148472230-100725183-Lp-Pneumonia
-
Upload
hanik-firia -
Category
Documents
-
view
16 -
download
2
description
Transcript of 148472230-100725183-Lp-Pneumonia
LAPORAN PENDAHULUAN
PNEUMONIA
Oleh :
HANIK FITRIA CAHYANI
PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014
PNEUMONIA
A. DEFINISI
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi
seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengenai jaringan paru (alveoli).
(Depkes, 2006).
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh
agens infeksius (Smeltzer, 2001).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan, 2006).
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi (Price, 1995).
B. ETIOLOGI
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri
gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan
udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung, tanah
serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi (Reeves, 2001).
Menurut Smeltzer (2001) etiologi pneumonia meliputi:
1) Pneumonia bakterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
- staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
- Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
- Pseudomonas aerugilnosa menyebabkan pneumonia pseudomonas
- Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza
2) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering :
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
- Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
- Mycoplasma penumoniae menyebabkan pneumonia mikoplasma
- Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
- Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis carinii (PCP)
- Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
- Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia TWAR)
- Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
(Smeltzer, 2001).
3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi untuk kanker
payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai ini
menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan kimia biasanya karena mencerna kerosin
atau inhalasi gas menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena aspirasi/inhalasi
(kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif hilang seperti yang
terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung
atau pada keadaan selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan
lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi tersembunyi
(Smeltzer, 2001).
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi :
1) Klasifikasi klinis
Klasifikasi berddasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, meliputi:
a. Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris yg klasik antara
lain awitan yg akut dgn gambaran radiologist berupa opasitas lobus,
disebabkan oleh kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae, Klebsiella
pneumoniae, H. influenzae.
b. Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi yg meningkat lambat
dgn gambaran infiltrate paru bilateral yg difus, disebabkan oleh organisme
atipikal dan termasuk Mycoplasma pneumoniae, virus, Chlamydia psittaci.
Klasifikasi berdasarkan faktor lingkungan dan penjamu, dibagi atas:
a. Pneumonia komunitas sporadis atau endemik, muda dan orang tua
b. Pneumonia nosokomial didahului oleh perawatan di RS
c. Pneumonia rekurens mempunyai dasar penyakit paru kronik
d. Pneumonia aspirasi alkoholik, usia tua
e. Pneumonia pd gangguan imun pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS
Berdasarkan sindrom klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia bacterial, memberikan gambaran klinis pneumonia yang akut dgn
konsolidasi paru, dapat berupa :
- Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai parenkim paru
dalam bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar
- Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi klinis atipikal yaitu
perjalanan penyakit lebih ringan (insidious) dan jarang disertai konsolidasi
paru. Biasanya pada pasien penyakit kronik
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan oleh Mycoplasma, Chlamydia
pneumoniae.
Area paru-paru yang terkena.
a. Pneumonia lobaris : area yang terkena yang meliputi satu lobus atau lebih.
b. Bronkopneumonia : proses pneumonia yang dimulai di bronkus dan
menyebar ke jaringan paru sekitar.
2) Klasifikasi berdasarkan etiologi, dibagi atas :
a. Bakterial : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, H. influenza,
Klebsiella,dll
b. Non bacterial : tuberculosis, virus, fungi, dan parasit
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu
diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Community-acquired (diperoleh diluar institusi kesehatan)
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae.
2. Hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius karena pada
saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita untuk
melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi
oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai
berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih
lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau
“ganda”.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada
didekatnya, disebut juga pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar
(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Berdasarkan agen penyebabnya, Pneumonia diklasifikassikan menjadi:
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat
pada anak dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan
jumlah RSV untuk persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi,
dari ringan seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa
demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada
awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim
gugur dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat
penduduk. Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam,
mengigil (pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang
diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk
bersifat tidak produktif, kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau
bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
3. Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia
streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme
individual menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya
didahului dengan infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam,
malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan
nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen, menggigil, meningismus.
D. PATOFISIOLOGI
Terlampir
E. MANIFESTASI KLINIS
Suriadi dan Rita (2001) menyebutkan manifestasi klinis yang terdapat pada
penderita pneumonia, yaitu :
1. Serangan akut dan membahayakan
2. Demam tinggi (pneumonia virus
bagian bawah)
3. Batuk
4. Reles (ronchi)
5. Wheezing
6. Sakit kepala, malaise
7. Nyeri abdomen
Sedangkan Smeltzer, (2001) menyebutkan manifestasi klinis pneumonia adalah:
1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).
2. Gejala khas :
a. Sianosis pada mulut dan hidung.
b. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
c. Gelisah, cepat lelah.
3. Batuk mula-mula kering produktif.
4. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.
Menurut Muttaqin (2008), pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen
kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien
biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba – tiba
dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi
pernapasan, lemas dan nyeri kepala.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) antara lain :
1. Kajian foto thorak– diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan
status pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan
dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi
dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin– mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak
berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit– leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan
beratnya penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan
8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi
9. Kultur darah – spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus
dan bakteri
10. Kultur cairan pleura– spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens
penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari
pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara
terapeutik digunakan untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru– selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian
diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi:
1. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan
polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
2. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di
atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
3. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat
menyokong diagnosa.
4. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
Pemeriksaan mikrobiologik
1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah,
aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
Pemeriksaan imunologis
1. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepa
2. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
3. Spesimen: darah atau urin.
4. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme
penyebab pneumonia.
1. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan
sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru
atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Anak dan anak-anak
gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.
2. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia
difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang
terdapat adenopati hilus.
3. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan
penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan
mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya
penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan umum pasien – pasien pneumonia biasanya berupa pemberian antibiotik
yang efektif terhadap organism tertentu, terapi oksigen untuk menanggulangi hipoksemia
dan pengobatan komplikasi seperti pada efusi pleura yang ringan, obat pilihan untuk
penyakit ini adalah penisilin G.
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu perlu
waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya:
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin: untuk infeksi menunjukkan tanda-tanda
4. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
5. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup.
Terapi suportif yang bisa dilakukan antara lain:
1. Berikan oksigen
2. Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat sekret )
Tahapan fisioterapi:
a. Inhalasi
b. Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat dalam bentuk uap
kepada pasien langsung melalui alat pernapasannya (hidung ke paru-paru). Alat
terapi inhalasi bermacam-macam. Salah satunya yang efektif adalah alat terapi
dengan kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya cukup praktis yaitu
klien diminta menghirup uap yang dikeluarkan nebulizer dengan menggunakan
masker. Obat-obatan yang dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan
pernapasan atau menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus selalu
dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas lebih sedikit tapi
lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum seperti tablet atau sirup, karena
dengan inhalasi obat langsung mencapai sasaran. Bila tujuannya untuk
mengencerkan lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung menuju ke
sana.
c. Pengaturan Posisi Tubuh
Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni pengaturan posisi
tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang terkumpul di suatu area ke arah
cabang bronkhus utama (saluran napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan
dengan cara dibatukkan. Untuk itu, perawat harus mengetahui dimana letak
lendir berkumpul. Caranya: Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan
melihat hasil rontgen atau dengan penjelasan dari dokter mengenai letak dari
sekret di paru-paru), atur posisi:
- Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus lebih rendah
dari dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus utama. Posisi klien dalam
keadaan tengkurap.
- Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus lebih tinggi
agar lendir mengalir ke cabang utama. Posisi klien dalam keadaan
telentang.
- Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka posisikan klien
dengan miring ke samping, tangan lurus ke atas kepala dan kaki seperti
memeluk guling.
d. Perkusi
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan yang melekuk
pada dinding dada atau punggung. Tujuannya melepaskan lendir atau sekret-
sekret yang menempel pada dinding pernapasan dan memudahkannya
mengalir ke tenggorokan.
e. Observasi tanda vital
f. Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam perawatan,
misalnya, pemberian obat serta pengenalan tanda dan gejala inefektivitas pola
napas.
g. Ciptakan lingkungan yang nyaman
H. KOMPLIKASI
a. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
b. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
c. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
d. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
e. Delirium terjadi karena hipoksia
f. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisilin
g. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
h. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping
hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta
nyeri dada pada waktu menarik napas. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding
dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada
kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Dengan stetoskopnakan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi
yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi,
bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d penumpukan seekret
b. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolar-kapiler
c. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit
d. Risiko kekurangan volume cairan b.d.kehilangan volume cairan aktif, demam
Rencana Asuhan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Dan Kreteria Hasil (NOC) Intervensi (NIC)
1. Ketidakefektifan
bersihan jalan
napas b.d
penumpukan
seekret
Ssetelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam bersihan jalan napas efektif. Dengan kriteria hasil:
Respiratory status
RR normal (skla 5)
Ritme respiratory normal (skala 5)
Kedalaman nafas normal (skala 5)
Akumulasi sputum tidak ada (skala 5)
Bunyi napas tambahan (skala 5)
Airway management1. Buka jalan napas klien dan posisikan klien
untuk memaksimalkan ventilasi2. Pasang oral atau nasoparingeal untuk
membuka jalan napas jika diperlukan3. Keluarkan sekresi dengan penghisapan lender
(suction)4. Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah
suction5. Monitor jumlah dan karakteristik sputum yang
dikeluarkan6. Kaji dan pantau status pernapasan: suara napas,
penurunan vntilasi, atau adanya suara napas tambahan
7. Lakukan terapi uap pada pasien8. Ukur saturasi oksigen dengan spirometri9. Monitor status pernapasan dan oksigenasi klien10. Kolaborasi pemberian mukolitik dan
ekspektorant2. Gangguan
pertukaran gas b.d.
perubahan
membran aveolar-
kapiler ditandai
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam
diharapkan pertukaran gas adekuat dengan kreteria hasil :
Respiratory status
RR normal (skla 5)
Ritme respiratory normal (skala 5)
Respiratory Monitoring
1. Monitor laju ritme dari nafas
2. Monitor suara nafas tambahan seperti snoring
3. Monitor peningkatan kelelahan
4. Monitor peningatan kegelisahan, dan
dengan Gas Darah
Arteri abnormal,
PH artery
abnormal,sianosis,
nafas cuping
hidung (+)
Kedalaman nafas normal (skala 5)
Akumulasi sputum tidak ada (skala 5)
Respiratory status :Gas exchange
Tekanan parsial karbondioksida pada darah arteri
normal (skala 5)
pH arteri normal (skala 5)
Tidak terjadi sianosis (skala 5)
kekurangan oksigen
5. Monitor sekresi dari sistem pernafasan pasien
6. Berikan terapi perawatan nebulizer sesuai
kebutuhan
Oxigen therapy
7. Bersihkan skresi mulut hidung dan trakea
sesuai kebutuhan
8. Memeberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
9. Monitor aliran oksigen
10. Monitor kerusakan kulit dari gesekan dengan
selang oksigen
3. Hipertermia b.d.
dehidrasi dan
penyakit ditandai
dengan
peningkatan suhu
tubuh diatas
normal, dan kulit
terasa hangat.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam
diharapkan suhu tubuh pasien dalam batas normal dengan
kriteria hasil :
NOC : Vital Signs
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37,50C) dengan
skala 5.
- TTV dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernapasan) dengan skala 5.
Vital Signs Monitoring
1. Monitor TTV pasien (tekanan darah, nadi,
suhu, dan pernapasan).
2. Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipertermi.
3. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan.
4. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
tanda vital.
Temperatur Regulation
5. Anjurkan penggunaan selimut hangat untuk
menyesuaikan perubahan suhu tubuh.
6. Anjurkan asupan nutrisi dan cairan adekuat.
Fever Treatment
7. Anjurkan pemberian kompres hangat.
4. Risiko kekurangan
volume cairan b.d.
kehilangan volume
cairan aktif,
demam ditandai
dengan penurunan
turgor kulit,
memebran mukosa
kering, dan
peningkatan suhu
tubuh.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 4x 24 jam
diharapkan kebutuhan volume cairan pasien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
Noc label:
Hydrasi:
- Turgor kulit kembali normal (skala 5)
- Membrane mukosa tampak lembab (skala 5)
- Intake cairan yang adekuat (skala 5)
- Tidak terdapat diare (skala 5)
Fluid balance:
- Nadi normal (skala 5)
- Intake dan output cairan seimbang dalam sehari(skala
5)
Fluid management
1. Monitoring status hidrasi (kelembaban
membrane mukosa, nadi yang adekuat) secara
tepat
2. Atur catatan intake dan output cairan
secara akurat
3. Beri cairan yang sesuai
Fluid monitoring
4. Identifikasi factor risiko
ketidakseimbangan cairan (hipertermi, infeksi,
muntah dan diare)
5. Monitoring tekanan darah, nadi dan RR
IV teraphy:
6. Lakukan 5 benar pemberian terapi infuse
(benar obat, dosis, pasien, rute, frekuensi)
7. Monitoring tetesan dan tempat IV selama
pemberian
Diarrhea managemenet:
8. Monitoring tanda dan gejala diare
9. Ketahui penyebab diare
10. Evaluasi mengenai pengobatan terhadap efek
gastrointestinal
11. Instruksikan keluarga untuk memantau warna,
volume, frekuensi dan konsistensi feses
12. Monitoring kulit dan perianal pasien untuk
mengethui adanya iritasi dan ulserasi
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, Gloria M. Et al. Nursing Intervention Classification. Fifth Edition. United State of America : LSEVIER MOSBY. 2004
Carpenito, Lynda Juall.1995. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.Jakarta : EGC.
Herdman, T. Heather. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC. 2012
Johnson, Marion et al. NOC and NIC Lingkages to NANDA-I and Clinical Condition. Supporting Critical Reasoning and Quality Care. United State of America : LSEVIER MOSBY. 2006
Mansoer, Arif, et al. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid I. Fakultas Kedokteran UI. 2000
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : PT Salemba Medika. 2008
Moorhead, Sue et al. Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri : Mosby. 2008Price, S. A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4 : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 1995
Smeltzer,Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &Suddarth volume 1. Jakarta: EGC. 2001