12 Endokrinologi Janin

7
12 ENDOKRINOLOGI JANIN Margaretha J. Wewengkang, Rahmat Landahur Pengertian tentang endokrinologi janin meningkat sangat cepat selama dekade lalu. Sebelum ditemukan metode pengambilan sampel darah janin, dahulu pengetahuan tentang endokrinologi janin sangat tergantung pada informasi yang didapat dari jaringan abortus, janin anensefal, dan sampel dari ibu saat persalinan preterm atau aterm. Dengan tehnik kordosintesis sekarang ini telah memungkinkan melakukan pemeriksaan endokrinologi janin dengan kondisi fisiologis. Secara garis besar sistim endokrin janin terdiri dari sistim hipotalamus- hipofisis dan target organnya, sistim hormon paratiroid-kalsitonin, dan sistim endokrin pankreas 1 . Bab ini akan membahas perkembangan sistim endokrin janin, hormon yang dihasilkan, dan target organnya. Sistim hipotalamus-hipofisis Aksis neuroendokrin janin terdiri dari hipotalamus, eminensia mediana, pembuluh darah portal hipotalamus- hipofisis, dan hipofisis 1,2,3 . Perkembangan sistim neural hipotalamus dimulai pada minggu 1 . Hipotalamus menghasilkan hormon pelepas (releasing hormone) seperti: gonadotropin releasing hormone (GnRH); thyrotropin (TRH); corticotropin relesing hormone (CRH); dan growth hormone releasing hormone (GHRH), dan hormon penghambat (inhibitory hormone) seperti prolactin inhibiting factor (PIF) untuk mengontrol pelepasan hormon hipofisis 1,2 . Perkembangan emenensia mediana terjadi pada umur kehamilan 9 minggu, sedangkan perkembangan pembuluh darah portal hipofisis-hipotalamus terjadi pada umur kehamilan 12 minggu. Pada kehamilan minggu ke 8 sampai 13, hipotalamus dan hipofisis janin secara in vitro mulai merespon rangsangan stimulus maupun inhibisi. Pada pertengahan umur kehamilan, aksis hipotalamus-hipofisis janin sudah

description

endokrin

Transcript of 12 Endokrinologi Janin

12 ENDOKRINOLOGI JANIN

12 ENDOKRINOLOGI JANIN

Margaretha J. Wewengkang, Rahmat Landahur

Pengertian tentang endokrinologi janin meningkat sangat cepat selama dekade lalu. Sebelum ditemukan metode pengambilan sampel darah janin, dahulu pengetahuan tentang endokrinologi janin sangat tergantung pada informasi yang didapat dari jaringan abortus, janin anensefal, dan sampel dari ibu saat persalinan preterm atau aterm. Dengan tehnik kordosintesis sekarang ini telah memungkinkan melakukan pemeriksaan endokrinologi janin dengan kondisi fisiologis.

Secara garis besar sistim endokrin janin terdiri dari sistim hipotalamus- hipofisis dan target organnya, sistim hormon paratiroid-kalsitonin, dan sistim endokrin pankreas1. Bab ini akan membahas perkembangan sistim endokrin janin, hormon yang dihasilkan, dan target organnya.

Sistim hipotalamus-hipofisis

Aksis neuroendokrin janin terdiri dari hipotalamus, eminensia mediana, pembuluh darah portal hipotalamus-hipofisis, dan hipofisis1,2,3. Perkembangan sistim neural hipotalamus dimulai pada minggu1. Hipotalamus menghasilkan hormon pelepas (releasing hormone) seperti: gonadotropin releasing hormone (GnRH); thyrotropin (TRH); corticotropin relesing hormone (CRH); dan growth hormone releasing hormone (GHRH), dan hormon penghambat (inhibitory hormone) seperti prolactin inhibiting factor (PIF) untuk mengontrol pelepasan hormon hipofisis1,2. Perkembangan emenensia mediana terjadi pada umur kehamilan 9 minggu, sedangkan perkembangan pembuluh darah portal hipofisis-hipotalamus terjadi pada umur kehamilan 12 minggu. Pada kehamilan minggu ke 8 sampai 13, hipotalamus dan hipofisis janin secara in vitro mulai merespon rangsangan stimulus maupun inhibisi. Pada pertengahan umur kehamilan, aksis hipotalamus-hipofisis janin sudah merupakan suatu unit fungsional dan autonom untuk mengadakan mekanisme kontrol umpan balik2.

Hormon hipofisis anterior

Sel-sel hipofisis anterior telah berdiferensiasi mulai minggu ke 7-16 kehamilan membentuk sel gonadotrof yang mengsekresi gonadotropin yang terdiri dari luitenising hormone (LH) dan folicle-stimulating hormone (FSH); sel tirotrof mengsekresi thyroid-stimulating hormone (TSH); sel laktotrof mengsekresi prolaktin; sel somatotrof mengsekresi growth hormone (GH); dan sel kortikotrof mengsekresi adrenocorticotrophine (ACTH)3.

Gonadotropin

Gonadotropin (FSH dan LH) telah ditemukan pada hipofisis sejak kehamilan minggu ke sembilan. Terdapat perbedaan profil gonadotropin antara janin perempuan dan laki laki. Pada janin perempuan gonadotropin hipofisis meningkat sampai pertengahan kehamilan, kemudian terjadi penurunan setelah itu. Sedangkan pada janin laki laki, gonadotropin hipofisis meningkat sepanjang kehamilan3.

Hormon testosteron diproduksi oleh sel Leydig yang dimulai pada trimester pertama kehamilan, dan mencapai maksimal pada minggu ke 17-21 kehamilan3. Selain itu testis juga menghasilkan hormon estradiol dalam jumlah sangat minimal3. Fungsi sel Leydig testis diatur oleh LH janin1, walaupun demikian produksi testosteron janin meningkat maksimal seiring dengan produksi hCG maksimal oleh plasenta4. Pada ovarium janin perempuan, bakal sel primordial berdiferensiasi menjadi ova sepanjang trimester pertama dan kedua kehamilan. Janin bulan ke empat kehamilan telah menghasilkan folikel, bahkan pada bulan ke enam kehamilan banyak folikel preantral telah berkembang5. Aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium pada fetus telah terbentuk utuh pada akhir trimester ke dua kehamilan dan mempunyai kemampuan untuk memproduksi hormon. Namun demikian produksi hormon estrogen dan progesteron dari plasenta ibu pada trimester ke tiga kehamilan lebih lanjut akan menekan pematangan aksis hipotalamus-hipofisis ovarium pada janin5.

TSH (tirotropin)

TSH (tirotropin) plasma janin meningkat sesuai umur kehamilan dimana kadarnya rendah pada umur kehamilan 16-18 minggu dan maksimal pada umur kehamilan 35-40 minggu1. Kadar TSH janin didapatkan lebih tinggi dibandingkan kadar TSH orang dewasa. Sebaliknya kadar tiroxin (T4) total janin didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa3. Hal ini diduga disebabkan oleh nilai ambang untuk terjadinya umpan balik negatif lebih tinggi pada fase prenatal dibandingkan periode postnatal3. Tidak ada hubungan antara nilai hormon tiroid serum janin dan ibu dengan kadar TSH, dan keadaan ini menunjukkan bahwa aksis hipofisis-tiroid janin berkembang secara tersendiri dan tidak dipengaruhi oleh sistim tiroid ibu5. Respon TSH hipofisis terhadap TRH hipotalamus terjadi pada awal trimester tiga kehamilan. Demikian juga injeksi T4 kedalam cairan amnion 24 jam sebelum seksio sesar elektif akan meningkatkan kadar T4 janin dan sebaliknya terjadi penurunan kadar TSH janin. Hal ini menunjukkan bahwa pada janin tejadi mekanisme umpan balik negatif dari TSH3.

Hormon Prolaktin dan Hormon pertumbuhan

Hormon prolaktin dan hormon pertumbuhan (growth hormone) merupakan hormon polipeptida. Prolaktin sudah bisa terdeteksi di hipofisis janin pada minggu ke 8-10 kehamilan1. Kadar prolaktin tetap rendah sampai umur kehamilan 25-30 minggu kemudian meningkat sesuai peningkatan umur kehamilan dan mencapai puncak sekitar 11 nmol/L saat janin aterm3. Hal ini disebabkan karena estrogen menstimulasi sintesis dan pelepasan prolaktin oleh sel laktotrof hipofisis, sehingga peningkatan kadar prolaktin plasma janin paralel dengan peningkatan kadar estrogen plasma janin pada trimester akhir kehamilan1. Peningkatan kadar prolaktin janin juga dipengaruhi TRH dan dihambat oleh dopamin1. Tidak ada hubungan antara kadar prolaktin plasma janin dan kadar prolaktin plasma ibu3. Fungsi hormon prolaktin pada janin diduga berperan pada pematangan paru, osmoregulasi, dan pertumbuhan kelenjar adrenal3.

Hormon pertumbuhan mulai disintesis dan disekresi oleh hipofisis janin pada minggu ke 8-10 kehamilan, dan terdeteksi pada plasma janin mulai minggu ke 12 kehamilan3. Kadar hormon pertumbuhan pada plasma janin yang dideteksi di tali pusat adalah 1-4 nmol selama trimester pertama kehamilan, dan meningkat mencapai puncak sekitar 6 nmol pada pertengahan kehamilan1. Kadarnya kemudian menurun progresif pada paruh kedua kehamilan sampai mencapai kadar sekitar 1,5 nmol pada kehamilan aterm1. Sintesis dan sekresi hormon pertumbuhan janin diatur oleh GHRH dan somatostatin yang dihasilkan oleh hipotalamus janin. Sel somatotrof dihipofisis respon terhadap somatostatin pada minggu ke 12 kehamilan, sedangkan terhadap GHRH pada minggu ke 18-22 kehamilan3. Penurunan kadar hormon pertumbuhan pada kehamilan lanjut terjadi mungkin karena peningkatan pelepasan somatostatin atau penurunan sekresi GHRH. Peranan hormon pertmbuhan pada janin belum jelah diketahui karena janin anensefal dengan gangguan perkembangan organ otak dan hipotalamus tetap mempunyai berat badan janin normal3.

Adrenocotricotropin (ACTH)

ACTH terdeteksi dengan tehnik imunohistokimia pada hipofisis janin pada minggu ke 10 kehamilan3. Penelitian menunjukkan bahwa hipofisis janin manusia respon terhadap CRH dari hipotalamus yaitu pada minggu ke 14 kehamilan, respon ini cenderung tidak mengalami peningkatan sesuia peningkatan umur kehamilan3. Kadar CRH pada plasma janin aterm berkisar 0,03 nmol/L, sedangkan kadar ACTH plasma janin pada pertengahan kehamilan berkisar 55 pmol/L yang merupakan kadar maksimal untuk menstimulasi pembentukan steroid adrenal1. Pada umur kehamilan lanjut, kelenjar adrenal janin menghasilkan 100-200 mg steroid termasuk dehydroepiandrosterone (DHEA) dan pregnenolone6. Selain itu kelenjar adrenal janin juga menghasilkan kortisol dan aldosteron. Kortisol adrenal merupakan 2/3 dari seluruh kortisol janin, sedangkan 1/3 lainnya berasal dari transfer kortisol plasenta1. Sistim kontrol umpan balik ACTH matang selama paruh kedua kehamilan dan periode neonatal dini. Deksametason dapat menekan aksis hipofisis-adrenal janin aterm tetapi tidak pada minggu ke18-20 kehamilan1. Fungsi kortisol adalah untuk mempersiapkan janin menghadapi kehidupan ekstra uterina1.

Hormon hipofisis posterior

Hipofisis posterior disebut juga neurohipofis telah tebentuk sempurna pada janin minggu ke 10-12 kehamilan1. Ada 3 hormon peptida dari hipofisis posterior janin yang diidentifikasi selama kehidupan janin. Ketiga hormon tersebut adalah arginine vasopressin (AVP), oksitosin, dan arginine vasotocin (AVT), namun yang paling penting adalah AVP dan oksitosin. Hormon hipofisis posterior disintesis dari molekul prekursor menjadi hormon non peptida melalui konversi enzimatik dan selanjutnya terikat dengan suatu protein pengangkut yang disebut neurophysin dalam bentuk granula pada neklei paraventrikular, supraoptikus, dan suprakiasmatikus3.

Arginine vasopressin

Arginine vasopressin disebut juga hormon antidiuretik (ADH) telah ditemukan sejak minggu ke 12 kehamilan3. Kadar vasopressin pada janin manusiasebelum persalinan belum diketahui dengan jelas, namun pada janin hewan aterm didapatkan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan hewan dewasa6. Fungsi vasopressin antara lain untuk memelihara kondisi kardiovaskular janin saat terjadi stres. Hal ini dibuktikan dengan kadar yang meningkat saat terjadi hipoksia janin dan perdarahan3,6. Pada kasus resus isoimunisasi, kadar vasopressin janin bisa digunakan sebagai petunjuk adanya distres janin3.

Oksitosin

Oksitosin ditemukan di hipofisis janin pada trimester kedua kehamilan3. Kadar oksitosin meningkat sesuai dengan meningkatnya umur kehamilan. Persalinan secara bermakna menstimulasi peningkatan kadar oksitosin janin, sedangkan pada saat yang sama kadar oksitosin ibu tetap atau hanya meningkat sedikit3,6. Tidak diketahui dengan jelas saat kapan pelepasan oksitosin janin terjadi, demikian juga mekanisme pelepasannya6. Diduga oksitosin janin berperan terhadap aktivasi sistim endokrin lain dari janin yang memainkan peranan penting dalam terjadinya persalinan6.

Sistim hormon paratiroid-kalsitonin

Kelenjar paratiroid janin berkembang antara minggu ke 5-12 kehamilan, dan diameternya bertambah mulai 0,1 mm pada minggu ke 14 kehamilan menjadi 1-2 mm saat kelahiran1. Kelenkar paratiroid menghasilkan hormon paratiroid sedangkan sel-sel C parafolikuler tiroid menghasilkan kalsitonin1,6,7. Kedua kelenjar ini akan berfungsi selama kehamilan trimester ke dua dan tiga1. Walaupun demikian kadar hormon paratiroid janin tetap lebih rendah dibandingkan kadar pada ibu, hal ini untuk mengadaptasi kebutuhan kalsium janin yang diperlukan untuk pertumbuhan tulang6. Sebaliknya kadar kalsitonin janin lebih tinggi dibandingkan kadar pada ibu, hal ini mungkin disebabkan oleh stimulasi hiperkalsemia kronik pada janin1.

Sistim endokrin pankreas

Pankreas janin sudah dapat teridentifikasi pada minggu ke 4 kehamilan, dan sel alfa dan beta sudah berdiferensiasi pada minggu ke 8-9 kehamilan1. Pankreas menghasilkan antara lain insulin dan glukagon. Sel sel beta pankreas telah berfungsi dari minggu ke 14-20 kehamilan1, namun pankreas belum sensistif untuk melepaskan insulin sebelum minggu ke 28 kehamilan3. Bahkan peneliti lain menunjukkan bahwa infus glukose pada wanita hamil sebelum dimulainya persalinan gagal menyebabkan peningkatan sekresi insulin1. Kadar insulin pankreas meningkat dari < 0,5 U/g pada minggu ke 7-10 menjadi 4 U/g pada minggu ke 16-25 kehamilan, dan pada umur kehamilan mendekati aterm meningkat menjadi 13 U/g. Kadar ini lebih tinggi dibandingkan kadar insulin pankreas orang dewasa yang berkisar 2 U/g1. Hal yang sama untuk kadar glukagon pankreas yang juga meningkat sesuai peningkatan umur kehamilan, dimana kadarnya berkisar 6 ug/g pada pertengahan umur kehamilan. Kadar ini lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa yang berkisar 2 ug/g 1.

Kepustakaan

1. Fisher DA. Endocrinology of fetal development. In: Wilson JD, Foster DW, Kronenberg HM, editors. Williams textbook of endocrinology, 9 th ed. Philadelphia, W.B.Sounders company, 1998: 1273-300

2. Nader S. In: Creasy RK and Resnik R, editors. Maternal-fetal medicine. 3 rd ed. Philadelphia, W.B.Sounders company, 1994: 1004-25

3. Beeston-Thorpe JG. Fetal endocrinology. In: Rodeck CH, Whittle MJ. editors. Fetal medicine basic science and clinical practice. 1 st edition. London, Churchill Livingstone, 1999: 197-206

4. Marin MC, Taylor RN, Kitzmiller JL. Endokrinologi kehamilan. In: Greenspan FS, Baxter JD. Editors. Endokrinologi dasar dan klinik. Jakarta, Penerbit buku kedokteran EGC, 1995: 683-715

5. Knockenhauer E, Azziz R. Ovarian hormones and adrenal androgens during a womens life span. J Am Acad Dermatol 2001;45:S105-15

6. Peterson RE. Corticosteroids and cotricotropins. In: Fuchs F,Klopper A, editors. Endocrinology of pregnancy. 3 rd edition, 1983: 112-143

7. Robson SC. Fetal endocrinology. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B, editors. High risk pregnancy: management option. 2 nd ed. London, WB Saunders company, 1999: 489-501