19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

70
Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme MTB adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi 1 . TB paru sebenarnya sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Dibuktikan dengan penemuan kerusakan tulang vertebra thorax yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan jaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000 - 4000 SM. Robert Koch menemukan MTB pada tahun 1882, semacam bakteri berbentuk batang. Diagnosis secara mikrobiologis dimulai sejak tahun 1882, terlebih lagi setelah Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis yang lebih tepat pada tahun 1896 2 . Pada permulaan abad 19, insidens penyakit TB di Eropa dan Amerika Serikat sangat besar. Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dan angka kematian berkisar 15-30% dari semua kematian. Usaha-usaha untuk mengurangi angka kematian dilakukan seperti perbaikkan lingkungan hidup, nutrisi, dll, tapi hasilnya masih kurang memuaskan 2. Sejarah eradikasi TB dengan kemoterapi dimulai pada tahun 1944 ketika seorang perempuan dengan penyakit TB paru lanjut menerima injeksi pertama Streptomicin. Segera disusul dengan penemuan asam para amino salisilik ( PAS ). 1

description

file

Transcript of 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Page 1: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB). Kuman batang aerobik dan tahan asam ini,

merupakan organisme patogen maupun saprofit. Jalan masuk untuk organisme MTB

adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Sebagian

besar infeksi TB menyebar lewat udara, melalui terhirupnya nukleus droplet yang

berisikan organisme basil tuberkel dari seseorang yang terinfeksi1.

TB paru sebenarnya sudah sangat lama dikenal oleh manusia. Dibuktikan

dengan penemuan kerusakan tulang vertebra thorax yang khas TB dari kerangka yang

digali di Heidelberg dari kuburan jaman neolitikum, begitu juga penemuan yang

berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000 - 4000

SM. Robert Koch menemukan MTB pada tahun 1882, semacam bakteri berbentuk

batang. Diagnosis secara mikrobiologis dimulai sejak tahun 1882, terlebih lagi

setelah Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis yang

lebih tepat pada tahun 1896 2.

Pada permulaan abad 19, insidens penyakit TB di Eropa dan Amerika Serikat

sangat besar. Angka kematian cukup tinggi yakni 400 per 100.000 penduduk, dan

angka kematian berkisar 15-30% dari semua kematian. Usaha-usaha untuk

mengurangi angka kematian dilakukan seperti perbaikkan lingkungan hidup, nutrisi,

dll, tapi hasilnya masih kurang memuaskan2.

Sejarah eradikasi TB dengan kemoterapi dimulai pada tahun 1944 ketika

seorang perempuan dengan penyakit TB paru lanjut menerima injeksi pertama

Streptomicin. Segera disusul dengan penemuan asam para amino salisilik ( PAS ).

1

Page 2: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Dilanjutkan dengan penemuan Isoniazid pada tahun 1952. Kemudian diikuti

penemuan berturut-turut pirazinamid pada tahun 1954 dan etambutol 1952,

rifampisin 1963 yang menjadi obat utama TB sampai saat ini2. Angka insidens kasus

dan mortalitas TB menurun drastis sejak terdapat kemoterapi. Namun, dari tahun

1985 hingga 1992, kasus TB meningkat hingga 20 %. Lebih dari 80 % kasus baru

TB yang dilaporkan adalah berusia lebih dari 25 tahun1.

Kira – kira 5 hingga 100 populasi yang baru terinfeksi akan berkembang

menjadi TB paru, 1 hingga 2 tahun setelah terinfeksi. Pada 5 % kasus akan

berkembang menjadi penyakit klinis di masa yang akan datang, sedangkan 95 %

sisanya tidak. Sekitar 10 % individu yang terinfeksi akan berkembang menjadi TB

klinis seumur hidup mereka. Namun, risiko yang lebih besar adalah pada individu

yang imunosupresif, khususnya pada mereka yang terinfeksi HIV. Berdasarkan data

CDC tahun 1996, angka penyakit TB pada orang yang terinfeksi HIV dengan tes

tuberkulin kulit positif adalah 200 hingga 800 kali lebih besar daripada angka untuk

seluruh penduduk Amerika Serikat1.

Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan

Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina

dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000

pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB

sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan

penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok

penyakit infeksi 3.

Baik di Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem

kesehatan dunia yang utama. Walaupun sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya

ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat

diberantas bahkan terus berkembang 1.

2

Page 3: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

BAB II

TUBERKULOSIS SECARA GLOBAL

II.1. MASALAH TUBERKULOSIS

Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh

MTB. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian

akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB

didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita

akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas 3.

3

Page 4: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Gambar 1. Insidens TB didunia (WHO, 2004) .

(dikutip dari 3)

Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara

ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan

rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan

pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB,

maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara

ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial bahkan

dikucilkan oleh masyarakat 3.

Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:

• Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara

negara yang sedang berkembang.

• Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:

o Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan

o Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak

terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan

pelaporan yang standar, dan sebagainya).

o Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat

yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah

didiagnosis)

o Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.

o Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang

mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.

• Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan

perubahan struktur umur kependudukan.

4

Page 5: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

• Dampak pandemi HIV 3.

Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan

banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan

dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal

tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia

(global emergency)3.

Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.

Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada

saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug

resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil

disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi

TB yang sulit ditangani 3.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah

pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina

dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan

pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang.

Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk 3.

II.2. ETIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis kuman yang berbentuk batang

dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um, mempunyai sifat khusus yaitu

tahan terhadap asam pada pewarnaan 2.

MTB memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian

peptidoglikan dan arabinomannan (seperti yang tampak pada gambar 2). Lipid inilah

yang membuat kuman lebih tahan asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan

kimia dan fisis. Kuman dapat hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan

dingin ( dapat tahan bertahun - tahun dalam lemari es ) dimana kuman dalam

5

Page 6: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

keadaan dormant. Dari sifat ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan

penyakit tuberkulosis menjadi aktif lagi 2.

Gambar2. Mikroskopik MTB.

(dikutip dari 4)

Kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag di

dalm jaringan. Makrofag yang semula memfagositosis kemudian disenanginya

karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini

menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan

oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru lebih tinggi dari

bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit

tuberkulosis 2.

II.3. FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEJADIAN PENYAKIT TBC

Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa

faktor seperti : status sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan faktor

toksis untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :

1. Faktor Sosial Ekonomi.

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan

perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan

penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena

6

Page 7: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi

syarat-syarat kesehatan 5.

2. Status Gizi.

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-

lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh sesoeranga sehingga rentan terhadap

penyakit termasuk TB Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh

dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak 5.

3. Umur.

Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usaia

produktif (15 – 50) tahun. Dewasa ini dengan terjaidnya transisi demografi

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih

dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap

berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru 5.

4. Jenis Kelamin.

Penyakit TB Paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki

dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada

sekitar 1 juta perempuanyang meninggal akibat TB Paru, dapat disimpulkan bahwa

pada kaum lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB Paru

dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin

laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol

sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar

dengan agen penyebab TBParu 5.

II.4. CARA PENULARAN

Penyakit tuberkulosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan

bakteri MTB yang dilepaskan pada saat penderita TB batuk. Bakteri ini bila sering

7

Page 8: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

masuk dan terkumpul di dalam paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama

pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah) dan dapat menyebar melalui

pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TB dapat

menginfeksi hampir seluruh organ tubuh seperti: paru, otak, ginjal, saluran

pencernaan, tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ

tubuh yang paling sering terkena yaitu paru 2.

Lingkungan hidup yang sangat padat dan dan pemukiman di wilayah

perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah proses penularan dan berperan

sekali atas peningkatan jumlah kasus TB. Penularan penyakit ini sebagian besar

melalui inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang didapat dari

pasien TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan

asam ( BTA ) 2.

Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan bisa melalui inokulasi langsung.

Infeksi yang disebabkan oleh M.bovis dapat disebabkan oleh susu yang kurang

disterilkan dengan baik atau terkontaminasi. Sudah dibuktikan bahwa lingkungan

sosial ekonomi yang baik, pengobatan yang teratur dan pengawasan minum obat yang

ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas di Amerika selama tahun

1950-1960 2.

II.5. RISIKO PENULARAN

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien

TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar

dari pasien TB paru dengan BTA negative 3.

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of

Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB

selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000

penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi

TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif 3.

8

Page 9: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

II.6. RISIKO MENJADI SAKIT TB

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI

1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan

10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50

diantaranya adalah pasien TB BTA positif 3.

Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien adalah

daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi

buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB

menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas system daya tahan

tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta

(oportunistic), seperti TB, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan

bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka

jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat

akan meningkat pula 3

II.7. PATOGENESIS

II.7. 1. Tuberkulosis Primer

Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap

dalam udara bebas selama 1 - 2 jam, tergantung sinar ultraviolet, ventilasi yang

buruk, dan kelembaban. Pada suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari

– hari sampai berbulan – bulan. Bila partikel ini terhisap oleh orang sehat, maka ia

9

Page 10: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

akan menempel pada saluran napas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke

alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer 2.

Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai

satu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil. Gumpalan basil yang lebih besar

cenderung lebih tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak

menyebabkan penyakit. Setelah berada di ruang alveolus, biasanya bagian bawah

lobus atas paru atau di bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan

reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan

memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari – hari

pertama, leukosit digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami

konsolidasi, dan timbul pneumonia akut 1.

Pneumonia selular ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada

sisa yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau

berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening dan menuju

kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih

panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang

dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 – 20 hari 1.

Bila kuman menetap dalam jaringan paru, ia akan berkembang biak dalam

sitoplasma makrofag. Dari sini ia dapat menuju ke organ - organ lainnya. Sarang

tuberkulosis primer disebut fokus ghon yang dapat terjadi di setiap jaringan paru, dan

kalau menjalar sampai ke pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman juga dapat

masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi

limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke

seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka

terjadi penjalaran ke seluruh jaringan paru menjadi TB millier 2.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju

hillus ( limfangitis lokal ), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus

(limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal + Limfadenitis regional =

10

Page 11: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Kompleks primer ( Ranke ). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu.

Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:

•Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. ( sebagian besar penderita )

•Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotik.

Kalsifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada pneumonia yang luasnya

> 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman

yang dormant.

•Berkomplikasi dan menyebar secara :

a.Perkontinuitatum ( ke sekitarnya )

b.Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan ataupun pada paru

disebelahnya. Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah

sehingga menyebar ke usus.

c.Secara limfogen ke organ – organ lainnya

d.Secara hematogen ke organ – organ tubuh lainnya 2.

II.7. 2. Tuberkulosis Pasca-Primer ( Sekunder )

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun – tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi TB dewasa ( tuberkulosis post primer =

TB sekunder ). Mayoritas reinfeksi menjadi 90 %. TB sekunder terjadi karena

imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, keganasan, diabetes, AIDS, gagal

ginjal. TB pasca-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi terutama di

regio atas paru ( segmen apikal-poterior lobus superior atau lobus inferior ).

Invasinya adalah ke daerah parenkim paru dan tidak ke lobus hiler paru. Sarang dini

mula – mula tampak seperti sarang pneumonia kecil dan dalam 3 – 10 minggu sarang

ini berubah menjadi tuberkel, yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel – sel

histiosit dan sel Datia Langhans 2.

11

Page 12: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis pasca-primer dapat menjadi :

•Direabsorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

•Sarang yang mula – mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan serbukan

jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan

perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma berkembang

menghancurkan jaringan ikat di sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis

menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan

terjadi kavitas. Kavitas ini mula – mula berdinding tipis, lama – lama dindingnya

menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi

kavitas sklerotik ( kronik ). Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah akibat hidrolisis

protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag, dan proses

yang berlebihan sitokin dengan TNF-nya. Bentuk perkejuan lain yang jarang adalah

cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia lanjut 2.

Kavitas dapat mengalami :

a.Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas masuk

dalam pembuluh darah arteri akan terjadi TB millier.

b.Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma dapat

mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan menjadi kavitas

lagi.

Komplikasi kronik kavitas adalah kolonisasi oleh jamur (contohnya

Aspergillus ) sehingga membentuk misetoma.

c.Menyembuh dan bersih ( open healed cavity ). Kadang – kadang berakhir sebagai

kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk sebagai bintang

( stellate shape ) 2 .

Secara keseluruhan terdapat 3 macam sarang :

1.Sarang yang sudah sembuh. ( tidak perlu pengobatan )

12

Page 13: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

2.Sarang aktif eksudatif. ( perlu pengobatan lengkap dan sempurna )

3.Sarang yang berada antara aktif dan sembuh. Sarang ini dapat sembuh

spontan, tapi mengingat risiko terjadi eksaserbasi, maka sebaiknya

diberikan pengobatan sempurna 2.

II.8. KLASIFIKASI TUBERKULOSIS

Hingga saat ini belum ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli radiologi,

ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman

klasifikasi tuberkulosis. Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964,

diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan kuman MTB dalam sputum atau

jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien memberikan biakan sputum positif 2.

Menurut WHO tahun 1991, kriteria pasien TB paru adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:

a.Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan

radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan

positif.

a.Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan

kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis paru.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan MTB positif 6.

Berdasarkan tipe pasien:

13

Page 14: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada

beberapa tipe pasien yaitu:

a.Kasus baru

Pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b.Kasus kambuh

Pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah

dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat

dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif. Bila BTA

negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif atau

perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa

kemungkinan:

-Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan, dll)

-TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten

menangani kasus tuberkulosis.

a.Kasus defaulted atau drop out

Pasien yang telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat

selama 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

b.Kasus gagal pengobatan

Pasien dengan BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi

positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir

pengobatan.

c.Kasus khronik

Pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai

pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang

baik.

d.Kasus bekas TB

-Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran

radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto

14

Page 15: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT

adekuat akan lebih mendukung.

-Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapatkan OAT 2

bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambar radiologi 6.

Berdasarkan gambaran radiologi:

a.Lesi TB aktif dicurigai bila:

•Bayangan berawan / nodular di segmen apical dan posterior lobus atas paru dan

segmen posterior lobus bawah

•Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau

nodular.

•Bayangan bercak milier

•Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

a.Lesi TB inaktif dicurigai bila:

•Fibrotik

•Kalsifikasi

•Schwarte atau penebalan pleura 6.

Luas lesi yang tampak pada foto thorax untuk kepentingan pengobatan dinyatakan

sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif):

•Lesi minimal

Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih

dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrosternal

junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4

atau korpus vertebra torakalis 5, serta tidak dijumpai kaviti.

•Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal 6.

15

Page 16: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

World Health Organization,1991 membagi TBC dalam 4 kategori berdasarkan terapi :

1.Kategori I, ditujukan terhadap:

-Kasus baru dengan sputum positif

-Kasus baru dengan bentuk TB berat

2.Kategori II, ditujukan terhadap:

-Kasus kambuh

-Kasus gagal dengan sputum BTA positif

1.Kategori III, ditujukan terhadap:

-Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas

-Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

1.Kategori IV, ditujukan terhadap:

-Tuberkulosis Paru kronik

-Multi-Drugs Resistant TB 2.

Di Indonesia, klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis,

radiologis dan mikrobiologis:

1.TB paru

2.Bekas TB paru

3.TB paru tersangka, yang terbagi dalam:

-TB paru tersangka yang diobati. Dengan sputum BTA negatif, tetapi tanda – tanda

lain positif

-TB paru tersangka yang tidak diobati. Dengan sputum BTA negatif dan tanda – tanda

lain juga meragukan

Dalam 2 – 3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk

TB paru ( aktif ) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan:

-Status bakteriologi

-Mikroskopik sputum BTA ( langsung )

-Biakan sputum BTA

16

Page 17: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

-Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru

-Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan OAT 2.

Pada tahun 1974, American Thoracic Society memberi klasifikasi baru yang diambil

berdasarkan aspek kesehatan masyarakat:

1.Kategori 0 : Tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi

Riwayat kontak negatif

Tes tuberkulin negatif

2.Kategori I :Terpajan TB, tapi tidak terbukti ada infeksi

Riwayat kontak positif

Tes tuberkulin negatif

3.Kategori II : Terinfeksi TB tapi tidak sakit

Tes tuberkulin positif

Radiologis dan sputum negatif

4.Kategori III: Terinfeksi TB dan sakit 2.

II.9. REAKSI HIPERSENSITIVITAS

Tuberkuloprotein yang berasal dari basil menimbulkan reaksi hipersensitivitas

pada pejamu. Respon peradangan dan nekrotik jaringan adalah akibat dari reaksi

hipersensitivitas selular ( tipe lambat ) dari pejamu terhadap basil TB. Reaksi

hipersensitivitas TB biasanya terjadi 3 – 10 minggu setelah infeksi. Individu yang

terpajan basil tuberkel membentuk limfosit T yang tersensistisasi. Bila derivat protein

tuberkulin yang telah dimurnikan ( PPD ) disuntikkan ke dalam kulit individu yang

limfositnya sensitif terhadap tuberkuloprotein maka limfosit yang sensitif akan

mengadakan reaksi dan menarik makrofag ke daerah tersebut 1.

17

Page 18: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

II.9.1. Tes Tuberkulin Intradermal ( MANTOUX )

Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk membantu menegakkan

diagnosis tuberkulosis terutama pada anak – anak balita.2 Teknik standar (tes

mantoux) adalah dengan menyuntikkan tuberkulin Purified Protein Derivative

(P.P.D) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit ( TU ) tuberkulin secara intrakutan

(intermediate strength), pada ⅓ atas permukaan volar atau dorsal lengan bawah

setelah kulit dibersihkan dengan alkohol. Biasanya dianjurkan memakai spuit

tuberkulin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik 26 – 27 G. Jarum yang pendek

ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke atas dan ujungnya

dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu gelembung berdiameter

6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan

tepat dan cermat 1.

Bila ditakutkan terjadi reaksi hebat dengan 5 TU, dapat diberikan dulu 1 atau

2 TU ( first strength ). Bila dengan 5 TU memberikan hasil negatif, dapat diulang

dengan 250 TU ( second strength ). Bila dengan 250 TU masih memberikan hasil

negatif, berarti TB dapat disingkirkan .Tes ini berdasarkan reaksi alergi tipe lambat 2.

Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara

48 – 72 jam setelah penyuntikkan dan reaksi harus dibaca dalam rentang waktu

tersebut, yaitu dalam cahaya yang terang, dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk.

Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah diameter indurasi dalam satuan milimeter,

pengukuran harus dilakukan melintang terhadap sumbu panjang lengan bawah

(seperti yang tampak pada Gambar 3) 1.

Hanya indurasi ( pembengkakan yang teraba ) dan bukan eritema yang

bernilai. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi ( meraba daerah

tersebut dengan jari tangan ). Tidak ada indurasi sebaiknya dicatat sebagai “ 0 mm “

18

Page 19: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

dan bukan negatif. Indurasi terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan

antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin 1.

Gambar 3. Mantoux test.

(dikutip dari 4)

Interpretasi tes kulit menunjukkan berbagai tipe reaksi ( lihat tabel 1). Reaksi

positif pada tes tuberkulin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu

terdapat penyakit secara klinis. Namun, tes ini adalah alat diagnostik penting dalam

mengevaluasi seorang pasien dan juga berguna dalam menentukan prevalensi infeksi

TB pada masyarakat 1.

Biasanya semua pasien tuberkulosis memberikan hasil reaksi yang positif

(99,8 %). Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG

atau terinfeksi mikrobakterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemukan daripada

positif palsu 2.

Tabel 1. Klasifikasi Tes Mantoux Intradermal Reaksi Tuberkulin

( Tuberkulin dengan TU PPD )

Indurasi ≥ 5mm Diklasifikasikan Positif Dalam Kelompok Berikut ini :Orang dengan HIV +

Baru – baru ini dengan orang yang menderita TB

Orang dengan perubahan fibrotik pada radiografi dada yang sesuai dengan

gambaran TB lama yang sudah sembuh.

19

Page 20: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Pasien yang menjalani transplantasi organ dan pasien yang mengalami penekanan

imunitas (menerima setara dengan ≥ 15 mg/hr prednison selama ≥ 1 bulan )

Indurasi ≥ 10 mm Diklasifikasikan Positif Dalam Kelompok Berikut ini :Baru tiba (≤ 5 tahun ) dari negara yang berprevalensi tinggi

Pemakai obat – obat yang disuntikkan

Penduduk dan bekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi :

Penjara, rumah – rumah perawatan, panti jompo, rumah sakit, fasilitas

perawatan lain, fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan

penampungan tuna wisma.

Pegawai laboratorium mikrobakteriologi

Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisiko tinggi

Anak di bawah usia 4 tahun atau anak – anak dan remaja yang terpajan orang

dewasa kelompok berisiko tinggi.Indurasi ≥ 15 mm Diklasifikasikan Positif Dalam Kelompok Berikut ini :Orang dengan faktor risiko TB yang tidak diketahui

Target program – program tes kulit seharusnya hanya dilakukan diantara kelompok

berisiko tinggi.

(dikutip dari 1)

II.9.2. Tes Anergi

Anergi adalah tidak ada respon hipersensitifitas tipe lambat terhadap pajanan

antigen terdahulu, seperti tuberkulin. Anergi spesifik adalah tidak ada reaktivitas

antigen seseorang; anergi nonspesifik secara keseluruhan adalah ketidakmampuan

untuk bereaksi terhadap berbagai antigen 1.

Pada seseorang dengan imunosupresif, respons selular hipersensitivitas tipe

lambat seperti reaksi tuberkulin dapat menurun atau menghilang. Penyebab anergi

dapat berasal dari infeksi HIV, sakit berat atau demam, campak ( atau infeksi virus

20

Page 21: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

lainnya ), penyakit hodgkin, sarkoidosis, vaksinasi virus hidup, dan pemberian obat

kortikosteroid atau obat imunosupresif 1.

Berdasarkan CDC (2000) 10 % sampai 25 % pasien dengan penyakit TB

memiliki reaksi yang negatif ketika diuji dengan tes tuberkulin intradermal pada saat

didiagnosis sebelum pengobatan dimulai. Kira – kira ⅓ pasien yang terinfeksi HIV

dan lebih dari 60 % pasien dengan AIDS dapat memperlihatkan hasil reaksi tes kulit

yang kurang dari 5 mm, walaupun mereka terinfeksi dengan MTB. Infeksi HIV

dapat menekan respon tes kulit karena jumlah CD4 dan Limfosit T yang menurun

hingga kurang dari 200 sel/mm3. Anergi juga dapat muncul bila jumlah CD4+

Limfosit T cukup tinggi 1.

Anergi dideteksi dengan memberikan sedikitnya 2 antigen hipersensitivitas

dengan menggunakan metode Mantoux. Tidak ada standarisasi dan hasil data,

membatasi evaluasi keefektifan tes anergi. Karena alasan ini, CDC ( 2000 ) tidak lagi

menyarankan tes anergi untuk penapisan rutin TB diantara orang – orang yang

menderita HIV positif di Amerika Serikat 1.

II.9.3. Vaksinasi Bacille Calmette-Guérin ( BCG )

Vaksinasi BCG, satu bentuk strain hidup basil TB sapi yang dilemahkan

adlah jenis vaksin yang paling banyak digunakan di berbagai negara. Pada

vaksinasi BCG, organisme ini disuntikkan ke kulit untuk membentuk fokus primer

yang berdinding, berkapur dan berbatas tegas. Bacille Calmette-Guérin tetap

berkemampuan untuk meningkatkan resistensi imunologis pada hewan dan manusia.

Infeksi primer dengan BCG memiliki keuntungan daripada infeksi dengan organisme

virulen karena tidak menimbulkan penyakit pada pejamunya 1.

Vaksinasi dengan BCG biasanya menimbulkan sensitivitas terhadap tes

tuberkulin. Derajat sensitivitasnya bervariasi, bergantung pada strain BCG yang

dipakai dan populasi yang divaksinasi. Tes tuberkulin kulit tidak merupakan kontra

indikasi bagi seseorang yang telah divaksinasi dengan BCG. Terapi pencegahan harus

21

Page 22: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

dipertimbangkan bagi siapapun orang yang telah divaksinasi BCG dan hasil reaksi

tes tuberkulin kulitnya berindurasi ≥ 10 mm, khususnya jika salah satu keadaan

dibawah ini menyertai :

1.Kontak dengan kasus TB

2.Berasal dari negara yang berprevalensi TB tinggi

3.Terus menerus terpajan dengan populasi berprevalensi TB tinggi

( rumah penampungan tuna wisma, pusat terapi obat )

Vaksinasi BCG hanya memiliki tingkat keefektifan 50 % untuk mencegah

semua bentuk TB. Berdasarkan rekomendasi dari CDC 1996, BCG jarang

diindikasikan 1.

22

Page 23: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

BAB III

DIAGNOSA TUBERKULOSIS

III.1. GEJALA KLINIS TB PARU

III.1.1. Demam

Biasanya subfebril seperti demam influenza. Tetapi kadang – kadang panas

badan dapat mencapai 40 – 41o C. Serangan demam pertama dapat sembuh sementara,

tetapi kemudian dapat timbul kembali. Hal ini terjadi terus menerus, sehingga pasien

merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi MTB yang

masuk 2.

III.1.2. Batuk atau batuk darah

Gejala ini sering ditemukan. Batuk terjadi karena ada iritasi pada bronkus.

Batuk ini diperlukan untuk membuang keluar produk – produk radang. Karena

terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada

setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu – minggu

atau berbulan – bulan sejak awal peradangan 2.

Sifat batuk dimulai dari batuk kering ( non-produktif ) kemudian setelah

timbul peradangan menjadi produktif ( menghasilkan sputum ). Keadaan yang lanjut

adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan

batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus

dinding bronkus 2.

23

Page 24: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

III.I.3. Sesak nafas

Jika sakit masih ringan, sesak nafas masih belum dirasakan. Sesak nafas

ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi

setengah bagian paru 2.

III.1.4. Nyeri dada

Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura

sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya 2.

III.1.5. Malaise

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia ( tidak ada nafsu makan),

badan makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat

malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak

teratur 2.

III.2. PEMERIKSAAN FISIK

III.2.1. Keadaan Umum

Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam

( subfebris ), badan kurus, berat badan menurun 2.

III.2.2. Pemeriksaan Paru

Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan dengan

pneumonia biasa. Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan kelainan

apapun terutama pada kasus – kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara

asimtomatik. Demikian pula bila sarang penyakit terletak di dalam, akan sulit

ditemukan kelainan, karena hantaran getaran atau suara yang lebih dari 4 cm ke

dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi dan auskultasi 2.

24

Page 25: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Bila dicurigai ada infiltrat yang luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan

auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan seperti

ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi apabila infiltrat ini ditutupi oleh penebalan

pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup

besar, perkusi dapat memberikan suara hipersonor atau tympani dan auskultasi suara

nafas amforik 2.

Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi

dan retraksi otot – otot interkostal. Bagian paru yang sakit menjadi mengecil dan

menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan menjadi lebih

hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas, yakni > ½ jumlah jaringan paru, akan

terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan

arteri pulmonalis ( hipertensi pulmonal ) diikuti terjadinya korpulmonale dan gagal

jantung kanan. Disini akan timbul tanda – tanda takipnea, takikardia, sianosis, right

ventricular lift, right atrial gallop, murmur Graham – Steel, Bunyi P2 yang

mengeras, JVP meningkat, hepatomegali, asites dan edema 2.

Bila mengenai pleura, dapat terjadi effusi pleura. Pada inspeksi, paru yang

sakit terlihat tertinggal dalam pernapasan, pada perkusi pekak, pada auskultasi bunyi

nafas melemah sampai tidak ada 2.

III.3. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS

Saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini terutama memberikan keuntungan seperti pada kasus tuberkulosis anak – anak dan tuberkulosis milier. Pada keadaan tersebut, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif 2.

Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru ( segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus bawah ), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah ( bagian inferior ) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru ( misalnya pada tuberkulosis endobronkial ) 2.

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang – sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak – bercak seperti awan dan dengan batas – batas

25

Page 26: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal sebagai tuberkuloma 2.

Pada kavitas, bayangannya berupa cincin yang mula – mula berdinding tipis, lama kelamaan dinding menjadi sklerotik dan tampak menebal. Bila terjadi fibrosis, akan tampak bayangan yang bergaris – garis. Pada kalsifikasi, bayangannya tampak sebagai bercak – bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis tampak seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru 2.

TB milier memberikan gambaran berupa bercak – bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru. Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru adalah penebalan pleura ( pleuritis ), massa cairan di bagian bawah paru ( efusi pleura atau empiema ), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru atau pleura ( pneumothoraks ) 2.

Biasanya pada TB yang sudah lanjut, dalam satu foto dada seringkali didapatkan bermacam – macam bayangan sekaligus, seperi infiltrat, garis – garis fibrotik, kalsifikasi, kavitas ( nonsklerotik atau sklerotik ) maupun atelektasis dan emfisema 2.

Karena TB sering memberikan gambaran yang berbeda – beda, terutama pada gambaran radiologisnya, sehingga tuberkulosis sering disebut sebagai the greatest imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis. Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru 2.

Pemeriksaan khusus yang kadang – kadang diperlukan adalah bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang disebabkan oleh tuberkulosis. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan bila pasien akan menjalani pembedahan paru. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah CT scan dan MRI. Pemeriksaan MRI tidak sebaik CT scan, tetapi dapat mengevaluasi proses – proses dekat apeks paru, tulang belakang, perbatasan dada – perut. Sayatan bisa dibuat transversal, sagital dan koronal 2.

III.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUMIII.4.1. Darah

Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif), akan didapatkan jumlah lekosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal. Hasil pemeriksaan lain dari darah didapatkan : anemia ringan normokrom normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun 2.

Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1 / 128. Positif palsu dan negatif palsu dari pemeriksaan ini masih besar 2.

26

Page 27: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Akhir – akhir ini terdapat pemeriksaan serologis yang banyak dipakai adalah Peroksidase Anti-Peroksida (PAP-TB) yang nilai sensitivitas dan spesifisitasnya cukup tinggi ( 85-95% ), tapi di lain pihak ada pula yang meragukannya. Walaupun demikian, PAP-TB masih dapat dipakai, tetapi kurang bermanfaat bila dimanfaatkan sebagai sarana tunggal diagnosis TB. Prinsip dasar uji PAP-TB adalah menentukan ada antibodi IgG yang spesifik terhadap antigen tuberkulosis. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer 1:10.000 didapatkan uji PAP-TB positif. Hasil positif palsu didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan, dan masa 3 bulan revaksinasi BCG 2.

Uji serologis lain terhadap TB yang hampir sama nilai dan caranya dengan uji

PAP-TB adalah uji Mycodot. Disini dipakai antigen Lipoarabinomannan (LAM) yang

direkatkan pada alat berbentuk sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum

pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan

berubah 2.

III.4.2. Sputum

Pemeriksaan sputum penting karena dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Selain itu, pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Tidak mudah untuk mendapatkan sputum terutama pada pasien yang tidak batuk atau batuk yang nonproduktif. Dalam hal ini dianjurkan 1 hari sebelum pemeriksaan, pasien dianjurkan minum air sebanyak ± 2 liter dan diajarkan melakukan refleks batuk. Dan juga dengan memberikan tambahan obat – obat mukolitik, ekspektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20 – 30 menit 2.

Bila masih sulit, sputum dapat diperoleh dengan cara bronkoskopi, diambil dengan brushing atau bronchial washing atau Broncho Alveolar Lavage (BAL). Basil tahan asam dari sputum juga dapat diperoleh dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak – anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya 2.

Kuman baru dapat ditemukan apabila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50 % pasien BTA + tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang – kurangnya ditemukan ditemukan 3 kuman dalam 1 sediaan, atau dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum 2.

Cara pemeriksaan sediaan sputum : -Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.-Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus )

27

Page 28: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

-Pemeriksaan dengan biakan (kultur). Setelah 4 – 6 minggu penanaman, koloni kuman mulai tampak. Bila setelah 8 minggu tidak tampak, biakan dinyatakan negatif.-Pemeriksaan terhadap resistensi obat 2.

Kadang – kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA ( + ), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena Death bacilli atau nonculturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat anti-tuberkulosis jangka pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu singkat2.

Pemeriksaan penunjang lainnya :

Teknik Polymerase Chain Reaction

Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam

berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1

mikroorganisme dalam spesimen. Dapat mendeteksi DNA kuman TB

dalam waktu yang lebih cepat atau untuk mendeteksi MTB yang tidak

tumbuh pada sediaan biakan. Juga dapat mendeteksi resistensi obat 7.

Becton Dickinson Diagnostic Instrument System ( BACTEC = Bactec 400

Radiometric System )

Dimana kuman dapat dideteksi dalam 7 – 10 hari. Deteksi growth

index berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak

oleh MTB 7.

Enzyme Linked Immunosorbent Assay

Deteksi respons humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi.

Pelaksanaannya rumit dan antibodi dapat menetap dalam waktu lama 7.

III.5. DIAGNOSIS TB PARU

Sebenarnya TB paru cukup mudah dikenali dari gejala – gejala, kelainan fisik,

kelainan radiologis sampai dengan kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya

tidak selalu mudah menegakkan diagnosanya. Menurut American Thoracic Society

(ATS) dan WHO 1964, diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan

28

Page 29: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

kuman MTB dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien

memberikan sediaan atau biakan yang positif karena kelainan paru yang belum

berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bisa membatukkan sputumnya dengan

baik 2.

Di Indonesia sulit menerapkan diagnosis diatas karena fasilitas laboratorium

yang sangat terbatas untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan

kuman BTA dalam sediaan sputum secara mikroskopis biasa, sudah cukup untuk

memastikan diagnosis tuberkulosis paru, karena kekerapan M. atipic di Indonesia

sangat rendah. Meskipun demikian, hanya 30-70 % dari seluruh kasus tuberkulosis

yang dapat didiagnosis secara bakteriologis 2.

Diagnosis TB paru masih banyak yang ditegakkan berdasarkan kelainan klinis

dan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini masih besar sehingga

memberikan efek kepada pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan. Oleh karena

itu, sebaiknya dicantumkan status klinis, status radiologis dan status kemoterapi.

World Health Organization tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru:

Pasien dengan sputum BTA positif :

Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA,

sekurang – kurangnya pada 2x pemeriksaan atau

satu sediaan sputumnya positif disertai kelainan radiologis yang sesuai dengan

gambaran TB aktif atau

Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif

Pasien dengan sputum BTA negatif :

Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan

BTA sedikitnya pada 2x pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB

aktif atau

Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan

BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif

29

Page 30: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Disamping TB paru, terdapat pula TB ekstra-paru, yakni pasien dengan

kelainan histologis atau dengan gambaran klinis sesuai TB aktif atau

pasien dengan satu sediaan dari organ ekstra-parunya menunjukkan hasil

bakteri MTB 2.

Diluar pembagian tersebut di atas, pasien digolongkan lagi berdasarkan

riwayat penyakitnya:

Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat OAT lebih dari 1 bulan

Kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB tapi

kemudian timbul lagi TB aktifnya.

Kasus gagal ( smear positive failure ), yakni :

Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat OAT

lebih dari 5 bulan atau

Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti-TB 1-5 bulan

dan sputum BTA-nya masih positif.

Kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah

mendapatkan pengobatan ulang ( retreatment ) lengkap yang disupervisi dengan baik 2.

BAB IV

DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE

IV.1. DEFINISI DOTS

30

Page 31: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) adalah strategi

penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan secara langsung. Dengan

menggunakan strategi DOTS, maka proses penyembuhan TB dapat berlangsung

secara cepat. Directly Observed Treatment Shortcourse bukanlah obat, hanya

merupakan istilah (term), singkatan atau strategi pengobatan TB. Directly Observed

Treatment Shortcourse hanya bisa berjalan dengan efektif kalau komponennya bisa

berjalan dengan baik pula 1.

IV.2. LATAR BELAKANG DOTS

Program nasional pemberantasan TB di Indonesia sudah dilaksanakan sejak

tahun 1950-an. Ada 6 macam obat esensial yang telah dipakai yaitu Isoniazid (H),

para-amino salisilik asid (PAS),Streptomisin (S), Etambutol (E), Rifampisin (R) dan

Pirazinamid (Z) 8.

Strategi DOTS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1995 di Indonesia dan

telah diimplementasikan secara meluas pada tahun 1997 dalam sistem pelayanan

kesehatan masyarakat 9. Directly Observed Treatment Shortcourse yang didasarkan

pada rekomendasi WHO, memasukkan pendidikan kesehatan, penyediaan obat anti-

TB gratis dan pencarian secara aktif kasus TB dalam strateginya.. Sampai dengan

tahun 2001, 98% dari populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di

puskesmas. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka

pendek oleh pengawas pengobatan" setiap hari 7.

Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS

dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data ( DST ) akan menjadi alat

pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa

wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50%

dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak

bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS

31

Page 32: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan

kekebalan obat 7.

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TB dan lemahnya

implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap

OAT akan menyebarkan infeksi TB dengan kuman yang bersifat Multi-drugs

Resistant (MDR). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard

pengobatan TB yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin,

levofloxacin ( hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak

dalam masa pertumbuhan ) 7.

IV.3. PERAN DOTS

Indonesia adalah negara high burden dan sedang memperluas strategi DOTS

dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data akan menjadi alat pemantau

dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari beberapa wilayah,

identifikasi dan pengobatan TB melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus

BTA positif dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama

dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko

tinggi dalam kegagalan pengobatan dan mungkin menimbulkan kekebalan obat 10.

Directly Observed Treatment Shortcourse menekankan pentingnya

pengawasan terhadap penderita TB agar menelan obatnya secara teratur sesuai

ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi DOTS memberikan angka

kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS direkomendasikan oleh

WHO secara global untuk menanggulangi TB 3.

Selain itu bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi

kesehatan yang paling cost effective. Sampai tahun 2000, cakupan dari program

DOTS baru mencapai 28% dari 206.000 juta penduduk, dengan hasil pengobatan

yang masih belum memuaskan. Ada beberapa daerah yang sukses antara lain:

32

Page 33: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Sulawesi. Faktor-faktor risiko yang sudah diketahui menyebabkan tingginya

prevalensi TB di Indonesia antara lain: kurangnya gizi, kemiskinan dan sanitasi yang

buruk. Pengobatan yang sukses di bawah program DOTS tetap tinggi walaupun turun

dari 91% menjadi 81% diantara tahun 1985-1996 kunci permasalahan dengan

pengobatan sistim DOTS ini adalah rendahnya penemuan kasus-kasus baru 3.

IV.4. STRATEGI DOTS

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :

•Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB &

dukungan dana

•Diagnosis penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis

•Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung

oleh Pengawas Minum Obat (PMO).

•Tersedianya paduan obat anti-TB jangka pendek secara konsisten

•Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TB sesuai standar 3.

Berikut akan dijelaskan satu persatu mengenai komponen-komponen tersebut

diatas: Pertama, komitmen politis dari para pengambil keputusan. Tuberkulosis

adalah masalah global, masalah bangsa sehingga program ini sangat membutuhkan

dukungan yang kuat dari para pimpinan puncak di masing-masing tingkatan

pemerintahan.8 Komitmen yang dimaksudkan di sini bukan komitmen semu, seakan-

akan mempunyai komitmen padahal mereka tidak mempunyai komitmen atau

komitmen tersebut hanya teori saja tidak disertai dengan tindakan nyata 3.

Hal lain misalnya dengan meningkatnya jumlah TB yang secara terus-

menerus, para pengambil kebijakan harus memberikan dana tiga kali lebih banyak

dibandingkan dengan program lain dan seterusnya. Kelemahan sekaligus kesalahan

yang terjadi adalah kadang-kadang yang berkomitmen adalah para pengambil

33

Page 34: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

kebijakan tingkat di bawahnya sementara mereka adalah pelaksana teknis di mana

keputusan mereka ditentukan oleh pengambil kebijakan di atasnya3.

Program ini tidak akan mungkin berjalan maksimal kalau yang mempunyai

komitmen hanya dimiliki oleh orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan seperti

dinas kesehatan, rumah sakit, puskesmas dan pelaksana unit lainnya. Komitmen

utama harus berasal dari top leader. Dukungan dana adalah hal yang sangat krusial

dihadapi oleh hampir semua program dan departemen, bahkan dana dianggap sebagai

masalah klasik. Meskipun penanggulangan TB saat ini mendapat bantuan dari global

fund, namun hanya membiayai program-program tertentu saja dan akan mempunyai

periode waktu tertentu pula. Dengan kondisi ini, maka sebaiknya pemerintah pusat

dan daerah tetap harus mengalokasikan dana yang cukup untuk penanggulangan

program ini 3.

Kedua, diagnosis dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik. Untuk

menentukan seseorang menderita TB atau tidak, pada periode waktu yang lalu cara

penentuannya kadang-kadang berbeda antara satu unit pelaksana dengan unit yang

lain. Misalnya di puskesmas menentukan seseorang TB itu dengan pemeriksaan

dahak dengan istilah pagi-sewaktu-pagi. Sehingga kalau hasil pemeriksaan dahak

dinyatakan positif, maka mereka dianggap menderita TB sementara pada tempat yang

lain, menyatakan tidak cukup dengan pemeriksaan dahak dan harus didukung oleh

pemeriksaan rontgen. Hasil pemeriksaan rontgen yang akan memperkuat apakah

seseorang benar-benar menderita TB atau tidak 3.

Ketiga, pengobatan dengan pengawasan oleh Pengawas Minum Obat (PMO).

Pengawas Minum Obat mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses

kesembuhan penderita. Kita bisa membayangkan bahwa minum obat saja dengan

penyakit biasa kadang-kadang kita lupa minum obat dengan tepat waktu atau lupa

sama sekali dan itu pun tidak mempunyai efek besar kalau berhenti minum obat.

Namun, berbeda halnya dengan penderita TB di mana mereka harus menjalani masa

pengobatan sekitar enam bulan. Obat harus diminum sesuai aturannya, baik

34

Page 35: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

jumlahnya, jenisnya maupun waktunya. Dengan kompleksnya masalah ini sehingga

tidak sedikit penderita TB yang drop out, gagal berobat karena mereka bosan 3.

Pemahaman penderita tentang TB yang kurang di mana penderita setelah

minum obat antibiotik beberapa hari dan batuknya sudah mulai membaik lalu

kemudian mengklaim telah sembuh. Padahal mereka sebetulnya belum sembuh,

kuman TB hanya dormant (tidur sementara) karena ia telah diintervensi dengan

kehadiran antibiotik. Dalam hal ini, penderita tetap butuh minum obat sampai benar-

benar kuman tidak ada lagi 3.

Keempat & kelima yaitu, ketersediaan obat untuk penderita yang disertai

pencatatan/pelaporan baku untuk pemantauan kemajuan pengobatan penderita dan

evaluasi kinerja program. Ketersediaan obat mempunyai peranan besar dalam

program ini, baik terhadap penderita yang sedang berobat atau pun penderita baru.

Ketersediaan obat harus mendapat jaminan dari pemerintah untuk menghindari drop

out pada penderita lama maupun penularan baru terhadap orang lain 3.

Jangan lupa bahwa jika faktor pemicunya tersedia maka ia dapat menular

kepada orang lain dalam hitungan detik sehingga dapat melahirkan korban-korban

baru yang mestinya tidak terjadi. Selanjutnya, pemantauan dan evaluasi baik terhadap

pengobatan penderita maupun terhadap program harus dilakukan terus-menerus

sehingga kita dapat mengukur apa yang telah dicapai dari program ini dan

kemungkinan-kemungkinan perbaikan di masa yang akan datang. Jika kelima

komponen tersebut di atas terpenuhi barulah dikatakan sebagai strategi DOTS. Antara

strategi satu dengan yang lain harus saling mendukung dan kesemuanya

membutuhkan dukungan dan komitmen yang kuat 3.

Ada beberapa kondisi yang memungkinkan itu terjadi. Seperti kita ketahui,

TB sangat mudah penularannya, dengan demikian jika penderita TB gagal berobat,

maka akan memberikan resistensi baru terhadap dirinya di mana mereka harus

menjalani pengobatan yang lebih intensif di samping akan memberikan penularan

pada orang lain. Kemudian juga bisa terjadi di mana tidak semua penderita mau

melakukan pengobatan meskipun mereka sadar bahwa kemungkinan dirinya

35

Page 36: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

terinfeksi TB. Alasanya adalah karena malu, takut dapat stigma dan alasan klasik

lainnya. Oleh karena itu, ada beberapa saran yang dapat digunakan untuk

menanggulangi masalah TB yang lain 3.

IV.5. Tahapan-tahapan DOTS

Dalam strategi DOTS ini ada tiga tahapan penting yaitu, mendeteksi pasien,

melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung. Deteksi atau diagnosis

pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi sumber

penyebaran TB berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga

mengidap TB. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi

kuman TB atau tidak. Sampai saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan

menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang spesifik, sedangkan

diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa

diterapkan 3.

Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TB, dokter akan memberikan obat

dengan komposisi dan dosis sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TB

yang biasanya digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pyrazinamide, streptomycin,

dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TB yang resisten, biasanya

diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini 3.

Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat

serta perkembangan pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien

berhenti minum obat karena gejalanya telah hilang. Setelah minum obat TB biasanya

gejala TB bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun demikian, untuk benar-

benar sembuh dari TB diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6 bulan.

Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman

TB yang resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar,

pengendalian TB akan semakin sulit dilaksanakan 3.

36

Page 37: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

IV.6. ANGKA KESEMBUHAN TB DENGAN STRATEGI DOTS

Di Indonesia sendiri DOTS sejak diperkenalkan tahun 1995 telah memberikan

tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000. Angka ini melebihi target WHO,

yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di

Indonesia masih rendah. Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi

hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO, 70 persen. Karena itu, usaha untuk

medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi 3.

Directly Observed Treatment Shortcourse juga menunjukkan angka

keberhasilan yang cukup tinggi di negara-negara lain, seperti misalnya di Bangladesh

dengan strategi DOTS angka kesembuhan mampu mencapai sekitar 80 %. Di

Maldives, angka kesembuhan mencapai angka sekitar 85 % berkat strategi DOTS. Di

Nepal, setelah menggunakan DOTS, angka kesembuhan mencapai 85 % sedangkan

sebelumnya hanya mencapai 50 %. Di RRC tingkat kesembuhan lebih tinggi lagi

yaitu mencapai 90 % dengan DOTS 9.

IV.7. AKIBAT LEMAHNYA STRATEGI DOTS

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TB dan lemahnya

implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap

OAT akan menyebarkan infeksi TB dengan kuman yang bersifat Multi-drugs

Resistant (MDR). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard

pengobatan TB yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloksasin,

levofloksasin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak

dalam masa pertumbuhan) 10.

37

Page 38: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

BAB V

PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS PARU

V.1. PENGOBATAN TB PARU

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TB di Indonesia mengalami

perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yang

direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti

38

Page 39: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Indonesia – WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in Indonesia

pada April 1994 7.

Dalam program ini, prioritas ditujukan pada peningkatan mutu pelayanan dan

penggunaan obat yang rasional untuk memutuskan rantai penularan serta mencegah

meluasnya resistensi kuman TB di masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara

mengawasi pasien dalam menelan obat setiap hari, terutama pada fase awal

pengobatan 7.

V.2. CARA PEMBERIAN OAT DENGAN DOTS

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,

yaitu :

1. Tahap Intensif

Pada tahap intensif, penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung

untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin.

Bila pengobatan intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita yang

tadinya menular, menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian

besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan

intensif 8.

2. Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan, penderita mendapat jumlah obat yang lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap ini penting untuk membunuh kuman

dormant, sehingga dapat mencegah terjadinya kekambuhan 8.

Dari hasil percobaan pada binatang dan pengobatan pada manusia ternyata :

39

Page 40: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Hampir semua obat antituberkulosis mempunyai sifat bakterisid kecuali etambutol

dan tiasetazon yang hanya bersifat bakteriostatik dan masih berperan untuk mencegah

terjadinya resistensi kuman terhadap obat.

Rifampisin dan pirazinamid mempunyai aktivitas sterilisasi yang baik, sedangkan

INH dan streptomisin menempati urutan yang lebih bawah. Dalam aktivitas bakterisid

:

•Rifampisin dan INH disebut bakterisid yang lengkap (complete bactericidal drug)

oleh karena kedua obat ini dapat masuk ke seluruh populasi kuman. Kedua obat ini

masing-masing mendapat nilai satu.

•Pirazinamid dan streptomisin masing-masing hanya mendapat nilai setengah, karena

pirazinamid hanya bekerja dalam lingkungan asam sedangkan streptomisin dalam

lingkungan basa.

•Etambutol mendapat nilai setengah 2.

V.3. PRINSIP PENGOBATAN TB

Pengobatan TB memiliki 2 prinsip dasar, yaitu:

1)Bahwa terapi yang berhasil, memerlukan minimal 2 macam obat yang basilnya

peka terhadap obat tersebut, dan salah satunya harus bakterisid. Karena suatu

resistensi obat dapat timbul spontan pada sejumlah kecil basil, monoterapi

memakai obat bakterisid yang terkuat pun dapat menimbulkan kegagalan

pengobatan dengan terjadinya pertumbuhan basil yang resisten 9.

Keadaan ini lebih banyak dijumpai pada pasien dengan populasi basil yang besar,

misalnya pada TB paru dengan kavitas, oleh karena dapat terjadi mutasi 1 basil

resisten dari 106 basil yang ada. Kemungkinan terjadinya resistensi spontan

terhadap 2 macam obat merupakan hasil probabilitas masing-masing obat,

40

Page 41: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

sehingga penggunaan 2 macam obat yang aktif umumnya dapat mencegah

perkembangan resistensi sekunder 9.

Obat anti TB mempunyai kemampuan yang berbeda dalam mencegah terjadinya

resistensi terhadap obat lainnnya. Obat rifampisin dan INH merupakan obat yang

paling efektif, etambutol dan streptomisin dengan kemampuan menengah,

sedangkan pirazinamid adalah yang efektifitasnya terkecil 9.

2)Bahwa penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik setelah

perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk

mengeliminasi basil yang persisten. Basil persisten ini merupakan suatu populasi

kecil yang metabolismenya inaktif. Pengobatan yang tidak memadai akan

mengakibatkan bertambahnya kemungkinan kekambuhan, beberapa bulan-tahun

mendatang setelah seolah tampak sembuh 9.

Regimen pada pengobatan sekitar tahun 1950-1960 memerlukan waktu 18-24

bulan untuk jaminan menjadai sembuh. Dengan cara pengobatan pada masa kini

(metode DOTS) yang menggunakan paduan beberapa obat, pada umumnya pasien

TB berhasil disembuhkan secara baik dalam waktu 6 bulan. Kegagalan

menyelesaikan program masa pengobatan suatu kategori merupakan penyebab

dari kekambuhan 9.

V.4. SIFAT OBAT TB

Berdasarkan kedua prinsip di atas, program pengobatan TB dibagi menjadi 2

fase, yaitu: fase bakterisidal awal (inisial) dan fase sterilisasi (lanjutan) 2.

Terdapat 2 macam sifat atau aktivitas obat terhadap tuberkulosis yakni:

41

Page 42: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Aktivitas bakterisid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh. Aktivitasnya

diukur dari kecepatan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga

pada pembiakan didapatkan hasil yang negatif ( 2 bulan dari permulaan pengobatan )

•Rifampisin dan INH disebut bakterisid yang lengkap karena kedua obat ini dapat

masuk ke seluruh populasi kuman.

•Pyrazinamid hanya bekerja di lingkungan yang asam sedangkan streptomisin

bekerja di lingkungan yang basa. Oleh karena itu masing-masing mendapat nilai

setengah.

•Etambutol dan tiasetazon tidak mendapat nilai 2.

Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat.

Aktivitasnya diukur dari kekambuhannya setelah pengobatan dihentikan 2.

V.5. POPULASI BASIL TB DAN OBAT YANG DIGUNAKAN

Berikut adalah daftar efek obat yang digunakan untuk terapi jangka pendek

berdasarkan data dari laboratorium dan penelitian klinik untuk populasi basil yang

terbesar:

a)Basil yang metabolismenya aktif yang cepat terbunuh oleh obat berkemampuan

bakterisidal terutama H.

b)Basil yang dorman dan yang muncul berlipat ganda secara periodik. Basil ini

terutama sensitif terhadap obat R.

42

Page 43: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

c)Populasi lain, yang terdiri dari basil yang terdapat di lingkungan asam (basil

intrasel dan basil yang terdapat dalam lokasi perkejuan), yang terutama peka terhadap

efek obat Z.

d)Suatu populasi basil yang metabolismenya inaktif yang tidak dapat dipengaruhi

oleh obat apapun dan dapat di eliminasi oleh respons imun pejamu 2

V.6. REGIMEN PENGOBATAN TB

Obat-obatan TB dapat diklasifikasi menjadi 2 jenis regimen, yaitu obat lapis

pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini di arahkan ke penghentian

pertumbuhan basil, pengurangan basil dorman dan pencegahan terjadinya resistensi.

Obat-obatan lapis pertama terdiri dari H, R, Z, E, S. obat-obatan lapis kedua

mencakup rifabutin, etionamid, sikloserin, PAS, klofazimin, aminiglikosida di luar

streptomisin dan kuinolon 11.

Tabel 2. Dosis obat yang dipakai di Indonesia

Obat Dosis (Mg/

Kg BB/ hari)

BB < 40 Kg BB 40-60 Kg BB>60

Kg

Dosis

Maksimal

(mg )

Rifampisin 8-12 300 450 600 600

INH 4-6 150 300 450 300

Pirazinamide 20-30 750 1000 1500 -

43

Page 44: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Ethambutol 15-20 750 1000 1500 -

Streptomisin 15-18 Sesuai BB 750 1000 1000

(dikutip dari 1)

Tabel 3. Regimen Pengobatan Tuberkulosis Saat ini ( Metode DOTS =

Directly Observed Treatment Short Course Strategy )

Kategori Pasien TB Resimen Pengobatan

Fase Awal dan Fase Lanjutan

1. – TB Paru Sputum BTA (+) kasus baru,

lesi minimal

- TB Paru Sputum BTA (-), kasus baru, lesi

luas

2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE * 2 RHZE/

4 R3H3

44

Page 45: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

2. - Relaps

- Kegagalan Pengobatan

- Kasus Default

RHZE/1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau

2 RHZES/ 1RHZE/ 5RHE

3-6 kanamisin, ofloksasin, etionamid,

sikloserin/ 15-18 ofloksasin, etionamid,

sikloserin atau 2 RHZES/ 1RHZE/ 5RHE

Sesuai lama pengobatan sebelumnya, lama

berhenti minum obat dan keadaan klinis,

bakteriologi dan radiologi saat ini atau * 2

RHZE/ 1 RHZE/ 5 R3H3E3

3. - TB Paru sputum BTA (-) lesi minimal 2 RHZE/ 4RH atau 6 RHE atau * 2 RHZE/ 4

R3H3

4. - Kasus Kronis

- MDR TB

RHZES/ sesuai hasil uji resistensi ( min. OAT

yang sensitif) + obat lini 2 ( pengobatan

minimal 18 bulan )

Sesuai uji resistensi atau mempertimbangkan

menggunakan obat- obatan barisan kedua atau

WHO : seumur hidup diberikan H saja

(dikutip dari 1)

1.Rifampisin

45

Page 46: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Rifampisin merupakan obat semisintetik derivat dari Stretomyces

mediteranei. Rifampisin memegang peranan utama dalam pengobatan

tuberkulosis. Selain itu, rifampisin juga memiliki spektrum yang luas,

sehingga dapat mengatasi baik bakteri gram positif, maupun bakteri gram

negatif, seperti Legionella spp., M. kasasii, dan M. marinum. Rifampisin

memiliki aktiviti bakterisidal di intraseluler dan juga ektraseluler. Rifampisin

menghambat sintesa RNA dengan mengikat dan menghambat polymerase

DNA dependant RNA 12.

Rifampisin dapat menyebabkan urin berwarna merah kekuningan.

Selain itu, efek samping yang dapat ditimbulkan oleh rifampisin adalah

gangguan gastrointestinal, hepatitis, rash atau kemerahan pada kulit, anemia

hemolitik, trombositopenia dan juga imunosupresi 12.

Rifampisin dapat memicu tebentuknya enzim mikrosomal di hepar

sehingga dapat menurunkan efektivitas beberapa jenis obat, seperti digoksin,

warfarin, prednison, kontrasepsi oral, obat-obat Zidovudine (ARV) dan juga

kuinidin 11. Rifampisin meningkatkan metabolisme hepatik kontrasepsi oral

sehingga dosis kontrasepsi oral harus ditingkatkan 2.

2.Isoniazid (INH)

Setelah rifampisin, isoniazid merupakan obat antituberkulosis yang

paling efektif 7. Isoniazid harus diberikan pada setiap pengobatan

tuberkulosis, kecuali jika terdapat resistensi. Isoniazid memiliki efek

bakteriostatik dan juga bakterisidal 2.

Isoniazid dianggap obat yang aman; efek samping utamanya antara

lain hepatitis dan neuropati perifer karena interferensi fungsi biologi vitamin

B6 atau piridoksin 1,11. Efek samping lainnya seperti rash/kemerahan di kulit,

anemia, kejang, dan gangguan kejiwaan jarang dijumpai 7. Isonizid

46

Page 47: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

mempunyai kemampuan bakterisidal TBC yang terkuat. Mekanisme kerjanya

adalah menghambat cell-wall biosynthecis pathway 2.

3.Pirazinamid

Pirazinamid merupakan derivat asam nikotinik, yang digunakan pada

pengobatan tuberkulosis jangka pendek 7. Pirazinamid memiliki efek

bakterisidal 2,7. Efek samping yang paling sering dijumpai pada pemberian

pirazinamid adalah hepatotoksik dan juga hiperurisemia 7,11. Pirazinamid

merupakan obat bakterisidal untuk organisme intraselular dan agen anti

tuberculous ketiga yang juga cukup ampuh. Pirazinamid hanya diberikan

untuk 2 bulan pertama pengobatan 11.

Obat Anti Tuberkulosis Tambahan (first-line supplemental drugs)

Selain pemberian OAT golongan 1 tersebut, diberikan pula obat-obatan tambahan

(first-line supplemental drugs) yang juga memiliki efektivitas tinggi, namun jarang

menimbulkan efek toksik, seperti etambutol dan streptomisin 7. Pada beberapa

sumber menggolongkan kedua obat-obatan ini ke dalam OAT golongan 1 11.

Etambutol

Etambutol memiliki efek bakteriostatik terhadap MTB 2,7. Efek

samping yang paling berat dari etambutol adalah neuritis optik

retrobulbar, yang biasanya muncul setelah beberapa bulan

mengkonsumsi etambutol 7.

Efek samping ini muncul tergantung dari dosis dan juga durasi

pemberian obat. Kadang-kadang dapat pula dijumpai hiperurisemia,

namun asimtomatik 7. Etambutol satu-satunya obat lapis pertama yang

47

Page 48: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

mempunyai efek bakeriostatik tetapi bila dikombinasikan dengan INH

dan Rifampisin terbukti bisa mencegah terjadinya resisten obat 2.

Streptomisin

Streptomisin merupakan salah satu obat anti tuberkulosis

pertama yang ditemukan. Streptomisin ini merupakan suatu antibiotik

golongan aminiglikosida yang harus diberikan secara parenteral dan

bekerja mencegah pertumbuhan organisme ekstraseluler 11.

Streptomisin dapat diberikan secara intramuskular 7. Streptomisin

memiliki efek bakterisidal 2,7.

Efek samping streptomisin muncul pada 10-20% pasien yang

mendapat streptomisin 7. Kekurangan obat ini adalah efek samping

toksik pada saraf kranial kedelapan yang dapat menyebabkan disfungsi

vestibular dan atau hilangnya pendengaran 7. Selain itu yang

berbahaya dari streptomosin adalah sifatnya yang toksik bagi ginjal

(gagal ginjal non-oliguri) 7.

Obat Anti Tuberkulosis Golongan 2 (second-line antituberculosis drugs)

Obat anti-tuberkulosis golongan 2 digunakan jika terdapat resistensi obat atau

jika OAT golongan 1 tidak tersedia. Dari sebuah penelitian pada pasien yang resisten

terhadap OAT golongan 1 atau terdapat keadaan multi-drug resistant, dapat diatasi

dengan pemberian rifabutin, obat-obat golongan quinolon, para-aminosalicylic acid

(PAS), ethionamide, cycloserine, amikacin dan capreomycin 7.

Obat-obat antituberkulosis golongan 2 kurang efektif jika dibandingkan dengan

OAT golongan 1 dan dapat menimbulkan efek samping yang berat 7,11. Obat-obat ini

jarang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis 7.

48

Page 49: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Quinolon

Obat-obat golongan quinolon digunakan jika terdapat resistensi

terhadap OAT golongan 1 atau pada pasien-pasien yang tidak dapat

menggunakan OAT golongan 1. Obat-obatan yang termasuk golongan

quinolon adalah ofloxacin, levofloxacin, ciprofloxacin, gatifloxacin dan

moxifloxacin. Efek samping jarang sekali dijumpai. Jika ada, biasanya berupa

gangguan gastrointestinal, kemerahan pada kulit, pusing dan sakit kepala.

Efek samping yang cukup berat, seperti kejang, nefritis interstitial, vaskulitis,

dan gagal ginjal akut. Quinolon dapat diberikan secara intravena 7.

1.Capreomycin

Capreomycin merupakan suatu kompleks antibiotik polipeptida siklik

derifat dari Streptomyces capreolus, yang memiliki kesamaan dalam

pemberian dosis, cara kerja, farmakologi dan toksisitas dengan streptomisin.

Capreomycin diberikan secara intramuskular dalam dosis 10-15mg/kg/hari

atau 5 kali dalam seminggu (dosis maksimal per-hari 1 g). Setelah diberikan

selama 2-4 bulan, dosisnya diturunkan menjadi 1 g dalam 2 atau 3 kali

seminggu. Capreomycin merupakan obat injeksi pilihan terhadap tuberkulosis

setelah streptomisiin 7.

2.Rifabutin

Rifabutin memiliki beberapa kemiripan karakteristik dengan

rifampisin, namun rifabutin ini juga dapat digunakan pada pasien-pasien yang

resisten terhadap rifampisin dan juga lebih efektif mengatasi M. avium

complex dan nontuberculosis mycobacterium lainnya. Pada pengobatan HIV

dengan TB paru, akan lebih baik jika menggunakan rifabutin dari pada

rifampisin, karena efek interaksi obat antara rifampisin dan Anti Retro Virus

(ARV) yaitu nevirapin 7.

49

Page 50: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Efek samping rifabutin baru muncul jika pemberian dosis > 300

mg/hari. Efek samping yang paling sering muncul adalah gangguan

gastrointestinal. Selain itu, dapat muncul gejala lain seperti kemerahan pada

kulit, nyeri dada, myalgia, dan insomnia7.

Sama seperti rifampisin, pemakaian rifabutin juga dapat menyebabkan

perubahan warna urin menjadi berwarna merah kekuningan. Dari pemeriksaan

laboratorium, akan dijumpai neutropeni, trombositopeni dan peningkatan

enzim hati. Namun efek samping-efek samping tersebut akan hilang jika

pemberian rifabutin dihentikan 7.

3.Amikacin

Amikasin memiliki efek baksterisidal yang berkerja di ekstraseluler.

Amikacin ini efektif terhadap MTB, M. lepra, M. avium complex, dan lain-

lain. Dosis yang diberikan biasanya 7-10mg/kg IM atau IV, 3-5 kali dalam

seminggu 7.

4.Ethionamide

Ethionamide adalah derivat asam isonikotinik, sama seperti isoniazid

dan pirazinamid. Obat ini memiliki efek bakteriostatik. Namun

penggunaannya terbatas karena efek toksisitas dan banyaknya efek samping,

seperti gangguan gastrointestinal berat (mual, muntah, anoreksia, disgesia),

gangguan neurologis berat, hepatitis, reaksi hipersensitivitas, dan juga

hipotiroidisme 7.

5.Para-Aminosalicylic Acid (PAS)

Para-Aminosalicylic Acid dapat menghambat pertumbuhan MTB

dengan cara menghambat sintesa asam folat. Para-Aminosalicylic Acid jarang

menjadi pilihan pengobatan tuberkulosis karena rendahnya efektivitas dan

50

Page 51: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

juga karena menyebabkan timbulnya gangguan gastrointestinal (mual,

muntah, diare) 7.

Selain obat-obat antituberkulosis yang telah disebutkan tadi di atas, saat ini

sedang dilakukan penelitian efektivitas antituberkulosis beberapa obat, seperti

rifapentine, 8 methoxyfluroquinolones gatifloxacin, moxifloxacin dan lain-lain.

Penggunaannya dalam terapi tuberkulosis hingga saat ini belum dipastikan7. Obat TB

yang aman diberikan pada perempuan hamil adalah INH,Rifampisin dan Etambutol11.

Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat

mencegah perkembangan resistensi obat oleh karena itu, World Health Organization

(WHO) telah menerapkan strategi DOTS dimana terdapat petugas kesehatan

tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat untuk

memastikan kepatuhannya. WHO juga telah menetapkan regimen pengobatan standar

yang membagi pasien menjadi 4 kategori berbeda menurut definisi kasus tersebut11.

Kortikosteroid digunakan untuk TB yang mengenai SSP (meningitis) dan

perikarditis namun tidak dianjurkan untuk diberikan sebagai tambahan terapi pada TB

jenis lainnya. Pengobatan TB pada pasien dengan HIV positif pada dasarnya sama.

Hal yang perlu diperhatikan adalah adalah rifampisin tidak diberikan pada pasien

HIV positif yang menggunakan obat protease inhibitor ( kecuali obat ritonavir) atau

obat non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor/NNRTI (kecuali obat efavirenz).

Untuk mengatasinya dengan menggunakan rifabutin sebagai rifampisin. Rifabutin

dapat diberikan bersamaan dengan protease inhibitor (kecuali obat saquinavir) dan

NNRTI ( kecuali obat delavirdin) dengan penyesuaian dosis 11.

Sebaiknya tatalaksana TB pada pasien HIV dilakukan oleh ahlinya. Pasien

HIV yang mendapat OAT dan ARV dapat menunjukkan gejala dan tanda eksaserbasi

TB (reaksi paradoks). Keadaan ini disebabkan oleh reaksi hipersensitifitas lambat dan

meningkatnya antigen kuman setelah pemberian anti TB bakterisidal. Pasien HIV

dengan CD4<100 tidak boleh diberikan pengobatan dengan regimen 2 kali seminggu 11.

51

Page 52: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Efek samping obat:

ISONIAZID (INH)

Neuritis perifer ( kejang, atropi optik, ataksia, kesemutan, ensephalopati

toksik dan kematian ), ikterus, hipersensitivitas, mulut kering, nyeri epigastrik,

methemoglobinemia, tinitus, retensi urin.

RIFAMPISIN

Ikterus, Flu like syndrome, Syndrom Redman( akibat dosis yang berlebihan,

terdapat kerusakan hati yang berat , warna merah terang pada urin , air mata, ludah

dan kulit), nyeri epigastrik, reaksi hipersensitivitas, supresi imunitas

ETAMBUTOL

Neuritis optic, Gout ( pirai ), gatal, nyeri sendi, nyeri epigastrik, nyeri perut,

malaise, sakit kepala, sempoyongan, linglung, halusinasi, bingung.

PYRAZINAMID

Gangguan hati, Gout ( pirai )

Pada tabel berikut ini dapat kita lihat beberapa OAT yang mempunyai sifat

hepatotoksik13.

Tabel 4. OAT yang menyebabkan hepatotoksik

OAT potensial >> hepatotoksik OAT potensial << hepatotoksik

Isoniazid Streptomisin, Kanamisin, Amikasin

Rifampicin, Rifabutin Ethambutol, Ofloxacin, Levofloxacin

Pyrazinamide Ciprofloxacin, Cycloserine

Ethionamide, Prothionamide

Para-aminosalicylic acid

( D i k u t i p d a r i 1 3 )

52

Page 53: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

V.7. PANDUAN PEMBERIAN OBAT

Cara pemberian OAT dibedakan menjadi 4 kategori, yaitu :

A. Panduan Obat untuk Kategori I

•Fase Intensif 2 RHZE

•Bila setelah 2 bulan dahak menjadi negatif, fase lanjutan dapat dimulai

•Bila setelah 2 bulan, dahak masih tetap positif, fase intensif diperpanjang 4 minggu

lagi, apabila setelah diperiksa lagi menjadi negatif, fase lanjutan dapat simulai.

Namun bila masih positif, dilanjutkan ke kategori 2 3.

•Fase Lanjutan 4 RH / 4 R3H3

•Pada pasien dengan meningitis, tuberkulosis milier, spondilitis kelainan neurologik,

fase lanjutan diberikan lebih lama yaitu 6-7 bulan hingga total pengobatan 8-9 bulan

•Panduan alternatif untuk fase lanjutan adalah 6 HE

•Dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir pengobatan dan

pada akhir pengobatan. Bila hasilnya masih BTA (+) pengobatan dinyatakan gagal

dan diganti dengan kategori II 3

Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru TB paru BTA positif

Penderita TB paru BTA negatif Rontgen positif, lesi luas

Penderita TB ekstra-paru berat 3.

B. Panduan Obat untuk Kategori II

•Fase Intensif 2 RHZES / 1 RHZE

53

Page 54: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

•Bila setelah fase intensif BTA menjadi (-) pengobatan dilanjutkan dengan fase

lanjutan

•Bila setelah 3 bulan dahak masih tetap (+), fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi

dengan RHZE. Bila setelah 4 bulan dahak masih tetap (+), pengobatan dihentikan 2-3

hari, lalu diperiksa biakan dan tes resistensi kemudian fase lanjutan diteruskan tanpa

menunggu hasil tes. Bila hasil tes menunjukkan resisten terhadap H dan R ini

menunjukkan MDR, bila memungkinkan penderita dirujuk ke unit pelayanan

spesialistik untuk dipertimbangkan pengobatan dengan obat sekunder 3.

•Bila pasien mempunyai data resistensi sebelumnya dan ternyata kuman masih

sensitif terhadap semua obat dan setelah fase intensif dahak menjadi (-), fase lanjutan

dapat diubah seperti kategori I dengan pengawasan yang ketat 3.

•Fase Lanjutan 5 R3H3E3 / 5 RHE

•Dilakukan pemeriksaan ulang dahak pada sebulan sebelum akhir

bulan pengobatan (bulan ketujuh), bila (-) teruskan pengobatan. Bila

(+) menjadi kasus kronik

•Pemeriksaan ulang dahak pada akhir pengobatan bila (-) penderita

sembuh, bila (+) menjadi kasus kronik 3.

Obat ini diberikan untuk :

Kasus kambuh

Kasus gagal obat

Kasus putus obat

C. Panduan Obat untuk Kategori III

54

Page 55: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

•Fase Intensif 2 RHZE

•Bila setelah 2 bulan dahak menjadi tetap (-), fase lanjutan dapat

dimulai

•Bila setelah 2 bulan dahak menjadi (+), ubah panduan pengobatan

menjadi kategori II 3.

•Fase Lanjutan 4 RH / 4 R3H3 / 6 HE

•Tidak ada pemeriksaan ulang dahak sebulan sebelum akhir

pengobatan atau di akhir pengobatan

Obat ini diberikan untuk :

Penderita baru BTA negatif, Rontgen positif, lesi minimal

TB Ekstra-paru ringan

D. Panduan Obat untuk Kategori IV

Obat ini diberikan pada penderita TB kronik dan TB multiresisten.

•Prioritas pengobatan rendah karena kemungkinan keberhasilan pengobatan kecil

sekali

•Untuk pasien yang kurang mampu dapat diberikan INH saja seumur hidup

•Untuk pasien yang mampu, pemberian obat dicoba berdasarkan hasil uji

resistensinya dan obat-obat sekunder 3.

V.8. Saran-saran Untuk Menanggulangi Masalah TB

Ada beberapa saran yang dapat diterapkan untuk menanggulangi masalah TB,

yaitu:

55

Page 56: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Pertama, petugas harus memberikan pengetahuan yang cukup mengenai TB terutama

yang berkaitan dengan sistem pengobatan, konsekuensi-konsekuensi yang mungkin

terjadi jika mereka minum obat tidak teratur1.

Kedua, perlu dilakukan program dalam bentuk gerakan seperti program Pekan

Imunisasi Nasional (PIN). Program ini lebih bersifat case finding active yaitu

melakukan penelusuran pada masyarakat yang dicurigai menderita TBC yaitu dengan

menjadwalkan secara tersendiri dan reguler pada setiap rumah sakit, puskesmas,

puskesmas pembantu atau sarana fasilitas kesehatan lainnya. Tujuan dari cara ini

adalah mendekatkan sarana pelayanan kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat

datang dengan sadar, sukarela untuk memeriksakan kesehatannya 1.

V.9. EVALUASI PENGOBATAN

Biasanya pasien di kontrol dalam 1 minggu pertama selanjutnya setiap 2

minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan.

Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk-

batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat badan meningkat 2.

1.Bakteriologis

Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi

negatif. World Health Organization menganjurkan kontrol sputum BTA

dilakukan pada akhir bulan ke 2, 4, dan 6. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada

pasien baru yang BTA nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal

terapi bagi pasien yang mendapat pengobatan berulang. Bila sudah negatif

sputum BTA tetap di periksakan minimal 3x berturut- turut 2.

56

Page 57: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

2.Radiologis

Bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh. Karena perubahan gambaran radiologis tidak secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali. Bila secara bakteriologis ada perbaikan tetapi klinis dan radiologis tidak, harus dicurigai penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Perlu dipikirkan juga ada gangguan imunologis pada pasien tersebut antara lain AIDS 2.

Pasien yang gagal pengobatan dapat diberikan resimen pengobatan yang dimodifikasi dengan menambahkan sedikitnya 3 obat baru (dimana kuman masih sensitif terhadap obat tersebut). Pasien dengan MDR diterapi dengan 4-6 obat selama 18-24 bulan ( jika terdapat resistensi terhadap etambutol dan pirazinamid maka pengobatan diberikan selama 24 bulan) 2.

Semua pasien tuberkulosis harus diperiksa terhadap kemungkinan

menderita HIV. Pasien dengan faktor risiko terkena hepatitis B atau C juga harus

diperiksa 2.

V.10. PENGOBATAN PEMBEDAHAN

Terapi pembedahan banyak dilakukan dalam upaya penyembuhan pada pasien

tuberkulosis paru yang kambuh. Pada saat ini dengan banyaknya obat –obat

bakterisid, terapi pembedahan sudah jarang sekali dilakukan. Disamping syarat

toleransi operasi ( spirometri dan AGD ), diperlukan juga obat antituberkulosis tetap

diberikan hingga 6 bulan pasca-operasi. Pasien dengan BTA yang tetap positif,

setelah pembedahan sebagian besar menjadi negatif, dan selain itu juga terjadi

perbaikan klinis 2.

Indikasi mutlak untuk pembedahan adalah:

1.Semua pasien yang telah mendapat pengobatan OAT adekuat tetapi sputum tetap

positif.

2.Pasien batuk darah masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif.

3.Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara

konservatif 13.

57

Page 58: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Indikasi relatif pembedahan adalah:

1.Pasien dengan sputum negatif dan batuk-batuk darah berulang.

2.Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.

3.Sisa kavitas yang menetap 13.

V.11. PENGOBATAN TB PADA KEADAAN KHUSUS

a. Kehamilan

Pada prinsipnya pengobatan TB pada kehamilan tidak berbeda dengan

pengobatan TB pada umumnya. Menurut WHO, hampir semua OAT aman untuk

kehamilan, kecuali streptomisin. Streptomisin tidak dapat dipakai pada kehamilan

karena bersifat permanent ototoxic dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini

dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan keseimbangan yang

menetap pada bayi yang akan dilahirkan. Perlu dijelaskan kepada ibu hamil bahwa

keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses kelahiran dapat

berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkan terhindar dari kemungkinan tertular TB 3.

b. Ibu menyusui dan bayinya

Pada prinsipnya pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda dengan

pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui. Seorang ibu

menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara adekuat.

Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah penularan

kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi tersebut

dapat terus disusui. Pengobatan pencegahan dengan INH diberikan kepada bayi

tersebut sesuai dengan berat badannya 3.

c. Pasien TB pengguna kontrasepsi

Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,

58

Page 59: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang

pasien TB sebaiknya mengggunakan kontrasepsi non-hormonal, atau kontrasepsi

yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg) 3.

d. Pasien TB dengan infeksi HIV/AIDS

Tatalaksanan pengobatan TB pada pasien dengan infeksi HIV/AIDS adalah

sama seperti pasien TB lainnya. Obat TB pada pasien HIV/AIDS sama efektifnya

dengan pasien TB yang tidak disertai HIV/AIDS. Prinsip pengobatan pasien TB-HIV

adalah dengan mendahulukan pengobatan TB3.

Pengobatan ARV(antiretroviral) dimulai berdasarkan stadium klinis HIV

sesuai dengan standar WHO. Penggunaan suntikan Streptomisin harus

memperhatikan Prinsip-prinsip Universal Precaution (Kewaspadaan Keamanan

Universal) Pengobatan pasien TB-HIV sebaiknya diberikan secara terintegrasi dalam

satu UPK untuk menjaga kepatuhan pengobatan secara teratur. Pasien TB yang

berisiko tinggi terhadap infeksi HIV perlu dirujuk ke pelayanan VCT (Voluntary

Counceling and Testing = Konsul sukarela dengan test HIV) 3.

e. Pasien TB dengan hepatitis akut

Pemberian OAT pada pasien TB dengan hepatitis akut dan atau klinis

ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan

dimana pengobatan Tb sangat diperlukan dapat diberikan streptomisin (S) dan

Etambutol (E) maksimal 3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan

dengan Rifampisin (R) dan Isoniasid (H) selama 6 bulan 3.

f. Pasien TB dengan kelainan hati kronik

Bila ada kecurigaan gangguan faal hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati

sebelum pengobatan Tb. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT

tidak diberikan dan bila telah dalam pengobatan, harus dihentikan. Kalau

peningkatannya kurang dari 3 kali, pengobatan dapat dilaksanakan atau diteruskan

59

Page 60: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

dengan pengawasan ketat. Pasien dengan kelainan hati, Pirasinamid (Z) tidak boleh

digunakan. Paduan OAT yang dapat dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE 3.

g. Pasien TB dengan gagal ginjal

Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) dapat di ekskresi melalui

empedu dan dapat dicerna menjadi senyawa-senyawa yang tidak toksik. OAT jenis ini

dapat diberikan dengan dosis standar pada pasien-pasien dengan gangguan ginjal.

Streptomisin dan Etambutol diekskresi melalui ginjal, oleh karena itu hindari

penggunaannya pada pasien dengan gangguan ginjal. Apabila fasilitas pemantauan

faal ginjal tersedia, Etambutol dan Streptomisin tetap dapat diberikan dengan dosis

yang sesuai faal ginjal. Paduan OAT yang paling aman untuk pasien dengan gagal

ginjal adalah 2HRZ/4HR 3.

h. Pasien TB dengan Diabetes Melitus

Diabetes harus dikontrol. Penggunaan Rifampisin dapat mengurangi

efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea) sehingga dosis obat anti diabetes

perlu ditingkatkan. Insulin dapat digunakan untuk mengontrol gula darah, setelah

selesai pengobatan TB, dilanjutkan dengan anti diabetes oral. Pada pasien Diabetes

Mellitus sering terjadi komplikasi retinopati diabetika, oleh karena itu hati-hati

dengan pemberian etambutol, karena dapat memperberat kelainan tersebut 3.

i. Pasien TB yang perlu mendapat tambahan kortikosteroid

Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan khusus yang

membahayakan jiwa pasien seperti:

• Meningitis TB

• TB milier dengan atau tanpa meningitis

• TB dengan Pleuritis eksudativa

• TB dengan Perikarditis konstriktiva3.

60

Page 61: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Selama fase akut prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari,

kemudian diturunkan secara bertahap. Lama pemberian disesuaikan dengan jenis

penyakit dan kemajuan pengobatan 3.

j. Indikasi operasi

Pasien-pasien yang perlu mendapat tindakan operasi (reseksi paru),

adalah:

1) Untuk TB paru:

• Pasien batuk darah berat yang tidak dapat diatasi dengan cara

konservatif.

• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat

diatasi secara konservatif.

• Pasien MDR TB dengan kelainan paru yang terlokalisir 3.

2) Untuk TB ekstra paru:

Pasien TB ekstra paru dengan komplikasi, misalnya pasien TB tulang

yang disertai kelainan neurologic 3.

V.12. TERAPI PREVENTIF

V.12. 1. Vaksinasi BCG

Dari beberapa penaliti, diketahui bahwa vaksinasi BCG yang dilakukan pada

anak – anak selama ini hanya memberikan daya proteksi sebagain saja, yakni sebesar

0-80%. Tetapi BCG masih tetap dipakai karena ia dapat mengurangi kemungkinan

terhadap tuberkulosis berat ( meningitis, TB milier ) dan tuberkulosis ekstra-paru

lainnya 2.

V.12. 2. Kemoprofilaksis

61

Page 62: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Isoniazid banyak digunakan belakangan ini karena harganya murah dan efek

sampingnya yang sedikit ( terbanyak hepatitis dengan frekuensi 1 % dan yang > 50

thn adalah 2 % ). Obat alternatif lain adalah rifampisin. Beberapa peneliti pada

International Union Against Tuberculosis (I DAT) menyatakan bahwa profilaksis

dengan INH diberikan selama 1 tahun dapat menurunkan insidens tuberkulosis

hingga 55 – 83 % dan yang kepatuhan minum obatnya cukup baik dapat mencapai

penurunan hingga 90 %. Yang minum obatnya tidak teratur (intermitten),

efektifitasnya masih cukup baik 2.

Lama profilaksis yang optimal masih belum diketahui, tetapi banyak peneliti

menganjurkan 6-12 bulan, ( American Thoracic Society, US Centers for Disease

Control ) terhadap tersangka dengan uji tuberkulin 5 – 10 mm. Yang mendapat

profilaksis selama 12 bulan adalah pasien HIV + dan pasien dengan keluhan

radiologis dada. Yang lainnya, seperti kontak dengan penderita TB cukup 6 bulan

saja. Pada negara – negara dengan populasi TB tinggi sebaiknya profilaksis diberikan

untuk semua pasien dengan HIV + dan pasien yang mendapat terapi imunosupresi 2.

V.13. PENCEGAHAN TB PARU.

Tindakan pencegahan dapat dikerjakan oleh penderita, masyarakat dan

petugas kesehatan.

A. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk dan

membuang dahak tidak disembarangan tempat.

2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan terhadap bayi

harus diberikan vaksinasi BCG.

3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang penyakit TB yang

antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang ditimbulkannya.

62

Page 63: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan khusus TBC.

Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang

memerlukan pengembangan program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial

ekonomi dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.

5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang ketat, perlu

perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring, hundry, tempat tidur,

pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari yang cukup.

6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang sangat

dekat

(keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatan lain) dan lainnya yang terindikasi

dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi yang positif tertular.

7. Penyelidikan orang-orang kontak. Tuberculin-test bagi seluruh anggota keluarga

dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila cara-cara ini negatif, perlu diulang

pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan, perlu penyelidikan intensif.

8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan yang tepat.

Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter diminum dengan tekun dan

teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12 bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-

obat, dengan pemeriksaan penyelidikan oleh dokter 5.

B. Tindakan Pencegahan.

1. Status sosial ekonomi rendah yang merupakan faktor menjadi sakit, seperti

kepadatan hunian, dengan meningkatkan pendidikan kesehatan.

2. Tersedia sarana-sarana kedokteran, pemeriksaan penderita, kontak atau suspect

gambas, sering dilaporkan, pemeriksaan dan pengobatan dini bagi penderita, kontak,

suspect, perawatan.

3. Pengobatan preventif, diartikan sebagai tindakan keperawatan terhadap penyakit

inaktif dengan pemberian pengobatan INH sebagai pencegahan.

63

Page 64: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

4. BCG, vaksinasi, diberikan pertama-tama kepada bayi dengan perlindungan bagi

ibunya dan keluarganya. Diulang 5 tahun kemudian pada 12 tahun ditingkat tersebut

berupatempat pencegahan.

5. Memberantas penyakti TBC pada pemerah air susu dan tukang potong sapi, dan

pasteurisasi air susu sapi.

6. Tindakan mencegah bahaya penyakit paru kronis karean menghirup udara yang

tercemar debu para pekerja tambang, pekerja semen dan sebagainya.

7. Pemeriksaan bakteriologis dahak pada orang dengan gejala tbc paru.

8. Pemeriksaan screening dengan tubercullin test pada kelompok beresiko tinggi,

seperti para emigrant, orang-orang kontak dengan penderita, petugas dirumah sakit,

petugas/guru disekolah, petugas foto rontgen.

9. Pemeriksaan foto rontgen pada orang-orang yang positif dari hasil pemeriksaan

tuberculin test 5.

V.14. PENGENDALIAN, PENGOBATAN DAN PENYULUHAN YANG

DILAK-SANAKAN PADA PENDERITA TBC.

A. Pengendalian Penderita Tuberkulosis.

1. Petugas dari puskesmas harus mengetahui alamat rumah dan tempat kerja

penderita.

2. Petugas turut mengawasi pelaksanaan pengobatan agar penderita tetap teratur

menjalankan pengobatan dengan jalan mengingatkan penderita yang lali. Disamping

itu agar menunjak seorang pengawas pengobatan dikalangan keluarga.

3. Petugas harus mengadakan kunjungan berkala kerumah-rumah penderita dan

menunjukkan perhatian atas kemajuan pengobatan serta mengamati kemungkinan

terjadinya gejala sampingan akibat pemberian obat 5.

B. Pengobatan Penderita Tuberkulosis.

64

Page 65: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

1. Penderita yang dalam dahaknya mengandung kuman dianjurkan untuk menjalani

pengobatan di puskesmas.

2. Petugas dapat memberikan pengobatan jangka pendek di rumah bagi penderita

secara darurat atau karean jarak tempat tinggal penderita dengan puskesmas cukup

jauh untuk bisa berobat secara teratur.

3. Melaporkan adanya gejala sampingan yang terjadi, bila perlu penderita dibawa ke

Puskesmas 5.

C. Penyuluhan Penderita Tuberkulosis

1. Petugas baik dalam masa persiapan maupun dalam waktu berikutnya secara

berkala

memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas melalui tatap muka, ceramah dan

mass media yang tersedia diwilayahnya, tentang cara pencegahan TB-paru.

2. Memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan

rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai upaya mengurangi

penyebaran penyakit.

3. Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar

penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada

orang lain.

4. Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi

tercapainya masyarakat yang sehat.

5. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila diantara warganya ada yang

mempunyai gejala-gejala penyakit TB paru.

6. Berusaha menghilangkan rasa malu pada penderita oleh karena penyakit TB paru

bukan bagi penyakit yang memalukan, dapat dicegah dan disembuhkan seperti halnya

penyakit lain.

7. Petugas harus mencatat dan melaporkan hasil kegiatannya kepada koordinatornya

sesuai formulir pencatatan dan pelaporan kegiatan kader 5.

BAB VI

65

Page 66: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

SIMPULAN

Tuberkulosis ( TB ) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

oleh Mycobacterium tuberculosis (MTB) 1 . Robert Koch pertama kali menemukan

MTB pada tahun 1882 2. Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih

menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah

India dan Cina 3. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995,

menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit

kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar

dalam kelompok penyakit infeksi 3.

Untuk kepentingan pengobatan WHO membagi dalam 4 kategori, yaitu:

Kategori I

Kategori II

2.Kategori III

4. Kategori IV

Pengobatan TB memiliki dua prinsip dasar, yaitu:

Pertama adalah bahwa terapi yang berhasil, memerlukan minimal 2 macam obat yang

basilnya peka terhadap obat tersebut, dan salah satu daripadanya harus bakterisidik2.

Kedua adalah bahwa penyembuhan penyakit membutuhkan pengobatan yang baik

setelah perbaikan gejala klinisnya, perpanjangan lama pengobatan diperlukan untuk

mengeliminasi basil yang persisten2.

Keluhan terbanyak pada penderita TB yaitu: Demam, Batuk/Batuk darah, Malaise,

Nyeri dada, Sesak napas.

Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964 diagnosis pasti TB

adalah dengan menemukan kuman MTB dalam sputum atau jaringan paru secara

biakan2.

Usaha pencegahan terhadap TB terdiri atas :

66

Page 67: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

1.Vaksinasi BCG

2.Kemoprofilaksis2

Directly Observed Treatment Shortcourse atau yang biasa disingkat DOTS

adalah strategi penyembuhan TB jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.

DOTS bukanlah obat, ia hanya merupakan istilah (term), singkatan atau strategi

pengobatan TB 3.Strategi DOTS pertama kali diperkenalkan pada tahun 1995 di

Indonesia dan meluas pada tahun 1997 dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat 9. Strategi ini diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek

oleh pengawas pengobatan" setiap hari 10.

DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TB agar

menelan obatnya secara teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh. Strategi

DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS

direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC. Selain itu

bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost

effective 4.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :

•Komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TB.

•Dukungan dana

•Diagnosis penyakit TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis

•Pengobatan TB dengan paduan obat anti-TB jangka pendek, diawasi secara langsung

oleh Pengawas Minum Obat (PMO).

•Tersedianya paduan obat anti-TB jangka pendek secara konsisten dan pencatatan

dan pelaporan mengenai penderita TB sesuai standar 4,11.

Dan dalam strategi DOTS ini ada tiga tahapan penting yaitu, mendeteksi pasien,

melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan langsung4.

67

Page 68: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TB dan lemahnya

implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap

OAT akan menyebarkan infeksi TB dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-drugs

Resistant) 10.

Ada beberapa saran yang dapat diterapkan untuk menanggulangi masalah TB,

yaitu:1

Pertama, petugas harus memberikan pengetahuan yang cukup mengenai TB terutama

yang berkaitan dengan sistem pengobatan, konsekuensi-konsekuensi yang mungkin

terjadi jika mereka minum obat tidak teratur 11.

Kedua, perlu dilakukan program dalam bentuk gerakan seperti program Pekan

Imunisasi Nasional (PIN). Program ini lebih bersifat case finding active yaitu

melakukan penelusuran pada masyarakat yang dicurigai menderita TB yaitu dengan

menjadwalkan secara tersendiri dan reguler pada setiap rumah sakit, puskesmas,

puskesmas pembantu atau sarana fasilitas kesehatan lainnya 11.

DAFTAR PUSTAKA

68

Page 69: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

1.Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2004 : 852-64.

2.Amin Z, Bahar S. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I ,

Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta

: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI , 2006: 998-1005, 1045-9.

3.NN. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 27 Juli 2009. Available from

http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf

4.Chandra P, Evelyn P. Tuberculosis. 22 Juli 2009. Available from h ttp://

www.en.wikipedia.org/wiki/Tuberculosis

5.Roebiono PS. Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi Yang Masih Merupakan

Masalah Dalam Masyarakat. 17 Juli 2009. Available from

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani6.pdf

6.Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan

Tuberkulosis di Indonesia, Jakarta : Indah Offset Citra Grafika, 2006.

7.Djohan PA. Epidemiologi TBC di Indonesia. 22 Juli 2009. Available from http://

www.tbci ndonesia_Or_Id.htm l

8.Aditama, T.Y. Tuberkulosis Diagnosis, Terapi & Masalahnya. Edisi IV. Jakarta :

Ikatan Dokter Indonesia (IDI), 2002.

9.Zevitz EM. Monitoring for During Antituberculosis Treatment. 25 Juli 2009.

Available From: www.chp.gov.hk/files/pdf/grp-monitoring - for - hepatotoxicit - during -

antituberculosis -0 treatm-en-2004052100.pdf

10.Kabo P. Pengobatan TBC. 17 Juli 2009. Available from

http://www.medicastore.com/med/index.php

69

Page 70: 19604189 Referat Penatalaksanaan Tb Paru

Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

11.Suryono F. Penanggulangan TBC dengan Strategi DOTS. 25 Juli 2009. Available

from http://www.fajar.co.id/news.php?newsid=18668

12.Wallace RJ,Griffith DE. Antimycobacterial Agents. In : Kasper DL, Fauci AS,

Longo DL, Braunwald E,Hauser SL, Jameson JL. Harrison's Principles of Internal

Medicine. Volume I. 16th Edition. McGraw-Hill. New York. 2005 : 946-53.

13.Mansjoer.A, dkk. Tuberkulosis Paru. Dalam : Kapita selekta kedokteran, cetakan

ke-7, Jakarta : Media Aesculapius, 2005 : 427-476.

70