199860615-chf

26
Presentasi Kasus PRESENTASI KASUS DAN REFRAT Diajukan sebagai tugas akhir dalam menjalani kepanitraan Klinik senior pada bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala Rumah Sakit Umum Zainal Abidin Banda Aceh Oleh: Cut Lamia Isnaini 0907101050076 Ati Naili Azmi Revina Inka Busri Ferra Yanti 0907101010149 Anna Mirah Putri Randa Andika M. Hendra Penguji : Dr. Azhari Gani, Sp.PD KKV BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT UMUM ZAINAL ABIDIN 1

description

sadas

Transcript of 199860615-chf

Page 1: 199860615-chf

Presentasi Kasus

PRESENTASI KASUS DAN REFRAT

Diajukan sebagai tugas akhir dalam menjalani kepanitraan Klinik senior pada bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Syiah KualaRumah Sakit Umum Zainal Abidin Banda Aceh

Oleh:

Cut Lamia Isnaini 0907101050076Ati Naili AzmiRevina Inka BusriFerra Yanti 0907101010149Anna Mirah PutriRanda AndikaM. Hendra

Penguji : Dr. Azhari Gani, Sp.PD KKV

BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAMRUMAH SAKIT UMUM ZAINAL ABIDIN

BANDA ACEH2012

1

Page 2: 199860615-chf

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-

Nya penulis dapat menyelesaikan tugas tinjauan kepustakaan ini. Shalawat dan salam juga di

junjungkan kepada Nabi Muhammmad SAW beserta sahabat dan keluarga.

Tinjauan kepustakaan ini dengan judul dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas

dalam melaksanakan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Unsyiah/BPK RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dr. Azhari Gani, Sp.PD KKV serta

semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tugas ini. Dengan kerendahan

hati, penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas ini masih jauh dari kesempurnaan.

Penulis tetap terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun dari dosen pembimbing agar

tercapai hasil yang lebih baik kelak.

Akhir kata penulis berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua untuk

digunakan dan dikembangkan dalam praktek sehari-hari.

Banda Aceh, Januari 2014

Penulis

2

Page 3: 199860615-chf

Bab IPendahuluan

Gagal jantung adalah suatu keadaan ketidakmampuan jantung mempertahankan

curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Penyakit ini

memiliki morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehingga membutuhkan biaya pengobatan

yang mahal. Gagal jantung masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama baik di

negara maju atau berkembang (Bustan, 2007). Berdasarkan laporan World Health

Organization (WHO) tahun 2005, dari 58 juta kematian di dunia, 17,5 juta (30%)

diantaranya disebabkan oleh penyakit jantung dan pembuluh darah terutama serangan

jantung (7,6 juta) dan sroke (5,7 juta). Pada tahun 2015 diperkirakan kematian akibat

penyakit jantung dan pembuluh darah meningkat menjadi 20 juta kasus. Di Indonesia,

prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah seperti hipertensi cukup tinggi yaitu

31,7%, sedangkan penyakit jantung 7,2% dan stroke 8,3 per 1000 penduduk (Kemenkes,

2009).

Gagal jantung disebabkan oleh berbagai etiologi yang mendasari. Peningkatan

insidensi penyakit berkaitan dengan perubahan gaya hidup masyarakat. Penyakit jantung

koroner dan hipertensi merupakan penyebab tersering gagal jantung pada masyarakat barat

(> 90% kasus), sedangkan penyakit katup jantung dan defisiensi nutrisi lebih sering di

negara berkembang. Faktor resiko independen untuk terjadinya gagal jantung serupa

dengan faktor resiko pada penyakit jantung koroner ( peningkatan kolesterol, hipertensi,

diabetes, dan perokok) ditambah adanya hipertrofi ventrikel kiri (left ventricular

hypertrophy / LVH) pada EKG. Bila terdapat hipretensi, LVH dikaitkan dengan 14 kali

resiko gagal jantung pada orang yang berusia > 65 tahun. Data Kohort dari study

Framingham yang dimulai dari tahun 1940, mengidentifikasi riwayat hipertensi pada >

75% pasien gagal jantung. Pada penelitian lebih baru menyatakan prevalensi yang lebih

rendah (10-15%)., mungkin dengan terapi hipertensi yang lebih baik. Pengelolaan

hipertensi yang baik dapat mengurangi insidensi gagal jantung hingga 50% (Jessup et al,

2009). Selain itu infeksi virus, penggunaan alkohol, dan kemoterapi juga dapat

mempengaruhi timbulnya gagal jantung. (Bax et al, 2012).

Penegakan diagnosis yang baik sangat penting untuk penatalaksanaan gagal jantung

baik akut maupun kronik. Diagnosis gagal jantung meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik

dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan menilai kriteria

Framingharm yang benar merupakan modal dasar untuk penegakan diagnosis. Pemeriksaan

3

Page 4: 199860615-chf

penunjan terdiri dari foto thoraks, elektrokardiografi, laboratorium, echocardiografi, dan

pemeriksaan angiografi koroner. Perkembangan teknologi canggih dalam pencitraan dapat

membantu klinisi untuk menegakkan diagnosis yang lebih baik untuk penderita gagal

jantung. Penatalaksanaan gagal jantung meliputi penatalaksanaan non farmakologi,

farmakologi, dan penatalaksanaan intervensi. Penatalaksaan ini tergantung penyebab dan

fasilitas yang tersedia. Dengan penatalaksaan yang baik diharapkan akan terwujud

pengurangan angka morbiditas dan mortalitas yang disebabkan gagal jantung.

4

Page 5: 199860615-chf

Bab IITinjauan Pustaka

2.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung adalah suatu keadaan kegagalan struktural dan fungsional jantung

sehingga terjadi gangguan pengisian dan ejeksi ventrikel. Keadaan ini membuat jantung

gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh (Henein, 2010). Ciri

penting dari gagal jantung adalah (1) gagal ditujukan pada fungsi pompa jantung secara

keseluruhan dan (2) gagal memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan tubuh.

Menurut (manurung, 2009) pasien dengan gagal jantung harus memenuhi kriteria

sebagai berikut :

a) Gejala-gejala (symptoms) berupa sesak nafas yang spesifik pada saat istirahat atau

pada saat aktivitas dengan rasa lemas dan tidak bertenaga;

b) Tanda-tanda (sign) retensi air seperti kongesti paru dan edema tungkai;

c) Tanda objektif, ditemukan abnormalitas dari struktur dan fungsional jantung.

2.2 Anatomi Jantung

Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada. Perikardium yang meliputi

jantung terdiri atas 2 lapisan: lapisan dalam (pericardium viseralis) dan lapisan luar

(pericardium parietalis). Kedua lapisan ini dipisahkan oleh cairan pelumas yang

mengurangi gesekan akibat tekanan pemompaan jantung. Jantung terdiri atas 3 bagian :

lapisan terluar (epikardium), lapisan tengah/otot (miokardium), dan lapisan endotel didalam

(endokardium). (Henein, 2010). Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuluh darah

besar (arteri pulmonalis dan aorta) membentuk dasar jantung. Atrium secara anatomi

terpisah dengan ventrikel oleh sebuah anulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup

jantung dan tempat melekatnya katup maupun otot). Keempat katu jantung berfungsi untuk

mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik jantung. Terdapat 2 jenis katup

yaitu katup atrioventrikularis yang memisahkan atrium dan ventrikel, dan katup semilunaris

yang memisahkan arteri pulmonalis dan aorta dari ventrikel yang bersangkutan. Katup –

katup ini membuka dan menutup secara pasif, menanggapi perubahan tekanan dan volume

dalam bilik dan pembuluh darah jantung.

5

Page 6: 199860615-chf

Secara fungsional jantung dibagi menjadi pompa sisi kanan dan kiri, yang

memompa darah dari vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran sistemik.

Urutan aliran darah secara anatomi : Vena cava superior dan inferior, atrium kanan,

ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta,

arteri, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava superior dan inferior (Pearce, 2009).

Gambar 1.1 Gambaran skematik aliran darah melalui sistem kardiovaskular

Jantung memiliki sistem konduksi untuk merangsang miokardium dan menstimulasi

kontraksi otot. Impuls jantung biasanya berasal dari nodus SA (sinoatrialis) yang terletak

di posterior atrium kanan dekat muara vena kava superior. Impuls jantung kemudian

menyebar dari nodus SA menuju jalur konduksi khusus atrium dan ke otot atrium ( berkas

bachman) yang mempermudah penyebaran impuls dari atrium kanan ke atrium kiri. Impuls

listrik selanjutnya mencapai nodus AV (atrioventrikular) dekat muara sinus koronaria.

Nodus AV merupakan jalur normal transmisi impuls dari atrium ke ventrikel. Impuls

melalui nodus AV relatif lambat karena taut selisih yang rendah dan menyebabkan

sinkronisasi kontraksi atrium sebelum ventrikel. Keadaan ini memungkinkan pengisian

ventrikel sebelum kontraksi ventrikel. Berkas his menyebar dari nodus AV yang berjalan

ke bawah di sisi kanan septum interventrikularis dan bercabang menjadi serabut berkas

kanan dan kiri. Berkas serabut kanan dan kiri kemudian menjadi serabut purkinje. Serabut

punrkinje mengandung taut selisih dalam konsentrasi yang disesuaikan secara maksimal,

sehingga hantaran impuls untuk kontraksi ventrikel sangat cepat (price and lorraine, 2005).

6

Page 7: 199860615-chf

Gambar 1.2 Sistem konduksi jantung

2.3 Fisiologi Jantung

Jantung memiliki kemampuan untuk memompa darah ke paru dan sistemik.

Volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel permenit disebut curah jantung. Curah

jantung setiap orang sesuai ukuran tubuh. Volume sekuncup adalah volume darah yang

dipompa tiap ventrikel per detik. Sekitar dua per pertiga dari volume darah dalam ventrikel

pada akhir diastolik (volume akhir diastolik) dikeluarkan selama sistolik dan disebut fraksi

ejeksi. Sedangkan sisanya di dalam ventrikel pada akhir sistolik disebut volume akhir

sistolik. Faktor penentu curah jantung adalah frekuensi jantung dan volume sekuncup.

A. Frekuensi jantung

Frekuensi jantung sebagian besar berada dibawah pengaruh sistem saraf

otonom; serabut parasimpati dan simpatis mempersarafi nodus SA dan AV,

memengaruhi kecepatan dan frekuensi denyut jantung. Stimulasi parasimpatis akan

mengurangi frekuensi denyt jantung, sedangkan simulasi simpatis akan mempercepat

denyut jantung. Apabila semua pengaruh hormonal dan saraf dihambat akan

mempengaruhi curah jantung.

B. Pengaturan volume sekuncup

Terdapat 3 variabel yang mempengaruhi volume sekuncup (1) beban awal

(preload) adalah derajat peregangan serabut miokardium segera sebelum kontraksi.

Peregangan serabut miokardium bergantung pada volume darah, yang meregangkan

ventrikel pada akhir diastolik. Aliran balik darah vena ke jantung menentukan volume

akhir diastolik ventrikel. Peningkatan aliran balik vena meningkatkan volume akhir

diastolik yang memperkuat peregangan serabut miokardium. (2) Beban akhir

(afterload) adalah tegangan serabut miokardium yang harus terbentuk untuk kontraksi

7

Page 8: 199860615-chf

dan pemompaan darah. (3) Kontraktilitas adalah penentu ketiga pada volume

sekuncup. Kontraktilitas adalah perubahan kekuatan kontraksi yang terbentuk dan

terjadi tanpa tergantung pada perubahan panjang serabut miokardium. Hal ini terjadi

bila kalsium tertimbun dalam sel jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi (Price

and Lorraine, 2005).

2.4 Klasifikasi Gagal Jantung

Berdasarkan onset kejadian, Gagal jantung dibagi dalam 2 kelompok:

1. Gagal Jantung Akut

Serangan cepat /rapid/ dan adanya perubahan pada gejala dan tanda gagal

jantung yang berakibat diperlukan penanganan dan terapi yang cepat, dapat berupa

perburukan dari gagal jantung kronik sebelumnya. Gagal jantung akut merupakan

gabungan dari keadaan edema paru akut disertai peningkatan tekanan darah

(Mebazaa et al, 2008). Curah jantung dapat menurun secara tiba-tiba disertai

penurunan tekanan darah pada keadaan syok kardiogenik. The heart failure society

of America membagi faktor resiko gagal jantung akut dalam 3 kategori: 1) riwayat

hipertensi lama dengan gangguan pada fraksi ejeksi ventrikel kiri, 2) Terdapat

tanda-tanda kongestif, dan 3) gejala-gejala gangguan perfusi organ-organ tubuh

(Mebazaa et al, 2008). Faktor predisposisi yang paling sering adalah riwayat

penyakit iskemia jantung. Selain faktor tersebut gangguan katup jantung, penyakit

perikard, dan gagal sirkulasi juga dapat mengakibatkan gagal jantung. (kruger and

andrew, 2009).

2. Gagal Jantung Konik

Sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung yang terjadi

perlahan (Mc Murray et al, 2012). Gejala berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan

istirahat atau latihan, edema dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam

keadaan istirahat. Tekanan darah masih terpelihara dengan baik. Pedoman

klasifikasi pasien menurut New York Heart Association (NYHA).

1. Kelas 1 : Asimtomatik dengan aktivitas fisik biasa

2. Kelas II : Simtomatik dengan aktivitas fisik biasa

3. Kelas III : Simtomatik dengan aktivitas fisik yang agak ringan.

4. Kelas IV : Simtomatik saat istirahat (Price and Lorraine, 2005).

8

Page 9: 199860615-chf

Pembagian gagal jantung berdasarkan ACCF/AHA 2013:

1. Grade A : faktor resiko tinggi gagal jantung dan tanpa gangguan struktural jantung.

Pasien pada umumnya tidak memiliki gejala atau keluhan.

2. Grade B : terjadi gangguan struktural jantung. Aktivitas fisik tidak terbatas dan

pasien bisa tanpa gejala. Namun, gejala dapat juga timbul pada aktivitas

ringan (NYHA I)

3. Grade C : terjadi gangguan strukural jantung dengan gejala yang timbul saat pasien

beraktivitas berat, sedang dan ringan. Gejala dapat timbul walaupun

pasien sedang beristirahat (NYHA I, II, III, dan IV).

4. Grade D: Gagal jantung berat dengan intervensi khusus. Gejala timbul saat pasien

beristirahat (NYHA IV). (Yancy et al, 2013).

Pembagian gagal jantung berdasarkan berdasarkan bagian yang terkena:

1. Gagal jantung kiri

Gagal jantung kiri terjadi bila curah (output) ventrikel kiri kurang dari volume

total darah yang diterima dari jantung kanan melalui sirkulasi pulmoner, akibatnya

terjadi bendungan di sirkulasi paru, dan tekanan darah sistemik turun.

2. Gagal jantung kanan

Gagal jantung kanan terjadi bila curah ventrikel kanan kurang dari masukan dari

sirkulasi vena sistemik. Sebagai akibatnya, sirkulasi vena sistemik terbendung, dan

curah ke paru-paru menurun (Breshers, 2007).

2.5 Etiologi Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan komplikasi tersering dari segala jenis penyakit

jantung baik kongenital ataupun didapat.

2.2.1 Gagal Jantung Akut

Penyakit kardiovaskular dan nonkardiovaskular dapat mencetuskan gagal

jantung akut. Keadaan yang paling sering adalah (1) Peninggian after load pada

penderita hipertensi sistemik atau hipertensi pulmonal, (2) Peninggian pre load

karena volume overload atau retensi air. Dan (3) gagal sirkulasi seperti pada

keadaan infeksi, anemia, dll. Kausa-kausa pencetus gagal jantung akut adalah

penyakit jantung sistemik (penyakit jantung koroner, infak miokard, iskemia

miokard ), gangguan katup jantung ( stenosis katup, regurgitasi katup), miopatia

(miokarditis akut), hipertensi dan arimia, gagal sirkulasi ( septikimia, anemia,

temponade jantung, emboli paru ), dan dekompensasi pada gagal jantung kronik

9

Page 10: 199860615-chf

( tidak patuh minum obat, volume overload, infeksi, disfungsi renal) (metra et al,

2010).

2.2.2 Gagal Jantung Kronik

Penyebab gagal jantung antara lain adalah disfungsi miokard, endokard,

perikardium, pembuluh darah besar, aritmia, kelainan katup, dan gangguan irama.

Di Eropa dan Amerika disfungsi miokard paling sering terjadi akibat penyakit

jantung koroner. Infark miokard merupakan penyebab paling sering pada usia

kurang dari 73 tahun, disusul hipertensi dan diabetes ( Ghanie, 2009)

2.6 Patofisiologi Gagal Jantung

2.6.1 Mekanisme dasar

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung

akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel

yang efektif. Kontraktilitas ventikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup

dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir

diastolik ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Derajat

peningkatan tekanan tergantung pada elastisitas ventrikel (Kruger and Andrew, 2009).

Dengan meningkatnya tekanan tersebut membuat peningkatan tekanan atrium kiri

karena selama fase pengisian (diastole) terdapat hubungan antara atrium dan

ventrikrel. Peningkatan ini diteruskan kebelakang, ke dalam pembuluh darah paru-

paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik

anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah , akan terjadi

transudasi cairan melebihi kecepatan drainase simpatik, selanjutnya terjadi edema

interstisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut akan mengakibatkan cairan akan

merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru (Breshers, 2007).

Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan

vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel

kanan. Serangkaian kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri , juga akan terjadi

pada jantung kanan yang akhirnya akan menyebabkan edema dan kongesti sistemik

(Yancy et al, 2013).

2.6.2 Respon Kompensatorik

Sebagai respon terhadap gagal jantung, ada 3 mekanisme kompensatorik tubuh

yaitu meningkatkan aktivitas adrenergik simpatis, peningkatan beban awal akibat

aktivasi sistem angiotensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel.

10

Page 11: 199860615-chf

a. Peningkatan aktivitas adrenergik simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan

respon simpatik kompensatotik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik

merangsang pengeluaran ketokolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medulla

adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah

curah jantung. Selain itu juga terjadi vasokontriksi arteri perifer untuk menstabilkan

tekanan arteri dan mengurangi aliran darah ke organ-organ dengan metabolisme

rendah (misalnya kulit dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak.

b. Peningkatan Beban Awal Melalui Aktivasi Sistem Renin-Angiotensin-

Aldosteron

Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengakibatkan beberapa

keadaan sebagai berikut: (1) penurunan aliran darah ginjal mengakibatkan penurunan

laju filtrasi glomerulus, (2) Pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerulus, (3)

interaksi rennin dengan angiotensinogen darah dan menghasilkan angiotensin I, (4)

konversi angiotensin I menjadi II, (5) rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar

adrenal, dan (6) retensi natrium dan air pada ginjal. Angiotensin II ini meningkatkan

tekanan darah dan meningkatkan volume ventrikel dan regangan serabut.

c. Hipertrofi Ventrikel

Renson kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi ventrikel.

Hipertrofi ventrikel terdiri dari hipertrofi konsentris yang ditandai dengan peningkatan

beban tekanan sehingga terjadi penambahan ukuran ruang dalam ventrikel. Kedua,

hipertrofi eksentris yang dicirikan penambahan proporsional dalam ketebalan dinding

dan ukuran ruang (Brashers, 2007).

2.7 Penegakan Diagnosa

Penegakan diagnosa dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan

penunjang. Pada anamnesis dapat diketahui faktor resiko pasien (merokok, hiperlipidemia,

diabetes, dan hipertensi). Selain itu dikaji riwayat penyakit pasien seperti kardiomiopati,

kelainan katup, gagal ginjal, dll (Brashers, 2007).

Gejala tipikal gagal jantung yang dapat ditemukan seperti sesak nafas, ortopneu,

paroxysmal nocturnal dypsneu, cepat lelah, pembengkakan tungkai. Gejala yang kurang

tipikal seperti batuk malam hari, wheezing, penurunan berat badan, penurunan kesadaran,

kejang, depresi, dan palpitasi.

11

Page 12: 199860615-chf

Pada pemeriksaan fisik ditemukan takikardi, gallop (bunyi jantung 3), peningkatan

tekanan vena jugularis, refluks hepatojugular, kardiomegali, ronki basah halus di basal

paru, dan bisa meluas pada kedua lapangan paru bila gagal jantung berat. Edema pretibial

pada pasien rawat jalan, edema sakral pada pasien tirah baring. Efusi pleura lebih sering

pada paru kanan dari pada paru kiri. Asites sering terjadi pada pasien dengan penyakit

katup mitral dan perikarditis konstriktif, hepatomegali dengan nyeri tekan, teraba pulsasi

hati yang berhubungan dengan hipertensi vena sistemik, ikterus berhubungan dengan

peningkatan bilirubin, ekstremitas dingin, pucat, dan berkeringat (Gray et al, 2005).

Kriteria framingharm dipakai untuk mendiagnosa gagal jantung kongestif. Kriteria

framingharm yang terdiri atas kriteria major dan minor.

Kriteria Major

Paroksismal Nokturnal Dipsnea Distensi vena leher Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3 Peninggian JVP Refluks hepatojugular

Kriteria Minor

Edema ekstremitas Batuk malam hari Dipsneu d’ effort Hepatomegali Efusi pleura Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal Takikardia (> 120/menit)

Kriteria mayor atau minor

Penurunan berat badan ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria minor

(Brashers, 2007).

Pada gagal jantung akut dapat terjadi udem paru akut yang mengakibatkan pasien

sesak berat. Selain itu terdapat tanda syok kardiogenik seperti tekanan sistol < 90 mmHg

atau berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg, dan atau penurunan

keluaran urin (< 0,5 ml/ kg/ jam) dengan laju nadi > 60 kali permenit dengan atau tanpa

adanya kongesti organ (Manurung, 2009).

Selain dari identifikasi gejala dan pemeriksaan fisik, konfirmasi temuan dengan

pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan meliputi:

12

Page 13: 199860615-chf

foto thorak: tampak adanya kongesti paru, pembesaran ventrikel, dan distensi vena pulmonalis.

Elektrokardiografi; dapat menunjukkan etiologi gagal jantung (infark, iskemia, hipertrofi, dll).

Pemeriksaan laboratorium: pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, urea, creatinin, gula darah, enzyme hati, dan INR.

Ekokardigrafi: dapat menunjukkan dilatasi abnormal ruang jantung dan kelainan kontraktilitas

MRI (magnetic resonance imaging): identifikasi pembesaran ventrikel (corwin,

2009).

2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal jantung dibagi berdasarkan grade ACCF/AHA 2013. Pada

grade A dilakukan intervensi terapeutik dan modifikasi faktor resiko. Grade 2 dilakukan

dengan memperbaiki struktural jantung, dan grade C/D tindakan berupa pengurangan

morbiditas dan mortalitas penyakit.

a. Gagal jantung Grade A

Pada gagal jantung grade A, tatalaksana yang penting adalah mengontol faktor

resiko seperti hipertensi, dislipidemia, obesitas, dan diabetes meliitus. Pada hipertensi

dianjurkan untuk pemberian diuretik, ACE inhibitor, ARBs, dan beta blocker. Hipertensi

terkontrol dapat memberikan perbaikan pada gagal jantung hingga 50%. Pada pengaturan

dislipidemia, klinisi harus mengontrol faktor resiko vascular disease seperti timbulnya plak

aterosklerosis. Pemberian statin dapat dipertimbangkan pada keadaan dislipidemia. Pada

obesitas dapat dilakukan perbaikan BMI. Diabetes mellitus adalah faktor resiko penting

untuk gagal jantung. Terapi medikamentosa seperti metformin, sulfanilure, dan insulin

dapat diberikan pada pasien diabetes mellitus dengan gagal jantung. Pemeriksaan HbA1c

rutin dianjurkan. Jika HbA1c > 10,5% pasien memiliki kemungkinan 4x lebih besar untuk

terjadinya gagal jantung dibandingkan jika HbA1c < 6,5%. Resiko kematian rendah pada

pasien dengan 7,1%<HbA1C≤ 7,8%. Hal ini menunjukkan pengaturan glukosa darah

penting untuk mengurangi resiko gagal jantung. Perubahan gaya hidup seperti berolah raga

teratur, diet rendah garam, menurunkan berat badan bagi yang obesitas dapat mengurangi

faktor resiko penyakit.

b. Gagal jantung Grade B

13

Page 14: 199860615-chf

Secara umum, penatalaksanaan gagal jantung grade B hampir sama dengan grade

A. ACE inhibitor, Beta blockers, dan statin dapat diberikan pada pasien dengan riwayat

infark miokard dan terjadi gangguan pada fraksi ejeksi untuk mengurangi mortilitas

penyakit. Pada grade B, pengaturan tekanan darah dan profil lipid sangat diperhatikan.

Target tekanan darah tergantung dari faktor resiko kardiovaskular yang lain seperti DM dan

penyakit ginjal. Jika tekanan darah tidak dikontrol dengan baik, dapat terjadi peningkatan

stadium hipertensi yang dapat memperburuk keadaan terutama pada keadaan left ventrikel

hypertrophy. Pemberian diuretik (Spironolakton 25 mg) dapat digunakan sebagai

antihipertensi. Eplerenone bersinergis dengan enalapril juga dapat digunakan dan

mengurangi LV mass. Kontrol ventrikel hipertrofi dengan EKG dan tekanan darah.

c. Gagal jantung Grade C

Pada gagal jantung grade C perlu terapi nonfarmakologi. Klinisi perlu melakukan

edukasi yang baik. Pasien harus mengerti bagaimana memonitoring gejala, berat badan,

dan mengurangi konsumsi sodium untuk mencegah gejala kongestif. Selain itu perlu

dukungan sosial untuk mengurangi stress psikologik pasien. Suatu penelitian menunjukkan

hubungan signifikan antara kurangnya dukungan sosial terhadap peningkatan morbiditas

dan mortalitas pasien gagal jantung yang dirawat di rumah sakit. Diuretik diberikan untuk

mengatasi retensi cairan. Diuretik dapat dikombinasikan dengan B blocker, ACE inhibitor,

dan aldosteron antagonis. Pasien dengan gagal jantung kronik dapat terjadi kemungkinan

cardioembolik stroke, sehingga perlu juga dipertimbangkan pemberian antikoagulan. Pada

dislipipemia dapat diberikan statin.

a. Gagal jantung Grade D

Setelah terapi nonfarmakologi dan farmakologi, dapat dilakukan definite therapy

seperti Pemberian agen vasopressor dan inotropik, dan transplantasi jantung. (Yancy et al,

2013).

Pemberian agen vasopressor dan inotropik

Pada pasien dengan syok kardiogenik harus segera diberikan inotropik intravena

untuk meningkatkan pemompaan jantung dan meningkatkan tekanan darah sehingga tidak

terjadi gangguan perfusi ke organ-organ vital tubuh. Agen inotropik yang dapat diberikan

adalah golongan agonis adrenergik seperti dopamine dan dobutamin. PDE inhibitor seperti

milrinone juga dapat diberikan.

MCS (Mechanical Circulatory Support)

14

Page 15: 199860615-chf

MCS terapi diberikan pada pasien dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 25% NYHA

III-IV dengan mortalitas yang tinggi. Tindakan MCS berupa LVADs sebagai alat bantu

ventrikel kiri sebelum dilakukan terapi definitif (operasi jantung)

Transplantasi Jantung

Transplantasi jantung adalah gold standar untuk terapi gagal jantung end-stage.

Perbaikan yang dapat ditemukan setelah implant jantung yaitu penurunan tekanan darah,

dan gangguan cardiomiopati lain. (Yancy et al, 2013).

Daftar Pustaka

15

Page 16: 199860615-chf

Bustan, 2007. Epidemiologi Penyakit tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Brashers, V.L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi. Ed 2. Jakarta: EGC.

Corwin, J.E. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Ed.3. Jakarta: EGC.

Ghanie, A. 2009. “Gagal JantungKronik” dalam Aru, W.S (Ed.) Ilmu Penyakit Dalam editor.

Jakarta: InternaPublishing.

Gray, H. H. et al. 2005. Kardiologi. Jakarta: erlangga.

Henein, M.Y. 2010. Heart Failure in Clinical Practice. London : Springer Dordrechth

Heidelberg.

Jessup, M. et al. 2009. 2009 Focused Update : ACCF/AHA Guidelines for the Diagnosis and

Management of Heart Failure in Adults. Journal of American Hearth Association

[online] 119: 1977-2016. http://circ.ahajournals.org/content/119/14/1977.full [diakses 18

Desember 2013].

Kruger, D.W. and Andrew, J.L. 2009. Acute Heart Failure: Putting the Puzzle of

Pathophysiology and Evidence Together in Daily Practice. Germany : Birkhauser

Verlag AG.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 854. 2009. Pedoman Pengendalian

Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

www.depkes.go.id/downloads/Profil2011-v3.pdf .

Mebazaa, A. et al. 2008. Acute Heart Failure. London: Springer-Verlag.

Mc Murray, J.V. et al. 2012. ESC Guidelines for Diagnosis and Treatment of Acute and

Chronic Heart Failure. European Heart Journal. [online]. 13: 1787-1847. 12

eurheartj.oxfordjournals.org/content/33/14/1787.full [diakses 19 Desember, 2013].

Metra, M. et al. 2009. Acute heart failure: Multiple clinical profiles and mechanisms require

tailored therapy. International Journal of Cardiology. [online] 30: 1-5

www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20537739 [diakses 18 Desember 2013].

Manurung, D. 2009. “Gagal Jantung Akut” dalam Aru, W.S (Ed.) Ilmu Penyakit Dalam editor.

Jakarta: InternaPublishing.

Pearce, E.C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

Price, S.A and Lorraine, M.W. 2005. Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Yancy, W.C et al. 2013. 2013 ACCF/AHA Guidline for Management of Heart Failure: A

Report of American Collage of Cardiology Foundation/American Heart association

Task Force on Practice Guidelines. Journal of American Hearth Association. [online].

16

Page 17: 199860615-chf

128:e240-e327. content.onlinejacc.org/article.aspx?articleid=1695825 [diakses 19

Desember 2013].

17