118426518 Laporan Praktikum Nutrisi Ternak Dasar
-
Upload
yugi-marshal -
Category
Documents
-
view
453 -
download
11
Transcript of 118426518 Laporan Praktikum Nutrisi Ternak Dasar
LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI
TERNAK DASAR
“ANALISIS PROKSIMAT”
Nama : Radiyostri
NPM : E1C011071
Dosen : Dr. Ir. Yosi Fenita, MP
JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2012
Abstractsi
Ransum merupakan pakan jadi yang siap diberikan pada ternak yang disusun dari
berbagai jenis bahan pakan yang sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan
kebutuhan nutrisi dan energi yang diperlukan.
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui kandungan atau komposisi kimia bahan pakan
sehingga dapat disusun ransum sesuai dengan kebutuhan ternak.Praktikum ini dilakukan
melalui analisis proksimat, yaitu suatu system analisis kuantitatif yang hasilnya mendekati nilai
sebenarnya dan dapat dijabarkan secara rasional. Analisis-analisis yang dilakukan berupa
penetapan kadar air, penetapan kadar abu, penetapan kadar lemak, penetapan kadar serat
kasar dan penetapan kadar protein. Berdasarkan analisis proksimat sebagai acuan penyusunan
ransum (bahan kering, protein kasar, abu, serat kasar, dan lemak) digunakan sampel tepung
ikan.Tepung ikanmerupakan bahan pakan yang sangat terkenal sebagai sumber protein yang
tinggi.Tetapi perlu diketahui bahwa kandungan gizi tepung ikan ini berbeda, sesuai dengan jenis
ikannya.Selain sebagai sumber protein dengan asam amino yang baik, tepung ikan juga
merupakan sumber mineral dan vitamin.Dengan kandungan gizi yang sangat baik ini maka tak
heran bila harganyapun mahal.Oleh karena itu, untuk menekan harga ransum, pengguna tepung
ikan dibatasi dibawah 8%.
Kata kunci : Analisis Proksimat, Tepung Ikan, Penetapan Kadar Air, Penetapan Kadar Abu,
Penetapan Kadar Lemak, Penetapan Kadar Serat Kasar.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pakan ternak (ransum) menempati posisi penting pada usaha peternakan.Dalam sudut
pandang ekonomi, biaya untuk pembelian ransum ternak merupakan biaya tertinggi dalam usaha
peternakan, sehingga biaya tersebut harus ditekan serendah mungkin untuk memaksimalkan
pendapatan.Tingginya pertumbuhan industri ternak juga akan meningkatkan kebutuhan ransum
ternak di Indonesia. Para pelaku usaha peternakan membutuhkan teknik pemberian bahan
ransum yang efesien untuk menyiasati tingginya biaya dalam membeli bahan ransum. Ternak
memerlukan nutrisi (karbohidrat, lemak, protein, dan lain-lain) untuk menunjang hidupnya dan
meningkatkan produk yang dihasilkan, seperti daging, susu, maupun telur. Kebutuhan nutrisi itu
dipenuhi dari berbagai jenis bahan ransum (jagung, dedak padi, bungkil kedelai, dan lain-lain)
yang dicampurkan menjadi satu dalam komposisi yang tepat.
Ransum merupakan campuran dari beberapa bahan ransum yang mengandung beberapa
nutrient dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan zat gizi unggas yang
mengkomsumsinya. Kualitas bahan ransum yang baik harus ada keseimbangan antara protein,
energi, vitamin, mineral, dan air.Keterbatasan yang dimiliki pelaku usaha peternakan terhadap
sumber daya yang dimiliki dalam memenuhi kebutuhan ransum menjadi sangat penting untuk
dioptimalkan dengan menggunakan metode linear programming dalam pemanfaatan ransum
ternak.Metode ini berguna untuk menentukan pemberian ransum ternak kepada ayam broiler
secara optimal.
Ternak memerlukan nutrien untuk pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok
ternak. Makanan ternak berisi nutrien untuk keperluan kebutuhan energi dan fungsi-fungsi
tersebut di atas, akan tetapi kandungan nutrien yang dibutuhkan ternak yang terdapat dalam
bahan pakan sering tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh ternak. Analisis proksimat merupakan
salah satu cara untuk mengetahui kandungan-kandungan nutrien yang ada di dalam bahan pakan,
sehingga para peternak dapat memberikan pakan dengan kandungan nutrien yang cukup untuk
kebutuhan tubuh ternak agar dapat berproduksi secara optimal.
Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan
nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan
atau pangan.Analisis proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan
pangan terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung di
dalamnya.Menguapkan air yang terdapat dalam bahan dengan oven dengan suhu 100°-105°C
dalam jangka waktu tertentu (3-24 jam) hingga seluruh air yang terdapat dalam bahan menguap
atau penyusutan berat bahan tidak berubah lagi.Membakar bahan dalam tanur (furnace) dengan
suhu 600°C selama 3-8 jam sehingga seluruh unsur pertama pembentuk senyawa organik
(C,H,O,N) habis terbakar dan berubah menjadi gas. Sisanya yang tidak terbakar adalah abu yang
merupakan kumpulan dari mineral-mineral yang terdapat dalam bahan. Dengan perkataan lain,
abu merupakan total mineral dalam bahan.Komponen dalam suatu bahan yang tidak dapat larut
dalam pemasakan dengan asam encer dan basa encer selama 30 menit adalah serat kasar dan
abu.Untuk mendapatkan nilai serat kasar, maka bagian yang tidak larut tersebut (residu) dibakar
sesuai dengan prosedur analisis abu.Selisih antara residu dengan abu adalah serat kasar.
Analisis proksimat pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station, Jerman
oleh Hennerberg dan Stokman.Oleh karenanya analisis ini sering juga disebut analisi
Wendee.Analisi proksimat menggolongkan komponen yang ada dalam bahan pakan berdasarkan
fungsi dan komposisi kimia.Penyediaan bahan pakan pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan zat makanan yang diperlukan oleh ternak. Pemilihan bahan pakan tidak akan terlepas
dari kesediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak.Untuk mengetahui beberapa
jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara menyusun ransum diperlukan
pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan. Jumlah zat makanan dapat
dideterminasi dengan analisi kimia, seperti analisis proksimat.
Bahan pakan merupakan segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak, dicerna dengan
sempurna atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan pada ternak.Didalam bahan pakan
terdapat zat-zat yang dinamakan nutrient yang dibutuhkan oleh ternak untuk metabolisme yang
menghasilkan energi untuk hidup pokok dan untuk produksi.Nutrient-nutrient tersebut adalah
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air.Energi tidak termasuk kedalam nutrieny
karena energi diperoleh dari pembakarn zat makanan tersebut. Perbedaan bajan pakan yang
dikonsumsi oleh ternal antara lain ternak ruminan dengan unggas hanyalah perbedaan bentuk/
struktur bahan pakan tetapu kandungan yang dibutuhkan oleh ternak tidak berbeda.
Analisis proksimat mengelompokkan bahan pakan berdasarkan komposisi kimia terbesar
yang dikandungnya. Komposisi-kompsisi kimia bahan pakan dalam analisis proksimat Wendee
yang diteliti kadarnya adalah air, serat kasar, lemak kasar, protein kasar, abu/mineral serta bahan
ekstrak tanpa nitrogen.Analisis proksimat sering dan banyak dilakukan karena dalam
pelaksanaannya relatif mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar. Analisis ini dilakukan
dalam rangka untuk mengetahui kandungan atau komposisi kimia bahan pakan sehingga dapat
disusun ransum sesuai dengan kebutuhan ternak. Tujuan dan manfaat praktikum analisis ini
adalah mengetahui kadar air, abu, lemak kasar, serat kasar, protein kasar serta bahan ekstrak
tanpa nitrogen pada tepung bungkil kedelai.
Penetapan Kadar Air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan
dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan
sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat
penanganan yang tepat(Hafez, 2000).
Cara penentuan kadar air bergantung pada jenis bahan makanan dan bahan lain
yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Untuk bahan makanan yang mengandung
bahan yang mudah menguap (minyak atsiri), penentuan kadar air dilakukan dengan cara
destilasi azeotrop.
Penetapan air dengan metode destilasi digunakan untuk bahan-bahan yang
mengandung lemak, dan komponen-komponen yang mudah menguap disamping air.
Destilasi azeotrop digunakan untuk menghasilkan campuran azeotrop (campuran dua /
lebih komponen yang sulit dipisahkan) mengunakan tekanan tinggi. Azeotrop adalah
campuran dari dua / lebih komponen yang memiliki titik didih konstan. Komposisi
azeotrop tetap konstan dalam penambahan tekanan, tetapi ketika tekanan total berubah,
kedua titik didih dan komposisi azeotrop berubah. Akibatnya, azeotrop bukan komponen
tetap yang komposisinya harus selalu konstan dalam interval suhu dan tekanan, tetapi ke
campuran yang dihasilkan karena pengaruh kekuatan intramolekuler dalam larutan.
Azeotrop dapat di destilasi dengan menggunakan tambahan pelarut tertentu, misalnya
penambahan benzena atau toluena untuk memisahkan air.
Air dikeluarkan dari sampel dengan cara destilasi azeotropik kontinyu dengan
menggunakan pelarut “immicible”. Air dikumpulkan dalam tabung penerima dan volume
air yang terkumpul dapat diketahui. Karena berat jenis pelarut lebih kecil dari berat jenis
air, maka air selalu berada dibawah pelarut dan pelarut akan kembali ke labu didih.
Penetapan Kadar Abu
Suatu bahan pakan bila dibakar pada suhu 550 sampai 600oC selama beberapa
waktu maka semua zat organiknya akan terbakar sempurna menghasilkan oksida yang
menguap, yaitu berupa CO2, H2O, dan gas-gas lain, sedang yang tertinggal tidak
menguap adalah oksida mineral atau yang disebut abu (Kamal, 1994).
Penetapan kadar abu merupakan lanjutan dari uji penetapan kadar air. Penetapan
kadar air, digunakan silica disk (tidak digunakan vochdoos) sebagai wadah cuplikan
bahan yang akan dikeringkan. Hal ini dilakukan karena vochdoos tidak akan tahan pada
tahap pengeringan menggunakan tanur pada suhu 500 sampai 600°C dan akan mengalami
kerusakan (lumer), sehingga digunakan silica disk yang tahan terhadap suhu yang tinggi.
Menurut Sudarmadji (1989), tujuan sampel ditanur pada 550 sampai 600°C adalah
mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tersebut dan kemudian dilakukan
penimbangan zat yang tertinggal selama proses pembakaran.
Penetapan Kadar Ekstrak Eter (Lemak Kasar)
Lemak dapat diekstraksi dengan menggunakan ether atau zat pelarut lemak lain
menurut Soxhlet kemudian ether diuapkan dan lemak dapat diketahui bobotnya (Kamal,
1994). Lemak kasar yang dihasilkan dari penentuan lemak kasar adalah ekstraksi dari
klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan yang mengandung banyak lemak kasar adalah
tepung kedele.Ini dikarenakan tepung kedele merupakan sumber lemak nabati.Serat kasar
terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa merupakan
komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh ternak monogastrik. Hewan
ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki kemampuan untuk
mencerna selulosa dan hemiselulosa.
Zat lemak sebagai sumber energi adalah sangat efisien karena nilai energi lemak
2.25 lebih tinggi dari karbohidrat, namun demikian pemakaian zat lemak di dalam
ransum perlu di batasi sekitar 5%, Sebab kelebihan lemak yang terlampau tinggi justru
akan menimbulkan efek negatife, antara lain lemak yang tertimbun di sekitar ovarium
akan mengganggu ovulasi, sehingga produksi telur akan menurun, dan kelebihan ini sia –
sia sebab akan terbuang karena tidak bisa di cerna(Anshory.I, 1997).Fungsi zat lemak
adalah sebagai sumber energi, seperti halnya karbohidrat dan sebagai pelarut vitamin
A,D,E, dan K. sumber lemak terdapat pada bahan seperti bungkil kelapa. Bungkil kelapa
merupakan salah satu sumber lemak.Penggunaan lemak nya ransum serta menaikkan
nilai energi sampai pada tingkatan yang tidak tercapai bila menggunakan makanan biasa
terutama butir-butiran.
Penetapan Kadar Serat Kasar
Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa
merupakan komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh ternak
monogastrik. Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki
kemampuan untuk mencerna selulosa dan hemiselulosa.
1.2. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kandungan atau komposisi kimia bahan pakan sehingga dapat disusun
ransum sesuai dengan kebutuhan ternak.
Untuk mengetahui kadar air, abu, lemak kasar, serat kasar, pada tepung ikan.
Untuk mengetahui kandungan yang terdapat dapat pada pakan ternak terutama pada
tepung ikan dan juga dapat mengetahui manfaat dari tepung ikan tersebut untuk
kemudian diberikan pada ternak.
BAB II
METODOLOGI
2.1. Waktu dan Tempat Praktikum
Hari/ tanggal Praktikum :
Waktu Praktikum : Pukul 08.00-16.00 WIB lima hari berturut-turut
Tempat Praktikum : Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak
2.2. Alat dan Bahan
a. Penetapan Kadar Air
Cawan
Oven
Timbangan analitik
Desikator
Tang penjepit
Spatula
b. Penetapan Kadar Abu
Silica disk
Tanur
Timbangan analitik listrik
Desikator
Tang penjepit
Spatula
c. Penetapan Kadar Ekstrak Eter (lemak Kasar)
Soklet sistim HT 2 Ekstraction Unit Tractor dan selonsongnya
Labu penampung
Alat pendingin
Peangas/waterbath
Timbagan analitik listrik
Spatula
Gelas arloji+batu didih
Kertas saring bebas lemak
Oven
d. Penetapan Kadar serat Kasar
Beker gelas 600 ml
Saringan dari linnen
Serat gelas (gelas wool)
Alat penyaring bucher atau Gooch crucible
Desikator
Tanur
Pompa vacum
Tang penjepit
Timbangan analitik
Gelas ukur 100 ml
Corng gelas diameter 10 cm
2.3. Prosedur Kerja
a. Penetapan Kadar Air
Cawan yang sudah bersih di keringkan di dalam oven pengering pada suhu selama1
jam dengan tutup gelas.
Kemudian didinginkan didalam desikator dengan tutup selama 1 jam.
Sesudah dingin, ditimbang dalam keadaan tertutup (x gram).
Menimbang sempel sebanyak 2 gram dalam cawan (y gram) dan dikeringkan
dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105oC selama 8 jam dengan tutup
dilepas.
Kemudian didinginkan di dalam desikator selam 1 jam dengan tutup di lepas setelah
dingin, ditutup kembali dan ditimbang, penimbangan di ulangi sapi 3 kali setiap jam
sampai beratnya tetap (z gram).
b. Penettapan Kadar Abu.
Silica disk yang sudah bersih dikeringkan di dalm oven pada suhu 105oC selama
1Jam.
Kemudian didinginkan di dalam desikator selama 1 Jam. Selanjutnya ditimbang (x
gram).
Ke dalam silica disk di timbang cntoh bahan (sampel) sebanyak 1,5-2 gram (yang
sudah di programkan).
Mendinginkan tanur, sehingga suhunya turun menjadi ± 120oC, lalu di masukkan ke
dalam desikator selama 1 jam.
Sesudah dingin, kemudian di timbang(z gram).
c. Penetapan Kadar Ekstrak Eter (Lemak Kasar)
Menimbang kertas saring bebas lemak (a gram). Kemudian menambahkan sampel
yang akan dianalisa kira-kira 1,5-2 gram (b gram) dan kemudian bungkus dengan
baik sehingga tidak ada ceceran sampel (seperti membungkus obat puyer).
Mengoven bungkusan sampel tersebut dengan temperatur 105oC, selama 6 jam.
Setelah dioven, kemudian di timbang (dalam keadaan panas) dengan cepat (c gram),
kemudian masukkan ke dalam soklet.
Labu penampung, alat ekstrasi dan alat pendingin, di pasang dan diletakkan diatas
penangas air. Kemudian dimasukkan perroleum benzen (pelarut lemak) melalui
lubang pendingin sampai petroleum benzen seluruhnya turun dan masuk ke dalam
labu penampung. Kemudian diisi lagi sampai setengah bagian dari alat ekstrasi.
Alirkan air pada labu pendingin, baru kemudian diikuti dengan pemanasan labu
penampung (penangas atau waterbath).
Dikestrasi selama 16 jam (sampai petroleum benzen yang ada di dalm alat akstrasi
menjadi jernih/tidak berwarna.
Setelah ekstrasi dihentikan, keluarkan sampel dan letakkan di atas gelas arloji,
kemudian angin-anginkan sampai kering.
Mwngoven bungkusan sampel tersebut dengan temperatur 105oC selama 6 jam.
Setelah dioven kemudian menimbang(dalam keadaan panas) dengan cepat (d gram).
d. Penetapan Kadar Serat Kasar
Sampel dari penetapan kadar lemak dimasukkan ke dalam beaker gelas 600 ml
ditambah 200 ml H2SO4 1,25% dan di pasang ada pemanas dan pendingin dialirkan
kemudian dididihkan selam 30 menit.
Kemudian disaring dengan menggunakan saringan atau serat gelas dengan
menggunakan alat penyaring Bucher atau Gooch crucible, dengan bantuan pompa
vacum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam Baker glass dengan mencuci saringan
linnen.
Beaker gelas di cuci, hasil saringan beserta serat kasar (kalu digunakan) dimasukkan
ke dalam Beaker glass dan ditambah NAOH 1,25% dan dididihkan selama 30 menit.
Kemudian disaring dengan menggunkan Gooch crucible yang sudah dilapisi
gelasool, selanjutnya dicuci dengan beberapa ml air panas dan kemudian dengan 15
ml etyl alkohol 95%.
Hasil saringan termasuk serat gelas dalam Gooch crucible dianginkan sampai kering
kemudian ke dalam alat pengering dengan suhu 105oC selama 1 malam, setelah itu
didinginkan di dalam desikator selam 1 jam. Setalahdingin di timbang (Y gram).
Kemudian diabukan di dalam tanur dengan suhu 600oC selama 2 jam atau sampel
berwarna putih (bebas karbon).
Dikeluarkan dan dibiarakn beberapa menit sampai suhunya turun menjadi 120oC
,
mltimbang (Z gram).
BAB III
HASIL PENGAMATAN dan PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengamatan
a. Penetapan Kadar Air
Nama Sampel (Kode) 22 43
Pengamatan/ulangan ke- I II
Berat cawan timbang kosong (x) 15.5398 21.1616
Berat cawan timbang + sampel (y) 17.5498 23.1784
Berat cawan timbang + sampel kering (z) 17.0089 23.1211
Kadar air (%)
Sampel
2.0100 2.0168
Kadar air sampel (22) :
x 100%
=
x 100%
=
= 0.1079 x 100%
= 10.79%
Kadar air sampel (43) :
x 100%
x 100%
x 100%
= 2.85%
b. Penetapan Kadar Abu
Nama Sampel (Kode) 26 06
Pengamatan/ulangan ke- I II
Berat cawan timbang kosong (x) 17.1606 19.1332
Berat cawan timbang + sampel (y) 19.1833 21.1509
Berat cawan timbang + sampel kering (z) 17.9013 19.899
Kadar air 2.0227 2.0177
Kadar abu (26) :
x 100%
=
x 100%
=
x 100%
= 36,619%
Kadar abu (06) :
x 100%
=
x 100%
=
x 100%
= 38,112%
c. Penetapan Kadar Lemak
Diketahui :
Berat kertas saring (a gram) = 0.3021 dan 0.3423
Berat kertas saring + sampel (b) = 2.3030 dan 2.3425
Berat kertas saring + sampel oven (c) = 2.0660 dan 2.0500
Berat kertas saring + sampel oven ekstraksi (d) = 2.0420 dan 2.03000
Berat sampel = 2.0009 dan 2.0002
Ditanya : Kadar lemak kasar =
x 100% ?
Jawab :
Penetapan kadar lemak (6.1) :
x 100%
=
x 100%
=
x 100%
= 1,199%2%
Jadi, kadar lemak kode 6.1 adalah 2%
Penetapan kadar lemak (6.2) :
x 100%
=
x 100%
=
x 100%
= 1.2%
Jadi, kadar lemak sampel 6.2 adalah 1.2%
3.2. Pembahasan
Pada praktikum yang dilakukan, kami dari kelompok 6 (enam) mendapatkan sampel tepung
ikan.Berikut adalah penjelasan mengenai tepung ikan berdasarkan literature yang ada.
A. Tepung ikan
Merupakan bahan pakan yang sangat terkenal sebagai sumber protein yang
tinggi.Tetapi perlu diketahui bahwa kandungan gizi tepung ikan ini berbeda, sesuai
dengan jenis ikannya.Disamping jenis ikan, proses pengeringan ikan juga mempengaruhi
kualitas tepung ikan tersebut. Ada beberapa macam proses pengeringan, yaitu
pengeringan matahari, pengeringan vacum, pengeringan dengan uap panas dan
pengeringan dengan pijar api sesaat. Pengeringan matahari merupakan proses termudah
dan termurah, tetapi juga rendah kadar proteinnya. Tepung ikan lokal yang bersumber
dari sisa industri ikan kalengan atau limbah tangkapan nelayan dan hanya dijemur dengan
panas matahari mempunyai kandungan protein kasar hanya 51-55%. Menurut pendapat
dari Kamal (1994) menyatakan bahwa tepung ikan merupakan bahan pakan yang superior
yang mempunyai kadar protei paling tinggi dari bahan pakan lainnya.
Selain sebagai sumber protein dengan asam amino yang baik, tepung ikan juga
merupakan sumber mineral dan vitamin.Dengan kandungan gizi yang sangat baik ini
maka tak heran bila harganyapun mahal.Oleh karena itu, untuk menekan harga ransum,
pengguna tepung ikan dibatasi dibawah 8%. Di Indonesia, tepung ikan ada beberapa
macam baik produk lokal maupun import dengan kualitas yang beragam. Dengan kondisi
ini peternak disarankan membeli tepung ikan dari penjual yang terpercaya dan sudah
biasa menjual tepung ikan yang baik.Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sutresna Nana
(1995). Yang menyatakan bahwa Pemberian ransum pada ternak adalah untuk
menyediakan bahan makanan yang dibutuhkan ternak sehinggga dapat menghasilkan
daging, susu dan telur yang menguntungkan bagi peternak.
Untuk memenuhi komposisi formulasi ransum yang apabila dikombinasikan akan
mendapatkan hasil yang sempurna atau esensial sehingga dapat memenuhi kebutuhan
ternak tersebut hal ini sesuai dengan. Formulasi ransum adalah proses dimana berbagi
macam bahan bahan makanan dikombinasikan dalam proporsi yang esensial untuk
ternak dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan fase
produksinya .
B. Penetapan Kadar Air
Berdasarkan hasil praktikum, diperoleh hasil analisis kadar air sebesar 10,79%
untuk sampel (22) dan 2.85% untuk sampel (43). Kadar air yang diperoleh dari analisis
yang dioven secara berulang-ulang sampai konstan sehingga sampel benar-benar kering,
sampel dikeringkan pada suhu 1050C sehingga air menguap bersama dengan bahan-bahan
organik lain yang terkandung dalam sampel. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar air
pada tepung ikan yang digunakan di atas standar, karena kemungkinan pada saat
pengovenan tidak hanya air yang terkandung dalam tepung ikan melainkan senyawa
organik lain dalam proses pengovenan yang menyebabkan semua air dan senyawa
organik menguap.
Menurut Kamal (1998), kadar air suatu bahan pakan dipengaruhi oleh cara
penyimpanannya dan kemasan. Kandungan air yang berlebih akan menyebabkan
tumbuhnya jamur pada saat penyimpanan. Jamur dapat mempengaruhi produksi toksin,
perubahan komposisi nutrien dalam pakan dan turunnya nilai nutritif pakan bagi ternak,
untuk mencegah timbulnya jamur dapat dilakukan dengan pengeringan kadar air pakan
hingga tinggal 12,68%. Kadar air yang tertinggal dalam pakan tidak akan terjadi proses
fermentasi karena akan timbul jamur yang akan mempengaruhi produksi toksin yang
dapat mematikan aktivitas bakteri fermentatif.Selain itu perbedaan kadar air juga
disebabkan karena jenis bahan yang digunakan, umur bahan yang berbeda, Semakin tua
umur bahan yang digunakan semakin sedikikt kadar airnya serta bagian yang digunakan
untuk bahan pakan yang berbeda (Hartadi et al., 1993).
Penetapan kadar air mengggunakan silica disk bukan vochdoos, hal ini
dikarenakan jika memakai vochdoos atau gelas timbang akan mengalami peleburan pada
saat pembakaran dengan tanur. Pengovenan 105°C berfungsi untuk memperoleh bahan
kering dengan cara menguapkan kadar air. Setelah pengovenan, silica disk yang berisi
sampel pollard dimasukkan ke dalam desikator.Hal ini bertujuan untuk menstabilkan
suhu. Menurut Sudarmadji (2007), suatu bahan yang telah mengalami pengeringan,
ternyata lebih bersifat higroskopis daripada asalnya. Oleh karena itu, selama pendinginan
sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering,
misalnya dalam desikator yang telah diberi zat penyerap air.
C. Penetapan Kadar Abu
Berdasarkan hasil dari praktikum terhadap sampeldiperoleh rata-rata nilai kadar
abu sebesar 36,619% untuk sampel (26) dan 38.112% untuk sampel (06). Hal ini
dikarenakan bahan pakan mengandung mineral yang tidak mudah menguap pada suhu
tinggi.Karra(2007)menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu
400-600 derajat Celcius zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan dengan tanur
disebut dengan abu (ash).
D. Penetapan Kadar Lemak
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil analisis kadar
lemak kasar sebesar 2% untuk sampel kode (6.1) dan 1.2% untuk sampel kode (6.2).
Gultom (2005) menyatakan sifat-sifat lemak yaitu tidak larut dalam air dan lemak adalah
campuran trigliserida dalam bentuk padat dan terdiri dari suatu fase padat dan fase
cair.Lemak kasar yang dihasilkan dari penentuan lemak kasar adalah ekstraksi dari
klorofil,xanthofil,dan karoten. Bahan yang mengandung banyak lemak kasar adalah
tepung kedele.Ini dikarenakan tepung kedele merupakan sumber lemak nabati.
E. Penetapan Kadar Serat Kasar
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil analisis kadar
serat kasar. Semua senyawa organik kecuali serat kasar akan larut bila direbus dalam
H2SO4 1,25% (0,255 N) dan dalam NaOH 1,25% (0,313 N) yang berurutan masing-
masing selama 30 menit. Bahan organik yang tertinggal disaring dengan glass wool dan
crucible.Hilangnya bobot setelah dibakar 550 sampai 600oC adalah serat kasar (Kamal,
1994).Hasil saringan lalu direbus di dalam 200 ml NaOH untuk penyabunan lemak yang
ada. Saat pendidihan tersebut, larutan menghasilkan busa atau buih. Bahan pakan direbus
dengan asam terlebih dahulu baru kemudian dengan basa ditujukan untuk menyesuaikan
dengan kondisi pencernaan di dalam saluran pencernaan ternak monogastrik, yang
bersifat asam di lambung dan bersifat basa di usus.
Menurut Sudarmadji et al. (1989), residu yang diperoleh dalam pelarutan
menggunakan asam dan basa merupakan serat kasar yang mengandung 1,97% selulosa
dan lignin, dan sisanya adalah senyawa lain yang belum dapat diidentifikasi dengan pasti.
Setelah itu disaring kembali dengan menggunakan crucible yang telah dilapisi glass wool
dengan bantuan pompa hampa, dicuci dengan air panas kemudian dengan 15 ml
ethylalcohol 95%. Tujuan penggunaan crucible adalah agar pada saat pengeringan
dengan menggunakan oven pada suhu 105 sampai 110oC alat yang digunakan tersebut
tidak mengalami perubahan atau kerusakan fisik. Sedangkan tujuan penggunaan glass
wool adalah karena glass wool merupakan serat kaca yang beratnya kecil, sehingga pada
saat penimbangan tidak akan mempengaruhi bobot sampel. Setelah mengalami
pengeringan selama kurang lebih satu malam, cuplikan bahan didinginkan di dalam
desikator selama satu jam, kemudian ditimbang untuk mengetahui bobot sampelnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang dilakukan, bahan pakan yang baik seharusnya mengandung
unsur kimia berupa air, lemak, serat, abu, protein, vitamin dan mineral karena unsur
kimia tersebut mempunyai fungsi dan manfaat yang besar dalam komposisi ransum untuk
pakan ternak.
Berdasarkan praktikum, analisa pada sampel tepung ikan didapat hasil : kadar airnya
adalah 10,79% dan 2.85%, kadar abunya 36,619% dan 38,112%, kadar lemaknya 2% dan
1,2% serta serat kasarnya adalah(*).
Kandungan gizi dan manfaat dari tepung ikan adalah selain sebagai sumber protein
dengan asam amino yang baik, tepung ikan juga merupakan sumber mineral dan vitamin.
Dengan kandungan gizi yang sangat baik.
4.2. Saran
Untuk Co.Ass seharusnya lebih memperhatikan praktikannya lagi, karena banyak yang
tidak bekerja dan tidak memperhatikan jalannya praktikum, di khawatirkan adanya
kecemburuan social.
Diharapkan untuk mengefisienkan waktu jalannya praktikum seoptimal mungkin.
Diharapkan peralaan yang disediakan di Laboratorium lengkap dan cukup, guna
menghindari pergantian yang mengakibatkan harus menunggu untuk menggunakannya
(bergantian).
Semoga tugas laporan ini berguna bagi siapapun yang membacanya.
DAFTAR PUSTAKA
Anshory Irfan , 1997. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Jakarta : Erlangga
Gultom S. 1988. Ilmu Gizi Ruminansia. Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak.LUW-
Universitas.Brawijaya Animal Husbandri Project.
Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, A.D. Tillman. 1993. Tabel Komposisi Pakan Untuk Indonesia.
Cetakan kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Kamal, M. 1994. Nutrisi Ternak I. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta
Sudarmadji, S. B. Haryono, Suhardi. 1989. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian.
Liberty Yogyakarta bekerja sama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sutresna, Nana. 1995. Kimia 2. Ganeca Exact.Bandung.