136034912-AI-CR

26
Insufisiensi Aorta (Regurgitasi Aorta) Penyebab terbanyak insufisiensi aorta atau regurgitasi aorta selama dekade terakhir ini adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan daun–daun katup dan pangkal aorta juga bisa menyebabkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronis terlihat fibrosis dan retraksi daun–daun katup dengan atau tanpa kalsifikasi yang umumnya merupakan sekuele demam reumatik. Kelainan– kelainan seperti kelainan jaringan mesodermal yang mempengaruhi inti jaringan penyambung dari daun–daun katup juga dapat menimbulkan insufisiensi. Contohnya katup aorta bikuspid kongenital, endokarditis akut dan sindroma marfan. Pada katup aorta bikuspid kongenital, daun katup bisa prolaps kearah ruang ventrikel kiri. 1, 2 Insufisiensi aorta kronis mengakibatkan peningkatan secara gradual volume akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini jantung melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Peningkatan volume diastolik akhir dapat dihubungkan dengan peningkatan minimal dari tekanan darah pada keadaan dini. Kelenturan diastolik ventrikel kiri meningkat dan kompensasi yang berupa hipertrofi ventrikel kiri bisa menormalkan tekanan dinding sistolik. Pada insufisiensi aorta kronis tahap lanjut faktor miokard

description

BAB 2TINJAUANPUSTAKA1. Definisi Diabetes MelitusDiabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronik yang terjadi ketikapankreas tidak dapat lagi memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup ataudapat juga disebabkan oleh berkurangnya kemampuan tubuh untuk meresponkerja insulin secara efektif. Insulin adalah hormon yang berfungsi untukmeregulasi kadar gula darah. Peningkatan kadar gula dalam darah atauhiperglikemia merupakan gejala umum yang terjadi pada diabetes dan seringkalimengakibatkan kerusakan-kerusakan yangcukup serius pada tubuh, terutama padasel saraf dan pembuluh darah (WHO, 2008).1.1 Jenis-jenis DMa. Diabetes Melitus Tipe IDM tipe I merupakan penyakit yang disebabkan oleh proses autoimunyang menyebabkan kerusakan pada sel-sel beta pankreas. Keadaanini akanmengakibatkan pankreas tidak dapat menghasilkan insulin yang dibutuhkan tubuhuntuk meregulasi kadar gula darah (Brunner & Suddarth, 2001). Defisiensi insulinyang terjadi akan mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam darah atauhiperglikemia.Hiperglikemia yang terjadi ditandai dengan terdapatnya sejumlahglukosa dalam urin (glukosuria). Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan ginjaluntuk menyerap kembali glukosa yang tersaring keluar (Steele, 2008).UniversitasSumateraUtaraKetika glukosa yang berlebihan diekskresikanke dalam urin, ekskresi iniakan disertai pengeluaran sejumlah cairan dan elektrolit (diuresis osmotik).Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien DM tipe I akanmengalami peningkatan frekuensi berkemih (poliuria) dan timbul rasa hausyangcukup sering (polidipsia). Defisiensi insulin juga akan mengganggu metabolismeprotein dan lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Penurunan beratbadan ini akan mengakibatkan berkurangnya jumlah simpanan kalori sehinggaakan menambah selera makan (polifagia) (Brunner & Suddarth, 2001).b. Diabetes Tipe IIDM tipe II dapat terjadi karena ketidakmampuan tubuh dalam meresponkerja insulin secara efektif (WHO, 2008). Dua masalah utama yang terkait denganhal ini yaitu, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Untuk mengatasiresistensi dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus terdapatpeningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada pasien DM, keadaan initerjadi karena sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa dalam darah akandipertahankan pada tingkat normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jikasel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, makakadar glukosa akan meningkat (Brunner & Suddarth, 2001).Meskipun terjadi gangguan sekresiinsulin, yang merupakan ciri khas DMtipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untukmencegah pemecahan lemak dan badan keton. Karena itu, ketoasidosis metaboliktidak terjadi pada DM tipe II (Brunner & Suddarth, 2001).UniversitasSumateraUtarac. DiabetesGestasionalDM tipe ini terjadi ketika ibu hamil gagal mempertahankan euglikemia.Faktor resiko DM gestasional adalah riwayat keluarga, obesitas dan glikosuria.DM tipe ini dijumpai pada 2–5 % populasi ibu hamil. Biasanya gula darah akankembali normal setelah melahirkan, namun resiko ibu untuk mendapatkan DMtipe II di kemudian hari cukup besar (Nabyl, 2009).d. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnyaDM tipe ini sering juga disebut dengan istilah diabetes sekunder, di manakeadaan ini timbul sebagai akibat adanya penyakit lain yang menggangguproduksi insulin dan mempengaruhi kerja insulin. Penyebab diabetes semacam iniantara lain : radang pada pankreas, gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis,penggunaan hormon kortikosteroid, pemakaian beberapa obat antihipertensi atauantikolesterol, malnutrisi, dan infeksi (Tandra, 2007).1.2 Gejala-gejala DMa. Gejala Akut DMGejala penyakit DM pada setiap pasien tidak selalu sama. Gejala-gejala dibawah ini adalah ge

Transcript of 136034912-AI-CR

Page 1: 136034912-AI-CR

Insufisiensi Aorta(Regurgitasi Aorta)

Penyebab terbanyak insufisiensi aorta atau regurgitasi aorta selama dekade

terakhir ini adalah demam reumatik dan sifilis. Kelainan daun–daun katup dan

pangkal aorta juga bisa menyebabkan insufisiensi aorta. Pada insufisiensi aorta kronis

terlihat fibrosis dan retraksi daun–daun katup dengan atau tanpa kalsifikasi yang

umumnya merupakan sekuele demam reumatik. Kelainan–kelainan seperti kelainan

jaringan mesodermal yang mempengaruhi inti jaringan penyambung dari daun–daun

katup juga dapat menimbulkan insufisiensi. Contohnya katup aorta bikuspid

kongenital, endokarditis akut dan sindroma marfan. Pada katup aorta bikuspid

kongenital, daun katup bisa prolaps kearah ruang ventrikel kiri.1, 2

Insufisiensi aorta kronis mengakibatkan peningkatan secara gradual volume

akhir diastolik ventrikel kiri. Akibat beban volume ini jantung melakukan

penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding ventrikel kiri. Peningkatan

volume diastolik akhir dapat dihubungkan dengan peningkatan minimal dari tekanan

darah pada keadaan dini. Kelenturan diastolik ventrikel kiri meningkat dan

kompensasi yang berupa hipertrofi ventrikel kiri bisa menormalkan tekanan dinding

sistolik. Pada insufisiensi aorta kronis tahap lanjut faktor miokard primer atau lesi

sekunder seperti penyakit koroner dapat menekan kontraktilitas miokard ventrikel kiri

dan menimbulkan peningkatan volume diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi.

Selanjutnya dapat menimbulkan peningkatan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena

pulmonal.1,3

Perubahan–perubahan hemodinamik insufisiensi aorta akut dibedakan dari

keadaan kronis. Jika kerusakan akut timbul pada penderita tanpa riwayat insufisiensi

sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap

insufisiensi aorta. Dengan demikian peningkatan secara tiba–tiba dari tekanan

diastolik akhir ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.1

Epidemiologi

Karl dkk melakukan penelitian terhadap 246 pasien yang menderita regurgitasi

aorta yang berat, didapatkan mortality rate lebih tinggi dari yang diharapkan (10

Page 2: 136034912-AI-CR

tahun, 34 ± 5 %, p < 0,001) dan angka kesakitan meningkat tinggi pada pasien yang

diterapi secara konservatif. Prediksi angka harapan hidup pasien tergantung dari

umur, kelas fungsional, index comorbidity, fibrilasi atrium, diameter sistolik akhir

ventrikel kiri.4 Studi yang dilakukan oleh grup Framingham berdasarkan hasil

pemeriksaan ekokardiografi mendapatkan kejadian insufisiensi aorta 13 % pada pria

dan 8,5 % pada wanita.3

Etiologi2, 4

Regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri dapat terjadi dalam 2 macam

kelainan yaitu :

Patofisiologi4

Dilatasi dari ventrikel merupakan kompensasi utama pada regurgitasi aorta,

bertujuan untuk mempertahankan curah jantung disertai peninggian tekanan ventrikel

kiri. Pada saat aktivitas, denyut jantung dan resistensi vaskular perifer menurun

sehingga curah jantung bisa terpenuhi.

Pada tahap lanjut, tekanan atrium kiri, pulmonary wedge pressure, arteri

pulmonal, ventrikel kanan dan atrium kanan meningkat sedangkan curah jantung

menurun walaupun pada waktu istirahat

2

Page 3: 136034912-AI-CR

Gambar 1. Patofisiologi regurgitasi aorta sehingga terjadi LV failure melalui regurgitasi diastolik. LV: Left Ventricle, LVET: Left Ventricle Ejection Time, Ao: Aortic, LVEDP: Left Ventricle End Diastolic Pressure (Kutip 4).

Gejala Klinis2, 4, 5

Pemeriksaan jasmani menunjukkan nadi seler dengan tekanan nadi yang besar

dan tekanan diastolik rendah, gallop dan bising diastolik timbul akibat besarnya curah

sekuncup dan regurgitasi darah dari aorta ke ventrikel kiri. Bising diastolik lebih keras

terdengar di garis sternal kiri bawah atau apeks pada kelainan katup, sedang pada

dilatasi pangkal aorta, bising terutama terdengar di garis sternal kanan. Bila ada ruptur

daun katup, bising ini sangat keras.

Kadang-kadang ditemukan juga bising sistolik dan thrill akibat curah

sekuncup meningkat (tidak selalu merupakan akibat stenosis aorta). Tabrakan antara

regurgitasi aorta yang besar dan aliran darah dari katup mitral menyebabkan bising

mid/late diastolic (bising Austin Flint). Hal ini terjadi akibat proses kronik seperti

penyakit jantung reumatik sehingga jantung sempat melakukan mekanisme

3

Page 4: 136034912-AI-CR

kompensasi. Tapi bila kegagalan ventrikel sudah muncul, timbullah keluhan sesak

napas pada waktu melakukan aktivitas dan sekali-sekali timbul nocturnal dyspnea.

Keluhan akan semakin memburuk antara 1-10 tahun berikutnya. Angina pectoris

muncul pada tahap akhir penyakit akibat rendahnya tekanan arteri dan timbulnya

hipertrofi ventrikel kiri.

Elektrokardiografi menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri dengan

gambaran LV strain pattern. Foto dada memperlihatkan adanya pembesaran ventrikel

kiri, elongasi aorta, dan pembesaran atrium kiri. Ekokardiografi menunjukkan adanya

volume berlebih pada ventrikel kiri dengan dimensi ventrikel kiri yang sangat melebar

dan gerakan septum dan dinding posterior ventrikel kiri yang hiperkinetik.

Kadang-kadang daun katup mitral anterior atau septum interventrikular bergetar halus

(fluttering).

Tanda kebocoran perifer yang dapat ditemukan pada regurgitasi aorta adalah :

- Tekanan nadi yang melebar

- Nadi Quincke

- Tanda Hill

- Tanda Traube (pistol shot sound)

- Tanda Duroziez

- Tanda de Musset

- Tanda Muller

Penatalaksanaan2, 4, 6, 7

1. Pengobatan Medikamentosa

Digitalis harus diberikan pada regurgitasi berat dan dilatasi jantung walaupun

asimtomatik. Regurgitasi aorta karena penyakit jantung reumatik harus mendapat

pencegahan sekunder dengan antibiotik. Juga terhadap kemungkinan endokarditis

bakterialis bila ada tindakan khusus. Pengobatan dengan vasodilator seperti

nifedipine, felodipine, dan ACE inhibitor dapat mempengaruhi ukuran dan fungsi dari

ventrikel kiri dan mengurangi beban di ventrikel kiri sehingga dapat memperlambat

progresifitas dari disfungsi miokardium.

4

Page 5: 136034912-AI-CR

2. Pengobatan Pembedahan

Hanya pada regurgitasi aorta akibat diseksi aorta, reparasi katup aorta bisa

dipertimbangkan. Sedangkan pada regurgitasi aorta akibat penyakit lainnya, katup

aorta umumnya harus diganti dengan katup artifisial.

Timbulnya keluhan, terutama sesak napas, merupakan indikasi operasi. Tapi

pasien dengan regurgitasi berat pun bisa asimtomatik, padahal ventrikel kiri sudah

dilatasi dan hipertrofi sehingga bisa mengakibatkan fibrosis otot jantung apabila

dibiarkan. Bila ekokardiografi menunjukkan dimensi sistolik ventrikel kiri < 55 mm

atau fractional shortening 25% dipertimbangkan untuk tindakan operasi sebelum

timbul gagal jantung. Studi jangka panjang terhadap pasien dengan regurgitasi aorta

dengan pembedahan memberikan hasil yang baik. Dari 125 pasien yang diikuti

selama 13 tahun didapatkan mortality rate 2,5% per pasien setahun. Prediksi yang

baik didapatkan pada pasien dengan umur muda, index end systolic angiografi kurang

dari 120 ml/m2 sebelum operasi dan dimensi end diastolic berkurang post operasi

lebih dari 20%. Dari data yang ada ternyata hasil akhir pembedahan pada wanita

dengan mengganti katup aorta lebih jelek dibandingkan pria. Sebagai contoh dari

suatu studi terhadap 51 wanita dan 198 pria, didapatkan tindakan bedah lebih sering

terhadap wanita dengan gejala yang berat tetapi kematian setelah tindakan bedah pada

wanita dan pria adalah sama.

Secara umum rekomendasi untuk tindakan pengobatan dan pembedahan:

pasien dengan pembesaran ventrikel kiri (LV end diastolic dimention besar > 65 mm)

dan normal fungsi sistolik dapat diterapi dengan vasodilator. Pembedahan dilakukan

terhadap pasien dengan pembesaran ventrikel kiri yang progresif, dimensi diastolik

akhir lebih > 70 mm, dimensi sistolik 50 mm dan EF 50%. Pasien dengan disfungsi

ventrikel kiri yang simtomatis harus dilakukan penggantian katup setelah periode

pengobatan intensif dengan digitalis, diuretik dan vasodilator untuk mencegah

timbulnya gejala gagal jantung.

5

Page 6: 136034912-AI-CR

Gambar 2. Manajemen penderita insufisiensi aorta (Kutip 8)

6

Page 7: 136034912-AI-CR

Ilustrasi Kasus

Seorang pasien pria, umur 23 tahun, masuk HCU bagian penyakit dalam

RSUP Dr. M. Djamil Padang tanggal 19 April 2008 dengan :

Keluhan utama : Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Sesak nafas meningkat sejak 10 hari yang lalu, terutama bila beraktifitas.

Sesak nafas saat aktifitas mulai dirasakan sejak usia 6 tahun, terutama bila

berolahraga dan berjalan dengan cepat, sesak nafas berkurang bila beristirahat

namun 10 hari ini sesak nafas juga dirasakan saat beristirahat. Pasien susah

tidur karena sesak nafas sejak 10 hari yang lalu dan tidur minimal

menggunakan 2 bantal. Sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca, stres emosi

atau makanan tertentu serta tidak disertai batuk.

Dada sering berdebar kencang sejak usia 6 tahun, terutama bila berolahraga

dan berjalan cepat, berkurang dengan istirahat namun dada berdebar kencang

terasa terus menerus sejak 10 hari yang lalu.

Badan terasa cepat letih dalam aktifitas sehari-hari sejak 1 tahun yang lalu.

Kaki terasa sedikit sembab sejak 2 minggu yang lalu dan telah berkurang 3

hari yang lalu.

Nafsu makan berkurang sejak sakit.

Kadang dada terasa nyeri sejak 2 hari yang lalu, tidak rasa ditusuk, tidak terus

menerus. Sekarang dada tidak terasa nyeri lagi.

Demam tidak ada.

Sakit kepala atau pusing tidak ada.

Mual atau muntah tidak ada.

Buang air besar biasa, 1 kali/hari, konsistensi lunak, warna kuning.

Buang air kecil biasa, frek 4-6 kali/hari, warna kuning muda, jernih.

Pasien telah dirawat sebelumnya di RS Suliki selama 7 hari dan RS

Payakumbuh selama 2 hari untuk selanjutnya dirujuk ke RS Dr. M. Djamil.

Pasien tidak tahu nama obat yang dikonsumsi ketika dirawat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Dahulu :

7

Page 8: 136034912-AI-CR

Tidak ada riwayat demam dengan nyeri sendi sebelumnya.

Tidak ada riwayat kebiruan pada wajah atau tangan ketika sesak nafas saat

aktifitas berat.

Tidak pernah dirawat sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga dengan riwayat sakit jantung.

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan :

Pasien seorang pedagang kain di Suliki. Pasien juga seorang mahasiswa

semester 4 dari universitas terbuka di Suliki.

Pasien anak ke-4 dari 7 bersaudara.

Pemeriksaan umum :

Kesadaran : CMC Keadaan umum : SedangTekanan Darah : 150/20 mmHg Keadaan gizi : kurangNadi : 100 x/mnt, teratur,

Pulsus celer (+)Tinggi BadanBerat Badan

: 154 cm 35 kg

Suhu : 36,7oC Edema : (-) Pernafasan : 32 x/mnt Anemis : (-)Sianosis : (-) Ikterik : (-)

Kulit : Tidak ditemukan kelainanKelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaranKepala : Tampak bergerak menyentak secara ritmik (de Musset’s

sign)Rambut : Tidak ditemukan kelainanMata : Konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik Telinga : Tidak ditemukan kelainanHidung : Tidak ditemukan kelainanTenggorokan : Tampak pulsasi uvula saat sistolik (Muller’s sign)Gigi dan mulut : Caries (+) Leher : JVP 5 + 2 cmH2O, Kelenjar tiroid tidak membesar

Dada : PARU Inspeksi : Asimetris, lapangan paru kiri bawah lebih menonjol

(voussoure cardiaque). Palpasi : Fremitus meningkat kiri dan kanan setinggi RIC VI ke

bawah Perkusi : Redup kiri dan kanan setinggi RIC VI ke bawah Auskultasi : Bronkovesikuler, Ronkhi basah halus tidak nyaring (+)

setinggi RIC VI kebawah, Wheezing (-)JANTUNG Inspeksi : Iktus terlihat 2 jari lateral LMCS RIC VI

8

Page 9: 136034912-AI-CR

Palpasi : Iktus teraba 2 jari lateral LMCS RIC VI, kuat angkat, luas 2 jari, thrill (+)

Perkusi : Kiri : 2 jari lateral LMCS RIC VIKanan : LSD Atas : RIC II sinistra, pinggang jantung (-)

Auskultasi : Irama reguler, M1 meningkat.- Bising (+) mid diastolik grade III/6, low pitch, rumbling,

decresendo, punktum maksimum di LSD RIC II menjalar ke LSS RIC III.

- Bising (+) late diastolik grade III/6, low pitch, rumbling, decresendo, punktum maksimum di apeks (2 jari lateral LMCS RIC VI), tidak menjalar (Austin Flint murmur).

PERUT Inspeksi : Tidak membuncit Palpasi : Hepar teraba 1 jari bac, pinggir tajam, permukaan rata,

konsistensi kenyal, nyeri tekan (-). Lien tidak teraba Perkusi : Timpani Auskultasi : Bising usus normal Punggung : Nyeri tekan CVA (-), Nyeri ketok CVA (-)Alat Kelamin : Tidak ditemukan kelainanAnus : Tidak ditemukan kelainanAnggota Gerak : R.Fis (+/+) R.Pat (-/-) edema pretibia (-/-)

- Suara sistolik dan diastolik yang keras (pistol shot sound) pada auskultasi di atas A. femoralis (Traube’s sign).

- Warna merah dan pucat silih berganti pada dasar kuku ketika ujung kuku ditekan (Quincke’s pulse).

- Bruit sistolik di atas A. femoralis pada auskultasi (Duroziez’s sign).

Laboratorium:

Hemoglobin : 14,1 g% Natrium : 118 mEq/l Lekosit Hitung jenis Hematokrit

:::

9.900/mm3 Ureum : 76 mg%0/1/2/64/25/8 Chlorida : 80 mEq/l43% Kreatinin : 1,0 mg%

Trombosit : 293.000/mm3 Kalium : 4,7 mEq/l

Urinalisis:

Leukosit : (-) negative Protein : (-) negatifEritrositSilinderKristalEpitel

::::

(-) negatif(-) negatif(-) negatif(+) gepeng

GlukosaBilirubinUrobilin

:::

(-) negatif(-) negatif(+) positif

Feses:

Makroskopis:

9

Page 10: 136034912-AI-CR

Warna : CoklatKonsistensiDarahLendirMikrokopis:Cacing

:::

:

lunak(-) negatif(-) negatif

(-) negative

Exp rontgen thorax PA (11 April 2008):

- Cor membesar

- Paru-paru tanda bendungan perihiler kanan

- Sinus dan diafragma baik

Kesan: - Cor membesar

- Paru-paru tanda bendungan

- Decomp cordis kiri-kanan?

EKG:

IramaHRAxis

:::

Sinus100 x/menitNormal

Segmen STT inverted

::

isoelektrik(+) asimetris: I, aVL, V6

Gelombang P : Tinggi 0,2 mV lebar 0,08 detik

SV1+RV5/V6R/S V1

::

> 35 mm< 1

PR intervalKompleks QRS

::

0,20 detik0,08 detik, gel RSRI: I, aVL, V5

Kesan : - LV strain- LBBB- LVH

Diagnosis Kerja:

- Primer

Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta,

irama sinus ec penyakit jantung kongenital

- Sekunder

Left Bundle Branch Block (LBBB)

Hiponatremia ec low intake

Malnutrisi

Diagnosis Banding:

Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta,

irama sinus ec penyakit jantung reumatik

10

Page 11: 136034912-AI-CR

Terapi:

- Istirahat/ Diet Jantung II/ O2 3 liter/menit

- Koreksi NaCl 3% 12 jam/colf

- IVFD Dext 5% 12 jam/colf

- Furosemid 1 x 20 mg, iv

- Captopril 2 x 6,25 mg, po

- KCl 1 x 600 mg, po

- Alprazolam 2 x 0,25 mg, po

- Bisacodyl 1 x 10 mg, po

- Pasang kateter urin

Pemeriksaan anjuran:

- Periksa Na dan K ulang

- Periksa ASTO dan CRP

- Cor analisis

- Ekokardiografi

FOLLOW UP

Tanggal 21/04/08

A/ : - Sesak nafas masih terasa.

- Dada masih terasa berdebar kuat namun berkurang.

- Nyeri dada tidak ada.

- Makan tidak habis.

Pf/: TD : 140/20mmHg Nf : 28 x/mnt Nd : 96 x/mnt T: 36,8 C

JVP 5 + 0 cmH2O

Paru: ronkhi (-)

Anggota gerak: edema pretibia (-/-)

Hasil laboratorium:

NatriumKaliumLED

:::

133 mEq/l 3,9 mEq/l 45 mm/1 jam

Kesan: - Klinis membaik

- Natrium telah terkoreksi

- Terdapat kemungkinan proses inflamasi akut atau kronik

11

Page 12: 136034912-AI-CR

Th/: - Bisoprolol 1 x 2,5 mg, po.

- Terapi lain dilanjutkan.

Tanggal 22/04/08

An/: Sesak nafas tidak ada saat istirahat.

Laboratorium:

ASTOCRP

::

(-) negatifReagen habis

Kesan: tidak terdapat infeksi streptococcus pyogen

Keluar hasil cor analisis:

- Cor tampak membesar (ke kanan-kiri).

- Kedua hilus tampak melebar dengan kranialisasi.

- Esofagus tampak terdorong pada bagian tengah (pembesaran atrium kiri) dan

bawah (pembesaran ventrikel kiri).

- Ruang retrosternal terisi > ⅓ bagian.

Kesan: - Cardiomegali dengan tanda-tanda bendungan paru (MI?).

Tanggal 23/04/08

Dilakukan pemeriksaan ekokardiografi:

Hasil: - Left ventrikel hipertropi dan dilatasi.

- Kontraktilitas left ventrikel menurun, ejeksi fraksi 31%.

- Global hipokinetik.

- Aorta regurgitasi severe.

- Katup aorta ada 3 dengan prolap katup NCC (non coronary cuspis) aorta

- E/A < 1.

Final Conclusion: - Dilatasi dan hipertrofi LV ec AR severe.

- Prolap katup NCC aorta

- MR trivial.

- Disfungsi sistolik dan diastolik.

- Efusi perikard minimal.

Th/: - Digoxin 2 x 0,125 mg, po.

- Terapi lain dilanjutkan.

- Dianjurkan operasi ganti katup artifisial.

12

Page 13: 136034912-AI-CR

Tanggal 26/04/08

An/ : - Batuk atau sesak nafas tidak ada.

- Demam tidak ada.

- Makan habis.

Pf/: TD : 130/30mmHg Nf : 22 x/mnt Nd : 90 x/mnt

T: 36,8 C BB: 35 kg

JVP 5 - 2 cmH2O

Paru: vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)

EKG:

IramaHRAxis

:::

Sinus90 x/menitNormal

Segmen STT inverted

::

isoelektrik(+) asimetris: I, aVL

Gelombang P : Tinggi 0,2 mVLebar 0,08 detik

SV1+RV5/V6R/S V1

::

> 35 mm< 1

PR intervalKompleks QRS

::

0,20 detik0,08 detik, gel RSR’: I, aVL, V6

Kesan: Perbaikan fungsional jantung menjadi kelas II

Th/: - Istirahat/Diet jantung III

- Furosemid 1 x 40 mg, po

- Captopril 2 x 6,26 mg, po

- Bisoprolol 1 x 2,5 mg, po

- Spironolakton 1 x 12,5 mg, po

- Digoxin 2 x 0,125 mg, po

- KCl 1 x 600 mg, po

- Alprazolam 2 x 0,25 mg

- Bisacodyl 1 x 10 mg,po

R/: pindah ke ruang rawatan biasa.

Tanggal 29/04/08

An/: Demam dan nyeri sendi tidak ada.

Hasil laboratorium:

13

Page 14: 136034912-AI-CR

LeukosithsCRPNatriumKalium

::::

8.000/mm3

9,48 mg/L (normal ≤ 10 mg/L) 137 mEq/L 4,4 mEq/L

Kesan: tidak terdapat proses infeksi atau inflamasi akut

Tanggal 03/05/08

A/ : - Sesak nafas tidak ada.

- Dada kadang masih terasa berdebar kuat.

- Nyeri dada tidak ada.

- Demam tidak ada.

- Makan kadang tidak habis.

Pf/: TD : 130/30mmHg Nf : 22 x/mnt Nd : 90 x/mnt

T: 36,6 C BB : 35,5 kg

JVP 5 - 2 cmH2O

Paru: ronkhi (-)

Anggota gerak: edema pretibia (-/-)

Th/: - Diet jantung IV.

- Terapi lain dilanjutkan.

Diskusi

14

Page 15: 136034912-AI-CR

Seorang pasien pria, usia 23 tahun, dirawat dengan diagnosis akhir:

- Primer

Congestive heart failure fungsional kelas IV, LVH RVH, Insufisiensi aorta,

irama sinus ec penyakit jantung reumatik

- Sekunder

Left Bundle Branch Block (LBBB)

Malnutrisi

Permasalahan utama pada pasien ini ketika masuk RS adalah timbulnya gagal

jantung kongestif (GJK) yang ditandai dengan gejala sesak nafas.

Pada awalnya penyebab GJK pada pasien ini diduga oleh karena kelainan

katup kongenital. Hal ini terutama karena pasien telah mengalami gejala GJK sejak

usia 6 tahun. Kemungkinan penyebab lain oleh karena penyakit jantung reumatik

(PJR) juga masih mungkin oleh karena PJR juga merupakan penyebab terbanyak

insufisiensi aorta. Hanya saja ketika pasien masuk RS pertama kali tidak memenuhi

kriteria demam reumatik (DR) atau PJR menurut kriteria WHO tahun 2002-2003

yang direvisi berdasarkan kriteria Jones.

Selama perjalanan perawatan, diagnosis pasti penyebab insufisiensi aorta pada

pasien ini belum jelas namun diduga hal ini terjadi akibat PJR kronik. Hal ini ditandai

dengan adanya efusi perikard yang diduga akibat proses inflamasi (perikarditis)

namun bukan karena proses inflamasi akut sebab reaktan fase akut pada pasien ini

(high sensitive CRP) tidak meningkat. Sementara LED yang meningkat dapat juga

terjadi pada proses inflamasi kronik selain inflamasi akut.10, 11 Hasil ekokardiografi

menunjukkan adanya 3 katup dengan bentuk yang normal namun ditemukan adanya

prolap di salah satu katup yaitu katup NCC (non coronary cuspis) aorta. Kelainan

struktur lain katup aorta yang abnormal seperti penebalan, bicuspis (pada kelainan

kongenital), kalsifikasi, vegetasi, ruptur, dilatasi aorta atau diseksi aorta tidak

ditemukan. Diagnosis PJR kronik baru bisa ditegakkan apabila penyakit jantung

kongenital telah dapat disingkirkan dan untuk menegakkan diagnosis PJR kronik tidak

memerlukan kriteria mayor dan atau minor dari kriteria DR atau PJR.11, 12

Terlepas dari penyebab penyakit yang mendasari terjadinya insufisiensi aorta

pada pasien ini, satu hal yang bisa dipastikan bahwa perjalanan penyakitnya telah

15

Page 16: 136034912-AI-CR

berlangsung kronik. Hal ini ditandai dengan adanya dilatasi dan hipertrofi jantung.

Selain itu pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya Voussoure cardiaque dimana hal

tersebut terjadi akibat pembesaran jantung kanan yang terjadi saat usia < 18 tahun

yaitu saat masa pertumbuhan epifise tulang masih berlangsung.13

Di Amerika utara dan negara–negara berkembang lainnya penyebab terbanyak

insusiensi aorta kronik adalah PJR. Berdasarkan hasil patologi anatomi post operatif

40-60% penyebab insusiensi aorta kronik dikelompokkan pada penyebab idiopatik.

Hal ini disebabkan begitu banyaknya penyakit yang mendasari kelainan katup tersebut

dan separuh dari itu memperlihatkan histologi berupa degenerasi myxomatous.5

Pada pasien ini telah ada indikasi untuk dilakukan Aortic valve replacement

(AVR) karena dari pemeriksaan ekokardiografi didapatkan regurgitasi aorta berat

dengan fraksi ejeksi 31%, dimensi sistolik akhir ventrikel kiri 83 mm dan dimensi

diastolik akhir ventrikel kiri 98 mm yang disertai adanya gejala klinis gagal jantung.

Berdasarkan guideline dari ACC/AHA secara umum rekomendasi operasi dilakukan

apabila terjadi pembesaran ventrikel kiri yang progresif, dimensi diastolik akhir > 70

mm, dimensi sistolik akhir > 50 mm dan fraksi ejeksi < 50 %.2, 4, 6, 7, 12

Sebelum dilakukannya AVR pada pasien ini dapat diberikan obat-obat untuk

meringankan kerja jantung dengan menurunkan beban preload (diuretik) dan

afterload (ACE inhibitor), menurunkan heart rate (beta blocker) agar terjadi

pengisian yang efektif di ruang jantung, serta inotropik positif (digitalis) untuk

membantu menguatkan kerja jantung. Pemberian obat-obat tersebut diharapkan dapat

mengurangi beban ventrikel kiri sehingga dapat memperlambat progresivitas dari

disfungsi miokard.

Prognosis pasien ini bila tidak dilakukan operasi: angka mortalitas di atas 20%

per tahun dengan NYHA kelas II-IV. Bila dilakukan operasi, angka mortalitas rata-

rata 3-4% dan 5-year survival rate 85 % namun hasil ini dipengaruhi banyak faktor

seperti fungsi ventrikel preoperatif, adanya penyakit arteri coronaria yang menyertai

serta penyakit yang mendasari terjadinya insufisiensi aorta tersebut.2

Daftar Pustaka

16

Page 17: 136034912-AI-CR

1. Purnomo H. Insufisiensi aorta. Dalam: Rilantono LI, Baraas F, penyunting. Buku

ajar kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia; 2001. h.

148-51.

2. Zoghbi WA, Afridi I. Aortic regurgitation. In: Crawford MH, penyunting. Current

diagnosis & treatment in cardiology. Second edition. New York: Lange Medical

Books/Mcgraw-Hill; 2003. h. 121-32.

3. Podrid PJ, Gaasch WH. Pathophysiology and clinical features of chronic aortic

regurgitation. Uptodate. 2002.

4. Leman S. Regurgitasi aorta. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, penyunting. Buku

ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV, jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. h. 1593-95.

5. Rahimtolla S. Aortic valve disease. The heart. Tenth edition. International Edition.

Philadelphia: Mcgraw-Hill; 2001. h. 1667-95.

6. ACC/AHA Guidelines For The Management Of Patients With Valvular Heart

Disease. Multiple valve disease. American college of cardiology/american heart

association taskforce on practice guidelines. 2001.

7. ACC/AHA Guidelines For The Management Of Patients With Valvular Heart

Disease : Aorta Regurgitation. American College Of Cardiology/ American Heart

Association Taskforce On Practice Guidelines 2001.

8. Gaasch WH. Course and management of chronic aortic regurgitation. Uptodate.

2002.

9. Haryono N. Gagal jantung akut pada kelainan katup jantung: penatalaksanaan

sebelum operasi. Dalam: Harimurti GM, Soerinata S, penyunting. Seventeenth

weekend course on cardiology. Jakarta, 29 September – 1 Oktober 2005. h. 99-

104.

10. Sacher RA, McPherson RA. Widmann’s clinical interpretation of laboratory test.

Eleventh edition (2000). Pendit BU, Wulandari D, penerjemah. Tinjauan klinis

hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC; 2002. h. 62-63.

11. Desai SP, Isa-Pratt S. Clinician’s guide to laboratory medicine, a practical

approach. Cleveland: Lexi-Comp; 2000. h. 592-94.

17

Page 18: 136034912-AI-CR

12. WHO Technical Report Series. Rheumatic fever and rheumatic heart disease.

Geneva: World Health Organization; 2004. h. 20-40.

13. Sastroasmoro S. Sistim kardiovaskuler. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jilid 1.

Jakarta: Penerbit FKUI; 2002. h. 528-656.

18