109944879 Skizofrenia Tak Terinci

13
LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA TAK TERINCI 1. Definisi Skizofrenia adalah penyakit paradigmatik psikiatri dimana sindrom klinis variabel namun sangat mengganggu psikopatologi, yang melibatkan pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku. Ekspresi gejala bervariasi di seluruh pasien dan dari waktu ke waktu, tetapi efek kumulatif dari penyakit selalu parah dan biasanya tahan lama (Stuart, 2006). Ada beberapa pendapat tentang pengertian skizofrenia yaitu menurut Gunadi, skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti “terpisah” atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadinya pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Jadi, skizofrenia mengacu kepada pepecahan ego-aspek rasional dalam jiwa-sehingga penderitanya tidak lagi dapat membedakan antara alam khayal dan alam riil. Menurut Kraepelin ada menyebutkan, “dementia pre cock” karena skizofrenia mengalami kemunduran intelengensi sebelum waktunya.Bleuler menggunakan istilah skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang terbelah/terpecah. Bleuler lebih menekankan pola perilaku yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi. Dengan demikian, tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi antara persepsi terhadap kenyataan yang sebenarnya (Kaplan, 2006). 2. Penyebab

description

tugas

Transcript of 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

Page 1: 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

LAPORAN PENDAHULUAN

SKIZOFRENIA TAK TERINCI

1. Definisi

Skizofrenia adalah penyakit paradigmatik psikiatri dimana sindrom klinis variabel

namun sangat mengganggu psikopatologi, yang melibatkan pikiran, persepsi, emosi, gerakan,

dan perilaku. Ekspresi gejala bervariasi di seluruh pasien dan dari waktu ke waktu, tetapi efek

kumulatif dari penyakit selalu parah dan biasanya tahan lama (Stuart, 2006).

Ada beberapa pendapat tentang pengertian skizofrenia yaitu menurut Gunadi,

skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein” yang berarti “terpisah” atau “pecah”, dan

“phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadinya pecahnya atau ketidakserasian

antara afeksi, kognitif dan perilaku. Jadi, skizofrenia mengacu kepada pepecahan ego-aspek

rasional dalam jiwa-sehingga penderitanya tidak lagi dapat membedakan antara alam khayal

dan alam riil. Menurut Kraepelin ada menyebutkan, “dementia pre cock” karena skizofrenia

mengalami kemunduran intelengensi sebelum waktunya.Bleuler menggunakan istilah

skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang terbelah/terpecah. Bleuler lebih menekankan pola

perilaku yaitu tidak adanya integrasi otak yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi.

Dengan demikian, tidak ada kesesuaian antara pikiran dan emosi antara persepsi terhadap

kenyataan yang sebenarnya (Kaplan, 2006).

2. Penyebab

Penyebab skizofrenia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, walaupun begitu

banyak ahli yang mencoba mengemukakan beberapa teorinya. Menurut Fortinash, penyebab

skizofrenia sebagai berikut (Muslim, 2006):

1. Faktor biologi (teori – teori somatogenesis)

a. Faktor – faktor genetic (keturunan)

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa gen yang diwarisi seseorang sangat

kuat mempengaruhi resiko seseorang mengalami skizofrenia.

b. Biochemistry (ketidakseimbangan kimiawi otak)

Beberapa bukti memunjukkan bahwa skizofrenia mungkin berasal dari

ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut neurotransmitter yaitu kimiawi

otak yang memungkinkan neuron – neuron berkomunikasi satu sama lain.

Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari neurotransmitter

Page 2: 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

dopamine yang berlebihan di bagian – bagian tertentu otak atau dikarenakan

sensivitas yang abnormal terhadap dopamine.

c. Neuroanatomy (abnormalitas struktur otak)

Berbagai teknik imaging, seperti MRI telah membantu para ilmuwan untuk

menemukan abnormalitas structural spesifik pada otak pasien.

2. Teori model keluarga

Beberapa pola asuh kelurga memyebabkan gangguan perkembangan anak.

3. Teori budaya dan lingkungan

Skizofrenia dapat terjadi pada semua status soasial ekonomi tetap seringkali lebih

banyak ditemukan pada kelompok dengan social ekonomi rendah.

4. Teori belajar

Perilaku, perasaan dan cara berpikir seseorang diperoleh dari belajar.

3. Fase perjalanan

Skizofrenia dapat dilihat sebagai suatu gangguan yang berkembang melalui fase –

fase (Ingram, 2007):

1. Fase premorbid

Pada fase ini, fungsi – fungsi individu masih dalam keadaan normative.

2. Fase prodromal

Adanya perubahan dari fungsi – fungsi pada fase premorbid menuju saat uncul

simtom psikotik yang nyata. Fase ini dapat berlangsung dalam beberapa minggu atau

bulan, akan tetapi lamanya fase prodromal ini rerata antara 2 sampai 5 tahun.

Pada fase ini, individu mengalami kemunduran dalam fungsi – fungsi yang mendasar

(pekerjaan social dan rekreasi) dan muncul simtom yang nonspesifik, misalnya

gangguan tidur, ansietas, iritabilitas, mood depresi, konsentrasi berkurang, mudah

lelah, dan adanya deficit perilaku misalnya kemunduran fungsi peran dan penarikan

social.

Simptom positif seperti curiga mulai berkembang di akhir fase prodromal dan berarti

sudah mendekati mulai menjadi psikosis.

3. Fase psikotik

Berlangsung mulai dengan fase akut, lalu adanya perbaikan memasuki fase stabilisasi

dan kemudian fase stabil.

Pada fase akut dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya dijumpai

adanya waham, halusinasi, gangguan proses pikir, dan pikiran yang kacau.

Page 3: 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

Simptom negative sering menjadi lebih parah dan individu biasanya tidak

mampu untuk mengurus dirinya sendiri secara pantas.

Fase stabilisasi berlangsung selama 6 – 18 bulan, setelah dilakukan acute

treatment.

Pada fase stabil terlihat simptom negative dan residual dari simptom positif,

dimana simptom positif masih ada dan biasanya sudah kurang parah

dinbandingkan pada fase akut. Pada beberapa individu bisa dijumpai

asimtomatis, sedangakan individu lain mengalami simtom nonpsikotik

misalnya merasa tegang (tension), ansietas, depresi, atau insomnia.

4. Gejala

Menurut Kay et membagi symptom skizofrenia atas (Loebis, 2012):

1. Simtom positif:

a. Waham

b. Kekacauan proses pikir

c. Perilaku halusinasi

d. Gaduh gelisah

e. Waham/ide kebesaran

f. Kecurigaan/kejaran

g. Permusuhan

2. Simptom negatif:

a. Afek tumpul

b. Penarikan emosional

c. Kemiskinan rapport

d. Penarikan diri dari

hubungan social secara

pasif/apatis

e. Kesulitan dalam pemikiran

abstrak

f. Kurangnya spontanitas dan

arus percakapan

3. Simptom psikopatologi umum:

a. Kekhawatiran somatic

b. Ansietas

c. Rasa bersalah

d. Ketegangan (tension)

e. Mannerism dan sikap tubuh

f. Depresi

g. Retardasi motorik

h. Ketidakkooperatifan

i. Isi pikiran yang tidak biasa

j. Disorientasi

k. Perhatian buruk

l. Kurangnya daya nilai dan

daya tilikan

m. Gangguan dorongan

kehendak

n. Pengendalian impuls yang

buruk

o. Preokupasi

p. Penghindaran social secara

aktif

5. Kriteria diagnostik

Page 4: 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia edisi ketiga

(PPDGJ III) mengkelompokkan symptom (Loebis, 2012):

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas(dan biasanya dua gejala

atau lebih bila gejala – gejala kurang tajam atau kurang jelas)

a) Thought echo, thought insertion, thought withdrawal dan thought

broadcasting.

b) Waham dikendalikan, waham dipengaruhi, atau passivity yang jelas merujuk

pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak, atau pikiran, perbuatan

atau perasaan khusus dan persepsi delusional.

c) Suara halusinasi auditorik yang berkomentar secara terus-menerus terhadap

perilaku pasien atau mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri,

atau jenis suara halusinasi lain yang berasal dari satu bagian tubuh.

d) Waham – waham memnetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap

tidak wajar seta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas

keagamaan atau politik, atau kekuatan dan kemampuan manusia super

(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahkluk

asing dari dunia lain).

Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas:

e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas, apakah disetai baik oleh

waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa

kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan yang menetap

atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan

terus-menerus.

f) arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sispan yang berakibat

inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan atau neologisme.

g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah, sikap tubuh tertentu, atau

fleksibilitas cerea, negativism, mutisme dan stupor.

h) gejala negatif seperti sikap apatis, pembicaraan terhenti, dan respons

emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya mengakibatkan

penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social, tetapi

harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau

medikasi neuroleptika.

Adanya gejala – gejala khas tersebut diatas telah selama kurun waktu satu bulan atau

lebih.

Page 5: 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa

aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan,

sikap malas, tak bertujuan, sikap berdiam diri, dan penarikan diri secara social.

Subtipe skizofrenia yang umum pada ICD-10 dan DSM-IV:

Paranoid

Katatonik

Hebefrenik(disorganized)

Tak terinci(undifferentiated)

Residual

Skizofrenia Tak Terinci

Suatu tipe yang seringkali dijumpai pada skizofrenia. Pasien yang jelas skizofrenik

tidak dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam salah satu tipe dimasukkan dalam tipe ini.

PPDGJ III mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci.

Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu (Maslim, 2001):

Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau

katatonik.

Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

Kriteria diagnostic menurut DSM-IV yaitu (Saddok, 2007):

Suatu tipe skizofrenia di mana ditemukan gejala yang memenuhi kriteria A tetapi tidak

memenuhi kriteria untuk tipe paranoid, terdisorganisasi atau katatonik.

Kriteria Diagnostik A:

Gejala karakteristik: dua atau lebih berikut, masing – masing ditemukan untuk bagian

waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan

berhasil):

1) Waham

2) Halusinasi

3) Bicara terdisorganisasi (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)

4) Perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas

5) Gejala negative yaitu, pendataran afektif, alogia atau tidak ada

kemauan(avolition)

Catatan: hanya satu gejala criteria A yang diperlukan jika waham adalah kacau

atau halusinasi terdiri dari suara yang terus menerus mengkomentari perilaku

Page 6: 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama

lainnya.

6. Pengobatan

Terdapat dua kaedah pengobatan skizofrenia yaitu (Saddok, 2007):

a. Medikasi antipsikotik

b. Intervensi psikososial

Walaupun medikasi antipsikotik adalah inti dari pengobatan skizofrenia, penelitian

telah menemukan bahwa intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis.

Antipsikotik

Pemilihan obat:

Tiga kelas obat yang utama, yaitu antagonis reseptor dopamine, risperidone dan

clozapine.

1) Antagonis reseptor dopamine

Merupakan obat antipsikotik yang klasik dan efektif dalam pengobatan

skizofrenia. Obat ini memiliki dua kekurangan; pertama,hanya sejumlah kecil

pasien kemungkinan 25% cukup tertolong. Kedua,obat ini disertai dengan

efek yang merugikan yang menggangu dan serius (paling utama ataksia dan

gejala mirip parkinsonisme berupa tremor dan rigitas). Contoh antagonis

reseptor dopamine adalah remoxipiride

2) Risperidone

Obat antipsikotik dengan aktivitas antagonis bermakna pada reseptor

serotonin tipe 2 (5 HT2) dan pada reseptor dopamine tipe 2 (D2). Obat ini

menjadi lini pertama dalam pengobatan skizofrenia.

3) Clozapine

Obat antipsikotik yang efektif dan suatu antagonis lemah terhadap reseptor D2

tetapi antagonis kuat terhadap reseptor D4. Obat ini pengobatan lini kedua.

Terapi psikososial

1. Terapi perilaku

Menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan social untuk

meningkatkan kemampuan social, kemampuan memenuhi diri social, latihan

praktis dan komunikasi interpersonal.

Page 7: 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

2. Terapi berorientasi-keluarga

Terapi keluarga dapat diarahkan kepada berbagai macam penerapan strategi

menurukan stress dan mengatasi masalah dan penglibatan kembali pasien ke

dalam aktivitas.

3. Terapi kelompok

Biasanya memusatkan pada rencana, masalah dan hubungan dalam kehidupan

nyata. Efektif dalam menurunkan isolasi social, meningkatkan rasa persatuan,

dan meningkatkan tes realitas.

4. Psikoterapi individual

Terapi adalah membantu dan menambah efek terapi farmakologis. Terbagi

kepada psikoterapi suportif dan psikoterapi berorientasi-tilikan.

7. Prognosis

Prognosis baik Prognosis buruk

Onset lambat Onset muda

Faktor pencetus yang jelas Tidak ada faktor pencetus

Onset akut Onset jelas

Riwayat social, seksual dan pekerjaan

pramorbid yang baik

Riwayat social, seksual dan pekerjaan

pramorbid yang buruk

Gejala gangguan mood(terutama gangguan

depresi)Perilaku menarik diri, autistic

Menikah Tidak menikah, bercerai atau janda/duda

Riwayat keluarga gangguan mood Riwayat keluarga skizofrenia

System pendukung yang baik System pendukung yang buruk

Gejala positif Gejala negative

Tanda dan gejala neurologis

Riwayat trauma perinatal

Tidak ada remisi dalam tiga tahun

Banyak relaps

Riwayat penyerangan

Tabel 1: Pembagian prognosis baik dan prognosis buruk

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: 109944879 Skizofrenia Tak Terinci

1. Ingram, I.M, dkk. (2006). Catatan Kuliah Pskiatri. Jakarta: EGC

2. Kaplan, H. (2006). Pemeriksaan Status Mental. Sinopsis Psikiatri: Ilmu

Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh. Jakarta: EGC.

3. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. 2001.

p.46-50.

4. Muslim, Rusdi. (2006). Diagnosa Gangguan Jiwa. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa

FK, Admajaya University.

5. Saddock B.J., Saddock V.A. Schizophrenia. In: Kaplan & Saddock’s Synopsis of

Psychiatry Behavioral Sciences/ Clinical Psychiatry. 10th ed. Lippincott Williams

& Wilkins Publishers, 2007.

6. Stuart, Gail. (2006). Buku Saku keperawatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.

7. Loebis B. Skizofrenia: Penanggulan Memakai Antipsikotik. Available from:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/687/1/08E00132.pdf [Accessed

on: 22 August 2012]

8. Wardana P.A.K.Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Keluarga tentang Skizofrenia

dengan Kekambuhan pasien Skizofrenia di Unit Rawat Jalan RS.Jiwa Pusat

Dr.Soeharto Heerdjan Jakarta tahun 2009 . Available from:

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312031/bab2.pdf

[Accessed on: 22 August 2012]