103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

78
ETIKA POLA KOMUNIKASI DALAM AL-QUR’AN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.) Oleh Irpan Kurniawan NIM: 105051001857 JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011

Transcript of 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

Page 1: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

ETIKA POLA KOMUNIKASI DALAM AL-QUR’AN

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh Irpan Kurniawan

NIM: 105051001857

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011

Page 2: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

ETIKA POLA KOMUNIKASI DALAM AL-QUR’AN

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I.)

Oleh Irpan Kurniawan

NIM: 105051001857

Pembimbing

Nurul Hidayat, M.Pd NIP. 19690322 1996032001

JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011

Page 3: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)
Page 4: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

i

ABSTRAK

Irpan Kurniawan

Etika Pola Komunikasi Dalam Al-Quran

Manusia merupakan makhluk beragama dan juga makhluk sosial, yaitu

makhluk yang selalu hidup bermasyarakat dan selalu membutuhkan peran serta

pihak lain. Artinya, hidup bermasyarakat merupakan sesuatu yang tumbuh sesuai

dengan fitrah dan kebutuhan kemanusiaan. Dalam al-Qur’an banyak memberikan

arahan atau nilai-nilai positif yang harus dikembangkan, juga nilai-nilai negatif

yang semestinya untuk dihindarkan. Karena dalam al-Qur’an/49: 13 menunjukan

bahwa saling mengenal yang dimaksudkan itu tidak membedakan suku, ras,

bahasa, kebudayaan, bahkan ideologi. Namum pada kenyataanya manusia sebagai

pembuat penilai etika (homo ethicus) sering terdapat perbedaan budaya dan etika

yang dianutnya masing-masing. Sehingga dalam hal ini perlu adanya etika dalam

proses komunikasi agar bertujuan komunikasi yang akan terjalin menjadi baik

(komunikatif), dengan demikian hubungan akan terjalin secara harmonis apabila

antara komunikator dan komunikan saling menumbuhkan rasa senang. Rasa senag

akan muncul apabila keduanya saling menghargai,dan penghargaan sesama akan

lahir apabila keduanya saling memahami tentang karakteristik seseorang dan etika

yang diyakini masing-masing.

Untuk memperoleh data yang representatif dalam pembahasan skripsi ini,

digunakan metode penelitian kepustakaan (library reseach) dengan cara mencari,

mengumpulkan, membaca, dan menganalisa buku-buku, yang ada relevansinya

dengan masalah penelitian. Kemudian diolah sesuai dengan kemampuan penulis.

Adapun pendekatan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah analisis isi.

Adapun metode pembahasan tafsir dalam skripsi ini adalah metode tahlili yaitu

suatu metode tafsir yang digunakan oleh para mufassir dalam menjelaskan

kandungan ayat al-Qur’an dari berbagai seginya dengan memperhatikan ayat-ayat

al-Qur’an sebagaimana yang tercantum dalam mushaf. Dimulai dengan

menyebutkan ayat yang akan ditafsirkan. Maka disini penulis menggunakan

beberapa tafsir al_Qur’an sebagai landasan dasar untuk menerjemahkan ayat

tersebut, maka penulis menggunakan seperti Tafsir al-Misbah, Tafsir al-Maraghi,

Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Azhar. Setelah penulis memperoleh rujukan yang

relevan kemudian data tersebut disusun, dianalisa, sehingga memperoleh

kesimpulan.

Berbicara mengenai komuninkasi insani berarti berbicara mengenai

nilai atau etika yang dianut seseorang atau komunitas tertentu karena setiap

pribadi atau komunitas memiliki nilai yang diyakininya. Pentingnya etika dalam

komunikasi bertujuan agar komunikasi kita berhasil dengan baik (komunikatif),

karena hubungan antara budaya dan komunikasi bersifat timbal balik. Keduanya

saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita

membicarakannya, apa yang kita lihat, perhatikan atau kita abaikan, bagaimana

kita berpikir dan apa yang kita pikirkan, dipengaruhi oleh budaya. Jadi, perbedaan

budaya sangat berpengaruh terhadap proses komunikasi.

Page 5: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

ii

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 20 januari 2010

Irpan Kurniawan

Page 6: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, sehingga atas

segala limpahan karunia dan nikmatnya akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan

meskipun masih belum sempurna. Shawalat beriring salam semoga selalu tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kedamaian dan rahmat

untuk semesta alam. Atas jerih payah beliau kita berada di bawah bendera Islam.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini, terselesaikan atas dukungan dari dosen,

orang tua, rekan dan lainnya. Banyaknya pihak yang turut mendukung

penyelesaiannya, membuat penulis tidak mungkin menyebutkannya satu-persatu,

namun di bawah ini akan kami sebutkan mereka yang memiliki andil besar atas

terselesaikannya skripsi ini:

1. Dekan Fakultas Komukunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris jurusan Komunikasi Penyiaran Islam UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Nurul Hidayati S.Ag M.Pd, dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu,

tenaga dan pikirannya untuk memberikan koreksi dan bimbingan dengan baik

serta senantiasa memberikan motivasi agar skripsi ini dapat segera

diselesaikan.

4. Dosen penasihat akademik yang memberikan motivasi kepada penulis agar

penelitian dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga memberikan hasil

yang memuaskan

Page 7: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

iv

5. Kedua Orang Tua M Taufik Hidayat dan Yonih yang telah merawat dan

mendidik dengan penuh kasih sayang secara tulus, mendoakan dan mencukupi

moril dan materil kepada penulis sejak kecil sampai sekarang dan seterusnya

(kasih sayang mereka tidak pernah terputus sepanjang hayat), kakak Iif

Setiawan, serta adikku Indra dan Tiara yang selalu mendorong penulis agar

skripsi ini dapat segera diselesaikan.

6. Abah dan Nenek yang senantiasa memberikan bantuan baik moril maupun

materil serta memberikan motivasi kepada penulis agar skripsi segera

diselesaikan.

7. Staff Perpustakaan, yang memberikan kemudahan pelayanan dalam mencari

literatur yang diperlukan

8. Rekan-rekan seperjuangan tercinta yang tidak dapat disebutkan satu persatu

dan tidak bosan-bosannya memberikan motivasi sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan

9. Pihak-pihak lain yang berjasa baik secara langsung maupun tidak, membantu

kelancaran dalam penulisan skripsi ini. Hanya rasa syukur yang dapat

dipanjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah-Nya dalam

penyusunan skripsi ini, sekali lagi penulis berterima kasih kepada pihak yang

telah bekerja keras membantu penulis, semoga usaha tersebut dicatat sebagai

bentuk amal kebaikan, dan mendapatkan balasan yang setimpal dari-Nya,

Amiin.

Jakarta, Juli 2008

Penulis

Page 8: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................... i

SURAT PERNYATAAN........................................................................ ii

KATA PENGANTAR ............................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................... 1

B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................... 5

C. Tujuan Penelitian .............................................................. 7

D. Metodologi Penelitian ....................................................... 8

BAB II KAJIAN TEORI .................................................................... 10

A. Dimensi Komunikasi ......................................................... 10

B. Ruang Lingkup Etika Pola Komunikasi Dalam

Al-Qur’an ....................... .................................................. 14

C. Tujuan Etika Pola Komunikasi Dalam Al-Qur’an .......... . 24

D. Etika Pola Komunikasi Dalam Al-Qur’an ....................... 26

BAB III GAMBARAN UMUM........................................................... 28

A. Tafsir Surat Al-Hujurat/49 Ayat 13 Menurut Pandangan para

mufasir ............................................................................. 28

Page 9: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

vi

BAB IV ETIKA POLA KOMUNIKASI DALAM AL-QUR’AN .... 38

A. Berbagai Pandangan Menurut Para Mufasir Terhadap Etika Pola

Komunikasi ........................................................................ 38

1. Etika sesama muslim ................................................... 38

2. Etika komunikasi antar pribadi dalam kontek saling mengenal

(ta’aruf) ....................................................................... 38

3. Etika Komunikasi antar pribadi dan kelompok dalam dakwah

fardiyah ........................................................................ 40

4. Etika Komunikasi antarbudaya (persamaan derajat) .... 43

B. Hubungan etika komunikasi dalam Al-Qur’an ................ 46

C. Tujuan setiap tingkat komunikasi ..................................... 49

1. Sasaran dakwah melalui metode qaulan balighan ...... 49

2. Sasaran dakwah melalui metode qaulan maisuran ..... 51

3. Sasaran dakwah melalui metode qaulan kariman........ 52

4. Sasaran dakwah melalui metode qaulan ma’rufa......... 53

5. Sasaran dakwah melalui metode qaulan saddidan....... 55

6. Sasaran dakwah melalui metode qaulan layyinan........ 55

BAB V PENUTUP .............................................................................. 65

A. Kesimpulan ....................................................................... 65

B. Saran-saran ........................................................................ 66

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 68

Page 10: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Al-Qur‟an merupakan salah satu keistimewaan dan mukjizat Nabi

Muhammad SAW yang paling utama. Rasulullah SAW mengatakan,

sebagaimana diriwayatkan Abu Hurairah: ''Setiap Rasul selalu dikarunai

kemukjizatan, sehingga karenanya umatnya akan mempercayainya. Tetapi

mukjizat yang diturunkan Allah padaku adalah wahyu ilahi yang akan

menjadikan jumlah di hari kiamat''.

Bahasa merupakan alat komunikasi manusia sejak awal penciptaannya

sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Qur‟an surat al-Rahman ayat 4, “allamahu

al bayan” artinya: “Allah mengajarkan (manusia) pandai berbicara” ( al-

Rahman/55 :4 )1. Kata „al-bayan dan al-qaul” menurut Rahmat merupakan dua

kata kunci yang dipergunakan Al-Qur‟an untuk berkomunikasi2.

Umat Islam meyakini Alquran itu wahyu dari Allah dan bukan

rekayasa Nabi serta para juru tulisnya, karena Nabi Muhammad SAW sendiri

tidak bisa membaca dan menulis. Alquran itu benar-benar wahyu (Allah) yang

diturunkan dari Tuhan semesta alam. ''Seandainya dia (Muhammad) mengada-

adakan perkataan atas nama Kami, Kami pasti akan menindaknya dengan

kekerasan, sebagaimana dijelaskan dalam surah Al-Haqqah/69:38-42.

1 Alquran dan Terjemahannya. (1998). Semarang: Departemen Agama RI.

2 Rakhmat, J. (1994). “Audienta” Prinsi-prinsi Komunikasi Menurut Al-Quran : Jurnal

Komunikasi. I (1). 35-56.

Page 11: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

2

“Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang

tidak kamu lihat. Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu

(Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, Dan Al Quran itu bukanlah

perkataan seorang penyair. sedikit sekali kamu beriman kepadanya. Dan

bukan pula perkataan tukang tenung. sedikit sekali kamu mengambil pelajaran

daripadanya”.3

Sehingga diturunkannya Al-Qur‟an kepada nabi Muhammad SAW,

yang secara berangsur-angsur. Surah al- Isra/17: 1064, sehingga menjadi

mushaf Al-Quran yang sempurna. Al-Qur‟an merupakan wahyu yang

disampaikan langsung oleh Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril,

kemudian Jibril menyampaikannya lagi kepada Nabi Muhammad SAW.

Diturunkannya Al-Qur‟an sebagai kitab suci yang menyempurnakan

kitab-kitab terdahulu, adalah bukti keagungan dari Al-Qur‟an itu sendiri,

Firman Allah SWT dalam Al-Qu‟ran, ” Hai orang-orang yang beriman

tetaplah beriman kepada Allah, rasul rasul Nya dan kepada kitab yang Allah

turunkan kepada Rasul Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.

Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat Nya, kitab kitab

Nya, rasul rasul Nya dan hari akhir maka sesungguhnya orang tersebut telah

sesaat sejauh-jauhnya”. Surah an – Nissa/4:1365.

3 Departeman Agama RI. Alquran dan Terjemahannya., h. 453

4 Ibid., h. 234

5 Ibid., h. 79

Page 12: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

3

Dalam Al-Qur‟an memuat begitu banyak aspek kehidupan manusia.

Tak ada rujukan yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan Al-Qur‟an

yang hikmahnya meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersurat maupun

yang tersirat tak akan pernah habis untuk digali dan dipelajari.

Wahyu yang Allah sampaikan kepada nabi Muhammad SAW terdiri

dari beberapa jenis ayat-ayat Al-Qur‟an, seperti ayat Muhkamaat ayat-ayat

yang terang dan tegas maksudnya, dapat dipahami dengan mudah, ayat

Mutasyabihaat adalah ayat – ayat yang mengandung beberapa pengertian dan

tidak dapat ditentukan arti mana yang dimaksud kecuali setelah diselidiki

secara mendalam (ungkapan) atau pesan simbiotik seperti surat al-Isra/17: 23.

"Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah

selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di

antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam

pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada

keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan

ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.6"

Dan terakhir adalah Ayat-ayat yang pengertiannya hanya Allah yang

mengetahui, misalnya ayat-ayat yang berhubungan dengan ayat-ayat ghaib

seperti ayat-ayat mengenai syurga, neraka, qiyamat dan sebagainya. Namun

dalam penelitian ini ditekankan hanya akan membahas tentang pola

6 Ibid., h. 227

Page 13: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

4

komunikasi yang akan dikaji pada surat Al-Hujurat/49 : 13 dan tidak akan

membahas tentang pengertian ayat Muhkamat ataupun Mutasyabihat.

Karena dalam penelitian ini penulis lebih cenderung tertarik terhadap

makna lafazh yang terkandung dalam surat al – hujurat/49 : 13, dimana dari

ayat tersebut kita akan menemukan ungkapan (“supaya kamu saling

mengenal”). Dengan demikian kita sebagai manusia dianjurkan atau mungkin

diharuskan untuk senantiasa menjalin komunikasi agar saling mengenal dan

berinteraksi dengan manusia lainnya.

Maka dengan demikian semoga penelitian ini dapat menguraikan

bagaimana pola komunikasi yang berlangsung didalam ayat-ayat Al-Qur‟an

tersebut. Dan inilah yang menjadi dasar pemikiran bagi penulis, untuk

dijadikan latar belakang masalah dalam penulisan skripsi berjudul “Etika

Pola Komunikasi Dalam Al-Quran”

Adapun alasan pemilihan judul oleh penulis, berdasarkan kepada:

1. Mempelajari dan memahami al-Qur‟an sebagai petunjuk dan pedoman

hidup manusia agar ajaran-ajarannya dapat direalisasikan dalam sikap dan

tingkah laku sehari-hari.

2. Menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur‟an surat al-Hujurat

Ayat 13 dan hasilnya dijadikan salah satu cara dalam meningkatkan

kualitas dan keimanan kepada Allah SWT.

3. Untuk melihat kemukjizatan al-Qur‟an serta keagungannya dilihat dari

tuntunan ajarannya, khususnya surat al-Hujurat ayat 13.

Page 14: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

5

4. Ajaran yang terkandung dalam surat al-Hujurat ayat 13 tersebut adalah

masalah yang banyak terjadi dan tetap aktual di dalam masyarakat dan

kehidupan bermasyarakat.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Dalam mengartikan pola komunikasi yang berada di dalam Al-Qur‟an,

maka terlebih dahulu harus menafsirkan ayat yang akan dijadikan sampel,

sehingga terdapat hasil yang dapat bertautan dengan pola komunikasi itu

sendiri, hingga tidak terlalu luas pembahasannya. Dalam sistematik penelitian

ini, penulis mencoba untuk mengangkat ayat dalam Al-Qur‟an surat Al-

Hujurat/49 :13, yang berbunyi :

Artinya” Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa

dan bersuku-suku supaya kaum saling mengenal. Sesungguhnya orang yang

paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa

di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui ;lagi Maha

Mengenal”7.

Dalam beberapa teori atau konsep komunikasi, dijelaskan bahwa

manusia hampir 75% melakukan aktivitasnya melalui komunikasi, yaitu ketika

bangun tidur hingga akan tidur kembali manusia selalu melakukan

komunikasi. Karena dengan komunikasi itulah kita dapat membentuk

hubungan, pengertian, melakukan aktivitas pendidikan dan sekaligus menjalin

7 Ibid., h. 412

Page 15: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

6

kasih sayang sesama manusia. Namun dengan komunikasi pula kita dapat

mengembangkan perpecahan, melestarikan permusuhan, menanamkan

kebencian, dan juga mengbuntukan pemikiran8.

Dalam surat Al-Hujurat/49: 13 ini, pembahasan tentang penelitian ayat

tersebut, kita harus mendefinisikannya lebih dalam lagi, karena dalam redaksi

ayat tersebut akan memunculkan pertanyaan. Sejauh mana manusia itu mampu

mentranformasikan nilai-nilai kemanusiaannya, sehingga manusia mampu

untuk saling memahami, saling menghargai dan saling mengenal. Karena

dalam hal ini manusia diciptakan tidak untuk saling membeda-bedakan Suku,

Ras, Bangsa, Bahasa dan bahkan Ideologi. Karena jika manusia tidak

mengindahkan hal tersebut maka nilai-nilai kemanusiannya telah hilang, dan

akan menghambatnya proses komunikasi itu sendiri.

Dengan demikian penelitian ini, berusaha untuk menampilkan contoh

konkrit dalam pola komunikasi yang berkenaan dengan ayat Al-Qur‟an

tersebut, dengan mengkaji pola komunikasi dalam ayat Al-Qur‟an ini, semoga

hal ini mampu memahami inti pesan yang hendak disampaikan dan

mengetahui bagaimana proses komunikasi yang berlangsung.

Maka penulis membatasi permasalahan dalam penulisan skripsi ini

sebagai berikut :

1. Pendapat para mufasir terhadap etika komunikasi yang terkandung dalam

surat Al-hujurat/49: 13.

8 Jalaluddin Rahmat, Psikologi komunikasi,(Bandung:Remaja Rosdakarya, 1996) Edisi

Revisi

Page 16: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

7

2. Tata cara menjalin hubungan etika komunikasi dalam surat Al-Hujurat/49:

13

3. Tujuan setiap tingkat komunikasi, yang terkandung dalam surat Al-

Hujurat/49: 13

Adapun perumusan permasalah dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1. Apa pendapat para mufasir terhadap etika pola komunikasi ?

2. Apa hubungan komunikasi dan konteks komunikasi dalam Al-Qur‟an ?

3. Apa tujuan dan sasaran dakwah dalam etika komunikasi atau prinsip-

prinsip komunikasi ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Penulis ingin mengambil kesimpulan dari pendapat para mufasir terhadap

etika pola komunikasi.

2. Penulis ingin mengetahui hubungan etika komunikasi dalam Al-Qur‟an

yang terkandung dalam surat al-Hujurat/49 : 13.

3. Aplikasi menjalin hubungan yang terdapat dalam surat al-Hujurat/49 : 13

ini.

Manfaat penelitian ini adalah :

Memberikan sumbangsih karya ilmiah yang bermanfaat untuk

dipersembahkan kepada para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya.

Page 17: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

8

D. Metodologi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Adapun waktu penelitian ini, dilakukan antara bulan September

2010 sampai Agustus 2011.

2. Jenis Penelitian

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan analisi isi

kualitatif yaitu mengumpulkan data dari pendapat para ahli yang

diformulasikan dalam buku-buku, istilah ini lazim disebut library research

yaitu pengambilan data yang berasal dari buku-buku atau karya ilmiah di

bidang tafsir dan dakwah.

3. Sumber Bahan

Sumber primer dalam penulisan ini adalah tafsir al-Qur‟an surat

al-Hujurat ayat 13. Tafsir al-Maraghi, Tafsir al-Misbah , Tafsir Ibnu

Katsir, Tafsir Fakhrur Razi,Tafsir Munir, Tafsir Wadhih, Tafsir Fathul

Qadir dan Tafsir Al-Azhar. Adapun sumber sekundernya adalah buku-

buku pendidikan yang relevan dengan pembahasan skripsi.

4. Pengolahan Data

Pengolahan data yang penulis lakukan adalah dengan cara

membandingkan, menghubungkan dan kemudian diselaraskan serta

diambil kesimpulan dari data yang terkumpul.

Page 18: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

9

5. Analisa Data

Dalam menganalisa data yang telah terkumpul penulis

menggunakan metode tafsir tahlili yaitu suatu metode tafsir yang

digunakan oleh para mufassir dalam menjelaskan kandungan ayat al-

Qur‟an dari berbagai seginya dengan memperhatikan ayat-ayat al-Qur‟an

sebagaimana yang tercantum dalam mushaf.

Dimulai dengan menyebutkan ayat yang akan ditafsirkan,

menjelaskan makna lafazh yang terdapat di dalamnya, menjelaskan

hubungan ayat (munasabah) dan menjelaskan isi kandungan ayat yang

kemudian dikaitkan dengan education approach dengan menggunakan

beberapa tafsir sebagai sumber primer dalam penelitia ini seperti Tafsir al-

Misbah, Tafsir al-Maraghi, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fakhrur Razi, Tafsir

al-Bayan, Tafsir Fathul Qadir dan Tafsir Al-Azhar.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman

Penulisan Karya Ilmiah yang diterbitkan CeQDA Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.”

Page 19: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

10

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Dimensi Komunikasi

Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”)

berasal dari Bahasa Latin “communicatus” yang berarti “berbagi” atau

“menjadi milik bersama”9.Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus

bahasa mengacu pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai

kebersamaan. Menurut Webster New Collogiate Dictionary dijelaskan bahwa

komunikasi adalah “suatu proses pertukaran informasi di antara individu

melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku”.

Jadi dengan demikian komunikasi adalah suatu proses penyampaian

informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-

simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka, dan lain-lain.

Manusia sebagai makhluk sosial yang mempunyai peranan penting

dalam dunia ini. Karena hanya manusialah satu-satunya makhluk yang diberi

karunia bisa berbicara. Dengan kemampuan berbicara itulah, memungkinkan

manusia membangun hubungan sosialnya.

Kemampuan berbicara berarti kemampuan berkomunikasi,

berkomunikasi adalah sesuatu yang dibutuhkan dihampir setiap kegiatan

manusia. Dalam sebuah penelitian telah dibuktikan, hampir 75% sejak bangun

9 Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi, h.9

Page 20: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

11

tidur manusia berada dalam kegiatan komunikasi. Dengan komunikasi kita

dapat membentuk saling pengertian dan menumbuhkan persahabatan,

memelihara kasih sayang, dan menyebarkan pengetahuan. Akan tetapi dengan

komunikasi juga manusia dapat menumbuhkan permusuhan, menghidupkan

perpecahan, menanamkan kebencian, merintangi kemajuan, dan menghambat

pemikiran10

.

Kenyataan ini sekaligus memberikan gambaran betapa kegiatan

manusia dalam berkomunikasi bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan oleh

setiap orang.

Karena mungkin didasarkan atas asumsi bahwa komunikasi merupakan

suatu yang lumrah dan alamiah yang tidak perlu dipermasalahkan. Karena

begitu lumrahnya, sehingga seseorang cenderung tidak melihat

kompleksitasnya atau tidak menyadari bahwa dirinya sebenarnya

berkekurangan atau tidak berkompeten dalam kegiatan pribadi yang paling

pokok ini.

Dengan demikian, berkomunikasi secara efektif sebenarnya merupakan

suatu perbuatan yang paling sukar yang pernah dilakukan seseorang.

Dalam sebuah ungkapan bangsa Arab disebutkan : الوتكلن صفة الكالم

“Ucapan atau perkataan menggambarkan sipembicara”. Dari pernyataan diatas

ini dapat disimpulkan bahwa perkatan atau ucapan, atau dengan istilah lain,

kemampuan berkumonikasi akan mencerminkan apakah seseorang itu adalah

10

Jalaluddin Rahmat, Psikologi komunikasi,(Bandung:Remaja Rosdakarya, 1996), cet.ke-

10, h. Kata Pengantar

Page 21: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

12

terpelajar atau tidak. Dengan demikian, berkomuniksi tidaklah mudah, tidak

juga identik dengan menyampaikan sebuah informasi saja.

Para pakar komunikasi, sebagaimana yang dikutip oleh Jalaluddin

Rahmat, berpendapat bahwa setiap komunikasi mengandung dua aspek, yaitu

aspek isi dan aspek kandungan, dimana yang kedua mengklasifikasikan yang

pertama dan karena itu merupakan diluar komunikasi. Komunikasi memang

bukan hanya menyampaikan informasi tetapi yang terpenting adalah mengatur

hubungan sosial di antara komunikan.

Dengan demikian, demi terciptanya suasana kehidupan yang harmonis

antar anggota masyarakat, maka harus dikembangkan bentuk-bentuk

komunikasi yang beradab, yang digambarkan oleh Jalaluddin Rahmat, yaitu

sebuah bentuk komunikasi dimana sang komunikator akan menghargai apa

yang mereka hargai, ia berempati dan berusaha memahami realitas dari

perspektif mereka.

Pengetahuannya tentang khalayak bukanlah untuk menipu, tetapi untuk

memahami mereka, dan bernegosiasi dengan mereka, serta bersama-sama

saling memuliakan kemanusiaannya. Adapun gambaran kebalikannya yaitu

apabila sang komunikator menjadikan pihak lain sebagai objek, ia hanya

menuntut agar orang lain bisa memahami pendapatnya, sementara itu, ia

sendiri tidak bisa menghormati pendapat orang lain11

.

11

Jalaluddin Rahmat, Islam Aktual, (Bandung: Penerbit Mizan, 1992),cet. Ke-4, h. 63

Page 22: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

13

Pola komunikasi dalam al-Qur‟an, mungkin disini ada hal penting

yang perlu diketahui terlebih dahulu. Karena al-Qur‟an tidak memberikan

uraian secara spesifik tentang komuniksi.

Karena pada dasarnya, kata „komunikasi‟ berasal dari bahasa Latin,

communication, dan bersumber dari kata cummunis yang berarti sama,

mempunyai satu makna. Artinya suatu komunikasi dikatakan komunikatif jika

antara masing-masing pihak mengerti bahasa yang digunakan, dan paham

terhadap apa yang dibicarakan. Karena dalam proses komunukasi, paling tidak

terdapat tiga unsur, yaitu komunikator, media dan komunikan12

.

Para pakar komunikasi juga menjelaskan bahwa komunikasi tidak

hanya bersifat informatif, yakni agar orang lain mengerti dan paham, tetapi

juga persuasif, yaitu agar orang lain mau menerima ajaran atau informasi yang

disampaikan, melakukan kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain.

Bahkan menurut Hovland, seperti dikutip oleh Onong, bahwa

berkomunikasi bukan hanya terkait dengan penyampaian informasi, akan

tetapi juga bertujuan pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap

public (public attitude)13

.

Meskipun al-Qur‟an secara spesifik tidak membicarakan masalah

komunikasi, namun, terdapat gambaran-gambaran tentang cara

berkomunikasi.

Karena menurut para mufassir didalam al-Qur‟an dapat ditemukan

qaulan balighan, qaulan maisuran, qaulan kariman, qaulan ma‟rufan, Qaulan

12

Onong Uchana Effendy, Ilmu Komunikasi, h.9 13

Ibid., h. 10

Page 23: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

14

layyinan, dan Qaulan sadidan, dalam hal ini penulis mengasumsikan term-

term tersebut sebagai bagian dari pola-pola komunikasi. Karena ada beberapa

ayat yang memberikan gambaran umum tentang pola komunikasi tersebut.

Dari berbagai teori komunikasi yang berkembang. Wilbur Schramm

menyatakan komunikasi sebagai suatu proses berbagi (sharing process). Schramm

menguraikannya sebagai berikut :

“Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti

umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya

kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonnes)

dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagai informasi, ide atau sikap.

Seperti dalam uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi

dengan para pembaca untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah

komunikasi sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi

komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan

tertentu”.14

Dari uraian tersebut, definisi komunikasi menurut Schramm tampak lebih

cenderung mengarah pada sejauhmana keefektifan proses berbagi antarpelaku

komunikasi. Schramm melihat sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi

yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness), kesepahaman antara

sumber (source) dengan penerima (audience)-nya. Menurutnya, sebuah

komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan,

pengertian dan lain-lain persis sama seperti apa yang dikehendaki oleh

penyampai.

Sedangkan Pakar komunikasi lain, Joseph A Devito mengemukakan

komunikasi sebagai transaksi. Transaksi yang dimaksudkannya bahwa

komunikasi merupakan suatu proses dimana komponen-komponennya saling

14

Suprapto, Tommy. Pengantar Teori Komunikasi, cet ke-1, Yogyakarta: Indonesia, 2006, h. 2-3

Page 24: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

15

terkait dan bahwa para komunikatornya beraksi dan bereaksi sebagai suatu

kesatuan dan keseluruhan. Dalam setiap proses transaksi, setiap elemen berkaitan

secara integral dengan elemen lain15

.

Jika dilihat sekilas dari ulasan di atas, kiranya dapat ditarik kesimpulan

bahwa tiap ahli bisa memiliki pandangan beragam dalam mendefinisikan

komunikasi. Komunikasi terlihat sebagai kata yang abstrak sehingga memiliki

banyak arti. Kenyataannya untuk menetapkan satu definisi tunggal terbukti sulit

dan tidak mungkin terutama jika melihat pada berbagai ide yang dibawa dalam

istilah itu.

Ilmu komunikasi merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat

multidisipliner sehingga definisi komunikasi pun menjadi banyak dan beragam.

Masing-masing mempunyai penekanan arti, cakupan, konteks yang berbeda satu

sama lain, tetapi pada dasarnya berbagai definisi komunikasi yang ada

sesungguhnya saling melengkapi dan menyempurnakan sejalan dengan

perkembangan ilmu komunikasi itu sendiri.

B. Ruang Lingkup Komunikasi ( Etika Pola Komunikasi Dalam Al-Qur’an)

Al-Qur‟an merupakan contoh konkrit bagaimana Allah selalu

berkomunikasi dengan hamba-Nya melalui wahyu. Selain itu Rasulullah SAW

pun berkomunikasi dengan keluarga, sahabat dan umatnya. Komunikasi beliau

sudah terkumpul dalam ratusan ribu hadist yang menjadi penguat, penjelas al-

Qur‟an sebagai petunjuk bagi kehidupan manusia.

15

Suprapto, Tommy. Pengantar Teori Komunikasi, cet ke-1, Yogyakarta: Indonesia, 2006, h. 6

Page 25: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

16

Komunikasi dalam al-Qur‟an dinilai sangat penting, karena adanya

kewajiban berda‟wah atau menyampaikan (mentransfortasikan) ajaran

ketuhanan itu sendiri, sehingga al-Qur‟an harus selalu dikomunikasikan

kepada umat manusia.

Namun dalam hal ini, defenisi-definisi komunikasi yang secara jelas

menjelaskan tentang komunikasi dalam al-Qur‟an belum dapat ditemukan,

hanya saja para pakar komunikasi mencoba untuk menerangkannya melalui

gambaran-gambaran ayat-ayat al-Qur‟an itu sendiri.

Definisi komunikasi. Seperti Kroeber dan Kluckhohn (1957) berhasil

mengumpulkan 164 definisi kebudayaan, dan Dance (1970) menghimpun

tidak kurang dari 98 definisi komunikasi.

Definisi-definisi tersebut dilatarbelakangi berbagai perspektif, seperti,

mekanistis, sosiologis, dan psikologistis. Hovland, Janis, dan Kelly, semuanya

psikolog, mendifinisikan komunikasi sebagai “the process by which an

individual (the communicator) transmits stimuli (usually) to modify the

behavior of other individuals (the audience)”.16

Dance (1967) mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi

behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respons melalui lambang-lambang

verbal tersebut bertindak sebagai stimuli17

. Namun kesemuanya itu tidak ada

satu pun yang langsung berkaitan dengan pola komunikasi dalam al-Qur‟an.

Maka dari itu penulis mencoba untuk mengkolaborasikan antara definisi-

16

Burgon dan Huffner. Human Communication, London, Sage Publication, 2002. Data

diperoleh dari http://bagusspsi.blog.unair.ac.id/2010/03/02/bab-1/ 17

Jalaluddin Rahmat, Psikologi komunikasi,(Bandung:Remaja Rosdakarya, 1996), h.3

Page 26: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

17

definisi komunikasi umum dengan gambaran-gambaran etika pola komunikasi

yang tersirat dalam al-Qur‟an.

Adapun etika pola komunikasi dalam al-Qur‟an menurut Dahlan yaitu :

1. Pola Qaulan balighoh

“Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik)

ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri,

Kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah,

kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan

perdamaian yang sempurna".Mereka itu adalah orang-orang yang Allah

mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu

dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”

18. ( an-Nissa/4 : 62-63)

Baligh, yang berasal dari ba la gha,oleh para ahli bahasa dipahami

sampainya sesuatu kepada sesuatu kepada sesuatu yang lain.

Juga bisa dimaknai “cukup” (al-kifayah). Sehingga pola ini

mengarahkan kita untuk bisa menyampaikan setiap pemikiran, perasaan

dan nasehat dengan menggunakan pilihan kata, gaya bahasa, yang penuh

makna sehingga membekas dalam diri atau jiwa orang yang kita ajak

bicara, bahwa perkataan tersebut mengandung tiga unsur utama, yaitu

bahasanya tepat, sesuai dengan yang dikehendaki, dan isi perkataan adalah

kebenaran19

.

18

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 70 19

Ashiddiqi, H. (1977). Tafsir al-Bayan Jilid 1,2. Bandung: Al- Maarif,

Page 27: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

18

Lebih lanjut Al- Maraghi mengaitkan “qaulan balighoh” dengan

arti tabligh sebagai salah satu sifat Rasul (Tabligh dan baligh berasal dari

kata dasar yang sama balagha), yakni Nabi Muhammad diserahi tugas

untuk menyampaikan peringatan kepada umatnya dengan perkataan yang

menyentuh hati mereka20

.

Secara rinci, para pakar sastra, seperti dikutip oleh Quraish Shihab,

membuat kriteria-kriteria khusus tentang suatu pesan dianggap baligh21

,

antara lain :

a. Tertampungnya seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan.

b. Kalimatnya tidak bertele-tele, juga tidak terlalu pendek sehingga

pengertiannya menjadi kabur.

c. Pilihan kosa katanya tidak dirasakan asing bagi si pendengar

d. Kesesuaian kandungan dan gaya bahasa dengan lawan bicara

e. Kesesuaian dengan tata bahasa.

2. Pola Qaulan kariman

“Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan

menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu

bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya

atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka

20

Al-Maraghi. (1943). Tafsir Al-Maraghi. Bairut: Dar el Fikr., jilid 4 h. 74-79 21

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2000), jilid 2, h. 468

Page 28: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

19

sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"

dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka

perkataan yang mulia”22

. (Al-Isra/17: 23)

Kata karim, yang secara bahasa berarti mulia. Merupakan sifat

Allah yang Maha Karim, artinya Allah Maha Pemurah, juga bisa

disandarkan kepada manusia, yaitu menyangkut akhlak dan kebaikan

prilakunya. Artinya, seseorang akan dikatakan karim, jika kedua hal itu

benar-benar terbukti dan terlihat dalam kesehariannya.

Namun jika term karim dirangkai dengan kata qaul atau perkataan,

maka berarti suatu perkataan yang menjadikan pihak lain tetap dalam

kemuliaan, atau perkataan yang membawa manfaat bagi pihak lain tanpa

bermaksud merendahkan23

.

Sayyid Quthb menyatakan bahwa perkataan yang karim, dalam

konteks hubungan dengan kedua orang tua, pada hakikatnya adalah

tingkatan yang tertinggi yang harus dilakukan oleh seorang anak. Yakni,

bagaimana ia berkata kepadanya, namun keduanya tetap merasa

dimuliakan dan dihormati.

Al- Maraghi menafsirkan qaulan kariman dengan menunjuk

kepada pernyataan Ibn Musyayyab yaitu ucapan mulia itu bagaikan ucapan

seorang budak yang bersalah di hadapan majikannya yang galak24

.

Melihat gambaran di atas, dapat disimpulkan bahwa qaulan

kariman memiliki pengertian mulia, penghormatan, pengagungan, dan

22

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 227 23

Katsir, I. (1410H). Tafsir Ibnu Katsir. Riyadh: Maktabah Ma‟arif., jilid 3. h.45-46 24

Al-Maraghi. (1943). Tafsir Al-Maraghi. Bairut: Dar el Fikr., jilid 5. h. 39-41

Page 29: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

20

penghargaan. Ucapan yang bermakna qaulan kariman berarti ucapan yang

lembut berisi pemuliaan, penghargaan, pengagungan, dan penghormatan

kepada orang yang diajak bicara. Sebaliknya ucapan yang menghinakan

dan merendahkan orang lain merupakan ucapan yang tidak santun.

3. Pola Qaulan maisuran

“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat

dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka

Ucapan yang pantas”25

.(Al-Isra/17: 28)

Menurut bahasa qaulan maysuran artinya perkataan yang mudah.

Al-maraghi mengartikannya dalam konteks ayat ini yaitu ucapan yang

lunak dan baik atau ucapan janji yang tidak mengecewakan. Dilihat dari

situasi dan kondisi ketika ayat ini diturunkan (asbab nuzul) sebagaimana

diriwayatkan oleh Saad bin Mansur yang bersumber dari Atha Al-

Khurasany ketika orang-orang dari Muzainah meminta kepada Rasulullah

supaya diberi kendaraan untuk berperang fi sabilillah. Rasulullah

menjawab; “Aku tidak mendapatkan lagi kendaraan untuk kalian”. Mereka

berpaling dengan air mata berlinang karena sedih dan mengira bahwa

Rasulullah marah kepada mereka.

Maka turunlah ayat ini sebagai petunjuk kepada Rasulullah dalam

menolak suatu permohonan supaya menggunakan kata-kata yang lemah

lembut26

. Dalam tafsir Departemen Agama RI disebutkan bahwa qaulan

25

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 227 26

Al-Maraghi. (1943). Tafsir Al-Maraghi. Bairut: Dar el Fikr., jilid 16. h. 114

Page 30: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

21

maysuran apabila kamu belum bisa memberikan hak kepada orang lain,

maka katakanlah kepada mereka perkataan yang baik agar mereka tidak

kecewa lantaran mereka belum mendapat bantuan dari kamu. Dan pada itu

kamu berusaha untuk mendapatkan rizki dari Tuhanmu sehingga kamu

dapat memberikan kepada mereka hak-hak mereka.

Dari konteks ayat yang ada, maka qaulan maysuran merupakan

ucapan yang membuat orang mempunyai harapan dan menyebabkan orang

lain tidak kecewa. Dapat pula dikatakan bahwa qaulan maysuran itu

perkataan yang baik yang di dalamnya terkandung harapan akan

kemudahan sehingga tidak membuat orang lain kecewa atau putus asa.

Dengan demikian qaulan maysuran merupakan tata cara pengucapan

bahasa yang santun.

4. Pola Qaulan ma‟rufan

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum

Sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang

dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan

Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata

yang baik”. (an-Nissa/4 : 5)27

Secara bahasa arti ma‟ruf adalah baik dan diterima oleh nilai-nilai

yang berlaku di masyarakat. Ucapan yang baik adalah ucapan yang

diterima sebagai sesuatu yang baik dalam pandangan masyarakat

27

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 61

Page 31: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

22

lingkungan penutur dengan demikian qaulan ma‟rufan sebagai perkataan

yang baik dan pantas. Baik artinya sesuai dengan norma dan nilai,

sedangkan pantas sesuai dengan latar belakang dan status orang yang

mengucapkannya28

.

Dari sinilah kemudian muncul pengertian bahwa ma‟ruf adalah

kebaikan bersifat lokal, karena, jika akal dijadikan sebagai dasar

pertimbangan dari setiap kebaikan yang muncul, maka tidak akan sama

dari masing-masing daerah dan kebudayaan. Sementara menurut Ibn

„Asyur, qaul ma‟ruf adalah perkataan baik yang melegakan dan

menyenangkan lawan bicara29

.

Perkataan yang mengadung penyesalan ketika tidak bisa memberi

atau membantu. Perkataan yang tidak menyakitkan dan yang sudah

dikenal sebagai perkatan baik. Pokok masalah yang dibahas dalam pola

komunikasi dalam al-Qur‟an ini adalah bagaimana manusia bisa

membangun komunikasi yang beradab secara universal, meskipun unsur

terpenting dalam komunikasi adalah komunikator, media, dan komunikan.

Namun yang terpenting ada hal diluar dari ketiga unsur ini, yaitu teknik

atau cara.

Bahkan dalam beberapa kasus, seringkali cara lebih penting dari

pada isi, karena yang perlu ditegaskan disini adalah bahwa cara

penyampaian (berkomunikasi) terkadang seringkali lebih penting dari pada

isi itu sendiri. Contoh sebuah kasus, ada seorang anak yang baru belajar

28

Amir,M. (1999). Etika Komunikasi Masa dalam pandangan Islam. Jakarta: Logos. 29

Ibn „Asyur, al-Tahrir, jilid 4, h. 252 dan al-Sya‟rawi, Tafsir al-Sya‟rawi, jilid 4, h. 2016

Page 32: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

23

agama. Di antara materi yang pernah didengar dan diterimanya adalah

bahwa” setiap muslim harus berani berkata benar meskipun pahit”.

Maka setelah pesan itu diterimanya, maka ia akan berani

mengatakan kepada kedua orang tuanya, “ kakek, apa kakek tidak takut

masuk neraka, sudah setua ini kakek tidak pernah mau melakukan shalat”.

Pernyataan ini benar, tetapi kata-kata ini cenderung meremehkan pihak

lain, terlebih ia adalah kakeknya sendiri atau orang yang usianya lebih tua.

Maka komunikasi tersebut selanjutnya ditentukan oleh kriteria

apakah baik atau buruk dalam menyampaikan pesannya itu sendiri.

Dengan demikian ruang lingkup pembahasan pola komunikasi dalam al-

Qur‟an ini berkaitan dengan adab atau norma, terhadap suatu perbuatan

yang dilakukan oleh seseorang. Jika perbuatan tersebut dikatakan baik atau

buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normatif.

Selanjutnya jika dikatakan sesuatu itu benar atau salah maka yang

demikian itu termasuk masalah hitungan atau fikiran. Melihat keterangan

di atas, bahwa ruang lingkup pola komunikasi dalam al-Qur‟an ialah agar

manusia bisa membangun komunikasi yang beradab.

5. Pola Qaul layyinan

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata

yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut". ( at-Tahaa/20 :

44)

Qaulan layyinan dari segi bahasa berarti perkataan yang lemah

atau lembut. Berkata layyinan adalah berkata lemah lembut. Lemah lembut

Page 33: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

24

mengandung makna strategi sebagaimana diungkapkan Al- Maraghi,

bahwa ayat ini berbicara dalam konteks pembicaraan Nabi Musa

menghadapi Firaun. Allah mengajarkan agar Nabi Musa berkata lemah

lembut agar Firaun tertarik dan tersentuh hatinya sehingga dapat menerima

dakwahnya dengan baik30

.

Senada dengan itu, Ash- Shiddiqi memaknai qaulan layyinan

sebagai perkataan yang lemah lembut yang di dalamnya terdapat harapan

agar orang yang diajak berbicara menjadi teringat pada kewajibannya atau

takut meninggalkan kewajibannya31

.

Dengan demikian yang dimaksud dengan qaulan layyinan adalah

ucapan baik yang dilakukan dengan lemah lembut sehingga dapat

menyentuh hati orang yang diajak bicara. Ucapan yang lemah lembut

dimulai dari dorongan dan suasana hati orang yang berbicara. Apabila ia

berbicara dengan hati yang tulus dan memandang orang yang diajak bicara

sebagai saudara yang ia cintai, maka akan lahir ucapan yang bernada

lemah lembut. Dampak kelemahlembutan itu akan membawa isi

pembicaraan kepada hati orang yang diajak bicara.

Komunikasi yang terjadi adalah hubungan dua hati yang akan

berdampak pada terserapnya isi ucapan oleh orang yang diajak bicara.

Akibatnya ucapan itu akan memiliki pengaruh yang dalam, bukan hanya

sekedar sampainya informasi, tetapi juga berubahnya pandangan, sikap,

dan perilaku orang yang diajak bicara.

30

Al-Maraghi. (1943). Tafsir Al-Maraghi. Bairut: Dar el Fikr., jilid 16. h. 114 31

Ashiddiqi, H. (1977). Tafsir al-Bayan Jilid 1,2. Bandung: Al- Maarif.

Page 34: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

25

6. Pola Qaul Sadidan

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu

bapak dan karib kerabat, kami jadikan pewaris-pewarisnya dan (jika ada)

orang-orang yang kamu Telah bersumpah setia dengan mereka, Maka

berilah kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan

segala sesuatu”. ( an-Nissa/4 : 33 )

Perkataan qaulan sadidan diungkapkan Alquran dalam konteks

pembicaraan mengenai wasiat. Al- Maraghi melihat konteks ayat yang

berkisar tentang para wali dan orang-orang yang diwasiati, yaitu mereka

yang dititipi anak yatim, juga tentang perintah terhadap mereka agar

memperlakukan anak-anak yatim dengan baik, berbicara kepada mereka

sebagaimana berbicara kepada anak-anaknya, yaitu dengan halus, baik,

dan sopan, lalu memanggil mereka dengan sebutan yang bernada kasih

sayang32

.

Memahami pandangan ahli tafsir di atas dapat diungkapkan bahwa

qaulan sadidan dari segi konteks ayat mengandung makna kekuatiran dan

kecemasan seorang pemberi wasiat terhadap anak-anaknya yang

digambarkan dalam bentuk ucapan-ucapan yang lemah lembut (halus),

jelas, jujur, tepat, baik dan adil.

Lemah lembut artinya cara penyampaian menggambarkan kasih

sayang yang diungkapkan dengan kata-kata yang lemah lembut. Jelas

mengandung arti terang sehingga ucapan itu tidak ada penafsiran lain.

32

Al-Maraghi. (1943). Tafsir Al-Maraghi. Bairut: Dar el Fikr. , jilid 5. h. 24-25

Page 35: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

26

Jujur artinya transparan, apa adanya, tidak ada yang disembunyikan. Tepat

artinya kena sasaran, sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, dan sesuai

pula dengan situasi dan kondisi. Baik berarti sesuai dengan nilai-nilai, baik

nilai moral-masyarakat maupun ilahiyah. Sedangkan adil mengandung arti

isi pembicaraan sesuai dengan kemestiannya, tidak berat sebelah atau

memihak.

C. Tujuan Pola Komunikasi dalam Al-Qur’an

Dalam konteks ini, pola komunikasi dalam al-Qur‟an menekankan

bahwasanya dalam berkomunikasi dengan siapa, dimana, dan kapanpun kita

harus bisa menunjukan adab dan norma kita sebagai mahkluk yang

mempunyai peradaban.

Karena pada dasarnya al-Qur‟an banyak menampilkan contoh-contoh

konkrit dalam upaya menyampaikan komunikasi yang beradab. Mengenai

tujuan pola komunikasi dalam al-Qur‟an yaitu, menerapkan cara

berkomunikasi, meskipun al-Qur‟an secara spesifik tidak membicarakan

masalah komunikasi, namun, banyak ayat yang memberikan gambaran-

gambaran umum pola-pola komuniksi.

Dalam hal ini, penulis akan merujuk kepada term yang diasumsikan

sebagai penjelasan dari pola komuikasi tersebut. Salah satu contohnya adalah,

surat an-Nisa/4 : 62-63.

Page 36: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

27

“Maka Allah bagaimana halnya apabila mereka (orang-orang

munafik) ditimpa suatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri,

kemudian mereka datang kepadamu (Muhammad) sambil bersumpah,”Demi

Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan

perdamaian .” Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa

yang ada di dalam hati mereka. Karena itu, berpalinglah kamu dari mereka,

dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang

membekas pada jiwa meraka”.

Ayat ini yang menginformasikan tentang kebusukan hati kaum

munafik, bahwa mereka tidak akan pernah bertahkim kepada Rasulullah

SAW, meski mereka bersumpah atas nama Allah, kalau apa yang mereka

lakukan semata-mata hanya menghendaki kebaikan.

Walaupun demikian, beliau dilarang menghukum mereka secara fisik,

akan tetapi, cukup memberi nasehat sekaligus ancaman bahwa perbuatan

buruknya akan mengakibatkan turunnya siksa Allah33

, dan berkata kepada

mereka dengan perkataan yang baligh.

D. Etika / cara Pola Komunikasi Dalam Al-Qur’an

Al-Quran diturunkan kepada manusia yang memiliki sifat sebagai

makhluk yang memerlukan komunikasi. Karena itu, Al-Quran memberikan

tuntunan berkomunikasi, khususnya berbahasa bagi manusia. Dalam

33

Ashiddiqi, H. (1977). Tafsir al-Bayan Jilid 1,2. Bandung: Al- Maarif.

Page 37: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

28

berkomunikasi Hasnan menyebutkan bahwa ajaran Islam memberi penekanan

pada nilai sosial, religius, dan budaya34

.

Dalam hal ini, antara lain Dahlan menegaskan bahwa Al-Qur‟an

menampilkan enam pola komunikasi yang sesogyanya dijadikan pegangan

saat berbicara35

.

1. Qaulan Sadidan, Surah an-Nisa/4: 9, yaitu berbicara dengan benar.

2. Qaulan Ma‟rufa, Surah an-Nisa/4: 8 , yaitu berbicara dengan

menggunakan bahasa yang menyedapkan hati, tidak menyinggung atau

menyakiti perasaan, sesuai dengan kriteria kebenaran, jujur, tidak

mengandung kebohongan, dan tidak berpura-pura.

3. Qaulan Baligha, Surah an-Nisa/4: 63, yaitu berbicara dengan

menggunakan ungkapan yang mengena, mencapai sasaran dan tujuan, atau

membekas, bicaranya jelas, terang, tepat. Ini berarti bahwa bicaranya

efektif.

4. Qaulan Maysuran, Surah al-Isra/17: 28, yaitu berbicara dengan baik dan

pantas, agar orang lain tidak kecewa.

5. Qaulan Karima, Surah al-Isra/17: 23, yaitu berbicara kata-kata mulia yang

menyiratkan kata yang isi, pesan, cara serta tujuannya selalu baik, terpuji,

penuh hormat, mencerminkan akhlak terpuji dan mulia.

6. Qaulan Layyinan, Surah Thaha/20: 44, yaitu berbicara dengan lembut.

34

Hasnan,I. (1993). “Audientia” Komunikasi Menurut Pendekatan Islam, Jurnal

Komunikasi : 1 (1) h. 15-21 35

Dahlan, M,D. dan Syihabuddin. (2001). Kunci-kunci Menyingkap Isi Al Quran. Bandung:

Pustaka Fithri.

Page 38: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

29

BAB III

TAFSIR SURAT AL-HUJURAT

A. Tafsir Surat Al-Hujurat/49 : 13 Menurut Pandangan Para Mufasir

Surat yang tidak lebih dari 18 ayat ini termasuk surat Madaniah, surat

al-Hujurat merupakan surah yang agung dan besar, yang mengandung aneka

hakikat akidah dan syariah yang penting, mengandung hakikat wujud dan

kemanusiaan. Hakikat ini merupakan cakrawala yang luas dan jangkauan yang

jauh bagi akal dan kalbu.

Juga menimbulkan pikiran yang dalam dan konsep yang penting bagi

jiwa dan nalar. Hakikat itu meliputi berbagai manhaj (cara) penciptaan,

penataan, kaidah-kaidah pendidikan dan pembinaan. Padahal jumlah ayatnya

kurang dari ratusan.

Surat al-Hujurat berisi pentunjuk tentang apa yang harus dilakukan

oleh seorang mukmin terhadap Allah SWT, terhadap Nabi dan orang yang

menentang ajaran Allah dan Rasul-Nya, yaitu orang fasik. Pada pembahasan

ini dijelaskan apa yang harus dilakukan seorang mukmin terhadap sesamanya

dan manusia secara keseluruhan, demi terciptanya sebuah perdamaian.

Adapun etika yang diusung untuk menciptakan sebuah perdamaian dan

menghindari pertikaian yaitu menjauhi sikap saling membedakan suku, ras,

bahasa, kebudayaan, bahkan ideologi.

Karena, ketika manusia tidak peduli dengan lainnya, tidak mau saling

kenal mengenal atau lebih cenderung egois, maka berarti ia telah kehilangan

Page 39: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

30

sifat dasar kemanusiaannya. Berikut ini adalah bunyi lengkap surat al-Hujurat

ayat 13:

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang

laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa

dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya

orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang

paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi

Maha Mengenal1. ( al-Hujurat/49: 13)

Turunnya ayat ini, menurut Abu Daud berkenaan dengan Abu Hind

yang pekerjaan sehari-harinya adalah pembekam. Nabi meminta kepada Bani

Bayadhah agar menikahkan salah seorang putrid mereka dengan Abu Hind,

tetapi mereka enggan dengan alasan tidak wajar mereka menikahkan putri

mereka dengannya yang merupakan salah seorang bekas budaknya.

Ada juga riwayat yang menyatakan bahwa Usaid Ibn Abi al-Ish

berkomentar ketika mendengar Bilal mengumandangkan adzan di Ka‟bah

bahwa: “Alhamdulillah ayahku wafat sebelum melihat kejadian ini.” Ada lagi

yang berkomentar: “Apakah Muhammad tidak menemukan selain burung

gagak ini untuk beradzan?”2.

Untuk lebih memahami kandungan surat al-Hujurat ayat 13 ini , maka

penulis akan mencoba mencari implikasinya secara mufradat (kosa kata),

seperti berikut ini:

1 Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahannya, h. 412

2 M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah…..,h. 261

Page 40: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

31

“Dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku”.

Kata ( شعوب ) syu‟ub adalah bentuk jamak dari kata ( شعب ). Kata ini

digunkan untuk menunjuk kumpulan dari sekian kabilah yang biasa

diterjemahkan suku yang biasa merujuk kepada satu kakek. Qabilah pun

terdiri dari sekian banyak kelompok keluarga yang dinamai „imarah, dan yang

ini terdiri dari sekian banyak kelompok yang dinamai bathn. Di bawah bathn

ada sekian fakhd hingga akhirnya sampai pada himpunan keluarga yang

terkecil3.

Supaya kamu saling mengenal. “Kata ta‟arafu terambil dari kata

„arafa yang berarti mengenal, kata yang digunakan dalam ayat ini

mengandung makna timbal balik, dengan demikian berarti saling mengenal.”4

Upaya saling mengenal ini dapat dilakukan dengan cara kembali

kepada kabilahnya masing-masing dan saling menolong di antara sesama

kerabat. Dengan demikian, ayat ini menjadi alasan bahwa diciptakannya

manusia adalah untuk saling mengenal dan tolong menolong, bukan untuk

saling membanggakan dan menyombongkan diri. Upaya saling mengenal

dapat dilakukan dengan proses bersilaturrahim.

Akan tetapi warna kulit, ras, bahasa, negara dan lainnya yang

seringkali membuat orang enggan berinterkasi dengan yang lainnya

disebabkan karena perbedaan tersebut. Padahal perbedaan-perbedaan tersebut

3 Ahmad, Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, terj, (Semarang: Toha Putra, 1993),h.220.

4 Ibid., h. 262

Page 41: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

32

merupakan suatu Sunnatullah dan tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak

saling mengenal.

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa”.

“Kata (ا كرهكن ) akramakum terambil dari kata (كرن ) karuma yang pada

dasarnya berarti yang baik dan istimewa sesuai objeknya. Manusia yang baik

adalah manusia yang baik terhadap Allah, dan terhadap sesama makhluk5.

Firman inna akramakum inda Allah atqaakum mengandung dua

makna, yang pertama seseorang yang paling bertakwa maka kedudukannya

akan mulia di hadapan Allah SWT dengan kata lain ketakwaan akan membuat

kedudukan seseorang menjadi mulia. Yang kedua, seseorang yang mulia di

hadapan Allah SWT akan membuat orang menjadi takwa, artinya kemuliaan

akan membuat seseorang menjadi takwa. Akan tetapi pendapat pertama adalah

lebih terkenal dibanding yang kedua6.

Ketakwaan merupakan sumber segala keutamaan, dengan demikian

dapat dikatakan takwa adalah manifestasi dari samal sedangkan ilmu adalah

kemuliaan. Dalam sebuah hadits dikatakan bahwa seseorang yang salim

adalah lebih dibenci syaithan dibanding seribu abid yang rajin beribadah tapi

tidak memiliki ilmu.

Ketakwaan merupakan buah dari pada ilmu, Allah SWT berfirman

”Sesungguhnya orang yang paling takut kepada Allah adalah orang yang

5 Ibid., h. 262

6 Fakhrur Razi, Tafsir Fakhrur Razi., h. 139

Page 42: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

33

alim” maka tidaklah dikatakan takwa kecuali bagi orang yang berilmu.

Dengan demikian ilmu dan ketakwaan merupakan dua hal yang saling

menyatu dan tidak bisa dipisahkan.

Orang salim tetapi tidak bertaqwa adalah seperti pohon yang tidak

berbuah, oleh karena itu pohon yang berbuah adalah lebih utama disbanding

yang tidak berbuah, pohon yang tidak berbuah tidak memiliki banyak manfaat

kecuali hanya sebatas untuk kayu bakar. Begitu pula orang salim yang tidak

bertaqwa hanya akan menjadi bahan bakar neraka.

Manusia memiliki kecenderungan untuk mencari bahkan bersaing dan

berlomba menjadi yang terbaik. Banyak sekali manusia yang menduga bahwa

kepemilikan materi, kecantikan serta kedudukan sosial karena kekuasaan atau

garis keturunan, merupakan kemuliaan yang harus dimiliki dan karena itu

banyak yang berusaha memilikinya.

Tetapi bila diamati apa yang dianggap keistimewaan dan sumber

kemuliaan itu, sifatnya sangat sementara. Bahkan tidak jarang mengantar

pemiliknya pada kebinasaan. Jika demikian hal-hal tersebut bukanlah sumber

kemuliaan.

Kemuliaan adalah sesuatu yang langgeng sekaligus membahagiakan

secara terus-menerus. Kemuliaan abadi dan langgeng itu ada di sisi Allah

SWT dan untuk mencapainya adalah dengan mendekatkan diri kepada-Nya,

menjauhi larangan-Nya, melaksanakan perintah-Nya serta meneladani sifat-

sifat-Nya sesuai kemampuan manusia. Itulah takwa, dan dengan demikian

yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa7.

7 M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 263

Page 43: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

34

Di sisi Allah hanya ada satu pertimbangan untuk menguji seluruh nilai

dan mengetahui keutamaan manusia. Yaitu, “Sesungguhnya orang yang paling

mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara

kamu “. orang yang paling mulia yang hakiki ialah yang paling mulia menurut

pandangan Allah. ”Dengan demikian, berguguranlah segala perbedaan,

gugurlah segala nilai. Lalu dinaikkanlah satu timbangan dengan satu penilaian.

Timbangan inilah yang digunakan manusia untuk menetapkan hukum.

Nilai inilah yang harus dirujuk oleh manusia dalam menimbang.

Adapun nilai/panji yang diperebutkan semua orang agar dapat bernaung di

bawahnya yaitu, panji ketakwaan di bawah naungan Allah SWT. Inilah panji

yang dikerek Islam untuk menyelamatkan umat manusia dari fanatisme ras,

fanatisme daerah, fanatisme kabilah, dan fanatisme rumah8.

Semua ini merupakan kejahiliahan yang kemudian dikemas dalam

berbagai model dan dinamai dengan berbagai istilah. Semuanya merupakan

kejahiliahan yang tidak berkaitan dengan Islam. Islam memerangi fanatisme

jahiliah ini serta segala sosok dan bentuknya agar sistem Islam yang

manusiawi dan mengglobal ini tegak di bawah satu panji yaitu panji Allah.

Bukan panji negara, bukan panji nasonalisme, bukan panji keluarga, dan

bukan panji ras.

Semua itu merupakan panji palsu yang tidak dikenal Islam. Dalam

konteks ini, sewaktu haji wada (perpisahan), Nabi SAW berpesan antara lain:

“Wahai seluruh manusia, sesungguhnya Tuhan kamu Esa, ayah kamu satu,

8 Sayyid Qutb, Fi Zhilalil Qur‟an, Jilid X, h. 422.

Page 44: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

35

tiada kelebihan orang Arab atas non Arab, tidak juga non Arab atas orang

Arab atau orang (berkulit) hitam atas yang (berkulit) merah (yakni putih) tidak

juga sebaliknya kecuali dengan takwa, sesungguhnya semulia-mulia kamu di

sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa9.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa

Durrah binti Abu Lahab r.a berkata, seorang laki-laki beranjak menemui Nabi

yang sedang berada di atas mimbar. Orang itu berkata, Ya Rasulallah, manusia

manakah yang paling baik? Rasulallah menjawab, Manusia yang paling baik

adalah yang paling rajin membaca al-Qursan, yang paling bertakwa kepada

Allah, yang paling sering memerintahkan kepada yang masruf dan mencegah

dari perbuatan mungkar, dan yang paling sering menyambungkan tali

silaturrahim.

Dalam suatu riwayat ayat ini turun ketika Fat-hu Makkah (Penaklukan

kota Mekah), Bilal naik ke atas kasbah untuk mengumandangkan azan.

Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini azan di atas

Kasbah?” Maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang

ini, pasti Dia akan menggantinya.” Ayat ini turun sebagai penegasan bahwa

dalam Islam tidak ada diskriminasi, yang paling mulia adalah yang paling

bertakwa10

.

Dengan demikian sebagian ulama berpendapat kafaah di dalam

pernikahan tidaklah disyaratkan kecuali agamanya, karena kedudukan semua

orang adalah sama, hanya ketakwaan yang membedakan antara satu dengan

9 M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 261 10

HQ Shaleh dan AA Dahlan, Asbabun Nuzul, Edisi II, h. 518

Page 45: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

36

yang lainnya. Bahkan pada hari kiamat nanti seseorang tidak akan ditanya

tentang nasab maupun kedudukan mereka, karena yang paling mulia adalah

yang paling bertakwa kepada Allah SWT.

“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”,

maksudnya Maha mengetahui apa yang dikerjakan dan Maha Mengenal/teliti

terhadap semua urusan manusia. Allah memberi petunjuk kepada yang

dikehendaki dan menyesatkan kepada yang dikehendaki, mengasihi dan

menyiksa kepada yang dikehendaki, memuliakan kepada yang dikehendaki

dan merendahkan kepada yang dikehendaki pula. Allah SWT Maha bijaksana,

Maha Mengetahui dan Maha Teliti dalam semua urusan tersebut Sifat Alim

dan Khabir keduanya mengandung makna kemahatahuan Allah SWT.

Sementara ulama membedakan keduanya dengan menyatakan bahwa

Alim menggambarkan pengetahuaan-Nya menyangkut segala sesuatu yang

dikenal itu. Penekanannya pada Dzat Allah yang bersifat Maha Mengetahui

bukan pada sesuatu yang diketahui itu. Sedang Khabir menggambarkan

pengetahuan-Nya yang menjangkau sesuatu. Di sini, sisi penekanannya bukan

pada dzat-Nya Yang Maha Mengetahui tetapi pada sesuatu yang diketahui

itu11

.

Dengan demikian, ayat 13 surat al-Hujurat ini mengandung

kesimpulan bahwa:

11

M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 263

Page 46: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

37

1. Allah SWT menciptakan manusia dari seorang laki-laki (Adam) dan

seorang perempuan (Hawa) dan menjadikan manusia berbangsa-bangsa

dan bersuku-suku supaya mereka saling mengenal dan tolong menolong.

2. Kemulian manusia tidak diukur dengan keturunannya, melainkan diukur

dengan ketakwaannya kepada Allah SWT.

3. Ayat ini menegaskan kesatuan asal usul manusia, yang pada dasarnya

seluruh umat manusia lahir dari induk yang sama, yaitu Adam dan

Hawwa.

4. Kesamaan kasta dihadapan Allah SWT, bahwasanya manusia itu sama,

tidak ada orang kulit putih, kulit hitam atapun kulit coklat. Yang ada

hanyalah manusia yang sama, yang diciptakan dari tanah oleh Allah.

Page 47: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

38

BAB IV

ETIKA POLA KOMUNIKASI DALAM AL-QUR’AN

A. Berbagai Pandangan Menurut Para Mufasir Terhadap Etika Pola

Komunikasi

1. Etika Sesama Muslim

Dakwah Islam sangat memperhatikan penataan individual dan sosial

yang membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam

secara komprehensif. Agar penganutnya memikul amanat dan yang

dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus dimaknai secara rinci, karena itu

keberadaan referensi atau sumber pendidikan Islam harus merupakan sumber

utama Islam itu sendiri, yaitu al-Qur‟an dan al-Sunnah.

Surat al-Hujurat/49 : 13 memiliki makna yang luas dan mendalam,

membahas tentang akhlak sesama kaum Muslim khususnya. Ayat ini dapat

dijadikan pedoman agar terciptanya sebuah kehidupan yang harmonis, tentram

dan damai. Sebagai makhluk sosial setiap manusia tentu tidak ingin haknya

tergganggu. Oleh karena itu, di sinilah pentingnya bagaimana memahami agar

hak (kehormatan diri) setiap orang tidak tergganggu sehingga tercipta

kehidupan masyarakat harmonis.

1. Etika Komunikasi Antar Pribadi, dalam kontek saling mengenal

(Ta’aruf)

Komunikasi antar pribadi merupakan sebuah konsep komunikasi

yang menggambarkan bentuk komunikasi antara seseorang dan orang lain

Page 48: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

39

orang lain dalam suasana tatap muka. Dean Bernlund menjabarkan

komunikasi antar personal sebagai pertemuan tatap muka dalam situasi

informal yang melakukan interaksi terfokus lewat pertukaran isyarat

verbal dan nonverbal yang saling berbalasan. Sedangkan John Stewart dan

Gary D‟Angelo melihat esensi komunikasi antar pribadi berpusat pada

kualitas komunikasi antarpartisipan, berhubungan satu sama lain lebih

sebagai personel (unik, mampu memilih, mempunyai perasaan,

bermanfaat, dan merefleksikan diri sendiri) daripada sebagai objek atau

benda (dapat ditukar, diukura secara otomatis merespons rangsangan dan

kurang kesadaran diri).1

Dalam hal ini al-qur‟an menjelaskan dimana manusia diajarkan

untuk saling mengenal satu sama lainnya, sesuai dengan firman Allah

SWT saling mengenal (Ta‟aruf ) ini terdapat dalam firman-Nya:

“Maha suci Dzat yang telah menciptakan manusia berbangsa-

bangsa dan bersuku-suku”,

Padahal pada awalnya manusia berasal dari sumber yang sama

yaitu Adam dan Hawa. Dengan kekuasaan dan kehendaknya terlahir

manusia yang berbeda ras dan warna kulit, dan sudah menjadi sunah-Nya

bahwa segala yang diciptakannya tidak sia-sia. Perbedaan semua itu

adalah agar semua manusia satu sama lain melakukan ta‟aruf (saling

mengenal).

1 Saefullah, Ujang.Drs. M.si. Kapita Selekta Komunikasi Pendekatan Agama dan Budaya

(Simbiosa Rekatama Media, Bandung:2007)h. 56

Page 49: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

40

Karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup tanpa

bermasyarakat dan bantuan orang lain. Dengan ta‟aruf pula rasa saling

menyayangi akan timbul di antara sesama. Ayat tersebut semakin

menegaskan bahwa diciptakannya manusia berbangsa-bangsa, bersuku-

suku adalah untuk saling mengenal, bekerja sama (dalam kebaikan)

sekaligus menafikan sifat kesombongan dan berbangga-bangga yang

disebabkan oleh bedanya nasab (keturunan). Ayat ini juga dapat dipahami

bahwa diciptakannya manusia untuk mengenal Tuhannya2.

Untuk menciptakan masyarakat yang harmonis tidak cukup hanya

dengan ta‟aruf (saling mengenal), akan tetapi harus dibina dan dipupuk

dengan subur melalui upaya yang dapat membuat hubungan di antara

manusia dapat bertahan lama.

2. Etika Komunikasi Antar Pribadi dan Kelompok Dalam Dakwah

Fardiyah

Komunikasi antarbudaya (kelompok) adalah sumber dan

penerimaannya berasal dari budaya yang berbeda-beda. Artinya

komunikasi antarbudaya terjadi bila pemberi pesan adalah anggota suatu

budaya lainnya. Dengan demikian, komunikasi antarbudaya dalam bentuk

ragam situasi yang berkisar dari interaksi-interaksi antarorang yang

berbeda yang mempunyai budaya dominan yang sama, namun

mempunyai subkultur atau subkelompok yang berbeda pula.

2 Fakhrur Razi, Tafsir Fakhrur Razi, (Beirut: Darul Fikr, t.t), h. 138

Page 50: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

41

Hubungan antara budaya dan komunikasi bersifat timbal balik.

Keduanya saling mempengaruhi. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita

membicarakannya, apa yang kita lihat, perhatikan, atau abaikan,

bagaimana kita berpikir dan apa yang kita pikirkan, dipengaruhi oleh

budaya. Jadi, perbedaan budaya sangat berpengaruh terhadap proses

komunikasi.3

K.S Sitaran dan Roy Cogdell menyajikan standar etika komunikasi

anatarbudaya (kelompok) sebagai berikut :

1. Memperlakukan budaya khalayak dengan penghormatan yang

sama diberikan terhadap budaya sendiri.

2. Memahami landasan budaya dan nilai-nilai orang lain.

3. Tidak pernah menganggap lebih tinggi standar etika yang

diyakininya dibandingkan dengan etika orang lain.

4. Berusaha keras memahami kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan

orang lain.

5. Menghargai cara berpakaian orang-orang dari budaya lain.

6. Tidak memandang rendah orang lain karena ia berbicara dengan

aksen yang berbeda dari aksen seseorang.

7. Tidak menciptakan suasana untuk menebalkan stereotip tentang

orang lain.

8. Tidak memaksakan nilai yang diyakininya kepada orang lain yang

berbeda budaya.

9. Berhati-hati dengan simbol nonverbal yang digunakan pada

budaya lain.

10. Tidak berbicara dengan bahasa yang sama dengan orang lain dari

budaya yang sama di hadapan orang yang tidak mengerti bahasa

tersebut.4

Sehingga silaturrahim sebagai salah satu praktek pertukaran

budaya dengan orang lain memiliki nilai yang luas dan mendalam, yang

tidak hanya sekedar menyambungkan tali persaudaraan, lebih daripada itu,

3Saefullah, Ujang.Drs. M.si. Kapita Selekta Komunikasi Pendekatan Agama dan Budaya

(Simbiosa Rekatama Media, Bandung:2007)h. 60-61 4 Ibid.,h.60

Page 51: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

42

silaturrahim juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk mempermudah

datangnya sebuah rezeki. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi yang berbunyi:

“Anas bin Malik r.a berkata, Saya telah mendengar Rasulallah

SAW bersabda, ”Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan

umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan famili (kerabat)”. (HR

Bukhari)

Hadits di atas kalau dicermati dengan seksama sangatlah logis,

orang yang selalu bersilaturrahim tentunya akan memiliki banyak teman

relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu faktor yang akan menunjang

kesuksesan seseorang dalam berusaha/berbisnis.

Selain itu dengan banyak teman, akan memperbanyak saudara dan

berarti pula telah berusaha meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT,

hal ini karena telah melaksanakan salah satu perintahnya yang

menyambungkan tali silaturrahim.

Silaturrahim merupakan sifat terpuji yang harus senantiasa

dibiasakan, karena memiliki banyak manfaat. Menurut al-Faqih abu Laits

Samarqandi seperti dikutip Rahmat Syafisi keuntungan bersilaturrahim ada

sepuluh, yaitu:

a. Memperoleh ridha Allah SWT karena Dia yang memerintahkannya.

b. Membuat gembira orang lain.

c. Menyebabkan pelakunya menjadi disukai malaikat.

d. Mendatangkan pujian kaum Muslimin padanya.

e. Membuat marah iblis.

f. Memanjangkan usia.

g. Menambah barakah rezekinya.

Page 52: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

43

h. Membuat senang kaum kerabat yang telah meninggal, karena mereka

senang jika anak cucunya selalu bersilaturrahim.

i. Memupuk rasa kasih sayang di antara keluarga/famili sehingga timbul

semangat saling membantu ketika berhajat.

j. Menambah pahala sesudah pelakunya meninggal karena ia akan selalu

dikenang, dan didoakan karena kebaikannya5.

Apalagi bila mereka menyadari bahwa mereka yang memutuskan

silaturrahim, diancam tidak akan mendapatkan kebahagiaan kelak di

akhirat, yaitu mereka tidak masuk surga. Rasulallah SAW bersabda:

“Dari Abu Muhammad (Jubair) bin Muthsin ra., bahwa Rasulallah

SAW bersabda, tidak akan masuk surga orang yang pemutus (hubungan

famili). Abu Sufyan berkata, ”yakni pemutus hubungan famili

(silaturrahim)”.6 (HR Bukhari dan Muslim)

Menurut Imam Nawawi, persengketaan harus diakhiri pada hari

ketiga, tidak boleh lebih. Menurut sebagaian ulama, di antara sebab Islam

membolehkan adanya persengketaan selama tiga hari karena dalam jiwa

manusia terdapat amarah dan akhlak jelek yang tidak dapat dikuasainya

ketika bertengkar atau dalam keadaan marah. Waktu tiga hari diharapkan

akan menghilangkan perasaan tersebut.

3. Etika Komunikasi Antarbudaya (persamaan derajat)

Agar terciptanya komunikasi antarbudaya yang berhasil, kita harus

menyadari faktor-faktor budaya yang mempengaruhi komunikasi kita, baik

dari budaya kita maupun dari budaya pihak lain. Kita tidak hanya perlu

5 Rahmat SyafesI, Aqidah, Akhlak, Sosial dan Hukum, Cet. II, h. 210

6 Musthafa Dhaib Bigha, Mukhtashar Shahih Bukhari., h. 663

Page 53: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

44

memahami perbedaan-perbedaan budaya, tetapi juga persamaan-

persamaannya.

Menurut K.S Sitaran dan Cogdell menyajikan standar etika

komunikasi antarbudaya adalah :

a. Tidak pernah menganggap lebih tinggi standar etika yang

diyakininya dibandingkan dengan etika orang lain.

b. Tidak memandang rendah orang lain karena ia berbicara dengan

aksen yang berbeda dari aksen orang lain.

c. Tidak memaksakan nilai yang diyakininya kepada orang lain yang

berbeda budaya.7

Karena hal ini sesuai dengan firman Allah SWT tentang Persamaan

derajat dalam firman-Nya:

Ketakwaan merupakan tolok ukur untuk membedakan apakah

derajat seseorang itu mulia atau tidak. Tolok ukur yang digunakan manusia

selama ini seperti melimpahnya materi dan kedudukan bukanlah tolok

ukur yang sebenarnya. Dengan demikian, kedudukan manusia itu

semuanya sama, kecuali taqwanya.

Salah satu sendi ajaran Islam yang paling agung adalah pola

persamaan hak yang telah disyariatkan bagi umat manusia. Semua

manusia sama dalam pandangan Islam. Tidak ada perbedaan antara yang

7 Saefullah, Ujang.Drs. M.si. Kapita Selekta Komunikasi Pendekatan Agama dan Budaya

(Simbiosa Rekatama Media, Bandung:2007)h. 60

Page 54: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

45

hitam dan yang putih, antara kuning dan merah, kaya dan miskin raja dan

rakyat, pemimpin dan yang dipimpin.

Oleh karenanya tidaklah tepat kalau di antara manusia terjadi

kesombongan disebabkan karena bedanya pangkat maupun keturunannya.

Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa dan

yang paling banyak amal kebaikannya. Rasulallah SAW menegaskan pola

persamaan hak ini dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat,

seperti tercermin dalam sabdanya:

“Dari Iyadl Ibnu Himar r.a. bahwa Rosulullah SAW, bersabda:

Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian

merendahkan diri, sehingga tidak ada seseorang pun yang menganiaya

orang lain dan tidak ada yang bersikap sombong terhadap orang lain”.

(Riwayat Muslim)8

Dengan demikian Islam dalam ajaran syariatnya, mengukuhkan

adanya penghormatan terhadap manusia, menjamin kebebasan kehidupan

dan hak asasi mereka, dan kedudukan mereka di hadapan hukum adalah

sama. Tidak ada ajaran untuk melebihkan satu dari yang lain di hadapan

hukum, kecuali dengan mengamalkan kebaikan dan meninggalkan

perbuatan dosa dan pelanggaran.

8 Ibnu Hajar Asqalani,( Tarjamah Hadist Bulugul Maram, 1994 ), h. 494

Page 55: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

46

Adapun bentuk dari pelaksanaan persamaan hak itu antara lain

ialah penerapan hukum bagi pelaku kejahatan tanpa membeda-bedakan

status sosial pelakunya. Kalau dicermati lebih jauh, bahwa salah satu

penyebab kemunduran suatu bangsa adalah karena penegakkan hukum

belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik, dalam hal ini sering kali

orang dipandang berdasarkan status sosialnya.

Rasulallah SAW adalah pribadi yang paling tegas dalam

menegakkan keadilan, hal ini tercermin dari dari sebuah peristiwa ketika

pada masa itu terjadi sebuah pencurian, beliau mengatakan seandainya

yang mencuri itu adalah Fatimah maka akulah yang akan memotong

tangannya. Oleh karena itu, jika suatu bangsa mengharapkan negara yang

makmur, aman dan sejahtera maka salah satu cara yang perlu dilakukan

adalah dengan menegakkan pola keadilan, dan menghukumnya bagi yang

melanggar peraturan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan semua

orang adalah sama, artinya siapa yang melakukan kesalahan maka baginya

pantas mendapatkan hukuman yang setimpal. Dengan tidak memandang

latar belakang dan jabatan yang disandangnya, karena hanya ketakwaan

yang membedakan antara yang satu dengan lainnya.

B. Hubungan Etika Komunikasi Dalam Al-Qur’an

Berbicara mengenai komunikasi insani (human communication) berarti

berbicara mengenai nilai atau etika yang dianut seseorang atau komunitas

Page 56: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

47

tertentu karena setiap pribadi atau komunitas memiliki nilai yang diyakininya.

Richard Means (Richard L. Johannesen, 1996: 2) mengatakan esensi manusia

yang tinggi adalah homo ethicus, artinya bahwa manusia sebagai pembuat

penilai etika.9

Pentingnya etika dalam proses komunikasi bertujuan agar komunikasi

kita berhasil dengan baik (komunikatif), yang menurut Wilbur Schramm

(dalam James G. Robbins, 1982) disebut the condition of succes in

communication (kondisi suksesnya komunikasi), dan terjalinnya hubungan

yang harmonis antara komuninkator dan komunikan. Hubungan akan terjalin

secara harmonis apabila antarakomunikator dan komunikan saling

menumbuhkan rasa senang. Rasa senang akan muncul apabila keduanya saling

menghargai, dan penghargaan sesama akan lahir apabila keduanya saling

memahami tentang karakteristik seseorang dan etika yang diyakini masing-

masing.10

Dari standar etika yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa

standar etika dapat dikategorikan ke dalam tiga hal, yaitu :

1. Kognitif (pengetahuan) tentang budaya lain, yang menjelaskan

perlunya memahami landasan budaya dan nilai-nilai orang lain,

berusaha keras memahami kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan

orang lain. Karena menurut Mulyana (1999: 13) ketika kita

berkomunikasi dengan orang dari suku lain, agama, atau ras yang

berbeda, kita dihadapkan dengan sistem nilai atau aturan yang

9 Saefullah, Ujang.Drs. M.si. Kapita Selekta Komunikasi Pendekatan Agama dan Budaya

(Simbiosa Rekatama Media, Bandung:2007)h. 55 10

Ibid., h. 56

Page 57: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

48

berbeda. Oleh karena itu, memahami sistem nilai orang lain adalah

suatu keharusan.

2. Afektif (sikap) terhadap budaya lain, yang menyatakan hendakanya

mengahrgai dan tidak memandang rendah budaya lain serta harus

memperhatikan perilaku nonverbal, seperti : kontak mata, ekspresi

wajah, nada suara, senyuman, gerakan isyarat, dan sejenisnya,

dalam komunikasi antarbudaya sebab perilaku nonverbal budaya A

jauh berbeda dengan budaya B.

3. Psikomotorik (perilaku) bekomunikasi dengan orang lain yang

berbeda budaya perlu menghormati budaya tersebut dengan segala

aspeknya, serta perlu menghindari stereotip, yaitu generalisasi yang

bersifat negatif atas sekelompok orang (suku, agama, dan ras)

dengan mengabaikan perbedaan-perbedaan individual. Dengan

demikian, stereotip antarsuku, agama dan ras harus ditinggalkan

dengan mengedepankan persamaan dan saling menghormati

perbedaan di antara kita. Sehingga peda gilirannya komunikasi di

antara budaya yang berbeda akan berjalan baik.11

Aplikasi dari surat al-Hujurat/49 ayat 13 ini, menguraikan tentang

prinsip dasar hubungan antar manusia. Karena itu ayat di atas tidak lagi

menggunakan panggilan yang ditunjukan kepada orang-orang beriman,

tetapi kepada jenis manusia, karena pada Allah berfirman.

11

Ibid.,h. 61-62

Page 58: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

49

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan”, yakni Adam dan Hawwa,

atau dari sperma ( benih laki-laki ) dan ovum ( indung telur perempuan

) “serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa juga bersuku-suku supaya

kamu saling mengenal” yang mengantar kamu untuk bantu-membantu

serta saling melengkapi, “sesungguhnya yang paling mulia di sisi

Allah ialah yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah

Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” sehingga tidak ada sesuatu

pun yang tersembunyi bagi-Nya12

.

Sehingga ayat ini menegaskan bahwasanya semua manusia

sama di sisi Allah.

1. Tidak ada perbedaan antara satu suku dengan suku lainnya hal

sesuai dengan komunikasi antar budaya.

2. Tidak adanya kasta yang membeda-bedakan kedudukan manusia (

status sosial ) setara disetiap tingkatan.

3. Tidak ada juga perbedaan (setara) pada nilai kemanusiaan antara

laki-laki dan perempuan

C. Tujuan Setiap Tingkat Komunikasi

1. Sasaran dakwah melalui metode qaulan balighan

Prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip

komunikasi yang efektif. Al-qur‟an memerintahkan kita berbicara yang

12

M Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 263

Page 59: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

50

efektif. Semua perintah hukumnya wajib selama tidak ada keterangan lain

yang meringankan. Al-qur‟an pun melarang kita melakukan komunikasi

yang tidak efektif. Keterangan lain yang memperkokoh larangan ini, yaitu

perkataan Nabi Muhammad saw, “Katakanlah dengan baik, bila tidak

mampu, diamlah.”13

Sebagaimana al-qur‟an menjelaskan dalam surat an-nissa : 63, yang

artinya “Berkatalah pada mereka tentang diri mereka dengan qaulan

balighan (fasih)”

Berikut ini perincian Al-Qur‟an tentang qaulan balighan.

a. Qaulan balighan terjadi bila komunikator menyesuaikan

pembicaraannya dengan sifat-sifat komunikan. Dalam istilah al-

qur‟an, ia berbicara fi anfusihim (tentang diri mereka). Dalam

istilah sunah, “ Berkomunikasilah kamu sesuai dengan kadar akal

mereka”. Pada zaman modern, ahli komunikasi berbicara tentang

frame of reference dan field of experience. Komunikator baru

efektif bila ia menyesuaikan pesannya dengan kerangka rujukan

dan medan pengalaman komunikannya. Al-Qur‟an berkata, “ Tidak

kami utus seorang Rasul kecuali ia harus menjelaskan dengan

bahasa kaumnya” (QS. Ibrahim: 4)

b. Qaulan balighan terjadi bila komunikator menyentuh komunikan

pada hati dan otaknya sekaligus. Aristoteles pernah menyebut tiga

cara yang efektif untuk mempengaruhi manusia, yaitu ethos, logos,

13

Ibid.,h. 72

Page 60: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

51

dan pathos. Dengan ethos, kita merujuk pada kualitas komunikator.

Komunikator yang jujur, dapat dipercaya, memiliki pengetahuan

yang tinggi, akan sangat efektif untuk mempengaruhi

komunikannya. Dengan logos, kita menyakinkan orang lain tentang

kebenaran argumentasi kita. Kita mengajak mereka berpikir,

menggunakan akal sehat, dan membimbing sikap kritis. Kita

tunjukkan bahwa kita benar karena secara rasional argumentasi kita

harus diterima. Dengan pathos, kita bujuk komunikan untuk

mengikuti pendapat kita. Kita getarkan emosi mereka, kita sentuh

keinginan dan kerinduan mereka, kita redakan kegelisahan dan

kecemasan mereka.14

2. Sasaran dakwah melalui metode qaulan maisuran

Secara etimologis, kata maysuran berasal dari kata yasara yang

artinya mudah atau gampang (al-Munawir, 1997: 158). Ketika kata

maysuran digabungkan dengan kata qaulan menjadi qaulan maysuran yang

aartinya berkata dengan mudah atau gampang. Berkata dengan mudah

maksudnya adalah kata-kata yang digunakan mudah dicerna, dimengerti,

dan dipahami oleh komunikan.

Salah satu prinsip komunikasi dalam Islam adalah setiap

berkomunikasi haarus bertujuan mendekatkan manusia dengan Tuhannya

dan hamba-hambanya yang lain. Islam mengharamkan setiap komunikasi

yang membuat manusia terpisah dari Tuhannya dan hamba-hambanya.

14

Ibid.,h. 73-74

Page 61: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

52

Termasuk dosa besar dalam Islam apabila memutuskan ikatan kasih

sayang (qathi‟at ar-rahim). Begitulah bentuk komunnikasi yang hangat di

dalam Islam, sehingga penolakan permintaan tidak boleh menyinggung

perasaan orang lain. Suatu komunikasi yang sangat mudah dalam

memelihara keharmonisan dalam tata pergaulan umat (publik).

Seorang komunikator yang baik adalah komunikator yang mampu

menampilkan dirinya sehingga disukai dan disenangi orang lain. Untuk

bisa disenangi orang lain, ia harus memiliki sikap simpati dan empati.

Dalam hal ini, Kris Cole (2005: 113-114) mengatakan bahwa simpati

melibatkan perasaan semacam pertalian erat dengan seseorang, apa pun

yang mempengaruhi seseorang akan mempengaruhi orang lain juga.

Dalam sebagian besar situasi komunikasi, simpati jauh lebih dari yang

diperlukan atau bahkan diinginkan. Sedangkan empati membutuhkan

kemampuan untuk melihat situasi dari sudut orang lain.

3. Sasaran dakwah melalui metode qaulan kariman

Kata qaulan kariman dalam al-qur‟an dijelaskan pada surat Al-

Israa ayat 23 : “Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan kepada

keduanya (orang tua) perkataan ah dan janganlah kamu membentak

mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”

Subtansi ayat tersebut, paling tidak mengandung dua hal, yakni: (1)

berkenaan dengan tuntunan berakhlak kepadan Allah, dan (2) berkenaan

dengan tuntunaan berakhlak kepada kedua orang tua.

Page 62: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

53

Khusus berkenaan dengan kat-kata qaulan kariman yang berarti

perkataan yang baik, enak didengar dan manis dirasakan, Al-Mawardi

(2002: 35) dalam buku Lidah Tak Bertulang, mengartikan qaulan kariman

adalah perkataan dan ucapan-ucapan yang baik yang mencerminkan

kemuliaan. Sedangkan Wahab Al-Zuhaily dalam tafsir Munir mengartikan

qaulan kariman adalah, “ Ucapkanlah kepada mereka perkataan yang

lemah lembut dan baik yang disertai dengan sikap sopan santun, hormat,

ramah tamah dan bertatakrama.15

4. Sasaran dakwah melalui metode qaulan ma‟rufa

Kata qaulan ma‟rufa disebutkan Allah dalam Al-Qur‟an sebanyak

lima kali. Pertama, berkenaan dengan pemeliharaan harta anak yatim, “

Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna

akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan

Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari

hasil harta itu), dan ucapkanlah kepada mereka qaulan ma‟rufa (kata-kata

yang baik).” (QS. An-Nissa: 5)

Kedua, berkenaan dengan perkataan terhadap anak yatim dan orang

miskin. “ Dan apabila sewaktu-waktu pembagian itu hadir kerabat anak

yatim, dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya)

dan ucapkanlah kepada meraka perkataan yang baik.”(QS. An-Nissa: 8)

Ketiga, berkenaan dengan harta yang diinfakan atau disedakahkan

kepada orang lain. “Qaulan ma‟rufa atau perkataan yang baik dan

15

Ibid., h.87-88

Page 63: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

54

pemberian maaf lebih baik daripada sedekah yang diiringi dengan

sesuatu yang menyakitkan (perasaan penerima). Allah Mahakaya lagi

Maha Penyantun”(QS. Al-Baqarah: 263).

Keempat, berkenaan dengan ketentuan-ketentuan Allah terhadap

istri Nabi. “ ...Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga

berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah

perkataan yang baik (qaulan ma‟rufa)” (QS. Al-Ahzab: 32).

Kelima, berkenaan dengan soal pinangan terhadap seorang wanita.

“...janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara

rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang

ma‟ruf”(QS. Al-Baqarah: 235).

Dengan demikian, perkataan yang baik itu adalah perkataan yang

menimbulkan rasa tentram dan damai bagi orang yang mendengarkannya,

baik pada saat berkomunikasi berdua antara seseorang dan orang lain

(interpersonal communication),berkomunikasi dengan banyak orang

(group communication), maupun melalui media massa - mass

communication.

Qaulan ma‟rufa lebih banyak ditunjukan kepada wanita atau orang

miskin yang kurang beruntung kehidupannya, seperti anak yatim dan

orang miskin. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang dituntut untuk dapat

berkomunikasi dengan pantas kepada orang lain karena perkataan yang

pantas akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia.16

16

Ibid., h. 85

Page 64: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

55

5. Sasaran dakwah melalui metode qaulan saddidan

Qaulan saddidan, artinya pembicaraan yang benar, jujur (Pichhall

menerjemahkannya straight to the point), lurus, tidak bohong, dan tidak

berbelit-belit. Prinsip komunikasi yang pertama menurut Al-Qur‟an adalah

berkata benar. Ada beberapa makna dari pengertian benar sesuai dengan

kriteria kebenaran Al-Qur‟an.

Salah satunya adalah sesuai dengan kriteria kebenaran. Buat orang

orang lain, ucapan yang benar, tentu ucapan yang sesuai dengan Al-

Qur‟an, sunnah, dan ilmu. Al-Qur‟an menyindir keras orang-orang yang

berdiskusi tanpa merujuk pada alkitab, petunjuk dan ilmu, “Diantara

manusia ada yang berdebat tentang Allah tanpa ilmu, petunjuk dan kitab

yang menerangi” (QS. Luqman: 20).

Al-Qur‟an mengajarkan bahwa salah satu strategi memperbaiki

masyarakat ialah membereskan bahasa yang kita pergunakan untuk

mengungkapkan realitas, bukan untuk menyembunyikannya.17

6. Sasaran dakwah melalui metode qaulan layyinan

Kata qaulan layyinan hanya satu kali disebutkan dalam Al-Qur‟an.

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang

lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut” (QS. Thaahaa: 44).

Qaulan layyinan menurut Al-Maraghi (1993: 203) dalam tafsirnya

Al-Maraghi berarti pembicaraan yang lemah lembut agar labih dapat

menyentuh hati dan menariknya untuk menerima dakwah. Dengan

17

Ibid., h. 68-69

Page 65: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

56

perkataan yang lemah lembut, hati orang-orang yang durhaka akan

menjadi halus, dan kekuatan orang-orang yang sombong akan hancur.

Oleh sebab itu, datang perintah yang serupa kepada Nabi Muhammad saw

yang tertuang dalam surat An-Nahl ayat 125, “Serulah (manusia) kepada

jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan katakanlah

mereka dengan cara yang baik pula.”

Selanjutnya, Allah mengemukakan alasan mengapa Musa

diperintahkan untuk berkata lemah lembut karena kata la‟alla (mudah-

mudahan) dalam kalimat seperti ini menunjukkana harapan tercapainya

maksud ajakan tersebut, yakni : jalankanlah risalah, kerjakanlah apa yang

Aku serukan kepada kalian, dan berusahalah mengerjakannya seperti orang

yang berharap dan tamak, agar berjuang sampai puncak usahanya dengan

harapan segala perbuatannya dapat mendatangkan kebersihan,

kemenangan dan keuntungan (Al-Maraghi: 24).

Sedangkan menurut Ibnu Kasir yang dimaksudkan dengan layyinan

ialah kata-kata sindiran (bukan dengan kata terus terang). Hal yang sama

telah diriwayatkan Sufyan As-Sauri bahwa sebutlah dia dengan julukan

Abu Murrah. Pada garis besarnya, pendapat mereka menyimpulkan bahwa

Musa dan Harun diperintahkan oleh Allah swt agar memakai kata-kata

yang lemah lembut, sopan-santun, dan belas kasihan dalam dakwahnya

kepada Firaun, agar kesannya lebih mendalam dan lebih menggugah

perasaan, serta dapat membawa hasil yang positif.

Page 66: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

57

Pada uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa nilai dan aplikasi

komunikasi yang terdapat dalam surat al-Hujurat ayat 13 meliputi ta‟aruf

dan egaliter (persamaan derajat). Agar nilai tersebut dapat diaplikasikan

dengan baik maka diperlukan sebuah metode.

Bagaimana seseorang mampu berkomunikasi dengan komunikatif

mempunyai timbal balik yang selaras dengan inti dari pesan yang ingin

disampaikannya, untuk dapat memilih dan menggunakan metode secara

tepat. Adapun metode yang dapat digunakan seperti yang telah

dikemukakan meliputi metode atau prinsip qaulan balighan, qaulan

maisuran, qaulan kariman, qaulan ma‟rufan, qaulan saddidan dan qaulan

layyinan.

Dengan demikian Islam dalam ajaran syariatnya, mengukuhkan

adanya penghormatan terhadap manusia, menjamin kebebasan kehidupan

dan hak asasi mereka, dan kedudukan mereka di hadapan hukum adalah

sama. Tidak ada ajaran untuk melebihkan satu dari yang lain di hadapan

hukum, kecuali dengan mengamalkan kebaikan dan meninggalkan perbuatan

dosa dan pelanggaran.

Adapun bentuk dari pelaksanaan persamaan hak itu antara lain ialah

penerapan hukum bagi pelaku kejahatan tanpa membeda-bedakan status

sosial pelakunya.

Kalau dicermati lebih jauh, bahwa salah satu penyebab kemunduran

suatu bangsa adalah karena penegakkan hukum belum sepenuhnya

Page 67: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

58

dilaksanakan dengan baik, dalam hal ini sering kali orang dipandang

berdasarkan status sosialnya.

Rasulallah SAW adalah pribadi yang paling tegas dalam

menegakkan keadilan, hal ini tercermin dari dari sebuah peristiwa ketika

pada masa itu terjadi sebuah pencurian, beliau mengatakan seandainya yang

mencuri itu adalah Fatimah maka akulah yang akan memotong tangannya.

Oleh karena itu, jika suatu bangsa mengharapkan negara yang

makmur, aman dan sejahtera maka salah satu cara yang perlu dilakukan

adalah dengan menegakkan pola keadilan, dan menghukumnya bagi yang

melanggar peraturan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan semua orang

adalah sama, artinya siapa yang melakukan kesalahan maka baginya pantas

mendapatkan hukuman yang setimpal. Dengan tidak memandang latar

belakang dan jabatan yang disandangnya, karena hanya ketakwaan yang

membedakan antara yang satu dengan lainnya.

Oleh karena itu, setiap orang harus menanamkan kembali tentang

pentingnya ta‟aruf dan silaturrahim, sehingga diharapkan nantinya ketika

sudah terjun kepada kehidupan sosial gemar melakukan ta‟aruf dan

bersilaturrahim sebagai wujud kepedulian sesama.

Dalam kaitannya dengan manamkan sikap saling berta‟aruf dan

silaturrahim maka pola komunikasi yang baiklah yang dapat dijadikan

sebagai salah satu metode untuk menumbuhkan sikap tersebut.

Page 68: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

59

Setiap manusia harus mampu mengaflikasikan pentingnya ta‟aruf

dan silaturrahim serta hikmah yang terkandung di dalamnya, karena

memang ta‟aruf dan silaturrahim banyak mengandung manfaat. Agar pola

komunikasi ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam pelaksanaannya

perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu:

a. Gunakan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami. Baik

artinya: elok, patut, teratur, apik, rapih, beres, tak ada celanya,

berguna, tidak jahat, tentang kelakuan budi pekerti18

. Bahasa yang baik

adalah bahasa yang diucapkan sesuai dengan kaidah pengucapan atau

bahasa, isinya menunjukkan nilai kebaikan dan kebenaran, dan

diucapkan sesuai dengan situasi dan kondisi.

b. Jujur, artinya: lurus hati, tidak curang. Bahasa yang jujur adalah

ungkapan bahasa yang isinya mengandung kebenaran apa adanya,

sesuai dengan data atau realita. Penyampaiannya dilakukan dengan

polos; tanpa mempengaruhi atau memihak19

.

c. Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasihati atau

orang disekitarnya.

d. Iringi bahasa lisan dengan bahasa tubuh, agar lebih mudah dipahami.

e. Menyampaikan pesan dengan kalimat yang sederhana (tidak bertele-

tele). Lurus artinya: lempang (betul, tidak bengkok atau tidak

lengkung), tegak benar, jujur; terus terang tepat, benar; betul,

sebetulnya, sebenarnya. Bahasa yang lurus adalah ungkapan bahasa

18

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1988). Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka., h. 67 19

Ibid,. h. 367

Page 69: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

60

yang tepat sesuai dengan tujuannya, baik berkaitan dengan isinya yang

benar maupun berkaitan dengan caranya yang tidak menyimpang20

.

1. Aplikasi Egaliter (persamaan derajat)

Seperti yang telah penulis kemukakan pada bab sebelumnya,

bahwa semua manusia kedudukannya sama. Hanya takwa yang

membedakan. Oleh karenanya, menjadi tidak wajar apabila ada yang

beranggapan bahwa dirinya merasa lebih baik dari pada yang lain karena

suatu kelebihan yang dimilikinya (sombong).

Karena sesungguhnya kesombongan merupakan sifat buruk yang

pertama nampak pada Iblis ketika diminta bersujud kepada Adam.

Sehingga akhirnya iblis laqnatullah alaih diusir dari surga.

Terkait dengan upaya menanamkan sikap persamaan derajat di antara

sesama maka harus senantiasa untuk mempunyai pandangan bahwa semua

manusia adalah sama, tidak ada perbedaan antara yang kaya dan miskin,

kulit hitam maupun putih, pintar dan bodoh. Karena semua itu merupakan

tolok ukur yang sifatnya sementara.

Sedangkan orang yang paling mulia adalah yang paling takwa

kepada Allah SWT. Oleh karenanya, tidak perlu menyombongkan diri ketika

memiliki kelebihan dibanding yang lain. Bahkan seharusnya orang yang

kaya membantu yang miskin dan pintar membantu yang bodoh.

Bahkan keteladanan pun bisa digunakan dalam rangka menanamkan

sikap persamaan derajat. Misalnya seorang guru tidak membedakan anak

20

Ibid,. h. 539

Page 70: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

61

didik berdasarkan status sosialnya. Kedudukan semua murid adalah sama,

artinya ketika melakukan kesalahan maka siapapun orangnya dengan tidak

memandang latar belakang sosialnya ia harus mendapatkan sanksi yang

seimbang atas kesalahan tersebut.

Dalam menanamkan bahwa kedudukan semua manusia adalah sama

kecuali takwanya adalah merupakan gambaran. seperti Nabi Muhammad

SAW tidak pernah membedakan kedudukan seseorang berdasarkan warna

kulit, kedudukan maupun status sosialnya. Seperti yang diketahui bahwa

Bilal adalah seorang sahabat yang berkulit hitam, namun ia mendapatkan

kehormatan untuk mengumandangkan azdan.

Padahal pada saat itu masih ada orang lain yang secara fisik lebih

baik dari Bilal, hal ini menandakan bahwa “Rasulallah SAW tidak pernah

membedakan seseorang berdasarkan status sosial maupun warna kulitnya.

Rasulallah SAW tidak lantas memandanya sebagai orang yang rendah

melihat kondisi warna kulit yang dimiliki Bilal r.a seperti itu.21

Setelah mengkaji adab dan syarat dalam komunikasi dakwah,

berikut ini akan disimpulkan prinsip-prinsip pendekatan komunikasi yang

terkandung dalam qaul/kata dalam Al-Qur‟an berserta sasaran-sasarannya:

1. Qaulan balighan

jika ditelaah kata, “balighan” dari huruf-huruf “Ba”, “Lam” dan

“Gain”. Para pakar bahasa menyatakan bahwa semua kata yang terdiri

dari huruf-huruf tersebut mengandung arti “sampainya sesuatu ke suatu

21

Ahmad al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, terj. (Semarang: Toha Putra, 1993), h. 236

Page 71: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

62

yang lain”. Ia juga bermakna “cukup”, karena kecukupan mengandung

arti sampainya sesuatu pada batas yang dibutuhkan. Seseorang yang

pandai menyusun kata sehingga mampu menyampaikan pesannya dengan

baik cukup dinamai “baligh” dan sasaran dari qaulan balighan ini ialah

untuk semua kalangan.22

2. Qaulan maisuran

Terkait dengan proses komunikasi dakwah dan sasarannya, dalam

buku Metode Dakwah ada beberapa hal yang harus diperhatikan ketika

sang dai menggunakan qaulan maisuran jika ditinjau dari karakter dan

kondisi mad‟u yang akan dihadapi adalah:

1. Orang tua atau kelompok orang tua yang merasa dituakan, yang

sedang menjalanin kesedihan lantaran kaurang bijaknya perlakuan

anak terhadap orangtuanya atau kelompok yang lebih muda.

2. Orang yang tergolong dizalimi hak-haknya oleh orang-orang yang

lebih kuat.

3. Masyarakat yang secara sosial berada di bawah garis kemiskinan,

lapisan masyarakat tersebut sangat peka dengan nasihat yang

panjang, karenanya dai harus memberikan solusi dengan membantu

mereka dengan dakwah bil hal.23

3. Qaulan kariman

Prinsip komunikasi yang terkandung adalah jika

berkomunikasi dengan orang yang lebih tua dari pada kita atau siapa

22

Ilaihi,Wahyu.M.A, Komunkasi Dakwah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010),h.174 23

Ibid.,h.182

Page 72: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

63

saja, maka komunikator haruslah memiliki dan memperlihatkan

sopan santun yang berlaku. Dalam artian, tidak melakukan kekasaran

dan memilih bahasa yang terbaik dan sopan penuh penghormatan.24

4. Qaulan ma‟rufa

Dari frasa qaulan ma‟rufa terlihat gambaran mengenai

bagaimana secara etis berkomunikasi dan berlaku pada konteks

komunikan, yang pertama, orang-orang kuat (komunikator yang

memiliki power) kepada kaum yang lemah seperti orang miskin,

anak yatim dan lain sebagainya (komunikan). Kedua. Orang-orang

yang masih belum sempurna menggunakan akalnya (anak-anak),

yang lebih mengedepankan emosi daripada logikanya. Ketiga, para

perempuan, ditujukan untuk menghindari dan mencegah perkataan

yang lemah lembut dalam konteks dapat menimbulkan fitnah. Akan

tetapi, kata-kata tersebut boleh diucapkan hanya ditujukan kepada

muhrimnya.25

5. Qaulan saddidan

Dapat diartikan sebagai “pembicaraan yang benar”, “jujur”,

“tidak bohong”, “lurus” dan “tidak berbelit-belit”. Dalam Al-Qur‟an,

kata qaulan saddidan terungkap sebanyak dua kali yaitu yang

pertama, Allah swt menyuruh qaulan saddidan dalam menghadapi

urusan anak yatim dan keturunnya. Kedua, ungkapan “saddidan” yang

mengandung makna “meruntuhkan sesuatu kemudian

24

Ibid.,h.177-178 25

Ibid.,h.184

Page 73: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

64

memperbaikinya”, diperoleh pula petunjuk bahwa ucapan yang

meruntuhkan jika disampaikan harus pula dalam saat yang sama

memperbaikinya, dalam arti kritik yang disampaikan hendanya

merupakan “kritik membangun”, atau dalam arti informasi yang

disampaikan haruslah baik, benar, dan mendidik.26

6. Qaulan layyinan

Interaksi aktif dari qaulan layyinan adalah komunikasi yang

ditunjukan pada dua karakter mad‟u. Pertama, adalah pada mad‟u

tingkat penguasa dengan perkataan yang lemah lembut

menghindarkan atau menimbulkan sikap konfrontatif. Kedua, mad‟u

pada tataran budayanya yang masih rendah. Sikap dengan qaulan

layyinan akan berimbas pada sikap simpati dan sebaliknya akan

menghindarkan atau menimbulkan sikap antipati.27

26

Ibid.,h.187-188 27

Ibid.,h.181

Page 74: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Komunikasi merupakan cerminan seseorang untuk menjalin hubungan,

sehingga baik buruknya komunikasi seseorang dapat dilihat dari ia bergaul

dengan masyarakat luas. Al-Qur‟an adalah sumber pokok dalam berprilaku

dan menjadi acuan kehidupan, karena di dalamnya memuat berbagai aturan

kehidupan dimulai dari hal yang urgent sampai kepada hal yang sederhana

sekalipun. Jika al-Qur‟an telah melekat dalam kehidupan setiap insan, maka

ketenangan dan ketentraman bathin akan mudah ditemukan dalam realita

kehidupan.

Dengan demikian kesimpulan dari pembahasan ini adalah :

1. Memperoleh informasi dari para mufassir tentang tata cara menjalin

hubungan aplikasi dalam surat Al-hujurat/49: 13.

2. Etika komunikasi yang terdapat dalam surat Al-Qur‟an Al-Hujurat/49: 13.

3. Aplikasi tentang menjalin hubungan yang terdapat dalam surat Al-

Hujurat/49: 13 didalam Islam.

Sehingga dari penelitian ini penulis dapat mengambil aplikasi dari

etika pola komunikasi yang terkandung dalam surat al-Hujurat ayat 13

tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Menjunjung tinggi kehormatan umat manusia seutuhnya, mendidik

manusia untuk selalu menghargai dan menjaga kehormatan diri mereka

Page 75: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

66

dan orang lain. Dengan demikian akan terwujud kehidupan masyarakat

yang harmonis.

2. Mendidik manusia untuk selalu berfikir positif agar hidup menjadi lebih

produktif, sehingga energi tidak terkuras hanya untuk memikirkan hal-hal

yang belum pasti kebenarannya.

3. Ta‟aruf mendidik manusia untuk selalu menjalin komunikasi dengan

sesama, karena banyaknya relasi merupakan salah satu cara untuk

mempermudah menjalin hubugan dengan siapa, dimana dan kapanpun

4. Egaliter mendidik manusia untuk bersikap rendah hati, sedangkan rendah

hati adalah salah satu cara agar kita bisa diterima keberadaanya dihadapan

orang lain.

Dengan demikian surat al-Hujurat/49 : 13 ini memberikan landasan

bagi manusia, khususnya umat Islam untuk berorientasi kepada terwujudnya

manusia yang shaleh baik secara ritual maupun sosial.

B. Saran-saran

Islam merupakan agama yang tidak hanya mengedepankan sisi

kognitif saja, lebih dari itu, adalah aspek sikap (afektif). Oleh karenanya, perlu

adanya usaha untuk memotivasi dan mendukung pembentukan pribadi Muslim

yang tangguh (pemeluk agama yang taat) dengan berpedoman kepada al-

Qur‟an dan as-Shunah. Hal ini tentu harus didasari oleh kemampuan-

kemampuan dasar sebagai manusia. Sehingga secara terpadu dapat

mewujudkan tujuan dan harapaan sebagai makhluk sosial dan beragama.

Page 76: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

67

Jadi untuk mencapai tujuan, maka penanaman pola komunikasi dalam

al-Qur‟an harus diterapkan dengan menggunakan metode yang tepat. Adapun

aplikasinya yang meliputi menjunjung kehormatan umat manusia dapat

disampaikan dengan cara keteladanan. Meskipun demikian, tidak menutup

kemungkinan dapat digunakan metode- metode lain sebagai penerapannya.

Tentunya peranan orang-orang alim sebagai pendidik utama tidaklah kalah

pentingnya dalam mewujudkan proses mengkomunikasikan al-Qur‟an dengan

metode atau cara komunikasi yang baik. Sehingga mampu diterima oleh setiap

idividu-individu atau masyarakat luas, walaupun dalam ukuran yang sangat

sederhana (sesuai dengan kemampuan berfikir ). Sehingga nilai al-Qur‟an

yang agung dapat terealisasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Page 77: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

68

DAFTAR PUSTAKA

Al-Maraghi, Mushthofa, Tafsir al-Maraghi, Beirut: Dar al-Fikr, t. th.

Muslim, Imam, Shahih Muslim, Kairo: al-Masyad al-Husaini, t. th.

Alquran dan Terjemahannya. (1989). Jakarta: Departemen Agama RI.

Ashiddiqi, H. (1977). Tafsir al-Bayan Jilid 1,2. Bandung: Al- Maarif.

Dahlan, M,D. dan Syihabuddin. (2001). Kunci-kunci Menyingkap Isi Al Quran.

Bandung: Pustaka Fithri.

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung:

Remaja Rosdakarya), cet XII, 1999.

Kamus Besar bahasa Indonesia. (1988). Jakarta: Balai Pustaka.

Katsir, I. (1410H). Tafsir Ibnu Katsir. Riyadh: Maktabah Ma‟arif.

Purwadarminta, W,J,S. (1985). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka. Qardhawi, Yusuf. 1973.

Hajazi, Mahmud, Tafsir Wadhih, Beirut: Dar al-Jil, jilid III, tt.

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987.

Hamka. (1983). Tafsir Al Azhar. Jakarta: Bulan Bintang.

Ibn Katsir, Tafsir al-Qur‟an al-„Adhim, Beirut: al-Maktabah al-„Ashriyah, jilid IV,

2000. Jilid I, 2005.

Ilaihi, Mahmud, Komunikasi Dakwah, (Bandung: Remaja Rosdakarya), cet. I,

2007

Asqalani, Ibn Hajar : Tarjamah Hadist Bulugum Maram,(Gema Risalah Press

Bandung, 1994)h. 499

Maraghi, Ahmad, Tafsir al-Maraghi, terj, Semarang: Toha Putra, Cet. III, 1993.

Nimmo, Dan, Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek, penerjemah Tjun

Surjaman, (Bandung: Remaja Rosdakarya), cet. II, 2000.

Rahmat, Jalaluddin, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya), cet.

X, 1996.

Page 78: 103351 Irpan Kurniawan Fdk (1)

69

Shihab, Muhammad Quraish, Wawasan al-Qur`an, Bandung: Mizan, cdet. II,

1996.

Razi, Fakhrur, Tafsir Fakhrur Razi, Beirut: Darul Fikr, jilid IV,1985.

Rifasi, Muhammad Nasib, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir,

Jakarta: Gema Insani, Jilid IV, 2000.

Shihab, M Quraish, Tafsir al-Misbah, Jakarta: Lentera Hati, Cet. I, volume 13,

2003.

Susanto, Astrid S., Komunikasi dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Bina Cipta),

cet. V, 1986.

Al-Razi, Fakhr al-Din, al-Tafsir al-Kabir, Beirut: Dar al-Fikr, t. th.

Al-Ashfahani, Abu al-Qasim Abu al-Husain bin Muhammad al-Raghib, al-

Mufradat fi al-Gharib al-Qur`an, Mesir: Mushthofa al-Bab al-halabi, 1961.

Amir, Mafri, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, Jakarta: Logos

Wacana Ilmu, 1999.

Utsaimin, Muhammad, Syarah Riyadhus Shalihin, Jakarta: Darul Falah, Cet. I,

Saefullah, Ujang, Drs. M.Si. Kapita Selekta komunikasi Pendekatan Budaya dan

Agama, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007

Syafe‟i, Rahmat, Aqidah, akhlak, Sosial dan Hukum, Bandung: Pustaka Setia, Cet.

II, 2003.

Taher, Tarmizi, Membumikan al-Qur`an, Bandung: Mizan, 1995.