil
melompat dari peringkat 109 menjadi 91. “Dengan demikian, dalam 2 tahun
terakhir posisi Indonesia telah naik 37 peringkat. Sebelum EoDB 2017
posisi Indonesia berkisaran antara peringkat ke-116-129,” hal ini
disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin
Nasution sewaktu menjadi pembicara pada acara Regional Investment
Forum (RIF) yang diadakan oleh BKPM RI.
Pemerintah pun berharap dengan kenaikan peringkat EoDB akan
mampu mendorong peningkatan jumlah Penanaman Modal Asing (PMA)
dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ke depan. Indikator
perhitungan EoDB diukur dari 10 indikator, yaitu starting a business
(memulai usaha), dealing with construction permits (izin mendirikan
bangunan), getting electricity (akses listrik), registering property
(pendaftaran properti), getting credit (akses kredit), protecting minority in
ves tors (perlindungan investor minoritas), paying taxes (pembayaran
28
pajak), trading across borders (perdagangan lintas batas), enforcing
contracts (penegakan kontrak), dan resolving insolvency (penyelesaian
kepailitan).
Penilaian kemudahan memulai sebuah bisnis Indonesia
dibandingkan dengan beberapa negara lain dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.
Gambar 1.1
Tingkat Kemudahan Memulai Usaha di Indonesia dan Beberapa Negara Lain
Tahun 2018
Sumber : Doing Bussiness Indonesia (2018)
Hal ini mendapat perhatian besar oleh Pemerintahan Jokowi,
bahwa harus ada perhatian yang lebih besar terhadap pelayanan publik
29
khususnya yang terkait dengan pelayanan perizinan. Berbagai upaya telah
dilakukan, seperti dikeluarkannya paket kebijakan yang pro terhadap
investasi. Paket ini di antaranya yaitu percepatan waktu pelaksanaan
perizinan, kemudahan pelayanan, adanya insentif atau kemudahan terhadap
penanaman modal serta peningkatan kualitas pelayanan perizinan dengan
pelayanan terpadu satu pintu yang dibuat lebih transparan, efektif dan
efisien. Hal ini dibarengi juga dengan dibentuknya Satuan Petugas Sapu
Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli), agar pelayanan publik yang
dilakukan bisa dapat ditingkatkan. Namun demikian pada kenyataannya
peningkatan kualitas pelayanan perizinan tidak serta merta meningkat secara
signifikan. Dibutuhkan sebuah upaya menyeluruh yang tidak hanya
dilakukan top down saja, namun juga bottom up, sehingga peningkatan
kualitas pelayanan publik dapat lebih cepat tercapai.
Syukri (2010) menyebutkan bahwa pelayanan perizinan pada
umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari beberapa meja
yang harus dilalui, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang
terlalu lama. Dalam hal penyelesaian masalah dalam proses pelayanan, staf
pelayanan tidak mempunyai kewenangan menyelesaikan masalah, dan di
lain pihak masyarakat sulit bertemu dengan penanggung jawab pelayanan.
Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama
untuk diselesaikan. Selain itu panjangnya meja birokrasi dalam pengurusan
perizinan dimanfaatkan oleh oknum aparat untuk mengambil pungutan liar
(pungli), sehingga mengakibatkan tingginya harga pelayanan, menjamurnya
30
korupsi di tubuh birokrasi dan ketidakpuasan masyarakat penerima layanan.
Senada dengan hal ini, Hanif dan Hartanto (2005) mengkategorikan
permasalahan proses pelayanan publik di Indonesia adalah tidak adanya
kepastian pelayanan, mencakup biaya, waktu dan prosedur serta rendahnya
tingkat kepuasan masyarakat.
Belum meningkatnya kualitas pelayanan publik di era otonomi
daerah juga dikemukakan oleh Ratminto dan Winarsih (2010) yang
didasarkan atas penelitian yang dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah
kesadaran akan otonomi daerah masih belum optimal meningkatkan kualitas
layanan publik. Hal ini disebabkan karena belum adanya kesetaraan posisi
tawar antara pemerintah sebagai penyedia layanan publik dengan
masyarakat sebagai pengguna layanan publik. Selama ini masih ada
kecenderungan bahwa masyarakat sebagai pengguna layanan publik dalam
posisi yang kurang diuntungkan dengan adanya otonomi daerah.
Oleh karena itu permasalahan berkaitan dengan pelayanan
perizinan tersebut perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar agar bisa
diselesaikan sebagai upaya untuk menyediakan pelayanan yang berkualitas
kepada masyarakat. Pelayanan dikatakan berkualitas atau memuaskan bila
pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat.
Apabila masyarakat tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan,
maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak berkualitas atau tidak
efisien. Karena itu, kualitas pelayanan sangat penting dan selalu fokus pada
31
kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan menurut Fitzsimmons and
Fitzsimmons (2001) dalam Hardiyansyah (2011) adalah “customer
satisfaction is customers perception that a supplier has met or exceeded
their expectation”. Kepuasan pelanggan dapat terpenuhi apabila realitas
yang didapatkan sudah sesuai atau bahkan melebihi dari yang diharapkan
oleh pelanggan tersebut.
Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai
perpanjangan tangan pemerintah pusat selalu berupaya untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik, khususnya di bidang pelayanan perizinan,
Pemerintah Daerah DIY setidaknya telah melakukan dua langkah sebagai
berikut. Langkah pertama yaitu melakukan reformasi lembaga yang
menangani perizinan. Pada awalnya pelayanan perizinan dilakukan pada
masing-masing instansi sesuai dengan bidang/tupoksinya. Namun seiring
dengan aturan penyelenggaraan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) yang
dicanangkan oleh Pemerintah Pusat berdasarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, maka daerah wajib membentuk PTSP.
Keberadaan PTSP ini dapat membangun sistem penyelenggaraan pelayanan
perizinan yang efektif dan efisien dengan prinsip mudah, murah, cepat,
transparan, akuntabel, ada kepastian hukum dan tidak diskriminatif sehingga
akan meningkatkan minat pelaku usaha untuk melakukan investasi dan
pengembangan usaha karena semakin membaiknya pelayanan yang
diberikan kepada calon investor dan pelaku usaha.
32
Pada awal tahun 2010, Pemerintah Daerah DIY melaksanakan
sistem PTSP ini pada satu UPT di bawah instansi Badan Kerjasama dan
Penanaman Modal DIY. Unit ini awalnya bernama Gerai Investasi yang
kemudian diubah menjadi Gerai Pelayanan Perizinan Terpadu (Gerai P2T)
BKPM DIY. Namun sejak tahun 2016, Gerai P2T ditingkatkan statusnya
menjadi satu kantor yang berdiri sendiri untuk meningkatkan pelayanannya.
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KP2TSP) Daerah Istimewa
Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah DIY Nomor 3 Tahun
2015 Tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY serta dengan Peraturan
Gubernur DIY Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Rincian Tugas dan Fungsi
Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu DIY. Pembentukan Kantor
P2TSP ini merupakan wujud dari komitmen Pemerintah Daerah DIY untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara maksimal serta
menciptakan iklim investasi yang kondusif dalam memberi pelayanan dan
kepastian berusaha bagi investor serta kepuasan masyarakat. Pada tahun
2015 jumlah pelayanan perizinan dan non perizinan (izin terbit) sebanyak
957 buah meningkat tajam menjadi 3.324 izin dan non izin pada tahun 2017
(data hingga akhir bulan Desember 2017).
Langkah kedua yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY,
khususnya di Kantor P2TSP DIY yaitu melakukan penilaian kualitas
pelayanan yang diberikan secara regular. Penilaian kualitas pelayanan ini
mengacu kepada peraturan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan
Reformasi Birokrasi RI. Penilaian yang dilakukan sebelum tahun 2015
33
mengacu pada Keputusan Menteri PAN Nomor 25/M.PAN/2/2004 tentang
Pedoman Umum Penyusunan IKM Unit Pelayanan Instansi Pemerintah.
Sedangkan penilaian yang dilakukan pada tahun 2015 mengacu pada
Peraturan Menteri PAN dan RB RI Nomor 16 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Survei Kepuasan Masyarakat terhadap Penyelenggaraan
Pelayanan Publik. Hasil pengukuran IKM pada tahun 2015 adalah sebesar
82,12 (sangat baik) sedangkan hasil pengukuran IKM yang dilakukan pada
tahun 2016 yang dilakukan sebanyak dua kali hasilnya adalah sebesar 81,06
(baik) dan 83,46 (sangat baik).
Walaupun setiap tahun dilakukan pengukuran IKM sebagai amanat
dari peraturan tersebut, namun terdapat kelemahan pengukuran IKM seperti
yang dikemukakan oleh Kinerja USAID (proyek bantuan dari USAID di
Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik di 3 sektor
utama yaitu kesehatan, pendidikan dan perizinan usaha) yaitu validitas hasil
IKM yang rendah. Beberapa faktor yang mempengaruhi validitas IKM ini
yaitu :
1. Terdapat beberapa kelemahan metodologi khususnya menyangkut
sampling frame dan metode pengumpulan data.
2. Hasil review tim Kinerja (TAF & Social Impact) menunjukkan
bahwa informasi yang dikumpulkan melalui 14 pertanyaan
(Kepmenpan Nomor 25 tahun 2004) dianggap terlalu umum
sehingga tidak dapat menangkap persepsi masyarakat secara baik.
34
3. Umumnya IKM dilaksanakan oleh Pemerintah daerah sendiri
sehingga terlalu banyak bias yang mempengaruhi hasil akhir IKM.
Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu (KP2TSP) DIY
ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
Nomor. 3 Tahun 2015 Tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY serta
dengan Peraturan Gubernur DIY Nomor. 83 Tahun 2015 Tentang Uraian
Tugas dan Fungsi Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu satu Pintu
(KP2TSP) DIY Pembentukan Kantor P2TSP DIY ini merupakan wujud dari
komitmen Pemerintah Daerah DIY untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat secara maksimal serta menciptakan iklim investasi yang
kondusif dalam memberi pelayanan dan kepastian berusaha bagi investor
serta kepuasan masyarakat.
Dengan adanya reorganisasi perizinan dibawah Kantor Pelayanan
dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KP2TSP) saat ini, telah memberi banyak
manfaat bagi masyarakat, karena pengurusan izin bisa dilakukan satu pintu
dengan sistem terpadu. Sehingga pengurusan izin menjadi efisien dan
efektif. Hal ini dibuktikan dengan adanya pengakuan dari Transparency
International.
Pelayanan satu atap, yang sering disebut sistem perizinan satu atap
(sintap) dalam pelayanan perizinan usaha, merupakan pendekatan inovatif
dalam sektor pemerintahan, yang bertujuan untuk meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pelayanan publik dalam bentuk outlet pelayanan perizinan
yang terintegrasi. Langkah inovasi ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
35
publik pada sektor ini serta untuk meningkatkan dampak positif pelayanan
perizinan dalam upaya menarik investasi yang pada akhirnya bermuara pada
kesejahteraan sosial secara umum.
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pendekatan sintap menawarkan
perbaikan tidak saja pada proses pelaksanaan pelayanan (service delivery)
yang dapat memuaskan harapan masyarakat, tetapi juga menawarkan
manfaat lain, yakni meningkatkan kualitas tata pemerintahan dan secara
internal meningkatkan kapasitas pemerintahan dalam menghadapi tekanan
dan tantangan dari luar. Pelayanan satu atap menawarkan proses perizinan
yang relatif sederhana, lebih cepat, transparan, hemat waktu dan biaya
dengan cara menyederhanakan prosedur dan menempatkan berbagai
penyedia pelayanan (service provider) yang berwenang mengeluarkan
berbagai perizinan pada satu tempat pelayanan (service point). Pelayanan
satu atap juga meningkatkan nilai tambah skalabilitas perizinan yang
dikeluarkan melalui satu titik pelayanan. Sehingga pelayanan satu atap
merupakan upaya untuk menjawab perkembangan dunia usaha dimasa
depan dengan cara yang lebih efisien dari sisi biaya dan lebih efektif dari
sisi waktu.
1.4. Pelayanan Terpadu:
Modifikasi dari sintap inilah yang disebut dengan perizinan usaha
terpadu, integrasi penuh tersebut juga memungkinkan sintap untuk
mengembangkan SOP (standard Operating Prosedur) yang lebih baik untuk
memenuhi standart kualitas layanan kepada masyarakat serta untuk
36
menghasilkan manfaat purna jasa yang dapat dinikmati pelanggan.
Pelayanann terpadu pada dasarnya merupakan suatu model sintap yang
dikembangkan terutama dari aspek memproses perizinan bersama-sama
dengan penyedia jasa lainnya.
1.5. Karakteristik Pelayanan Terpadu:
1. Ketepatan waktu
Proses perizinan yang tidak saja cepat, tetapi juga memenuhi
target. Tantangan yang dihadapi menyangkut kemampuan pelayanan
terpadu untuk membuat proyeksi yang realistis terhadap kapasitas
pemberian layanan yang dapat memproses berbagai aplikasi perizinan
sekaligus satu waktu.
2. Informasi yang akurat dan Tranparan
Proses perizinan yang jelas dan transparan dimulai dengan
memberikan informasi yang jelas dan akurat kepada pelanggan tentang
status hukum perizinan, konsekuensi hukum dari perizinan tersebut,
besarnya biaya pengurusan, syarat-syarat untuk memperoleh izin, serta
prosedur untuk memperolehnya.
3. Retribusi
Keterangan yang jelas mengenai pajak / retribusi yang
berlaku bagi pengurusan perizinan yang diterapkan secara konsisten.
Biaya harus secara jelas tertulis di dalam faktur dan semua pembayaran
disertai tanda terima untuk pelanggan.
37
4. Evaluasi Berkas dan Tinjauan Lapangan
Hal ini menjadi penting khususnya untuk perizinan yang
membutuhkan verifikasi lapangan yang hasilnya akan mempengaruhi
proses penilaian kelayakan persyaratan bagi penerbitan perizinan.
Pelayanan terpadu yang efektif akan mampu membangun kepercayaan
pelanggan tersebut, hal ini sangat ditentukan oleh transparansi proses
validasi dan verifikasi dokumen aplikasi dan penilaian yang wajar atas
keputusan perda mengenai perizinan.
5. Dokumentasi dan pengarsipan
Sistem dokumentasi dan pengarsipan yang dapat diandalkan,
kapasitas dalam hal ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam
menjaga kepentingan pelanggan maupun kepentingan pelayanan
terpadu. Bagi pelanggan dokumentasi dan perngarsipan yang terjaga
dengan baik akan mempermudah proses perpanjangan atau
pembaharuan izin karena pembaharuan aplikasi tidak harus dimulai dari
awal sama sekali.
6. Layanan simpatik
Pelayanan terpadu yang efektif memiliki kapasitas untuk
memberikan layanan yang membantu dan ramah, pelayanan yang
demikian dapat mendorong masyarakat untuk menggunakan layanan
yang disediakan pelayanan terpadu.
38
7. Mekanisme pengaduan
Pelayanan terpadu yang ideal harus memiliki mekanisme
pengaduan yang efektif, yang memungkinkan adanya supervisi yang
optimum dan umpan balik dari pelanggan terhadap kinerjanya,
mekanisme pengaduan secara langsung yang dapat dilakukan pelanggan
kapan saja sebaiknya ditanggapi oleh staf pelayanan terpadu.
Di Indonesia, reformasi organisasi pemeritahan telah mengalami
pasang surut yang diwarnai dengan pola dan kepentingan rezim yang berkuasa.
Menurut Mifta Thoha (2005;6-7), pada awal perkembangan ilmu administrasi
negara tahun 1950-an, pemerintah dalam hal ini, Presiden Soekarno melalui
almarhum Perdana Menteri H. Djuanda melakukan reformasi administrasi
negara dengan meniru dan mewarisi sistem pemeritahan Belanda. Reformasi
kedua dilakukan ketika era rezim Orde Baru, dorongan untuk melakukan
reformasi inipun diawali oleh keinginan untuk membangun bangsa dan negara
untuk menyelenggarakan pemerintahan yang stabil, kuat, dan sentralistik.
Suharto memegang kendali pemerintahan dengan mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 44 dan 45 Tahun 1974 sebagai tonggak dirombak dan
disusunnya sistem dan struktur lembaga birokrasi pemerintah. Namun, setelah
rezim Orde Baru tumbang dan diganti dengan rezim Orde Reformasi, upaya
untuk melakukan perubahan sistem dan organisasi pemerintahan
terdesentralisasi secara nyata dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
39
Konsekuensi dari perubahan penyelenggaraan pemerintah daerah
tersebut berakibat pada terjadinya perubahan struktur kewenangan pemerintah
pusat dan daerah. Penyerahan kewenangan ini selanjutnya berimplikasi pada
perubahan beban tugas dan struktur organisasi. Perubahan struktrur
pemerintahan di 34 Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8
Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Perubahan struktur
organisasi daerah ini dimaksudkan untuk mewujudkan tuntutan perubahan
organisasi pemerintah agar mampu mendukung kemandirian daerah dan untuk
mewujudkan organisasi pemerintahan daerah yang efisien dan efektif
(Wediningsih, 2004;1-2). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8
Nomor2003 pada pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa organisasi perangkat
daerah di bentuk berdasarkan pertimbangan-pertimbangan:
1. Kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh daerah.
2. Karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah.
3. Ketersediaan sumberdaya aparatur.
4. Pengembangan pola kerjasama antar daerah dengan pihak ketiga.
Oleh karena itu, reformasi organisasi terjadi karena adanya tekanan
dari berbagai aspek, seperti; sosial, ekonomi, dan teknologi. Dengan adanya
tekanan tersebut, pemerintah berusaha memperkuat kinerjanya menjadi lebih
efektif, efisien, akuntabilitas, dan berkualitas. Keberhasilan pemerintah dalam
memperkuat kinerjanya juga sangat didukung oleh beberapa dimensi nilai dalam
melakukan reformasi organisasi.
40
Reformasi organisasi sangat terkait dengan nilai, norma, dan prinsip-
prinsip yang dijadikan acuan oleh sebuah organisasi dalam memberikan
pelayanan kepada publik. Bila dilihat dalam konteks historis, dimensi reformasi
organisasi selalu mengalami perubahan yang disesuaikan dengan konteks sejarah
dan institusional (Toonen dan Raadscheldeers,1997). Perubahan ini dapat dilihat
sejak permulaan abad ini, seperti; produktifitas, efektifitas, efisiensi dan kontrol
budget telah menjadi pemikiran dari reformasi organisasi dalam sistem negara
barat. Begitu juga dengan dimensi lain, seperti: transparansi, kebutuhan untuk
sistem streamlining, koordinasi, dan integrasi.
G. Kerangka Berpikir (Framework) Penelitian
Dari berbagai penjelasan tentang konsep-konsep yang menjadi
kajian dalam penelitian ini, maka selanjutnya dibuat suatu kerangka pikir
yang menjadi arah dan pedoman dalam pelaksanaan penelitian.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya keinginan masyarakat
untuk mendapatkan pelayanan perizinan dan non perizinan yang cepat,
murah, tepat dan transparan. Selain itu penelitian ini juga dilatarbelakangi
oleh besarnya jumlah masyarakat yang mengurus perizinan dan non
perizinan sebelum adanya KP2TSP DIY. Kedua hal tersebut juga menjadi
suatu tantangan bagi Pemerintah Daerah DIY untuk memberikan pelayanan
yang optimal kepada masyarakat. Menanggapi hal tersebut maka
Pemerintah Daerah DIY membentuk Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu
Satu Pintu (KP2TSP) DIY.
41
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan
yang diberikan KP2TSP DIY kepada masyarakat. Kajian tentang kualitas
pelayanan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggali informasi
dari masyarakat mengenai bagaimana pelayanan yang telah diterima selama
mengurus izin di KP2TSP DIY.
Secara ringkas kerangka kerja (framework) dalam penelitian ini
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 1.2
Kerangka Penelitian (Framework)
Peneliti mengklasifikasikan penilaian tentang kualitas pelayanan
kedalam 7 (tujuh) karakteristik yang menjadi panduan dalam pelayanan di
Pemerintah wajib memberikan pelayanan publik salah satunya berupa
pelayanan administratif
Pelayanan Perizinan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Pemda DIY membentuk Kantor P2TSP DIY
Karakteristik Panduan Pelayanan :
1. Ketepatan Waktu 2. Akurat & Transparan 3. Retribusi 4. Evaluasi Berkas dan Tinjauan Lapangan 5. Dokumentasi 6. Layanan Simpati 7.Mekanisme Pengduan
Kualitas Pelayanan Perizinan
Analisa Kualitas
Pelayanan
Perbaikan terus menerus (continuous improvement) agar terjadi peningkatan
kualitas pelayanan perizinan
42
KP2TSP DIY yaitu (1) Ketepatan Waktu, (2) Akuran dan Transparan, (3)
Retribusi, (4) Evaluasi Berkas dan Tinjauan Lapangan, (5) Dokumentasi, (6)
Layanan Simpati dan (7) Mekanisme Pengaduan.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian sesuai dengan judul dari penelitian ini maka jenis
penelitiannya bersifat deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang memaparkan
atau menggambarkan segala peristiwa yang diperoleh di lapangan dan untuk
menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data yang diperoleh,
dan bertujuan untuk memberikan penjelasan dari variabel yang diteliti, dalam
hal ini adalah memberikan gambaran tentang “Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Bidang Pelayanan Perizinan untuk Meningkatkan
Kualitas Pelayanan Publik di Kantor P2TSP DIY”.
2. Obyek Penelitian
Yang dimaksud obyek penelitian, adalah hal yang menjadi sasaran
penelitian ( Kamus Bahasa Indonesia; 1989: 622). Menurut (Supranto 2000:
21) obyek penelitian adalah himpunan elemen yang dapat berupa orang,
organisasi atau barang yang akan diteliti. Kemudian dipertegas (Anto Dayan
1986: 21), obyek penelitian, adalah pokok persoalan yang hendak diteliti
untuk mendapatkan data secara lebih terarah. Adapun Obyek penelitian dalam
tulisan ini adalah Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bidang
43
Pelayanan Perizinan Sebagai Implementasi Percepatan Reformasi Birokrasi
Pada Kantor P2TSP DIY.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (KP2TSP) Daerah Istimewa Yogyakarta dengan alamat Jl. Bringjend
Katamso (Komplek THR) Yogyakarta beserta jajarannya. Alasan penulis
melakukan penelitian ditempat yang dimaksud adalah tidak terlepas dari
permasalahan yang diketemukan dalam lokasi dimaksud.
4. Teknik Pemilihan Informan
Dalam penelitian ini digunakan prosedur pemilihan subyek secara
purposive. Metode ini dilakukan dengan dasar bahwa penelitian kualitatif
pada umumnya menggunakan pendekatan purposive (Poerwandari,2005:55)
dalam metode ini pemilihan kasus kaya akan informasi dan bertujuan. Yang
dalam penelitian ini pemilihan subyek didasarkan pada kompetensi dan
wewenang berkaitan dengan tema Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu Pada Kantor P2TSP DIY, antara lain : Kepala Kantor
P2TSP, Kepala Seksi Pelayanan, Kepala Seksi Pengembangan Data dan
Sistem Informasi, Kepala Seksi Pengawasan dan Pengaduan, Kepala Sub
Bagian Tata Usaha, Karyawan karyawati yang bertugas di Bagian Pelayanan
dan Konsumen yang ada di Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(P2TSP) DIY.
44
Berikut Daftar Informan yang dijadikan narasumber dalam penelitian
ini :
Tabel 1.3
Daftar Informan
No Uraian Jabatan Jumlah
1 Ir. Suyata Kepala Kantor P2TSP DIY 1 Orang
2 Ir. Suryo Subroto Seksi Pengembangan Data
dan Sistem Informasi
1 Orang
3 Rahmat Pranggono, SE Seksi Pengawasan dan
Pengaduan
1 Orang
4 Cholil AR Nasution, SE., MA Seksi Pelayanan 1 Orang
5 Seksi Pelayanan Staf 4 Orang
6 Seksi Pengembangan Data
dan Sistem Informasi
Staf 2 Orang
7 Seksi Pengaduan Staf 2 Orang
8 Bagian Tata Usaha Staf 2 Orang
9 Konsumen Masyarakat pemohon 14 Orang
Jumlah 28 Orang
Sumber : data sekunder diolah (2018)
5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data tidak lain dari proses pengadaan data untuk
keperluan penelitian. Menurut Satori dan Komariah (2009:145), teknik
pengumpulan data merupakan salah satu langkah utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. Teknik atau cara pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
45
a. Observasi
Pengamatan terhadap suatu objek yang akan diteliti baik secara langsung
maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan
dalam penelitian.
b. Wawancara
Suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan informasi yang digali
dari sumber data langsung melalui percakapan atau tanya jawab.
c. Dokumentasi
Suatu cara pengumpulan data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang
ada atau catatan-catatan yang tersimpan, baik itu berupa catatan transkrip,
buku, surat kabar, dan lain sebagainya.
6. Teknik Analisis Data
Untuk mengolah dan menganalisis data, penulis menggunakan
metode analisis deskriptif kualitatif dari Milles dan Huberman (2009: 20),
meliputi empat komponen, diantaranya :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan Data merupakan upaya untuk mengumpulkan data dengan
berbagai macam cara, seperti: observasi, wawancara, dokumentasi dan
sebagainya.
b. Reduksi Data
Reduksi Data adalah proses memilih, memfokuskan, menyederhanakan dan
membuat abstraksi, mengubah data mentah yang dikumpulkan dari
penelitian kedalam catatan yang telah disortir atau diperiksa. Tahap ini
46
merupakan tahap analisis data yang mempertajam atau memusatkan,
membuat dan sekaligus dapat dibuktikan.
c. Penyajian Data
Penyajian Data yaitu sebagai kumpulan informasi tersusun yang
memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan atau pengambilan
tindakan. Pengambilan data ini membantu penulis memahami peristiwa
yang terjadi dan mengarah pada analisa atau tindakan lebih lanjut
berdasarkan pemahaman.
d. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Penarikan Kesimpulan adalah merupakan langkah terakhir meliputi makna
yang telah disederhanakan, disajikan dalam pengujian data dengan cara
mencatat keteraturan, pola-pola penjelasan secara logis dan
metodelogis, konfigurasi yang memungkinkan diprediksikan hubungan
sebab akibat melalui hukum-hukum empiris.
47
BAB II
PROFIL KANTOR PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU
(KP2TSP) DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
A. Selayang Pandang KP2TSP DIY
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di
bidang perizinan dan non perizinan sebagaimana diamanatkan oleh
Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2008
Tentang Pedoman Organisasi dan Tata kerja Unit Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu maka Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta
melaksanakan sistem PTSP ini pada satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di
bawah instansi Badan Kerjasama dan Penanaman Modal DIY pada tahun
2010. Unit ini awalnya bernama Gerai Investasi yang kemudian diubah
menjadi Kantor Gerai Pelayanan Perizinan Terpadu (Gerai P2T) BKPM
DIY berdasarkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 49 Tahun 2010. Dalam
melaksanakan pelayanan perizinan, kantor ini membentuk tim teknis yang
akan memberikan rekomendasi terhadap izin yang akan diterbitkan. Tim
teknis ini merupakan aparatur yang mempunyai kemampuan teknis di
bidangnya dari instansi-instansi terkait.
Namun demikian Pemerintah Daerah DIY memandang bahwa
kewenangan Kantor Gerai P2T BKPM DIY ini masih kurang, karena masih
merupakan Unit Pelaksana Teknis. Oleh karena itu dibentuklah Kantor
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu DIY berdasarkan Peraturan Daerah
48
DIY Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY.
Pembentukan kantor ini sebagai penyempurnaan pelayanan terpadu satu
pintu sebelumnya. Dengan adanya kantor ini maka diharapkan pelayanan
perizinan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah DIY dapat berjalan
dengan lebih cepat, efisien dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan
publik yang diberikan.
Kantor P2TSP DIY terletak di Jl. Brigjen Katamso, Komplek
THR Yogyakarta di belakang Kantor Plaza Informasi Dinas Komunikasi
dan Informatika DIY. Seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1.
Kantor Pelayanan dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KP2TSP) DIY
Sumber : Subbag Tata Usaha KP2TSP (2018)
49
B. Visi, Misi dan Tujuan
Selama ini salah satu faktor yang menghambat penanaman modal
adalah iklim penanaman modal yang tidak kondusif yang menyebabkan
lemahnya daya saing daerah dalam menarik penanaman modal. Hal ini
disebabkan karena lemahnya pelayanan perizinan dan kemudahan untuk
memulai usaha yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dalam pelayanan
perizinan terhadap investor.
Sebagai institusi yang berada di garda terdepan Pemerintah Daerah
DIY yang bersentuhan langsung dengan investor, maka Kantor P2TSP DIY
merumuskan visi organisasi sebagai berikut : “Menjadi Pintu Gerbang
Investasi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Untuk mewujudkan visi tersebut
akan ditempuh melalui 3 (tiga) misi Kantor P2TSP DIY sebagai berikut :
1. Meningkatkan kualitas pelayanan bagi masyarakat.
2. Meningkatkan daya saing investasi daerah.
3. Meningkatkan profesionalisme pegawai.
Sedangkan Tujuan, sasaran, strategi, dan arahan kebijakan KP2TSP
DIY harus dapat menunjukkan relevansi dan konsistensi antar pernyataan
visi dan misi dalam RPJMD periode 2017-2022. Dalam hal ini, dari 2 (dua)
Misi RPJMD 2017-2022 hanya Misi 1 ( pertama ) yang mempunyai
relevansi dengan Tujuan, sasaran, strategi, dan arahan kebijakan KP2TSP
DIY. Adapun rumusan pernyataan strategi dan arah kebijakan KP2TSP DIY
dapat disajikan tabel di bawah ini:
50
Tabel 2.1.
Tujuan, Sasaran, Strategi Dan Arah Kebijakan Kantor P2TSP DIY
VISI RPJMD : Terwujudnya Peningkatan Kemuliaan Martabat Manusia.
MISI 1 : Meningkatkan Kualitas Hidup Kehidupan Dan Penghidupan Masyarakat
Yang Berkeadilan Dan Berkeadaban.
Tujuan Sasaran Strategi Arah Kebijakan
Mewujudkan
kepuasan
masyarakat
dalam
mendapatkan
pelayanan
perijinan dan
non perijinan
1. Meningkatnya
kepuasan
masyarakat.
2. Meningkatnya
kepatuhan
pelayanan
perijinan dan
non perijinan
1. Kecepatan dan
ketepatan
penyelenggaraan
pelayanan perijinan
dan non perijinan.
2. Penyelesaian
dokumen tepat
waktu
3. Meningkatkan
kecepatan pelayanan
penanganan
pengaduan
1. Mendorong
pelayanan
perijinan dan
non perijinan
dengan
pelayanan
prima.
2. Memanfaatkan
sarana dan
prasarana secara
optimal
Sumber : Renstra Kantor P2TSP DIY tahun 2018
C. Tujuan Dan Sasaran Jangka Menengah Kantor P2TSP DIY
Sesuai Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 83
Tahun 2015 Tentang Rincian Tugas Dan Fungsi Kantor Pelayanan
Perizinan Terpadu Satu Pintu, tugas yang diampu KP2TSP DIY adalah
melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di
bidang perizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian, maka tujuan yang akan
dicapai dalam Rencana Strategis pada Tahun 2017 s/d 2022, adalah:
51
1. Mewujudkan kepuasan masyarakat dalam mendapatkan pelayanan
perijinan dan non perijinan.
2. Mewujudkan kualitas informasi dan menciptakan pelayanan prima
guna peningkatan investasi.
3. Mewujudkan Peningkatan kecepatan pelayanan penangan pengaduan.
Adapun sasaran yang akan dilaksanakan KP2TSP DIY antara lain:
1. Peningkatan kepuasan masyarakat.
2. Peningkatan kepatuhan pelayanan perizinan dan non perizinan.
D. Struktur Organisasi
Kelembagaan Kantor P2TSP ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah
Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Kelembagaan
Pemerintah Daerah DIY dengan susunan organisasi sebagai berikut:
a. Kepala.
b. Sub bagian Tata Usaha.
c. Seksi Pelayanan.
d. Seksi Pengembangan, Data dan Sistem Informasi.
e. Seksi Pengawasan dan Pengaduan.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Struktur organisasinya seperti yang tercantum dalam lampiran Perda
Nomor 3 Tahun 2015 seperti terlihat dalam bagan di bawah ini:
52
Gambar 2.2.
Struktur Organisasi Kantor P2TSP DIY
Sumber : Renstra Kantor P2TSP DIY tahun 2018
E. Kompisisi Kepegawaian
1. Komposisi Berdasarkan Tingkat Pendidikan.
Komposisi pegawai di Kantor P2TSP DIY berdasarkan tingkat
pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Ir. Suyata
Kholil A.R. N., SE, MA Ir. Suryo Subroto Rahmat Pranggono, SE
5 Orang Staf 3 Orang Staf 3 Orang Staf
53
Tabel 2.2
Komposisi Pegawai KP2TSP Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah Jumlah Pegawai
1. Sarjana Strata 2 (S2) 1 orang 1 orang 5,6 %
2. Sarjana Strata 1 (S1) 6 orang 6 orang 33,3 %
3. Sarjana Muda/Diploma 4 orang 4 orang 22,2 %
4. SLTA / sederajat 6 orang 6 orang 33,3 %
5. SLTP / sederajat 1 orang 1 orang 5,6 %
Jumlah 18 orang 18 orang 100 %
Sumber : Subbag Tata Usaha KP2TSP DIY Tahun 2018
Tingkat pendidikan pegawai Kantor P2TSP DIY cukup tinggi, 61,1 %
pendidikannya adalah sarjana muda hingga pasca sarjana. Hal ini
memudahkan institusi dalam melaksanakan kegiatannya. Namun demikian
karena jumlah personilnya sangat terbatas, hanya berjumlah 18 orang serta
61,1% (11 orang) pegawainya berusia di atas 50 tahun, maka pelayanan
perizinan yang diberikan masih belum bisa dilaksanakan secara maksimal.
2. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jenis Kelamin
Komposisi pegawai di Kantor P2TSP DIY berdasarkan Jenis Kelamin
dapat dilihat pada tabel berikut.
54
Tabel 2.3
Komposisi Pegawai KP2TSP Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jabatan Jenis
Kelamin
1. Kepala Kantor Pria
2. Kasubbag TU Pria
3. Kasi Pelayanan Pria
4. Kasi Pengembangan Data dan Sistem Informasi Pria
5. Kasi Pengawasan dan Pengaduan Pria
6. Pengelola Barang Wanita
7. Pengelola Evaluasi dan Laporan Seksi Pelayanan Pria
8. Pengadministrasian Keuangan Subbagian TU Wanita
9. Pengadministrasian Layanan Informasi & Publikasi
Perizinan
Wanita
10. Pengelola Administrasi dan Dokumentasi Sie Pelayanan Pria
11. Pengelola Administrasi Kepegawaian Subbag TU Wanita
12. Bendahara Subbagian Tata Usaha Wanita
13. Pengelola Pengawasan, Sie Pengawasan dan Pengaduan Pria
14. Pengelola Evaluasi dan Laporan Seksi Pelayanan Pria
15. Pengelola Perizinan / Sie Pelayanan Pria
16. Administrasi Perizinan Wanita
17. Pengelola Dokumen Perizinan Wanita
18. Pengadministrasian Persuratan Pria
Sumber : Subbag Tata Usaha KP2TSP DIY Tahun 2018
3. Komposisi Pegawai Berdasarkan Unit Kerja
Komposisi pegawai di Kantor P2TSP DIY berdasarkan Unit Kerja
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
55
Tabel 2.4
Komposisi Pegawai Berdasarkan Unit Kerja
No Unit/Bidang Jumlah
1. Kepala Kantor 1 orang
2. Subag TU 6 orang
3. Seksi Pelayanan 5 orang
4. Seksi Pengembangan Data dan Sistem Informasi 3 orang
5. Seksi Pengawasan dan Pengaduan 3 orang
Jumlah 18 orang
Sumber : Subbag Tata Usaha KP2TSP DIY Tahun 2018
Dengan diberlakukannya moratorium penerimaan PNS oleh
Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kementerian Pendayagunaan
Aparatur Negara pada tahun 2012 merupakan tantangan tersendiri dalam
penyelenggaraan fasilitasi dan dukungan administrasi terhadap kinerja
KP2TSP DIY. Pemberlakuan moratorium tersebut kedepan akan bergeser
kearah negative growth yang mana akan terjadi pengurangan jumlah PNS
daerah pada KP2TSP DIY dan dapat berdampak pada fungsi pelayanan
kinerja KP2TSP DIY. Kebutuhan pegawai yang diisyaratkan sejumlah 52
orang namun realitasnya pada tahun 2018 jumlah pegawai berjumlah 18
orang dan terus mengalami penurunan karena pensiun/ purna tugas, data
subbag kepegawaian mencatat sejumlah 2 orang akan pensiun/ purna tugas
pada tahun 2019, hal ini akan menjadi permasalahan dan tantangan
tersendiri dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan berbagai lapisan
masyarakat serta Instansi terkait baik Pemerintah maupun Swasta. Realitas
56
ini terjadi pada komposisi pegawai yang seharusnya terdapat tenaga
fungsional perencana, kedua posisi tersebut realitasnya belum tersedia, hal
tersebut akan dialami pada bagian-bagian pelayanan yang lainnya di
lingkungan KP2TSPDIY
4. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jabatan Struktural
Komposisi pegawai di Kantor P2TSP DIY berdasarkan Jabatan dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 2.5
Komposisi Pegawai Berdasarkan Jabatan Struktural
No Jenis Eselon Jumlah
1. III 1 orang
2. IV 4 orang
Jumlah 5 orang
Sumber : Subbag Tata Usaha KP2TSP DIY Tahun 2018
Berdasarkan realitas ketersediaan SDM KP2TSP DIY menurut
Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan
Gubernur Nomor 66 Tahun 2008 tentang Kualifikasi Jabatan Struktural,
diisyaratkan bahwa komposisi kebutuhan pegawai KP2TSP DIY adalah
sejumlah 52 PNS dengan jumlah pegawai Struktural sebanyak 5 orang. Hal
ini perlu mendapatkan perhatian serius dalam upaya pengkaderan pegawai
yang memenuhi syarat secara kepangkatan, serta memiliki kemampauan
leadership, sehingga upaya penambahan pegawai sebagai pengganti karena
pensiun dan karena menduduki jabatan baru/mutasi untuk mendapat
57
penambahan pegawai sesuai kebutuhan pada bidang dan kompetensinya
dapat terlaksana sesuai yang diharapkan.
F. Tugas dan Fungsi KP2TSP DIY
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 83 Tahun
2015 Tentang Rincian Tugas Dan Fungsi Kantor Pelayanan Perizinan
Terpadu Satu Pintu, Tanggal 2 September 2015 menetapkan bahwa Kantor
Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu DIY mempunyai tugas
melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan pelayanan administrasi di
bidang perizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi,
sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Kantor
Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu DIY mempunyai fungsi:
a. Pelaksanaan penyusunan program kerja Kantor.
b. Penyelenggaraan pelayanan administrasi perizinan.
c. Pelaksanaan koordinasi proses pelayanan perizinan.
d. Penyelenggaraan kegiatan ketatausahaan.
e. Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perizinan.
Rincian tugas dan fungsi pegawai KP2TSP sebagai berikut:
a. Kepala
Mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan menyelenggarakan
pelayanan administrasi di bidang perizinan secara terpadu dengan prinsip
koordinasi, integrasi, sinkronisasi, simplifikasi, keamanan dan kepastian.
58
Mempunyai fungsi:
1. Pelaksanaan penyusunan program kerja Kantor.
2. Penyelenggaraan pelayanan administrasi perizinan.
3. Pelaksanaan koordinasi proses pelayanan perizinan.
4. Penyelenggaraan kegiatan ketatausahaan.
5. Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perizinan.
b. Subbagian Tata Usaha.
Mempunyai tugas menyelenggarakan ketatausahaan.
Mempunyai fungsi:
1. Penyusunan program kerja.
2. Penyusunan program Kantor.
3. Pengelolaan kearsipan.
4. Pengelolaan keuangan.
5. Penyiapan bahan mutasi, pembinaan dan kesejahteraan serta pengelolaan
data kepegawaian.
6. Penyelenggaraan kegiatan kerumahtanggaan.
7. Penyelenggaraan kehumasan.
8. Perencanaan, pengadaan, pemeliharaan dan administrasi barang.
9. Pengelolaan kepustakaan.
10. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan program
Kantor.
11. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan program
Subbagian Tata Usaha.
59
12. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
c. Seksi Pelayanan
Mempunyai tugas melaksanakan pelayanan perizinan dan non perizinan.
Mempunyai fungsi:
1. Penyusunan program kerja.
2. Penyiapan bahan kebijakan teknis pelayanan.
3. Penerimaan dan verifikasi berkas permohonan perizinan dan non
perizinan.
4. Penyelenggaraan penilaian dan penelitian permohonan perizinan dan non
perizinan.
5. Pelaksanaan koordinasi teknis dan peninjauan/survei lapangan.
6. Pengolahan administrasi perizinan dan non perizinan.
7. Perhitungan dan penetapan retribusi perizinan dan non perizinan.
8. Penyelenggaraan pengesahan berkas dokumen perizinan dan persetujuan
non perizinan.
9. Penerbitan naskah perizinan dan persetujuan non perizinan.
10. Penerbitan naskah pencabutan dan pembatalan perizinan dan non
perizinan.
11. Penyerahan dokumen perizinan dan non perizinan.
12. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan program Seksi
Pelayanan.
60
13. Pelaksanaan tugas lain yang dibeikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
d. Seksi Pengembangan Data dan Sistem Informasi
Mempunyai tugas melaksanakan pengembangan, data dan sistim informasi
perizinan terpadu satu pintu.
Mempunyai fungsi:
1. Penyusunan program kerja.
2. Penyiapan bahan kebijakan teknis pengembangan, data dan sistem
informasi perizinan terpadu satu pintu.
3. Perumusan kebijakan dan pengembangan teknis di bidang pelayanan
perizinan terpadu satu pintu.
4. Penyelenggaraan pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan
Sistem Informasi Manajemen perizinan dan non perizinan.
5. Penyelenggaraan pengembangan inovasi pelayanan terpadu satu pintu.
6. Penyelenggaraan koordinasi perizinan terpadu satu pintu.
7. Penyelenggaraan manajemen mutu pelayanan terpadu satu pintu.
8. Pelayanan data dan informasi perizinan dan non perizinan.
9. Pengelolaan sistem informasi pelayanan perizinan terpadu.
10. Pengelolaan data perizinan dan non perizinan yang telah diterbitkan.
11. Sosialisasi pelayanan perizinan dan non perizinan.
12. Pelaksanaan monitoring, evaluasi dan penyusunan laporan program Seksi
Pengembangan, Data dan Sistem Informasi.
61
13. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
e. Seksi Pengawasan dan Pengaduan
Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan dan pengaduan administrasi
perizinan.
Mempunyai fungsi:
1. Penyusunan program kerja.
2. Penyiapan bahan kebijakan teknis pengawasan dan pengaduan
administrasi perizinan.
3. Pengawasan pelaksanaan proses perizinan.
4. Penanganan pengaduan perizinan yang meliputi proses penerimaan,
pencatatan, penelaahan, penyaluran, konfirmasi, klarifikasi, penelitian,
pemeriksaan, pelaporan, tindak lanjut dan pengarsipan.
5. Penyelenggarakan kegiatan survei kepuasan masyarakat.
6. Penyelenggaraan koordinasi pencabutan dan pembatalan perizinan dan
nonperizinan.
7. Penyusunan rekomendasi pencabutan dan pembatalan perizinan dan non
perizinan
8. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
f. Kelompok Jabatan Fungsional.
Mempunyai tugas melaksanakan kegiatan teknis di bidang keahliannya
masing-masing.
62
G. Sarana dan Prasarana KP2TSP DIY
Sebagai penunjang semua program/kegiatan pada KP2TSP DIY
tahun 2018-2022, dibutuhkan sarana dan prasarana agar kegiatan dapat
berjalan dengan lancar. Adapun sarana dan prasarana yang tersedia di
KP2TSP DIY sesuai data asset tetap dan asset lainnya pada tahun 2018
terdapat sebanyak 560 unit barang senilai Rp. 2.207.204.057,- dengan garis
besar rincian sebagai berikut:
Tabel 2.6
Keadaan Sarana dan Prasarana Kantor Pelayanan Perjinan Terpadu Satu Pintu
Daerah Istimewa Yogyakarta Sampai Dengan Desember 2018.
No Uraian Jumlah Barang Harga (Rp)
1. Alat-alat Besar 1 194.950.000
1. Alat-alat angkutan 7 388.833.040
2. Alat kantor dan rumah tangga 506 1.516.962.867
3. Alat studio dan alat
komunikasi
9 72.072.250
4. Instalasi 2 26.589.900
5. Buku perpustakaan 98 7.796.000
Jumlah 1.535 2.207.204.057
Sumber data : Subbag Tata Usaha, KP2TSP DIY Tahun 2018
Menurut Kasubbag Umum seharusnya jumlah ideal Sarana dan
Prasarana dibandingkan dengan beban pekerjaan di Kantor Pelayanan
Perijinan Terpadu Satu Pintu (KP2TSP) DIY harusnya lebih tinggi dari saat
ini, namun hal tersebut sudah diusulkan ke Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) namun belum bisa dipenuhi.
100
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi.2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek
Edisi Revisi V Cetakan Keduabelas. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Black, Thomas R. 1999. Doing Quantitative Research in the Social Sciences
: An Integrated Approach to Research Dessign, Measurement and
Statistics. Sage Publication. London.
Bungin, Burhan. 2013. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi :
Formatformat Kuantitatif dan Kualitatif untuk Studi Sosiologi,
Kebijakan Publik, Komunikasi, Manajemen dan Pemasaran.
Penerbit Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Creswell, John W. 2014. Research Design : Pendekatan Kualitatif,
Kuantitatif dan Mixed Cetakan IV. Penerbit Pustaka Pelajar.
Yogyakarta Dwiyanto, Agus (Ed). 2005. Mewujudkan Good
Governance Melalui Pelayanan Publik.Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
Gaspersz, Vincent. 1997. Manajemen Kualitas dalam Industri Jasa :
Strategi untuk Memenangkan Persaingan Global. PT. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
-----------------------. 2003. Metode Analisis Untuk Peningkatan Kualitas
Cetakan Kedua. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Gaster, Lucy. 1995. Quality in Public Services : Managers Choices. Open
University Press. Buckingham. Philadelphia
Glassop, Linda. 1995. The Road to Quality : Turning Effort into Reward.
Prentice Austraia Hall Pty Ltd
Hanif, Hasrul dan Ucu Martanto (Ed). 2005. Terobosan dan Inovasi
Manajemen Pelayanan Publik. Penerbit Fisipol UGM. Yogyakarta
Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik : Konsep, Dimensi,
Indikator dan Implementasinya. Penerbit Gava Media.Yogyakarta.
101
Hartono. 2008. SPSS 16.0 : Analisis Data Statistika dan Penelitian Edisi
Kedua. Penerbit Pustaka Pelajar Yogyakarta bekerjasama dengan
Zanava Riau.
Ismail, Immanuel Yosua, Khoirul Anwar dan Syamsud Dhuha. 2010.
Menuju Pelayanan Prima, Konsep dan Strategi Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik. Program Sekolah Demokrasi
bekerjasama dengan Averroespress Press. Malang
Istianto, Bambang. 2011. Manajemen Pemerintahan dalam Perspektif
Pelayanan Publik.Penerbit Mitra Wacana Media bekerjasama
dengan STIAMI. Jakarta
Jasin, Mochammad dkk. 2007. Implementasi Layanan Terpadu di
Kabupaten/Kota : Studi Kasus Kota Yogyakarta, Kabupaten
Sragen, Kota Parepare. Penerbit Komisi Pemberantasan Korupsi.
Jakarta
Kountur, Ronny.2005. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis
Cetakan 3. Penerbit PPM. Jakarta
Kurniawan, Luthfi dan Mokhammad Najih (Ed). 2008. Paradigma
Kebijakan Pelayanan Publik : Rekonstruksi Pelayanan Publik
Menuju Pelayanan yang Adil, Berkualitas, Demokratis dan
Berbasis Hak Rakyat. Penerbit In-TRANS Publishing. Malang
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik Cetakan Kedua. Unit
Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN.
Yogyakarta
Mohamad, dkk, 2006.Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik.
Lembaga Administrasi Negara RI. Jakarta
Nugroho, Paul. 1997. Dasar Perencanaan. Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Kristen PETRA
Surabaya bekerjasama dengan Penerbit Andi Yogyakarta
Poister, Theodore H. 2003.Measuring Performance in Public and Nonprofit
Organizations.Jossey-Bass A Wiley Imprint San Francisco.
102
Pudyatmoko, Y. Sri. 2009. Perizinan : Problem dan Upaya Pembenahan.
Penerbit PT. Grasindo. Jakarta
Purwanto, Erwan Agus dan Dyah Ratih Sulistyastuti.2011. Metode
Penelitian Kuantitatif untuk Administrasi Publik dan Masalah-
masalah Sosial Cetakan kedua.Penerbit Gava Media. Yogyakarta
Rangkuti, Freddy. 2006. Measuring Customer Satisfaction :Gaining
Customer Relationship Strategy, Teknik mengukur dan Strategi
Meningkatkan Kepuasan Pelanggan dan Analisis Kasus PLN-JP
Cetakan Ketiga. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Ratminto dan Atik Septi Winarsih. 2010. Manajemen Pelayanan :
Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter
dan Standar Pelayanan Minimal Cetakan kesepuluh. Penerbit
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Rohman, Ahmad Ainur, M. Mas’ud Sa’id, Saiful Arif dan Purnomo. 2010.
Reformasi Pelayanan Publik Cetakan II. Penerbit Program Sekolah
Demokrasi PLaCIDS, Averroes dan Komunitas Indonesia untuk
Demokrasi bekerjasama dengan Averroes Press. Malang
Sinambela, Lijan Poltak; Sigit Rochadi, Rusman Ghazali; Akhmad Muksin;
Didit Setiabudi; Djohan Bima dan Syaifudin. 2014. Reformasi
Pelayanan Publik :Teori, Kebijakan dan Implementasi Cetakan
Ketujuh. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi.1995. Metode Penelitian Survai
Cetakan Kedua.Penerbit PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta
Sugiyono.2006. Metode Penelitian Administrasi Dilengkapi dengan Metode
R & D Cetakan 14. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung
----------. 2010. Statistika untuk Penelitian. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung
----------. 2011. Metode Penelitan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D Cetakan
12. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung
Supancana, dkk. 2015. Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-
undangan tentang Investasi di Daerah. Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Jakarta
103
Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk
Menaikkan Pangsa Pasar Cetakan Kedua. Penerbit Rineka Cipta.
Jakarta
Surjadi, Drs. 2009. Pengembangan Kinerja Pelayanan Publik. Penerbit PT.
Refika Aditama. Bandung
Syukri, Agus Fanar. 2010. Standar Pelayanan Publik Pemda berdasarkan
ISO 9001/IWA-4 Cetakan Kedua. Penerbit Indonesian Quality
Research Agency (IQRA) Jakarta bekerja sama dengan Kreasi
Wacana Yogyakarta
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005.Manajemen Publik. Penerbit PT.
Grasindo. Jakarta
Tjiptono, Fandy. 2002. Manajemen Jasa Edisi Kedua Cetakan Ketiga.
Penerbit Andi. Yogyakarta
Tjiptono, Fandy dan Gregorius Chandra. 2007. Service, Quality and
Satisfaction Edisi Kedua. Penerbit Andy. Yogyakarta
Zeithaml, Valarie A, A. Parasuraman dan Leonard L. Berry. 1990.
Delivering Quality Service : Balancing Customer Perceptions and
Expectations. The Free Press. New York
Wahab, Solichin. 2005. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
Edisi Kedua
Antonius.Tarigan. 2003. “Transformasi Model “New Governance” Sebagai
Kunci Menuju Optimalisasi Pelayanan Publik di Indonesia”.
Usahawan, No.02 Th.XXXII, Februari; p. 28-34
Miftah Thoha,. 2005. Administrasi Publik dan Reformasi Birokrasi di
Indonesia. Draft Buku
Melcher, Arlyn. J. 1994. Struktur dan Proses Organisasi. Jakarta; Penerbit
Rineka Cipta, terjemahan oleh A. Hasymi
104
Jurnal 2001. “Globalisasi dan Pelayanan Publik dalam Perspektif Teori
Governance”. Jurnal Administrasi Negara, Vol.II, No.1,
September; p.32- 58
Muklir, Ismani, dan Ribawanto, 2005. “Restrukturisasi Organisasi Dalam
Rangka Reformasi Administrasi Pemerintah Daerah”. Jurnal Ilmu
Administrasi Publik, Vol. V, No.1, September 2004-Februari 2005
Majalah/Koran Amstrong, Jim. 1997. “Reason and Passion in Public Sector
Reform”. A Discussion Papers Prepared for PSC Learning Series,
Januar
Sumber lain :
DIY Dalam Angka 2018
Laporan IKM
LKPJ Gubernur DIY Tahun 2018
Rencana Strategis Kantor P2TSP DIY Tahun 2018
PP Nomor 24 Tahun 2018
Permendagri Nomor 100 Tahun2016
Permendagri Nomor 138 Tahun 2017
Perda DIY Nomor 3 Tahun 2015
Pergub DIY Nomor 83 Tahun 2015
Pergub DIY Nomor 73 Tahun 2015
Pergub DIY Nomor 71 Tahun 2016
105
INTERVIEW GUIDE
Karyawan/ti KP2TSP DIY
1. Mengapa UPT Gerai Investasi dirubah menjadi Kantor P2TSP DIY?
2. Bagaiamana pendapat Bapak/ibu tentang pengertian pelayanan yang
berkualitas?
3. Apa perbedaaan yang subtantif dengan adanya perubahan organisasi dari UPT
Gerai Investasi ke Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu?
4. Bagaimanakah sumber daya manusia yang ada di Kantor P2TSP DIY?
5. Apakah jumlah sumber daya yang ada di Kantor P2TSP DIY ini sudah dapat
memenuhi standar kualitas dalam memberikan pelayanan?
6. Apakah hambatan yang dialami oleh Bapak/Ibu dalam memberikan pelayanan
kepada publik?
7. Apakah konsidi fisik dan fasilitas yang ada telah mendukung dalam
memberikan pelayananan publik yang lebih berkualitas?
Konsumen
1. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu tentang aturan pelayanan yang ada di
Kantor P2TSP?
2. Bagaimanakah pendapat Bapak/Ibu tentang birokrasi pelayanan di Kantor
P2TSP?
2. Bagaimana menurut pendapat Bapak/Ibu tentang alur pelayanan yang telah
ditetapkan?
4. Bagaimanakah menurut penilaian Bapak/Ibu tentang kemampuan staf dalam
memberikan pelayana
5. Apa hambatan yang dialami oleh Bapak/Ibu dalam menerima pelayanan?
6. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang konsidi fisik dan fasilitas yang ada
telah mendukung dalam memberikan pelayananan publik yang lebih
berkualitas?
7. Apa masukan Bapak/Ibu mengenai kapasitas sumber daya manusia yang ideal
dalam memberikan pelayanan yang lebih berkualitas?